Anda di halaman 1dari 29

TUGAS COMPOUNDING AND DISPENSING

ANALISA RESEP ANTIANEMIA

Oleh :
OKKY GETAR
REVANIA ADELIN C
SITI NURAINI
TIARA KARLIANTI
YOPI ANDARISTA
KELAS C

(2015001241)
(2015001314)
(2015001251)
(2015001324)
(2015001334)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat secara global baik dinegara
berkembang maupun negara maju. Anemia terjadi pada semua tahap siklus
kehidupan dan termasuk masalah gizi mikro terbesar serta tersulit diatasi
diseluruh dunia. Anemia defisiensi besi dianggap menjadi faktor yang paling
penting dalam peningkatan beban penyakit di seluruh dunia, umumnya terjadi
pada masa anak-anak dan wanita hamil (WHO, 2008).
Anemia yang paling umum ditemukan di masyarakat adalah anemia
defisiensi besi atau anemia gizi besi. Anemia defisiensi besi ini jauh lebih
lazim terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, termasuk di
Indonesia. Anemia dapat berakibat buruk pada penderitanya terutama pada
anak-anak. Anak yang terkena anemia akan terganggu perkembangan motorik
dan koordinasinya, terganggu pertumbuhan fisik dan terhambat perkembangan
kecerdasannya, selain itu juga dapat menurunkan aktivitas fisiknya (12).
Anemia adalah keadaan penurunan massa eritrosit atau konsentrasi
hemoglobin

sehingga

menyebabkan

turunnya

kapasitas

darah

untuk

mengangkut oksigen. Anemia dapat mempengaruhi fungsi miokardium, hal ini


berhubungan dengan beratnya anemia. Saat ini anemia berat berhubungan
dengan tingginya insidens pembesaran jantung dan komplikasi terhadap gagal
jantung.
Menurut World Health Organization (2008), seorang ibu hamil
dinyatakan anemia bila kadar hemoglobin < 11,0 g/dl. Prevalensi anemia saat
kehamilan tahun 1993-2005 mencakup 41,8% populasi penderita anemia di
dunia (95% CI: 39,9-43,8%), yaitu sebanyak 56 juta jiwa penduduk dunia
(95% CI: 54-59 juta). Di Indonesia prevalensi anemia pada ibu hamil menurut
SKRT tahun 2001 masih cukup tinggi yaitu 40,1%. Hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan 80,7% perempuan usia 10-59 tahun telah
mendapatkan tablet tambah darah yang mengandung besi-asam folat tetapi
anemia ibu hamil mencapai 40-50%, artinya 5 dari 10 ibu hamil di Indonesia
2

mengalami

anemia.

Risiko

anemia

akan

meningkat

seiring

dengan

pertambahan usia kehamilan (7).


Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia dapat dilakukan dengan
pemberian tablet tambah darah (TTD) yang mengandung besi-asam folat,
disamping asupan gizi yang cukup, meskipun program pemberian TTD sudah
dilaksanakan tetapi kejadian anemia ibu hamil masih tinggi. Hal ini
dipengaruhi oleh kepatuhan dalam mengkonsumsi tablet besi (Kementerian
Kesehatan RI, 2012). Riskesdas (2010) 18,0% yang minum tablet Fe 90 hari
atau lebih, ibu hamil yang tinggal di pedesaan lebih tinggi kepatuhannya
(24,8%) bila dibandingkan di perkotaan (14,1%) serta tingkat pendidikan dan
status ekonomi rendah 19,3% tidak minum tablet Fe (7).
Upaya yang dapat digunakan dalam pencegahan anemia dengan melihat
penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai focus pelayanan.
Deteksi dini dapat dilakukan sebagai pelaksanaan tanggung jawab dalam
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Informasi mengenai
prevalensi anemia dan factor yang berkontribusi terhadap terjadinya anemia
dapat digunakan untuk menentukan atau menyusun program, terkait dengan
perbaikan dan peningkatan gizi masyarakat.
B. TUJUAN
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui nilai gizi, dimana memberikan
pengetahuan tentang kurangnya gizi yang lebih khususnya pada anemia
defisiensi besi dan juga member member pengetahuan bagi pembaca tentang
cara mencegah terjadinya anemia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa
eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (4, 11).

B. KRITERIA
Parameter yang paling umum untuk menunjukkan penurunan massa
eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit.
Harga normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologis tergantung jenis
kelamin, usia, kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. Kriteria anemia
menurut WHO adalah (1)
NO

KELOMPOK

KRITERIA ANEMIA

1.

Laki-laki dewasa

< 13 g/dl

2.

Wanita dewasa tidak hamil

< 12 g/dl

3.

Wanita hamil

< 11 g/dl

C. KLASIFIKASI
No

Morfologi Sel

Keterangan

Jenis Anemia

1.

Anemia makrositik

Bentuk eritrosit yang

Anemia Pernisiosa

- normokromik

besar dengan

Anemia defisiensi folat

Anemia defisiensi besi

konsentrasi hemoglobin
yang normal
2.

Anemia mikrositik

Bentuk eritrosit yang

- hipokromik

kecil dengan konsentrasi -

Anemia sideroblastik

hemoglobin yang

Thalasemia

menurun
3.

Anemia normositik

Penghancuran atau

Anemia aplastik

- normokromik

penurunan jumlah

Anemia posthemoragik
4

eritrosit tanpa disertai

Anemia hemolitik

kelainan bentuk dan

Anemia Sickle Cell

konsentrasi hemoglobin -

Anemia pada penyakit


kronis

Menurut etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam


yaitu gangguan produksi sel darah merah pada sumsum tulang (hipoproliferasi),
gangguan pematangan sel darah merah (eritropoiesis yang tidak efektif), dan
penurunan waktu hidup sel darah merah (kehilangan darah atau hemolisis) (2).
1.

