Anda di halaman 1dari 127

BAHAN KULIAH

AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN
BAGIAN II

OLEH
BADARUDDIN BASO DM, SE, MM
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MUHAMMADIYAH BONE

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah menyempurnakan untuk
kita agama ini dan mencukupkan untuk nikmat-Nya, serta
telah meridhoi islam sebagai agama kita. Shalawat dan
salam sejahtera semoga terlimpah kepada Muhammad
S.A.W, hamba dan RAsul-Nya yang sekaligus menyampaikan
peringatan keras terhadap sikap berlebihan (Ghuluw) bidah
dan maksiat. Semoga Shalawat dari Allah terlimpah kepada
beliau, kepada keluarga, dan sahabat, serta umat beliau
yang berjalan pada garis beliau dan mengikuti ajaran beliau
hingga hari kiamat.
Sebuah tulisan sederhana yang saya himpun dari beberapa
sumber, guna memenuhi bahan kajian untuk di pedomani
dan memaparkan materi kuliah Agama Islam dan
Kemuhammadiyaan Dua (AIK II) pada internal Sekolah Tinggi
Keguruan
dan
Ilmu
Pendidikan
(STKIP)
Bone
ini
dipersembahkan untuk semua yang ingin hari ini lebih baik
dari kemarin Insya Allah esok lebih baik dari hari ini.
Tulisan sederhana saya sajikan bukan sekedar untuk dikaji
sebagai kebenaran tetapi jauh dari itu semua, semoga
pemilik dan pembacanya dapat mengamalkan dan
menularkannya kepada orang lain. Akhirnya, terima kasih
saya ucapkan kepada teman-teman seperjuangan serta
kepada anak-anakku yang mau bersama dan melanjutkan
dawah islam, sehingga tercipta masyarakat islami dibumi,
Baldatun Thayyibatun Warrabun Ghafur Indonesia tercinta.

Penulis
Pembimbing Mata Kuliah AIK

STKIP Muhammadiyah Bone


i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................ii
BAB I IBADAH..........................................................................1
A.

Hakekat Ibadah.............................................................................1
1. Pengertian Ibadah......................................................................1
2. Ibadah Mahdhah & Ghairu Mahdhah..........................................2
3. Fungsi Ibadah.............................................................................4
4. Hikmah Ibadah...........................................................................6

B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Shalat............................................................................................ 7
Hakekat Shalat...........................................................................7
Mengapa Allah mewajibkan shalat?..........................................10
Tujuan dan fungsi shalat...........................................................11
Akhlak dalam shalat.................................................................14
Hikmah shalat..........................................................................19
Makna spiritual shalat..............................................................22
Ancaman bagi yang meninggalkan shalat................................23

1.
2.
3.
4.
5.

Puasa........................................................................................... 30
Hakikat puasa...........................................................................30
Mengapa Allah mewajibkan puasa ?.........................................34
Tujuan dan manfaat puasa.......................................................39
Makna spiritual puasa..............................................................40
Puasa dan pembentukan insan berkarakter.............................41

1.
2.

Ibadah Maliah..............................................................................44
Pengertian Ibadah Maliah.........................................................44
Macam-macam ibadah maliah..................................................44

1.
2.
3.

Haji..............................................................................................55
Hakekat Haji.............................................................................55
Rukun-rukun Haji......................................................................56
Hikmah melaksanakan ibadah Haji...........................................58

C.

D.

E.

BAB II AKHLAK.......................................................................60
A.

Pengertian Akhlak.......................................................................60

B.

Sumber Akhlak............................................................................61

C.

Budi pekerti.................................................................................61

D.

Karsa........................................................................................... 62

ii

E.

Perbedaan dan Persamaan antara Akhlak, Etika dan Moral.........63

F.

Pembagian Akhlak.......................................................................63

G.

Macam-macam Akhlak................................................................65

H.

Ruang lingkup Akhlak..................................................................68

BAB III MUAMALAT DALAM ISLAM............................................86


a.

Pandangan Islam Tentang Kehidupan Dunia................................86

b.

Makna Spiritual Tentang Hidup....................................................93

BAB IV ISLAM DAN PERSOALAN HIDUP DAN KERJA.................116


2.

Hakekat hidup dan kerja............................................................116

3.

Rahmat Allah Terhadap orang yang rajin bekerja......................118

4.

Akhlak dalam bekerja................................................................119

5.

Keharusan profesionalisme dalam bekerja................................120

iii

BAB I
IBADAH
A. Hakekat Ibadah
1. Pengertian Ibadah
Ibadah ( )secara etimologi berarti merendahkan diri
serta tunduk. Ibadah mempunyai banyak definisi,
tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi ibadah itu
antara lain;
a. Ibadah
ialah
taat
kepada
Allah
dengan
melaksanakan
perintah-perintah-Nya
yang
ditetapkan melalui para Rasul-Nya,
b. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah, yaitu
tingkatan ketundukan yang paling tinggi disertai
dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling
tinggi pula.
c. Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa
yang dicintai dan diridhai Allah, baik berupa ucapan
atau perbuatan, yang dzahir maupun bathin.
Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan
anggota badan. Rasa khauf (takut), raja (mengharap),
mahabbah
(cinta),
tawakkal
(ketergantungan),
raghbah (senang) dan rahbah (takut) adalah ibadah
qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan
shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah
qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi
macam-macam ibadah yang berkaitan dengan hati,
lisan dan badan.
Maka Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan
manusia, Allah SWT berfirman;














Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya
mereka
menyembah-Ku.
Aku
tidak
menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak
menghendaki supaya mereka memberi Aku makan.
Sesungguhnya Allah, Dia-lah Maha Pemberi rizki yang
mempunyai kekuatan lagi Sangat Kokoh. (QS. AdzDzariyat: 56-58)
Allah memberitahukan, tujuan penciptaan jin dan
manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah
kepada Allah. Dan Allah Maha Kaya, tidak
membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah
yang membutuhkan-Nya. Karena ketergantungan
mereka kepada Allah, maka mereka menyembah-Nya
sesuai dengan aturanNya.
Adapun definisi ibadah dalam bahasa Arab
berarti kehinaan atau ketundukan. Dalam terminology,
ibadah diartikan sebagai sesuatu yang diperintahkan
AllahSWT, bukan karena adanya keberlangsungan
tradisi sebelumnya, juga bukan karena tuntutan logika,
atau akal manusia.
Maka,
ruang lingkup ibadah adalah seluruh aktifitas manusia
yang diniatkan semata-mata untuk mencari ridha Allah
SWT.
2. Ibadah Mahdhah & Ghairu Mahdhah
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi
menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang
berbeda antara satu dengan lainnya;
a. Ibadah
Mahdhah, (ibadah
Khas)
artinya
penghambaan yang murni hanya merupakan
hubungan antara hamba dengan Allah secara
langsung. Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip:
2

1) Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil


perintah, baik dari al-Quran maupun al- Sunnah
al-Maqbulah, jadi merupakan otoritas wahyu,
tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika
keberadaannya.
2) Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul
saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah
adalah untuk memberi contoh:
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali
untuk ditaati dengan izin Allah(QS. 4: 64).
Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada
kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang,
maka tinggalkanlah( QS. 59: 7).
Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka
tata caranya, Nabi bersabda: Shalatlah kamu
seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari
padaku tata cara haji kamu
Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil
perintah atau tidak sesuai dengan praktek Rasul
saw., maka dikategorikan Muhdatsatul umur
perkara
meng-ada-ada,
yang
populer
disebutbidah: Sabda Nabi saw.:
Salah satu penyebab hancurnya agama-agama
yang dibawa sebelum Muhammad saw. adalah
karena kebanyakan kaumnya menyalahi perintah
Rasul-rasul mereka:
3) Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal),
artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika,
karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah
wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia
dibaliknya yang disebut hikmah. Shalat, adzan,
tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya,
keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti
atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai
dengan ketentuan atau tidak. Atas dasar ini,
maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang
ketat.
3

4) Azasnya
taat, yang
dituntut
dalam
melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau
ketaatan. Maka wajib meyakini bahwa apa yang
diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata
untuk kepentingan dan kebahagiaan, bukan
untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus
Rasul adalah untuk dipatuhi: Jenis ibadah yang
termasuk mahdhah, adalah : Wudhu, Tayammum,
Mandi hadats, Adzan, Iqamat, Shalat, Membaca
al-Quran,
Itikaf,
Puasa,
Haji
dan
Umrah, Mengurus Janazah
b. Ibadah Ghairu Mahdhah, (ibadah Am) (tidak murni
semata hubungan dengan Allah) yaitu ibadah yang
di samping sebagai hubungan hamba dengan Allah
juga merupakan hubungan atau interaksi antara
hamba dengan makhluk lainnya. Prinsip-prinsip
dalam ibadah ini, ada 4:
1) Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil
yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak
melarang maka ibadah bentuk ini boleh diseleng
garakan.
2) Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh
Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk umum ini
tidak dikenal istilah bidah.
3) Bersifat rasional,
ibadah bentuk ini baikburuknya,
atau
untung-ruginya,
manfaat
ataumadharatnya, dapat ditentukan oleh akal
atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat,
buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak
boleh dilaksanakan.
4) Azasnya Manfaat, selama itu bermanfaat, maka
selama itu boleh dilakukan.
3. Fungsi Ibadah
Setiap muslim tidak hanya dituntut untuk beriman,
tetapi juga dituntut untuk beramal sholeh. Karena
Islam adalah agama amal, bukan hanya keyakinan. Ia
4

tidak hanya terpaku pada keimanan semata,


melainkan juga pada amal perbuatan yang nyata.
Islam adalah agama yang dinamis dan menyeluruh.
Dalam Islam, Keimanan harus diwujudkan dalam
bentuk amal yang nyata, yaitu amal sholeh yang
dilakukan karena Allah. Ibadah dalam Islam tidak
hanya bertujuan untuk mewujudkan hubungan antara
manusia dengan Tuhannya, tetapi juga untuk
mewujudkan hubungan antar sesama manusia. Islam
mendorong manusia untuk beribadah kepada Allah
SWT dalam semua aspek kehidupan dan aktifitas. Baik
sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari
masyarakat. Ada tiga aspek fungsi ibadah dalam Islam
yaitu;
a. Mewujudkan hubungan antara hamba dengan
Tuhannya.
Mewujudkan hubungan antara manusia dengan
Tuhannya dapat dilakukan melalui muqarabah
dan khudlu. Orang yang beriman dirinya akan
selalu merasa diawasi oleh Allah. Ia akan selalu
berupaya menyesuaikan segala perilakunya dengan
ketentuan Allah SWT. Dengan sikap itu seseorang
muslim tidak akan melupakan kewajibannya untuk
beribadah, bertaubat, serta menyandarkan segala
kebutuhannya pada pertolongan Allah SWT.
Demikianlah ikrar seorang muslim seperti tertera
dalam Al-Quran surat Al-Fatihah ayat 5
Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya
kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.
Atas landasan itulah manusia akan terbebas dari
penghambaan terhadap manusia, harta benda dan
hawa nafsu.
b. Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat
akan kewajibannya
Dengan sikap ini, setiap manusia tidak akan lupa
bahwa dia adalah anggota masyarakat yang
5

mempunyai hak dan kewajiban untuk menerima


dan memberi nasihat. Oleh karena itu, banyak ayat
Al-Qur'an ketika berbicara tentang fungsi ibadah
menyebutkan juga dampaknya terhadap kehidupan
pribadi dan masyarakat. Melatih diri untuk
berdisiplin
Adalah suatu kenyataan bahwa segala bentuk
ibadah menuntut kita untuk berdisiplin. Kenyataan
itu dapat dilihat dengan jelas dalam pelaksanaan
shalat, mulai dari wudhu, ketentuan waktunya,
berdiri, ruku, sujud dan aturan-aturan lainnya,
mengajarkan kita untuk berdisiplin. Apabila kita
menganiaya sesama muslim, menyakiti manusia
baik dengan perkataan maupun perbuatan, tidak
mau membantu kesulitan sesama manusia,
menumpuk harta dan tidak menyalurkannya kepada
yang berhak. Tidak mau melakukan amar ma'ruf
nahi munkar, maka ibadahnya tidak bermanfaat
dan tidak bisa menyelamatkannya dari siksa Allah
SWT.
4. Hikmah Ibadah
a. Tidak
Syirik. Seorang
hamba
yang
sudah
berketetapan hati untuk senantiasa beribadah
menyembah
kepada
Nya,
maka
ia
harus
meninggalkan segala bentuk syirik. Ia telah
mengetahui segala sifat-sifat yang dimiliki Nya
adalah lebih besar dari segala yang ada, sehingga
tidak ada wujud lain yang dapat mengungguli-Nya.
b. Memiliki ketakwaan. Ketakwaan yang dilandasi cinta
timbul karena ibadah yang dilakukan manusia
setelah merasakan kemurahan dan keindahan Allah
SWT. Setelah manusia melihat kemurahan dan
keindahan Nya munculah dorongan untuk beribadah
kepada Nya. Sedangkan ketakwaan yang dilandasi
rasa takut timbul karena manusia menjalankan
6

ibadah dianggap sebagai suatu kewajiban bukan


sebagai kebutuhan. Ketika manusia menjalankan
ibadah sebagai suatu kewajiban adakalanya muncul
ketidak ikhlasan, terpaksa dan ketakutan akan
balasan
dari
pelanggaran
karena
tidak
menjalankankewajiban.
c. Terhindar dari kemaksiatan. Ibadah memiliki daya
pensucian yang kuat sehingga dapat menjadi
tameng dari pengaruh kemaksiatan, tetapi keadaan
ini hanya bisa dikuasai jika ibadah yang dilakukan
berkualitas. Ibadah ibarat sebuah baju yang harus
selaludipakai dimanapun manusia berada.
Berjiwa sosial, ibadah menjadikan seorang hamba
menjadi lebih peka dengan keadaan lingkungan
disekitarnya, karena dia mendapat pengalaman
langsung
dari
ibadah
yang
dikerjakannya.
Sebagaimana ketika melakukan ibadah puasa, ia
merasakan rasanya lapar yang biasa dirasakan
orang-orang
yang
kekurangan.
Sehingga
mendorong hamba tersebut lebih memperhatikan
orang lain.
d. Tidak kikir. Harta yang dimiliki manusia pada
dasarnya bukan miliknya tetapi milik Allah SWT
yang seharusnya diperuntukan untuk kemaslahatan
umat. Tetapi karena kecintaan manusia yang begita
besar terhadap keduniawian menjadikan dia lupa
dan kikir akan hartanya. Berbeda dengan hamba
yang mencintai Allah SWT, senantiasa dawam
menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT, ia
menyadari bahwa miliknya adalah bukan haknya
tetapi ia hanya memanfaatkan untuk keperluanya
semata-mata sebagai bekal di akhirat yang
diwujudkan dalam bentuk pengorbanan harta untuk
keperluan umat.
B. Shalat
1. Hakekat Shalat
7

Berdasarkan berbagai keterangan dalam Kitab Suci


dan Hadits Nabi, dapatlah dikatakan bahwa shalat
adalah kewajiban peribadatan (formal) yang paling
penting dalam sistem keagamaan Islam. Kitab Suci
banyak memuat perintah agar kita menegakkan shalat
(iqamat al-shalah, yakni menjalankannya dengan
penuh kesungguhan), dan menggambarkan bahwa
kebahagiaan kaum beriman adalah pertama-tama
karena shalatnya yang dilakukan dengan penuh
kekhusyukan.
Sebuah
hadits
Nabi
saw.
menegaskan,"Yang pertama kali akan diperhitungkan
tentang seorang hamba pada hari Kiamat ialah shalat:
jika baik, maka baik pulalah seluruh amalnya; dan jika
rusak, maka rusak pulalah seluruh amalnya." Dan
sabda beliau lagi,"Pangkal segala perkara ialah alIslam (sikap pasrah kepada Allah),tiang penyangganya
shalat, dan puncak tertingginya ialah perjuangan di
jalan Allah."
Karena demikian banyaknya penegasan-penegasan
tentang pentingnya shalat yang kita dapatkan dalam
sumber-sumber
agama,
tentu
sepatutnya
kita
memahami makna shalat itu sebaik mungkin.
Berdasarkan berbagai penegasan itu, dapat ditarik
kesimpulan bahwa agaknya shalat merupakan "kapsul"
keseluruhan ajaran dan tujuan agama, yang di
dalamnya termuat ekstrak atau sari pati semua bahan
ajaran dan tujuan keagamaan. Dalam shalat itu kita
mendapatkan keinsyafan akan tujuan akhir hidup kita,
yaitu penghambaan diri ('ibadah) kepada Allah, Tuhan
Yang Maha Esa, dan melalui shalat itu kita memperoleh
pendidikan pengikatan pribadi atau komitmen kepada
nilai-nilai hidup yang luhur. Dalam perkataan lain,
nampak pada kita bahwa shalat mempunyai dua
makna sekaligus: makna intrinsik, sebagai tujuan pada
8

dirinya sendiri dan makna instrumental,


sarana pendidikan ke arah nilai-nilai luhur.

sebagai

Hakikat shalat adalah menghadapkan hati dan jiwa


kepada Allah dengan cara yang dapat mendatangkan
perasaan takut dan cinta kepada-Nya, serta
menumbuhkan dalam jiwa akan kebesaran-Nya.
Sedangkan jiwa shalat adalah menghadap Allah
dengan khusyu, ikhlas dan kesadaran hati baik dalam
berdzikir maupun memuji.
Shalat menurut istilah adalah doa. Sedangkan
menurut syara adalah suatu ucapan-ucapan dan
amalan-amalan yang khusus dimulai dari takbiratul
ihram dan diakhiri dengan salam. Ibadah shalat adalah
kewajiban bagi orang-orang yang beriman dengan
waktu yang telah ditentukan. Hal ini tercantum dalam
al-Quran surat An- Nisa ayat 103 yang artinya
apabila kamu telah menyelesaikan shalat, maka
ingatlah kepada Allah saat kamu berdiri, waktu
duduk dan ketika bernaring. Kemudian jika kamu
telah merasa aman, laksanakanlah shalat itu
(sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu
diwajibkan kepada orang-orang mukmin dengan waktu
yang telah ditentukan
Shalat juga dapat menentramkan jiwa dalam hal ini
terungkap dalam al-Quran surat At-Taubah: 103
Sesungguhnya
doa
(shalat)
mu
itu
dapat
menumbuhkan ketentraman jiwa bagi ereka. Allah
Maha mendengar Maha mengetahui
Adapun ketentuan shalat adalah sebagai berikut:
a. Syarat wajib shalat
1) Syarat wajib shalat yaitu:
2) Islam
3) Baligh/ dewasa
9

4) Berakal
b. Adapun syarat sahnya shalat adalah
1) Suci badan dari hadas dan najis
2) Suci pakaian dan tempat shalat dari najis
3) Menutup aurat
4) Sudah masuk waktu shalat
5) Menghadap kiblat
c. Rukun shalat adalah:
1) Niat
2) Takbiratul Ihram
3) Berdiri tegak
4) Membaca surah al- fatihah pada setiap rakaat
5) Ruku
6) Itidal
7) Sujud
8) Duduk antara dua sujud
9) Duduk tasyahud akhir
10)Membaca doa tasyahud akhir
11)Membaca shalawat Nabi Saw
12)Salam
13)Tertib
d. Tata cara shalat
1) Berdiri
2) Takbiratul ihram (sambil mengangkat kedua
tangan)
3) Doa iftitah
4) Membaca al-fatihah
5) Membaca surah salah satu dari al-quran
6) Ruku dengan tumakninah
7) Itidal (seraya mengucap samiallahu liman
hamidah)
8) Sujud dengan tumaninah
9) Duduk antara dua sujud dengan tumaninah
10)Sujud ke dua dengan tumaninah
11)Tahiyat akhir dan membaca Tasyahud
12)Mengucap Salam sambil menoleh ke kanan
kemudian kiri
10

2. Mengapa Allah mewajibkan shalat?


Sesungguhnya Allah Swt adalah Tuhan yang maha
Rahman dan maha rohim,yang maha tahu akan segala
apa yang ada di bumi, sehingga setiap apapun yang
diperintahkan dan dilarang olehnya benar benar
menunjukan kasih sayang dan cintanya kepada setiap
mahluk di muka bumi.
Allah Swt berfirman dalam surat Al-kautsar ayat 2,
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan
berkorbanlah. Ayat tersebut menunjukan betapa
pentingnya menjalankan ibadah yang satu ini, bahkan
Allah mengancam manusia yang lalai dalam
mengerjakan sholat dengan ancaman yang keras
dalam surat al-maun ayat 4-5 maka kecelakaanlah
bagi orang-orang yang sholat yaitu orang-orang yang
lalai dengan sholatnya.
Apa sebenarrnya yang terkandung dalam sholat
sehingga Allah Swt begitu memerintahkannya bahkan
mengancam orang-orang yang lalai dengan ancaman
yang keras apalagi orang yang meninggalkannya.Allah
Swt memerintahkan untuk sholat sebagai pembeda
antara yang mumin dan yang kafir, selain itu sholat
juga ibadah yang membuat kita lebih dekat dengan
Allah, dalam sebuah hadits qudsy dikatakan
kedekatan seorang hamba kepada-ku,seperti sesuatu
yang aku fardukan (wajibkan ) padanya.dantidak hentihentinya seorang hamba mendekatkan diri kepadaku
dengan
amalan-amalan
sunat
,sehingga
aku
mencintainya,maka aku menjadi telinga yang ia
pergunakan untuk mendengar,menjadi mata yang ia
pergunakan untuk melihat.jika ia meminta padaku
sungguh aku akan memberinya dan bila ia berdoa
kepadaku niscaya aku akan mengabulkan.
3. Tujuan dan fungsi shalat
Semua perbuatan yang diperintahkan Allah untuk
dikerjakan hamba-Nya, pasti memiliki fungsi dan
11

peranan yang penting serta tujuan, termasuk di


dalamnya perintah ibadah shalat. Adapun mengenai
fungsi, peran dan tujuan shalat, diantaranya sbb.:
a. Agar tergolong orang yang bertaqwa.
Ini sangat urgen, karena dengan menjalankan
shalat, dia masuk kategori orang taqwa. Al Quran
surat al-Baqarah 2-3 menyebutkan yang artinya:
Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya;
(sebagai) petunjuk bagi mereka yang bertaqwa;
(yakni) mereka yang beriman kepada yang ghaib,
yang
mendirikan
shalat
dan
menafkahkan
sebahagian
rezki
yang
Kami
anugerahkan
kepada mereka
b. Untuk mencegah timbulnya perbuatan keji dan
munkar.
Dasarya adalah Al Quran surat Al Ankabut 45 yang
artinya: Sesungguhnya shalat itu mencegah
pemuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya
dzikrullah itu paling besar. Dan Allah Mengetahui
apa yang kamu perbuat (QS. Al-Ankabut [29] : 45)
c. Agar bisa meraih keberuntungan yang besar, yakni
sorga.
Al Quran surat Al-Muminun 1-2 menyebutkan yang
artinya : Sungguh beruntung orang-orang yang
beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam
shalatnya.
Barang siapa mengerjakannya, tak ada sesuatu
yang
disia-siakannya
karena
merendahkan
kedudukannya, maka adalah baginya di sisi Allah
suatu janji akan dimasukkannya ke dalam sorga.
( Sayyid Sabiq).
Ayat itu dikuatkan dengan sebuah hadits dari
sahabat
Ubbadah
bahwa
Rasulullah
SAW
bersabda : Lima shalat telah diwajibkan Allah
12

terhadap
hamba-hamba-Nya.
Barang
siapa
meninggalkan kewajiban shalat dengan sengaja,
sungguh ia benar-benar telah kafir. (H.R. Ibnu
Hibban).
d. Agar terhindar
kepedihannya.

dari

neraka

dengan

segala

Al Quran surat Al Muddatstsir 42-43 menyebutkan


yang artinya : Apakah yang memasukkan kalian ke
dalam Saqar (neraka)? Mereka menjawab: Kami
dahulu
tidak
termasuk
orang-orang
yang
mengerjakan shalat
e. Agar terhindar dari predikat Kafir.
Sebuah hadits menyebutkan : Perjanjian antara
kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat,
karenanya barangsiapa yang meninggalkannya
maka sungguh dia telah kafir. (HR. At-Tirmizi)
f. Agar segala amal kebaikannya diterima Allah SWT
Hal ini karena Allah tidak sudi menerima amal saleh
dari mereka yang meninggalkan shalat. Sebuah
hadits riwayat Ath Thabrani menyebutkan yang
artinya : Yang pertama kali dihisab dari seorang
hamba pada hari qiamat, shalatnya, maka jika
shalatnya baik, baik pula (diterima) semua amal
kebaikannya yang lain, tetapi jika shalatnya rusak,
rusak pula (ditolak) semua kebaikannya yang lain.
g. Untuk Memperoleh 5 Karunia Besar
Dengan melaksanakan shalat dan menjaganya
dengan baik, sejak dari menjaga waktu, kesucian,
keikhlasan hingga kekhusyuannya, maka seseorang
akan memperoleh lima hadiah yang amat
menggembirakan baginya dunia akherat.
h. Agar Tubuh Tetap Sehat

13

Ditinjau dari segi kesehatan, gerakan-gerakan


shalat ternyata masing-masing membawa dampak
positif terhadap kesehatan bagi pelakunya.
Prof.Dr.H.A.Saboe
dalam
bukunya
Hikmah
Kesehatan dalam Shalat telah menguraikan
paniang lebar pendapat-pendapat para ahli
kesehatan dan masing masing gerakan.
Ketika sujud, posisi kepala berada di bawah,
sehingga sirkulasi darah banyak masuk ke otak. Ini
penting. karena orang yang otaknya tidak dialiri
darah sedetik saja, orang itu bisa pingsan, bahkan
bisa mati.
Dengan bersujud, dinding urat nadi otak dilatih dan
dibiasakan menerima aliran darah relatif lebih
banyak dari biasanya, sehingga kematian tiba-tiba
yang disebabkan oleh pecahnya urat-urat nadi otak
gara-gara kemasukan darah lebih banyak secara
tiba-tiba misalnya ketika marah berat, itu bisa
dihindarkan, karena sudah terlatih.
Hikmah lainnya, ketika bangkit dari sujud,di mana
tangan diletakkan di sebelah kanan kiri lutut,
hampir seluruh berat badan terpikul oleh otot-otot
kedua tangan, dengan melibatkan otot-otot bahu,
otot-otot dada, otot-otot perut, otot-otot punggung
otot-otot leher dan otot-otot jari tangan.
Semua otot-otot itu akan berkontraksi yang
menjadikan otot-otot tadi menjadi lebih besar dan
lebih kuat, sedang kan urat-urat darah pembuluh
nadi dan pembuluh darah balik serta urat-urat
getah bening akan terurut, sehingga peredaran
darah dan lympha menjadi lancar. Di mana hal ini
amat
membantu
pekerjaan
jantung
dan
mengerutnya dinding pembuluh darah. Dan
seterusnya.

