Anda di halaman 1dari 15

BATU BARA

A. Pengertian
Batubara adalah termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya
adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik,
utamanya

adalah

sisa-sisa

tumbuhan

dan

terbentuk

melalui

proses

pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.


Batubara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia
yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur
memberikan rumus formula empiris seperti : C 137H97O9NS untuk bituminus dan
C240H90O4NS untuk antrasit.

Pembentukan

batubara

dimulai

sejak

Carboniferous

Period

(Periode

Pembentukan Karbon atau Batu Bara) dikenal sebagai zaman batu bara pertama
yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari
setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu
pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organik. Proses awalnya gambut
berubah menjadi lignite (batu bara muda) atau brown coal (batu bara coklat) Ini
adalah batu bara dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan
batu bara jenis lainnya, batu bara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari
hitam pekat sampai kecoklat-coklatan.

Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan
tahun, batu bara muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah
maturitas organiknya dan mengubah batu bara muda menjadi batu bara subbitumen. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara
menjadi lebih keras dan warnanya lebh hitam dan membentuk bitumen atau
antrasit. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik yang semakin
tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.
B. Materi Pembentuk Batubara
Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis
tumbuhan pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah
sebagai berikut:
Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat
sedikit endapan batubara dari perioda ini.
Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga.
Sedikit endapan batubara dari perioda ini.
Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk
batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa
bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah.
Tumbuhan

heteroseksual,

mengandung

kadar

getah

biji

terbungkus

(resin)

tinggi.

dalam
Jenis

buah,

semisal

Pteridospermae

pinus,
seperti

gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian


seperti di Australia, India dan Afrika.
Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern,
buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah
dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.
C. Jenis-jenis BatuBara

Tingkat perubahan yang dialami batu bara, dari gambut sampai menjadi
antrasit disebut sebagai pengarangan memiliki hubungan yang penting dan
hubungan tersebut disebut sebagai tingkat mutu batu bara. Berdasarkan tingkat
proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batubara
umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan
gambut.
Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86% 98% unsur karbon (C) dengan
kadar air kurang dari 8%.
Bituminus mengandung 68 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10%
dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia.
Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh
karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan
bituminus.
Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya.
Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang
paling rendah.
D. Pembentukan Batubara
Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batubara
disebut dengan istilah pembatubaraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap
proses yang terjadi, yakni:
Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman
terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses
perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang
dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material
organik serta membentuk gambut.

Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi
bituminus dan akhirnya antrasit.

a. Teori berdasarkan Tempat terbentuknya


Teori Insitu :
Bahan bahan pembentuk lapisan batubara terbentuk ditempat dimana
tumbuh tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian setelah tumb mati,
belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen
dan mengalami proses coalification.
Ciri :
-Penyebaran luas dan merata
-Kualitas lebih baik
Cth : Muara Enim
Teori Drift:
Bahan2 pembtk lapisan batubara terjadi ditempat yang berbeda dengan
tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang. Dengan demikian tumbuhan

yang telah mati mengalami transportasi oleh media air dan terakumulasi
disuatu tempat, tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami coalification.
Ciri :
-Penyebaran tidak luas tetapi banyak
-kualitas kurang baik (mengandung psr pengotor).
Cth : pengendapan delta di aliran sungai mahakam
E. Bentuk Lapisan-Lapisan Batubara
Berdasarakan lapisan batubata dibagi menjadi 2 yaitu Plies (lapisan utuh) dan
Split (terdapat 2 lapisan atau lebih). Pada awal pembentukan gambut sebagian
besar perlapisan mendatar (tergantung dr topografi cekungan pengendapannya).
Setelah bekerja gaya geologi akan terdapat bermacam macam bentuk
perlapisan Batubara. Antara lain: Horse Back (tjd post depositional), Pinch (tjd post
depositional), Burriea Hill ( tjd krn adanya intrusi magma), Fault (patahan), dan
Lipatan. atahan bukan hanya tjd krn gempa namun juga bisa krn lap dibawahnya
adl psr yg dlm keadaan jenuh bisa berpindah.
F. Penambangan BatuBara
Proses penambangan batu bara sangat ditentukan oleh unsur geologi
endapan batu bara. Pada umumnya, terdapat 2 proses penambangan batu bara,
yaitu :
1. Tambang bawah tanah/dalam
Ada 2 metode penambangan bawah tanah, yaitu metode room-and-pillar dan tambang
longwall.
Pada tambang room-and-pillar, endapan batu bara ditambang dengan memotong jaringan
ruang ke dalam lapisan batu bara dan membiarkan pilar batu bara untuk menyangga atap tambang.
Pada metode ini, penambangan batu bara juga dapat dilakukan dengan cara yang disebut retreat
mining (penambangan mundur), dimana batu bara diambil dari pilar-pilar tersebut pada saat para