Hipoproliferatif
Hipoproliferatif merupakan penyebab anemia yang terbanyak. Anemia
hipoproliferatif ini dapat disebabkan karena:
a. Kerusakan sumsum tulang
Keadaan ini dapat disebabkan oleh obat-obatan, penyakit infiltratif
(contohnya: leukemia, limfoma), dan aplasia sumsum tulang.
b. Defisiensi besi
c. Stimulasi eritropoietin (EPO) yang inadekuat
Keadaan ini terjadi pada gangguan fungsi ginjal
d. Supresi produksi EPO yang disebabkan oleh sitokin inflamasi
(misalnya: interleukin 1)
e. Penurunan kebutuhan jaringan terhadap oksigen (misalnya pada
keadaan hipotiroid)
Pada jenis ini biasanya ditemukan eritrosit yang normokrom normositer,
namun dapat pula ditemukan gambaran eritrosit yang hipokrom mikrositer,
yaitu pada defisiensi besi ringan hingga sedang dan penyakit inflamasi. Kedua

keadaan tersebut dapat dibedakan melalui pemeriksaan persediaan dan


penyimpanan zat besi.
Defisiensi besi

Inflamasi

Fe serum

Rendah

Rendah

TIBC

Tinggi

Normal atau rendah

Saturasi transferin

Rendah

Rendah

Feritin serum

Rendah

Normal atau tinggi

1. Gangguan pematangan
Pada keadaan anemia jenis ini biasanya ditemukan kadar retikulosit yang
rendah, gangguan morfologi sel (makrositik atau mikrositik), dan indeks
eritrosit yang abnormal. Gangguan pematangan dapat dikelompokkan
menjadi 2 macam yaitu:
a. Gangguan pematangan inti
Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa
makrositik. Penyebab dari gangguan pematangan inti adalah defisiensi
asam folat, defisiensi vitamin B12, obat-obatan yang mempengaruhi
metabolisme DNA (seperti metotreksat, alkylating agent), dan
myelodisplasia.

Alkohol

juga

dapat

menyebabkan

gangguan

pematangan inti, namun keadaan ini lebih disebabkan oleh defisiensi


asam folat.

b. Gangguan pematangan sitoplasma


Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa
mikrositik dan hipokromik. Penyebab dari gangguan pematangan
sitoplasma adalah defisiensi besi yang berat, gangguan sintesa globin
(misalnya pada thalasemia), dan gangguan sintesa heme (misalnya pada
anemia sideroblastik)

c. Penurunan waktu hidup sel darah merah


Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh kehilangan darah atau
hemolisis. Pada kedua keadan ini akan didapatkan peningkatan jumlah
retikulosit. Kehilangan darah dapat terjadi secara akut maupun kronis.
Pada fase akut, belum ditemukan peningkatan retikulosit yang
bermakna karena diperlukan waktu untuk terjadinya peningkatan
eritropoietin dan proliferasi sel dari sumsum tulang. Sedangkan pada
fase kronis gambarannya akan menyerupai anemia defisiensi besi.
Gambaran dari anemia hemolitik dapat bermacam-macam, dapat
akut maupun kronis. Pada anemia hemolisis kronis, seperti pada
sferositosis herediter, pasien datang bukan karena keadaan anemia itu
sendiri, melainkan karena komplikasi yang ditimbulkan oleh pemecahan
sel darah merah dalam jangka waktu lama, seperti splenomegali, krisis
aplastik, dan batu empedu. Pada keadaan yang disebabkan karena
autoimun, hemolisis dapat terjadi secara episodik (self limiting) (1).

Gambar 1: klasifikasi anemia berdasarkan indeks eritrosit

D. GAMBARAN KLINIS
1. Anemia akibat kehilangan darah yang mendadak dan banyak akan memacu
homeostatis kompensasi tubuh. Kehilangan darah akut sebanyak 12 - 15 %
akan memberi gejala pucat, takikardia dengan tekanan darah normal atau
rendah. Kehilangan 15 - 20 % menyebabkan tekanan darah mulai turun
sampai syok, dan kehilangan 20% dapat berakibat kematian.
2. Anemia defisiensi ditandai dengan lemas, sering berdebar, lekas lelah dan
sakit kepala. Papil lidah tampak atrofi. Jantung kadang membesar dan
terdengar murmur sistolik. Di darah tepi tampak gambaran anemia
hipokrom dan mikrositer, sementara kandungan besi serum rendah.
3. Defisiensi vitamin B12 maupun asam folat menyebabkan anemia
megaloblastik yang mungkin disertai gejala neurologi.
4. Anemia hemolitik dapat diikuti oleh peningkatan bilirubin darah (ikterus).
Limpa umumnya membesar.
5. Anemia aplastik tampak dari kadar Hb yang rendah serta gejala sistemik
lain, tanpa pembesaran organ (3).

