PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam dunia bisnis, informasi merupakan alat yang penting bagi
manajemen untuk membantu menggerakkan dan mengembangkan kegiatan
perusahaan. Kelangsungan hidup dan pertumbuhan suatu perusahaan
tergantung pada sistem informasi akuntansi manajemen (Mulyadi, 1993).
Dengan menggunakan informasi akutansi manajemen, maka
akan
yang
bertanggung
jawab
terhadap
perencanaan
dan
pelaksanaannya.
Break Even Point yang biasa disingkat dengan BEP, yang di Indonesia
kita kenal dengan Titik Impas adalah salah satu bentuk dari sekian banyak
informasi akuntansi manajemen yang dipakai menganalisa hubungan antara:
Revenue/Sales, Cost, Volume & Profit.
Analisa break even point sangat penting bagi pimpinan perusahaan
untuk mengetahui pada tingkat produksi berapa jumlah biaya akan sama
dengan jumlah penjualan atau dengan kata lain dengan mengetahui break
even point kita akan mengetahui hubungan antara penjualan, produksi,
harga jual, biaya, rugi atau laba, sehingga memudahkan bagi pimpinan
untuk mengambil kebijaksanaan.
BAB 2
PEMBAHASAN
I. PENGERTIAN BREAK EVEN POINT
Break Even Point adalah titik dimana Entity/company/business dalam
keadaan belum memperoleh keuntungan, tetapi juga sudah tidak merugi. Jika
dinyatakan dengan bahasa akuntansi keuangan jadinya : Suatu keadaan
dimana : Revenue Cogs Expenses = 0 dengan ketentuan sebagai berikut :
Jika Revenue - Cogs Expenses = -1, berarti belum break even point
(masih rugi )
Break Even point atau BEP dapat diartikan suatu analisis untuk
menentukan dan mencari jumlah barang atau jasa yang harus dijual kepada
konsumen pada harga tertentu untuk menutupi biaya-biaya yang timbul serta
mendapatkan keuntungan / profit.
Break even point atau titik impas dapat pula diartikan sebagai suatu
keadaan dimana dalam operasi perusahaan, perusahaan tidak memperoleh
laba dan tidak menderita rugi (penghasilan = total biaya). (Munawir, 1986).
Menurut Rosyandi (1985) break even point merupakan titik produksi dimana
hasil penjualan akan tepat sama dengan total biaya produksi.
Munawir (1986) menyatakan bahwa analisa break even point
merupakan suatu analisa yang ditujukan untuk menentukan tingkat penjualan
yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak
menderita kerugian (keuntungan=0). Melalui analisa BEP dapat dibuat
Break
Even
Point
secara
umum
dapat
Analisis
Break
Even
Point
dapat
membantu
penjualan
yang
harus
dicapai
untuk
c) Seberapa
jauhkah
berkurangnya
penjualan
agar
a.
FC
P - VC
Keterangan :
BEP = Break Even Point
FC
= Fixed Cost
VC = Variabel Cost
P
= Sales volume
b.
analisis titik BEP dalam rupiah
FC
BEP
VC
1
S
Rp. 60.000.000,-
Biaya disribusi
Rp. 65.000.000,-
Rp. 25.000.000,-
Rp.150.000.000,-
2. Variable Cost
Biaya bahan langsung
Rp. 70.000.000,-
Rp. 85.000.000,-
Overhead pabrik
Rp. 20.000.000,-
Biaya distribusi
Rp. 45.000.000,-
Rp. 30.000.000,-
Rp.250.000.000,-
100.000 unit
Rp. 5000,-
150.000.000
Rp.1.500, /unit
100.000
250.000.000
Rp.2.500, /unit
100.000
Rp.100.000.000,- ( 20 %)
BEP rupiah
Cara lain dapat dilakukan untuk membuktikan kedua hasil tersebut dengan :
BEP = Unit BEP x harga jual unit
BEP = 60.000 unit x Rp.5000 = Rp.300.000.000,2. Dengan Coba-Coba
Artinya kita mencoba memasukkan angka-angka yang kita inginkan
sehingga akan terlihat batas laba atau rugi untuk setiap penjualan seperti
berikut ini.
