Anda di halaman 1dari 28

I.

II.
III.
IV.

No Percobaan
Judul Percobaan
Hari, Tanggal Percobaan
Tujuan Percobaan

:D
: Penentuan kadar asam amino dalam sampel
: Selasa, 4 Oktober 2016
: Menentukan asam amino yang terdapat dalam

V.

sampel dengan kromatografi kertas


Dasar Teori
Asam amino merupakan turunan asam karboksilat yang mengandung gugus
amina. Jadi setiap molekul asam amino sekurang-kurangnya mengandung dua
buah gugus fungsional, yaitu gugus karboksil (-COOH) dan gugus amina (-NH2).
Asam amino dapat diperoleh dari hasil hidrolisis protein. Struktur asam amino
mengandung gugus -NH2 yang terikat pada atom C alfa (a), yaitu atom C yang
terikat pada gugus karboksil. Struktur asam amino secara umum adalah satu atom
C yang mengikat empat gugus: gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH),
atom hidrogen (H), dan satu gugus sisa (R, dari residue) atau disebut juga gugus
atau rantai samping yang membedakan satu asam amino dengan asam amino
lainnya.

Gambar 1. Struktur asam amino


Semua asam amino yang ditemukan pada protein memiliki ciri yang sama,
yaitu gugus karboksil dan amina terikat pada atom karbon yang sama. Perbedaan
asam amino satu sama lain terletak pada rantai sampingnya. Rantai samping yang
dilambangkan dengan R dapat berupa alkil, cincin benzena, alkohol, dan
turunannya.
Gambar Struktur asam -amino, dengan gugus amina di sebelah kiri dan
gugus karboksil di sebelah kanan.

Gambar 2. Struktur asam -amino


Atom C pusat tersebut dinamai atom C ("C-alfa") sesuai dengan penamaan
senyawa bergugus karboksil, yaitu atom C yang berikatan langsung dengan gugus
karboksil. Oleh karena gugus amina juga terikat pada atom C ini, senyawa
tersebut merupakan asam -amino.
Asam amino biasanya diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia rantai
samping tersebut menjadi empat kelompok. Rantai samping dapat membuat asam
amino bersifat asam lemah, basa lemah, hidrofilik jika polar, dan hidrofobik jika
nonpolar.
Asam amino dalam bentuk tidak terion (kiri) dan dalam bentuk zwitter-ion.

Gambar 3. Asam amino dalam bentuk tidak terion (kiri) dan dalam bentuk zwitterion
Karena asam amino memiliki gugus aktif amina dan karboksil sekaligus, zat
ini dapat dianggap sebagai sekaligus asam dan basa (walaupun pH alaminya
biasanya dipengaruhi oleh gugus-R yang dimiliki). Pada pH tertentu yang
disebut titik isolistrik, gugus amina pada asam amino menjadi bermuatan positif
(terprotonasi, NH3+), sedangkan gugus karboksilnya menjadi bermuatan
6ristal6 (terdeprotonasi, COO-). Titik isolistrik ini spesifik bergantung pada

jenis asam aminonya. Dalam keadaan demikian, asam amino tersebut dikatakan
berbentuk zwitter-ion. Zwitter-ion dapat diekstrak dari larutan asam amino
sebagai struktur 6ristal putih yang bertitik lebur tinggi karena sifat dipolarnya.
Kebanyakan asam amino bebas berada dalam bentuk zwitter-ion pada pH netral
maupun pH fisiologis yang dekat netral.
Terdapat 2 jenis asam amino berdasarkan kemampuan tubuh dalam
sintesisnya, yaitu asam amino esensial dan asam amino non esensial. Asam amino
esensial adalah asam amino yang tidak dapat disintesis didalam tubuh, tetapi
diperoleh dari luar misalnya melalui makanan( lisin, leusin, isoleusin, treonin,
metionin, valin, fenilalanin, histidin, dan arginin). Asam amino non esensial
adalah asam amino yang dapat disintesis didalam tubuh melalui perombakan
senyawa lain.
Klasifikasi asam amino dapat dilakukan berdasarkan rantai samping (gugus
R) dan sifat kelarutannya didalam air. Berdasarkan kelarutan didalam air dibagi
atas asam amino hidrofobik dan hidrofilik (klasifikasi dapat dilihat pada bagian
struktur asam amino). Berdasarkan rantai sampingnya dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. Dengan rantai samping alifatik (asam amino non polar) : Glisin, Alanin, Valin,
Leusin, Isoleusin.
b. Dengan rantai samping yang mengandung gugus hidroksil (OH), (asam amino
polar) : Serin, Treonin, Tirosin.
c. Dengan rantai samping yang mengandung atom sulfur (asam amino polar) :
Sistein dan metionin.
d. Dengan rantai samping yang mengandung gugus asam atau amidanya(gugus R
bermuatan negative) : Asam aspartat, Aspargin, Asam glutamate, Glutamin.
e. Dengan rantai samping yang mengandung gugus basa (gugus R bermuatan
positif): Arginin, lisin, Histidin
f. Yang mengandung cincin aromatic : Histidin, Fenilalanin, Tirosin, Triptofan.
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran dalam berbagai wujud,
baik cair, padat maupun gas. Cara ini dipakai jika campuran tidak dapat di
pisahkan dengan cara lain. Dasar kromatografi adalah perbedaan daya serap suatu
zat dengan zat lainnya. Jika campuran komponen campuran (misalnya A,B dan C)
dialirkan dengan suatu pelarut melalui padatan tertentu, maka A, B dan C akan