E.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Complete Blood Count (CBC)
Kriteria apakah seseorang menderita anemia dapat dilihat dari kadar
hemoglobin dan hematokritnya. Selain itu, indeks eritrosit dapat digunakan
untuk menilai abnormalitas ukuran eritrosit dan defek sintesa hemoglobin.
Bila MCV < 80, maka disebut mikrositosis dan bila > 100 dapat disebut
sebagai makrositosis. Sedangkan MCH dan MCHC dapat menilai adanya
defek dalam sintesa hemoglobin (hipokromia)
2. Sediaan Apus Darah Tepi (SADT)
SADT akan memberikan informasi yang penting apakah ada gangguan atau
defek pada produksi sel darah merah. Istilah anisositosis menunjukkan
ukuran eritrosit yang bervariasi, sedangkan poikilositosis menunjukkan
adanya bentuk dari eritrosit yang beraneka ragam.

3. Hitung Retikulosit Pemeriksaan ini merupakan skrining awal untuk


membedakan etiologi anemia. Normalnya, retikulosit adalah sel darah
merah yang baru dilepas dari sumsum tulang. Retikulosit mengandung
residual RNA yang akan dimetabolisme dalam waktu 24-36 jam (waktu
hidup retikulosit dalam sirkulasi).
Kadar normal retikulosit 1-2% yang menunjukkan penggantian harian
sekitar 0,8-1% dari jumlah sel darah merah di sirkulasi. Indeks retikulosit
merupakan perhitungan dari produksi sel darah merah. Nilai retikulosit akan
disesuaikan dengan kadar hemoglobin dan hematokrit pasien berdasarkan
usia, gender, sarta koreksi lain bila ditemukan pelepasan retikulosit prematur
(polikromasia). Hal ini disebabkan karena waktu hidup dari retikulosit
prematur lebih panjang sehingga dapat menghasilkan nilai retikulosit yang
seolah-olah tinggi.
RI = (% retikulosit x kadar hematokrit/45%) x (1/ faktor koreksi)

Faktor koreksi untuk:


Ht 35% : 1,5
Ht 25% : 2,0
Ht 15% : 2,5
Keterangan: RI < 2-2,5% : produksi atau pematangan eritrosit yang tidak
adekuat dan RI > 2,5% : penghancuran eritrosit yang berlebihan
4. Persediaan dan Penyimpanan Zat Besi
Saturasi transferin didapatkan dari pembagian kadar Fe serum dengan TIBC
dikali 100 (N: 25-50%). Pada pengukuran kadar Fe plasma dan persen
saturasi transferin, terdapat suatu variasi diurnal dengan puncaknya pada pk
09.00 dan pk. 10.00. Serum feritin digunakan untuk menilai cadangan total
besi tubuh. Namun, feritin juga merupakan suatu reaktan fase akut, dan pada
keadaan inflamasi baik akut maupun kronis, kadarnya dapat meningkat.
9

5. Pemeriksaan Sumsum Tulang


Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai apakah ada gangguan pada
sumsum tulang misalnya myelofibrosis, gangguan pematangan, atau penyakit
infiltratif. Peningkatan atau penurunan perbandingan dari suatu kelompok sel
(myeloid atau eritroid) dapat ditemukan dari hitung jenis sel-sel berinti pada
suumsum tulang (ratio eritroid dan granuloid) (3, 9, 11).

F.

PENATALAKSANAAN
1. Keberhasilan pengobatan sangat tergantung pada kemampuan untuk
menegakkan diagnosis pada tingkat awal.
2. Anemia pascaperdarahan diatasi dengan transfusi darah sebanyak 10 20
ml/kgBB, atau plasma expander. Bila tak ada keduanya, cairan intravena
lainnya juga dapat digunakan.
3. Dampak lambat dapat diatasi dengan transfusi packed red cell.
4. Anemia defisiensi besi diatasi dengan makanan yang memadai, sulfas
ferosus.
5. Anemia megaloblastik diobati spesifik, oleh karena itu harus dibedakan.
6. Penyebabnya, defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat.
7. Dosis vitamin B12 100 mcg/hari im, selama 5 10 hari sebagai terapi awal
diikuti dengan terapi rumat 100-200 mcg/bulan sampai dicapai remisi.
8. Dosis asam folat 0,5 1mg/hari secara oral selama 10 hari, dilanjutkan
dengan 0,1 0,5 mg/hari Penggunaan vitamin B12 oral tidak ada gunanya
pada anemia pernisiosa. Selain itu sediaan oral lebih mahal.
9. Hemolisis autoimun diatasi dengan prednison 2 5 mg/kgBB/hari peroral
dan testosteron 1 2 mg/kgBB / hari i.v, untuk jangka panjang.
10. Transfusi darah hanya diberikan bila diperlukan saja. (4, 9, 11).
G. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering ditemukan
terutama di negara berkembang. Penyebabnya antara lain:

10

1. Faktor nutrisi: rendahnya asupan besi total dalam makanan atau


bioavailabilitas besi yang dikonsumsi kurang baik (makanan banyak serat,
rendah daging, dan rendah vitamin C).
2. Kebutuhan yang meningkat, seperti pada bayi prematur, anak dalam
pertumbuhan, ibu hamil dan menyusui.
3. Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, colitis kronik, atau achlorhydria.
4. Kehilangan besi akibat perdarahan kronis, misalnya: perdarahan tukak
peptik, keganasan lambung/kolon, hemoroid, infeksi cacing tambang,
menometrorraghia, hematuria, atau hemaptoe. (3).
a. Klasifikasi Derajat Defisiensi Besi dan Patogenesis
Berdasarkan beratnya kekurangan besi dalam tubuh, defisiensi besi dapat
dibagi menjadi 3 tingkatan:
1) Deplesi besi (iron depleted state)
Terjadi penurunan cadangan besi tubuh, tetapi penyediaan

untuk

eritropoiesis belum terganggu. Pada fase ini terjadi penurunan serum


feritin, peningkatan absorpsi besi dari usus, dan pengecatan besi pada
apus sumsum tulang berkurang.
2) Iron deficient Erythropoiesis
Cadangan besi dalam tubuh kosong, tetapi belum menyebabkan anemia
secara laboratorik karena untuk mencukupi kebutuhan terhadap besi,
sumsum tulang melakukan mekanisme mengurangi sitoplasmanya
sehingga normoblas yang terbentuk menjadi tercabik-cabik, bahkan
ditemukan normoblas yang tidak memiliki sitoplasma (naked nuclei).
Selain itu kelainan pertama yang dapat dijumpai adalah penigkatan
kadar free protoporfirin dalam eritrosit, saturasi transferin menurun,
total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Parameter lain yang
sangat spesifik adalah peningkatan reseptor transferin dalam serum.