penambang kembali ke atas. Atap tambang kemudian dibiarkan ambruk dan tambang tersebut
ditinggalkan.
Tambang longwall mencakup penambangan batu bara secara penuh dari suatu bagian lapisan
atau muka dengan menggunakan gunting-gunting mekanis. Penambangan dengan metode ini,
membutuhkan penelitian geologi yang mendukung serta perencanaan yang hati-hati, sebelum
memulai penambangan. Setelah batu bara diambil dari daerah tersebut, atap tambang kemudian
dibiarkan ambruk.
Keuntungan utama dari tambang roomand-pillar daripada tambang longwall adalah, tambang
room-and-pillar dapat mulai memproduksi batu bara jauh lebih cepat, dengan menggunakan biaya
penyediaan peralatan bergerak kurang dari 5 juta dolar (peralatan tambang longwall dapat mencapai
50 juta dolar).

Tambang Longwall melibatkan pengambilan batu bara penuh dari suatu


bagian lapisan dengan menggunakan gunting mekanis.

Skema Tambang Bawah Tanah

2. Tambang terbuka/permukaan
Tambang terbukajuga disebut tambang permukaanhanya memiliki nilai
ekonomis apabila lapisan batu bara berada dekat dengan permukaan tanah.
Metode tambang terbuka juga memberikan keuntungan yang lebih besar dari
tambang bawah tanah, karena seluruh lapisan batu bara dapat dieksploitasi (90%
atau lebih dari batu bara dapat diambil). Tambang terbuka yang besar dapat
meliputi daerah berkilo-kilo meter persegi dan menggunakan banyak alat yang
besar, termasuk dragline (katrol penarik), yang memindahkan batuan permukaan,
power

shovel

(sekop

hidrolik),

truk-truk

besar

yang

mengangkut

batuan

permukaan dan batu bara, bucket wheel excavator (mobil penggali serok),dan ban
berjalan.
Batuan permukaan yang terdiri dari tanah dan batuan dipisahkan pertama
kali dengan bahan peledak. Batuan permukaan tersebut kemudian diangkut
dengan menggunakan katrol penarik atau dengan sekop dan truk. Setelah lapisan
batu bara terlihat, lapisan batu bara tersebut digali dan dipecahkan kemudian
ditambang secara sistematis dalam bentuk jalur-jalur. Kemudian batu bara dimuat

ke dalam truk besar atau ban berjalan untuk diangkut ke pabrik pengolahan batu
bara atau langsung ke tempat dimana batu bara tersebut akan digunakan.