bergerak dengan kecepatan berbeda, karena daya serap padatan itu terhadap
komponen tidak sama. Cairan atau pelarut yang membawa komponen bergerak
disebut eluen atau fase gerak, sedangkan padatan yang menyerap komponen
disebut adsorpen atau fase tetap. Syarat eluen harus dapat melarutkan semua
komponendan dapat mengalir, maka berupa cairan atau gas. Eluen dapat berupa
Zat murni atau campuran, misalnya ter murni atau alcohol 50%.
Komponen paling kuat diserap oleh adsorben akan mengalir paling lambat
(yaitu A) dan sebaliknya yang diserap paling rendah akan mengalir paling cepat
(yaitu B), sedangkan daya serap terhadap C berada diantara A dan B.
Semakinlama proses mengalir semakin jauh jarak antara komponen dan semakin
sempurna pemisahan, tetapi diperlukan tabung yang panjang serta eluen dan
adsorben yang banyak.
Komponen dapat dipisahkan dari komponen lain dengan mendorong
adsorben keluar dan dipotong berdasarkan komponennya. Tiap potongan
dimasukan ke dalam pelarut dan disring untuk memisahkan adsorben, dan larutan
akan mengandung satu komponen. Komponen dapat dipisahkan dari pelarut
dengan teknik detilasi atau rekristalisasi.
Berdasrkan jenis eluen dan adsorbennya, kromatografo dapat dibadi
menjadi empat cara, yaitun kromatografi kolom, kertas,lempeng tipis, dan gas.
Kromatografi kolom adalah kromatografi yang adsorbennya di masukan ke
dalam tabung (pipa) kaca. Adsorben tersebut berupa padatan dalam bentuk
tepung, contohnya alumina, setelah pemisahan masing-masing komponen
kromatografi terdapat di daerah tertentu dalm tabung.
Kromatografi kertas adalah jenis kromatografi yang menggunakan kertas
sebagai adsorbennya dan zat cair sebagai eluennya. Teknik pemisahan, campuran
komponen diteteskan pada kertas (yang dipakai adlah kertas kromatografi)
dengan pipet kecil, misalkan pada dua titik p dan q tidak terbenam kertas
digantungkan supaya stabil dan di biarkan agar eluan naik perlahan sambil
membawa komponen yang terdapt pada p dan q tadi. Akhirnya akan terlihat
komponen terpisah satu sama lain, karena perbedaan daya serapnya pada kertas.

Kromatografi lempeng tipis (KLT) menggunakan lempeng tipis (seperti


kaca atau lempengan logam) yang di lumuri padatan sebagai adsorben dan
dikeringkan. Setelah itu lempengan ditetesi campurab yang akan dipisahkan dan
dimasukan ke dalam bejana yang berisi eluen, seperti pada kromatogrfi kertas.
Kromatogrfi gas adalah kromatogrfi yang mengunakan gas sebagai
eluennya, sedangkan komponen di dalam alat akan diubah menjadi gas dan
mengalir bersama eluen. Kecepatan mengalir komponen akan berbedadan
mengakibatkan terpisahnya komponen yang satu dengan yang lain.
Dalam teknik kromatografi, sampel yang merupakan campuran dari bebagai
macam komponen di tempatkan dalam situasi dinamis dalam system yang terdiri
dari fase diam dan fase gerak. Semua pemisahan pada kromatografi tergantung
pada gerakan relatif dari masing-masing komponen diantara kedua fase tersebut.
Senyawa atau komponen yang tertahan (terhambat) lebih lemah oleh fase diam
akan bergerak lebih cepat dari pada komponen yang tertahan lebih kuat.
Perbedaab gerakan antara komponene yang satu dengan yang lain disebabkan
olehn perbedaan dalam adsorben, partisi, kelarutan atau penguapan diantara dua
fase. Jika perbedaan-perbedaan ini cukup besar maka akan terjadi ppemisahan
secara sempurna. Oleh karena itu dalam kromatogrfi pemilihan terhadap fase
gerak maupun fase diam perlu dilakukan dengan sedemikian rupa sehingga semua
komponen bias bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda agarv dapat terjadi
proses pemisahan.
Salah satu metode pemisahan yang memerlukan pembiayaan paling murah
dan memakai peralatan yang paling dasar adalah kromatografi lapis tipis
preperatif, walaupun dapat memisahkan dalam jumlah gram, sebagian besar
pemakaian dalam jumlah milligram, KLTP bersama-sama dengan kromatografi
kolom terbuka, masih di jumpai dalm sebagian besar publikasi mengenai isolasi
bahan alam, terutama dalam laboratorium yang tidak dilengkapi dengan cara
pemisahan modern. Akan tetapi seperti yang akan diterangkan kemidian, terdapat
banyak masal pada KLTP.
Pada KLTP dapat di buat sebdiri atau dapat di beli dengan sudah berlapis
penyerap. Keuntungan membuat pelat sendiri adalah ketebalan dan susunan