11

Gambar 2: Gambaran apus sumsum tulang penderita anemia defisiensi besi

3) Anemia defisiensi besi


Bila besi terus berkurang eritropoiesis akan semakin terganggu,
sehingga kadar hemoglobin menurun diikuti penurunan jumlah eritrosit.
Akibatnya terjadi anemia hipokrom mikrositer. Pada saat ini terjadi pula
kekurangan besi di epitel, kuku, dan beberapa enzim sehingga
menimbulkan berbagai gejala. Beberapa dampak negatif defisiensi besi,

disamping terjadi anemia, antara lain:


Sistem neuromuskuler
Terjadi penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom, dan
gliserofosfat oksidase yang menyebabkan gangguan glikolisis
sehingga terjadi penumpukan asam laktat yang mempercepat

kelelahan otot.
Gangguan perkembangan kognitif dan non kognitif pada anak
Terjadi karena gangguan enzim aldehid oksidase dan monoamin
oksidase, sehingga mengakibatkan penumpukan serotonin dan

katekolamin dalam otak.


Defisiensi besi menyebabkan aktivitas enzim mieloperoksidase
netrofil berkurang sehingga menurunkan imunitas seluler
Terutama bila mengenai ibu hamil, akan meningkatkan risiko

prematuritas dan gangguan partus.


b. Gejala Anemia defisiensi besi
Digolongkan menjadi 3 golongan besar:
1) Gejala Umum anemia (anemic syndrome)

12

Dijumpai bila kadar hemoglobin turun dibawah 7 gr/dl. Berupa badan


lemah, lesu, cepat lelah, dan mata berkunang-berkunang. Pada anemia
defisiensi besi penurunan Hb terjadi secara bertahap sehingga sindrom
ini tidak terlalu mencolok.
2) Gejala khas defisiensi besi, antaralain:
Koilonychia (kuku seperti sendok, rapuh, bergaris-garis vertikal)
Atrofi papil lidah
Cheilosis (stomatitis angularis)
Disfagia, terjadi akibat kerusakan epitel hipofaring sehingga terjadi
pembentukan web
Atrofi mukosa gaster, sehingga menyebabkan aklorhidria
Kumpulan gejala anemia hipokrom-mikrositer, disfagia, dan atrofi
papil lidah, disebut Sindroma Plummer Vinson atau Paterson Kelly.
3) Gejala akibat penyakit dasar
Misalnya gangguan BAB pada anemia karena Ca-colon
c. Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan laboratorium yang dapat dijumpai adalah:
1) Kadar hemoglobin dan indek eritrosit:
Anemia hipokrom mikrositer (penurunan MCV dan MCH)
MCHC menurun pada anemia defisiensi besi yang lebih berat dan
berlangsung lama
Bila pada SADT terdapat anisositosis, merupakan tanda awal terjadinya
defisiensi besi
Pada anemia hipokrom mikrositer yang ekstrim terdapat poikilositosis
(sel cincin, sel pensil, sel target)
2) Konsentrasi besi serum menurun dan TIBC meningkat
TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi,
sedangkan saturasi transferin dihitung dari:

besi serum
x 100
TIBC

Konsentrasi besi serum memiliki siklus diurnal, yakni mencapai kadar


puncak pada pukul 8-10 pagi.
3) Penurunan kadar feritin serum
Feritin serum merupakan pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis
anemia defisiensi besi yang paling kuat, cukup reliabel dan praktis.
Angka serum feritin yang normal belum dapat menyingkirkan diagnosa

13

defisiensi besi, namun feritin serum >100 mg/dl sudah dapat


memastikan tidak ada defisiensi.
4) Peningkatan protoporfirin eritrosit
Angka normalnya <30 mg/dl. Peningkatan protoporfirin bebas >100
mg/dl menunjukkan adanya defisiensi besi.
5) Peningkatan reseptor transferin dalam serum (normal 4-9 g/dl),
dipakai untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan anemia pada
penyakit kronis.
6) Gambaran apus sumsum tulang menunjukkan jumlah normoblas basofil
yang meningkat, disertai penurunan stadium berikutnya. Terdapat pula
mikronormoblas

(sitoplasma

Pengecatan sumsum tulang

sedikit

dan

bentuk

tidak

teratur.

dengan Prussian blue merupakan gold

standar diagnosis defisiensi besi yang akan memberikan hasil sideroblas


negatif

(normoblas

yang

mengandung

granula

feritin

pada

sitoplasmanya, normal 40-60%).