14

i. Dengan shalat, kita bisa berkomunikasi langsung


dengan Allah
Melalui shalat inilah manusia menghadapkan diri
kepada Sang Pencipta dengan mengungkapkan
pernyataan sumpah setianya, mengingat dan
memuji Allah dan memohon atas segala hajat yang
dibutuhkan. Untuk itu dibutuhkan kesungguhan
(kekhusyuan) hati, bukan hanya sekedar menghafal
doa-doa.
j. Agar Kita Menjadi Orang Disiplin.
Rasul SAW telah memberikan contoh bagaimana
seseorang mela kukan shalat, dengan sabdanya :
Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku
shalat. (HR. Bukhari Muslim ). Di sini Rasul
mendidik ummatnya untuk berdisiplin, sejak disiplin
waktu, sampai dengan sikap hati pada setiap
melakukan shalat.
k. Didalam Shalat Berjamaah Terkandung Falsafah
Kepemimpinan yang Tinggi
Betapa banyak falsafah kepemimpinan
terkandung di dalamnya, misalnya :

yang

1) Menentukan siapa yang pantas dijadikan imam


(pemimpin).
2) Sebelum shalat dimulai imam perlu menata shaf.
3) Imam agar membaca ayat disesuaikan dengan
jamaah, barangkali ada yang tidak kuat berdiri
lama, atau memiliki kesibukan lain.
4) Mamum harus mengikuti imam dalam segala
gerakan
5) Bila imamnya salah, hendaknya diingatkan oleh
mamum dengan cara bijak, cukup dengan
mengucapkan Subhanallah.
4. Akhlak dalam shalat
15

Berbicara soal pendidikan, sama halnya membicarakan


tentang kehidupan sebab pendidikan merupakan
proses yang dilakukan oleh setiap individu menuju
kearah yang lebih baik sesuai dengan potensi
kemanusiaannya, proses yang akan dilakukan itu akan
berhenti ketika roh dan jasad telah berpisah. Dalam
ajaran Islam setiap orang wajib untuk mendapatkan
pendidikan,
dengan
pendidikan
manusia dapat membedakan baik buruknya sesuatu
dan
pendidikan
itu
juga
akan
memberikan
perkembangan dan perubahan pola hidup manusia
kearah yang lebih baik, tentunya pendidikan yang
dilaksanakan diharapkan adalah dalam rangka
beribadah kepada Allah SWT.
Seperti halnya dalam sholat selain salah satu dari
rukun Islam yang wajib dikerjakan oleh umat Islam dari
dulu
sampai
sekarang,
para
ulama
sepakat
bahwasanya sholat 5 waktu itu adalah wajib, hal ini
berdasarkan
firman
Allah
SWT
yang
artinya
Dirikanlah sholat dantunaikanlah zakat, dan banyak
hadits-hadits yang menjelaskan tentang sholat, dalam
sholat terkandung nilai-nilai pendidikan.
Adapun nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung
dalam gerakan sholat diantaranya
a. Gerakan berdiri
Berdiri ketika melaksanakan sholat adalah lambang
masa kejayaan, masa yang sangat membahagiakan
karena bisa berkarir dan memiliki segalanya seperti;
uang, jabatan, harta benda yang melimpah dan
lain-lain. Atas anugerah nikmat inilah maka sudah
sewajarnya manusia harus memiliki sifat syukur
kepada Allah, mensyukuri nikmat dapat dilakukan
dengan hati, mulut, atau anggota badan lainnya.
Syukur dengan hati yakni; niat melakukan kebaikan
untuk semua makhluk, dan syukur dengan mulut
yakni mengucapkan Hamdalah serta senantiasa
16

lisan memuji Allah, berzikir, berdoa dan bertasbih


kepada-Nya, sedangkan syukur dengan anggota
badan itu hanya untuk ketaatan kepada Allah SWT
serta tidak untuk maksiat. (Imam Muksibin, 2007, h.
5-6). Dengan demikian gerakan berdiri ketika sholat
diharapkan dapat member pengajaran kepada umat
Islam agar menghindari diri dari sifat tidak
bersyukur.
b. Gerakan Takbir
Imam Bukhari berpendapat bahwa sholat yang
benar adalah mengangkat keduatangan terlebih
dahulu kemudian takbir (mengucapkan Allahu
Akbar), mengangkat tangan adalah cara untuk
menghilangkan sifat-sifat agung untuk selain Allah,
sedangkan takbir adalah menegaskan keagungan
Allah SWT. (SyafiI Jalal Muhamad, 2006, h.69).
Bacaan takbir disertai dengan gerakan mengangkat
kedua tangan ketika shalatmerupakan salah satu
tanda penghormatan kepada Allah SWT, karena
biasanya
kalausesama
manusia
simbol
penghormataan itu cukup dengan mengangkat satu
tangan sajaakan tetapi berbeda halnya ketika shalat
seseorang
harus
ikhlas
mengangkat
kedua
belahtangan ini menandakan bahwa seseorang itu
harus menunjukkan sikap hormat yang lebihpada
sang pencipta. Gerakan takbir memberikan
pengajaran bahwa sikap salingmenghormati antar
sesama.
c. Gerakan berseekap/meletakkan tangan didada.
Para ulama mengatakan meletakkan kedua tangan
didada adalah salah satu caramendapatkan
kekhusukan (ketenangan) ketika shalat. Shalat
merupakan cara untukmenjadikan hati tenang dan
ketentraman seabagimana firman Allah :

17

Artinya : Yaitu orang-orang yang bermain dan


mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah,
ingatlah, hanya dengan mengingat Allah. hati
menjadi tentram (Q.S.Ar. Rad : 28)
Saat berdiri bersedekap menunjukkan simbol
kekhusukan, memberi pengajaran kepadaumat
Islam agar mempunyai sifat tenang (tidak mudah
stress) dan memberikan pengajaran supaya tidak
tergesa-gesa ketika bertindak.
d. Gerakan Ruku
Posisi ruku adalah posisi tengah-tengah antara
berdiri tegak dengan sujud. Bila posisi tegak
melambangkan kejayaan (dewasa), mara posisi
ruku melambangkan masa-masa umur setengah
baya, sedangkan sujud mengandung makna umur
telah uzur (tua renta), semua sikap dan gerakan
shalat seakan-akan menggambarkan perjalanan
hidup dan masa dewasa disusul dengan usia
setegah baya kemudian memasuki usia senja dan
diakhir dengan salam berarti meninggalkan dunia.
Keseimbangan posisi tubuh dalam gerakan ruku
dihadapkan dapat memberikan pengajaran kepada
umat Islam agar selalu istiqomah, sabar dan tidak
mudah putus asa menghadapi berbagai cobaan
yang diberikan oleh Allah SWT.
e. Gerakan Itidal
Sikap Itidal artinya adalah berprilaku sedang
artinya tidak berlebihan baik dalam makan, minum,
berpakaian dan berbelanja. Sebagaimana firman
Allah SWT :
Artinya : Sesungguhnya pemboros-pemboros itu
adalah saudara syetan dan syetan itu adalah sangat
ingkar kepada Tuhannya (Q.S.Al.Isra:27)
Dengan demikian gerakan itidal mengajarkan
kepada kita agar terhindar dari sifatberlebihan
18

dalam sesuatu karena sifat berlebihan itu akan


banyak memberikan mudharat.
f. Gerakan Sujud
Sujud adalah kondisi terbaik manusia dihadapkan
Allah. Sujud adalah jalan untuk mendekatkan diri
kepada Allah, derajat tertinggi penyembahan sebab
manusia meletakan anggota tubuh yang tertinggi
yaitu kening di atas tanah dan menampakan
kehinaan dan kelemahan dihadapan Allah Yang
Maha Mulia lagi Maha Kuasa (Qiraati, h.155-156).
Gerakan sujud ini melambangkan ketidakmampuan
manusia dihadapan Tuhannya.Karena wajah yang
dikagumi
setiap
bercermin
sebagai
simbol
kemuliaan harus pasrah
disatukan dengan tanah, lambing kehinaan karena
letaknya di bawah sejajar dengan kaki.(Wratsongko,
h.23).
Gerakan sujud dapat mengurangi tekanan darah
tinggi, menghilangkan egoisme, dankesombongan
meningkatkan kesabaran dan kepercayaan kepada
Allah. Menaikankestabilan rohani dan menghasilkan
energi batin yang tinggi diseluruh tubuh. Faktur
inimenunjukkan ketundukan dan kerendahan hati
yang tinggi. (Haryanto, h.70).
g. Gerakan Duduk Diantara Dua Sujud
Gerakan duduk diantara dua sujud merupakan salah
satu bentuk ketaatan dan bukti rasa cinta kepada
Allah
karena
seseorang
mengaku
akan
kelemahannya yaitu duduk bersimpuh tidak
berdaya dihadapan Allah.
h. Gerakan Duduk Tasyahud Awal dan Tasyahud Akhir
Gerakan duduk tasyahud awal dan duduk tasyahud
akhir, posisi kaki kanan ditegakkan dan diletakkan
diatas kaki kiri, hal ini merupakan tanda bahwa
19

anggota tubuh bagian kanan lebih kuat dan mulia


dari pada anggota tubuh bagian kiri. (Syafii, h.165166).
Posisi ini memberikan pengajaran kepada kita
bahwa anggota tubuh bagian kanan lebih mulia dan
lebih sesuai untuk melakukan perbuatan yang baik.
Apabila
seseorangmemberikan
sesuatu
atau
menolong orang lain dengan tangan kiri menurut
pandangan tidak mempunyai tatacara atau etika,
walaupun
secara
hukum
tidak
ada
dalil
yangmengharamkan memberi atau menolong
menggunakan tangan kiri.
i. Gerakan Salam
Di dalam sholat diakhiri dengan salam sambil
menoleh ke kanan dan ke kiri mengandung arti
seolah-olah seseorang berjanji dihadapan Allah
bahwa bersedia untuk selalu melakukan sesuatu
yang membuat keselamatan, kedamaian, dan
ketenteraman terhadap orang lain dan lingkungan
termpat dimanapun berada. (Sayuti, h.99).
Gerakan salam yang dilakukan menoleh ke kanan
dan
ke
kiri,
pada
saat mengakhiri
sholat
memberikan pengajaran kepada umat Islam untuk
senantiasa menumbuhkan
rasa
saling
peduli
terhadap orang yang membutuhkan bantuan dan
bisa membuat keselamatan.
5. Hikmah shalat
Sebagian hikmah disyariatkannya shalat adalah bahwa
shalat
itu
dapat
membersihkan
jiwa,
dapat
menyucikannya, dan menjadikan seorang hamba layak
bermunajat kepada Allah Subhanahu Wa Taala di
dunia dan berada dekat dengan-Nya di surga. Bahkan
shalat jugadapat mencegah pelakunya dari perbuatan
keji dan mungkar.
Allah Subhanahu Wa Taala berfirman:
20

...Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu


mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar... (Al-Ankabut: 45).
Shalat merupakan ibadah yang penting dan utama
bagi umat Islam. Begitu pentingnya shalat sehingga
untuk memberikan perintah shalat Allah berkenan
memanggil sendiri Rasulullah SAW untuk menghadapNya secara langsung. Sedangkan untuk perintahperintah Allah yang lain selalu disampaikan kepada
Rasulullah melalui perantaraan malaikat Jibril. Karena
shalat merupakan ibadah yang terpenting bagi
kehidupan umat, maka tentulah banyak mengandung
hikmah baik ditinjau secara moral (rohani) maupun
fisik (jasmani).
Shalat merupakan benteng hidup kita agar jangan
sampai terjerumus ke dalam perbuatan keji dan
munkar. Hal ini tampak jelas dalam firman Allah SWT :
"Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatanperbuatan) keji dan munkar"(QS. Al Ankabut 45)
Shalat yang khusu mewujudkan suatu ibadah yang
benar-benar ikhlas, pasrah terhadap zat Yang Maha
Suci dan Maha Mulia. Di dalam shalat tersebut kita
meminta segala sesuatu dari-Nya, memohon petunjuk
untuk mendapatkan jalan yang lurus, mendapat
limpahan rahmat, rizki, barokah dan pahala dari-Nya.
Oleh karena itu orang yang shalatnya khusu dan
ikhlas karena Allah SWT akan selalu merasa dekat
kepada-Nya dan tidak akan menghambakan diri, tidak
akan menjadikan panutan selain daripada Allah SWT.
Dengan kata lain segala sesuatu yang dilakukan
hanyalah karena Allah dan hanya untuk mendapatkan
ridlo dari Allah. Maka pantaslah jika Allah berfirman :
"Sesungguhnya
beruntunglah
orang-orang
yang
beriman (yaitu) orang-orang yang khusu dalam
sembahyangnya"(QS. Al Muminuun 1-2)
21

Disamping itu shalat juga membersihkan jiwa dari


sifat-sifat yang buruk, khususnya cara-cara hidup yang
materialis yang menjadikan urusan duniawi lebih
penting dari segala-galanya termasuk ibadah kepada
Allah. Kebersihan dan kesucian jiwa ini digambarkan
dalam sebuah hadits :
"Jikalau di pintu seseorang diantara kamu ada sebuah
sungai dimana ia mandi lima kali, maka apakah akan
tinggal lagi kotorannya (yang melekat pada
tubuhnya) ? Bersabda Rasulullah saw : Yang demikian
itu serupa dengan shalat lima waktu yang (mana)
Allah dengannya (shalat itu) dihapuskan semua
kesalahan."(HR. Abu Daud)
Yang dimaksud kesalahan disini adalah yang berupa
dosa-dosa kecil, sedangkan yang berupa dosa besar
tetap wajib dengan bertaubat kepada Allah.
Jadi pada hakekatnya shalat itu mendidik jiwa kita agar
terhindar dari sifat-sifat takabur, sombong, tinggi hati,
dan sebagainya, serta mengarahkan kita agar selalu
tawakal dan berserah diri kepada Allah SWT. Hal ini
karena pada dasarnya manusia selalu berkeluh kesah
apabila ditimpa kesusahan dan bersifat kikir apabila
mendapat kebaikan, ini sesuai dengan salah satu
firman Allah :
"Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh
kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan, maka ia
berkeluh kesah dan apabila ia mendapat kebaikan ia
amat
kikir
kecuali
orang-orang
yang
mengerjakan shalat,
yang
mereka
itu
tetap
mengerjakan shalatnya" (QS. Al Maaarij)
Apabila kita mendapat suatu musibah maupun
kesulitan, maka kita harus memohon pertolongan
kepada Allah dengan mengerjakan shalat dan bersabar
serta tawakal.

22

"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan


sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat,
kecuali bagi orang-orang yang khusu." (QS. Al
Baqarah 45)
"Hai orang-orang beriman, jadikanlah sabar dan shalat
sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar."(QS. Al Baqarah 153)
Di dalam salah satu firman-Nya Allah juga menegaskan
nilai positif dari shalat :
"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka
menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah
hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi
tenteram"(QS. Ar Rad 28)
Disamping hal-hal diatas, shalat juga membina rasa
persatuan dan persaudaraan antara sesama umat
Islam. Hal ini dapat kita lihat antara lain, apabila
seseorang shalat tidak dalam keadaan yang khusus
pasti selalu menghadap kiblat yaitu Kabah di Masjidil
Haram Mekah. Umat Islam di seluruh dunia
mempunyai satu pusat titik konsentrasi dalam
beribadah dan menyembah kepada Khaliq-nya yaitu
Kabah, hal ini akan membawa dampak secara
psikologis
yaitu
persatuan,
kesatuan,
dan
kebersamaan umat. Contoh lain adalah pada shalat
berjamaah, shalat berjamaah juga mengandung
hikmah kebersamaan, persatuan, persaudaraan dan
kepemimpinan dimana pada setiap gerakan shalat
mamum mempunyai kewajiban mengikuti gerakan
imam, sedangkan imam melakukan kesalahan, maka
mamum wajib mengingatkan. Sehingga pada shalat
berjamaah keabsahan maupun kebenaran dalam
shalat lebih terjamin, dan diantara jamaah akan
timbul rasa kebersamaan dan persatuan untuk
menyelamatkan jamaah mereka. Ibarat orang
berkendaraan, penumpang akan selalu ikut menjaga
keamanan
dan
keselamatan
kendaraan
yang
23

ditumpanginya. Oleh karena itu tidaklah berlebihan


jika shalat berjamaah mendapatkan tempat yang lebih
dibandingkan dengan shalat sendiri. Hal ini sesuai
dengan sabda Rasulullah saw :
"Shalat berjamaah lebih utama (pahalanya) dua puluh
derajat" (HR. Bukhary & Muslim dari Ibnu Umar)
6. Makna spiritual shalat
Shalat adalah mi rajnya orang beriman, demikian
sabda Rasul saw. Alangkah agung makna sabda
tersebut bagi para pecinta. Dalam setiap shalatnya,
seorang pecinta akan bercengkerama dengan Zat yang
dicintainya. Sehingga tidaklah heran apabila banyak
riwayat yang menyebutkan bahwa baginda Rasul saw
dan para syiahnya selalu menanti-nantikan tibanya
waktu pelaksanaan shalat.
Ibadah shalat merupakan ajang bagi seorang
pecintauntuk secara langsung berkeluh kesah dan
menyampaikan kerinduannya kepada Zat yang
dicintainya. Setiap pecinta yang hendak menunaikan
shalat akan mempersiapkan betul keadaan dirinya
dengan berhias sebaik mungkin. Sebabnya, pada saat
itu dirinya akan berjumpa dengan kekasihnya, Allah
swt. Ibadah shalat juga merupakan sarana komunikasi
antara manusia dengan Allah swt. Bahkan, boleh
dibilang sebgai sarana terbaik. Karena itulah, dalam
berbagai riwayat, disebutkan bahwa shalat merupakan
tonggak agama.
Tujuan utama dari pelaksanaan ibadah shalat adalah
mendekatkan dan selalu mengingatkan manusia
kepada Tuhannya. Dengan begitu, mereka tidak akan
sampai terjerumus dalam lembah kenistaan. Inilah
intisari dari uraian yang akan disampaikan Imam Ali
Khamenei dalam bukunya yang amat berharga ini.
Dengan cara yang memukau, beliau memaparkan
tentang makna sebenarnya dari ibadah shalat dan apa
24

pengaruh positifnya; selain pula mengemukakan


tentang apa saja yang harus dipersiapkan seseorang
yang hendak shalat. Uraian beliau yang begitu padat,
gamlang, namun kaya makna ini, memudahkan
siapapun untuk memahaminya. Semoga Allah swt
memberikan inayah kepada kita semua sehingga
memiliki kesanggupan untuk mencerna dengan baik
apa yang diinginkan penulis dengan uraiannya tentang
shalat.
7. Ancaman bagi yang meninggalkan shalat
Meninggalkan shalat adalah perkara yang teramat
bahaya. Di dalam berbagai dalil disebutkan berbagai
ancaman yang sudah sepatutnya membuat seseorang
khawatir jika sampai lalai memperhatikan rukun Islam
yang mulia ini. Tulisan kali ini akan mengutarakan
bahaya meninggalkan shalat menurut dalil-dalil Al
Quran secara khusus.
Dalil Pertama
Firman Allah Taala,
Maka apakah patut Kami menjadikan orng-orang
Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa
(orang kafir) ? (Q.S. Al Qalam [68] : 35)
Pada hari betis disingkapkandan mereka dipanggil
untuk bersujud, maka mereka tidak kuasa, (dalam
keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi
mereka diliputi kehinaan. Dansesungguhnya mereka
dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka
dalam keadaan sejahtera. (Q.S. Al Qalam [68] : 43)
Dari ayat di atas, Allah Taala mengabarkan bahwa Dia
tidak
menjadikan
orang
muslimseperti orang mujrim(orang
yang
berbuat
dosa). Tidaklah pantas menyamakan orang muslim dan
orang mujrim dilihat dari hikmah Allah dan hukum-Nya.
Kemudian Allah menyebutkan keadaan orangorang mujrim yang merupakan lawan dari orang
25

muslim. AllahTaala berfirman (yang artinya),Pada


hari betis disingkapkan. Yaitu mereka (orangorang mujrim) diajak untuk bersujud kepada Rabb
mereka, namun antara mereka dan Allah terdapat
penghalang.
Mereka
tidak
mampu
bersujud
sebagaimana orang-orang muslim sebagai hukuman
karena mereka tidak mau bersujud kepada-Nya
bersama orang-orang yang shalat di dunia.
Maka hal ini menunjukkan bahwa orang-orang yang
meninggalkan shalat akan bersama dengan orang kafir
dan munafik. Seandainya mereka adalah muslim, tentu
mereka akan diizinkan untuk sujud sebagaimana kaum
muslimin diizinkan untuk sujud.
Dalil Kedua
Firman Allah Taala,
Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah
diperbuatnya, kecuali golongan kanan, berada di
dalam surga, mereka tanya menanya, tentang
(keadaan) orang-orang yang berdosa, Apakah yang
memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)? Mereka
menjawab: Kami dahulu tidak termasuk orang-orang
yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula)
memberi makan orang miskin, dan adalah kami
membicarakan yang bathil, bersama dengan orangorang yang membicarakannya, dan adalah kami
mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada
kami kematian. (QS. Al Mudatstsir [74] : 38-47)
Setiap orang yang memiliki sifat di atas atau
seluruhnya berhak masuk dalam neraka saqor dan
mereka termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa).
Pendalilan hal ini cukup jelas. Jika memang terkumpul
seluruh sifat di atas, tentu kekafiran dan hukumannya
lebih keras. Dan jika hanya memiliki satu sifat saja
tetap juga mendapatkan hukuman.

26

Jadi tidak boleh seseorang mengatakan bahwa tidaklah


disiksa dalam saqor kecuali orang yang memiliki
seluruh sifat di atas. Akan tetapi yang tepat adalah
setiap sifat di atas patut termasuk orang mujrim (yang
berbuat dosa). Dan Allah Taala telah menjadikan
orang-orang mujrim sebagai lawan dari orang beriman.
Oleh karena itu, orang yang meninggalkan shalat
termasuk orang mujrim yang berhak masuk ke neraka
saqor. Allah Taala berfirman,
Sesungguhnya orang-orang yang mujrim (bedosa)
berada dalam kesesatan (di dunia) dan dalam neraka.
(Ingatlah) pada hari mereka diseret ke neraka atas
muka mereka.
(Dikatakan
kepada
mereka):
Rasakanlah sentuhan api neraka!. (QS. Al Qomar
[54] : 47-48)
Sesungguhnya orang-orang yang mujrim (berdosa),
adalah mereka yang menertawakan orang-orang yang
beriman. (QS. Al Muthaffifin [83] : 29). Dalam ayat ini,
Allah menjadikan orang mujrim sebagai lawan orang
mukmin.
Dalil Ketiga
Firman Allah Taala,
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah
kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat. (QS. An
Nur [24] : 56)
Pada ayat di atas, Allah Taala mengaitkan adanya
rahmat bagi mereka dengan mengerjakan perkaraperkara pada ayat tersebut. Seandainya orang yang
meninggalkan shalat tidak dikatakan kafir dan tidak
kekal dalam neraka, tentu mereka akan mendapatkan
rahmat tanpa mengerjakan shalat. Namun, dalam ayat
ini Allah menjadikan mereka bisa mendapatkan rahmat
jika mereka mengerjakan shalat.
Dalil Keempat
Allah Taala berfirman,
27

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,


(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. (QS. Al
Maaun [107] : 4-5)
Saad bin Abi Waqash, Masyruq bin Al Ajda, dan
selainnya mengatakan, Orang tersebut adalah orang
yang meninggalkannya sampai keluar waktunya.
Ancaman wail dalam Al Quran terkadang ditujukan
pada orang kafir seperti pada ayat,
Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang
mempersekutukan-Nya, (yaitu) orang-orang yang tidak
menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya
(kehidupan) akhirat. (QS. Fushshilat [41] : 6-7)
Kecelakaan besarlah bagi tiap-tiap orang yang
banyak berdusta lagi banyak berdosa, dia mendengar
ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya kemudian dia
tetap menyombongkan diri seakan-akan dia tidak
mendengarnya. Maka beri khabar gembiralah dia
dengan azab yang pedih. Dan apabila dia mengetahui
barang sedikit tentang ayat-ayat Kami, maka ayat-ayat
itu dijadikan olok-olok. Merekalah yang memperoleh
azab yang menghinakan. (QS. Al Jatsiyah [45] : 7-9)
Dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena
siksaan yang sangat pedih. (QS. Ibrahim [14] : 2)
Terkadang pula ditujukan pada orang fasik (tidak kafir),
seperti pada ayat,
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang.
(QS. Al Muthaffifin : 1)
Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.
(QS. Al Humazah [104] : 1)
Lalu bagaimana dengan orang yang meninggalkan
shalat (dengan sengaja)? Apakah ancaman wail
tersebut adalah kekafiran ataukah kefasikan?

28

Jawabannya
:
bahwa
lebih
tepat
ancaman wail tersebut adalah untuk orang
Kenapa demikian?

jika
kafir.

Hal ini dapat dilihat dari dua sisi :


a. Terdapat riwayat yang shohih, Saad bin Abi
Waqqash mengatakan tentang tafsiran ayat ini
(surat Al Mauun ayat 4-5), Seandainya kalian
meninggalkan shalat maka tentu saja kalian kafir.
Akan tetapi yang dimaksudkan ayat ini adalah
menyia-nyiakan waktu shalat.
b. Juga ditunjukkan oleh dalil-dalil yang menyatakan
kafirnya
orang
yang
meninggalkan
shalat,
sebagaimana yang akan disebutkan.
Dalil Kelima
Firman Allah Azza wa Jalla,
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang
jelek) yang
menyia-nyiakan
shalat danmemperturutkan hawa
nafsunya,
maka
mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang
yang bertaubat, beriman dan beramal saleh. (QS.
Maryam : 59)
Ibnu Masud radhiyallahu anhuma mengatakan bahwa
ghoyya dalam ayat tersebut adalah sungai di
Jahannam yang makanannya sangat menjijikkan, yang
tempatnya sangat dalam.
Dalam ayat ini, Allah menjadikan tempat ini yaitu
bagian neraka yang paling dasar- sebagai tempat bagi
orang yang menyiakan shalat dan mengikuti syahwat
(hawa nafsu). Seandainya orang yang meninggalkan
shalat adalah orang yang hanya bermaksiat biasa,
tentu dia akan berada di neraka paling atas,
sebagaimana tempat orang muslim yang berdosa.
Tempat ini (ghoyya) yang merupakan bagian neraka
paling bawah, bukanlah tempat orang muslim, namun
tempat orang-orang kafir.
29

Pada
ayat
selanjutnya
juga,
Allah
telah
mengatakan,kecuali orang yang bertaubat, beriman
dan beramal saleh. Maka seandainya orang yang
menyiakan shalat adalah mumin, tentu dia tidak
dimintai taubat untuk beriman.
Dalil Keenam
Firman Allah Taala,
Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan
menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalahsaudarasaudaramu seagama. (QS. At Taubah [9] : 11)
Dalam ayat ini, Allah Taala mengaitkan persaudaraan
seiman dengan mengerjakan shalat. Jika shalat tidak
dikerjakan,
bukanlah
saudara
seiman.
Mereka
bukanlah mumin sebagaimana Allah Taala berfirman,
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.
(QS. Al Hujurat [49] : 10)
Meninggalkan shalat karena mengingkari dan tidak
mengakui kewajibannya adalah kafir dan dianggap
murtad dari Islam. Pendapat ini yang disepakati oleh
kaum muslim. Adapun orang yang meninggalkan
shalat karena malas atau karena sibuk dengan sesuatu
yang tidak perlu (menurut syariat) tetapi masih
mengimani kewajiban shalat, maka terdapat banyak
hadits yang mengemukakan. Antara lain hadits dari:
a. Jabir bahwa Rosulullah Saw
Artinya (yang membatasi)antara seseorang dan
kekufuran adalah meninggalkan shalat
b. Buraidah bahwa Rosulullah Saw bersabda
Perjanjian diantara kita dan mereka adalah shalat.
Barang siapa meninggalkan shalat, maka ia kafir.
c. Abdullah bin Amru bin Ash. Bahwa Rasulullah Saw
bersabda:
30

Barang siapa yang menjaga shalat, maka ia akan


menjadi cahaya, petunjuk, dan keselamatan
baginya di hark kiamat. Dan barang siapa yang
tidak menjaganya, maka ia tidak akan menjadi
cahaya, petunjuk, dan keselamatannya baginya. Di
hari kiamat nanti ia kan (dikelompokkan) bersama
Qarun, Firun, Haman, dan Ubai bin Khalaf
Ketika Malaikat Jbril turun dan berjumpa dengan
Rasulullah SAW, Ia berkata, Wahai Muhammad, Allah
tidak akan menerima puasa, zakat, haji, sedekah, dan
amal shaleh seseorang yang meninggalkan shalat. Ia
dilaknat di dalam Taurat, Zabur, Injil dan Al-Quran.
Demi Allah yang telah mengutusmu sebagai nabi
pembawa kebenaran, sesungguhnya orang yang
meninggalkan shalat, setiap hari mendapat 1.000
laknat dan murka. Para Malaikat melaknatnya dari
langit pertama hingga ketujuh.
Orang yang meninggalkan shalat tidak akan
memperoleh minuman dari telaga surga, tidak
mendapat syafaatmu, dan tidak termasuk sebagai
ummatmu. Ia tidak berhak dijenguk ketika sakit,
diantarkan jenazahnya, diberi salam, diajak makan dan
minum. Ia juga tidak berhak memperoleh rahmat Allah.
Tempatnya kelak di dasar neraka bersama orang-orang
munafik, siksanya akan dilipat gandakan, dan di hari
qiamat ketika dipanggil untuk diadili akan datang
dengan tangan terikat di lehernya. Para malaikat
memukulinya, pintu neraka jahannam akan dibukakan
baginya, dan ia melesat bagai anak panah
kedalamnya, terjun dengan kepala terlebih dahulu,
menukik ketempat Qorun dan Haman di dasar neraka.
Orang yang meninggalkan shalat karena urusan dunia
akan celaka nasibnya, berat siksanya, merugi
perdagangannya, besar musibahnya, dan panjang
penyesalannya. Ia dibenci Allah, dan akan mati dalam
31

keadaan tidak islam, tinggal di neraka Jahim atau


kembali ke neraka Hawwiyah. Lalu Rasullulah SAW
bersabda,Barangsiapa meninggalkan shalat hingga
terlewat waktunya, lalu mengqadanya, ia akan disiksa
di neraka selama satuhuqub (80 tahun). Sedangkan
ukuran satu haru di akhirat adalah 1.000 tahun di
dunia.
C. Puasa
1. Hakikat puasa
Tujuan puasa adalah untuk menyucikan jiwa, menghidupkan hati
nurani, menguatkan iman dan mempersiapkan seseorang menjadi
manusia bertaqwa. Diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana
telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian
menjadi orang yang bertaqwa (QS. 2: 183).
Oleh karena itu, orang yang berpuasa harus membersihkan puasanya
dari hal-hal yang mengotorinya. Ia harus menjaga anggota badannya
dari hal-hal yang diharamkan Allah SWT. Ia harus memelihara
lisannya dengan tidak berkata iseng, berkata jorok, berkata tidak
berguna dan bertindak jahil. Hindari membalas kejahatan dengan
kejahatan serupa, namun balaslah dengan perilaku yang lebih baik.
Orang yang berpuasa hendaknya membentengi dan merisai dirinya
dari perilaku dosa, kemaksiatan, dan dari adzab Allah SWT di akhirat
kelak. Seorang ulama salaf berkata, Puasa yang diterima adalah
puasanya anggota tubuh dari maksiat, puasanya perut, dan kelamin
dari syahwat.
Inilah yang diingatkan oleh banyak hadits yang mulia tentang hakikat
puasa. Rasulullah saw bersabda, Ash shiyamu junnatun, faidza kana
yaumu shaumi ahadikum fala yarfuts wala yashkhab wa fi
riwayatin wala yajhal fainimru-un sa-bahu aw qatalahu fal yaqul
inni shaimun (Puasa adalah perisai. Apabila seseorang di antara
kalian berpuasa, janganlah berkata kotor dan tidak berguna dalam
riwayat lain: jangan bicara jahil. Dan jika seseorang memaki atau
mengajaknya bertengkar, katakanlah, Saya tengah berpuasa (dua
kali). (HR. Bukhari dan Muslim).
32