lapisan dapat kita atur sendiri. Jadi, perak nitrat, senyawa dapar, dsb dapat
dicampur dengan penjerap.
KLTP klasik mempunya beberapa kekurangan, kekuranga yang utama
adalah pengambilan senyawa dari pelat yang dilanjutkan dengan pengekstrksian
dari penyarap. Jika senyawa beracun harus dikerok dari pelat dapt menimbulkan
masalah yang serius. Kekurangan yang lainnya adalah jangka waktu yang
diperlukan untuk pemisahan dan adanya pencemar dan sisa dari pelat sendiri
setelah pengeksterksian pita yang mengandung senyawa yang dipisahkan dengan
pelarut. Untuk mengatasi beberapa masalah tersebut, beberapa pendekatan yang
melibatkan kromatografi setrifugal telah di coba, pada perinspnya kromatografi
sentrifugal adalah kromatografi klasik dengan aliran fase gerak yang dipercepa
toleh gaya sentrifugal.
KLTP telah menjadi cara pilihan yang cepat untuk memisahkan campuran
yang mengandung sekitar 100 mg cuplikan. Daya pisah lebih jelek dari pada daya
pisah KLTP tetapi kondisi kerja sederhana dan pemisahan cepat.Keuntungan
utamanya jika dibandingkan dengan KLTP adalah bahwa pengelusian hasil
pemisahan tidak perlu mengerok lapisan. Perbaikan lebih lanjut sedang dan akan
dilakukan tetapi hendaknya hal itu tidak mengubah kesederhanaan cara ini. Cara
penumpulan pengelusi dapat di tingkatkan dan pemakaian KLT akan lebih luas
jika banyaknya penyerap yang disapukan pada pelat.
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu tehnik yang sederhana dan
banyak digunakan. Metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik
yang ditutupi penyerap untuk lapisan tipis dan kering bentuk silika gel, alomina,
selulosa dan polianida. Untuk menotolkan larutan cuplikan pada lempeng kaca,
pada dasarnya dgunakan mikro pipet/ pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari
lempeng dicelup dalam larutan pengulsi di dalam wadah yang tertutup (Chamber)
(Rudi, 2010)
Pemisahan campuran dengan cara kromatografi didasarkan pada perbedaan
kecepatan merambat antara partikel-partikel zat yang bercampur pada medium
tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari pemisahan secara kromatografi dapat kita
temui pada rembesan air pada dinding yang menghasilkan garis-garis dengan
jarak ternentu.

Perhitungan nilai Rf
Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan
jarak yang tempuh oleh bercak warna masing-masing. Ketika pelarut mendekati
bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan dari gelas kimia dan posisi
pelarut

ditandai

dengan

sebuah

garis,

sebelum

mengalami

proses

penguapan.Pengukuran berlangsung sebagai berikut:

Nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus sebagai berikut:


Rf = jarak yang ditempuh oleh komponen
jarak yang ditempuh oleh pelarut
Posisi pelarut depan ditandai dengan pensil dan kromatogram lalu
dikeringkan dan disemprotkan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin bereaksi
dengan asam amino menghasilkan senyawa berwarna, utamanya coklat atau ungu.

Pada
kromatografi
kertas, nilai Rf
sampel

hasil

percobaan dibandingkan dengan Rf zat-zat standar yang diketahui. Dengan cara


ini zat-zat yang diselidiki dapat ditentukan.
Daftar nilai Rf standart 20 asam amino
Amino acid
Alanine
Arginine
Asparagines
aspartic acid
Cysteine
Glutamine
glutamic acid
Glycine
Histidine
Isoleucine
Leucine
Lysine
Methionine
Phenylalanine
proline
not a true amino acid - shows up as yellow
Serine
Threonine
Tryptophan
Tyrosine
Valine

Rf value
0.38
0.20
0.5
0.24
0.4
0.13
0.30
0.26
0.11
0.72
0.73
0.14
0.55
0.68
0.43
0.27
0.35
0.66
0.45
0.61

Kromatografi Kertas pada Asam Amino


Asam-asam amino yang bereaksi dengan ninhidrin membentuk suatu
produk yang disebut ungu Ruhmann. Reaksi ini biasanya digunakan sebagai uji
bercak untuk mendeteksi adanya asam amino pada kertas kromatografi.