7) Pemeriksaan mencari penyebab defisiensi, misalnya pemeriksaan feses,
barium enema, colon in loop, dll. (3).
d. Diagnosis
Tiga tahap mendiagnosa suatu anemia defisiensi besi: 1). Menentukan
adanya anemia 2). Memastikan adanya defisiensi besi 3). Menentukan
penyebab defisiensi. Secara laboratoris dipakai kriteria modifikasi Kerlin
untuk menegakkan diagnosa:
anemia hipokrom mikrositer pada SADT ATAU MCV <80 fl dan MCH
< 31% dengan satu atau lebih kriteria berikut:
1) Terdapat 2 dari parameter di bawah ini:
Besi serum <50 mg/dl
TIBC >350 mg/dl
Saturasi ttransferin <15%
2) Feritin serum <20 mg/dl
3) Pengecatan sumsum tulang dengan biru prussia menunjukkan
sideroblas negatif
4) Dengan pemberian sulfas ferosus 3x200mg/hari selama 4 minggu
terdapat kenaikan Hb >2 gr/dl. (11).
e. Terapi
1) Terapi kausal, untuk mencari penyebab kekurangan besi yang diderita.
Bila tidak dapat menyebabkan kekambuhan.
14

2) Pemberian preparat besi:


Oral: merupakan pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman,
terutama sulfas ferosus. Dosis anjuran 3x200mg/hari yang dapat
meningkatkan eritropoiesis hingga 2-3 kali dari normal. Pemberian
dilakukan

sebaiknya

saat

lambung

kosong

(lebih

sering

menimbulkan efek samping) paling sedikit selama 3-12 bulan. Bila


terdapat efek samping gastrointestinal (mual, muntah, konstipasi)
pemberian dilakukan setelah makan atau osis dikurangi menjadi
3x100mg. Untuk meningkatkan penyerapan dapat diberikan

bersama vitamin C 3x100 mg/hari.


Parenteral,misal preparat ferric gluconate atau iron sucrose (IV
pelan atau IM).

Pemberian secara IM menimbulkan nyeri dan

warna hitam pada lokasi suntikan. Indikasi pemberian parenteral:


a) Intoleransi terhadap preparat oral
b) Kepatuhan berobat rendah
c) Gangguan pencernaan, seperti kolitis ulseratif (dapat kambuh
dengan pemberian besi)
d) Penyerapan besi terganggu, seperti gastrektomi
e) Kehilangan darah banyak
f) Kebutuhan besi besar yang harus dipenuhi dalam jangka waktu
yang pendek, misalnya ibu hamil trimester 3 atau pre operasi.
Dosis yang diberikan dihitung menurut formula:
Kebutuhan besi (mg) = {(15 Hb sekarang ) x BB x 2,4} + (500 atau
1000)
3) Diet, terutama yang tinggi protein hewani dan kaya vitamin C.
4) Transfusi diberikan bila terdapat indikasi yaitu:
Terdapat penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung
Gejala sangat berat, misalnya pusing sangat menyolok
Pasien memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat, misalnya
kehamilan trimester akhir atau pre operasi
Dalam pengobatan, pasien dinyatakan memberikan respon baik
apabila retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari
ke 10, dan kembali normal pada hari ke 14 pengobatan. Diikuti dengan
kenaikan Hb 0,15 gr/dl/hari atau 2 gr/dl setelah 3-4 minggu pengobatan.
(8).

15

BAB III
ANALISIS RESEP

A. RESEP ANTIANEMIA

16

B. SKRINING ADMINISTRASI RESEP


Keterangan
Nama dokter

Ya

Tidak

No.SIP dokter

Alamat dokter

Tanggal penulisan resep


Tanda tangan/ paraf dokter
Nama, alamat, umur, jenis
kelamin pasien
Cara pemakaian yang jelas

Keterangan

Alamat praktek dokter

Alamat pasien tidak ada

Informasi hasilnya
C. KESESUAIAN FARMASETIK
Keterangan

Ya

Tidak

Bentuk sediaan
Dosis
Potensi
Stabilitas

Inkomptabilitas
Cara dan lama pemberian

Jumlah obat

Keterangan

17

D. PERTIMBANGAN KLINIS
Pertimbangan klinis

Ya

Tidak

Adanya alergi

Efek samping

Interaksi

Kesesuaian

(dosis,

durasi,

jumlah

Keterangan

obat)
E. PERHITUNGAN HARGA
1. Vitamin B Kompleks Tablet (Botol 1000 tab = Rp. 29.970,-) (Sumber :
KepMenKesRI No.436 thn 2013)
HNA

= (Rp. 29.970,-)/1000 tablet


= Rp.29,97,- /tablet

HJA

= Rp. 29,97,- x 1,1 x 1,25 = Rp. 41,20875,-/tab

Harga resep = (Rp. 41,20875,-/tab x 10 tab) + harga non racik


= Rp. 412,0875,- + Rp. 1000,= Rp 1412,0875 -~Rp. 1412,2. Sangobion kapsul (250 Kapsul = Rp. 186.327,-) (ISO Vol.46 halm. 237)
HNA