Skema Tambang terbuka

G. Pengangkutan Batu Bara


Metode

pengangkutan

penggunaannya,

ditentukan

batu
dari

bara
jarak

dari

tambang

menuju

tempat

harus

ditempuh

dalam

yang

penngangkutan tersebut. Untuk jarak dekat, batu bara umumnya diangkut dengan
menggunakan ban berjalan atau truk. Untuk jarak yang lebih jauh di dalam pasar
dalam negeri, batu bara diangkut dengan menggunakan kereta api atau tongkang.
Pada beberapa kasus, batu bara tersebut diangkut melalui jaringan pipa
(sebelumnya dicampur dengan air untuk membentuk bubur batu).
Kapal laut umumnya digunakan untuk pengakutan internasional dalam
ukuran berkisar dari Handymax (40-60,000 DWT), Panamax (about 60-80,000
DWT) sampai kapal berukuran Capesize (sekitar lebih dari 80,000 DWT). Sekitar
700 juta ton batu bara diperdagangkan secara internasional pada tahun 2003 dan
sekitar 90% dari jumlah tersebut diangkut melalui laut. DWT Deadweight Tonnes
(Bobot Mati) yang mengacu ke kapasitas bobot mati suatu kapal, termasuk
kargonya, tangki bahan bakar, air bersih, simpanan dll.
H. Gasifikasi Batubara
Coal gasification adalah sebuah proses untuk merubah batubara padat
menjadi gas batu bara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses

pemurnian gas-gas ini CO (karbon monoksida), karbon dioksida (CO2), hidrogen


(H), metan (CH4), dan nitrogen (N2) dapat digunakan sebagai bahan bakar.
hanya

menggunakan

udara

dan

uap

air

sebagai

reacting-gas

kemudian

menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata mempunyai tingkat
emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah.
Tetapi, batubara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat didalamnya
adalah sulfur dan nitrogen, bila batubara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan
dilepaskan ke udara, bila mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung
dengan uap air (seperti contoh kabut) dan tetesan yang jatuh ke tanah seburuk
bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai hujan asam acid rain. Disini
juga ada noda mineral kecil, termasuk kotoran yang umum tercampur dengan
batubara, partikel kecil ini tidak terbakar dan membuat debu yang tertinggal di
coal combustor, beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di putaran combustion
gases bersama dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong beberapa
partikel kecil ini adalah sangat kecil setara dengan rambut manusia.
I. Bahaya Limbah Cair Pertambangan Batubara
Saat ini banyak analis pertambangn yang tidak mamu mengekspose secara
detail tentang bahaya air cucuian batubara. Limbah cucian batu bara yang
ditampung dalam bak penampung sangat berbahaya karena mengandung logamlogam beracun yang jauh lebih berbahaya disbanding proses pemurnian
pertambangan emas yang mengunakan sianida (CN). Proses pencucian dilakukan
untuk menjadi batubara lebih bersih dan murni sehingga memiliki nilai jual tinggi.
Proses ini dilakukan karena pada saat dilakukan eksploitasi biasanya batubara
bercampur tanah dan batuan.
Agar lbih mudah dan muerah, dibuatlah bak penampung untuk pencucian.
Kolam penampung itu berisi air cucian yang bercampur lupur. LSM lingkungan
JATAM menyebutnya dana beracun yang berisi miliaran gallon limbah cair
batubara. Sluge mengandung bahan kimia karsinogenik yang digunakan dalam
pemrosessan batubara yang logam berat berancun yang terkandung di batubara
seperti arsenic, merkuri, kromium, boron, selenium dan nikel.

Dibandingkan tailing dari limbah luput pertambangan emas, unsure berancun


dari logam berat yang ada limbah pertambangan batubara jauh lebih berbahaya.
Sayangnya sampai sekarang tidak ada publikasi atau informasi dari perusahan
pertambangan