Adapun reaksi umum secara keseluruhannya, adalah sebagai berikut :

ninhidrin

anion ungu
+ RCHO + CO2 + 3H2O + H+

Alanin
Semua asam amino, kecuali glisin dapat dianggap sebagai derivat alanin.
Alanin diperoleh untuk pertama kalinya oleh Weyl dari hasil hidrolisis fibroin,
yaitu protein yang terdapat pada sutera. Struktur alanin :

Glisin
Glisin adalah asam amino yang paling sederhana dan terdapat pada
skleroprotein. Pada tahun 1820 Braconnot menemukan glisin dari hasil hidrolisis
gelatin. Adapun struktur glisin adalah :

Sistein
Sistein merupakan asam amino bukan esensial bagi manusia yang memiliki
atom S, bersama-sama dengan metionin. Atom S ini terdapat pada gugus tiol
(dikenal juga sebagai sulfhidril atau merkaptan). Karena memiliki atom S,

sisteina menjadi sumber utama dalam sintesis senyawa-senyawa biologis lain


yang mengandung belerang. Sisteina dan metionin pada protein juga berperan
dalam menentukan konformasi protein karena adanya ikatan hidrogen pada gugus
tiol.

VI.

Alat dan Bahan

1. alat :
a. pelat kromatografi
b. gelas ukur
c. pipet tetes
d. penyemprot
e.

penggaris

f.

pensil

2. Bahan
a. silika gel
b. larutan n-butanol
c. larutan Asam asetat glasial
d. larutan ninhidrin
e. larutan asam amino (alanin,sistein dan glisin)
f. aquades

VII. Alur
1. Persiapan eluen

Chamber
(+) 25 Ml n-butanol
(+) 6 Ml CH3COOH
(+) 25 Ml H2O
Dicampur
Ditempatkan dalam lemari kromatograf
2. Persiapan plat

Eluen

Plat 4x 10 cm
Diberi garis tep atas 0,5 cm dan tepi bawah 1 cm
Diberi tnda dengan pensil untuk penotolan A,B,C dan D dengan jarak 1 cm dan 0,5 cm dari plat
Dioven 5 menit

Plat siap digunakan

3. Kromatografi

Plat 4x 10 cm
Ditotolkan 4 macam larutan (A,B,C dan D) pada tanda yang ada pada plat
Setiap totolan dikeringkan terlebih dahulu, sebelum ke totolan berikutnya diletakkan diatasnya
Besar totola tidak boleh lebih 0,4 diameternya

Kromatograf bernoda
Digantungkan dalam chamber selama 1,5 jam untuk dijenuhkan dgn uap eluen

Setelah elusi berjalan kertas kromatgrafnya dikeluarkan dan kertanya diberi tanda dengan pensil
Dikeringkan dan diberi ninhidrin
Dikeringkan kembali
Di uji dengan sinar UV

Noda asam amino


Dihitung Rf
Ditentukan komponen-komponen asam amino dalam sampel (bandingkan dengan Rf standard)

Harga Rf

VIII. HASIL PENGAMATAN


No
1.

Prosedur Percobaan
Persiapan Eluen

Hasil Pengamatan
Sebelum :

- Asam asetat glasial : tidak

Dugaan/Reaksi
Dalam permbuatan eluen

Kesimpulan

terjadi reaksi esterifikasi

Chamber

berwarna
- N-butanol : tidak berwarna
- Ninhidrin : tidak berwarna
- Plat KLT : berwarna putih

(+) 25 Ml n-butanol
(+) 6 Ml CH3COOH
(+) 25 Ml H2O

Sesudah :

Dicampur

- Asam asetat glasial + n-

Ditempatkan dalam lemari kromatograf

butanol + H2O : larutan


Eluen

tidak berwarna

2.

Persiapan plat KLT

Rf asam amino standart :


Rf glisin : 0,40
Plat 4x 10Rf
cm
Sistein : 0,26
Rf alanine : 0,38
- bawah 1 cm
Diberi garis tep atas 0,5 cm dan tepi
Diberi tnda dengan pensil untuk penotolan A,B,C dan D dengan jarak 1 cm dan 0,5 cm dari plat
Dioven 5 menit

Plat siap digunakan

Plat 4x 10 cm

- Berdasarkan
Ditotolkan 4 macam larutan (A,B,C dan D) pada tanda yang ada
pada plat

hasil percobaan

Setiap totolan dikeringkan terlebih dahulu, sebelum ke totolan berikutnya


diletakkan diatasnya
dapat
diketahui
bahwa
Besar totola tidak boleh lebih 0,4 diameternya

Kromatografi

merupakan

asam amino glisin.


- Keempat
larutan

Sebelum :

3.

sampel

jenis
yang

menampakan nodanya yaitu


- Alanin : tidak berwarna
- Glisin : tidak berwarna
pada larutan A, B, C dan D
Kromatograf bernoda
- Sistein : tidak berwarna
sedangkan larutan sampel 1
- Ninhidrin : tidak berwarna
Digantungkan dalam chamber selama 1,5 jam untuk dijenuhkan dgn uap eluen A
- Sampel 1 : tidak berwarna
terdeteksi komponennya
Setelah elusi berjalan kertas kromatgrafnya dikeluarkan dan kertanya
diberi
tanda dengan pensil
- Harga Rf
A :0,11764
Sesudah :
- Harga Rf B : 0,21176
Dikeringkan dan diberi ninhidrin
- Dikeringkan
Titik A : 1 kali
totolan
- Harga Rf C : 0,16471
kembali
- Ttik B : 1 kali totolan
- Harga Rf D : 0,17647
uji dengan sinar UV
- Di
Titik
C : 1 kali totolan
- Titik D : 1 kali totolan
- Saat dielusi : larutan yang
dielusi tidak Nampak
Noda asam amino
- Setelah disemprot ninhidrin :
Dihitung Rf

noda tidak Nampak


- Setelah di sinar UV : noda

Ditentukan komponen-komponen asam amino dalam sampel (bandingkan dengan Rf standard)

nampak

Harga Rf

Harga Rf

IX.