Q (unit)
TR
FC
VC
TC
Laba/Rugi
10.000
50.000.000
150.000.00
25.000.000
175.000.00
(125.000.000
20.000
100.000.00
50.000.000
30.000
150.000.00
75.000.000
200.000.00
(100.000.000
40.000
150.000.00
100.000.00
50.000
150.000.00
225.000.00
( 75.000.000
60.000
200.000.00
125.000.00
70.000
150.000.00
250.000.00
( 50.000.000
80.000
250.000.00
150.000.00
90.000
150.000.00
275.000.00
( 25.000.000
100.00
300.000.00
175.000.00
150.000.00
300.000.00
350.000.00
200.000.00
25.000.000
150.000.00
325.000.00
50.000.000
400.000.00
225.000.00
75.000.000
150.000.00
350.000.00
100.000.000
450.000.00
250.000.00
150.000.00
375.000.00
500.000.00
150.000.00
400.000.00
3. Dengan Grafik
Dari grafik di bawah terlihat bawa untuk tiap-tiap masing unit
penjualan terdapat informasi yang lengkap setiap rupiah penjualan, biaya
tetap, biaya variabel, total biaya maupun laba atau rugi. Jadi manajemen
dapat melihat jika akan memproduksi sekian unit, akan terlihat seluruh
komponen di atas. BEP melalui grafik tampak jelas ditunjukkan baik dari
segi unit maupun rupiah yang diperoleh.
P
(000)
TC
300
BEP
150
Q (000)
60
2. Penjualan MoS
MoS
MoS
Ini berarti bahwa tingkat penjualan tidak boleh kurang atau turun 40 % dari
tingkat penjualan yang direncanakan atau 167 % dari tingkat penjualan titik
impas yang telah ditetapkan perusahaan. Jika MoS ditentukan berdasarkan
hasil penjualan dapat dicari sebagai berikut.
Pertama : 67 % x Rp.300.000.000,- = Rp. 201.000.000,Kedua : 40 % x Rp.500.000.000,- = Rp. 200.000.000,BEP dengan Perubahan
Dalam praktiknya perolehan titik impas akan berubah-ubah seiring
dengan terjadinya berbagai perubahan kondisi lingkungan atau kebijakan.
Artinya pihak manajemen harus selalu mengantisipasi apabila terjadi
perubahan-perubahan yang akan menyebabkan perubahan perolehan titik
impas. Berikut ini adalah berbagai sebab yang mengakibatkan perubahan
titik impas.
1. Pengaruh Perubahan Harga Jual per Unit
Sebagai contoh dari kasus sebelumnya, apabila terjadi kenaikan harga
jual per unit dari Rp. 5000 menjadi Rp.6000 (kenaikan 20 %). Pengaruh
kenaikan harga jual ini akan berdampak terhadap BEP yang akan
berubah menjadi lebih kecil baik dalam rupiah maupun unit.
BEP yang baru sesudah kenaikan harga tersebut adalah sebagai
berikut :
BEP rupiah
BEP rupiah
Rp. 150.000.000
42.858 unit
Rp. 6.000 - Rp.2.500
atau
BEP dalam unit
Dari BEP dalam unit tampak terjadi penurunan sebesar 17.142 unit,
yaitu dari 60.000 unit menjadi 42.858 unit.
Demikian juga apabila terjadi penurunan harga jual perunit sebesar
Rp.1000,- misalnya dari Rp.5.000,- menjadi Rp.4000,- BEP yang baru
adalah sebagai berikut :
BEP rupiah
BEP rupiah
dari BEP rupiah tampak terjadi kenaikan sebesar Rp.100.000.000,yaitu dari Rp.300.000.000,- menjadi Rp.400.000.000,BEP dalam unit
Rp. 400.000.000
66.667 unit
Rp. 6000,-
dari BEP dalam unit tampak terjadi kenaikan sebesar 6.667 unit yaitu
dari 60.000 unit menjadi 66.667 unit.
2. Pengaruh Perubahan Jumlah Biaya Tetap
Seperti diketahui bahwa dalam analisis BEP, biaya tetap secara total
diasumsikan tetap (konstan). Jadi apabila perubahan biaya tetap,
otomatis BEP nya juga berubah. Dalam praktiknya, apabila biaya tetap
turun, BEP akan turun. Perubahan biaya tetap biasanya diakibatkan
karena adanya tambahan kapasitas produksi atau kenaikan atau
penurunan (efisensi).
Sebagai contoh kita ambil dari kasus di atas apabila biaya tetap berubah
dari Rp.150.000.000 menjadi Rp.180.000.000 berarti adanya tambahan
biaya tetap sebesar Rp.30.000.000 (20 %) hal ini disebabkan karena
adanya kenaikan biaya tetap.