= (Rp. 186.327,-)/250 kapsul


= Rp.745,308,- /kapsul

HJA

= Rp. 745,308,- x 1.1 x 1.25 = Rp. 1024,7985,-/kapsul

Harga resep = Rp. 1024,7985,-/kapsul x 10 kapsul) + harga non racik


= Rp. 10247,985,- + Rp. 1000,= Rp. 11247,985 -~ Rp. 11250,-

18

F. PERHITUNGAN DOSIS
1. Vitamin B Kompleks
Dosis lazim (IONI Hal.680)
1 x pakai

= 1 tablet

1 hari

= 1-2 tablet sehari

Dosis dalam R/
1x pakai

= 1 tablet

1 hari

= 2 tablet sehari

Dosis masih dalam batas dan sesuai dengan dosis lazim


2. Sangobion Kapsul (ISO hal.236)
Tiap kapsul Sangobion mengandung Besi (II) Glukonat 250 mg
Dosis Lazim (OOP Hal.914)
1

x pakai

1 hari

= 1 - 3 dd 430 mg
= 430 mg - 1290 mg

Dosis dalam R/
1x pakai

= 250 mg

1 hari

= 2 sehari x 250 mg = 500 mg

Dosis masih dalam batas dan sesuai dengan dosis lazim


G. ANALISA DRP
Indikasi yang tidak ditangani

Keterangan

Pemilihan obat yang kurang tepat

Dosis sub terapi


Over dosis
Reaksi obat yang tidak diinginkan

Interaksi obat

Gagal menerima obat

Penggunaan obat tanpa indikasi

19

H. KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI


1. Pasien diharapkan menghindari dari hal yang membuat timbulnya anemia.
Seperti stress, kelelahan
2. Makan makanan yang banyak mengandung zat besi seperti bayam
3. Melakukan terapi relaksasi
4. Pasien mengkonsumsi obat dengan baik dan benar dengan penyampaian
cara pemakaian obat
5. Pemberian informasi khasiat obat yang diberikan
I. ETIKET YANG DIGUNAKAN
TORSYFARMA
Jl. Raya Kebon Jeruk No. 3 Jakarta Barat
Telp/Fax. (021) 5482345
Apoteker : Nay, S.Farm., Apt.
S.I.K : 2015001251/A
No. 23

Jakarta, 14-03- 2016

Vitamin B Comp
Dua kali sehari satu tablet
Ny. Sundari (54 thn)
Semoga sehat selalu
TORSYFARMA
Jl. Raya Kebon Jeruk No. 3 Jakarta Barat
Telp/Fax. (021) 5482345
Apoteker : Nay, S.Farm., Apt.
S.I.K : 2015001251/A
No. 23

Jakarta, 14-03- 2016

BAB IV
Sangobion
PENUTUP
Dua kali sehari satu kapsul
Ny. Sundari (54 thn)
A. KESIMPULAN Semoga sehat selalu

20

1. Kelengkapan persyaratan administrasi, farmasetik dan kinetik pada resep


tidak lengkap.
2. Obat yang diberikan sesuai indikasi, tidak ada interaksi dan efek samping
obat yang membahayakan (Tidak ada DRP).
3. Dosis yang diberikan dokter sesuai dosis lazim

RESUME PRESENTASI
Tanggal presentasi

: 16 Mei 2016 Pukul 07.55 - selesai

Dosen Pengampu

: Ibu Hesti

Moderator

: Okky Getar C.

Penyaji

: Revania Adelin C, Siti Nuraini, Tiara Karlianti, Yopi


Andarista
: Okky Getar C, Revania Adelin C, Siti Nuraini, Tiara
Karlianti, Yopi Andarista

Penjawab

Diskusi Sesi 1
21

1. Silvi Putri (kelompok 7)


Bagaimana penanganan untuk penderita anemia pada saat sedang mengalami
haid?
Jawaban:
-

Kondisi yang dialami : Sakit kepala, mudah lelah, lesu, lemas, pucat,
konsentrasi berkurang, dan susah tidur

Cara mengatasinya :
a. Beristirahat yang cukup jika kondisi sudah mulai lemas/pusing yang
mengganggu
b. Memperbanyak asupan-asupan makanan yang sehat yang mengandung
kaya akan zat besi seperti:

Bayam, brokoli, daun pepaya, daun singkong, dan kangkung

Daging tanpa lemak atau daging merah

Kacang-kacangan seperti kacang merah, dan kacang hijau

Olahan kedelai seperti tahu dan tempe

Buah-buahan

c. Hindari/kurangi konsumsi teh, kopi, dan minuman kafein lainnya. karena


kafein bersifat mengikat zat besi sehingga dapat menghambat penyerapan
zat besi
d. Menambah asupan vitamin C. Karena vitamin C dapat membantu
penyerapan zat besi. Contohnya: jeruk apel, pepaya, dan wortel
e. Rutin mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin B12. Karena
bermanfaat dalam proses pembentukan sel darah contohnya: telur, daging,
dan tempe
f. Mengkonsumsi makanan yang mnegandung asam folat. Karena
diperlukan dalam pembentukan sel darah merah contohnya: kacangkacangan, sayuran hijau, dan kecambah
2. Welfin (kelompok 6)

22

Apa yang terjadi jika hemoglobin berlebih? Kemudian sepengetahuan saya


untuk obat Sangobion itu dapat meningkatkan asam lambung, maka adakah
edukasi untuk pasien yang mengalami sakit maagh?
Jawaban:
Jika kadar hemoglobin tersebut tinggi maka akan terjadi polisitemia,
yakni peningkatan konsentrasi hemoglobin diatas batas nilai normal
hemoglobin untuk pasien sesuai dengan umur dan jenis kelamin
(pria/wanita). Gejala klinis dari polisitemia seperti: sakit kepala, dizzines,
tinitus (telinga berdenging), gangguan penglihatan, sesak, lemas,
perubahan warna kulit, rasa begah di perut, pendarahan, trombosis atau
kadang tanpa gejala.
Edukasi yang diberikan pada orang maagh dalam mengkonsumsi
Sangobion adalah, Mengkonsumsi sangobion ini diberikan setelah makan
(jeda 30 menit setelah makan) untuk menghindari terjadinya iritasi
lambung.
3. Vendri (kelompok 1)
Apakah ada parameter lain yang menentukan anemia, selain dilihat dari
hemoglobin?
Jawaban:
Pemeriksaan isis:
- Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan
oleh keluarga. Bila kadar Hb <5 g/dL ditemukan gejala iritabel dan
anoreksia
- Pucat ditemukan bila kadar Hb <7 g/dL
- Dapat ditemukan koilonikia, glositis, stomatitis angularis, takikardia,
gagal jantung,
- Rentan terhadap infeksi
- Gangguan pertumbuhan
23