Reaksi-reaksi
1. Reaksi pembuatan eluen

2. Reaksi secara umum ninhidrin

3. Reaksi ninhidrin dengan alanine

+ CH3CHO + CO2 + 3H2O + H+


4. Reaksi ninhidrin dengan glisin
5. Reaksi ninhidrin dengan sistein

+
+

+ HCHO + CO2 + 3H2O + H+


+ HSCH2CHO + CO2 + 3H2O + H+

X.

Analisis dan Pembahasan


Pada percobaan ini bertujuan untuk

Untuk mempelajari pemisahan asam

amino dengan cara kromatografi kertas. Kromatografi adalah teknik pemisahan


campuran dalam berbagai wujud, baik cair, padat maupun gas. Cara ini dipakai jika
campuran tidak dapat di pisahkan dengan cara lain. Dasar kromatografi adalah
perbedaan daya serap suatu zat dengan zat lainnya. Jika campuran komponen
campuran (misalnya A,B dan C) dialirkan dengan suatu pelarut melalui padatan
tertentu, maka A, B dan C akan bergerak dengan kecepatan berbeda, karena daya
serap padatan itu terhadap komponen tidak sama. Cairan atau pelarut yang
membawa komponen bergerak disebut eluen atau fase gerak, sedangkan padatan
yang menyerap komponen disebut adsorpen atau fase tetap. Syarat eluen harus dapat
melarutkan semua komponendan dapat mengalir, maka berupa cairan atau gas. Eluen
dapat berupa Zat murni atau campuran, misalnya ter murni atau alcohol 50%.
Sedangkan kromatografi kertas itu sendiri merupakan pemisahan berdasarkan
system partisi, dimana fasa diamnya berupa kertas saring dab fasa geraknya berupa
cairan (eluen). Pelarut (eluen) yang digunakan merupakan campuran dari beberapa
larutan. Kromatografi Kertas menggunakan kertas (lapisan selulosa) sehingga proses
elusinya lebih lama (kira kira 10 20 menit lebih lama dari KLT). Kromatografi
Kertas penyusun dari adsorbens berupa selulosa yang dapat mengikat air, sehingga
ketika dielusi dengan suatu pelarut atau fase gerak maka noda yang dihasilkan
mengalami penyebaran akibat terdapatnya gugus OH dalam adsorbens yang masih
tertingal dalam fase diamnya sehingga penampakan nodanya terlihat lebih pudar dan
bentuk nodanya tidak bulat.
1. Persiapan Eluen
Dalam percobaan ini, eluen yang digunakan terdiri yaitu menggunakan dua
macam larutan eluen yakni eluen pertama berupa n-butanol : asam cuka glasial :
aquadest dengan perbandingan 25 mL : 6 mL : 25 mL. Ketiga larutan tersebut
di masukkan kedalam chamber. 1-butanol, asam asetat dan air. Ketika larutan
dicampurkan, terbentuk dua lapisan. Hal ini terjadi karena 1-butanol bersifat
non polar sedangkan asam asetat dan air bersifat polar, jadi asam asetat dan air
akan saling bercampur, sedangkan 1-butanol dan dua pelarut lain tidak akan
saling campur. Larutan eluen dibuat minimal sehari sebelum melakukan

praktikum karena eluen harus dijenuhkan terlebih dahulu dengan uapnya. Proses
penjenuhan ini bertujuan untuk mempercepat pemisahan. Dalam percobaan ini
alasan untuk menutup rapat botol reagent/chamber adalah untuk meyakinkan
bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut.
Reaksi Eluen :

Pemilihan eluen disini sangat penting karena jika eluen yang digunakan
memiliki konsentrasi yang tidak sesuai dengan samp yang akan dipisahkan,
maka kromatografi tidak dapat berjalan . jika eluen terlalu polar akan
menyebabkan seluruh noda yang ditotolkan pada kertas naik sampai batas atas
tanpa mengalami pemisahan, jika eluen kurang polar, maka noda pada eluen
yang ditotolkan tidak akan bergerak sama sekali
2. Persiapan Plat
Setelah membuat larutan pengemulsi (eluen), plat KLT dipersiapkan. Kertas
kromatografi yang digunakan berukuran 4x 10 cm, beri batas bawah 1 cm dan
batas atas 0,5 cm. Fungsi dibuat garis batas atas, kanan, dan kiri pada kertas
kromatografi yaitu untuk mempermudah menentukan nilai Rf yaitu jarak yang
ditempuh oleh senyawa dibagi jarak yang ditempuh pelarut. Pemberian
tanda harus dengan menggunakan pensil karena noda yang
dihasilkan pensil tidak akan akan bercampur dengan sampel
maupun eluen sehingga tidak mempengaruhi hasil dari yang
diperoleh. Setelah memberi tanda batas atas dan bawah.
Kemudian memberi tanda titik A, B, C dan D dengan pensil
sebagai titik penotolan dengan jarak 0,5 cm.
Setelah diberi tanda dengan menggunakan pensil, kertas kromatografi
dikeringkan(oven) yaitu untuk menghilangkan molekul-molekul air

