Anda di halaman 1dari 18

Permasalahan belajar dan pembelajaran IPA di Indonesia

Dewasa ini, pendidikan di Indonesia telah mengalami kemajuan yang


cukup pesat, antara lain dengan didirikannya sekolah yang bertaraf
internasional. Hal ini tentunya ditujukan untuk menjadikan pendidikan
di Indonesia semakin bertambah maju. Namun demikian, pendidikan ini
tidak lepas dari berbagai permasalahannya di dalam
pengembangaannya. Salah satu pembelajaran yang menjadi
permasalahan adalah pembelajaran IPA yang ada di Indonesia.
Berkaitan dengan belajar dan pembelajaran IPA di Indonesia yang ada
pada saat ini, permasalahan dikelompokkan menjadi dua yaitu
permasalahan yang berasal dari faktor eksternal dan permasalahan dari
faktor internal. Dari kedua permasalahan ini diperlukan suatu solusisolusi agar hambatan pendidikan yang ada di Indonesia semakin
berkurang dan tujuan pendidikan Indonesia terwujud.
Permasalahan yang berasal dari faktor eksternal antara lain.
Pertama,kurikulum yang dilaksanakan di Indonesia. Pada tahun 2010
Indonesia menggunakan kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan) yang merupakan pengembangan dari KBK (Kurikulum
Berbasis Kompetensi) yang ada pada tahun 2004. Didalam KTSP beban
belajar siswa sedikit berkurang dan tingkat satuan pendidikan (sekolah,
guru, dan komite sekolah) diberikan kewenangan untuk mengembangan
kurikulum, seperti membuat indikator, silabus, dan beberapa komponen
kurikulum lainnya (Fadli, 2010). Namun, dalam perkembangannya
penerapan KTSP masih menuai berbagai permasalahan antara lain
adalah keterlibatan guru dalam penyusunan KTSP, silabus dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Sampai saat ini sekolah ternyata
masih tergantung dengan model kurikulumdari pusat kurikulum
ataupun dari Direktorat Pembinaan TK/SD/SMP/SMA/SMK. KTSP di
sekolah hanyalah modifikasi dari model yang dikembangkan oleh
direktorat terkait, dan yang menyedihkan adalah pihak sekolah takut

mengembangkan lebih lanjut walaupun sudah memenuhi standarstandar dari BSNP, seharusnya pihak sekolah didorong untuk
mengembangkan KTSP sejauh memenuhi pedoman dan standar-standar
yang telah ditetapkan (Sulipan, Tanpa Tahun). Setiap sekolah yang ada
di seluruh wilayah Indonesia memiliki karakteristik kedaerahan yang
berbeda-beda. Hal ini tentunya juga harus terdapat perbedaan dalam
pengelolaan KTSP. KTSP yang diterapkan sebaiknya disesuaikan dengan
potensi kedaerahan tersebut namun tetap berada pada pedoman dan
standar yang telah ditetapkan pada KTSP. Penerapan KTSP yang
demikian tentunya hanya mampu dilakukan oleh sekolah-sekolah yang
berada pada daerah masing-masing. Pengembangan ini akan menuntut
setiap sekolah yang berada disetiap daerah untuk lebih kerja keras.
Kedua, bahan ajar yang digunakan dalam membantu siswa mencapai
kompetensi. Permasalahan yang berkaitan dengan bahan ajar karena
guru yang mengalami kesulitan dalam memilih atau menentukan materi
pembelajaran atau bahan ajar yang tepat. Hal ini disebabkan oleh
kenyataan bahwa dalam kurikulum atau silabus, materi bahan ajar
hanya dituliskan secara garis besar dalam bentuk materi pokok. Tugas
guru adalah menjabarkan materi pokok tersebut sehingga menjadi
bahan ajar yang lengkap. Selain itu, bagaimana cara memanfaatkan
bahan ajar juga merupakan masalah. Pemanfaatan dimaksud adalah
bagaimana cara mengajarkannya ditinjau dari pihak guru, dan cara
mempelajarinya ditinjau dari pihak murid. Berkenaan dengan pemilihan
bahan ajar ini, secara umum masalah dimaksud meliputi cara penentuan
jenis materi, kedalaman, ruang lingkup, urutan penyajian, perlakuan
(treatment) terhadap materi pembelajaran, dsb (Sundiawan, 2008).
Masalah lain yang berkenaan dengan bahan ajar adalah memilih sumber
di mana bahan ajar itu didapatkan. Ada kecenderungan sumber bahan
ajar dititikberatkan pada buku. Padahal banyak sumber bahan ajar
selain buku yang dapat digunakan. Bukupun tidak harus satu macam
dan tidak harus sering berganti seperti terjadi selama ini. Berbagai buku
dapat dipilih sebagai sumber bahan ajar. Termasuk masalah yang sering
dihadapi guru berkenaan dengan bahan ajar adalah guru memberikan
bahan ajar atau materi pembelajaran terlalu luas atau terlalu sedikit,
terlalu mendalam atau terlalu dangkal, urutan penyajian yang tidak
tepat, dan jenis materi bahan ajar yang tidak sesuai dengan kompetensi
yang ingin dicapai oleh siswa. Berkenaan dengan buku sumber sering
terjadi setiap ganti semester atau ganti tahun ganti buku (Sundiawan,
2008). Sehubungan dengan itu, perlu disusun rambu-rambu pemilihan
dan pemanfaatan bahan ajar untuk membantu guru agar mampu
memilih materi pembelajaran atau bahan ajar dan memanfaatkannya
dengan tepat. Rambu-rambu dimaksud antara lain berisikan konsep dan
prinsip pemilihan materi pembelajaran, penentuan cakupan, urutan,