BEP rupiah
Rp. 360.000.000
Rp.72.000, Rp. 5.000,-
Dari BEP dalam unit tampak terjadi kenaikan sebesar 12.000 unit yaitu
dari 60.000 unit menjadi 72.000 unit
Demikian pula jika terjadi penurunan biaya tetap, misalnya terjadi
penurunan biaya tetap sebesar 10 % dari semula Rp. 150.000.000,menjadi Rp.135.000.000,Maka untuk nilai dari BEP rupiah dan BEP dalam unit adalah sebagai
berikut :
BEP rupiah
Rp. 150.000.000,- x 90 %
Rp.270.000 .000,Rp. 250.000.000,1
Rp. 500.000.000,-
memiliki dua macam produk atau lebih. Dalam asumsi dikatakan bahwa
tidak ada perubahan dalam penjualan campuran sales mix-nya.
Sebagai contoh PT. Dewantara memiliki dua macam produk yaitu
sebagai berikut :
Komponen
Sales
Produk A
60.000 unit = Rp.300 juta
Produk B
40.000 unit = Rp.300 juta
Total
Rp.600 juta
VC
60 %
40 %
Rp.300 juta
= Rp.180 juta
= Rp.120 juta
FC
= Rp. 60 juta
= Rp.120 juta
Rp.180 juta
TC
= Rp.240 juta
= Rp.240 juta
Rp.480 juta
Net Profit
= Rp. 60 juta
= Rp. 60 juta
Rp.120 juta
Sales = VC + FC
VC
= Sales FC
Sales Minimal
Sales Minimal
FC Keuntungan
VC
1
S
Rp.120.000 .000 Rp.50.000. 000
180.000.000
1
300.000.000
Rp.120.000 .000 Rp.50.000. 000
Rp. 425.000.000
6
1
10
J
asumsi ini harus tetap dilakukan dan ini merupakan salah satu keterbatasan
analisis BEP bila kita mau menggunakannya.
Adapun asumsi-asumsi dan keterbatasan analisis BEP yakni sebagai berikut :
1. Biaya
Dalam analisis BEP, hanya digunakan dua macam biaya, yaitu
fixed cost dan variable cost. Oleh karena itu, kita harus memisahkan
dulu komponen antara biaya tetap dan biaya variabel. Artinya
mengelempokkan biaya tetap disatu sisi dan biaya variabel disisi lain.
Dalam hal ini secara umum untuk memisahkan kedua biaya ini relatif
sulit karena ada biaya yang tergolong semi variabel dan tetap. Untuk
memisahkan biaya ini dapat dilakukan melalui dua pendekatan sebagai
berikut :
kita
biaya
variabel
berubah-ubah
secara
sebanding
mengambil
volume
penjualan/produksi
yang
lebih
rendah.
= Q x P (FC + (Q x VC))
= (6.000 x Rp 100) (Rp 300.000,00 + (6.000 x Rp 40))
= Rp 600.000 - (Rp 300.000 + Rp 240.000)
= Rp 60.000
Pada volume produksi 6.000 unit perusahaan masih mendapatkan
= Rp 60.000,00
Pada volume 4.000 unit ternyata diderita kerugian sebesar Rp 60.000
sehingga break-even pointnya lebih besar dari 4.000 unit. Misalkan volume
penjualannya 5.000 unit, dan hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
= (5.000 x Rp 100) (Rp 300.000 + (5.000 x Rp 40))
= Rp 500.000 (Rp 300.000 + Rp 200.000)
= Rp 0.
Ternyata pada volume produksi penjualan 5.000 unit tercapai break-even
point dimana keuntungan nettonya sama dengan nol.
Pendekatan grafik dilakukan dengan menggambarkan unsur-unsur
biaya dan penghasilan kedalam sebuah gambar grafik. Dalam gambar tersebut
akan terlihat garis-garis biaya tetap, biaya total yang menggambarkan jumlah
biaya tetap dan biaya variabel, dan garis penghasilan penjualan. Besarnya
volume produksi/penjualan dalam unit digambarkan pada sumbu horizontal
(sumbu X) dan besarnya biaya dan penghasilan penjualan digambarkan pada
sumbu vertikal (sumbu Y).
Untuk menggambarkan garis biaya tetap dalam grafik break even
point dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggambarkan garis
biaya tetap secara horizontal sejajar dengan sumbu X, atau dengan
menggambarkan garis biaya tetap sejajar dengan garis biaya variabel. Pada
cara yang kedua, besarnya contribution margin akan tampak pada gambar
break even point tersebut.