- Penurunan aktivitas kerja


Pemeriksaan penunjang
- Darah lengkap yang terdiri dari: hemoglobin rendah; MCV, MCH, dan MCHC
rendah. Red cell distribution width (RDW) yang lebar dan MCV yang rendah
merupakan salah satu skrining deisiensi besi.
- Nilai RDW tinggi >14.5% pada deisiensi besi, bila RDW normal
(<13%) pada talasemia trait.
- Ratio MCV/RBC (Mentzer index) 13 dan bila RDW index (MCV/RBC
xRDW) 220, merupakan tanda anemia deisiensi besi, sedangkan jika
kurang dari 220 merupakan tanda talasemia trait.
- Apusan darah tepi: mikrositik, hipokromik, anisositosis, dan poikilositosis.
- Kadar

besi

serum

yang

rendah, TIBC, serum

ferritin

<12

ng/mL

dipertimbangkan sebagai diagnostik deisiensi besi


- Nilai retikulosit: normal atau menurun, menunjukkan produksi sel darah
merah yang tidak adekuat
- Serum transferrin receptor (STfR): sensitif untuk menentukan deisiensi besi,
mempunyai nilai tinggi untuk membedakan anemia deisiensi besi dan anemia
akibat penyakit kronik
- Kadar zinc protoporphyrin (ZPP) akan meningkat
- Terapi besi (therapeutic trial): respons pemberian preparat besi dengan dosis 3
mg/ kgBB/hari, ditandai dengan kenaikan jumlah retikulosit antara 510
hari diikuti kenaikan kadar hemoglobin 1 g/dL atau hematokrit 3% setelah 1
bulan menyokong diagnosis anemia deisiensi besi. Kira-kira 6 bulan setelah
terapi, hemoglobin dan hematokrit dinilai kembali untuk menilai keberhasilan
terapi.
Diskusi Sesi 2
1. Raisa (Kelompok 2)

24

Pada resep tersebut, termasuk kedalam jenis anemia apa? Dan bagaimana
penatalaksaan jenis-jenis anemia tersebut?
Jawaban:
Pada resep termasuk anemia ringan karena masih diberi obat dan vitamin dan
termasuk anemia defisiensi besi. Tidak termasuk anemia berat karena tidak
sampai transfusi darah.
Tatalaksana Anemia :
Anemia (yang tidak berat)
diberi obat mengandung besi, dan vitamin untuk pelengkap kebutuhan nutrisi.
Anemia jika kadar Hb < 9,3 g/dl (kira-kira sama dengan nilai Ht < 27%).
Anemia Berat
Beri transfusi darah sesegera mungkin (lihat di bawah) untuk:
-Dapat dilihat dari kadar Ht 12% atau Hb 4 g/dl
2. Veronica (Kelompok )
Pada pasien gagal ginjal, penatalaksanaan pengobatan apakah tetap diberikan
zat besi atau obat lain? Dan mengapa obat anemia diminum pada malam hari.
Jawaban:
Penatalaksanaan anemia pada pasien gagal ginjal;
a. Terapi Obat atau Transfusi Darah. Keadaan anemia pada pederita PGK
bias memperburuk kondisi penderitanya. Oleh sebab itu harus dilakukan
terapi pada pasien PGK yang menderta PGK. Terapi yang dilakukan
dengan menggunakan obat-obatan. Sementara pada kondisi berat, terapi
yang dilakukan pada anemia pasien PGK dilakukan dengan transfuse
darah dan suntikan hormone eritropoitin. Pengobatan-pengobatan ini
tidak memperburuk kondisi ginjal. Tentu harus diperhatikan efek samping
masing-masing pengobatan. Transfusi darah diberikan pada keadaan
anemia berat, terutama bila ada gejala-gejala gagal jantung. Transfusi
darah akan cepat menaikkan kadar Hb, tetapi mempunyai banyak efek
samping. Efek samping transfuse darah antara lain: berpotensi tertular
penyakit infeksi (hepatitis, malaria, HIV, dan lain-lain), reaksi alergi atau