kriteria dan langkah-langkah pemilihan, perlakuan/pemanfaatan, serta


sumber materi pembelajaran (Sundiawan, 2008).
Ketiga, kompetensi guru ketika mengajar. Berkaitan dengan kompetensi
guru ini terdapat beberapa masalah antara lain guru yang tidak siap
mengajar atau guru belum memahami materi yang diajarkan, guru
kesulitan dalam memunculkan minat belajar siswa dan sulitnya guru
menanamkan konsep yang benar pada siswa (Rahmatulloh, 2010).
Solusi dalam mengatasi masalah ini yaitu berawal dari minat guru
sendiri untuk belajar dan mempersiapkan materi pelajaran dengan baik
sebelum memulai pelajaran. Selain itu, juga harus mampu membuat ideide kreatif yang menarik sehingga siswa menjadi tertarik dan minat
belajarnya meningkat.
Keempat, penggunaan metode pembelajaran yang dilaksanakan di
sekolah-sekolah. Permasalahan yang muncul dari penggunaan metode
pembelajaran adalah kurang optimalnya penggunaan metode
pembelajaran selain itu juga kurang tepatnya metode pembelajaran yang
digunakan (Rahmatulloh, Tanpa Tahun). Solusi dari permasalahan ini
yaitu guru hendaknya lebih selektif terhadap penggunaan metode
pembelajaran. Guru harus tepat memilih metode pembelajaran yang
digunakandalam mengajar. Hal ini dapat dikaji dari karakteristiksiswa
dalam kelas dan karakteriistik metode pembelajaran yang
digunakan.selain itu, didalam pembelajaran IPA, guru juga lebih baik
jika mengaitkan konsepdengan lingkungan sekitar. Hal ini sesuai dengan
pendapat Dewey (1916) dalam Toharudin (2005) dalam Rahmatulloh
(2010) siswa akan belajar denan baik jika apa yang dipelajari terkait
dengan apa yang tekah diketahui dan dengan kegiatan yang atau
peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya. Pembelajaran ini
menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan,
mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah
tertentu baik secara individu maupun kelompok.
Kelima, sarana dan prasarana yang mendukung terciptanya suasana
yang kondusif di dalam belajar. Prasarana pembelajaran meliputi sarana
olahraga, gedung sekolah ruang belajar, tempat ibadah, ruang kesenian,
dan peralatan olahraga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran,
buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium sekolah dan berbagai media
pengajaran yang lain. Lengkapnya sarana dan prasarana pembelajaran
merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Hal ini tidak berarti bahwa
lengkapnya sarana dan prasarana menentukan jaminan melakukan
proses pembelajaran yang baik. Justru disinilah muncul bagaimana
mengolah sarana dan prasaranapembelajaran sehingga tersenggara
proses belajar yang berhasil dengan baik (Uman, 2010). Sarana tersebut
terkadang kurang memadahi sehingga kegiatan belajar menjadi
terganggu. Dalam hal ini perlu ada suatu perbaikan prasarana tersebut

sehingga kegiatan belajar menjadi kondusif, selain itu guru harus lebih
kreatif bila sarana tersebut belum terbenahi agar siswa tetap dapat
berkonsentrasi.
Keenam, evaluasi yang dilaksanakan di dalam pengajaran.
Permasalahan yang sering dialami guru dalam melaksanakan evaluasi
yaitu guru kadang enggan melaksanakan evaluasi pembelajaran karena
keterbatasan waktu. Hal ini karena menurut mereka lebih baik
menjelaskan semua materi pelajaran sampai tuntas untuk satu kali
pertemuan, dan pada pertemuan berikutnya di awal pelajaran siswa
diberi tugas atau soal-soal yang berhubungan dengan materi tersebut.
Ada juga guru yang berpendapat, bahwa penilaian di akhir pelajaran
tidak mutlak dengan tes tertulis. Bisa juga dengan tes lisan atau tanya
jawab. Kegiatan dirasakan lebih praktis bagi guru, karena guru tidak
usah bersusah payah mengoreksi hasil evaluasi anak. Kelemahan dari
hal ini adalah bagi anak yang suka gugup maka hasil evaluasi tidak akan
maksimal (Afdhee, 2007). Evaluasi didalam pengajaran sebaiknya
dilakukan pada tiap pertemuan. Evaluasi ini dapat berupa evaluasi lisan
maupun tertulis, baik dilaksanakan secara formal maupun non formal.
Guru dapat mengevaluasi siswa dengan bertanya ditengah-tengah
pemberian pelajaran. Hal ini akan membuat guru semakin mengetahui
tingkat kemampuan siswa dalam menyerap pelajaran.
Ketujuh, jumlah siswa di dalam suatu pembelajaran (didalam kelas).
Masalah jumlah siswa di kelas akan mewarnai dinamika kelas. Semakin
banyak jumlah siswa di kelas, misalnya dua puluh orang ke atas akan
cenderung lebih mudah terjadi konflik. Sebaliknya semakin sedikit
jumlah siswa di kelas cenderung lebih kecil terjadi konflik (Muslimin,
2010). Suatu kelas sebaiknya memiliki jumlah peserta yang tidak terlalu
banyak karena hal ini akan berhubungan dengan keadaan kondusif yang
diinginkan yang pada akhirnya menuju pada keberhasilan pembelajaran.
Kedelapan, faktor lingkungan yang mempengaruhi kegiatan belajar dan
mengajar suatu sekolah. Faktor lingkungan ini dapat berupa lingkungan
sosial dari siswa tersebut. Tiap siswa dalam lingkungan sosial memiliki
kedudukan, peranan dan tanggung jawab sosial tertentu. Dalam
kehidupan tersebut terjadi pergaulan seperti hubungan sosial tertentu.
Dalam kehidupan tersebut terjadi hubungan akrab kerjasama, kerja
berkoprasi, berkompetisi, bersaing, konflik atau perkelahian (Uman,
2010). Dalam kaitan tersebut, guru sebaiknya memberikan perhatian
khusus pada masing-masing siswa khususnya pada siswa yang
mengalami permasalahan dalam pergaulan sosial. Hal ini karena
beberapa siswa yang mengalami permasalahan sosial pada dasarnya
merupakan bentuk interaksi mereka untuk mendapatkan suatu
perhatian.
Sedangkan, permasalahan yang berasal dari faktor internal antara lain