yang mungkin terikat di dalamnya. Adanya molekul-molekul air


dalam pelat dapat menghambat proses perambatan (gerak)
sampel sehingga mempengaruhi nilai Rf sampel. Diusahakan
KLT tidak

boleh rusak

karena

akan menghambat proses

perambatan (gerak) sampel dan warna noda yang tampak tidak


akan jelas sehingga akan mempengaruhi nilai Rf.
3. Kromatografi
Setelah di oven selama 5 menit. Plat ditotoli dengan 3 larutan standart asam
amino A, B, C dan D. larutan standart yang digunakan mengandung asam amino,
yaitu Sistein (A), Glisin (B) dan Alanin (C). Masing-masing sampel larutan asam
amino ditotolkan pada kertas kromatografi (kertas Whatman) dengan
menggunakan pipa kapiler, penggunaan pipa kapiler pada saat penotolan adalah
agar tetesan asam amino yang diteteskan tidaklah terlalu banyak sehingga dalam
satu kertas saring mampu menampung tiga jenis sampel asam amino. Pada setiap
kali penotolan diusahakan selalu dikeringkan terlebih dahulu sebelum dilakukan
penotolan selanjutnya. Diameter penotolan tidak melebihi 0,4 cm agar noda
cuplikan pada saat dilakukan elusi, setelah pengeringn tidak menyatu dengan
noda yang lain sehingga memisah. Totolan pada titik A, B, C dan D ini
merupakan fasa diam yang aka dielusi oleh eluen.
Tahap selanjutnya, kertas kromatografi

dimasukkan

ke

dalam

chamber/botol reagent yang telah dijenuhi oleh uap eluen. Kemudian chamber
ditutup rapat agar terjadi pemisahan yang sempurna. Pemisahan asam amino
dengan cara kromatografi kertas disebabkan adanya perbedaan koefisien partisi
antara air dan pelarut organik. Perbedaan koefisien partisi menunjukkan
perbedaan laju rambatan pada permukaan kertas dari air dan pelarut organik
yang merambat secara perlahan. Fase air akan tertahan dengan kuat di pori-pori
kertas karena adanya interaksi yang kuat antara air dengan gugus hidroksil dari
selulosa kertas saring.

Ketika kertas kromatografi yang telah ditotolkan sampel asam amino, maka
akan terjadi pemisahan, dimana pelarut organik merambat ke atas melalui

kapiler kertas mengangkut campuran asam amino yang ada ditotolkan pada
kertas kromatografi. Asam amino yang paling larut di dalam pelarut organik,
akan diangkut paling cepat dan asam amino yang paling kurang larut akan
tertinggal paling bawah. Pelarut yang digunakan adalah 1-butanol : asam asetat :
air, maka dari ketiga sampel asam amino yang digunakan sistein, glisin, alanin)
dapat dilihat sifat kepolarannya.
Molekul-molekul nonpolar dalam campuran akan memiliki sedikit interaksi
dengan molekul-molekul air dan molekul-molekul yang melekat pada selulosa,
dan karena akan menghabisakan banyak waktunya untuk larut dalam pelarut
yang bergerak. Maka sampel yang paling atas merupakan sampel yang paling
larut dalam pelarut yang artinya bersifat paling non polar dibandingkan sampel
asam amino lainnya. Molekul-molekul seperti ini akan bergerak sepanjang
kertas diangkut oleh pelarut. Mereka akan memiliki nilai Rf yang relatif tinggi.
Dengan kata lain, molekul-molekul polar akan memiliki atraksi yang tinggi
untuk molekul-molekul air dan kurang untuk pelarut yang non polar. Dan
karenanya, cenderung untuk larut dalam lapisan tipis air sekitar serat lebih besar
daripada pelarut yang bergerak. Karena molekul-molekul ini menghabiskan
waktu untuk larut dalam fase diam dan kurang dalam fase gerak, molekulmolekul tidak akan bergerak sangat cepat pada kertas.
Berdasarkan literatur, dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk membuat
bercak-bercak menjadi tampak dengan jalan mereaksikannya dengan zat kimia
sehingga menghasilkan produk yang berwarna. Sebuah contoh yang baik adalah
kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino.Kromatogram dapat
dikeringkan dan ditambahkan dengan larutan ninhidrin.Ninhidrin bereaksi
dengan asam amino menghasilkan senyawa-senyawa berwarna khas ungu-biru
sampai kecoklatan atau kuning.
Hasil dari kromatografi tersebut adalah plat yang basah oleh perambatan
eluen. Kemudian plat tersebut dioven selama 5 menit pada suhu 105 oC. Asam
amino merupakan jenis zat tidak berwarna, sehingga untuk mengetahui letak
noda diperlukan pereaksi lokasi, maka pada kertas kromatografi disemprotkan
larutan ninhidrin. Dalam percobaan ini digunakan larutan ninhidrin yang
disemprotkan pada kertas kromatografi setelah dikeringkan, sehingga noda-noda
pada kertas kromatografi dapat terlihat yakni noda yang berwarna ungu.
Terbentuknya noda berwarna ungu ini disebabkan karena terjadinya reaksi