terhadap

pertambangan.Unsure

bahaya

beranu

sluge

kepada

menyebabkan

masyarakat

penyakit

kulit,

di

sekitar

gangguan

pencernaan, paru dan penyakit kanker otak. Air sungai tempat buangan limbah
digunakan masyarkat secara terus menerus. Gejala penyakit itu biasa akan
tampka setelah bahan beracun terakumulasi dalam tubuh manusia.
Beberapa perusahaan tambang di Kalimantan Timur ditengarai tridak
melakukan pengelolaan water treatmen terhadap limbah buangan tambang dan
juga tanpa penggunaan bahan penjernih Aluminum Clorida, Tawar dan kapur.
Akibatnya limbang buann tambang menyebabkan sungai sarana pembuagan
limbah cair berwarna keruh.
J. Membuat Batubara Bersih
Ada beberapa cara. Contoh sulfur, sulfur adalah zat kimia kekuningan yang
ada sedikit di batubara, pada beberapa batubara yang ditemukan di Ohio,
Pennsylvania, West Virginia dan eastern states lainnya, sulfur terdiri dari 3 sampai
10 % dari berat batu bara, beberapa batu bara yang ditemukan di Wyoming,
Montana dan negara-negara bagian sebelah barat lainnya sulfur hanya sekitar
1/100ths (lebih kecil dari 1%) dari berat batubara. Penting bahwa sebagian besar
sulfur ini dibuang sbelum mencapai cerobong asap.
Satu cara untuk membersihkan batubara adalah dengan cara mudah
memecah batubara ke bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa
sulfur yang ada sebagai bintik kecil di batu bara disebut sebagai pyritic sulfur
karena ini dikombinasikan dengan besi menjadi bentuk iron pyrite, selain itu
dikenal sebagai fools gold dapat dipisahkan dari batubara. Secara khusus pada
proses satu kali, bongkahan batubara dimasukkan ke dalam tangki besar yang
terisi air , batubara mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam.
Fasilitas pencucian ini dinamakan coal preparation plants yang membersihkan
batubara dari pengotor-pengotornya.

Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur
pada

batubara

adalah

secara

kimia

benar-benar

terikat

dengan

molekul

karbonnya, tipe sulfur ini disebut organic sulfur, dan pencucian tak akan
menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba untuk mencampur batubara
dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari molekul batubara, tetapi
kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih bekerja untuk
mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini.
Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang
dibangun setelah 1978 telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang
dipasang untuk membuang sulfur dari gas hasil pembakaran batubara sebelum
gas ini naik menuju cerobong asap. Alat ini sebenarnya adalah flue gas
desulfurization units, tetapi banyak orang menyebutnya scrubbers karena
mereka men-scrub (menggosok) sulfur keluar dari asap yang dikeluarkan oleh
tungku pembakar batubara.
a. Membuang NOx dari batubara
Nitrogen secara umum adalah bagian yang besar dari pada udara yang
dihirup, pada kenyataannya 80% dari udara adalah nitrogen, secara normal atomatom nitrogen mengambang terikat satu sama lainnya seperti pasangan kimia,
tetapi ketika udara dipanaskan seperti pada nyala api boiler (3000 F=1648 C),
atom nitrogen ini terpecah dan terikat dengan oksigen, bentuk ini sebagai
nitrogen oksida atau kadang kala itu disebut sebagai NOx. NOx juga dapat
dibentuk dari atom nitrogen yang terjebak didalam batubara.
Di udara, NOx adalah polutan yang dapat menyebabkan kabut coklat yang
kabur yang kadang kala terlihat di seputar kota besar, juga sebagai polusi yang
membentuk acid rain (hujan asam), dan dapat membantu terbentuknya sesuatu
yang disebut ground level ozone, tipe lain dari pada polusi yang dapat membuat
kotornya udara.
Salah satu cara terbaik untuk mengurangi NOx adalah menghindari dari
bentukan asalnya, beberapa cara telah ditemukan untuk membakar barubara di
pemabakar dimana ada lebih banyak bahan bakar dari pada udara di ruang

pembakaran

yang

terpanas.