Rasulullah saw bersabda, Man lam yada qaulaz zur wal amala
bihi falaisa lillahi hajatun fi an yadaa thaamahu wa
syarabahu (Barangsiapa tidak meninggalkan kata-kata palsu dan
mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan
makanan dan minumannya). (HR. Bukhari).
Beliau saw juga bersabda, Rubba shaimin laisa lahu min shiyamihi
illal ju-i (Betapa banyak orang berpuasa tetapi tidak mendapatkan
dari puasanya selain rasa lapar). (HR. Nasai dan Ibnu Majah dari
Abu Hurairah. Riwayat Ahmad, Hakim, dan Baihaki dengan redaksi,
Betapa banyak orang berpuasa namun hasilnya hanya lapar dan
dahaga).
Khalifah Umar bin Khattab berkata, Puasa bukanlah dari makan dan
minum semata, tetapi juga dari dusta, kebathilan, dan tindak sia-sia.
Jabir bin Abdullah Al Anshari berkata, Apabila engkau berpuasa,
berpuasalah pula pendengaranmu, penglihatanmu, dan lisanmu dari
dusta dan dosa. Janganlah menyakiti pembantumu. Hendaklah
engkau berpenampilan tenang dan wibawa di hari puasamu.
Janganlah engkau jadikan hari berbukamu sama saja dengan hari
berpuasamu.
Thaliq bin Qais meriwayatkan dari Abu Dzar, ia berkata, Jika
engkau berpuasa, jagalah diri sebisamu. Thaliq, di hari puasanya,
berdiam diri di rumahnya dan tidak keluar selain untuk mengerjakan
shalat (di mesjid).
Abu Hurairah dan sahabat yang lain bila tengah berpuasa, mereka
duduk dzikir di mesjid. Mereka berkata, Untuk menyucikan puasa
kami.
Hafshah binti Sirin, salah seorang tabiin, berkata, Puasa adalah
perisai, selama tidak dibakar oleh pelakunya atau dibakar oleh
ghibah.
Dari Maimun bin Mahran, ia berkata, Seringan-ringannya puasa
adalah meninggalkan makan dan minum.
Namun demikian, menurut jumhur ulama, kemaksiatan tidak
membatalkan pusa, meskipun ia mengotori dan melukainya, sesuai
dengan kadar kemaksiatan yang dilakukan. Demikian itu karena tiada
seorang pun yang bisa lolos dari maksiat kecuali orang yang
33

dilindungi oleh Allah SWT khususnya kemaksiatan lisan. Dari itu


Imam Ahmad mengatakan, Andaikata ghibah membatalkan puasa,
niscaya kita tidak dapat berpuasa.
Ulama yang lain menguatkan pandangan ini, Bahwa kemaksiatan
tidak membatalkan puasa sebagaimana makan dan minum, namun ia
terkadang menghilangkan pahalanya. Sesungguhnya ini merupakan
suatu kerugian, bukan masalah remeh bagi mereka yang berakal, dan
tidak menganggapnya remeh selain orang bodoh. Bagaimana tidak
demikian, ia menahan lapar, dahaga, dan syahwat, kemudian keluar
di penghujung Ramadhan dengan tangan hampa dari kebaikan.
Menerangkan hadits , Man lam yada qaulaz zuri wal amala bihi fa
laisa lillahi hajatun fi an yadaa thaamahu wa syarabahu, Imam
Abu Bakar bin al Arabi berkata, Kandungan hadits ini adalah bahwa
barangsiapa melakukan apa yang disebutkan itu, puasanya tidak
berpahala. Artinya, pahala puasa kalah timbangannya dengan dosa
dusta dan hal lain yang disebutkan bersamanya.
Al Allamah al Baidhawi berkata, Bukanlah maksud dari
disyariatkannya puasa hanya berhubungan dengan lapar dan dahaga.
Tetapi yang menjadi turunannya adalah menahan syahwat dan
menaklukkan an nafs al amarah (nafsu amarah) menjadi an nafs al
muthmainnah. Bila hal itu tidak dapat dihasilkan, maka Allah tidak
memandang puasanya dengan pandangan penerimaan. Maka rasul
bersabda, Allah tidak butuh sebagai kiasan tidak diterimanya
puasa. Sebabnya dinafikan, tetapi yang dimaksud adalah akibat.
Barangsiapa berpuasa dengan penuh iman dan mengharap pahala
Allah, maka ia berhak untuk keluar dari bulan puasa itu dalam
keadaan diampuni dan suci dari dosa, khususnya dosa-dosa kecil
yang terkadang tidak disadari oleh pelakunya, dan ia tidaklah tahu
bahwa jika dosa-dosa itu semakin bertambah banyak, maka akan
menghancurkan dan membinasakan pelakunya.
Rasulullah saw bersabda, Ash-shalawatul khamsu wal jumuatu ilal
jumuati wa ramadhanu ila ramadhana mukaffiratun lima
bainahuma idza tunibatil kaba-ir (Shalat lima waktu, Jumat ke
Jumat, Ramadhan ke Ramadhan, adalah penghapus dosa di
antaranya, jika dosa-dosa besar dijauhi). (HR. Muslim).
34

Dalam hadits mutaffaq alaih dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda,


Man shama ramadhana imanan wahtisaban ghufira lahu ma
taqadama min dzambihi (Barangsiapa mengerjakan puasa
Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala, niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu).
Karena itu, barangsiapa mengotori puasanya dengan kemaksiatan
telinga, penglihatan, lisan, dan anggota tubuhnya, berarti ia telah
menyia-nyiakan kesempatan untuk penyucian dirinya dan tidak
berhak mendapatkan ampunan yang dijanjikan. Bahkan lebih dari itu,
tertimpa apa yang menjadi tema doa malaikat Jibril dan diamini oleh
Nabi Muhammad saw, yaitu, Man adraka ramadhana falam
yughfar lahu fa-abadahullahu (Barangsiapa mendapatkan
Ramadhan tetapi dosanya tidak diampuni, maka Allah menjauhinya).
(HR. Ibnu Hibban dalam Sahih-nya dari Hasan bin Malik bin
Huwairits dari ayahnya dari kakeknya. Ada juga riwayat serupa dari
Abu Hurairah dan Kaab bin Ujrah). Semoga Allah SWT
menguatkan hati dan semangat kita agar tidak mudah tergelincir
berbuat maksiat terutama di bulan Ramadhan ini.
2. Mengapa Allah mewajibkan puasa ?
Di dalam al-Quran, penjelasan mengenai hukum puasa Ramadhan
terangkum dalam beberapa ayat dalam surah al-Baqarah, adapun
ayat-ayat dalam surah lainnya semata menjelaskan mengenai
pembagian puasa yang telah disyariatkan dalam Islam.
Ayat-ayat yang menunjukkan akan puasa Ramadhan seluruhnya
terdapat dalam surah al-Baqarah, setidaknya ada tiga ayat yang
berbicara mengenai ibadah agung ini yang letaknya saling
berdampingan. Dalam tulisan singkat ini, kami mencoba menyoroti
ketiga ayat tersebut:
Ayat pertama:



Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa. (Q.S. Al-Baqarah: 183)
35

Menurut pandangan para ahli tafsir dan ululmul quran, ayat-ayat


yang permulaannya menggunakan frasa Wahai orang-orang yang
beriman diturunkan di kota Madinah dan surahnya dikatagorikan
sebagai surah Madaniah. Dari sini dapat disimpulkan bahwa
kewajiban puasa sebagaimana kewajiban zakat dan berjihad
disyariatkan pada tahun kedua Hijriah.
Ayat di atas dengan jelas menyampaikan kepada kaum beriman akan
kewajiban lain yang harus mereka tunaikan yang termaksud salah
satu ibadah terpenting dalam agama Islam, kewajiban tersebut tidak
lain ialah puasa di bulan Ramadhan. Ayat ini diawali dengan seruan
Wahai orang-orang yang beriman yang bertujuan melunakkan hati
kaum muslimin sehingga mereka dengan mudah dapat menerima
syariat baru tersebut. Dalam hal ini Imam Jakfar as-Shadiq as
mengatakan bahwa indahnya seruan ini telah menghilangkan
kesukaran dalam menjalankan perintah puasa.
Selanjutnya ayat di atas menyebutkan bahwa ibadah puasa bukan
hanya diwajibkan bagi umat masa ini, akan tetapi ia juga telah
diwajibkan bagi umat-umat terdahulu, hal ini disampaikan
salahsatunya juga dalam rangka menghilangkan kesukaran dalam
hati kaum muslimin dalam melaksanakan ibadah puasa,
Berdasarkan penelitian, terbukti bahwa ritual puasa telah ada dalam
tradisi umat-umat terdahulu bahkan pada umat penyembah berhala
sekalipun, mereka melakukan puasa guna mendekatkan diri kepada
berhala-berhala, dan hingga saat ini pun, ritual tersebut masih dapat
kita saksikan dalam ritual orang-orang Hindu yang melakukan puasa
pada waktu-waktu tertentu.
Ritual puasa juga terdapat dalam syariat umat Yahudi, Nashrani dan
Shabiin, hal ini dapat kita saksikan dan Injil yang ada saat ini yang
mendeskripsikan puasa sebagai amalan yang terpuji seraya
mengabarkan akan puasa yang dilakukan oleh Nabi Musa dan Isa as.
Adapun dalam al-Quran, kita dapat temukan ayat yang menceritakan
akan nadzar sayyidah Maryam yang dilakukannya dengan
berpuasa.Jika kamu melihat seorang manusia, Maka Katakanlah:
Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang
Maha pemurah, Maka aku tidak akan berbicara dengan seorang
manusiapun pada hari ini. (Q.S. Maryam: 26)
36

Tentunya puasa yang dilakukan Maryam as adalah berdiam diri atau


puasa dari berbicara dengan orang lain, dimana amalan ini
merupakan salah satu dari bentuk puasa. Adapun puasa yang
dilakukan oleh nabi Musa dan Isa as adalah puasa sebagaimana yang
umumnya difahami, yaitu menahan dari dari makan, minum dan
sesuatu yang membatalkan.
Di akhir ayat, dengan isyarah pendek Allah Swt menjelaskan falsafah
disyariatkannya puasa, yaitu guna meraih ketakwaan. Yaitu dengan
menahan dari dari sebagain kenikmatan jasmani demi melaksanakan
perintah Ilahi, seorang telah melatih dirinya untuk munundukkan
hawa nafsunya. Latihan ini dilakukan selama satu bulan sehingga
berpotensi menumbuhkan ketakwaan dalam dirinya yang akan
menjadikannya mampu dengan mudah meninggalkan perbuatan
dosa, memakan dan melanggar hak orang lain kendati perbuatan itu
sejalan dengan kepentingannya. Dengannya ia memiliki power guna
mengotrol hawa nafsunya sehingga tunduk di bawah kendalinya dan
bergerak sesuai perintah Allah Swt
Ayat kedua:






(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa
diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang
ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orangorang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin.
Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan,
Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui. (Q.S. Al-Baqarah: 184)
Setelah menjelaskan mengenai hukum dan falsafah puasa, pada
bagian selanjutnya, Allah Swt menyampaikan beberapa aturan ibadah
37

puasa yang dengannya dapat meringankan beban umat dalam


menjalankan ibadah tersebut, di antaranya ialah:
a. Puasa yang diwajiban bagi kaum muslimin bukanlah puasa
sepanjang tahun, akan tetapi puasa itu hanya diwajibkan dalam
beberapa hari.
b. Puasa tidak diwajibkan bagi mereka yang sakit atau dalam
perjalanan (musafir), bagi mereka yang berhalangan, hendaknya
mengqadha puasa mereka pada hari-hari lainnya di luar bulan
Ramadhan.
c. Bagi mereka yang tidak mampu melakukan puasa, baik mereka
yang sakit, orang tua, ibu hamil dan menyusui, maka mereka
tidak lagi diwajibkan berpuasa, dan sebagai gantinya mereka
harus membayar fidyah atau kafarah. Kadar satu fidyah ialah
memberi makan seorang fakir miskin hingga ia merasa kenyang
untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan, namun jika seorang
hendak membayar fidyah lebih dari kadar yang ditentukan, maka
akan menjadi lebih baik.
Pada bagian akhir ayat, Allah kembali mengingatkan bahwa ibadah
puasa banyak mengandung manfaat dan kebaikan bagi manusia,
sehingga seandainya seorang mengetahuinya, maka ia tidak akan
meninggalkan atau merasa berat melakukannya, bahkan sebaliknya ia
akan menjalankannya dengan antusias dan penuh ketulusan.
Ayat ketiga:






.
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena
38

itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya)


di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan
Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah
kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
supaya kamu bersyukur. (Q.S. al-Baqarah: 185)
Ayat ini memberikan batasan bahwa beberapa hari yang diwajibkan
puasa adalah hari-hari pada bulan Ramadhan, bulan yang mulia dan
penuh berkah karena di bulan ini lah kitab suci al-Quran telah
diturunkan, kitab yang menjadi sumber hidayah bagi seluruh umat
manusia. Dengannya, manusia dapat berjalan di jalan yang lurus
hingga mampu menggapai hakikat dan kebahagiaan. Sungguh bulan
ini memiliki banyak keutamaan yang tidak dimiliki oleh bulan-bulan
lainnya.
Di akhir ayat ini, Allah Swt kembali menegaskan bahwa
disyariatkannya puasa bukanlah untuk memberatkan manusia, namun
dikarenakan manfaat besar yang terkandung di dalamnnya,
sesunguhnya Allah menginginkan kemudahan bagi mereka. Oleh
karenanya ada tiga hal yang hendaknya dilakukan seorang mukmin:
a. Hendaknya ia menyempurnakan hari-hari Ramadhan dengan
puasa, namun jika ia sakit atau dalam perjalanan, maka
hendaknya ia berbuka dan mengqadha puasanya di hari-hari lain.
b. Dikarenakan petunjuk yang telah diberikan Allah Swt kepadanya,
maka hendaknya seorang mukmin mengumandangkan takbir
kepada-Nya.
Kemungkinan yang dimaksud takbir di sini adalah takbir yang
diucapkan saat shalat Iedul Fitri atau saat shalat sunnah yang
dilakukan setelah shalat-shalat wajib di hari raya tersebut.
c. Seorang mukmin hendaknya selalu bersyukur kepada Allah Swt
atas segala nikmat yang telah dianugerahkan kepadanya,
khususnya nikmat disyariatkannya puasa Ramadhan yang sarat
dengan kemuliaan dan keagungan.
3. Tujuan dan manfaat puasa
39

a. Tujuan puasa
Tujuan ibadah puasa adalah menahan nafsu dari berbagai
syahwat,sehingga kita siap mencari sesuatu yang menjadi puncak
kebahagiaan ,menerima sesuatu yang mensucikan ,yang di
dalamnya terdapat kehidupan yang abadi ,mematahkan
permusuhan nafsu terhadap lapar dan dahaga serta mengingatkan
kita kepada keadaan orang orang yang menderita kelaparan di
antara orang-orang miskin ,menyempitkan jalan setan pada diri
kita dengan menyempitkan jalan setan pada diri kita dengan
menyempitkan jalan alairan makanan dan minuman ,puasa adalah
untuk Tuhan semesta alam,tidak seperti alairan-aliran lain .Puasa
berarti meninggalkan dengan segala yang dicintai karena
kecintaan kita kepada Allah Swt.puasa merupakan rahasia hamba
dan Tuhannya .
b. Manfaat Puasa.
Puasa memiliki beberapa manfaat ditinjau dari segi kejiwaan
sosial dan kesehatan,di antaranya ,Puasa secara kejiwaan
memiliki beberapa manfaat di antaranya:membiasakan
kesabaran,menguatkan kemauan,mengajari dan membantu
bagaimana menguasai diri,saat mewujudkan dan berbentuk
ketakwaan yang kokoh dalam diri ,yang ini merupakan hikmah
puasa yang paling utama ,jika sudah demikian maka otomatis
orang yang rajin berpuasa wajib dan sunnah akan terpancar
kecantikan jiwa.
Puasa secara sosial bermanfaat untuk membiasakan umat berlaku
disiplin,bersatu,cinta keadilan,dan persamaan,juga melahirkan
perasaan kasih sayang dalam diri orang-orang beriman dan
mendorong mereka berbuat kebijakan ,selain itu,berpuasa dapat
menjaga masyarakat dari kejahatan dan kerusakan.
Sedangkan puasa ditinjau dari segi kesehatan adalah untuk
membersikan
usus
,memeperbaiki
kerja
percernaan
,membersihkan tubuh dari sita-sisa endapan makanan mengurangi
kegemukan dan kelebiha lemak di perut.
Termasuk manfaat puasa adalah mematahkan nafsu,karena
kelebihan baik dalam makan maupun minum serta berhubungan
40

suami istri,bisa mendorong nafsu berbuat kajahatan,enggan


mensyukuri nikmat,serta mengakibatkan kelengahan.
Orang kaya menjadi tau seberapa nikmat Allah atas dirinya Allah
mengarunianinya nikmat tak terhingga sementara pada saat yang
sama pula banyak orang miskin yang tak mendapatkan sisa_sisa
makanan ,minuman dan tidak pula menikah ,dengan terhalangnya
dia menikmati hal-hal tersebut pada saat-saat tertentu ,serta rasa
berat yang ia hadapi karenanya ,keadaan itu akan
mengingatkannya pada orang-orang yang kurang beruntung ,ini
mengharuskan mensyukuri nikmat Allah atas dirinya berupa
kecukupan ,juga menjadikannya berbelas kasih kepada
saudaranya yang memerlukan dan mendorongnya untuk
membantu mereka .
4. Makna spiritual puasa
Ada beberapa makna spiritual dalam ibadah puasa antara lain :
a. Puasa dan kebersihan jiwa
Membersihkan jiwa (tazkiyyatunnafs) dalam berpuasa berarti
manusia menjalankan dan mentaati seluruh perintah dan larangan
Allah. Dalam berpuasa manusia juga melakukan riyadhah (usaha
keras) untuk menyempurnakan amal ibadahnya hanya karena
Allah, dengan cara menahan diri dari hal-hal yang terlarang dan
membatalkan puasa.
b. Puasa meningkatkan kesabaran manusia
Puasa itu mendidik kemauan (iradah) manusia, mengendalikan
hawa nafsu, membiasakan bersikap sabar dan dapat
membangkitkan semangat baru bagi kehidupan manusia. Puasa
mendidik manusia untuk sabar dalam ketaatan dan hadapi
musibah.
c. Puasa dan rasa syukur
Puasa dapat menumbuhkan sikap syukur kepada Allah atas
berbagai limpahan rahmat-Nya. Manusia yang berpuasa itu
merasa lapar dan dahaga. Dengan merasa lapar dan haus, manusia
akan dapat merasakan nikmatnya kenyang dan dahaga, yang
apabila telah makan dan meneguk air. Apabila orng sudah makan
dan minum maka dalam hati dan lisannya muncul keinginan
41

untuk mengucapkan Alhamdulillah. Sebagai pancaran jiwanya


untuk mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang telah dianugerahkan
kepadanya.
d. Puasa sebagai perantara peningkatan ibadah
Puasa dapat menjadi perantara manusia menjadi insan bertakwa.
Takwa terambil dari akar kata yang bermakna menghindar,
menjauhi atau menjaga diri. Menurut sebagian ulama, takwa
adalah menghindarkn azab Allah swt, dengan jalan melaksanakan
amal sale, dan takut kepada Allah taala, baik dalam keadan
sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.
e. Puasa dan jiwa ikhlas
Puasa dapat mendidik manusia menjadi ikhlas dalam beramal.
Ikhlas berarti melakukan sesuatu atau beramal semata-mata
mengharap ridho Allah swt. Yakni beramal yang lillah (karena
Allah). Puasa itu melatih manusia menjadi ikhlas. Sebab berpuasa
itu tidak kelihatan orang lain. Kelelahan fisik, kelesuan, bibir
yang kelihatan keringitu belum tentu menunjukkan seseorang
berpuasa. Dalam puasa orang dididik bahwa keridhaan Allah itu
lebih besar daripada dunia dengan segala isinya. Ikhlas itu
menunjukkan suciny niat, bersihnya tujuan amal, dan lepasnya
manusia dari perbudakan dunia tau materi. Oleh karena itu
apabila puasanya berhasil, manusia tidak akan lagi membabibuta
mengejar kekayaan, apabila kekayaan itu mengandung murka
Allah.
5. Puasa dan pembentukan insan berkarakter
"Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, semoga
kamu menjadi orang yang bertakwa." (QS. 2:183)
Ketika kita menyatakan bahwa diri kita beragama Islam, ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi, setelah itu dilakukan baru bisa
disebut seorang Muslim. Ada 5 syarat yang wajib kita laksanakan
sebagai bukti bahwa kita beragama Islam, salah satunya adalah
melaksanakan Puasa Ramadhan. (yang lainnya adalah: mengucap
dua kalima syahadat, sholat, zakat dan haji).
42

Puasa Ramadhan merupakan kewajiban rutin sebulan satu kali dalam


setiap tahunnya yang dikerjakan oleh setiap umat Muslim.
Kewajiban melaksanakan puasa ini dengan tegas dijelaskan oleh
Allah dalam al-quran surat al-baqarah ayat 183-186. Bagi kita yang
dilahirkan dari kalangan keluarga Muslim, melaksakan puasa ini
bukanlah sesuatu hal yang asing lagi tapi sudah menjadi kegiatan
rutinanitas setiap tahunnya. Hampir seluruh umat Islam bergembira
menyambut momentum tersebut. Bagi yang berumur 40 tahun,
berarti dia sudah diwajibkan melaksanakan puasa ramadhan sekitar
27 kali atau 26 kali, tergantung sejak mulai usia berap ia diwajibkan
untuk menjalankan ibadah puasa tersebut.
Jika sudah sebanyak itu melaksanakan puasa ramadhan, maka
muncul beberapa pertanyaan: apa yang kita dapat dari menjalankan
ibadah puasa? apa hanya sekedar mendapat lapar dan haus saja? dan
apa tujuan Allah memerintah puasa kepada kita? apa hanya sekedar
sebatas kewajiban seorang hamba kepada khaliknya? atau ada tujuan
lain dari perintah tersebut?
Sebenarnya, jika kita bisa cerdas memahami makna surat al-baqarah
ayat 183 itu lebih dalam, maka secara otomatis pertanyaan diatas bisa
terjawab. Dalam ayat tersebut ada beberapa kata kunci yang bisa kita
lihat. Pertama: orang yang beriman, Kedua: diwajibkan atas
kamu berpuasa, dan Ketiga: menjadi orang yang bertakwa. Jadi
yang diwajib oleh Allah disini adalah orang yang beriman, (yaitu
orang-orang yang percaya kepada Allah, kepada Malaikat, kepada
Kitab, kepada Rasul, kepada hari kiamat dan kepada takdir) untuk
melaksanakan puasa (yaitu orang-orang yang telah menjalankan
rukun Islam) dan di akhir ayat, Allah mengatakan semoga menjadi
orang yang bertakwa.
Sekarang mari kita lihat hubungan dari ketiga kata kunci tersebut,
Ketika seseorang telah mengakui bahwa ia telah beriman maka
secara otomatis ia akan melaksanakan puasa ramadhan karena puasa
ramadhan merupakan perintah dari Allah yang dibawa oleh RasulNya dan tertulis dalam kitab-Nya. Berarti hubungan sangat jelas
sekali. Yang menjadi persoalan adalah apa hubungannya dengan
takwa? apakah setelah seseorang menjalan puasa ramadhan, ia sudah
bisa
dikatakan
bertakwa?
Sebelum dijawab pertanyaan ini, mari kita lihat sifat-sifat orang yang
43

bertakwa dalam al-Qur'an. agar kita bisa tahu seperti apakah orang
yang bertakwa itu. Dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang
menjelaskan sifat-sifat orang yang bertakwa, diantaranya
a. al-Baqarah (2) : 177, sifat orang yang bertakwa adalah: Menepati
janji, sabar, benar/jujur.
b. Ali imran (3) : 102-103, sifat orang yang bertakwa adalah:
menjalin siraturrahim, syukur, menjaga diri.
c. Ali imran (3) : 133-135, sifat orang yang bertakwa adalah:
Kepedulian sosial, mengendalikan diri (menahan amarah),
pemaaf, berbuat kebaikan, bertaubat.
d. al- Ahzab (33) : 35, sifat orang bertakwa adalah: taat, benar/jujur,
sabar, khusyu', bersedekah (kepedulian sosial), memelihara diri,
zikir
e. di ayat-ayat lain mengatakan sifat orang bertakwa itu, ikhlas,
tawadu', penyayang, tanggung jawab, amanah dan lain-lain
Maka dengan demikian, ketika Allah mewajibkan orang beriman
untuk melaksanakan puasa khususnya puasa ramadhan seharus dapat
melahir sifat-sifat di atas, bukan hanya sekedar sebatas kewajiban
tapi yang paling penting adalah pembentukan karakter kejiwaan
dengan menampilkan sifat-sifat tersebut dalam kehidupan sehari hari.
Ramadhan merupakan "Madrasah Spiritual" karena di dalam
pelaksanaan ibadah tersebut banyak mengajarkan nilai-nilai kebaikan
dalam upaya pembentukan pribadi yang takwa. Jika ini semua bisa
terbentuk maka apa yang diharapakan oleh Allah dalam surat albaqarah ayat 183 bisa bisa terwujud. Akan tetapi dengan
melaksanakan puasa tidak bisa melahirkan sifat-sifat di atas, maka
bisa dikatakan puasa yang kita laksanakan tidak ada arti kerena
tujuan ibadah puasa di perintahkan adalah agar kita semua bertakwa.
selama 29-30 hari (1 bulan) dalam setahun kita dididik oleh Allah
untuk melaksanakan akhlak-akhlak tersebut dan diharapkan selama
11 bulan kedepan kita bisa menjaga untuk mempertahankan
pelaksanaan akhlak-akhlak itu dalam kehidupan kita sehari-hari. Jika
akhlak ini bisa kita laksanakan dalam kehidupan kita sehari-hari
barulah kita bisa mencapai tujuan sebagimana yang diharpkan oleh
Allah, yaitu TAKWA.
44

Akan tetapi jika kita tidak mendapat nilai-nilai akhlak itu setelah
melaksankan ibadah puasa maka benarlah apa yang telah dikhawatir
oleh Rasulullah dalam haditsnya, "Betapa banyak orang yang
berpuasa tapi tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan haus
saja".
D. Ibadah Maliah
1. Pengertian Ibadah Maliah
Ibadah maliyah adalah amalan-amalan ibadah yang lebih banyak
dilakukan dengan sarana harta benda atau ibadah yang diwujudkan
dalam bentuk pemberian harta atau terkait dengan harta : Yaitu
menggunakan harta yang Allah karuniakan untuk apa-apa yang Allah
cintai dan ridhai. Seperti zakat, infaq dan shodaqoh, dll.
2. Macam-macam ibadah maliah
a. Zakat
Zakat merupakan istilah untuk ibadah harta yang hukumnya
wajib dan ketentuannya sudah termaktub dalam al-Quran dan
Hadits. Infaq merupakan istilah ibadah harta yang hukumnya
wajib tetapi ketentuannya tidak dibuat oleh Allah dan Rasulullah.
Dan,shadaqah adalah sebutan untuk ibadah harta yang
hukumnya sunat.
Khusus tentang infaq, infaq wajib adalah infaq dari penghasilan
yang tidak dikenai kewajiban zakat. Misalnya, para staf,
karyawan, PNS, atau pegawai lainnya yang memiliki
penghasilan. Semuanya kena wajib infaq.
Hanya ada dua hukum dalam ibadah maliyah ini, yaitu wajib dan
sunat. Menurut para ulama, wajib adalah:

Sesuatu yang diganjar jika mengamalkannya dan disanksi jika


meninggalkannya
Sedangkan sunat adalah:

45

Sesuatu yang diganjar jika mengamalkannya dan tidak disanksi


jika meninggalkannya
Letak
perbedaan
kedua
hukum
tersebut
adalah
adanya reward (pahala) dan punishment(adzab). Mengamalkan
yang
wajib,
mendapat reward dan
meninggalkannya
mendapatpunishment.
Mengamalkan
yang
sunat
memperoleh reward tetapi
meninggalkannya
tidak
diberi punishment.
Kata zakat merupakan isim mashdar dari kata zak yang berarti
berkah, tumbuh, bersih dan baik. Sedangkan menurut istilah para
ulama, zakat adalah:


















Memberikan sebagian yang khusus, dari harta yang khusus,
dengan ketentuan yang khusus, dan sebagiannya disalurkan pada
waktu yang khusus, untuk yang berhak menerimanya.
Sebagaimana definisi tersebut, ada 5 unsur utama dalam zakat,
yaitu:
1) Sebagian harta, tidak seluruhnya
2) Harta yang dizakati adalah harta yang khusus (telah
ditentukan) misalnya harta perdagangan (tijarah)
3) Ada ketentuan yang khusus dalam standar ukuran misalnya
zakat perdagangan adalah 2,5 % dari modal
4) Sebagian didistribusikan pada waktu tertentu seperti halnya
zakat fitrah dan zakat emas sebagai simpanan
5) Zakat hanya untuk mustahik yang sudah ditentukan (Q.S. atTaubah [9]: 60).
b. Infaq
Infaq berasal dari kata nafaqa yang berarti telah lewat, berlalu,
habis, mengeluarkan isi, menghabiskan miliknya, atau belanja.
Menurut istilah, infaq adalah:
46












Mengeluarkan harta yang thayib (baik) dalam ketaatan atau
hal-hal yang dibolehkan
Perbedaan antara infaq dengan zakat terletak pada standar
ukuran, waktu dan mustahik. Jika zakat sudah tertentu
sebagaimana lima unsur utama zakat, maka infaq tidak ditentukan
standar ukuran, waktu penunaian, dan mustahiknya tidak terpaku
sebagaimana dalam Q.S. at-Taubah (9) ayat 60.
c. Shadaqah
Ibadah harta pada umumnya disebut shadaqah. Shadaqah yang
wajib dan ditentukan standar pelaksanaannya disebut zakat.
Shadaqah yang wajib tapi tidak ditentukan standar
pelaksanaannya disebut infaq. Adapun shadaqah yang sunat
disebut dengan kata shadaqah itu sendiri.
Shadaqah berasal dari kata ash-shidqu yang berarti benar, jujur.
Falsafahnya, shadaqah merupakan bukti bahwa seseorang
memiliki keyakinan (aqidah) yang benar, jalan hidup (syariah)
yang benar dan prilaku (akhlak) yang benar. selain itu, shadaqah
merupakan manifestasi kejujuran seseorang dalam kepemilikan
harta.
Menurut istilah, shadaqah adalah:


Sesuatu yang diberikan untuk mendekatkan diri kepada Allah
taala.
Jika zakat dan infaq sudah ditentukan jenisnya seperti uang,
emas, perak, perdagangan, hewan ternak, dll., maka shadaqah
tidak demikian. Shadaqah boleh dengan barang-barang
sebagaimana disebut, bisa juga dengan tenaga, fikiran dan
lainnya. Bahkan, wajah sumringah dan senyuman pun bisa
bernilai shadaqah.
Seluruh Kebaikan itu Shadaqah
Rasulullah saw. bersabda,
47



Setiap kebaikan itu bernilai shadaqah (H.R. Bukhari)
Wajah Sumringah itu Shadaqah
Dalam hadits yang lain, Rasulullah bersabda,


Janganlah kamu menyepelekan kebaikan sedikitpun walaupun
kamu bertemu saudaramu dengan wajah sumringah (H.R.
Muslim).
Senyum itu Shadaqah


Senyumanmu terhadap wajah saudaramu bernilai shadaqah
untukmu (H.R. Ibnu Hibban).
d. Fidyah
Fidyah adalah menempatkan sesuatu pada tempat lain sebagai
tebusan (pengganti) nya, baik berupa makanan atau lainnya.
Fidyah juga berarti kewajiban manusia mengeluarkan sejumlah
harta untuk menutupi ibadah yang ditinggalkannya. Fidyah
shaum wajib dilakukan oleh seseorang yang tak sanggup karena
kepayahan dalam melakukan shaum fardhu khususnya di bulan
Ramadhan, sebagai salah satu bentuk rukhsah (dispensasi) yang
diberikan Allah kepada mereka. Karena Allah SWT tidak
membebani hamba-hamba-Nya melainkan sesuai dengan
kemampuannya.
Selain itu juga Allah tidak pernah menjadikan syariat yang
diturunkan-Nya menyulitkan hamba-hamba-Nya. Landasan
normatif yang dititahkan Allah SWT mengenai hal ini adalah
firman-Nya dalam Al Quran: dan wajib bagi orang-orang yang
berat melakukan shaum (jika mereka tidak shaum) memberi
fidyah, yaitu dengan memberi makan satu orang miskin. (Q.S. Al
Baqarah, 2:184).
Hukum fidyah, sebagaimana firman Allah SWT di atas adalah
wajib, apabila :
1) Tidak mampu melakukan shaum, seperti karena lanjut usia.
48

2) Orang sakit permanen yang kesembuhannya sangat sulit.