antara hidrat dari triketon siklik (ninhidrin) dengan asam amino. Setelah
disemprot dengan ninhidrin plat dikeringkan kembali di oven selama 1 menit
untuk mengetahui perubahan warna yang terjadi.
Reaksi asam amino dengan ninhidrin :

Setelah dikeringkan dalam oven, tidak menimbulkan warna ungu seperti


teori, maka KLT diuji dengan menggunakan sinar UV agar noda tampak.
Kemudian noda diberi tanda dengan menggunakan pensil sehingga dapat
dihitung harga Rf untuk masing-masing asam amino standart dan Sampel 1
menggunakan perhitungan dibawah ini :
Rf

jarak yang ditempuh oleh senyawa


jarak yang ditempuh oleh pelarut

Seringkali perhitungan, diperoleh dari kertas untuk mempermudah


identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada
jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang ditempuh oleh noda masingmasing.
Setelah dilakukan perhitungan Rf larutan standart asam amino dan Sampel
1 diperoleh data sebagai berikut :
A = 0,117601
B = 0,21176
C = 0,16471
Sampel 1 = 0,176
Berdasarkan standart asam amino yang diketahui bahwa sampel 1 harga
Rfnya mendekati pada nilai Rf standart C. berdasarkan teori standart C adalah

glisin, sehingga standart C dan sampel 1 merupakan asam amino glisin. Jika
dibandingkan dengan harga Rf hasil percobaan dengan Rf standart secara teori
yakni glisin = 0,26 berbeda dengan Rf hasil percobaan. Hal ini dikarenakan
harga Rf dipengaruhi oleh eluen sedangkan harga Rf standart tidak diketahui
eluen yang digunakan. Bisa saja eluen yang digunakan berbeda dengan
percobaan kali ini sehingga menimbulkan perbedaan hasil perccobaan dengan Rf
standart secara teori.
Reaksi ninhidrin dengan glisin :

+ CH3CHO + CO2 + 3H2O + H+


Reaksi ninhidrin dengan alanine :

+ HCHO + CO2 + 3H2O + H+


Reaksi ninhidrin dengan sistein :

+ HSCH2CHO + CO2 + 3H2O + H+

XI.

Kesimpulan

1. Kromtografi kertas dapat digunakan untuk memisahkan /mengidentifikasi asam amino


dalam suatu campuran.

2. Asam amino yang terkandung dalam sampel 1 adalah glisin, hal ini dikarenakan pada
sampel memiliki Rf (0,1764) yang hamper sama dengan larutan standart yang
mengandung glisin (Rf = 0,16471). Penentuan asam amino ini berdasarkan besarnya
Rf teori, glisin mempunyai Rf sebesar 0,26 secara teori.

3.
XII.

Daftar Pustaka
4.
5.

Anwar, Chairil, Bambang Purnowo, Harno Dwi Pranowo dan Tutik Dwi
Wahyuningsih. 1996.

Pengantar Praktikum Kimia Organik. Jakarta:

6.

Depdikbud.
Clark, Jim. 2007. Kromatografi Kertas (online). http://www.chem-is-

7.

try.org/author/Jim_Clark/. Diakses pada tanggal 27 Maret 2011.


Fessenden dan Fessenden. 1994. Kimia Organik Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta:
Erlangga.

8.

Harborne, J. B. 1996. MetodeFitokimia. Bandung: ITB


9.

10.

Lehninger.1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.

Matsjeh, Sabirin, Hardjono Sastrihamidjojo dan Respati Sastrosajdono. 1996.


Kimia Organik II. Jakarta: Depdikbud.

11.

Poedjiadi, Anna dan F. M. Titin Supriyanti. 2006. Dasar-Dasar Biokimia.


Jakarta: UI-Press.