pertama, karakter dari siswa yang bersangkutan. Setiap siswa didalam


kelas memiliki karakter yang berbeda-beda pada setiap individunya
(Muslimin, 2010). Banyaknya perbedaan ini tentunya akan berpengaruh
terhadap kondisi siswa dalam belajar. Salah satu usaha agar
pembelajaran tercapai dari permasalahan ini adalah dengan
pembentukan kelompok-kelompok belajar didalam kelas. Hal ini
bertujuan supaya tiap individu di dalam kelas menjadi subjek utama dan
dapat saling berinteraksi dengan semua individu sehingga merasa
belajar lebih nyaman. Kedua, motivasi belajar dari siswa. Tidak
diragukan bahwa dorongan belajar mempunyai peranan besar dalam
menumbuhkan semangat pada siswa untuk belajar. Siswa memiliki
semangat yang berfluktuasi secara terus menerus. Lemahnya motivasi
akan melemahkan kegiatan belajar. Beberapa hal yang menyebabkan
menurunnya motivasi belajar siswa antara lain kurangnya perhatian
guru terhadap siswa (Muslimin, 2010), siswa yang bosan dengan
pengajaran dan materi yang diberikan (Agus, 2010). Dalam hal ini guru
sebaiknya memberikan suatu motivasi missalnya dalam bentuk
pengetahuan-pengetahuan baru bagi mereka yang belum ada didalam
buku pegangan siswa. Bentuk perhatian guru dapat dilakukan dengan
mengajar lebih aktif, yaitu berkeliling dan member perhatian siswa yang
belum bisa. Bentuk motivasi lain yaitu penjelasan tentang keutamaan
ilmu dan keutamaan mencari ilmu serta ganjarannya bagi orang yang
mencari ilmu. Ketiga, sikap siswa terhadap belajar. Setiap individu
memiliki sikap belajar yang berbeda-beda. Permasalahan terkait dengan
sikap siswa terhadap belajar ini antara lain menerima, menolak atau
mengabaikan (Uman, 2010). Siswa cenderung menolak dengan rumusrumus fisika dan matematika yang sangat banyak dan membingungkan.
Selain itu, guru yang memiliki image bahwa siswa tidak berbakat
matematika juga semakin memperparah kondisi sikap siswa terhadap
mata pelajaran matematika (Surya, 2010). Di dalam mengatasi
permasalahan ini perlu adanya suatu ide kreatif dari guru, misalkan
dengan menanamkan image bahwa Fisika itu Mudah. Siswa cenderung
akan tersugesti dari kata-kata guru untuk menerima suatu pembelajaran
dengan semangat. Hal lain yang juga dapat dilaksanakan adalah dengan
memberikan rumus dengan analogi hal-hal lain yang terdapat disekitar
kita dan mudah dipahami.
Keempat, konsentrasi belajar dari siswa di dalam menerima pelajaran.
Permasalahan yang sering terjadi adalah siswa tidak mampu
berkonsentrasi secara penuh terhadap suatu mata pelajaran yang
diajarkan. Menurut seorang ilmuan ahli psikologis kekuatan belajar
seseorang setelah tiga puluh menit telah mengalami penurunan. Ia
menyarankan agar guru melakukan istirahat selama beberapa menit.
Istirahat ini tidak harus keluar kelas melainkan dapat berupa obrolan

ringan yang mampu membuat siswa merasa rileks kembali. Dengan


memberikan selingan istirahat, maka perhatian dan prestasi belajar
dapat ditingkatkan (Uman, 2010). Obrolan ini dapat berupa pemberian
pengetahuan hal baru, lelucon atau tebak-tebakan.

Rujukan
Afdhee. 2007. Kegagalan Guru Dalam Melakukan Evaluasi (online)
(http://re-searchengines. com/afdhee5-07-2.html, diakses tanggal 16
desember 2010)
Agus. 2010. Permasalahan Matematika. (online)
(http://agus.blogchandra.com/permasalahan- matematika/, diakses
tanggal 13 desember 2010)
Fadli. 2010. Masalah Kurikulum Dalam Pendidikan. (online)
(http://fadlibae.wordpress.com /2010/03/24/masalah-kurikulumdalam-pendidikan/, diakses tanggal 16 desember 2010)
Muslimin. 2010. Pengelolahan Kelas. (online)
(http://moeslemin.wordpress.com/ pengelolahan-kelas/, diakses
tanggal 16 desember 2010)
Rahmatulloh. 2010. Permasalahan Pembelajaran IPA di SD dan
Solusinya. (online) (http://sopirahmatulloh.blogspot.com/2010/03/permasalahan-pembelajaran-ipadi-sd-dan.html, diakses tanggal 13 desember 2010)
Sulipan. Tanpa Tahun. PERMASALAHAN DALAM IMPLEMENTASI
KTSP DI SEKOLAH. (online)
(http://sekolah.8k.com/rich_text_13.html, diakses tanggal 16 desember
2010)
Sundiawan, Awan. 2010. Memilih dan Menyusun Bahan Ajar. (online)
(http://awan965. wordpress.com/2008/11/19/memilih-dan-menyusunbahan-ajar/#more-1397, diakses tanggal 16 desember 2010)
Surya, Yohanes. 2010. Problem Akut Sistem Pembelajaran di Indonesia.
(online) (http://nusantaranews.wordpress.com/2010/01/08/profyohanes-surya-problem-akut-sistem-pembelajaran-di-indonesia/,
diakses tanggal 16 desember 2010 )

Uman. 2010. Masalah-Masalah Dalam Belajar. (online)


(http://umanradieta.blogspot.com/p/ masalah-masalah-dalambelajar.html, diakses tanggal 16 desember 2010)
(http://chipzone.blogspot.co.id/2012/01/permasalahan-belajar-danpembelajaran.html)

Masalah Pembelajaran IPA Terpadu


Shares

Education

Masalah Pembelajaran IPA Terpadu -Pembelajaran IPA Terpadu memiliki


banyak keunggulan karena mampu melihat permasalahan dari berbagai
sisi disiplin ilmu, namun pembelajaran tersebut masih terbilang sulit untuk
dilakukan secara optimal. Banyak sekali penyebab utama sehingga
pembelajaran kurang optimal, oleh karena itu perlu dikaji lebih lanjut.
Jurnal ini akan membantu mengetahui berbagai faktor yang menyebabkan
buruknya pembelajaran IPA terpadu.
Problems and Prospects of Teaching Integrated Science in
Secondary Schools in Warri, Delta State, Nigeria

Latar Belakang

Tuntutan guru terhadap pemberian status profesional. Sebelumnya


guru seperti pelarian ( Namine 2008).