Penentuan break even point pada grafik, yaitu pada titik dimana terjadi
persilangan antara garis penghasilan penjualan dengan garis biaya total. dan
Apabila titik tersebut kita tarik garis lurus vertikal ke bawah sampai sumbu X
akan tampak besarnya break even point dalam unit. dan Kalau titik itu ditarik
garus lurus horizontal ke samping sampai sumbu Y, akan tampak besarnya
break even point dalam rupiah.
Suatu perusahaan
beroperasi dengan biaya tetap sebesar Rp 300.000, biaya variabel per unit Rp
40. Harga jual produk per unit Rp l00. Kapasitas produksi maksimal 10.000
unit. Dengan dua cara dalam menggambarkan garis biaya tetap, atas dasar
data tersebut, kita dapat membuat dua gambar break even point
Gambar 2. Grafik BEP dengan Biaya Tetap yang Sejajar Garis Biaya Variabel
Dari Gambar 1 dan Gambar 2 tersebut terlihat bahwa break even point
tecapai pada volume penjualan sebesar Rp 500.000 atau dinyatakan dalam
unit sebanyak 5.000 unit. Pada Gambar 2. adalah lebih baik karena pada
gambar tersebut tampak konsep contribution margin. Dalam gambar tersebut
break-even point tercapai pada volume kegiatan di mana contribution margin
BEP
atas
dasar
unit
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan rumus:
BEP ( Q )=
FC
PV ............................................................................(1)
dimana
P
FC = biaya tetap
Q
Dari contoh di atas dapat dihitung secara langsung dalam unit dengan
menggunakan rumus pada persamaan 1 dan hasilnya adalah sebagai
berikut:
BEP=
Rp 300.000
=5.000 unit
Rp 100Rp 40
FC
VC
1
S
.............................................................................(2)
dimana:
FC = biaya tetap
VC = biaya variabel
S
= volume penjualan
Rp 300.000
=Rp500.000
Rp 400.000
1
Rp 1.000.000
Rp 500.000
=5.000 unit
Rp 100
margin of safety=
margin of safety=
Rp1.000 .000Rp500.000
100 =50
Rp1.000 .000
5. Fixed Cost yang dimaksudkan pada contoh diatas meliputi apa saja?
(fixed cost yang dimaksudkan disini adalah pengeluaran-pengeluaran
yang tidak dipengaruhi oleh aktivitas produksi).
6. Yang dimaksudkan variable cost dari proses produksi kaos kaki disini
apa saja?.
7. Bagaimana jika ada mixed cost (cost yang sebagian tergolong fixed
cost, sisanya tergolong variable cost). Misal: Perusahaan menyewa
genset untuk satu bulan Rp 10,000,000,- untuk penggunaan 8 jam saja,
sedangkan kelebihan jam penggunaan akan dihitung Rp 25,000/jam.
Perusahaan juga membayar gaji seorang salesman dengan Gaji Pokok
Rp 2,000,000,- dan komisi 2% untuk setiap penjualan yang dihasilkan.
Bagaimana menentukan BEP-nya?.
8. Bagaimana jika perusahaan tidak hanya menjual kaos kaki,
perusahaan juga menjual kaos dalam dan celana dalam, bagaimana
menghitung BEP-nya?
Untuk menjawab tantangan business yang semakin berkembang,kita
tidak bisa berpatokan pada satu formualsi saja, formula harus lebih jauh lagi.
Dari logika diawal bahwa break even point adalah titik dimana perusahaan
belum memperoleh keuntungan tetapi juga tidak dalam kondisi rugi, maka
Break Even Point dapat kita formulasikan secara sederhana sebagai berikut:
BEP : TR = TC
Dimana TR = Total Revenue ; TC = Total Cost
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dengan Sales, Cost,
Volume, Profit termasuk waktunya, kita coba kembangkan formula sederhana
di atas sehingga menjadi lebih flexible dan bisa beradaptasi dengan situasi
yang berbeda-beda, yaitu dengan membentuk persamaan linear sederhana
seperti dibawah ini:
TR = TC
TR TC = 0
Karena TR adalah untuk Total Revenue maka TR dapat kita turunkan
menjadi :
TR = Unit Price x Qty
Sedangkan TC stand for Total Cost, yang mana kita semua tahu bahwa
dalam Cost Accounting, cost itu ada 2 macamnya, yaitu: Variable Cost dan
Fixed Cost, maka turunan dari TC adalah:
TC = Variable Cost + Fixed Cost
Dari formula di atas kita turunkan lagi menjadi:
TC = [Qty x Unit Variable Cost] + Fixed Cost
Selanjutnya kita akan membuat persamaan linear secara penuh untuk kondisi
Break Even Point:
TR - TC = 0
[Qty x Unit Price] - [(Qty x Unit VC) + Fixed Cost] = 0, atau
[Qty x Unit Price] - [Qty x Unit VC] - Fixed Cost = 0
Qty x [Unit Price - Unit Variable Cost] = Fixed Cost
Pertanyaan : Jika perusahaan berproduksi dalam jumlah tertentu, agar
perusahaan bisa mencapai break even point, berapakah unit price yang harus
ditargetkan?