3) Perempuan hamil atau perempuan yang sedang menyusui (yang
bersangkutan boleh memilih antara qadha shaum atau fidyah).
4) Jumlah fidyah adalah sejumlah makanan yang dikonsumnsi
yang bersangkut pada bulan Ramadhan. Setiap hari tidak puasa
diganti dengan fidyah makan sehari untuk seorang miskin.
e. Kifarat
Kifarat sumpah (bersumpah palsu), salah satu caranya adalah
dengan memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari
makanan yang biasa diberikan kepada keluarga sendiri atau
memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan sorang
hamba sahaya. Dalam hadits riwayat Muslim juga diterangkan
bahwa kifarat nadzar yang tidak dapat dilakukan sama dengan
kifarat sumpah.
Kifarat shaum (sebagai akibat melakukan pelanggaran shaum,
melakukan jima atau persetubuhan pada siang hari bulan
Ramadhan bagi mereka yang wajib melakukan shaum
Ramadhan), selain bisa dengan memerdekakan hamba sahaya,
bisa juga dengan melakukan shaum selama dua bulan berturutturut, tertapi juga bisa dengan memberi makan kepada enam
puluh orang fakir miskin.
Kifarat zhihar (mengharamkan istri dengan mempersamakannya
dengan ibu sendiri), adalah dengan memberikan makan enam
puluh orang miskin, selaian itu bisa juga dengan memerdekakan
hamba sahaya atau melakukan shaum selama dua bulan berturutturut. Pelaksanaan atau pemenuhan kifarat zhihar diwajibkan
kepada suami sebelum kembali (melakukan senggama) lagi
kepada istrinya.
Kifarat membunuh (tak sengaja) adalah dengan memerdekakan
hamba sahaya atau diganti dengan puasa enam puluh hari
bertutur-turut atau dengan memberi makan enam puluh fakir
miskin ditambah dengan kewajiban membayar diyat, semacam
uang duka kepada keluarga yang terbunuh. Pemberian diyat
(pembayaran sejumlah harta kepada keluarga korban) ditetapkan
sesuai dengan kesepakatan, karena sesuatu tindakan
menghilangkan nyawa ssesorang dengan tidak sengaja, juga
sebagai tebusan bila ada maaf dari pihak keluarga terbunuh.
49

Untuk pembayaran diyat, tidak terikat dengan ketentuan mesti


konsumtif, mungkin saja bersifat produktif dan monumental.
f. Kurban/udhiyyah
Udhiyyah adalah menyembelih binatang tertentu pada Hari Raya
Qurban (Idul Adha) atau Hari Tasyriq (11,12 dan 13 Dzulhijjah)
dengan niat taqarub atau qurban (mendekatkan diri) kepada Allah
SWT. Udhiyyah (qurban) sebenarnya sudah menjadi syariat para
Nabi dan Rasul Allah. Setiap Nabi melakukan ibadah qurban.
Putra Nabi Adam as (Qabil dan Habil) pernah melakukan ibadah
qurban.
Yang diabadikan secara khusus adalah qurban yang menjadi
syariat Allah SWT yang dibawa Nabi Ibarahim as. Kemudian
syariat itu dilestarikan menjadi syariat Nabi Muhammad saw
atas legitimasi dan perintah Allah SWT yang diabadikan-Nya
dalam al Quran surat Al Kautsar, 108:2.
Syarat-syarat berqurban/udhiyyah :
1) Waktu pelaksanaan qurban/udhiyyah pada Hari raya
Adha/Qurban (10 Dzulhijjah) setelah shalat sunnat Idul Adha
dan Hari Tasyriq (11,12 dan 13 Dzulhijjah).
2) Binatang qurban ialah unta, sapi atau kerbau, kambing, biri-biri
atau domba. Binatang-binatang tersebut hendaknya :
a) Tidak cacat (cacat mata, sakit, pincang, kurus dan tak
berdaya, rusak/pecah sebelah tanduknya atau telinganya).
b) Bulu binatang (kambing) lebih disukai yang berwarna putih
mulus atau bulu mulutnya, bulu kakinya dan bulu di sekitar
matanya berwarna hitam.
c) Sudah berumur satu tahun. Bila kesulitan mendapatkan
binatang berumur satu tahun boleh kambing jadzaah
(berumur sekitar 9-11 bulan, tetapi gemuk, sehat tanpa
cacat).
d) Dilakukan sendiri setelah usai melaksanakan shalat sunat
Idul Adha.
e) Satu ekor kambing berlaku untuk satu orang atau satu
keluarga.
f) Satu ekor unta atau sapi atau kerbau berlaku bagi 7 orang.
g. Aqiqah
50

Aqiqah adalah binatang (kambing atau domba) yang disembelih


dalam rangka menyambut anak yang baru dilahirkan. Aqiqah
dilaksanakan pada saat bayi berumur 7 hari, sekaligus dicukur
habis rambutnya (digunduli kepalanya) dan disyiarkan namanya.
Apabila pada hari ke 7 tidak bisa dilaksanakan aqiqah, boleh
diundurkan sampai hari
ke 14 atau hari ke 21. Pelaksanaan aqiqah setelah waktu tersebut
menjadi ihtilaf para ulama. Ada yang berpendapat, bahwa aqiqah
tetap dianjurkan, akan tetapi ada pendapat lain yang menyatakan
tidak usah dilaksanakan, lebih baik berkurban saja pada tanggal
10 Dzulhijjah atau pada hari-hari tasyriq (11, 12 dan 13
dzulhijjah).
h. Al-hadyuh
Al-Hadyu adalah melakukan penyembelihan binatang ternak
(domba) sebagai pengganti pekerjaan wajib haji yang
ditinggalkan, atau sebagai denda karena melanggar hal-hal yang
terlarang mengerjakannya dalam prosesi ibadah umrah atau haji
atau bagi mereka yang memiliki kemampuan melakukannya, atau
bagi mereka yang melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap
larangan-larangan tertentu dalam ibadah haji.
Al-Hadyu juga bisa mencakup segala bentuk penyembelihan
binatang yang dilakukan di Tanah Haram, baik sebagai
pemenuhan dam, maupun karena hal-hal lainnya seperti nadzar
atau qurban. Bagi mereka yang melakukan Haji Tamattu
(mendahulukan umrah sebelum haji) atau haji Qiran
(melaksanakan haji dan umrah secara bersama-sama) wajib
melakukan alhadyu. Kalau tidak melakukan alhadyu, maka wajib
berpuasa 10 hari, yang pelaksanaan puasanya 3 hari di tanah Suci
dan 7 hari di luar tanah suci.
i. Dam
Dam adalah menyembelih binatang tertentu sebagai sangsi
terhadap pelanggaran atau karena meninggalkan sesuatu yang
diperintahkan dalam rangka pelaksanaan ibadah haji dan umrah
atau karena mendahulukan umrah daripada haji (haji tamattu)
atau karena melakukan haji dan umrah secara bersamaan (haji
51

qiran). Dam juga diidentikkan dengan alhadyu, sekalipun tidak


selalu sama.
Dalam suatu hal alhadyu bisa lebih umum daripada dam dan
dalam hal lain dam bisa lebih umum daripada alhadyu. Dam
dilakukan bukan untuk membuat sesuatu yang rusak (batal)
menjadi sah atau yang kurang menjadi lengkap. Dam dilakukan
sebagai salah satu bentuk ketaatan kepada Allah SWT sekaligus
juga sebagai salah satu bentuk penghapusan atau kifarat atas
pelanggaran dalam pelaksanaan ibadah dan atau umrah.
j. Urgensi ibadah maliah
Ibadah maliah sangat penting dilihat dari berbagai segi, antara
lain: pertama, membersihkan harta dari kotoran kebakhilan,
keserakahan, kekejaman dan kezaliman terhadap kaum fakir
miskin. Kedua, adalah berfungsi ekonomi, membantu makanan
bagi yang miskin atau memerlukan, Ketiga, memiliki fungsi
sosial, dengan memberikan zakat kepada fakir miskin bisa
menjaga keseimbangan hidup atau kesenjangan dan menghindari
ketidak adilan sosial. Memupuk rasa kasih sayang dan kecintaan
orang kaya (aghniya) kepada yang tidak memiliki harta sehingga
terjalin keterpaduan antara orang miskin dan orang kaya, karena
kalau telah terjadi keterpaduan diantara keduanya, mudahmudahanan bisa mengantisipasi dan akan mengikis segala bentuk
kejahatan yang bisa terjadi dalam masyarakat akibat kesenjangan
dan ketidakadilan sosial.
Dalam Al-Qur'anil
karim, zakat dan shalat banyak
sekali
dijadikan dalam satu ayat. Jadi artinya digandengkan. Ini
menunjukkan bahwa urgensi zakat sama dengan urgensishalat.
Abu Bakar Shiddiq yang biasanya kebijakan-kebijakannya selalu
lunak, pada saat ada kasus sejumlah umat Islam yang
rajin shalat tetapi tidak mau membayar zakat, kontan beliau
melakukan sebuah sikap yang sangat keras dengan sumpah,
"Demi Allah. Saksikan oleh kalian, demi Allah, saya akan
berperang dengan orang-orang yang sudah rajin shalat, tetapi
tidak mau membayar zakat." Mungkin karena kebijakan ini dan
sikap Abu Bakar yang begitu tegas, mereka segera
membayar zakat.
52

Perintah itu ditujukan kepada para penguasa Muslim untuk turut


campur, supaya memerintahkan kepada umat Islam yang
wajib zakat mengeluarkan zakat. Allah SWT. berfirman dalam
sebuah hadits qudsi. "Anfiq, unfiq." (Infakkan hartamu!
Keluarkan zakatmu! Allah yang akan menggantinya.)
Barangsiapa yang membuka keran rezeki untuk kepentingan
agama dan kemanusiaan. Allah akan membuka keran rezeki yang
lebih besar, kontan di dunia sekarang. Nabi SAW. menyatakan,
tidak akan berkurang harta karena sedekah dan zakat, dijamin
tidak akan ada orang menjadi sengsara gara-gara infak dan zakat,
tidak
akan
ada
orang
menjadi
menderita
garagara infak dan zakat.
Barangsiapa
yang
memberikan infak atau zakat atau sedekah kepada orang yang
memerlukannya, berarti dia lelah menghutangkan sesuatu kepada
Allah. Allah yang bertanggung jawab untuk membayarnya.
k. Hikmah menjalankan ibadah maliah
Ibadah maliyah membawa berkah baik kepada orang miskin
selaku penerima maupun orang kaya atau para agniya, diantara
hikmahnya:
a. Pertama, bagi si kaya, sesuai dengan fungsinya, sebagai
pembersih harta, selain juga pembersih hati tuthohhiruhum
watuzaqqiihim bihaa. Jadi dengan berzakat, harta itu
menjadi bersih dari hak-hak orang lain yang dititipkan
olehAllah kepada orang kaya.
b. Kedua, bisa membersihkan hati dari penyakit tamak, rakus,
kikir, dan serta penyakit-penyakit hati lainnya. Jadi zakat
memiliki satu kekuatan transformatif dalam menyuburkan
sifat-sifat kebaikan dalam hati muzakki.
c. Memberikan zakat atau infaq dan lainnya kepada fakir
miskin bisa menjaga keseimbangan hidup atau kesenjangan
dan menghindari ketidak adilan sosial.
d. Memupuk rasa kasih sayang dan kecintaan orang kaya
(aghniya) kepada orang miskin sehingga terjalin keterpaduan
antara orang miskin dan orang kaya.

53

e. Mengikis segala bentuk kejahatan yang bisa terjadi dalam


masyarakat akibat kesenjangan, kecemburuan
dan
ketidakadilan sosial.
l. Makna spiritual ibadah maliah bagi kehidupan sosial
Harta yang dititipkan Allah kepada manusia harus dijadikan
sebagai bekal beribadah kepada Allah SWT. Banyak harta, harus
mendorong seseorang untuk lebih banyak beribadah kepada-Nya.
Harta yang dijadikan sebagai bekal dan sarana ibadah, berarti harta
yang bermanfaat dan akan membuahkan berkah kepada harta dan
kehidupan yang bersangkutan. Kewajiban syukur atas nikmat harta
harus dibuktikan dengan cara menggunakan harta tersebut sebagai
sarana ibadah kepada Allah SWT.
Pelaksanaan tugas ibadah kepada Allah tidak hanya diwujudkan
dalam bentuk ibadah fisik saja, tetapi juga harus diwujudkan dalam
bentuk ibadah harta. Investasi amal yang tidak akan berhenti
pahalanya, walaupun yang bersangkutan sudah meninggal dunia
adalah harta yang disumbangkan untuk amal jariah. Ibadah maliah
atau ibadah dengan harta termasuk bagian penting dalam syariat
Islam.
Ibadah maliyah, seperti zakat, dll termasuk ibadah ijtimai, yaitu
ibadah yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan
social kemasyarakatan.
Ibadah maliyah memiliki fungsi sosial, dengan memberikan
zakat atau infaq dan lainnya kepada fakir miskin bisa menjaga
keseimbangan hidup atau kesenjangan dan menghindari ketidak
adilan sosial. Memupuk rasa kasih sayang dan kecintaan orang
kaya (aghniya) kepada yang tidak memiliki harta sehingga
terjalin keterpaduan antara orang miskin dan orang kaya, karena
kalau telah terjadi keterpaduan diantara keduanya, mudahmudahanan bisa mengantisipasi dan akan mengikis segala bentuk
kejahatan yang bisa terjadi dalam masyarakat akibat kesenjangan
dan ketidakadilan sosial.
Zakat merupakan salah satu sendi di antara sendi-sendi Islam
lainnya. Ia (zakat) merupakan ibadah fardiyah yang berimplikasi
luas dalam kehidupan sosial (jamaiyah), ekonomi (iqtishadiyah),
54

politik (siyasiyat), budaya (tsaqafah), pendidikan (tarbiyah) dan


aspek kehidupan lainnya.
Zakat
merefleksikan
nilai
spiritual
dan
nilai charity (kedermawanan) atau filantropi dalam Islam.
Sejumlah ayat bertebaran dalam berbagai surat dalam al Quran
dan hadits Nabi ditemukan anjuran tentang pentingnya filantropi
terhadap sesama manusia, di antara QS. 30:39; QS. 9: 103; QS.
18:18. dalam al Quran surat at Taubah [9]: 103, misalnya secara
tegas dikatakan bahwa:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan menyucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa
bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
Ayat tersebut mengandung spirit filantropi dalam Islam. Dua nilai
penting yang terkandung dalam spirit ayat filantropi di atas adalah
bahwa zakat dan selalu mengandung dimensi ganda. Dimensi
kesalehan individual tercermin dalam tazkiyat an nufus dalam
zakat(penyucian dan pembersihan diri dan harta) pada satu sisi,
dan refleksi kesalehan sosial pada sisi lain seperti empati dan
solidaritas pada sisi yang lain.
Zakat sebagai media tazkiyat an nufus dalam konteks di atas
diungkapkan dalam dua istilah yaitu membersihkan dan
menyucikan. Membersihkan dalam konteks ayat tersebut
mengandung makna bahwa zakat itu membersihkan muzakki
(orang yang mengeluarkan zakat) dari sifat kikir dan cinta yang
berlebih-lebihan kepada harta benda. Sungguhpun cinta terhadap
harta merupakan tabiat manusia yang bersifat inborn sebagaimana
digambarkan dalam QS. Ali Imran [3]:14.
Dijadikan indah dalam pandangan manusia kecintaan pada apa-apa
yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak
dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi
Allahlah tempat kembali yang baik (surga).
Sedangkan istilah menyucikan dalam ayat di atas mengandung
makna bahwa zakat memiliki satu kekuatan transformatif dalam
menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hatimuzakki dan
55

harta benda yang mereka kembangkan menjadi suci lantaran


terbayar-bayarnya hak-hak orang lain yang melekat di dalamnya.
Nilai filantropi zakat lainnya adalah kepedulian dan keadilan sosial
kepada sesama manusia, terutama kepada mereka (asnaf) yang
menjadi sasaran (target group) filantropi dalam Islam, yaitu orangorang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para
mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka
yang sedang dalam perjalanan.
Filantropisme zakat dalam dinamika dan perkembangannya secara
historis memainkan peran ganda, sebagai instrumen pelaksanaan
kewajiban ritual yang berorientasi pada kepentingan-kepentingan
individual yang bersifat vertikal (hablun min Allah) dalam
rangkatazkiyat an nufus sebagaimana dikatakan di atas pada satu
sisi, juga sebagai instrumen ekonomi transformatif, yaitu dalam
memberdayakan ekonomi dan pemecahan permasalahan
kemiskinan umat pada satu sisi yang lain.
E. Haji
1.

Hakekat Haji
Haji adalah Rukun Islam yang kelima. Ia suatu ibadah berkunjung ke
Kabah di tanah suci pada suatu masa tertentu, untuk dengan sengaja
mengerjakan beberapa amal ibadah dengan syarat-syarat tertentu dan
atas dasar menunaikan panggilan perintah Allah s.w.t. dan dengan
mengharap redhaNya.
Menurut Jumhur ulama (mayoritas ulama), ibadah Haji diresmikan
menjadi syariah Muhammad s.a.w. pada tahun keenam hijrah, dan
tahun itulah kaum kafir Quraisy, tahun ketujuh Nabi pergi
menunaikan Umrah tersebut, kemudian di tahun kesembilan
Rasulullah mengangkat Abu Bakar Ashshiddiq berangkat mengetuai
Jamaah Haji, tahun kesepuluh barulah Rasulullah sendiri naik Haji
dengan seluruh kaum Muslimin yang terkenal dengan Haji Wada
(haji perpisahan). Dan delapan pulh satu hari sesudah itu beliaupun
berpulang ke Rahmatullah.

56

Haji diwajibkan kepada setiap Muslim yang telah memenuhi


beberapa syarat. Syarat-syarat itu ialah orang-orang Islam yang telah
baligh, berakal sehat (tidak gila), mempunyai kebebasan dan
kemerdekaan penuh serta kemampuan materiil. Kewajiban mana
adalah sekali dalam seumur hidup.
Firman Allah s.w.t. :
2.

Rukun-rukun Haji
Rukun Haji ada Lima perkara:
1. Ihram
Ihram yaitu memasang niat mengerjakan Haji atau Umrah seraya
memakai pakaian ihram pada miqat (tempt yang ditentukan
dan masa tertentu). Ketentuan masa (miqat zamani), yaitu dari
wala bulan Syawal sampai terbit fajar Hari Raya Haji (10 bulan
Haji), ihram haji wajib dilakukan dalam masa tersebut, 2 bulan 9
hari. Adapun ketentuan tempat (miqat makani) ditentukan lima
tempat bagi semua jamaah Haji yang dating menuju Mekkah
dari berbagai negara dan jurusan.
Miqat makani bagi orang-orang dari Indonesia dan yang sejalan
(Yaman, Pakistan, India dan Malaysia), apabila kapal mereka
telah bertepatan dengan bukit Yalamlam di tanah Arab.
Menurut pendapat Syekh Ibnu Hajar dalam kitab Tuhfah,
jamaah haji Indonesia diperbolehkan berihram di Jeddah.
Apabila kapal Haji sudah memasuki lautan Merah dan telah
sejurusan dengan Yalamlam, maka Jamaah Haji telah wajib
memakai Ihram. Hal tersebut berlaku bagi Jamah Haji yang
langsung dari Jeddah menuju Mekkah. Dan ini biasanya dan ini
biasanya berlaku bagi jamaah Haji Indonesia yang dating
dengan kapal Haji trip (gelombang) kedua.
Bagi jamaah haji yang dating dengan kapal trip pertsms
umumnya dari Jeddah lalu pergi ke Madinah leih dahulu, maka
miqat mereka (tempat memakai ihram) sama dengan miqat orang
Madinah ysitu di satu tempat di perjalanan antara MadinahMekah yang bernama Zulhulaifah, atau tempat yeng dikenal
sekarang dengan nama Bir Ali.

57

Jamaah Haji Indonesia yang datang dengan kapal haji trip


pertama sampai di Mekah (biasanya sudah masuk bulan Syawal),
tetapi waktu mengerjakan Haji masih lama, umumnya tidak
sanggup terus memakai ihram, maka mereka dapat berbuat Haji
Tamattu, yaitu memakai Ihram dengan niat Umrah pada miqat.
Sesampai di Mekah, segera tawaf dan sai, lalu bercukur
(tahallul) dan menanggalkan kain ihram.
Memakai ihram adalah menanggalkan pakaian berjahit atau
menyarungi, dan hanya memakai sehelai kain dan sehelai
selendang yang tidak berjahit bagi pria. Disunnatkan yang putih
dan baru/bersih. Adapun bagi wanita cukup dengan pakaian
biasa., tetapi muka dan kedua telapak tangannya harus terbuka.
Dalam berihram, ada beberapa cara yang perlu dilakukan,
sebagaimana ada hal-hal yang dilarang melakukannya. Dalam
buku/kitab pedoman Manasik Haji, atau dalam Kitab-kitab fiqhi
pada bab Haji, dijelaskan tentang cara-cara berihram dan hal-hal
yang dilarang mengerjakannya.
2. Wuquf
Yaitu hadir di Padang Arafah pada waktu yang ditentukan, yaitu
mulai dari tergelincirnya matahari (waktu Dzuhur) tanggal 9
Dzulhijjah sampai terbit fajar tanggal 1-0 Dzulhijjah. Artinnya
orang yang berhaji itu waijb berada di Padang Arafah pada waktu
tersebut. Arafah adalah padang sahara luas, dikelilingi oleh
bukit-bukit dan gunung-gungung, letaknya sejauh 27 km dari
Mekkah. Wukuf di Arafah adalah manasik haji yang sangat
penting, tanpa melakukan wukuf berarti belumlah seseorang
berhaji. Rasulullah s.a.w. bersabda al-Hajju arafah (haji itu
ialah di Arafah).
3. Thawaf Berkeliling Kabah)
Tawaf dilakukan sebanyak tujuh kali dimulai dari Hajar Aswad
(batu hitam) sedang Kabah disebelah kiri orang yang tawaf, dan
harus dilakukan didalam Mesjid. Ada beberapa jenis tawaf:
Tawaf qudum yaitu tawaf ketika baru tiba, seperti halnya
shalat tahiyyatul Masjid
Tawaf ifadhah yaitu tawaf rukun haji
58

Tawaf Tahallul yaitu menghalalkan barang yang haram


karena ihram
Tawaf Nazar yaitu tawaf yang dinazarkan
Tawaf sunnat.

Perintah melakukan tawaf khususnya tawaf ifadhah berdasar


firman Allah; Dan hendaklah merka tawaf pada kabah itu.
4. SaI (berlari-lari kecil)
Berlari-lari kecil diantara dua buah bukit Safa dan Marwah,
sebanyak tujuh kali pergi dan kembali. Melakukan sai dimulai
dari bukit Safa dan diakhiri dibukit Marwah. Waktunya ialah
setelah melakukan tawaf, baik tawaf ifadahah maupun tawaf
qudum. Kedua bukit Safa dan Marwah dalam rangka berhaji
disebut dalam Al-Quran, Al-Baqarah (2) ayat 158. Jarak antara
kedua bukit sejahu 405 meter.
5. Tahallul
Yaitu mencukur dan menggunting rambut, sekurang-kurangnya
menghilangkan tiga helai rambut. Bagi pria di sunnat cukur habis
dan bagi wanita menggunting ujung-unjung Rambut sepanjang
jari, dan bagi orang yang sudah botak sunnat dilakukan dengan
pisau cukur diatasa kepalanya.
Hendaklah pekerjaan-pekerjaan tersebut di atas dilakukan secara
tertib, yaitu mendahulukan yang pertama dan secra berturut-turut
sampai pada terakhir, juga termasuk rukun Haji.

3.

Hikmah melaksanakan ibadah Haji


Hikmah ketika melaksanakan Ibadah haji antara lain :
Menumbuhkan jiwa tauhid yang tinggi;
Pembentukan sikap mental dan akhlak mulia;
Menyatukan Ummat islam sedunia menjadi Ummah Wahidah,
karena kesatuan aqidah dan kesatuan idiologi;
Mengajarkan sejarah, khususnya sejarah perjuangan Nabi
Muhammad s.a.w. dan Nabi Ibrahim a.s.;

59

Mendorong untuk mengenal peta palnet Bumi, mengetahui


tentang manusianya dan mengerti tentang masyarakatnya;
Menjadi forum Muktamar Akbar ummat Islam sedunia, sekali
setahun untuk membahas dan memecahkan problematika alam
Islami
Himah lain dari ibadah Haji sebagai suatu kewajiban agama, bahwa
Islam mendorong kepada pemeluknya untuk menjadi manusia yang
luas gerak hidupnya, banyak ilmu dan pengalaman, dapat
menjelajahi punggung Bumi ini, minimal sekali seumur hidup.
Dengan itu mereka dapat belajar dari dunia luar yang belum pernah
dilihatnya, bergaul dan berkenalan dengan berbagai macam bangsa
dan bahasa.
Dengan demikian, Islam mengajarkan gerak hidup yang penuh
dinamik, luas ilmu dan pengalaman, tidak seperti hidupnya kodok di
bawh tempurung, dengan persyaratan istathaah (kemampuan),
maka secara tidak langsung, Islam mengajarkan kepada pemeluknya
untuk tumbuh menjadi manusia kuat dan perkasa materiil dan
sprituil. Sebaliknya Ummat Islam tidak boleh menjadi manusia
lemah yang selalu menggantungkan nasibnya pada pertolongan dan
balas kasihan orang lain. Sebab itu setiap muslim harus berusaha
untuk naik Haji. Kalau dia mampu maka hukumnya wajib. Tetapi
untuk seluruh ummat Islam, minimal pernah memasang niat haji
sekali dalam hidupnya. Karena barulah sempurna Islam itu,
manakala seluruh Rukun Islam telah dilaksanakan.