Terjadi kelangkaan guru sesuai latar belakang pendidikan, pendidikan


yang memadai, dan keterampilan khusus untuk mengajar yang efektif
sangat penting dalam pembelajaran di kelas ( Okeke 2004).

Kebijakan Nasional Pendidikan (FRN, 2004) bagian 8, sub-bagian 70B


yang diuraikan bahwa kualifikasi untuk mengajar minimal guru harus
memilki sertifikat profesi Pendidikan Nigeria (NCE)

Pendidikan guru harus berperan dalam perubahan metodologi


pembelajaran dan kurikulum. Guru harus mendapat pelatihan secara
teratur dalam mengajar sesuai profesi mereka, pelatihan untuk mengajar

harus dikembangkan sebagai bagian integral dari pendidikan guru yang


berkelanjutan.

Dimungkinkan ada penyimpangan dalam penerapan peraturan


tersebut.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui masalah pengajaran sains
terpadu di sekolah menengah negeri dan swasta di Warri, Delta negara,
Nigeria. Fokus jurnal ini meneliti penyebab utama buruknya kinerja siswa
di sekolah menengah pertama di negara bagian Delta Nigeria.

Pertanyaan Penelitian

Apa penyebab buruknya kinerja siswa dalam pembelajaran IPA di


sekolah menengah negara bagian Delta?

Apa dampak pembelajaran yang dilakukan oleh guru IPA terpadu?

Apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan minat dan kinerja siswa
dalam pembelajaran IPA terpadu serta ilmu-ilmu sosial?

Metodologi

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif survei.

Populasi terdiri dari lima sekolah menengah negeri dan lima sekolah
menengah swasta di Warri, Delta negara.

Digunakan teknik multi stage sampling untuk memilih subyek


penelitian.

Alat yang digunakan adalah kuesioner terstruktur. Dari 360 eksemplar


kuesioner yang diberikan, 300 eksemplar menjawab secara penuh dan
dianalisis menggunakan persentase dan uji stanine.

Pengajaran sebagai Profesi


Mengajar sebagai profesi memiliki beberapa
bagian berikut menurut Nemine (2008):
1.

Periode pelatihan khusus: misalnya melalui sekolah formal sepert


pendidikan sekolah tinggi, Universitas dan lembaga lain yang menjalankan
program pendidikan.

2.

Kode etik: Pengajaran memiliki kode etik yang sesuai dengan etika
profesi dan perilaku.

3.

Organisasi Profesional: suatu organisasi Pengajaran dengan anggota


guru yang profesional dan memiliki kode etik yang sama, misalnya ASUU di
Universitas dan Kolese COEASU dalam Pendidikan dan Persatuan Guru
Nigeria (NUT).

4.

Pengendalian jumlah guru: pembelajaran seperti profesi lainnya,


memiliki kontrol masuk. Sitidaknya memiliki Sertifikat Pendidikan Nigeria
untuk menjadi pengajar yang profesional.

5.

Pengajaran sebagai profesi, memiliki otonomi dan kebebasan: memiliki


kemampuan untuk memimpin dan meningkatkan kesejahtraan bersama
dan perkembangan pendidikan.

6.

Kualifikasi Profesional dan kompetensi mengajar

Apakah yang dimaksud dengan ipa t


erpadu?
Brown (1977) menjelaskan ipa terpadu
memiliki empat karakteristik umum:
1.

Kesatuan semua pengetahuan bahwa IPA terpadu memiliki


pandangan yang holistic yang mempunyai satu dasar pengetahuan dan
tak terpisah;

2.

Kesatuan konseptual terdiri dari berbagai unit konseptual yang


membentuk kerangka penyelidikan;

3.

Sebuah proses penyelidikan IPA terpadu karakteristik ini


menekankan pada perbedaan metodologis dan persamaan antar ilmu;

4.

Sebuah studi interdisipliner bahwa disiplin adalah usaha kolaborasi


antara subjek dengan melihat topik atau tema dari sudut pandang berbeda
dengan belajar mensintesis dan memilih.

Masalah pendidikan di Nigeria


1.

Sebagian besar guru tidak tahu tentang Integrated Science.

2.

Sebagian besar masalah timbul sebagai akibat dari latar belakang


pelatihan guru IPA yang tidak tepat yang tidak cukup memadai untuk
mengajar IPA terpadu.

3.

Salah satu masalah pengajaran IPA terpadu di sekolah berasal dari


tidak memadainya fasilitas laboratorium.

4.

Peningkatan jumlah siswa yang mendaftar mengakibatkan ukuran kelas


menjadi besar.

5.

Pengajar IPA terpadu di Nigeria dipercayakan kepada guru yang


mayoritas tidak memenuhi syarat untuk mengajar.

Prospek Sains Terpadu di Nigeria


1.

Nigeria tercatat sebagai negara yang pertama menerapkan ipa terpadu


di tingkat sekolah menengah pertama.

2.

Ada desakan dunia untuk menerapkan IPA terpadu di tingkat SMP, dan
dilaporkan banyak negara-negara maju telah memasukkan IPA terpadu
dalam silabus di tingkat sekolah menengah atas dan pada tingkat tinggi.