12.
XIII. Lampiran
a. Jawaban Pertanyaan
1. Apa keuntungan dan kerugian dari metode pemisahan dengan kromatografi
kertas?
13.
Jawaban :
14.
Keuntungan:
a. peralatan yang digunakan murah dan sederhana, metode pemisahan yang
mudah dan cepat
b. Pada kromatografi Kertas peralatan yang dipakai tidak perlu alat-alat yang
teliti. Hasil-hasil yang baik dapat diperoleh dengan peralatan dan materimateri yang sangat sederhana.
c. Senyawa-senyawa yang terpisahkan dapat dideteksi pada kertas dan dapat
segera diidentifikasikan
d. kromatografi kertas preparatif diperlukan kertas yang lebih besar dari pada
untuk analisis, Keuntungannya yaitu beban langan bilangan Rf menjadi
besar sehingga pengukuran Rf merupakan parameter yang berharga dalam
memaparkan senyawa baru.
15.
16. Kerugian:
Jika kertas yang digunakan kurang tepat akan mempengaruhi tingkat
kesempurnaan pemisahan, difusias pembentukan spot efek tailing,
pembentukan komet serta laju pergerakan.
Jika kertas tidak diletakkan tegak lurus dengan chamber maka akan terjadi
pencampuran noda, sehingga sulit menghitung nilai Rf
Tidak bisa melakukan analisis kuantitatif pada komponen-komponen
sampel, hanya terbatas pada analisis kualitatif saja.
Waktunya lebih lama dari pada adsorben lain, tapi lebih singkat dari pada
KLT
Tidak

bisa

menggunakan

pereaksi

H2SO4

karena

selulosa

akan

terdekomposisi
17.
2. Apakah metode kromatografi kertas dapat digunakan untuk analisa
kuantitatif?
18. Jawaban :
19.
Metode kromatografi kertas hanya bisa digunakan untuk
analisa kualitatif seperti asam amino yang dengan noda yang mana keduanya
memiliki nilai Rf yang sama. Sedangkan untuk kuantitatif seperti menghitung
kadar sampel itu tidak bisa dilakukan karena tidak ada data lain yang
diketahui kecuali nilai Rf.

20.

Analisis Kuantitatif dilakukan berdasarkan perbandingan Rf

dari zat sampel dengan harga Rf zat standar. Agar analisis kuantitatif dapat
berhasil baik perlu diperhatikan hal hal berikut :
a. Kondisi percobaan harus sama, karena harga Rf tergantung pada
kondisi tersebut
b. Adanya noda pada kromatogram belum berarti adanya zat tunggal
dalam sampel
c. Harus dicoba dengan berbagai pelarut
21.
Analisis Kualitatif dilakukan dengan mengidentifikasi
komponen asam amino dari sampel terhadap suatu larutan asam amino yang
telah diketahui sebelumnya berdasarkan nilai Rf, Pada percobaan ini
ditandai dengan adanya warna ungu serta dari harga Rf sampel yang
diselidiki lalu dibandingkan dengan harga Rf standarnya.
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi nilai Rf?
22. Jawaban :
23.

Ada beberapa faktor yang menentukan harga Rf yaitu:


Pelarut, disebabkan pentingnya koefisien partisi, maka perubahanperubahan

yang

sangat

kecil

dalam

komposisi

pelarut

dapat

menyebabkan perubahan-perubahan harga Rf.


Suhu, perubahan dalam suhu merubah koefisien partisi dan juga

kecepatan aliran.
Ukuran dari bejana, volume dari bejana mempengaruhi homogenitas dari
atmosfer jadi mempengaruhi kecepatan penguapan dari komponenkomponen pelarut dari kertas. Jika bejana besar digunakan, ada tendensi
perambatan lebih lama, seperti perubahan komposisi pelarut sepanjang
kertas, maka koefisien partisi akan berubah juga. Dua faktor yaitu

penguapan dan kompisisi mempengaruhi harga Rf.


Kertas, pengaruh utama kertas pada harga Rf timbul dari perubahan ion
dan serapan, yang berbeda untuk macam-macam kertas. Kertas
mempengaruhi kecepatan aliran juga mempengaruhi kesetimbangan

partisi.
Sifat dari campuran, berbagai senyawa mengalami partisi diantara
volume-volume yang sama dari fasa tetap dan bergerak. Mereka hampir
selalu mempengaruhi karakteristik dari kelarutan satu terhadap lainnya
hingga terhadap harga Rf mereka.

1.
b. Lampiran Perhitungan
2.

Pengukuran

harga

Rf untuk tiap noda pada kromatografi kertas melalui rumus:

3.

Sehinnga, diperoleh

data sebagai berikut :


4.

Jarak alanin = 1,8

cm
5.

Jarak glisin = 1,4

cm
6.
7.

Jarak sistein = 1 cm
Jarak eluen = 8,5

cm
8.

Jarak Sampel 1 =

1,5 cm
9.

Maka

ditentukan harga Rf masing-masing noda adalah sebagai berikut :


10.
Rf
jarak noda 1,8 cm
=
jarak eluen 8,5 cm

dapat
Alanin

= 0,21176 cm

11.

Rf

Glisin

jarak noda 1,4 cm


=
=0,16471 cm
jarak eluen 8,5 cm
12.

Rf

Sistein

jarak noda
1 cm
=
=0,11764 cm
jarak eluen 8,5 cm
13.
jarak noda 1 ,5 cm
=
=0,17647 cm
jarak eluen 8,5 cm

Rf

Sampel

14.
c. Lampiran Foto

Anda mungkin juga menyukai