60

BAB II
AKHLAK
A. Pengertian Akhlak
Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang
didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan
suatu perbuatan yang baik. Akhlak merupakan bentuk jamak
dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti
perangai, tingkah laku, atau tabiat.
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali,
dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai
yang melekat pada diri seorang yang dapat memunculkan
perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih
dahulu.
Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah
laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak
cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya
sewaktu-waktu saja. Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika
timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam
diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran
apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga
terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat. Apabila
perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah
pencerminan dari akhlak.
Akhlak disebut sebagai ilmu akhlak yang mempunyai arti
sebagai
studi
yang sistematik tentang tabiat dari
pengertian nilai baik, buruk, seharusnya benar, salah dan
sebaginya tentang prinsip umum dan dapat diterapkan
terhadap
sesuatu,
selanjutnya
dapat
disebut
juga
sebagai filsafat moral.
Ada empat hal yang harus ada apabila seseorang ingin
dikatakan berakhlak.
Perbuatan yang baik atau buruk.
Kemampuan melakukan perbuatan.
Kesadaran akan perbuatan itu
Kondisi jiwa yang
membuat
cenderung
perbuatan baik atau buruk
61

melakukan

B. Sumber Akhlak
Akhlak bersumber pada agama, agama memiliki dua aturan
yaitu al-Quran dan Hadits, yang mana akhlak ini telah di
contohkan oleh Rasulullah Saw, Nabi Muhammad Saw. Akhlak
sama artinya dengan perangai, perangai sendiri mengandung
pengertian sebagai suatu sifat dan watak yang merupakan
bawaan seseorang. Pembentukan peragai ke arah baik atau
buruk, ditentukan oleh faktor dari dalam diri sendiri maupun
dari luar, yaitu kondisi lingkungannya. Lingkungan yang paling
kecil
adalah keluarga,
melalui
keluargalah kepribadian seseorang dapat terbentuk.
Secara terminologi akhlak berarti tingkah laku seseorang yang
didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan
suatu
perbuatan
yang
baik.
Para
ahli
seperti Al
Gazali menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang
melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan
perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih
dahulu. Peragai sendiri mengandung pengertian sebagai
suatu sifat dan watak yang merupakan bawaan seseorang.

C. Budi pekerti
Budi pekerti pada kamus bahasa Indonesia merupakan kata
majemuk dari kata budi dan pekerti. Budi berarti sadar atau
yang menyadarkan atau alat kesadaran. Pekerti berarti
kelakuan. Secara terminologi, kata budi ialah yang ada pada
manusia yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong
oleh pemikiran, rasio yang disebut dengan nama karakter.
Sedangkan pekerti ialah apa yang terlihat pada manusia,
karena didorong oleh perasaan hati, yang disebut behavior.
Jadi dari kedua kata tersebut budipekerti dapat diartikan
sebagai perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang
bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku manusia.
Penerapan budi pekerti tergantung kepada pelaksanaanya.
Budi pekerti dapat bersifat positif maupun negatif. Budi pekerti
itu sendiri selalu dikaitkan dengan tingkah laku manusia. Budi
pekerti didorong oleh kekuatan yang terdapat di dalam hati
yaitu rasio. Rasio mempunyai tabiat kecenderungan kepada
ingin tahu dan mau menerima yang logis, yang masuk akal
62

dan sebaliknya tidak mau menerima yang analogis, yang tidak


masuk akal.
Selain unsur rasio di dalam hati manusia juga terdapat unsur
lainnya yaitu unsur rasa. Perasaan manusia dibentuk oleh
adanya
suatu
pengalaman, pendidikan, pengetahuan dan
suasana lingkungan.
Rasa mempunyai kecenderungan kepada keindahan. Letak
keindahan adalah pada keharmonisan susunan sesuatu,
harmonis
antara
unsur jasmani dengan rohani, harmonis antara cipta, rasa dan
karsa, harmonis antara individu dengan masyarakat, harmonis
susunan keluarga, harmonis hubungan antara keluarga.
Keharmonisan akan menimbulkan rasa nyaman dalam kalbu
dan tentram dalam hati. Perasaan hati itu sering disebut
dengan nama hati kecil atau dengan nama lain yaitu suara
kata hati, lebih umum lagi disebut dengan nama hati nurani.
Suara hati selalu mendorong untuk berbuat baik yang bersifat
keutamaan serta memperingatkan perbuatan yang buruk dan
brusaha mencegah perbuatan yang bersifat buruk dan hina.
Setiap orang mempunyai suara hati, walaupun suara hati
tersebut kadang-kadang berbeda.
Hal
ini
disebabkan
oleh
perbedaan keyakinan,
perbedaan pengalaman, perbedaan lingkungan, perbedaan
pendidikan dan sebagainya. Namun mempunyai kesamaan,
yaitu keinginan mencapai kebahagiaan dan keutamaan
kebaikan yang tertinggi sebagai tujuan hidup.

D. Karsa
Dalam diri manusia itu sendiri terdapat karsa yang
berhubungan dengan rasio dan rasa. Karsa disebut dengan
kemauan atau kehendak, hal ini tentunya berbeda dengan
keinginan.
Keinginan
lebih
mendekati
pada
senang
atau cinta yang kadang-kadang berlawanan antara satu
keinginan
dengan
keinginan
lainnya
dari
seseorang
pada waktu yang sama, keinginan belum menuju pada
pelaksanaan. Kehendak atau kemauan adalah keinginan yang
dipilih di antara keinginan-keinginan yang banyak untuk
63

dilaksanakan. Adapun kehendak muncul melalui sebuah proses


sebagai berikut:

Ada stimulan kedalam panca indera


Timbul keinginan-keinginan
Timbul kebimbangan, proses memilih
Menentukan pilihan kepada salah satu keinginan
Keinginan yang dipilih menjadi salah satu kemauan,
selanjutnya akan dilaksanakan.

Perbuatan yang dilaksanakan dengan kesadaran dan dengan


kehendaklah yang disebut dengan perbuatan budi pekerti.

E. Perbedaan dan Persamaan antara Akhlak, Etika dan Moral


Moral, etika dan akhlak memiliki
pengertian
yang
sangat
berbeda. Moral berasal dari bahasa latin yaitu mos, yang
berarti adat istiadat yang menjadi dasar untuk mengukur
apakah perbuatan seseorang baik atau buruk.. Dapat dikatakan
baik buruk suatu perbuatan secara moral, bersifat lokal.
Sedangkan akhlak adalah tingkah laku baik, buruk, salah benar,
penilaian ini dipandang dari sudut hukum yang ada di dalam
ajaran
agama.
Perbedaan
dengan etika,
yakni
Etika
adalah ilmu yang
membahas
tentang moralitas atau
tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas. Etika
terdiri dari tiga pendekatan, yaitu etika deskriptif, etika
normatif, dan metaetika. Kaidah etika yang biasa dimunculkan
dalam etika deskriptif adalah adat kebiasaan, anggapananggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang
diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Sedangkan kaidah
yang
sering
muncul
dalam etika normatif,
yaitu hati
nurani, kebebasan dan tanggung
jawab, nilai dan norma,
serta hak dan kewajiban.
Selanjutnya
yang
termasuk kaidah dalam metaetika adalah ucapan-ucapan yang
dikatakan pada bidang moralitas.
Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa etika
adalah ilmu, moral adalah ajaran, dan akhlak adalah tingkah
laku manusia.

F. Pembagian Akhlak
64

a. Akhlak Baik (Al-Hamidah)


1. Jujur (Ash-Shidqu)
adalah suatu tingkah laku yang didorong oleh keinginan
(niat) yang baik dengan tujuan tidak mendatangkan
kerugian bagi dirinya maupun oranglain.
b) Berprilaku baik (Husnul Khuluqi)
c) Malu (Al-Haya')
d) Rendah hati (At-Tawadlu')
e) Murah hati (Al-Hilmu)
f) Sabar (Ash-Shobr)
Dari 'Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, semoga
Allah merelakannya, berkata, "Rasulullah SAW. bersabda",
"Ketika Allah mengumpulkan segenap makhluk pada hari
kiamat kelak, menyerulah Penyeru", "Di manakah itu,
orang-orang yang utama (ahlul fadhl) ?". Maka berdirilah
sekelompok manusia, jumlah mereka sedikit, dengan
cepatnya mereka bergegas menuju syurga, para malaikat
berpapasan dengan mereka, lalu menyapa mereka. "Kami
lihat kalian begitu cepat menuju syurga, sipakah kalian ?".
Orang-orang ini menjawab, "Kamilah itu orang-orang yang
utama (ahlul fadhl)". "Apa keutamaan kalian ?", tanya para
malaikat. Orang-orang ini memperjelas, "Kami, jika
didzalimi, kami bersabar. Jika diperlakukan buruk, kami
memaafkan. Jika orang lain khilaf pada kami, kamipun tetap
bermurah hati". Akhirnya dikatakan pada mereka,
"Masuklah ke dalam syurga, karena demikian itulah sebaikbaik balasan bagi orang-orang yang beramal". Setelah itu
menyerulah lagi penyeru, :"Di manakan itu, orang-orang
yang bersabar (ahlush shabr) ?". Maka berdirilah
sekelompok manusia, jumlah mereka sedikit, dengan
cepatnya mereka bergegas menuju syurga, para malaikat
berpapasan dengan mereka, lalu menyapa mereka. "Kami
lihat kalian begitu cepat menuju syurga, sipakah kalian ?".
Orang-orang ini menjawab, "Kamilah itu orang-orang yang
sabar (ahlush shabr). "Kesabaran apa yang kalian
maksud ?", tanya para malaikat. Orang-orang ini
memperjelas, "Kami sabar bertaat pada Allah, kamipun
65

sabar tak bermaksiat padaNya. Akhirnya Dikatakan pada


mereka, "Masuklah ke dalam syurga, karena demikian
itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal".
(Hilyatul Auliyaa'/ Juz III/ Hal. 140)
g) Akhlak Buruk (Adz-Dzamimah)
1. Mencuri/mengambil bukan haknya
2. Iri hati
3. Membicarakan kejelekan orang lain (bergosip)
4. Membunuh
5. Segala bentuk tindakan yang tercela dan merugikan
orang lain ( mahluk lain).

G. Macam-macam Akhlak
Berkenaan dengan akhlak kepada Allah dilakukan dengan cara
memuji-Nya, yakni menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya
yang menguasai dirinya. Oleh sebab itu, manusia sebagai
hamba Allah mempunyai cara-cara yang tepat untuk
mendekatkan diri. Caranya adalah sebagai berikut :
1. Mentauhidkan Allah
Yaitu dengan tidak menyekutukan-Nya kepada sesuatu
apapun. Seperti yang digambarkan dalam Quran Surat AlIkhlas : 1-4.
2. Bertaqwa kepada Allah
Maksudya adalah berusaha dengan semaksimal mungkin
untuk dapat melaksanakan apa-apa yang telah Allah
perintahkan dan meninggalkan apa-apa yang dilarang-Nya.
a. Hakekat taqwa dan kriteria orang bertaqwa
Bila ajaran Islam dibagi menjadi Iman, Islam, dan Ihsan,
maka pada hakikatnya taqwa adalah integralisasi ketiga
dimensi tersebut. Lihat ayat dalam Surah Al- Baqoroh: 24, Ali Imron: 133-135.
b. Buah dari taqwa
1) Mendapatkan sikap furqan yaitu tegas membedakan
antara hak dan batil (Al- anfal : 29)
66

2) Mendapatkan jalan keluar dari kesulitan (At-thalaq :


2)
3) Mendapat rezeki yang tidak diduga- duga (At-thalaq :
3)
4) Mendapat limpahan berkah dari langit dan bumi (AlAraf : 96)
5) Mendapatkan
thalaq : 4)

kemudahan

dalam

urusannya

(At-

6) Menerima penghapusan dosa dan pengampunan


dosa serta mendapat pahala besar (Al- anfal : 29 &
Al- anfal : 5).
3. Beribadah kepada Allah
Allah berfirman dalam Surah Al- Anam : 162 yang
artinya :Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.Dapat
juga dilihat dalam Surah Al- Mumin : 11 & 65 dan AlBayyinah : 7-8.
4. Taubat
Sebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan
pernah luput dari sifat lalai dan lupa. Karena hal ini
memang merupakan tabiat manusia. Oleh karena itu, ketika
kita sedang terjerumus dalam kelupaan sehingga berbuat
kemaksiatan, hendaklah segera bertaubat kepada-Nya. Hal
ini dijelaskan dalam Surah Ali-Imron : 135.
5. Membaca Al-Quran
Seseorang yang mencintai sesuatu, tentulah ia akan
banyak dan sering menyebutnya. Demikian juga dengan
mukmin yang mencintai Allah, tentulah ia akan selalu
menyebut asma-Nya dan juga senantiasa akan membaca
firman-firman-Nya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW
berkata yang artinya : Bacalah Al-Quran, karena
sesungguhnya Al-Quran itu dapat memberikan syafaat
dihari kiamat kepada para pembacanya.
6. Ikhlas
67

Secara terminologis yang dimaksud dengan ikhlas adalah


beramal
semata-mata
mengharapkan
ridha
Allah
SWT. Dalam bahasa populernya ikhlas adalah berbuat tanpa
pamrih, hanya semata-mata karena Allah SWT.
a. Tiga unsur keikhlasan:
1) Niat yang ikhlas ( semata-semata hanya mencari
ridho Allah )
2) Beramal dengan tulus dan sebaik-baiknya
3) Pemanfaatan hasil usaha dengan tepat.
b. Keutamaan Ikhlas
Hanya dengan ikhlas, semua amal ibadah kita akan
diterima oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, yang
artinya :Selamatlah para mukhlisin. Yaitu orang- orang
yang bila hadir tidak dikenal, bila tidak hadir tidak dicaricari. Mereka pelita hidayah, mereka selalu selamat dari
fitnah kegelapan( HR. Baihaqi ).
7. Khauf dan Raja
Khauf dan Raja atau takut dan harap adalah sepasang
sikap batin yang harus dimiliki secara seimbang oleh setiap
muslim. Khauf didahulukan dari raja karena khauf dari bab
takhalliyyah (mengosongkan hati dari segala sifat jelek),
sedangkan raja dari bab tahalliyah (menghias hati dengan
sifat-sifat yang baik). Takhalliyyah menuntut tarku almukhalafah (meninggalkan segala pelanggaran), dan
tahalliyyah mendorong seseorang untuk beramal.
8. Tawakal
Adalah membebaskan diri dari segala kebergantungan
kepada selain Allah dan menyerahkan keputusan segala
sesuatunya kepadanya. Allah berfirman dalam surah Hud:
123, yang arinya :Dan kepunyaan Allah lah apa yang ghaib
di langit dan di bumi dan kepada-Nya lah dikembalikan
urusan- urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan
bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali- kali Tuhanmu tidah
lalai dari apa yang kamu kerjakan.

68

Tawakal harus diawali dengan kerja keras dan usaha


maksimal ( ikhtiar ). Tidaklah dinamai tawakal kalau hanya
pasrah menunggu nasib sambil berpangku tangan tanpa
melakukan apa- apa.

H. Ruang lingkup Akhlak


1. Akhlak terhadap Rasulullah
Berakhlak kepada Rasulullah dapat diartikan suatu sikap yang
harus dilakukan manusia kepada Rasulullah sebagai rasa
terima kasih atas perjuangannya membawa umat manusia
kejalan yang benar.
Adapun diantara akhlak kita kepada rasulullah yaitu salah
satunya ridho dan beriman kepada rasul , ridho dalam beriman
kepada rasul inilah sesuatu yang harus kita nyatakan
sebagaimana hadist nabi saw;Aku ridho kepada allah sebagai
tuhan, islam sebagai agama dan muhammad sebagai nabi dan
rasul.
Banyak cara yang dilakukan dalam berkhlak kepada Rasulullah
SAW. Diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Mengikuti dan mentaati Rasulullah SAW
Mengikuti dan mentaati Rasul merupakan sesuatu yang
bersifat mutlak bagi orang-orang yang beriman. Karena itu,
hal ini menjadi salah satu bagian penting dari akhlak
kepada Rasul, bahkan Allah SWT akan menempatkan orang
yang mentaati Allah dan Rasul ke dalam derajat yang tinggi
dan mulia, hal ini terdapat dalam firman Allah:

Artinya: Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul,


mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang
dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, orang-orang
yang benar, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang
shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya (QS
4:69).
69

b. Mencintai dan memuliakan Rasulullah


Keharusan yang harus kita tunjukkan dalam akhlak yang
baik kepada Rasul adalah mencintai beliau setelah
kecintaan kita kepada Allah Swt. Penegasan bahwa urutan
kecintaan kepada Rasul setelah kecintaan kepada Allah
disebutkan dalam firman Allah:

Artinya: Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudarasaudara, isteri-isteri, keluarga, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya,
dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah
lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dasn (dari)
berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang fasik (QS 9:24).
c. Mengucapkan sholawat dan salam kepada Rasulullah
Mengucapkan sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad
SAW, sebagai tanda ucapan terimakasih dan sukses dalam
perjuangannya. Secara harfiyah, shalawat berasal dari kata
ash shalah yang berarti doa, istighfar dan rahmah.
Rasulullah
berikut:

SAW

dalam

sabdanya

menyatakan

sebagai




Artinya: Orang yang kikir ialah orang yang menyebut
namaku
didekatnya,
tetapinia
tidak
bersholawat
kepadaku. (H.R Ahmad ).



70

Artinya: Siapa yang bersholawat kepadaku satu kali, Allah


akan bersholawat kepadanya sepuluh kali sholawat. (H.R
Ahmad).
d. Mencontoh akhlak Rasulullah.
Jika Rasulullah bersikap kasih saying keras dalam
memperthankan prinsip, dan seterusnya maka manusia
juga harus demikian. Allah berfirman:

Artinya: Muhammad itu adalah utusan Allah dan orangorang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap
orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka,
kamu lihat mereka ruku` dan sujud mencari karunia Allah
dan keridhaan-Nya.(QS al-Fath 29).
e. Melanjutkan Misi Rasulullah.
Misi Rasul adalah menyebarluaskan dan menegakkan nilainilai Islam. Tugas yang mulia ini harus dilanjutkan oleh
kaum muslimin, karena Rasul telah wafat dan Allah tidak
akan mengutus lagi seorang Rasul. Meskipun demikian,
menyampaikan nilai-nilai harus dengan kehati-hatian agar
kita tidak menyampaikan sesuatu yang sebenarnya tidak
ada dari Rasulullah Saw. Keharusan kita melanjutkan misi
Rasul ini ditegaskan oleh Rasul Saw:
Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat, dan
berceritalah tentang Bani Israil tidak ada larangan.
Barangsiapa berdusta atas (nama) ku dengan sengaja,
maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya di
neraka (HR. Ahmad, Bukhari dan Tirmidzi dari Ibnu Umar).
f.

Menghormati Pewaris Rasul


Berupaya menjaga nama baiknya dari penghinaan dan
cemoohan yang orang-orang yang tidak suka padanya.
Berakhlak baik kepada Rasul Saw juga berarti harus

71

menghormati para pewarisnya, yakni para ulama yang


konsisten dalam berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam,
yakni yang takut kepada Allah Swt dengan sebab ilmu yang
dimilikinya.














Artinya:Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara
hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (QS 35:28).
Kedudukan ulama sebagai pewaris Nabi dinyatakan oleh
Rasulullah Saw: Dan sesungguhnya ulama adalah pewaris
Nabi. Sesungguhnya Nabi tidak tidak mewariskan uang dinar
atau dirham, sesungguhnya Nabi hanya mewariskan ilmui
kepada
mereka,
maka
barangsiapa
yang
telah
mendapatkannya berarti telah mengambil mbagian yang
besar (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
g. Menghidupkan Sunnah Rasul
Kepada umatnya, Rasulullah Saw tidak mewariskan harta
yang banyak, tapi yang beliau wariskan adalah Al-Quran dan
sunnah, karena itu kaum muslimin yang berakhlak baik
kepadanya akan selalu berpegang teguh kepada Al-Quran
dan sunnah (hadits) agar tidak sesat, beliau bersabda:Aku
tinggalkan kepadamu dua pusaka, kamu tidak akan tersesat
selamanya bila berpegang teguh kepada keduanya, yaitu
kitab Allah dan sunnahku (HR. Hakim).
1) Akhlak Terhadap Diri Sendiri (Individual)
Manusia sebagai makhluk Allah mempunyai kewajiban
terhadap dirinya sendiri. Namun bukan berarti kewajiban ini
lebih penting daripada kewajiban kepada Allah. Dikarenakan
kewajiban yang pertama dan utama bagi manusia adalah
mempercayai dengan keyakinan yang sesungguhnya bahwa
Tiada Tuhan melainkan Allah. Keyakinan pokok ini
merupakan kewajiban terhadap Allah sekaligus merupakan
kewajiban manusia bagi dirinya untuk keselamatannya.
Manusia mempunyai kewajiban kepada dirinya sendiri yang
harus ditunaikan untuk memenuhi haknya. Kewajiban ini
72

bukan semata-mata untuk mementingkan dirinya sendiri


atau menzalimi dirinya sendiri. Dalam diri manusia
mempunyai dua unsur, yakni jasmani (jasad) dan rohani
(jiwa). Selain itu manusia juga dikaruniai akal pikiran yang
membedakan manusia dengan makhluk Allah yang lainnya.
Tiap-tiap unsur memiliki hak di mana antara satu dan yang
lainnya mempunyai kewajiban yang harus ditunaikan untuk
memenuhi haknya masing-masing.
a. Berakhlak Terhadap Jasmani
1. Senantiasa Menjaga Kebersihan
Islam menjadikan kebersihan sebagian dari Iman.
Seorang muslim harus bersih/ suci badan, pakaian,
dan tempat, terutama saat akan melaksanakan
sholat dan beribadah kepada Allah, di samping suci
dari kotoran, juga suci dari hadas.
Allah SWT berfirman yang artinya:Mereka bertanya
kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu
adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah
kamu menjauhkan diri137 dari wanita di waktu
haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka,
sebelum mereka suci138. Apabila mereka telah suci,
maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai
orang-orang
yang
mensucikan
diri. (QS.
Al
Baqarah:222)Artinya
: Janganlah
kamu
bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya.
Sesungguh-nya mesjid yang didirikan atas dasar
taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah
lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya
mesjid
itu
ada
orang-orang
yang
ingin
membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah
menyukai
orang-orang
yang
bersih. (QS.
At
Taubah:108)
2. Menjaga Makan dan Minumnya

73

Makan dan minum merupakan kebutuhan vital bagi


tubuh manusia, jika tidak makan dan minum dalam
keadaan tertentu yang normal maka manusia akan
mati. Allah SWT memerintahkan kepada manusia
agar makan dan minum dari yang halal dan tidak
berlebihan. Sebaiknya sepertiga dari perut untuk
makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga
untuk udara.
Allah SWT berfirman :Artinya : Maka makanlah yang
halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah
kepadamu; dan syukurilah ni'mat Allah, jika kamu
hanya kepada-Nya saja menyembah. (QS. An
Nahl:114)
3. Menjaga Kesehatan
Dari
sahabat Abu
Hurairah,
Bersabda Rasulullah, Mumin
yang
kuat
lebih
dicintai Allah dari mumin yang lemah, dan masingmasing memiliki kebaikan. Bersemangatlah terhadap
hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mohonlah
pertolongan kepada Allah dan jangan merasa malas,
dan apabila engkau ditimpa sesuatu maka
katakanlah Qodarulloh wa maa syaaa faal, Telah
ditakdirkan oleh Allah dan apa yang Dia kehendaki
pasti terjadi. (HR. Muslim)
4. Berbusana yang Islami
Allah SWT berfirman Artinya : Hai anak Adam,
sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutup 'auratmu dan pakaian indah
untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang
paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian
dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan
mereka selalu ingat. (QS. Al Araf:26)
2) Berakhlak terhadap jiwa
a. Bertaubat dan Menjauhkan Diri dari Dosa Besar
Taubat adalah meninggalkan seluruh dosa dan
kemaksiatan, menyesali perbuatan dosa yang telah lalu
74

dan berkeinginan teguh untuk tidak mengulangi lagi


perbuatan dosa tersebut pada waktu yang akan datang.
Allah SWT berfirman yang Artinya : Hai orang-orang
yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan
taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).
Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahankesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari
ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang
mu'min yang bersama dia; sedang cahaya mereka
memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka,
sambil
mereka
mengatakan:
"Ya
Rabb
kami,
sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah
kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu." (QS. At-Tahrim : 8)
b. Bermuraqabah
Muraqabah adalah rasa kesadaran seorang muslim
bahwa dia selalu diawasi oleh Allah SWT. Dengan
demikian dia tenggelam dengan pengawasan Allah dan
kesempurnaan-Nya sehingga ia merasa akrab, merasa
senang, merasa berdampingan, dan menerima-Nya
serta menolak selain Dia.Firman Allah SWT :





Artinya : Sesungguhnya Allah itu maha mengawasimu.
(QS. An-Nisa : 1)
c. Bermuhasabah
Yang
dimaksud
dengan
muhasabah
adalah
menyempatkan
diri
pada
suatu
waktu
untuk
menghitung-hitung amal hariannya. Firman Allah SWT
yang Artinya : Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari
esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (QS. Al-Hasyr : 18)
75

d. Mujahadah
Mujahadah adalah berjuang, bersungguh-sungguh,
berperang melawan hawa nafsu. Hawa nafsu senantiasa
mencintai ajakan untuk terlena, menganggur, tenggelam
dalam nafsu yang mengembuskan syahwat, kendatipun
padanya terdapat kesengsaraan dan penderitaan.Firman
Allah SWT yang Artinya : Dan aku tidak membebaskan
diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang
diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku
Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (QS. Yusuf :
53)
3) Berakhlak terhadap Akal
a. Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu merupakan salah satu kewajiban bagi
setiap muslim, sekaligus sebagai bentuk akhlak seorang
muslim. Sebuah hadits Rasulullah SAW menggambarkan
yang Artinya : Menuntut ilmu merupakan kewajiban
bagi setiap muslim. (HR. Ibnu Majah)
b. Memiliki Spesialisasi Ilmu yang dikuasai
Setiap muslim perlu mempelajari hal-hal yang memang
sangat urgen dalam kehidupannya. Menurut Dr.
Muhammad Ali Al-Hasyimi (1993 : 48), hal-hal yang
harus dikuasai setiap muslim adalah : Al-Qur'an, baik
dari segi bacaan, tajwid dan tafsirnya; kemudian ilmu
hadits; sirah dan sejarah para sahabat; fikih terutama
yang terkait dengan permasalahan kehidupan, dan lain
sebagainya. Setiap muslim juga harus memiliki bidang
spesialisasi yang harus ditekuninya. Spesialisasi ini tidak
harus bersifat ilmu syariah, namun bisa juga dalam
bidang-bidang lain, seperti ekonomi, tehnik, politik dan
lain sebagainya. Dalam sejarahnya, banyak diantara
generasi awal kaum muslimin yang memiliki spesialisasi
dalam bidang tertentu.
c. Mengajarkan Ilmu pada Orang Lain
76

Termasuk akhlak muslim terhadap akalnya adalah


menyampaikan atau mengajarkan apa yang dimilikinya
kepada orang yang membutuhkan ilmunya.Firman Allah
SWT yang Artinya : Dan Kami tidak mengutus sebelum
kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu
kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai
pengetahuan828
jika
kamu
tidak
mengetahui (An-Nahl:43)
d. Mengamalkan Ilmu dalam Kehidupan
Diantara tuntutan dan sekaligus akhlak terhadap
akalnya adalah merealisasikan ilmunya dalam alam
nyata. Karena akan berdosa seorang yang memiliki
ilmu namun tidak mengamalkannya.
Firman Allah SWT yang Artinya : Wahai orang-orang
yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu
yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi
Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak
kamu kerjakan. (QS. As-Shaff)
4) Akhlak Terhadap Masyarakat (Sosial)
a. Berbuat Baik kepada Tetangga
Berbuat baik dalam segala sesuatu adalah karakteristik
islam, demikian juga pada tetangga. Imam Al Marwazi
meriwayatkan dari Al Hasan Al Bashriy pernyataan
beliau: Tidak mengganggu bukan termasuk berbuat
baik kepada tetangga akan tetapi berbuat baik terhadap
tetangga dengan sabar atas gangguannya. Sehingga
Rasulullah shallallahu
alaihi
wa
sallam bersabda: Sebaik-baiknya sahabat di sisi Allah
adalah yang paling baik kepada sahabatnya. Dan sebaikbaik tetangga di sisi Allah adalah yang paling baik pada
tetangganya.
Di antara ihsan kepada tetangga adalah memuliakannya.
Sikap ini menjadi salah satu tanda kesempurnaan iman
seorang muslim.Di antara bentuk ihsan yang lainnya
adalah taziyah ketika mereka mendapat musibah,
mengucapkan selamat ketika mendapat kebahagiaan,
77

menjenguknya ketika sakit, memulai salam dan bermuka


manis ketika bertemu dengannya dan membantu
membimbingnya kepada hal-hal yang bermanfaat dunia
akhirat
serta
memberi
mereka
hadiah.
Aisyah radhiallahu
anha bertanya
kepada
Nabi shallallahu alaihi wa sallam:





Wahai Rasulullah saya memiliki dua tetangga lalu
kepada siapa dari keduanya aku memberi hadiah? Beliau
menjawab: kepada yang pintunya paling dekat
kepadamu.
b. Bersabar Menghadapi Gangguan Tetangga
Ini adalah hak kedua untuk tetangga yang berhubungan
erat
dengan
yang
pertama
dan
menjadi
penyempurnanya. Hal ini dilakukan dengan memaafkan
kesalahan dan perbuatan jelek mereka, khususnya
kesalahan yang tidak disengaja atau sudah dia sesali
kejadiannya.
Hasan Al Bashri berkata: Tidak mengganggu bukan
termasuk berbuat baik kepada tetangga akan tetapi
berbuat baik terhadap tetangga dengan sabar atas
gangguannya. Sebagian
ulama
berkata: Kesempurnaan berbuat baik kepada tetangga
ada pada empat hal, (1) senang dan bahagia dengan
apa yang dimilikinya, (2) Tidak tamak untuk memiliki
apa yang dimilikinya, (3) Mencegah gangguan darinya,
(4) Bersabar dari gangguannya.
c. Menjaga dan Memelihara Hak Tetangga
Imam Ibnu Abi Jamroh berkata: Menjaga tetangga
termasuk kesempurnaan iman. Orang jahiliyah dahulu
sangat menjaga hal ini dan melaksanakan wasiat
berbuat baik ini dengan memberikan beraneka ragam
kebaikan sesuai kemampuan; seperti hadiah, salam,
muka manis ketika bertemu, membantu memenuhi
78

kebutuhan mereka, menahan sebab-sebab yang


mengganggu mereka dengan segala macamnya baik
jasmani atau maknawi. Apalagi Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam telah meniadakan iman dari orang yang
selalu mengganggu tetangganya. Ini merupakan
ungkapan tegas yang mengisyaratkan besarnya hak
tetangga dan mengganggunya termasuk dosa besar.
d. Tidak Mengganggu Tetangga
Telah dijelaskan di atas akan kedudukan tetangga yang
tinggi dan hak-haknya terjaga dalam islam. Oleh karena
itu
Rasulullah shallallahu
alaihi
wa
sallam memperingatkan
dengan
keras
upaya
mengganggu tetangga, sebagaimana dalam sabda
beliau shallallahu alaihi wa sallam:Tidak demi Allah
tidak beriman, tidak demi Allah tidak beriman, tidak
demi Allah tidak beriman mereka bertanya: siapakah itu
wahai Rasulullah beliau menjawab: orang yang
tetangganya tidak aman dari kejahatannya. (HR.
Bukhori). Demikian juga dalam hadits yang lain beliau
bersabda:



Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka
janganlah mengganggu tetangganya.
5) Akhlak Terhadap Lingkungan
1. Penanaman Pohon dan Penghijauan
Salah satu konsep pelestarian lingkungan dalam Islam
adalah perhatian akan penghijauan dengan cara
menanam
dan
bertani.
Nabi
Muhammad
saw
menggolongkan orang-orang yang menanam pohon
sebagai shadaqah. Hal ini diungkapkan secara tegas
dalam dalam hadits Rasulullah saw, yang berbunyi :

Artinya :
79

. Rasulullah saw bersabda : tidaklah seorang muslim


menanam tanaman, kemudian tanaman itu dimakan
oleh burung, manusia, ataupun hewan, kecuali baginya
dengan tanaman itu adalah sadaqah. (HR. al-Bukhari
dan Muslim dari Anas).
Pada QS. al-Anam (6): 99, Allah berfirman ;

(99)







Terjemahnya :
Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu
kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuhtumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan
itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari
tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari
mayang kurma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai,
dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula)
zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa.
Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan
(perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya
pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi orang-orang yang beriman.
2. Menghidupkan Lahan Mati
Lahan mati berarti tanah yang tidak bertuan, tidak
berair, tidak di isi bangunan dan tidak dimanfaatkan.
Allah swt, telah menjelaskan dalam QS. Yasin (36):


Terjemahnya :
80

Dan suatu tanah (kekuasaan Allah yang besar) bagi


mereka adalah bumi yang mati, Kami hidupkan bumi itu
dan Kami keluarkan daripadanya biji-bijian, maka dari
padanya mereka makan.
Di ayat lain, tepatnya QS. al-Haj (22): 5-6 Allah swt,
berfirman :

( 5)



(6)

Artinya Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian


apabila Kami telah menurunkan air diatasnya, hiduplah
bumi itu dan suburlah dan menumbu-hkan berbagai
macam tumbuh-tumbuhan yang indah. Yang demikian
itu, karena sesungguhnya Allah, Dia lah yang hak dan
sesungguhnya Dia lah yang menghidupkan segala yang
mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.
3. Tidak Mencemari Air
Bentuk-bentuk pencemaran air yang dimaksud oleh
ajaran Islam di sini seperti kencing, buang air besar dan
sebab-sebab lainnya yang dapat mengotori sumber air.
Rasululullah saw bersabda :



Artinya :
Jauhilah tiga macam perbuatan yang dilaknat ; buang air
besar di sumber air, ditengah jalan, dan di bawah pohon
yang teduh. (HR. Abu Daud)
Rasulullah saw, juga bersabda :

81

(Janganlah salah seorang dari kalian kencing di air yang


diam yang tidak mengalir, kemudian mandi disana. HR.
Al-Bukhari)
4. Menjaga Keseimbangan Alam.
Salah
satu
tuntunan
terpenting
Islam
dalam
hubungannya dengan lingkungan, ialah bagaimana
menjaga keseimbangan alam/ lingkungan dan habitat
yang ada tanpa merusaknya. Karena tidak diragukan lagi
bahwa Allah menciptakan segala sesuatu di alam ini
dengan perhitungan tertentu. Seperti dalam firman Nya
dalam QS. al-Mulk (67):

Artinya: Allah yang telah menciptakan tujuh langit


berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada
ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang
tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang. Adakah
kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang.
Inilah prinsip yang senantiasa diharapkan dari manusia,
yakni sikap adil dan moderat dalam konteks
keseimbangan lingkungan, tidak hiperbolis atau pun
meremehkan, sebab ketika manusia sudah bersikap
hiperbolis
atau
meremehkan,
ia
cenderung
menyimpang, lalai serta merusak.
Tetapi menurut al-Quran, kebanyakan bencana di
planet bumi disebabkan oleh perbuatan manusia yang
tidak bertanggung jawab. Firman Allah swt yang
menandaskan hal tersebut adalah QS. al-Rum (30):,
sebagai berikut :


82

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan


karena perbuatan tangan manusia supaya Allah
merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang
benar).
e. Akhlak Muslim terhadap Negara
Negara merupakan suatu wadah tempat berlindung para
bangsa,yang di dalamnya tedapat peraturan-peraturan
yang mengikat baik tertulis maupun secara lisan.Disitulah
kita menumphkan kemerdekaan kita,kemerdekan yang
telah diraih para pahlawan yang tak mengenal darah
juangnya.Maka
patutlah
para
pemuda
meneruskan
perjuangan mereka yang telah rela meberikan darahnya
untuk tanah air ini untuk kebahagiaan kita menghuni tanah
air ini.
Agar tidak terjadi deviasi antar tanggung jawab dunia serta
akhirat coba kita lihat lagi ayat suci yang dikumandangkan
Allah :
Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Maka dengan pedoman ayat inilah manusia menentukan
jalan hidupnya,sebenarnya semua tindakan kita akan di
catat oleh malaikatnya Allah tidak ada perhitungan satu pun
yang keliru balasannya maka sungguh manusia hidup
mereka hanya untuk beribadah pada hakikatnya,seorang
khalifah pun memimpin hanya semata beribadah bangsa
yang bertanggung jawab kepada negerinya hanya semata
berlutut menyadari kodratnya sebagai manusia yang tiada
arti dihadapan tuhannya.
Menurut pemikir politik terkenal dalam Islam yaitu AlFarabi, menurutnya Negara adalah organisasi territorial
bangsa yang mempunyai kedaulatan.yakni institute suatu
bangsa yang berdiam dalam suatu daerah territorial
tertentu dengan fungsi penyelenggaraan kesejahteraan
bersama,baik secara materiala maupun secara spiritual.
83

Dalam akhlak muslim terhadap suatu Negara maka harus


dilihat dimana kaitannya atas apa yang akan mereka
pikuli,pada prinsifnya Negara itu di isi oleh dua kategori
yaitu pemimpin (pemerintah) atau warga (rakyat
biasa).Keduanya harus tahu bagaimana ia bersikap dan
berakhlak.
Akhlak terhadap Negara terbagi dalam 2 katagori yaitu:
1) Akhlak para pejabat
Yang disebut pemimpin adalah orang-orang yang punya
tugas memikul tanggung jawab sangat berat,hakikatnya
setiap muslim adalah punya tanggung jawab terhadap
dirinya sendiri dan menjadi pemimpinnya sendiri.Oleh
sebab itu meskipun ada seorang yang memimpin
kita,maka harus tahu dulu apa yang ada dalam diri
kita,karena
merupakan
tanggungan
individualistis.Berbeda dengan para pejabat yang
memimpin maka keseluruhan tanggung jawab atas
kesejahteraan rakyatnya benar-benar harus di tunjukan
dengan sikap bijaksana dan yakin bahwa dirinya mampu
membimbing
diri
sendi
keluarga
serta
para
rakyatnya.Semuanya berawal dari diri sendiri maka Allah
berfirman :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.(Q.S.At-tahrim :6)
2) Akhlak warga negara
Tidak hanya pemimpin sajah yang memenuhi kewajiban
sebagai warga Negara pun harus senantiasa memenuhi
kewajiban atas apa yang diperintahkan pemimpinnya
yang memenuhi criteria pemimpin menurut pandanga
islam.dan ini merupakan kewajiban akhlak muslim
sebagai warga negara.Kewajiban itu diantaranya :
84

a) Harus taat pada pemimpin/pemerintah,selama


mereka memerintahkan atas perkara yang positif dan
masih dalam kategori perintah Allah serta Rasulnya.
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benarbenar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya(Q.S. An-Nisa :59)
b) Mengoreksi dan mengevaluasi perjalanan Negara
seperti hal nya dalam al-quran Surah al-ashr (1-3).
Isi kandungan ayat di atas bahwasanya islam perlu
saling nasihat-menasihati agar tercipta kehidupan
negar yang dinamis.Budaya kritis ini menjadi
parameter keberuntungan umat islam.karena dalam
islam yang salah ya salah tidak ada penyelewengan
dalam kebenaran.
c) Membela Negara,kewajiban membela Negara dan
mempertahankan
adalah
warga
negaranya
sendiri,atau masyarakat itu sendiri termasuk para
pemerintahannya,Bukan hanya kuasa pemerintah
sajah yang memegang tetapi semua penduduk harus
ikut meras peduli dan melindungi.seperti dikatakan
dalam Al-quran :Artinya : Berangkatlah kamu baik
dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan
berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan
Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu,
jika kamu Mengetahui.(at-Taubah:41)
Disamping itu ada kewajiban lain yang terkait dengan
akhlak terhadap Negara bahwa setiap warga Negara
bis menggunakan dan menuntut haknya ,Hak
tersebut adalah :
a. Hak dalam berpolitik
1. Hak memilih
85

2. Hak musyawarah
3. Hak control rakyat
4. Hak memecat
5. Hak pencalon
6. Hak menjadi aparat Negara
b. Hak Asasi
1. Mendapatkan persamaan didepan hukum dan
peradilan
2. Kebebasan pribadi :Hak beragama,hak memilih
serta hak kesenangan yang bersifat pribadi.
Jadi disimpulkan bahwa setiap pemimpin ataupun warga
Negara
berhak
untuk
menjaga
kemaslahatan
negaranya.Dengan memegang dan mencerminkan akhlakakhlak yang menjadi jalan menuju keberhasilan serta hiasan
sdan pondasi membangun kebagiaan bernegara.

86

BAB III
MUAMALAT DALAM ISLAM
a. Pandangan Islam Tentang Kehidupan Dunia
Manusia dewasa ini telah berada di persimpangan jalan, antara
agama dan kemajuan ilmu pengetahuan. Kebimbangan pun
datang mengusik lamunan di malam hari, membangunkan dari
mimpi-mimpi indahnya sepanjang malam. Manusia cenderung
menilai realita kehidupan dunia yang tampak di depan mata
tanpa menoleh fenomena kehidupan di masa lalu. Ada
sebagian darinya yang tidak merujuk kepada perintah-perintah
agama sebagai pedoman hidup di dunia. Padahal, sejarah
peradaban manusia telah terukir dari beberapa peristiwa
kebajikan dan kebathilan. Padahal, yang di cari manusia dalam
kehidupan di dunia adalah kebahagiaan.
Terangkatnya posisi manusia sebagai khalifah di muka bumi
merupakan suatu kemuliaan yang tinggi dari Allah swt. Alam
dan seisinya juga dipersembahkan kepada manusia untuk
dimanfaatkan sebaik-baiknya tanpa harus membayar upeti
kepada Allah. Anugerah yang tidak ternilai berupa akal
seharusnya mampu menjadikan manusia sebagai sosok
kekhalifahannya, mulia. Tetapi, mengapa manusia masih
berambisi mencari kehidupan dunia sebagai sesuatu yang
kekal? Dunia bukanlah semata-mata warisan untuk anak cucu
manusia
,
tetapi
sebuah
amanah
yang
harus
dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah Yang Maha
Kuasa.
Syeikh Muhammad Ali as Shobuni dalam kitabnya Shofwatu al
Tafasir menuliskan bahwa Allah swt menciptakan langit dan
bumi hanya dalam enam hari. Hal ini bukan menunjukkan
bahwa Allah swt tidak mampu menciptakannya hanya dalam
sekejap, namun Allah ingin mengajarkan kepada hambahamba Nya satu sifat yang tidak tergesa-gesa dalam
melakukan pekerjaan. Dan masih ada beberapa firman Allah
yang menjelaskan tentang penciptaan dunia, namun penulis
dalam hal ini lebih termotivasi dalam membahas kehidupan
dunia.
87

Sebuah
realita
tentang
kehidupan
dunia
abad
ini
diterjemahkan sebagai kehidupan yang sementara, tempat
untuk bersenang-senang, kehidupan modern, kehidupan yang
abadi dan sebuah kehidupan yang fana. Di sisi lain kehidupan
dunia dipandang sebagai jembatan menuju kehidupan setelah
mati (akhirat), tempat mencari amal kebajikan, tempat
menimba ilmu pengetahuan dan lain-lainya. Berangkat dari
pemahaman di atas maka nyatalah kehidupan dunia yang fana
ini hanyalah sebuah ujian bagaimana mengemban tugas-tugas
kehidupan dan amanat kemanusiaan. Dengan demikian
manusia akan merasa puas dan hidup tidak menjadi sia-sia
tanpa melemahkan semangat berjuang dalam kehidupan.
Akhirnya, dapatlah digambarkan bahwa persepsi kehidupan
dunia memiliki tujuan yang beragam, yaitu; kesenangan,
kemegahan, kesehatan, kepintaran, kesuksesan, ketenteraman
jiwa, ketenangan hidup dan kebahagiaan. Tidak cukup sampai
disitu, manusia akan terus mempertanyakannya setelah
mampu meraih segala apa yang diinginkannya atau
sebaliknya, manusia akan terus mencari-cari jawaban dari
sebuah pertanyaan yang membosankan.
Mengapa pertanyaan demi pertanyaan itu muncul seolah tidak
merasa puas dengan kenyataan hidup, atau sebaliknya? Islam
sebagai agama melalui kajian al quran dan hadits-hadits
Rasulullah dapat menjawab pertanyaan demi pertanyaan
tersebut dengan menanamkan kepercayaan terhadap Allah
dan Rasulullah. Oleh karena itu jugalah penulis mencoba
menghadirkan jawaban-jawaban yang bersumber dari nashnash al Quran dan beberapa Hadits Nabi saw, sekaligus dapat
memberikan keyakinan yang kuat dalam diri.
Jikalau manusia menjadikan kehidupan dunia sebagai bentuk
yang mempesonakan terhadap kemewahan harta, kebanggaan
memiliki anak-anak dan lainnya, atau sangat mencintai
perabot kehidupan duniawi, sehingga lalai dan lupa akan
sebuah hakikat, maka islam menjawabnya, bahwa semua
bentuk kesenangan dunia tersebut bersifat temporer, sebuah
sandiwara, permainan dan kesenangan sesaat. Maka, untuk
apa terlalu mengejar kesenangan sesaat sementara
kesenangan yang kekal dan hakikat adalah akhirat?.
88

Gambaran kehidupan dunia dengan perumpamaan seperti di


atas bukanlah bermaksud untuk meremehkan kehidupan
dunia, namun sebagai satu peringatan agar manusia tidak
terlena dan lalai, atau tidak menjadikan hidup mereka sia-sia
dan merugi. Kemudian islam menawarkan kehidupan akhirat
yang kekal sebagai tempat bersenang-senang yang abadi, dan
hal ini tentunya menjadi kabar gembira bagi mereka yang
percaya kepada Allah dan kehidupan di akhirat. Ada beberapa
dalil al Quran dan Hadits Nabi saw di bawah ini yang bisa
dijadikan pedoman bagi manusia dalam menyikapi kehidupan
dunia, dan mungkin sebagai renungan bersama, diantaranya
adalah:
Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan
permainan. Dan sesungguhnya akhirat itulah sebenar-benar
kehidupan, kalau mereka mengetahui. (Q.S. al Ankabut: 64).
Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang
berlebihan. (Q.S. at Thogobun: 20).
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu
hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan
bermegah-megahan antara kamu serta berbangga-banggaan
tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanamtanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman
itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian
menjadi hancur. Dan di Akhirat (nanti) ada azab yang keras
dan ampunan dari Allah serta keridhoan- Nya. Dan kehidupan
dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (Q.S. al
Hadid: 20).
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan
anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.
Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah
orang-orang yang merugi. (al Munafiqun: 9).
...Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang
memperdayakan. (Q.S. Ali Imran: 185).
Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari permainan dan
senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih
89

baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu


memahaminya?. (al Anpappu: 32).
Bermegah-megah telah melalaikan kamu. Sampai kamu
masuk ke dalam kubur. Dan janganlah begitu, kelak kamu
akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui
dengan pengetahuan yang yakin. (Q.S. at Takatsur: 1 4).
Telah menjadi ketentuan Allah jikalau manusia hidup sebagai
makhluk sosial, bertetangga, bergaul dengan sesama
walaupun terdapat perbedaan bahasa, suku dan warna kulit.
Lantas agama menjawabnya agar manusia menjaga tali
silaturrahmi dan saling mengenal antar satu dengan lainnya,
saling menghormati dan menghargai hak-hak sesama. Islam
mengakui kemajemukan manusia sebagai suatu komunitas
plural, tetapi bukan untuk saling membedakan, namun untuk
saling mengenal antar satu dengan lainnya. Islam melarang
untuk berlaku sombong dan angkuh karen perbedaan posisi,
keadaan, suku, ras, dan lainnya. Dan kesombongan itu tidak
sepantasnya dilakukan manusia karena segala sesuatunya
akan kembali kepada Allah Yang Maha Menciptakan.
Kesuksesan manusia dalam meningkatkan mutu dan kualitas
ilmu pengetahuannya memang perlu untuk dibanggakan,
namun kebanggan itu bukan untuk menjadikan dirinya
sombong, angkuh dan tidak tunduk kepada Allah. Manusia
lebih cenderung menyibukkan dirinya dengan kesuksesan
duniawi, namun lalai akan mengerjakan amal shalih. Manusia
mampu seharian duduk di kantornya, namun ketika suara azan
memanggilnya untuk sholat dilalaikan. Apalah artinya
segudang ilmu dan kekayaan, namun sholat saja masih
dilalaikan. Apa gunanya semashur nama di mata masyarakat,
namun masih menyimpan perasaan iri, dengki dan
menceriterakan prihal orang lain dibelakang. Allah Maha
Mendengar dari segala perkataan manusia.
Islam tidak membedakan status sosial antara si miskin dan
kaya, seharusnya si kaya yang menyantuni, mengasihi dan
menyayangi si miskin dan bukan untuk membeda-bedakan
derajat. Allah yang menurunkan rezeki, meluaskan dan
menyempitkannya. Apakah pantas bagi manusia untuk berlaku
90

bakhil dan kikir? Nyatalah, yang menjadi pembeda adalah


mereka yang paling bertaqwa, bukan mereka yang lebih putih,
kaya, cantik, dan berkedudukan. Kesuksesan manusia
merupakan kesempatan baik yang diberikan Allah, tetapi Allah
juga Maha Mampu merubah kesempatan baik itu sebagai ujian
bagi manusia.
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara
kamu adalah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui dan Maha Mengenal. (Q.S. al Hujarat: 13).
Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan
langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna
kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui. (Q.S.
ar Rum: 22).
Dan
apakah
mereka
tidak
memperhatikan
bahwa
sesungguhnya Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang
dikehendaki Nya dan Dia pula yang menyempitkan rezeki itu.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman. Maka
berikanlah kepada kerabat terdekat akan haknya, demikian pula
kepada orang fakir miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang
mencari keridhaan Allah dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung. (Q.S. ar Rum: 37 dan 38).
Rasulullah saw bersabda: Bukanlah dikatakan seorang mumin
yang dirinya merasa kenyang sedangkan tetangga sebelahnya
kelaparan. ( H.R. Bukhari dan Muslim r.a ).
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan
sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat
menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai
setinggi gunung. (Q.S. al Isra: 37).
Jelaslah dari dalil-dalil di atas menunjukkan kehidupan dunia
adalah sebuah ketentuan Allah (sunnatullah) yang tidak
91

mungkin ada seorangpun yang mampu merubahnya. Seperti


halnya perputaran langit dan bumi, tanam-tanaman yang
tumbuh subur, gunung-gunung yang Allah tinggikan dan
tangguhkan, lautan dan daratan yang terbentang luas.
Kemudian dalam kehidupan dunia dijadikan tempat untuk
bercocok tanam, berternak dan lainnya. Dunia merupakan
tempat manusia berkembang biak dan meneruskan sejarah.
Semua penciptaan ini merupakan sunnatulah yang harus
disyukuri oleh manusia sebagai makhluk yang lemah di hadapan
Allah swt. Inilah dari tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan
Allah swt Yang Maha Kuasa bagi orang-orang yang mau
merenungi.
Manusia tidak melihat kekuasaan Allah Yang Maha Mampu
dalam mengatur peredaran benda-benda langit. Manusia ingkar
dan meremehkan kekuasaan Allah. Padahal manusia sangat
lemah dihadapan Allah. Manusia lupa dan amat jarang
merenungi beberapa kekuasaan Allah. Padahal, kepada Allah
dan Rasulullah sebaik-baik pengaduan dari segala urusan. Dunia
memang salah satu dari tanda-tanda kebesaran Allah swt yang
nyata, agar manusia benar-benar beriman dan tunduk kepada
Nya.
Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan
Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan ) bumi supaya
bumi itu tidak menggoyahkan kamu; dan memperkembang
biakkan padanya segala jenis binatang. Dan Kami turunkan air
hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam
tumbuh-tumbuhan yang baik. (Q.S. Luqman:10).
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan Nya ialan bahwa Dia
mengirimkan angin sebagai pembawa berita gembira dan untuk
merasakan kepadamu sebagian dari rahmat Nya dan supaya
kapal dapat berlayar dengan perintah Nya dan supaya kamu
dapat
mencari
karunia
Nya;
mudah-mudahan
kamu
mensyukuri. (Q.S. ar Rum: 46).
Dan sesungguhnya sebelum hujan diturunkan kepada mereka,
mereka benar-benar telah berputus asa. (Q.S. ar Rum: 48).

92

Allah, Dia lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah,


kemudian Dia menjadikanmu sesudah lemah itu kuat, kemudian
Dia menjadikanmu sesudah kuat itu lemah kembali dan
beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki Nya dan
Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (Q.S. ar Rum:
54).
Dan Allah, Dialah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu
menggerakkan awan, maka Kami halau awan itu ke suatu negeri
yang mati lalu Kami hidupkan bumi setelah matinya dengan
hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu. (Q.S. Fathir: 9).
Dan tiada sama antara dua laut yang ini tawar, segar, sedap
diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing
laut itu kamu memakan daging yang segar dan kamu dapat
mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan
pada masing-masingnya kamulihat kapal-kapal berlayar
membelah laut supaya kamu dapat mencari karuniya Nyadan
supaya kamu bersyukur. (Q.S. Fathir: 12).
Dia memasukkan (merubah) malam menjadi siang dan
menjadikan siang menjadi (berubah) malam dan menundukkan
matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu
yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu,
kepunyaan Nya lahkerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru
(sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun
setipis kulit ari. (Q.S. Fathir: 13).
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Onta itu
bagaimana diciptakan?. Dan langit, bagaimana ditinggikan?.
Dan gunung-gunung bagaimana ditegakkan?. Dan bumi
bagaimana dihamparkan?. (Q.S. al Ghasyiyah: 17 20).
Bagi orang-orang yang beriman, Allah menjadikan kehidupan
dunia sebagai jembatan untuk kehidupan yang kekal (akhirat).
Allah membimbing mereka meraih dua kebahagiaan yaitu
kebahagiaan di dunia dan akhirat, serta mengajarkan mereka
untuk mencari nafkah di dunia tanpa melalaikan waktunya
untuk mengingat Allah. Dan juga memberikan kabar gembira
sekaligus menuntun mereka dengan ajaran islam bahwa
kehidupan dunia sebagai kehidupan untuk bertaubat dan
mencari bekal di akhirat. Karena itu Allah menganjurkan
93

manusia supaya teliliti dengan kehidupan dunia ini agar hidup


tidak sia-sia. Membimbing manusia sebagai makhluk yang
pandai bersyukur. Semua ini tidak lain hanyalah ujian bagi
orang-orang yang beriman kepada Nya dan mengikuti ajaran
islam.
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bagian dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat
baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan. (Q.S. al Qashash: 77).
Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Nya ialah tidurmu di
waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian
dari karunia Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benarbenar
terdapat
tanda-tanda
bagi
kaum
yang
mendengarkan. (Q.S. ar Rum: 23)
Sesungguhnya Allah lebih suka menerima taubat hamba Nya
melebihi dari kesenangan seseorang yang menemukan kembali
ontanya yang hilang di tengah hutan. (H.R. Bukhari dan
Muslim)
Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang
kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman
kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada
hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. at
Thagobun: 11)
Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan
Nya dan diberikan Nya kesenangan, maka dia berkata: Tuhanku
telah memuliakanku. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu
membatasi
rezekinya
maka
dia
berkata
Tuhanku
menghinakanku. (Q.S. at Thogobun: 15 dan 16).