3.

Ada tekanan universal bagi negara untuk mengembangkan ilmu


pengetahuan di masyarakat.

4.

Tuntutan dari mahasiswa, khususnya mahasiswa non-ipa, untuk


memahami peran IPA dalam masyarakat modern, telah mendorong untuk
pengkhususan dan pemberian pandangan yang lebih luas tentang ipa
terpadu.

5.

Karena tekanan ini, banyak negara Afrika saat ini sedang menjajaki
kelayakan mengimplementasikan IPA terpadu di semua tingkat sistem
pendidikan.

Faktor lain yang telah membuat IPA


terpadu menjadi penting bagi banyak
negara untuk mulai memperluas hingga ke
tingkat lanjutan adalah:
1.

Perhatian dunia modern sekarang sedang tertuju untuk membelajarkan


IPA terpadu bagi semua warga negara.

2.

Ada gerakan di seluruh dunia untuk memperkenalkan interaksi IPA


terpadu dan masyarakat ke dalam kelas.

3.

IPA terpadu menjadi syarat mempelejari bidang lain pada pendidikan


lanjutan.

4.

Fleksibilitas dalam pelatihan untuk dunia kerja.

5.

Untuk membuat pengembangan kurikulum lebih mudah.

6.

Untuk melakukan evaluasi lebih mudah dan lebih dapat diandalkan.

Hasil Penelitian

( a) Alasan buruknya kinerja siswa dalam ilmu di sekolah


menengah atas?

1.

Sembilan puluh tujuh persen (97%) dari responden tidak yakin di mana
mendapatkan pekerjaan setelah mereka belajar IPA terpadu.

2.

Sekitar 97% juga mengeluhkan silabus yang terlalu luas.

3.

70% dari responden mengatakan bahwa bahan instruksional tidak


cukup untuk mengajarkan IPA terpadu.
( b ) Apa dampak dari guru IPA terpadu ?

1.

Sembilan puluh tiga persen (93%) dari responden menyatakan bahwa


guru IPA terpadu tidak memiliki metodologi pengajaran yang bermuara
pada kurangnya guru spesialis di daerah itu.

2.

80% dari responden mengatakan bahwa tidak ada kerja praktek yang
benar karena yang mengarahkan subjek tidak dilatih di daerah itu . Hal ini
sesuai dengan Okeke (2004), yang menyatakan bahwa telah terjadi
kelangkaan guru dengan bakat yang diperlukan, pendidikan yang
memadai, dan keterampilan khusus untuk mengajar yang efektif yang
berperan penting dalam pengajaran di kelas.

3.

71% menyatakan bahwa topik kimia di IPA terpadu yang terlalu sulit.

4.

Sementara 79% dari mereka mengatakan bahwa topik Fisika dalam IPA
terpadu terlalu sedikit.

5.

87% mengatakan bahwa ada terlalu banyak topik biologi dalam IPA
terpadu.

6.

87% dari mereka mengatakan bahwa tidak ada kunjungan lapangan,


tidak tamasya.

7.

Sementara 72% mengatakan bahwa terlalu banyak mata pelajaran


yang disatukan dalam IPA terpadu.
( c ) Apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan minat dan
kemampuan mahasiswa dalam IPA terpadu ?

1.

95% dari responden menyarankan penggunaan materi pembelajaran


yang sesuai, sementara 91% dari mereka berpendapat bahwa silabus
harus dikurangi, sebaiknya tidak berlebihan , meskipun begitu kualitasnya
harus dipertahankan untuk guru dan siswa.

2.

87% dari mereka menyarankan bahwa hanya yang berkualifikasi guru


IPA terpadu yang diizinkan untuk menangani subjek, sementara 86%

berpendapat bahwa tamasya dan kunjungan lapangan seharusnya ke


daerah-daerah di mana mereka dapat melihat hal-hal yang berhubungan
dengan apa yang mereka pelajari di kelas.
3.

85% menyarankan bahwa pembimbing harus berasal dari sekolah yang


akan membimbing siswa pada bidang spesialisasi, maka hal ini akan
berpengaruh pada kesempatan kerja di masa depan.

Prospek IPA terpadu


1.

Prospek IPA terpadu pada tingkat tinggi di Nigeria, dan di tempat lain.
Banyak Sekolah Tinggi Pendidikan dan Universitas sekarang menawarkan
IPA Terpadu sebagai kursus.

2.

Bahkan siswa yang tidak mengkhususkan diri pada IPA terpadu pada
akhir masa kuliahnya, ia setidaknya dapat mengambil kursus, untuk
memiliki pengetahuan dasar tentang IPA.

3.

Beberapa Fakultas Pendidikan di Universitas Nigeria misalnya, Ahmadu


Bello University, University of Port Harcourt, Universitas Ibadan dan lainlain sekarang menawarkan gelar Bachelor of Education (B.Ed.) untuk IPA
Terpadu

4.

IPA terpadu memiliki prospek untuk memberikan keterampilan untuk


literasi sains.

5.

Nigeria baru-baru ini telah mengadopsi sistem pendidikan 6-3-3-4.


Pada sistem pendidikan 6-3-3-4 di Nigeria berorientasi pada IPA terpadu.

Kesimpulan
1.

PengaJaran IPA terpadu memberikan kontribusi terhadap pendidikan


umum, menekankan kesatuan dasar ilmu pengetahuan dan mengarah
menuju pemahaman tentang pemanfaatan ilmu dalam masyarakat
kontemporer. Pemerintah karenanya harus mendorong ilmuwan muda
dengan cara simposium, kompetisi sains, dan klub ilmu pengetahuan dan
bahkan memberikan beasiswa kepada mereka yang telah mengkhususkan
diri mereka di bidang IPA terpadu.

2.

Kursus IPA terpadu menekankan pentingnya observasi, pengujian dan


eksperimen yang berproses sains untuk meningkatkan pemahaman
tentang lingkungan, kursus juga harus memperkenalkan murid untuk
berpikir logis dengan bakat ilmiah.