25

hemolitik, kelebihan besi dan gagal nafas akibat transfusi (Transfusion


Related Acute Lung Injury=TRALI)
b. Terapi Hormon Testosteron juga dikatakan bias digunakan untuk terapi
anemia pada pasien PGK. Testosteron adalah hormone laki-laki yang
mampu menstimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang
belakang. Hanya saja, efek teapi ini kurang memuaskan, yaitu pada
wanita bias menimbulkan gejala timbulnya rambut berlebih, timbulnya
kumis, dan janggut. Sebelum ditemukan hormone erittopoitin memang
pernah dicoba hormone testosterone untuk memperbaiki anemia penderita
PGK, tetapi hasilnya kurang memuaskan.
c. Rexcombinant human erythtopoitin (EPO). Selain dengan terapi obat dan
transfuse darah atau hormone testosterone menurut konsensus manajemen
anemia pada PGK (Perhimpunan Nefrologi Indonesia) yang saat ini
menjadi standar untuk terapi hormonal penderita hormonal penderita
anemi pada PGK adalah Recombinant human Erythropoitin (EPO). EPO
adalah suatu hormon yang mengrangsang pembentukan sel darah merah.
Sel darah merah mengandung Hb yang tugasnya antara lain mengantarkan
oksigen keseluruh tubuh. Bila seseorang kekurangan oksigen maka
jaringan tubuh akan kekurangan bahan bakar untuk beraktivitas.
Kemudian jantung dipacu bekerja lebih keras agar kebutuhan oksigen
dipenuhi. Lambat laun jantung menjadi lelah dan disebut gagal jantuk.
Indikasi EPO pada penderita PGK adalah bila Hb< 10 gr/dl.
Obat anemia diminum malam hari, Karena pada malam hari terjadi
regenerasi sel, termasuk sel darah merah yang menghasilkan Hb.
Sehingga akan lebih baik jika diminum pada malam hari sehingga obat
tersebut ikut bekerja dalam membantu regenerasi sel agar efektivitasnya
baik
3. Wira (Kelompok )
Bagaimana kelompok anda menentukan skrining farmasetik tentang stabilitas
dan inkompatibilitas? Serta jelaskan mengenai pertimbangan klinisnya.
Jawaban:

26

Untuk menentukan stabilitas dan inkompatibilitas dari obat-obat anemia


dilihat dari literatur (Drug Information Hand book). Pertimbangan klinisnya
dilihat dari efek obat terhadap pasien seperti adanya alergi atau tidak, adanya
efek samping atau tidak terhadap pasien, untuk kesesuaian dosis dapat
dihitung sesuai atau tidak dengan dosis lazim.
4. Vini (Kelompok )
Jelaskan penatalaksanaan anemia pada ibu hamil?
Jawaban:
Penatalaksanaan dan asuhan medis terhadap anemia yaitu:
a. Pada pemeriksaan ANC bidan mengkaji penyebab anemia dari riwayat
diet untuk mengetahui adakah kemungkinan pica, kebiasaan mengidam
berlebihan dan mengonsumsi makanan-makanan tertentu dan riwayat
medis yang adekuat dan uji yang tepat (Robson, 2011).
b.

Memberikan sulfat ferosa 200 mg 2-3 kali sehari. Sulfat ferosa diberikan
1 tablet pada hari pertama kemudian dievaluasi apakah ada keluhan
(misalnya mual, muntah, feses berwarna hitam), apabila tidak ada keluhan
maka pemberian sulfat ferosa dapat dilanjutkan hingga anemia terkoreksi
(Robson, 2011)

c. Apabila pemberian zat besi peroral tidak berhasil (misalnya pasien tidak
kooperatif) maka bisa diberikan dosis parenteral (per IM atau per IV)
dihitung sesuai berat badan dan defisit zat besi (Robson, 2011).
d. Transfusi darah diindikasikan bila terjadi hipovolemia akibat kehilangan
darah atau prosedur operasi darurat. Wanita hamil dengan anemia sedang
yang secara hemodinamis stabil, dapat beraktifitas tanpa menunjukan
gejala menyimpang dan tidak septik, transfusi darah tidak diindikasikan,
tetapi diberi terapi besi selama setidaknya 3 bulan (Cunningham, 2013)
e. Evaluasi pemberian terapi dengan cara pemantauan kadar Hb dapat
dilakukan 3-7 hari setelah hari pertama pemberian dosis sulfat ferosa

27

(retikulosit meningkat mulai hari ketiga dan mencapai puncaknya pada


hari ketujuh). Sedangkan pemantauan kadar Hb pada pasien yang
mendapat terapi transfusi dilakukan minimal 6 jam setelah transfuse.

DAFTAR PUSTAKA

28

1. Adamson WJ et al, 2005. Anemia and Polycythemia in Harrisons Principles


of Internal Medicine 16th edition. NewYork : McGraw Hill.
2. Adamson, John W. 2005. Iron Deficiency and Other Hypoproliferative
Anemias in Harrisons Principles of Internal Medicine 16 th edition. NewYork
: McGraw Hill.
3. Bakta I Made, dkk. 2006. Anemia Defisiensi Besi dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid II edisi IV. Jakarta : FKUI.
4. Departermen Kesehatan RI, 2007, Pedoman pengobatan dasar di puskesmas.
5. Departemen Kesehatan RI, 2013. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia

Nomor 436/MENKES/SK/XI/2013 tentang Harga Eceran

Tertinggi Obat Generik Tahun 2011. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.


6. ISO, 2014, ISO Indonesia Informasi Spesialite Obat, Volume 50, PT. ISFI
Penerbitan, Jakarta.
7. Kementerian Kesehatan RI, 2010. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
Tahun 2010-2014. Jakarta.
8. Sukandar, E.Y dkk.(2008). Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan.
9. Supandiman I dan Fadjari H, 2006, Anemia Pada Penyakit Kronis dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi IV ; Jakarta : FKUI.
10. Tjay, Tan Hoon dan Kirana, Raharja.2002. Obat-obat Penting,Khasiat,
Penggunaan

dan Efek-efek Sampingnya. Jakarta : PT Elex Media

Komputindo Kelompok Gramedia.


11. Widjanarko A dkk. 2006. Anemia Aplastik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam jilid II edisi IV. Jakarta : FKUI.
12. Wirakusumah, Emma S.1999. Perencanaan Menu Anemia Gizi Besi. Jakarta:
PT.Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara

29

Anda mungkin juga menyukai