* Target nya adalah Unit Price, maka formulanya:
Qty x [Unit Price - Unit Variable Cost] = Fixed Cost
Quantity (Qty) : adalah jumlah barang yang akan dijual, yang dalam perusahaan
manufactur tentunya diproduksi terlebih dahulu.
Unit Price : adalah harga per unit dari barang yang akan dijual
Variable Cost : adalah cost yang timbul akibat diproduksinya suatu product
(barang), artinya segala yang cost yang terjadi untuk memproduksi suatu barang.
Seperti sebutannya Variable Cost, akan berubah-ubah mengikuti jumlah product
yang akan diproduksi. Semakin banyak jumlah yang diproduksi semakin bedar
juga variable cost-nya, begitu juga sebaliknya. Jika kita lihat pada Laporan Laba
rugi nantinya, variable cost akan tergolong ke dalam kelompok Cost of Good
Sales, yang pada perusahaan manufacur umumnya terdiri dari: Bahan Baku (Raw
Material), Bahan Penolong, Cost Tenaga Kerja Langsung (Direct labor Cost) dan
Ovear Head Cost yang biasanya terdiri dari penyusutan Gedung Pabrik,
Unit Variable Cost : adalah besarnya variable cost yang ditimbulkan untuk
membuat satu unit produk tertentu, yang besarnya diperoleh dengan cara membagi
total variable cost (Variable Cost) dengan jumlah product yang dibuat (Qty).
Fixed Cost : adalah cost yang akan terjadi akibat penggunaan sumber daya
tertentu yang penggunaannya tanpa dipengaruhi oleh banyak sedikitnya produk
yang diproduksi. Dengan kata lain: berapapun jumlah product yang dibuat, fixed
cost yang akan dibuat, costnya relative sama, bahkan tidak berproduksi sekalipun
cost ini akan tetap terjadi. Seperti sebutannya, fixed cost sifatnya relative stabil,
tidak dipengaruhi oleh production output. Adapun jenis-jenis cost yang terjadi
biasanya yang ada pada kelompok Biaya Operasional (Operating Expenses:
Payroll, Office Supplies), Lease Hold (Hak Sewa), termasuk penyusutanpenyusutan dan amortisasi yang menggunakan metode garis lurus.
V.
PT.
Royal
Bali
Cemerlang
dalam
harga
pasaran
pc
blouse
kurang
lebih
Rp
60,000,-/pc.
Dibawah
ini
adalah
estimated
consumption
yang
kapasitas
produksi
2000
sebulan
dan
dengan
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Teknik analisis Break Even Point sudah umum bagi segenap pelaku
bisnis. Hal ini sangat berguna di dalam pengaturan bisnis dalam cakupan
yang luas, termasuk organisasi yang kecil dan besar. Ada 2 (dua) alasan
mengapa para pelaku bisnis menerima alasan ini :
1)
2)
yang dikehendaki.
3)
seluruh biaya yang timbul sama dengan total penjualan yang diperoleh,
sehingga perusahaan tidak memperoleh laba maupun kerugian, b) Berapa
volume penjualan yang diperlukan agar kita dapat memperoleh laba yang kita
targetkan.
Untuk dapat membuat proyeksi tersebut tentunya kita perlu
mengetahui bagaimana cara menghitung Break Even Point atau yang biasa
disingkat BEP. Dalam menyusun perhitungan BEP, kita perlu menentukan
dulu 3 elemen dari rumus BEP yaitu :
1) Fixed Cost (Biaya tetap) yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menyewa
tempat usaha, perabotan, komputer dll. Biaya ini adalah biaya yang
tetap kita harus keluarkan walaupun kita hanya menjual 1 unit atau 2
unit, 5 unit, 100 unit atau tidak menjual sama sekali.
2) Variable cost (biaya variable) yaitu biaya yang timbul dari setiap unit
penjualan contohnya setiap 1 unit terjual, kita perlu membayar komisi
salesman, biaya antar, biaya kantong plastic, biaya nota penjualan.
3) Harga penjualan yaitu harga yang kita tentukan dijual kepada pembeli
DAFTAR PUSTAKA