3.

Dalam kursus IPA terpadu diperlukan menghilangkan beberapa rincian,


yang terpenting bahwa isi harus dipilih secara bijaksana. Hal ini harus
disusun secara hati-hati melalui kolaborasi antara guru yang berbeda dan
spesialis lain.

4.

Tingkat integrasi dan keseimbangan antara integrasi dan koordinasi


akan tergantung pada usia siswa, jenis institusi pendidikan dan kondisi
setempat. Pada tahap yang lebih tinggi dari pendidikan menengah, kursus
tersebut mungkin juga diinginkan oleh siswa yang telah memutuskan
untuk tidak mengkhususkan diri dalam IPA terpadu.

5.

Percobaan lanjutan pada pengembangan kurikulum baru tentang IPA


terpadu dan produksi bahan ajar yang diperlukan, harus menggambar
sumber daya yang sudah tersedia. Hasil percobaan tersebut akan
disebarluaskan.
(http://unityofscience.org/masalah-pembelajaran-ipa-terpadu/)

Masalah Pembelajaran IPA


Latar Belakang
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya
proses pembelajaran (Wina Sanjaya, 2014). Pembelajaran merupakan proses komunikasi
antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar (Haryono, 2013:55). Dalam proses pembelajaran
peserta didik kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses
pembelajaran hanya diarahkan pada hafalan. Peserta didik hanya menghafal informasi yang
didapatkan dari sumber belajar. Sumber belajar dalam hal ini adalah guru, lingkungan dan
buku pelajaran.
Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran, termasuk pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah. Seperti dalam bukunya, Haryono menuliskan bahwa
mutu pendidikan IPA kita masih rendah. Hal ini ditunjukkan oleh United Nation
Development Project (UNDP) bahwa dalam Human Development Index (HDI), Indonesia
menduduki peringkat ke 110 di antara berbagai Negara di dunia. (Sri Wuryastuti dalam
Haryono, 2013).
Salah satu upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan kita,
dalam tulisan ini secara khusus IPA, adalah melalui proses pembelajaran di kelas, baik
jenjang pendidikan dasar maupun menengah.
Permasalahan dalam Pembelajaran IPA Saat Ini
Agar bisa memperbaiki dan meningkatkan kualitas, kita perlu mengidentifikasi
permasalahan yang ada dalam pembelajaran IPA. Beberapa permasalahan yang sudah
diidentifikasi oleh Haryono dalam bukunya adalah:
1. Gaya mengajar guru yang mengutamakan hafalan berbagai konsep tanpa disertai
pemahaman terhadap konsep tersebut, peserta didik tidak terbiasa menggunakan daya
nalarnya, tetapi terlalu terpaku pada buku.

Bahan ajar yang diberikan di sekolah masih terasa lepas dengan permasalahan pokok
yang timbul di masyarakat.
3. Keterampilan proses belum tampak dalam pembelajaran dengan alasan untuk
mengejar target kurikulum.
4. Pelajaran IPA hanya konvensional hanya menyiapkan peserta didik untuk melanjutkan
studi ke perguruan tinggi, bukan untuk menyiapkan SDM yang kritis, peka terhadap
lingkungan, kreatif, dan memahami teknologi sederhana yang hadir di tengah-tengah
masyarakat.
2.

Selain permasalahan di atas, terdapat pula kesalahan-kesalahan yang cenderung


dilakukan oleh guru IPA sendiri, antara lain:
1. Seringkali IPA disajikan hanya sebagai kumpulan rumus belaka yang harus dihafal
mati oleh peserta didik, akibatnya ketika diadakan evaluasi belajar, kumpulan tersebut
campur aduk dan menjadi kusut di benak peserta didik.
2. Dalam penyampaian materi IPA kurang memperhatikan proporsi materi dan
sistematika penyampaiannya, serta kurang menekankan pada konsep dasar, sehingga terasa
sulit bagi peserta didik.
3. Pembelajaran kurang variatif, alat bantu dan analogi yang dapat memperjelas materi
jarang digunakan.
4. Adanya anggapan bahwa guru adalah orang yang paling mampu dan menguasai
pelajaran dibandingkan dengan peserta didik.
Dalam bukunya, Haryono memasukkan permasalahan pembelajaran IPA dalam bagian
latar belakang dan kesalahan-kesalahan yang cenderung dilakukan oleh guru IPA dalam
bagian sub judul lain yaitu kenyataan pembelajaran IPA saat ini. Tetapi, di bagian analisis ini
saya menggabungkannya, karena menurut saya, kesalahan-kesalahan yang cenderung
dilakukan oleh guru IPA merupakan bagian dari permasalahan dalam pembelajaran IPA saat
ini.
Permasalahan-permasalahan di atas bisa diperbaiki hanya jika para pendidik, pertamatama, menyadari bahwa terdapat permasalahan. Tanpa menyadari adanya permasalahan,
maka guru IPA akan terus melakukan kebiasaan-kebiasan yang salah tersebut dan
menganggap tidak ada permasalahan. Kesadaran akan adanya masalah bisa dikatakan juga
sebagai identifikasi masalah dalam pembelajaran IPA. Setelah itu, barulah melakukan
berbagai upaya untuk memperbaikinya.
Gambaran Guru IPA Masa Depan
Menurut Herawati Susilo (dalam Haryono, 2013) bahwa pemikiran mengenai
karakteristik guru IPA masa depan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Selalu ingin belajar sepanjang hayat.
Apa yang telah disampaikan oleh Herawati Susilo di atas merupakan hal yang
penting. Sudah seharusnya seorang guru terus belajar sepanjang hayat. Guru selaku sumber
belajar memperoleh pengetahuannya dari belajar, baik belajar mandiri maupun dengan
mengikuti berbagai pelatihan. Lagi pula pengetahuan terus berkembang dan berubah. Oleh
karena itu, pengetahuan guru IPA juga harus disesuaikan dengan perkembangan tersebut.
Pada zaman sekarang pengetahuan seorang guru sangat bergantung pada seberapa banyak dia
membaca dan menguasai cara mempelajari ilmunya.
Selain menambah pengetahuan, seorang guru perlu belajar memahami proses
belajar. Proses belajar tersebut harus berkembang mengikuti perkembangan (ilmu)
pengetahuan.