Di

bawah

kondisi

ini

kebanyakan

oksigen

terkombinasikan dengan bahan bakar daripada dengan nitrogen. Campuran


pembakaran kemudian dikirim ke ruang pembakaran yang kedua dimana terdapat
proses yang mirip berulang-ulang sampai semua bahan bakar habis terbakar.
Konsep ini disebut staged combustion karena batubara dibakar secara bertahap.
Kadang disebut juga sebagai low-NOx burners dan telah dikembangkan
sehingga dapat mengurangi kangdungan Nox yang terlepas di uadara lebih dari
separuh. Ada juga teknologi baru yang bekerja seperti scubbers yang
membersihkan NOX dari flue gases (asap) dari boiler batu bara. Beberapa dari alat
ini menggunakan bahan kimia khusus yang disebut katalis yang mengurai bagian
NOx menjadi gas yang tidak berpolusi, walaupun alat ini lebih mahal dari lowNOx burners, namun dapat menekan lebih dari 90% polusi Nox.
K. Pembakaran Batubara dengan O2/CO2
Salah satu metode yang dapat menjadi alternatif ialah pembakaran batubara
menggunakan campuran O2/CO2. Keunggulan utama dari metode ini yaitu adanya
daur ulang aliran gas keluaran sehingga kandungan CO2 pada aliran tersebut
sangat tinggi, mencapai 95%. Dengan kandungan CO2 yang tinggi, proses
pemisahan karbondioksida menjadi lebih mudah dan ekonomis dibandingkan pada
pembakaran

batubara

konvensional

(menggunakan

udara)

yang

hanya

menghasilkan CO2 sekitar 13% pada gas keluaran. Gas keluaran dengan
kandungan CO2 sampai 95% bahkan dapat langsung digunakan untuk proses oil
enhanced recovery (EOR). Pembakaran batubara menggunakan campuran O2/CO2
ditampilkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Diagram alir proses pembakaran batubara dengan menggunakan


campuran gas O2/CO2
Batubara

(fuel)

dibakar

dalam

sebuah

combustion

chamber

dengan

menggunakan campuran gas oksigen dan karbondioksida. Oksigen didapatkan


dari proses pemisahan nitrogen dan oksigen dari udara dalam sebuah Air
Separation Unit. Karbondioksida sendiri merupakan gas hasil pembakaran
batubara yang kembali dialirkan ke dalam combustion chamber. Aliran recycle
karbondioksida ini menyebabkan peningkatan konsentrasi gas karbondioksida
yang

sangat

pemisahan

signifikan

di

karbondioksida

aliran
itu

keluaran

sendiri.

sehingga

Pemisahan

memudahkan

proses

karbondioksida

dapat

diselenggarakan menggunakan metode konvensional seperti menggunakan CO2


absorber maupun metoda terkini seperti pemisahan dengan membran. Tingginya
konsentrasi CO2 di aliran umpan absorber atau membran akan memudahkan
proses pemisahan sehingga spesifikasi alat pemisah tidak terlalu memakan biaya
besar.
Selain kandungan CO2 gas keluaran yang tinggi, metode ini juga mempunyai
efisiensi pembakaran karbon yang tinggi. Hasil penelitian Liu (2005) menunjukkan
bahwa pembakaran batubara menggunakan media O2/CO2 menghasilkan efisiensi
pembakaran karbon yang lebih tinggi dibandingkan pembakaran batubara

konvensional. Hal itu dibuktikan dari kandungan karbon baik pada fly ash maupun
bottom ash yang jauh lebih sedikit.
L. Batubara di Indonesia
Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan
Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera
dan Kalimantan), pada umumnya endapan batubara ekonomis tersebut dapat
dikelompokkan sebagai batubara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kirakira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta
tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.
Batubara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar
khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah
gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah
sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi
dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem
dan membentuk lapisan batubara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan
menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batubara Miosen.
Sebaliknya, endapan batubara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan
sulfur tinggi. Kedua umur endapan batubara ini terbentuk pada lingkungan
lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut
yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.
Potensi sumberdaya batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di
Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat
dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan
keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.
Di Indonesia, batubara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel
fuel) yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis
batubara jauh lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai
berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batubara hanya Rp 0,09/kilokalori,
(berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).

Dari segi kuantitas batubara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi
Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini
sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun
ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis batubara dan
mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan
melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan kurang
memberi nilai tambah tinggi.

Anda mungkin juga menyukai