b. Makna Spiritual Tentang Hidup


Masyarakat modern dewasa ini menghadapi problem yang
sangat serius yaitu alienasi. Alienasi dalam pandangan Eric
Fromm (1995) sejenis penyakit kejiwaan dimana seseorang
tidak lagi merasa memiliki dirinya sendiri, sebagai pusat
94

dunianya sendiri melainkan terenggut kedalam mekanisme


yang sudah tidak lagi mampu dikendalikan. Masyarakat
modern merasakan kebingungan, keterasingan dan kesepian
karena apa yang dilakukan bukan atas kehendaknya sendiri
melainkan adanya kekuatan luar yang tidak diketahuinya
menurut perasaan dan akalnya.
Itulah yang juga dikritik oleh Karl Marx, dia menilai akumulasi
modal dan alat produksi pada sekelompok elite membuat
dunia
mengalami
kesenjangan
sosial
yang
hanya
memunculkan kemiskinan massal di mana rakyat yang miskin
semakin miskin dan yang kaya menjadi kaya. Orang miskin
menjadi sangat bergantung pada pemilik modal yang
menguasai pusat-pusat produksi dan ekonomi sehingga
kebebasan individu untuk memilih pekerjaan sebagai
aktualisasi diri tidak mendapatkan tempat yang kondusif.
Penindasan terjadi secara terus menerus mereka bekerja
hanya untuk menjaga keberlangsungan hidupnya semata
sementara disisi lain pemilik modal memeras dengan
seenaknya.
Kritik Karl Marx hampir sulit diingkari kebenarannya tentang
problem alienasi pada masyarakat modern, hal ini juga
diperkuat
oleh
pandangan
Chistropher
Lasch
yang
menyebutkan
bahwa
krisis
kejiwaan
yang
menimpa
masyarakat kapitalis terutama barat telah menyebabkan
mereka kehilangan sense of meaning dalam hidupnya.
Relevansi dari kuatnya arus globalisasi sebagai bukti dari
perkembangan zaman menurut pendapat sebagian pakar
merupakan proses menghilangnya sekat-sekat pembatasan
ruang
dan
waktu
yang berdampak
kepada
semakin
transparannya proses transformasi nilai-nilai dan terjadinya
asimilasi budaya yang semakin cepat dan nyaris tanpa
batas (the world without border) (Tilaar, 2000).
Kondisi demikian pada akhirnya menjadikan individu dituntut
untuk semakin kompetitif dan mampu bersaing dengan
individu yang lainnya. Pada saat itu, individu yang lambat akan
tertinggal dan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan
kebahagiaan hidup dengan segala kenikmatannya. Sebaliknya,
95

kesuksesan hanya akan dimiliki oleh individu yang mampu


bersaing dan memiliki kedewasaan dalam berpikir dan
mengaktualisasikan
diri
dalam kehidupan
sosial
masyarakatnya.
Kehidupan
sosial
budaya
suatu
masyarakat
pada
hakikatnya adalah sistem terbuka yang selalu berinteraksi
dengan sistem lain. Keterbukaan sistem sebagai dampak
globalisasi mendorong terjadinya pertumbuhan, pergeseran,
dan perubahan nilai dalam masyarakat, yang pada akhirnya
akan mewarnai cara berpikir dan perilaku manusia.
Nilai menjadi hal yang penting pada tiap fase perkembangan
individu karena nilai menjadi dasar dalam menentukan
pengambilan keputusan. Rusaknya nilai dalam mesyarakat
tentunya berdampak negatif pula terhadap perkembangan
masyarakat itu sendiri. Sebagai imbasnya setiap aspek
kehidupan, baik yang secara langsung atau tak langsung
memberikan pengaruh terhadap masyarakat ikut terganggu
dan bahkan menjadi "hancur" (Tirtarahardja,1994).
Perkembangan
masyarakat
beserta
kebudayaannya
mengalami percepatan. Percepatan perubahan ini berdampak
kepada hal-hal sebagai berikut: (1) kecenderungan globalisasi
yang makin kuat; (2) perkembangan IPTEK yang makin pesat;
(3) perkembangan arus informasi yang makin padat dan cepat,
dan (4) tuntutan peningkatan layanan profesional dalam
berbagai aspek kehidupan manusia. (Tirtarahardja, 1994).
Alfin
Tofler
(Ancok,
2002)
menggambarkan
kemasakinian dalam konteks peradaban dunia dengan istilah
Gelombang Keempat (Fourt Wave); yaitu respiritulisasi berupa
bentuk akomodatif terhadap potensi dan antisipatif terhadap
tantangan dan perubahan yang semakin cepat, dengan jalan
membentuk kerjasama antar tiap individu dalam adegan
mikro, messo dan juga makro; sehingga terjadi suatu harmoni
dalam kehidupan dan keseimbangan (equilibirium) dalam
tatanan kehidupan, baik dengan individu itu sendiri, alam,
maupun dengan lingkungan sekitar.
Sayyed Hossein Nasr berpandangan bahwa manusia modern
dengan kemajuan teknologi dan pengetahuannya telah
96

tercebur kedalam lembah pemujaan terhadap pemenuhan


materi semata namun tidak mampu menjawab problem
kehidupan yang sedang hadapinya. Kehidupan yang dilandasi
kebaikan tidaklah bisa hanya bertumpu pada materi melainkan
pada dimensi spiritual.
Terkait dengan aspek spiritualitas atau pada istilah lain adalah
releigiusitas/ transedensi, dalam kajian keilmuan bimbingan
dan konseling
terdapat
beberapa
pandangan
yang
disampaikan para ahli psikologi, khususnya yang beraliran
fenomenologis-eksistensial. Pertama, yang
dipelopori
oleh
Viktor
E.
Frankl
dengan
faham Logo
Terapinya;
dan kedua, Abraham
E.
Maslow
dengan
te'ori kebutuhannya (need
theory) mencetuskan
tentang
konsep yang terkait dengan upaya membantu individu untuk
mencapai
perkembangan
optimal,
walaupun
dengan
pemaknaan dan perspektif yang berbeda untuk masing-masing
faham. Frankl memaknai transen-densi sebagai akumulasi
pengalaman individu yang bertendensi negatif dan positif,
sehingga melahirkan kebermaknaan hidup; sedangkan Maslow
memaknai
trensendensi
sebagai
pencapaian aktualisasi
diri (self actualization) oleh individu.
Walaupun perspektif mereka berbeda, akan tetapi yang
perlu dicatat di sini adalah keberanian dan pencapaian
"kontemplasi" mereka dalam mengetengahkan tentang sisi
keterbatasan individu dalam memahami peristiwa ataupun
pengalaman yang dialami individu yang berada di luar
jangkauan pemahaman inderawi dan nalar logik manusiawi.
Dari pemahaman itu, pada akhirnya mendorong individu untuk
meyakini hakikat ketuhanan, menyadarkan akan kelemahan
yang dimilikinya, dan sekaligus menjadi motivasi untuk
mengembangkan potensi diri secara proporsional.
Faham-faham yang dilontarkan para tokoh aliran fenomenologis-eksistensial tersebut secara langsung membantah
pandangan psikoanalitik yang cenderung memandang individu
dari sudut negatif dengan sifat-sifatnya yang pesimisitik,
deterministik,
dan juga
penuh
kecemasan;
begitupun
behavioristik yang memandang individu mekanistik yang dapat
diubah dengan formula S-R (Stimulus dan Respon). Faham ini
97

seolah menyadarkan individu tentang hakikat hidup dan


potensi diri yang sesungguhnya masih banyak yang belum
terungkap, sehingga mengantarkan individu untuk meyakini
terhadap suatu kekuatan yang berada di luar jangkauan dan
kekuatan diri mereka.
Nilai-nilai spiritualitas dalam kehidupan individu menjadi urgen
karena
pada
diri
individu
terdapat
potensi
dan
kecenderungan yang berorientasi pada obyek pemikiran dan
kontemplasi pada realitas di luar wilayah materi yang bersifat
fisik (Hidayat, 2002). Kecenderungan ini membawa pada suatu
kesadaran
diri (self awareness) tentang
kelebihan
dan
kelemahan diri, dan keterbatasan aspek-aspek inderawi dalam
memahami sesuatu yang berada di luar jangkauan fisik dan
rasio kamanusiaan.
Dimensi spiritualitas dalam aktivitas konseling menjadi cukup
signifikan, karena konseling merupakan aktivitas yang fokus
pada upaya membantu (building relationship) individu/klien
dengan segala potensi dan keunikannya untuk mencapai
perkembangan yang
optimal.
Sementara
itu
dimensi spiritualitas berfungsi
sebagai
radar
yang
mengarahkan pada suatu titik tentang realitas, bahwa terdapat
aspek-aspek kompleks pada diri individu yang tak terjangkau
untuk ditelusuri dan dijamah, serta menyadarkan bahwa aspek
hidayah hanya datang dari Sang Penggenggam kehidupan
itu sendiri.Dimensi pada akhirnya menjadi penting pada
aktivitas konseling, yang berupa motivasi untuk semakin
konsisten dengan profesi yang ditekuni dan menimbulkan
kobaran api semangat untuk membantu individu/klien dengan
penuh keikhlasan, serta menciptakan nilai-nilai luhur
keyakinan pada aktivitas bantuan yang dilakukan dalam
bentuk empati, perhatian, dan kasih sayang.
Hal utama kaitan dimensi spiritualitas dalam konseling adalah
upaya memandang sebagai bagian dari proses kepentingan
pembinaan tersebut. Oleh karena itu, dimensi spiritual dalam
bimbingan
konseling
selalu
mengutamakan
hakekat
manusia. Sebagai keilmuan yang mengkaji tentang hubungan
kemanusiaan, maka bimbingan dan konseling memiliki
pandangan tentang dimensi kemanusiaan. Djawad Dahlan
98

(2002) memaparkan dimensi kemanusiaan dalam perspektif


bimbingan dan konseling sebagai berikut:
1. Pandangan yang menganggap manusia sebagai makhluk
yang pada dasamya bersifat deterministik, pesimistik,
mekanistik dan reduksionalistik. Menurut pandangan ini,
individu dipan-dang tidak mampu meraih kebebasan susila,
karena segala gerak dan ucapnya dipandang datang dan
ditentukan oleh dorongan-dorongan instinktif yang tidak
terbendung, tidak dapat dikendalikan dan bahkan tidak
mungkin untuk dikenal. Segala perilaku manusia, bahkan
yang bersifat etis religius pun dipandangnya tidak lain
sebagai sublimasi dari dorongan-dorongan tidak disadari.
2. Terdapat juga konsep bimbingan dan konseling yang
berwama behavioristik. Pandangan ini pun menyandang ciri
deterministik, sehingga perilaku individu menurut paham
ini, sepenuhnya dapat ditentukan dan ditempa dari luar,
melalui pembentukan
hubungan stimulus-respon, latihan
atau training. Latihan,
pembiasaan, reinforcement,
extinction, desentisitasi, merupakan tindakan-tindakan lunci
untuk merubah perilaku klien. Sederhananya individu
adalah makhluk mekanistik yang dapat dikendalikan dari
luar oleh lingkungan.
3. Pandangan yang agak sejalan dengan pemberian latihan
untuk berbuat, mengimplikasikan bahwa pemberian
bantuan kepada klien hendaknya berupa peningkatan
keterampilan
untuk memecahkan
masalah
yang
dihadapinya sekarang ini, dalam kehidupan ini, di tempat ini
dan dengan kondisi seperti ini. Keterlibatan kepada tempat,
waktu, situasi dan kondisi, membuat klien sulit untuk
mempunyai pandangan kedepan. Bagi mereka, keadaan
seperti ini tidak dipandang sebagai persoaian yang serius,
karena memang segala sesuatu tiada yang tetap, melainkan
selalu berubah.
Berdasarkan ketiga pandangan di atas, lebih lanjut
Djawad Dahlan (2002) menegaskan bahwa apabila pandangan
tersebut selamanya menjadi referensi bagi upaya membantu
perkembangan klien, tentunya individu hanya dihargai sebagai
99

makhluk yang degradasi yang sepenuhnya tunduk kepada


naluri dan dorongan impulsif, atau tunduk kepada kekuasaan
dari !uar dirinya, maka muncuilah pandangan lain yang
diametral dan mendewa-dewakan manusia.
Pandangan ini bersifat optimistis, penuh harapan terhadap
kemampuan
individu
dan
memandangnya
memiliki
kemampuan untuk berbuat sendiri di bumi ini dan
menentukkan
tujuannya sendiri.
Himbauannya
terhadap
pendidikan dan bimbingan dan konseling ialah agar individu
dapat menolong dirinya sendiri dengan jalan mengembangkan
potensi yang dimilikinya. Akan tetapi kebebasan berpikir dan
mengembangakan diri yang dilakukan klien tidak menutup
kemungkinan akan berbenturan dengan tata nilai dan norma
yang berlaku di keluarga, sekolah ataupun lingkungan
masyarakat, apalagi jikalau satuan norma yang berlaku lebih
banyak bermuatan aspek kebebasan dari tatanan nilainilai agama dan spiritual.
a. Konsep Spiritualitas
Penggunaan istilah spiritual saat ini meluas hingga
memasuki hampir semua disiplin ilmu dan kehidupan,
diduga gejala ini muncul sebagai akibat dari adanya
kehampaan
kehidupan
manusia
modern
yang
meninggalkan ruh kehidupannya tergerus oleh corak
berfikir rasional, positivistik bahkan cenderung ateis tetapi
kering dari sisi spiritual.
Secara
bahasa spiritual berasal
dari
kata spirit atau spiritus yang
mengandung
pengertian: nafas, udara, angin, semangat, kehidupan,
pengaruh, antusiasme, atau nyawa yang menyebabkan
hidupnya
seseorang. Kata spiritus dipergunakan
untuk
bahan bakar dari alkohol, di Barat minuman anggur sering
juga disebut sebagai spirit dalam arti minuman pemberi
semangat. Dari serangkaian arti diatas kata spirit jelas
mengandung makna kiasan yaitu semangat atau sikap
yang mendasari sebuah tindakan, karena sebuah tindakan
manusia banyak sekali yang mendasarinya, sedangkan
spirit adalah dapat menjadi salah satunya.
100

Kata spirit juga digunakan untuk menyebut sebuah entitas


atau makhluk immaterial, atau sesuatu bentuk energy yang
hidup, nyata, meski kasat mata, tidak memiliki badan fisik.
Entitas makhluk hidup ini ada dua, yang bersifat ketuhanan
menurut
aslinya
dan
memiliki
cirri
karakteristik
kemanusiaan, atau juga dipergunakan untuk makhluk halus
atau hantu (Chaplin, dalam Kartono, 2001)
Secara istilah pengertian spiritual dan spiritualitas sangat
luas dan beragam tergantung dalam konteks dan kajiannya.
Menurut Achiryani S. Ahmad (2000:2-4), spiritualitas
adalah; Keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha
Kuasa dan Maha Pencipta, sumber kekuatan vital yang
memotivasi,
mempengaruhi
gaya
hidup,
perilaku,
hubungan seseorang dengan yang lainnya., atau kumpulan
dimensi nilai-nilai yang dapat mempengaruhi sikap dan
interaksi seseorang dengan dunia sekitarnya.
Sedangkan menurut Burkhardt (1993) spiritualitas dalam
kehidupan seorang individu meliputi aspek-aspek beriku;
1. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau
ketidak pastian dalam kehidupan.
2. Menemukan arti dan tujuan hidup
3. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber
dan kekuatan dalam diri sendiri.
4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri
dan dengan Yang Maha Tinggi.
Mickley (1992) menguraikan spiritualitas sebagai sesuatu
yang mengandung dua dimensi yaitu dimensi eksistensial
dan dimensi agama, dimensi eksistensial berfokus pada
tujuan dan arti kehidupan, dimensi agama lebih berfokus
pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha
Penguasa.
R.T Stoll (1983) menyebutnya dengan istilah berbeda,
menurutnya spiritualitas adalah sebuah konsep dengan dua
dimensi yaitu: dimensi vertical adalah dimensi yang
berhubungan dengan dengan Tuhan Yang Maha Tinggi yang
menuntun
kehidupan
seseorang
dan dimensi
101

horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri,


dengan orang lain dan dengan lingkungan.
Diantara dua dimensi tersebut menurut Stoll terdapat
hubungan yang terus menerus dan tidak boleh terputus.
Selain istilah diatas terdapat beberapa istilah penting yang
terkait yaitu konsep spiritual dan kebutuhan spiritual.
Dalam pandangannya konsep spiritual adalah konsep
dimana
seseorang
berupaya
mempertahankan
keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar,
mendapatkan kekuatan saat-saat kritis, ketahanan diri dan
mencari jati diri dan kesadaran diri.
Dennis Lardner (2006:6) memberikan pandangan yang
cukup unik tentang konsep spiritual yang dia hubungkan
dengan kehidupan para guru spiritual. Ia berpandangan
sebagai beriku: Spiritualitas merupakan sebuah
kehidupan dan kepedulian religius eksistensial. Ajaran
tentang bagaimana hidup, apa yang harus dipikirkan
tentang realitas tertiggi, bagaimana menjadi tidak
dipengaruhi oleh emosi dan perasaan.
Dalam Dictionary of Spirituality, Westninster (2006: 7-8)
menjelaskan tentang pemaknaan spiritualitas sebagai
berikut:
Spritual adalah kata yang sangat kabur maknanya bagi
orang-orang Kristen di era kita. Istilah ini berasal
dari Katolik Perancis, sekarang juga umum bagi kelompok
Protestan. Ajaran masa sekarang dikritik karena kurangnya
spiritualitas, bermakna bahwa ajaran tersebut hendaknya
mungkin lebih suka berbicara teologi mistik, dimana
teologi merupakan perenungan terhadap Tuhan dan
bukannya sebuah kegiatan berdasarkan alasan yang
berpindah-pindah semata, atau seperti yang dikatakan
Alexander tentang kehidupan Kristen.
Dennis Lardner (2006) bahkan menegaskan bahwa:
spiritualitas terletak dalam inti seseorang, pusat terdalam,
di mana dia melakukan kontak dengan Tuhan, realitas
tertinggi, Yang Suci, yang memberikan kehidupan dan
koherensi penciptaan, kecantikan dan signifikansi. Selain itu
102

spiritualitas
adalah
agama
eksistensial; keyakinan,
komitmen tertinggi, sebagaimana mereka bergerak
sepanjang urat syaraf, tindakan langsung di samping juga
pikiran, perasaan. Spiritualitas adalah hidup, filsafat yang
dialami, teologi, kebijaksanaan atau apapun yang
diinginkan seseorang agar diperlihatkan orang lain.
Dalam hal ini spiritualitas bersifat komprehensif karena
dalam spiritual menyentuh semua aspek kehidupan
seseorang termasuk kontribusinya bagia agama atau
komunitas karena spiritualitas mewarnai, jika bukannya
menentukan inti seseorang. Cahaya spiritual akan
mengakibatkan munculnya perhatian yang luar biasa. Tidak
sulit membuat argumen bahwa di dalam semua spiritualitas
yang tetap bertahan pada saat ini, cahaya akan
mengakibatkan munculnya perhatian yang sama.
b. Kebutuhan Manusia Pada Spiritualitas
Spiritual memiliki kekuatan untuk mentransformasi
kehidupan kita dan bahkan dapat mengubah realitas
kehidupan fisik di sekitar kita. Ada sebuah kisah menarik
tentang hakikat kecerdasan spiritual sebagai berikut:
Pada suatu sore menjelang malam, ada tiga orang tua
yang sedang berdiri di depan pintu sebuah rumah.
Ketiganya kelihatan seperti sedang dalam perjalanan jauh.
Namun meskipun demikian tidak tampak tanda kelelahan
atau kegetiran dari raut muka mereka. Beberapa saat
kemudian keluarlah seorang wanita dari dalam rumah
tersebut. Melihat ketiga orang tua tersebut, wanita ini
menjadi iba dan mempersilahkan mereka untuk masuk ke
rumah dan makan malam bersama dengan keluarga di
rumah tersebut.
Salah
satu
dari
ketiga
orang
tua
tersebut
menjawab,Perkenalkan nama saya adalah wealth (yang
berarti kekayaan), dia bernama success (yang berarti
kesuksesan),
dan
teman
saya
yang
satu
lagi
bernama love (yang artinya kasih). Kami tidak dapat masuk
bersama-sama ke dalam rumah. Anda harus memilih siapa
di antara kami yang Anda undang untuk masuk ke dalam?
103

Kemudian si wanita masuk kembali ke dalam rumah dan


menceritakan kejadian tersebut kepada suaminya. Sudah
jelas bagi kita untuk mengundang wealth ke dalam rumah.
Karena dengan kekayaan kita dapat memiliki segalanya di
dunia ini, kata sang suami. Tetapi sang istri lebih
memilih success untuk dapat menikmati kehidupan di dunia
ini.
Tiba-tiba anak mereka yang berumur sebelas tahun
menimpali, Mengapa kita tidak memilih love, sehingga kita
bisa saling mengasihi dan menciptakan kedamaian dalam
kehidupan kita. Akhirnya mereka sepakat untuk
mengundang love. Ketika sang isteri menyampaikan hal
tersebut
kepada
ketiga
orang
tua
tadi,
maka
masuklah love ke dalam rumah. Tetapi kemudian kedua
orang tua yang lain juga mengikutinya masuk ke dalam
rumah.
Bertanyalah
wanita
itu,Kami
hanya
mengundang love, mengapa kalian berdua juga mau masuk
ke dalam rumah kami? Bukankah kalian berkata bahwa
kalian tidak dapat masuk bersama-sama ke dalam rumah?
Salah satu dari orang tua itu menjawab,Jika kalian
mengundang saya, wealth atau teman saya, success, dua
orang dari kami akan tetap tinggal di luar. Tetapi karena
Anda mengundang love, maka kami berdua harus ikut ke
dalam. Kemana pun love pergi kami akan mengikutinya.
Whereever there is love, there is also wealth and success.
Kisah ini menunjukkan bahwa seorang anak kecil dapat
memperlihatkan kecerdasan spiritual yang tinggi. Jelas bagi
kita bahwa sang anak lebih cerdas secara spiritual, karena
mengetahui manakah yang lebih penting antara kekayaan,
kesuksesan dengan cinta kasih. (Solikin: 2009)
Dengan memiliki kecerdasan spiritual berarti kita
memahami sepenuhnya makna dan hakikat kehidupan
yang kita jalani dan ke manakah kita akan pergi. Jika
merujuk pada agama, pada awal penciptaan manusia,
Tuhan meniupkan roh atau napas kehidupan kepada
manusia. Berarti roh kita adalah sesuatu yang membuat
kita hidup. Jadi Roh kita bersumber pada sumber yang
sama, yaitu Tuhan yang Mahakuasa. Kita nantinya juga
104

akan kembali menyatu dengan Sang Pemberi Kehidupan.


Jadi apa pun agama kita, status sosial ekonomi, suku, ras,
golongan, kebangsaan dan tingkat pendidikan kita, tidaklah
menjadi yang utama. Menjadi cerdas spiritual berarti
mampu melalui batasan atau sekat-sekat tersebut dan
menemukan siapa diri kita yang sebenarnya serta tujuan
kehidupan kita. Menjadi cerdas spiritual berarti kita lebih
memahami diri kita sebagai makhluk spiritual yang murni,
penuh kasih, suci, dan memiliki semua sifat-sifat ilahi.
Termasuk memiliki kemampuan sebagai pencipta realitas
kehidupan yang berkualitas dan berkelimpahan (menjadi
co-creator)
Spiritualitas Adalah Kebutuhan Tertinggi Kita. Ahli jiwa
termashur Abraham Maslow, dalam Makalah nya Hierarchy
of Needs menggunakan istilah aktualisasi diri (selfactualization) sebagai kebutuhan dan pencapaian tertinggi
seorang manusia. Maslow menemukan bahwa, tanpa
memandang suku atau asal-usul seseorang, setiap manusia
mengalami tahap-tahap peningkatan kebutuhan atau
pencapaian dalam kehidupannya. Kebutuhan tersebut
meliputi: Kebutuhan fisiologis (Physiological), meliputi
kebutuhan akan pangan, pakaian, tempat tinggal maupun
kebutuhan
biologis.
Kebutuhan
keamanan
dan
keselamatan (Safety), meliputi kebutuhan akan keamanan
kerja, kemerdekaan dari rasa takut ataupun tekanan,
keamanan dari kejadian atau lingkungan yang mengancam,
Kebutuhan rasa memiliki, sosial dan kasih sayang (Social),
meliputi kebutuhan akan persahabatan, berkeluarga,
berkelompok, interaksi dan kasih sayang, Kebutuhan akan
penghargaan (Esteem), meliputi kebutuhan akan harga diri,
status, prestise, respek dan penghargaan dari pihak lain,
Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization), meliputi
kebutuhan
untuk
memenuhi
keberadaan
diri (self
fulfillment) melalui
memaksimumkan
penggunaan
kemampuan dan potensi diri.
Terlihat bahwa kebutuhan manusia berdasarkan pada
urutan prioritas, dimulai dari kebutuhan dasar, yang banyak
berkaitan dengan unsur biologis, dilanjutkan dengan
105

kebutuhan yang lebih tinggi, yang banyak berkaitan


dengan unsur kejiwaan, dan yang paling tinggi yaitu
aktualisasi diri tersebutlah yang dimaksud dengan
kebutuhan spiritual. Jika dan hanya jika seluruh kebutuhan
fisiologis dan kejiwaan seseorang tercapai, dia dapat
mencapai tahap perkembangan tertinggi yaitu, aktualisasi
diri. Maslow mendefinisikan aktualisasi diri sebagai sebuah
tahapan spiritualitas seseorang, di mana seseorang
berlimpah dengan kreativitas, intuisi, keceriaan, sukacita,
kasih, kedamaian, toleransi, kerendah-hatian, serta
memiliki tujuan hidup yang jelas, dan misi untuk membantu
orang lain mencapai tahap kecerdasan spiritual ini. Menurut
Maslow, pengalaman spiritual adalah peak experience,
plateau the farthest reaches of human nature.
Pengalaman spiritual adalah puncak tertinggi yang dapat
dicapai oleh manusia serta merupakan peneguhan dari
keberadaannya sebagai makhluk spiritual. Pengalaman
spiritual merupakan kebutuhan tertinggi manusia. Bahkan
Maslow menyatakan bahwa pengalaman spiritual telah
melewati hierarki kebutuhan manusia, going beyond
humanness, identity, self-actualization, and the like.
Pada
akhirnya
manusia
sebenarnya
membutuhkan
spiritualitas sebagai bagian dalam hidupnya pada proses
penemuan makna hidup. Kebutuhan manusia akan
spiritualitas didasarkan pada;
1. Kebutuhan
untuk
mempertahankan
atau
mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban
agama serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau
pengampunan, mencintai, menjalin hubungan, penuh
rasa percaya denga Tuhan (Carson, 1989).
2. Kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan hidup,
kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa
keterikatan.
3. Kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf.

106

Menurut Dr. Howard Clinebel yang dikutip Prof. Dr.dr.


Dadang Hawari (2002) ada sepuluh kebutuhan dasar
spiritual manusia, yaitu kebutuhan akan;
1. Kepercayaan dasar yang secara terus menerus diulang
guna membangkitkan kesadaran spiritual.
2. Makna hidup, tujuan hidup yang selaras dan seimbang
secara vertikal dan horizontal.
3. Komitmen peribadatan dan hubungannya dalam hidup
keseharian
4. Pengisian spiritual secara teratur sebagai hubungan
dengan Sumber Spiritual
5. Bebas rasa
(horizontal)

berdosa

(vertikal)

dan

rasa

bersalah

6. Penerimaan diri dan harga diri (self acceptance and self


esteem)
7. Rasa aman, terjamin keselamatan terhadap harapan
masa depan
8. Dicapainya derajat dan martabat yang makin tinggi dan
hidup sebagai pribadi utuh
9. Terpeliharanya
manusia

interaksi

dengan

alam

dan

sesama

10.Kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan nilai-nilai


religious
c. Dimensi Spiritualitas Sebagai Puncak Kecerdasan
Temuan riset tentang kecerdasan spiritual (SI/SQ)
merupakan temuan yang menggemparkan karena temuan
ini disebut-sebut sebagai the ultimate intelligence, puncak
kecerdasan, setelah sebelumnya dunia psikologi dan
pendidikan digemparkan oleh temuan terbaru Daniel
Goleman
tentang Emotional
Intelligence (kecerdasan
emosional/EQ). Menyahuti temuan tersebut maka di sanasini senantiasa ramai diperbincangkan tentang kecerdasan
emosional. Kajian intensif, diskusi, seminar, bahkan
pendidikan dan pelatihan dalam skala besar diadakan
hanya sekedar untuk menegaskan bahwa kecerdasan
107

emosional sama ampuhnya dan bahkan terkadang lebih


ampuh dari IQ (kecerdasan intelektual).
Namun, seperti terasa belum tuntas betul kajian tentang
EQ, perhatian kita tiba-tiba dialihkan pada spiritual
intelligence yang dalam buku ini disebut oleh Danah Zohar
dan Ian Marshall sebagai the ultimate intelligence. Ini
sungguh mencengangkan karena SI dipandang sebagai
kecerdasan tertinggi manusia, yang dengan sendirinya
melampaui segi-segi dua kecerdasan sebelumnya yakni
kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. SI
menurut Zohar dan Marshall mengintegrasikan semua
kecerdasan manusia, baik IQ maupun EQ. Dengan spiritual
intelligence kita diharapkan menjadi prototipe manusia
yang benar-benar utuh dan holistik, baik secara intelektual,
emosional, dan sekaligus secara spiritual. Apa yang
diungkapkan Zohar dan Marshall tentang SI ini memang
sangat menarik apalagi dengan membandingkannya
dengan paradigma kecerdasan yang selama ini sudah jauh
lebih populer dan mapan, yakni IQ dan EQ. Sebelum
ditemukan EQ masyarakat mencitrakan bahwa IQ
merupakan kunci kecerdasan untuk meraih masa depan,
seseorang yang ber-IQ tinggi mempunyai masa depan
cemerlang dan menjanjikan. Sampai-sampai hal itu
merasuk kuat ke dalam ingatan kolektif masyarakat: ber-IQ
tinggi menjamin kesuksesan hidup; sebaliknya, ber-IQ
sedang-sedang saja, apalagi rendah, begitu suram masa
depan hidupnya.
Namun benarkah IQ menjadi kunci kecerdasan untuk
meraih masa depan, dan sekaligus satu-satunya parameter
kesuksesan hidup? Tidak! Inilah jawaban tegas Daniel
Goleman. Fakta bicara lain, bahkan berbalik total. Sejak
dipublikasikannya emotional
intelligence (EI/EQ)
tahun
1995, temuan riset terbaru Goleman tersebut lebih dari
cukup untuk berkesimpulan mengapa orang-orang yang
ber-IQ tinggi gagal dan orang yang ber-IQ sedang-sedang
justru menjadi sukses. Tentunya faktor lain untuk menjadi
cerdas yang dipopulerkan Goleman dengan kecerdasan
emosional (EQ). Perhatiannya kemudian tertuju pada
108

faktor-faktor
lain,
yaitu emotional
intelligence:
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan
menghadapi frustrasi; mengendalikan dorongan hati, dan
tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati
dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan
kemampuan berpikir; berempati dan berdoa.
Setelah muncul paradigm EQ yang menghebohkan
tersebut, dunia diramaikan lagi dengan temuan yang lebih
komprehensif, yaitu kecerdasan spiritual. Keramaian ini
meluas tidak saja di lembaga-lembaga keagamaan, namun
juga di perusahaan-perusahaan besar yang berkeinginan
menumbuhkan dan mengembangakan segi-segi kecerdasan
spiritual pada staf dan karyawannya dalam aktivitas
menjalankan rada bisnis mereka. Walaupun begitu untuk
kasus Indonesia harus diakui walaupun penduduknya
mayoritas muslim namun segmen masyarakat yang
mengenal SI belum sebanding dengan jumlah tersebut. Hal
ini dapat dimengerti karena SI wacana baru dalam
masyarakat Indonesia. Hal ini sejalan dengan apa yang
disinyalir
dalam
website www.amazon.com berkaitan
dengan
sebuah
buku
yang
berjudul The
Spiritual
Intelligence Hanbook karya Paul Edwards (1999). Website
ini
mengemukakan
komentar
unik
dan
sedikit
memprihatinkan mayoritas pembaca memang belum
pernah mendengar wacana SI, membacanya, apalagi
berdiskusi dengan orang lain tentang kecerdasan spiritual
ini .
Selain itu belum begitu tersosialisasinya wacana SI ini,
disebabkan oleh wacana ini memang benar-benar sesuatu
yang anyar dan terkesan istimewa (luxurious) ditataran
pemikiran intelektual, di dunia sekalipun. Padahal, SQ is
the necessary foundation for the effective functioning of
both IQ and EQ. Its our ultimate intelligence kata Zohar
dan Marshall. Ini benar-benar luar biasa. SI sebagai puncak
kecerdasan merupakan wawasan pemikiran yang sangat
luar biasa mengagumkan, dan sekaligus argumen
pemikiran tentang betapa pentingnya hidup sebagai
manusia yang cerdas secara spiritual.
109