Seorang guru juga perlu belajar dari kehidupan sosial. Hal ini akan mempengaruhi
peserta didik dalam mengaitkan kegiatan belajarnya dengan kehidupan di sekitarnya.
Singkatnya, seorang pendidik merupakan pebelajar sepanjang hayat (long life learner).
2.

Mampu membelajarkan IPA berdasarkan filosofi konstruktivisme


Teori konstruktivisme menekankan bahwa individu tidak menerima begitu saja ideide dari orang lain. Mereka membangun sendiri dalam pikiran mereka ide-ide tentang
peristiwa alam dari pengalaman sebelum mereka mendapat pelajaran IPA di sekolah
(Haryono, 2013).
Gambaran guru IPA masa depan ditentukan oleh kemampuan guru membelajarkan
peserta didik. Kalau sebelumnya guru yang aktif dalam proses pembelajaran sementara
peserta didik hanya menerima secara pasif penjelasan dari guru, maka ke depan diharapkan
peserta didik berperan aktif dalam pembelajaran. Guru harus mampu meningkatkan minat
dan motivasi peserta didik untuk belajar IPA. Dengan tumbuhnya minat dan motivasi dalam
diri peserta didik, mereka lebih siap untuk belajar dan terdorong untuk mencari sendiri tanpa
perlu diperintahkan oleh guru. Hal ini juga akan lebih efektif bila menggunakan alat atau
media dalam pembelajaran IPA. Sehingga proses pembelajaran tidak membosankan. Guru
harus menyediakan alat atau media yang mendukung pembelajaran.
Pembelajaran yang menekankan keaktifan peserta didik sejalan dengan teori
konstruktivisme. Sehingga peserta didik membangun sendiri ide-ide mereka, bukan lagi
mengharapkan informasi dari guru saja.
3.

Memiliki kecerdasan berpikir


Kecerdasan berpikir merupakan salah satu kecakapan hidup yang perlu dimiliki oleh
guru. Berpikir adalah kerja otak mengolah data inderawi yang menghasilkan pengertian,
pernyataan, dan penalaran (Darsono, 2011). Dengan kecerdasan berpikir, memudahkan guru
memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPA selalu
berhubungan dengan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, memudahkan
guru mempelajari kecakapan hidup lainnya, misalnya, kecakapan bersosialisasi, akademis,
dan vokasional. Guru IPA dituntut memiliki kecerdasan berpikir, agar mampu membantu
peserta didik dalam memecahkan masalah dalam pembelajaran IPA.
4.

Memiliki sikap mental positif

Guru IPA masa depan hendaknya memiliki sikap mental positif. Artinya, mempunyai
rasa tanggung jawab, disiplin, aktif, integritas, berjiwa besar, yakin dan penuh percaya diri,
suka tantangan dan kompetitif, menghargai waktu, memiliki komitmen, jujur, konsekuen,
memiliki determinasi dan pantang menyerah.
(http://satyaaris.blogspot.co.id/2015/02/masalah-pembelajaran-ipa.html)
IPA pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu: (1) sikap: rasa ingin tahu tentang benda,
fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru
yang dapat dipecahkanmelalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended; (2) proses: prosedur
pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis,
perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan; (3)
produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; dan (4) aplikasi: penerapan metode ilmiah dan
konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Empat unsur utama IPA ini seharusnya muncul dalam
pembelajaran IPA.
Pembelajaran IPA sebaiknya menggunakan metode discovery, metode pembelajaran yang
menekankan pola dasar: melakukan pengamatan, menginferensi, dan
mengomunikasikan/menyajikan. Pola dasar ini dapat dirinci dengan melakukan pengamatan
lanjutan (mengumpulkan data), menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Di dalam
pembelajaran IPA, peserta didik didorong untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan

informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama di dalam pikirannya, dan
merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Pandangan dasar tentang pembelajaran
adalah bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke peserta didik. Peserta
didik harus didorong untuk mengonstruksi pengetahuan di dalam pikirannya. Agar benar-benar
memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, peserta didik perlu didorong untuk bekerja
memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan bersusah payah dengan ideidenya.
Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan peserta didik
untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar peserta didik menjadi
sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi
peserta didik anak tangga yang membawa mereka ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan
catatan peserta didik sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut. Bagi peserta didik,
pembelajaran harus bergeser dari diberi tahu menjadi aktif mencari tahu. Peserta didik harus
didorong sebagai penemu dan pemilik ilmu, bukan sekedar pengguna atau penghafal
pengetahuan. Di dalam pembelajaran IPA, peserta didik membangun pengetahuan bagi dirinya.
Bagi peserta didik, pengetahuan yang ada di benaknya bersifat dinamis, berkembang dari
sederhana menuju kompleks, dari ruang lingkupdirinya dan di sekitarnya menuju ruang lingkup
yang lebih luas, dan dari yang bersifat konkrit menuju abstrak. Sebagai manusia yang sedang
berkembang, peserta didik telah, sedang, dan akan mengalami empat tahap perkembangan
intelektual, yakni sensori motor, pra-operasional, operasional konkrit, dan operasional formal.
Untuk peserta didik SMP, umumnya berada pada fase peralihan dari operasional konkrit menuju
operasional formal. Ini berarti, peserta didik SMP telah dapat diajak berpikir secara abstrak,
misalnya melakukan analisis, inferensi, menyimpulkan, menggunakan penalaran deduktif dan
induktif, dan lain-lain, namun seharusnya berangkat/dimulai dari situasi yang nyata dulu. Oleh
karena itu, kegiatan pengamatan dan percobaan memegang peran penting dalam pembelajaran
IPA, agar pembelajaran IPA tidak sekedar pembelajaran hafalan.
Fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerja sama
antarindividu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Jadi,
pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum
dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya.
Peran guru dalam pembelajaran adalah memberikan tugas menantang berupa permasalahan yang
harus dipecahkan peserta didik. Pada saat tugas itu diberikan, peserta didik belum menguasai cara
pemecahannya, namun dengan berdiskusi dengan temannya dan bantuan guru, tugas tersebut
dapat diselesaikan. Dengan menyelesaikan tugas tersebut, kemampuan-kemampuan dasar untuk
menyelesaikan tugas itu akan dikuasai peserta didik. Guru IPA harus memberikan kesempatan bagi
peserta didik untuk berdiskusi dan berbagai bentuk kerja sama lainnya untuk menyelesaikan tugas
itu. Selain itu, guru memberikan sejumlah besar bantuan kepada peserta didik selama tahap-tahap
awal pembelajaran. Selanjutnya peserta didik mengambil alih tanggung-jawab yang semakin besar
segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan yang diberikan guru tersebut dapat berupa
petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan,
memberikan contoh, atau apapun yang lain yang memungkinkan peserta didik tumbuh mandiri.
Sekali lagi, bantuan tersebut tidak bersifat memberitahu secara langsung tetapi mendorong
peserta didik untuk mencari tahu. Di dalam pembelajaran IPA, peserta didik didorong untuk
belajar melalui keterlibatan aktif dengan keterampilan-keterampilan, konsep-konsep, dan prinsipprinsip. Guru mendorong peserta didik untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan
kegiatan yang memungkinkan mereka menemukan konsep dan prinsip-prinsip untuk diri mereka
sendiri. Dengan kata lain, pembelajaran terjadi apabila peserta didik terlibat secara aktif dalam
menggunakan proses mentalnya agar mereka memperoleh pengalaman, sehingga memungkinkan
mereka untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip tersebut. Proses-proses mental itu
misalnya mengamati, menanya dan merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang
eksperimen,
melaksanakan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, serta
menyajikan hasil kerjanya. Guru IPA harus mampu memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran
kooperatif atau kolaboratif sehingga peserta didik mampu bekerjasama untuk menyelesaikan suatu
tugas atau memecahkan masalah tanpa takut salah.
Media dan sumber belajar lainnya digunakan guru untuk memberi bantuan peserta didik
melakukan eksplorasi dalam bentuk mengamati (observing), menghubung-hubungkan fenomena
(associating), menanya atau merumuskan masalah (questioning), dan melakukan percobaan
(experimenting) atau pengamatan lanjutan. Guru IPA seharusnya mampu membantu peserta didik
untuk menyiapkan penyajian pengetahuan dengan bantuan TIK. Pembelajaran IPA untuk tiap
materi pokok tertentu seharusnya diakhiri dengan tugas proyek. Guru IPA seharusnya mendorong,
membesarkan hati, memberi bantuan secukupnya, dan memfasilitasi peserta didik untuk mampu
melakukan tugas proyeknya, serta membuat laporan secara tertulis. Selanjutnya, guru
memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok dalam
bentuk presentasi lisan atau tertulis, pameran, turnamen, festival, atau ragam penyajian lainnya
yang dapat menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.

Perlu diketahui, bahwa KD IPA diorganisasikan ke dalam empat Kompetensi Inti (KI). Kompetensi
Inti (KI) 1 berkaitan dengan sikap diri terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kompetensi Inti (KI) 2
berkaitan dengan karakter diri dan sikap sosial. Kompetensi Inti (KI) 3 berisi KD tentang
pengetahuan terhadap materi ajar, sedangkan Kompetensi Inti (KI) 4 berisi KD tentang penyajian
pengetahuan. Kompetensi Inti (KI) 1, Kompetensi Inti (KI) 2, dan Kompetensi Inti (KI) 4 harus
dikembangkan dan ditumbuhkan melalui proses pembelajaran setiap materi pokok yang tercantum
dalam Kompetensi Inti (KI) 3. Kompetensi Inti (KI) 1 dan Kompetensi Inti (KI) 2 tidak diajarkan
langsung (direct teaching), tetapi indirect teaching pada setiap kegiatan pembelajaran.
Keterpaduan IPA SMP/MTs dalam pembelajaran diwujudkan dengan berbagai cara:
1. Kompetensi Dasar (KD) IPA telah mengarah pada pemaduan. Guru dapat mengimplementasikan
pemaduan lebih lanjut di kelas.
2. Di dalam Buku pegangan bagi peserta didik, pemaduan IPA dilakukan dengan merumuskan
tema-tema besar yang menjadi tempat pemaduan topik/subtopik IPA. Tema-tema tersebut adalah:
materi, sistem, perubahan, dan interaksi.
3. Pemaduan antar konsep dalam tema besar dilakukan secara connected, yakni suatu konsep atau
prinsip yang dibahas selanjutnya menggandeng prinsip, konsep, atau contoh dalam bidang lain.
Misalnya, saat mempelajari suhu, suhu tidak hanya berkaitan dengan benda-benda fisik, namun
dikaitkan dengan perilaku hewan terkait suhu.
Terakhir, seorang guru IPA yang baik adalah:
1. Menguasai bahan, terutama konsep-konsep yang akan diajarkan. Dalam hal ini guru harus dapat
mengembangkan diri dan mengikuti perkembangan IPA yang terjadi.
2. Bersikap kreatif dan aktif. Guru diharapkan selalu mengembangkan kreativitas secara aktif
dalam pelaksanaan pembelajaran, sehingga situasi belajar tidak membosankan dan monoton.
3. Rajin belajar dan dapat membangkitkan semangat belajar peserta didik.
(https://jeperis.wordpress.com/2013/11/13/pembelajaran-ipa-pada-kurikulum-2013/)

Anda mungkin juga menyukai