Pertumbuhan dan perkembangan masyarakat memiliki dampak besar pada
lingkungan. Manufaktur , desain, konstruksi, dan pengoperasian bangunan di mana kita hidup dan bekerja memiliki peran terhadap pemakaian sumber daya alam dan energi dunia. Akibatnya, tak hanya kelestarian sumber daya alam yang terancam hilang, namun pemanasan global sebagai hasil dari rusaknya lingkungan alam pun akan terjadi. Di samping itu, kepadatan penduduk serta peningkatan arus urbanisasi juga membuat masyarakat terancam kekurangan ruang terbuka hijau. Padahal lingkungan hijau alami dapat menurunkan resiko penyakit. Ruang terbuka hijau juga berefek positif terhadap kesehatan fisik dan mental masyarakat. Ervin Susanti Dani, sekretaris umum Ikatan Arsitek Bangunan Hijau Indonesia (IABHI), mengatakan bahwa pembangunan gedung perkantoran yang tidak diimbangi dengan ruang hijau yang memadai dapat menyumbang emisi gas karbondioksida lebih banyak dibanding dengan transportasi. Hal tersebut tentu membuat kehadiran bangunan semakin terlihat miris. Bagaimana tidak, bangunan yang seharusnya menjadi solusi dari kebutuhan hidup manusia justru menjadi masalah besar bagi kelangsungan hidup manusia kelak. Tak heran, berkembangnya kesadaran masyarakat akan permasalahan lingkungan yang sedemikian rupa saat ini membuat kampanye menghijaukan bumi kian gencar dilakukan. Termasuk di dalamnya konsep Green architecture. Dalam penerapannya, konsep green tidak hanya dipersepsikan dengan hal-hal yang berbau kehijauan semata, seperti ruang terbuka hijau dan lansekap pertamanan. Konsep hijau sejatinya merupakan konsep yang memiliki hubungan dengan isu efisiensi energi, yang pada akhirnya mengurangi daya eksploitasi terhadap alam. Green architecture adalah sebuah konsep arsitektur yang berusaha meminimalkan pengaruh buruk terhadap lingkungan maupun manusia dan menghasilkan tempat hidup yang lebih baik dan lebih sehat, yang dilakukan dengan cara memanfaatkan sumber energi dan sumber daya alam secara efisien dan optimal. Green architecture tak hanya mencakup perancangan desain bangunan yang hijau, tetapi juga melibatkan isu-isu perencanaan tata guna lahan yang tepat serta sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya pembangunan berlandaskan aspek bangunan hijau. Sebenarnya konsep arsitektur hijau mengarah kepada konsep recycle, reduce, dan reuse. Dengan memanfaatkan kembali bangunan yang sudah lama, maka para arsitek dapat meminimalisir penggunaan sumber daya alam pada proses pembangunan (Reduce). Secara tidak langsung mereka juga memanfaatkan kembali bangunan yang sudah lama tidak dipakai (Reuse) serta melakukan beberapa renovasi ulang yang dapat membuat bangunan tersebut dapat digunakan kembali, meskipun dengan fungsi yang berbeda (Recycle). Oleh sebab itu, dalam merancang sebuah bangunan, seorang arsitek memiliki peran yang sangat besar dalam menentukan konsep sebuah bangunan hingga kepada material yang digunakan demi tercapainya kelahiran bangunan berkelanjutan dengan kemampuan mengurangi dampak lingkungan secara signifikan.