Kemunculan istilah SQ/SI itu sendiri sampai saat ini


memang masih menjadi kontroversi. Sebagian masyarakat
masih belum menerima penggunaan kata Quotient yang
dilekatkan dengan kata Spiritual (SQ). Mereka beralasan
sebagai sesuatu yang transcendental, SQ dikatakan
berbeda dengan IQ. Spiritual tidak dapat diukur
berdasarkan perhitungan mental age dibagi cronological
age dikalikan seratus. Di sini sangat beralasan jika buku
buah karya Danah Zohar dan Ian Marshall yang berjudul
berjudul SQ: Spiritual Intelligence bukan SQ: Spiritual
Quotient yang dijadikan rujukan dalam disertasi ini sebagai
acuan teori dan kerangkan membangun kerangka
pemikiran,
disertai
dengan
pengakuan
bahwa
membicarakan kecerdasan spiritual merupakan sesuatu
yang masih dianggap janggal oleh para akademisi, karena
mereka menganggap ilmu pengetahuan belum memiliki
perangkat untuk mempelajari sesuatu yang tidak mampu
diukur secara objektif. Zohar dan Marshall mendapat
dukungan Steven R. Covey (2004) yang menulis spiritual
intelegence dengan SQ bukan SI dalam bukunya yang
berjudul The Seven Habits From Effectiveness to
Greatness. Hal ini tentu saja mengundang pertanyaan,
mengapa penulisan spiritual intelligence sering disingkat
SQ bukan SI.
Terlepas dari adanya perbedaan penyebutan kecerdasan
spiritual dengan SQ tidak SI - (penulis lebih cenderung
menyebutnya SI) namun yang perlu digarisbawahi istilah
yang dimunculkan adalah untuk menunjukkan bahwa SI
merupakan sebuah kapasitas (capacity) dan abilitas
(ability) daya/kemampuan - yang memungkinkan manusia
tumbuh dan berkembang. Tentu saja yang tumbuh dan
berkembang di sini bukanlah fisiknya namun sistem nilai
yang dianutnya. Karena pada hakikatnya kemampuan dan
kecakapan merupakan aspek yang selalu menyertai setiap
perilaku cerdas manusia selama proses perkembangannya
hingga mencapai kesempurnaan (Daris Tamin, 2009).
Dengan kata lain kecerdasan spiritual melibatkan
kemampuan menghidupkan kebenaran yang paling dalam,
dan dari sudut pandang psikologi memberitahukan kepada
110

kita bahwa ruang spiritual (spiritual space) pun memiliki


kecerdasan. Logika sederhananya ternyata di antara kita
bisa saja ada orang yang tidak cerdas secara spiritual,
dengan ekspresi keberagamaannya yang monolitik,
ekslusif, dan intoleran yang seringkali berakibat pada
kobaran konflik atas agama. Begitu juga sebaliknya, di
antara kita bisa juga ada orang yang cerdas secara spiritual
sejauh orang itu mengalir dengan penuh kesadaran,
dengan sikap jujur dan terbuka, inklusif, dan bahkan
pluralis dalam beragama di tengah pluralitas agama.
Sejumlah argumentasi yang mengantarkan spiritualitas
disebut sebagai kecerdasan tentunya tidak terlepas dari
hasil penelitian para ahli tentang akar kekuatan spiritualitas
dalam otak manusia. Kajian neurologi, psikologi bahkan
antropologi yang telah dilakukan menguatkan dugaan
selama ini bahwa ada sebuah potensi dalam diri manusia
yang terletak di saraf otaknya. Kerja keras yang
menghebohkan dunia ini di antaranya adalah karya besar
Michael Persinger (1990) dan V. Ramachandran (1997) yang
menemukan bahwa dalam otak manusia ada Titik Tuhan
(God Spot). Gagasan tentang spiritualitas sebagai
kecerdasan berbasis otak merupakan hal yang sepenuhnya
baru namun telah menjadi fenomena yang melampaui
paradigma sains kognitif abad ke duapuluh, yang
melengkapi
berbagai
kajian,
hipotesis,
konsep,
pengetahuan, dan teori tentang manusia yang memang
sudah tak terhitung jumlahnya. Karena pada dasarnya
manusia tak pernah berhenti mencari dan menemukan
hakikat eksistensinya yang memang masih menyimpan
sejuta misteri. Persoalan tentang kelahiran dan kematian
merupakan salah satu misteri yang selalu menarik untuk
dikaji di samping realitas kebahagiaan dan kesedihan dan
lain-lainnya yang kadangkala sulit untuk mampu
dilogikakan.
Mencari pengertian atau definisi tentang kecerdasan
spiritual bukanlah hal yang gampang. Karena istilah
spiritual itu sendiri memang sulit didefinisikan, dan sangat
multidimensi dan multiinterpretasi, sebagaimana yang
111

dikatakan oleh West (2000) dan Cornet (1998) bahwa


spiritualitas merupakan konsep yang sangat penting namun
sulit untuk didefinisikan, walaupun menurut Bastaman
(2007) sebenarnya istilah spirit atau spirituality bukanlah
istilah baru, karena dalam setiap agama dan budaya kata
itu selalu ada. Yang menjadi pertanyaan apakah spiritualitas
itu selalu berkaitan dengan agama atau sebaliknya?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut bukanlah hal mudah.
Dalam beberapa literature spiritualitas dibedakan dengan
agama (religion) bahkan dikatakan spirituality is not
religion. Spiritual adalah hidup dan sangat jauh dari tubuh
(fisik) yang mengimplikasikan eksistensi jiwa (spirit of soul),
dan ini sangat berbeda dengan definisi agama (oxford,
1980)
yang
mengimplikasikan
keyakinan
terhadap
kekuatan
kontrol
superhuman
yang
lumrahnya
diekspresikan melalui ritual penyembahan (worship). Bagi
aliran yang memandang spiritualitas berbeda dengan
religiusitas tentu akan memandang SI juga tidak terkait
dengan kualitas keagamaan seorang penganut agama
formal. Kecenderungan ini juga akan berimplikasi pada cara
keyakinan dan keimanannya terhadap aspek-aspek agama,
terutama tentang eksistensi Tuhan, kekuasaan, dan
kedaulatannya terhadap manusia dan seluruh makhluk
ciptaan-Nya. Agama formal dianggap sebagai perangkat
aturan dan kepercayaan yang dibebankan secara eksternal,
dan dipersepsi bersifat top-down, diwarisi dari pendeta,
nabi, dan kitab suci atau ditanamkan melalui keluarga dan
tradisi. Inilah juga yang diyakini oleh Zohar dan Marshall:
SQ/SI tidak mesti berhubungan dengan agama. Karena
menurut mereka SI mungkin menemukan pengungkapan
melalui agama formal, tetapi agama tidak menjamin SI
tinggi. Tak sedikit orang humanis, ateis, bahkan agnostic
memiliki SI tinggi, namun sebaliknya banyak orang yang
aktif dan fanatik beragama memiliki SI sangat rendah.
Adanya dikotomi antara spiritualitas dan religiusitas tentu
sangat dipengaruhi cara pandang para ilmuwan terhadap
manusia dan dinamika perilaku manusia. Konsep dan
teorinya tentang manusia tentunya juga akan sangat
112

dipengaruhi oleh falsafah tentang manusia dan agama itu


sendiri. Ketidaksamaan paradigma berpikir tersebut tentu
akan memberikan perbedaan pada wawasan, teori, konsep,
metode, dan hasil-hasil penelitian penting tentang manusia
dan keberagamaannya. Di sini dapat diambil sebuah
pemahaman bahwa untuk memahami beragam jenis
pengertian, konotasi, dan interpretasi SI perlu diadakan
penelusuran yang mendalam terhadap akar pemikiran para
pakar yang berteori tentang SI, yakni ada yang
berorientasi Antroposentrisme dan
sebagian
berorientasi Theosentrisme.
Antroposentrisme
dianut
oleh
aliran
Psikoanalisis,
Behavioristik, Humanistik, dan Transpersonal, yang
menurut Bastaman (Daris Tamin, 2009) adalah aliran
psikologi yang menganggap dan menempatkan manusia
sebagai pusat dari segala pengalaman dan relasi-relasinya
serta penentu utama segala peristiwa yang menyangkut
manusia dan kemanusiaan. Pandangan ini mengangkat
manusia ke tempat teramat tinggi: seolah olah ia
adalah prima causa yang unik, pemilik akal budi yang
sangat hebat, serta memiliki pula kebebasan penuh untuk
berkehendak dan berbuat apa saja yang dianggap baik dan
sesuai baginya. Sedangkan Theosentrisme merupakan
konsep yang meyakini bahwa Tuhan (God) adalah pencipta
seluruh jagad raya dan seluruh organismenya, termasuk
juga manusia. Manusia ada dalam kesan Tuhan yang
memberikan pelayanan bagi kehidupan manusia untuk
memelihara dan menjaga alam semesta. Tuhan adalah
objek penyembahan yang mengontrol segala sikap dan
perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Zohar dan Marshall sebagai ilmuwan yang berorientasi
Antroposentrisme
sangatlah
bisa
dimengerti
bila
mengatakan bahwa SI tidak mesti berhubungan dengan
agama, bahwa seorang humanis, atheis, atau agnostic
dapat memiliki kecerdasan spiritual sangat tinggi; karena
dalam konsepnya mereka menyandarkan semua teorinya
pada teori Darwin tentang evolusi, prinsip-prinsip
Psikoanalisa tentang id, ego, dan superego, dan psikologi
113

humanistik
tentang need
actualization.
Kecerdasan
manusia menurut Zohar dan Marshall ada tiga macam dan
semuanya berasal dari kode genetik serta ada sepanjang
sejarah planet ini. Ketiga jenis kecerdasan tadi bekerja
melalui dan dikendalikan oleh jaringan saraf dalam otak
manusia. Ketiga bentuk kecerdasan tersebut adalah (1)
kecerdasan intelektual yaitu fungsi berpikir rasional, logis,
dan tata-aturan yang dikenal dengan IQ, (2) kecerdasan
emosional sebagai fungsi berpikir asosiatif, yang lumrahnya
dibentuk oleh kebiasaan dan pengalaman dan dikenal
dengan EQ, dan (3) kecerdasan spiritual sebagai fungsi
berpikir kreatif, berwawasan, dan membuat atau
mementahkan aturan, inilah yang dikenal dengan SQ/SI.
Selanjutnya mereka menyimpulkan bahwa terdapat tiga
proses
psikologis
dalam
diri
manusia
yaitu
(1) prapersonal yang bersifat instingtif dan asosiatif, yang
disebut Freud id dan ini merupakan proses primer,
(2) personal yaitu
fenomena ego yang
bersifat
logis,
rasional, dan linier yang kemudian disebut proses sekunder,
dan (3) transpersonal yang bersifat unitif (integratif)
sehingga melampaui diri ego menuju inti wujud yang
kemudian disebut proses tersier (Daris Tamin, 2009: 37-38).
Dalam pandangan Zohar dan Marshall transendensi yang
dianggap sebagai kualitas tertinggi dari kehidupan spiritual
bukanlah sebagai sesuatu yang berada di balik materi
sebagaimana anggapan para agamawan, tetapi merupakan
sesuatu
yang
lebih
sederhana
namun
sekaligus
fundamental. Transenden merupakan sesuatu yang
beyond untuk mengatasi masa kini, mengatasi rasa suka
dan duka, bahkan untuk mengatasi diri pada saat ini dan
membawanya melampaui batas-batas pengetahuan dan
pengalaman untuk ditempatkan dalam konteks yang lebih
luas; sesuatu yang memberi kesadaran tentang sesuatu
yang luar biasa dan tak terbatas, baik itu sesuatu di dalam
diri maupun di dunia sekitar. Transendensi boleh dikaitkan
dengan Tuhan; boleh juga dikaitkan dengan pengalaman
mistik; boleh juga untuk merasakan keindahan bunga,
menikmati alunan musik, atau senyuman innocent dari
seorang bayi.
114

Konsep Tuhan yang diwakili oleh pemahaman tentang God


Spot dianggap sebagai kondisi perlu (necessary condition),
bukan kondisi cukup (sufficient condition) bagi SI.
Seseorang yang ber-SI tinggi mungkin tinggi pula
beraktivitas yang berkaitan dengan God Spot namun tidak
serta merta ia memiliki SI tinggi; karena untuk mencapai
predikat orang yang ber-SI tinggi ia harus mampu
mengintegrasikan seluruh bagian otaknya, seluruh aspek
dirinya, dan seluruh aspek kehidupannya. Wawasan dan
abilitas tentang God Spot harus dipadukan dengan emosi,
motivasi, dan potensi kemudian membawanya dalam dialog
dengan pusat diri.
Sebenarnya bila ditilik lebih lanjut pengaruh agama tentang
Tuhan sebenarnya juga masuk dalam konsep SI Zohar dan
Marshall, hanya saja konsep-konsep tersebut merujuk pada
mitos-mitos agama-agama kultur (culture/natural religion)
agama hasil budaya manusia (agama ardhi/thabii) - seperti
mitologi astrologi tentang asal usul manusia dalam agama
Romawi dan Yunani; mitologi cakra sebagai gambaran
tahapan perkembangan jiwa dalam mengada dan
menjadi dalam agama Hindu; filosofi-filosofi dalam Tao Te
Ching; juga dari pemikiran-pemikiran ahli mistik agama
Kristiani dan Yahudi yang menyatakan bahwa pusat jiwa
adalah Tuhan dan mengenal diri sendiri akan mengenal
Tuhan.
Jadi menurut pandangan Zohar dan Marshall sumber segala
inspirasi SI/SQ adalah tuhan di mana dia adalah
transenden dalam diri manusia itu sendiri yang kreatif,
tuhan dapat diciptakan dalam diri manusia dan menjadi
pusat segalanya. Ini bermakna semua kembali pada
manusia itu sendiri sebagai sebuah anthropos (asal-usul)
dan spiritus kehidupan. Di sini definisi SI dalam perspektif
antroposentrisme mendudukkan SI pada tempat yang
paling tinggi di atas kecerdasan-kecerdasan yang lain,
bahkan menjadi pusat dan puncak segala kecerdasan
dengan menjadikan manusia dan kreativitasnya dalam
memecahkan masalah nilai sebagai sumber inspirasi dan
inti transendensi. SI merupakan kemampuan manusia
115

untuk mencapai hidup bermakna, penuh ketenangan dan


kebijaksanaan dalam hubungannya dengan semesta alam
melalui evolusi pengalaman mistik dengan tuhan yang
ada dalam diri pribadi yang paling dalam.
Paham antroposentrisme di atas tentu saja sangat
bertentangan dengan paham Theosentrisme dalam
memandang
SI. Menurut
Theosentrisme
Tuhan
merupakan The
central
aspect bagi
kehidupan
manusia. Konsep SI merupakan doktrin-doktrin Tuhan dalam
ajaran agama wahyu atau agama kenabian (Yahudi, Kristen,
dan Islam). Dalam ajaran Theosentrisme (Islam misalnya)
manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki
keunikan dan keistimewaan tertentu. Sebagai salah satu
makhluk-Nya karakteristik eksistensi manusia harus dicari
dalam relasi dengan Sang pencipta dan makhluk-makhluk
Tuhan lainnya. Sekalipun manusia seolah-olah merupakan
pusat hubungan-hubungan (center relatedness), namun
dalam jaran Islam pusat segalanya bukanlah manusia,
melainkan Sang pencipta sendiri, Yaitu Allah Rabuul
alamin. Dengan demikian landasan filsafat tentang
manusia dan SI dalam ajaran Islam bukan Antroposentrisme
melainkan Theosentrisme atau lebih tepat Allahsentrisme
(Bastaman, 1995) dalam Daris Tamin (2009).
Dalam Islam spiritualitas tidak bisa dipisahkan dengan nilainilai agama yang terikat dengan Ketuhanan. Spiritual
keagamaan tidak menganggap manusia adalah pusat
segala-galanya, tidak dapat menuhankan segala sesuatu
selain Tuhan Sang pencipta jagad raya dengan segala
isinya, apalagi menuhankan diri manusia itu sendiri. Secara
naluriah manusia mengakui keberadaan Tuhan Sang
Pengatur kehidupan. Manusia dan makhluk lainnya sangat
tergantung secara transcendental kepada Tuhan. Inilah sifat
dari kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual selalu
berkaiatan dengan agama, dan ini juga telah diakui oleh
dunia internasional (WHO,1994).
WHO telah memasukkan agama (kerohanian/spiritual)
sebagai salah satu pilar kesehatan selain jasmani/fisik,
kejiwaan/psikologik, dan social. Keempat dimensi kesehatan
116

ini pula telah diadopsi oleh The American Psychiatric


Association dengan
paradigm
pendekatan bio-psychosocial-spiritual, yang dilandasi oleh pengakuan dan
keyakinan bahwa agama/spiritual adalah fithrah yang
mengandung nilai-nilai moral, etika, dan hukum. Ini
bermakna seseorang yang taat hukum berarti bermoral dan
beretika; seseorang yang bermoral dan beretika berarti ia
beragama (no religion without moral, no moral without law) .

117

BAB IV
ISLAM DAN PERSOALAN HIDUP DAN KERJA
2. Hakekat hidup dan kerja
Dalam diri manusia terdapat apa yang disebut dengan nafs sebagai
potensi yang membawa kepada kehidupan. Dalam pandangan Al-Quran
, nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna untuk berfungsi
menampung

serta

mendorong

manusia

berbuat

kebaikan

dan

keburukan. Allah swt. Katakana dalam surat al-Syams ayat 7-8Demi


Nafs serta penyempurnaan ciptaanny, Allah mengilhamkan kepadanya
kejahatan dan ketaqwaan . Allah mengilhamkan, berarti memberi
potensi agar manusia melalui nafs dapat menangkap mana baik dan
buruk, serta dapat mendorongnya untuk melakukan kebaikan dan
keburukan.Meskipun nafs berpotensi positif dan negative , namun
diperoleh pula isyaratka bahwa pada hakekatnya potensi positif
manusia lebih kuat dari pada potensi negetifnya. Hanya saja daya
Tarik keburukan lebih kuat dari daya tarik kebaikan. Untuk itu
manusia dituntut agar memelihara kesucian nafsnya. Firman Allah
dalam surat al-Syams ayay 9-10.sungguh beruntunglah orang-orang
yang

menyucikannya

dan

merugilah

orang-orang

yangMengotorinyaKecendrungan nafs lebih kuat untuk kebaikan


dipahami dari isyarat ayat, misalnya terdapat dalam surat alBaqarah

ayat

286

Allah tidak

membebani

seseorang

,tertapi sesuai dengan kesanggupan nya. Nafs memperoleh ganjaran


dari apa yang diusahakannya, dan memperoleh siksa dari apa yang
diusahakannyaSelain nafs, dalam diri manusia juga terdapat qalb
yang sering diterjemahkan hati. Seperti dikemukakan di atas, bahwa
nafs ada dalam diri manusia, qalb pun demikian , hanya saja qalb yang
merupakan wadah dipahami dalam arti alat, sebagaimana firman Allah
dalam surat al-Araf ayat 179 mereka mempunyai qalb, tetapi tidak
digunakan untuk memahami. Selain kata qalb,dalam al-quran juga
terdapat kata fuad, seperti dalam firman-Nya dalam surat al-Nahl
118

Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak


mengetahui sesuatu maka Dia membirimu (alat) pendengaran, (alat)
penglihatan serta hati, agar kamu bersyukur (mempergunakannya
memperoleh pengetahuan)Kemudian manusia juga memiliki ruh,
sebagaimana firman-Nya dalam surat al-Isra ayat 85 Dan mereka
bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah Ruh adalah urusan
Tuhanku,

kamu

tidak

diberi

ilmu

kecuali

sedikitAda

yang

berpendapat, bahwa ruh itu sama dengan nyawa, tetapi apa bedanya
manusia dengan orang utan, monyet dan binatang yang lain ?. Dalam
surat al-muminun dijelaskan bawa dengan ditiupkannya ruh, maka
menjadilah makhluk ini khalq akhar (makhluk yang unik) , yang
berbeda dengan makhluk lain. Karena manusia memiliki ruh lah ia
mudah menerima wahyu dari Allah swt. Mempelajari wahyu dikatakan
santapan

rohani,

bukan

santapan

nyawa.

Manusia

berpotensi

mendapatkan hidayah Karena mempunyai roh.Selain memiliki nafs,


qalb, dan ruh manusia juga memiliki aql. Kata aql dalam al-quran
menggunakan bentuk kata kerja masa kini dan lampau. Dari segi
bahasa, kata ini dapat diartikan tali pengikat, penghalang
Aql merupakan sesuatu yang mengikat atau menghalangi seseorang
terjerumus dalam kesalahan atau berbuat dosa. Allah berfirman
dalam surat al-Anam ayat 151 dan janganlah kamu mendekati
perbuatan keji, baik yang Nampak atau ter sembunyi, dan janganlah
kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali demi kebenaran,
itulah wasiat Allah kepadamu agar kamu beraqal (dapat
memahaminya)Menurut Hamka, dalam bukunya Falsafah Hidup,
Islam sangat memuliakan aql, maka dari itu Islam adalah agama yang
menjunjung tinggi aql.Orang yang dapat menempatkan dirinya
merasa terikat pada aturan-aturan Allah dalam firman-firman-Nya,
maka itulah sebenarnya orang-orang yang beraqal. Seorang muslim
dalam aktifitas kehidupnya dapat menggunakan aqalnya jauh dari
perbuatan keji, ruhnya banyak berisikan wahyu Allah, hatinya jadi
tentram sehingga dirinya terkendali kejalan yang diredhai Allah,
119

terhindar dari langkah-langkah syetan yang buruk Demikianlah


hakekat hidup manusia dengan berbagai potensi yang terdapat dalam
dirinya untuk melaksanakan pekerjaan.

3. Rahmat Allah Terhadap orang yang rajin bekerja.


Umar bin Khattab khalifah ke dua setelah Abubakar siddiq berkata
aku benci orang berpangku tangan, tanpa ada aktifitas kerja, baik
kerja untuk dunia atau untuk kepentingan di akherat kelakDalam hal
ini khalifah umar sangat menghargai dan menyenangi orang yang rajin
bekerja dan beraktifitasSebagai muslim yang taat, Umar selalu
mendorong umat Islam untuk memiliki semangat bekerja dan
beramal, serta menjauhkan diri dari sifat malas. Rasulullah bersabda
Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari lemah pendirian, sifat
malas, penakut, kikir, hilangnya kesadaran, terlilit utang dan
dikendalikan orang lain. Dan akau berlindung kepada-Mu dari siksa
kubur, dan dari fitnah (ketika hidup dan mati). (H.R Bukhari dan
Muslim)Orang muslim yang akan berhasil dalam hidupnya adalah
kemampuannya meninggalkan perbuatan yang melahirkan kemalasan /
tidak produktif dan digantinya dengan amalam yang bermanfaat.
Sabda Rasulullah saw. Dari Abu hurairah Sebaik-baik Islamnya
seseorang adalah meninggalkan perbuatan yang tidak bermanfaat
(HR. Tarmizi).Bekerja bagi seorang muslim adalah dalam rangka
mendapatkan rezki yang halal dan memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi masyarakat sebagai ibadahnya kepada Allah
swt. Firman-Nya :Apabila shalat telah ditunaikan, maka
bertebaranlah kamu dimuka bumi, dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung (alJmuah: 10)Dalam pandangan Islam bekerja merukapan bagian dari
ibadah, makaaplikasi dan implementasinya perlu diikat dan dilandasi
oleh akhlak/etika, yang senantiasa disebut etika profesi.
Etika/akhlaq yangmencerminkan sifat terpuji, yaitu Shiddiq,
istiqamah, futhanah, amanah dan tablig. Dari uraian diatas, dapat
difahami, bahwa seorang muslim yang akan mendapat kasih sayang
120

dari Allah swt. Adalah apabila orang itu jauh dari sifat malas,
senang melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, rajin
bekerja, tidak menyia-nyiakan waktu, menyadari bahwa semua
aktifitas yang dilakukan adalah dalam rangka beribadah kepada Allah
swt.

4. Akhlak dalam bekerja.


Seorang muslim dalam bekerja selalu berhati-hati dan terbuka
pikirannya kepada keindahan ciptaan Allah .
Dia menyadari bahwa Allah lah yang mengontrol segala urusan dunia
dan kehidupan manusia. Dia mengenal tanda-tanda kekuasaan-Nya,
senantiasa berzikir dan tawakal kepada-Nya. sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang,
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang bertawakal ( yaitu)
orng-orng yang mengingatAllah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi ( sambbil berkata) Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan
semua ini dengan sis-sia, maha suci Engkau , maka peliharalah kami
dari api neraka (Ali Imran ayat 190-191)
Dalam bekerja dia tulus danpatuh kepada Allah dalam
keadaanbagaimanapun, tidak boleh melampai batas, selalu taat
mengikuti bimbingan Allah meskipun tidak sesuai dengan
keinginannya. Dia bertanggung jawab menjalankan kewajiban
pekerjaan yang telah ditetapkan untuknya. Bila ia mendapatkan
kendala , segera mencari penyebabnya dan siapmemikul semua
konsekwensinya. Dia memahami sabda Rasul Saw. Betapa
indahnya urusan orang Islam. Seluruh urusan (kerjanya) adalah
baikbagi dirinya. Jika ia mengalami kemudahan, ia bersyukur, dan
yang demikian itu baik bagi dirinya, jika ia mengalami kesulitan , ia
menghadapinya dengan sabar dan tabah, dan itupun juga baikbagi
dirinya (HR. Bukhari)
121

Akhlak seorang muslim dalam bekerja menemukan kemudahan selalu


bersyukur, ketika menghadapi kesulitan dia tabah dan sabar . Mudah
dan sulit baginya sama, karena semua itu adalah untuk menguji
kekuatan imannya.
Pada saatnya ia mendapatkan kesalahan dalam bekerja, menyimpang
dari ketentuan Allah dan Rasul-Nya, ia segera bertobat, segera ingat
akan Tuhannya, menghentikan segala kesalahannya dan memohon
ampun atas kekeliruannya.
Sesungguhnya orang-orang yangbertaqwa bila dalam dirinya timbul
perasaan was-was dari setan, mereka segera ingat kepada Allah.
Maka waktu itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya (alAraf :201) Demikianlah akhlak seorang muslim dalam bekerja.

5. Keharusan profesionalisme dalam bekerja


Profesonal berarti berkualitas, bermutu dan ahli dalam satu bidang
pekerjan yang menjadi profesinya. Suatu pekerjaan yang
dilaksanakan oleh seseorang yang memang ahlinya, tentu
akanmendapatkan hasil yang bermutu dan baik. Sebaliknya suatu
pekerjaan yang dilaksanakan oleh seseorang yang bukan profesinya,
akan mendapatkan hasil yang tidak bermutu dan bahkan akan
berantakan. Sabda Rasul Saw. Bila menyerahkan suatu urusan
kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran
Menurut sabda Rasul ini, seseorang dalam bekerja, apapun
pekerjaannya, kalau ingin mengharpkan hasil yang berkualitas dan
baik, maka dia harus profeisinal / ahli dalam pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya itu.
Ahli dalam bekerja,berarti menguasai ilmu pengetahuan yang
berhubungan lansung dengan pekerjannya. Seorang pekerja yang
bekerja dalam dunia pertanian, tentu dia harus bereilmu tentang
tanaman, pemupukan, pengiran dan lain-lain. Dia harus mengerti,
memahami dan menghayati secara mendalam segala yang menjadi
122

tugas dan kewajibannya dalam pertanian. Sifat kreatifits dan


kemampuan melakukan berbagai macam inovasi yangbermanfaat
tentang pertanian akan muncul dalam dirinya. Tentunya kreatif dan
inovatif hanya mungkin akan dimiliki manakala seseorang selalu
berusaha untuk menambah berbagai ilmu pengetahuan, peraturan,
dan informasi yang berhubungan dengan pekerjaan apapun bentuk
pekerjanya.
Sebagai seorang guru (pengejar) dituntut harus ahli dalam ilmu
keguruan, jangan setengah-setengah, tapi belajar, terus belajar
tentang profesi keguruan sampai akhir hayatnya.
Firmam Allah dalam al-Baqarah : 208 Hai orang yang beriman,
masuklah kamu kedalam kedamaian /Islam secara menyeluruh, dan
janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan, karena setan itu adalah
musuhmu yang nyata
Tersirat dalam ayat ini, bahwa aktifitas apapun yang dilakukan
menuntut
pelakunya
untuk berilmu secara
mendalam
dan
menyeluruh (kaffah)seuai dengan profesinya.
Orang beriman diminta untuk memasukkan totalitas dirinya kedalam
wadah islam secara menyeluruh, sehingga semua kegiatannya berada
dalam wadah islam /kedamaian. Ia damai dengan dirinya, keluarganya,
seluruh manusia, binatang, tumbuh tumbuhan dan alam raya
semuanya. Wadah islamsecara menyeluruh yang dimaksud juga
penguasaan ilmu islam secara menyeluruh sehingga mampu
melaksanakan aktifitas islam dengan berkualitas dan bermutu.
Demikianlah profesionlisme dalam bekerja menurut ajaran Islam.

123

Anda mungkin juga menyukai