Nasional,
Siapkah Kita?
"Kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan saja adalah
pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang. Karena manusia juga bisa
membikin kenyataan-kenyataan baru. Kalau tak ada orang mau membikin
kenyataan-kenyataan baru, maka kemajuan sebagai kata dan makna sepatutnya
dihapuskan dari kamus umat manusia1. Pramoedya Ananta Toer
Sepenggal kutipan dari novel Rumah Kaca yang ditulis oleh Pramoedya
Ananta Toer di atas merupakan semburat dari keadaan Indonesia dengan celoteh
bangsanya yang seolah besar namun pada kenyatanyaanya hanya sebuah omong
kosong.
Dewasa ini, ketahanan energi tampak ramai di khayalak publik atas
keberadaannya
yang
menimbulkan
banyak
paradigma.
Ketahanan
energi
didefinisikan sebagai ketersediaan sumber energi yang tidak terputus dengan harga
yang terjangkau2. Harga yang terjangkau ini terampu pada penurunan harga crude
oil, salah satu penyebab turunnya harga crude oil secara melonjak adalah negaranegara
seperti
Amerika
Serikat
dan
Eropa
beralih
untuk
Unconventional Hydrocarbon.
memanfaatkan
Angkat bicara pada sektor keilmuan Geologi dan Industri Perminyakan, penurunan
harga crude oil ini merupakan tamparan keras yang berimbas kepada sulitnya
lapangan pekerjaan, terutama jika dilihat dari lulusan sarjana Teknik Geologi yang
kini sedang lesu menghadapi momentum ini. Bagaimana bisa bila sumber daya
manusia yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas negara dalam sektor energi,
masih lesu? Bagaimana bisa ketahanan nasional tetap terjaga apabila kita masih
berkiblatkan kepada pemanfaatan energi secara konvensional? Berkaca pada
penggalan kalimat dalam Novel Rumah Kaca Karya Pramoedya Ananta Toer diatas,
Kalau tak ada orang mau membikin kenyataan-kenyataan baru, maka
kemajuan sebagai kata dan makna sepatutnya dihapuskan dari kamus umat
manusia,
masihkah
kita
berpeluh
saja
kepada
pemanfaatan
Conventional
Hydrocarbon?
Bagaimana Kabar Hari Ini?
Sebuah isu terkait ketahanan energi merupakan hal yang selalu dikorelasikan
dengan kebutuhan Rakyat Indonesia dalam mencapai suatu kebermanfaatan energi
yang kontinyu (sustainability of energy). Adapun dalam keberjalanannya itu
dihubungkan dengan ketersediaan sumber energi yang tidak terbatas (renewable).
Tidak dapat dielakkan lagi bahwa Indonesia masih menggunakan sumber energi fosil
yang termasuk ke dalam Conventional Hydrocarbon untuk memenuhi kebutuhan
sehari-harinya, yakni
bumi sebesar 48%, gas alam sebesar 19%, dan batu bara sebesar 19% 3. Selain hal
itu,
Indonesia
masih
dirundung
masalah
dalam
sektor
ekstraksi
cadangan
bed
methane),
dan methane-hydrate
(hydrate
gas)4.
Lantas,
adakah
langsung
pada
source
rock,
sedangkan
Conventional
Hydrocarbon
bermigrasi dan terjebak pada lapisan batuan sedimen setelah terbentuk pada
source rock.
Mari kenali jenis Unconventional Hydrocarbon mulai dari shale oil dan shale gas.
Keduanya merupakan minyak dan gas bumi yang diperoleh dari serpihan batuan
induk yang sama dengan Conventional Hydrocarbon. Namun memiliki perbedaan
pada
tingkat
porositas
dan
permeabilitasnya
yang
lebih
rendah,
memiliki
heterogenitas yang tinggi sehingga keduanya tidak dapat diproduksi dengan cara
yang sama dengan Conventional Hydrocarbon. Shale oil dan shale gas diangkat
dengan teknik hydraulic fracturing, yakni perekahan lapisan batuan menggunakan
pompa hidrolik bertekanan tinggi. Pemerintah Indonesia mulai mengembangkan
shale oil dan shale gas. Saat ini pemerintah tengah melakukan studi awal untuk
melihat potensi shale oil dan shale gas di Indonesia. Sampai sekarang, potensi shale
oil dan shale gas diperkirakan ada di Sumatera yakni di Cekungan Sumatera Tengah,
4
Cekungan Sumatera Utara dan Cekungan Sumatera Selatan, lalu di Timur Laut Jawa,
Cekungan Barito dan Cekungan Kutai di Kalimantan, dan di Papua dengan perkiraan
cadangan sebesar 570 triliun kaki kubik.
Selanjutnya, beralih ke gas metana batubara atau Coal Bed Methane (CBM).
CBM merupakan gas metana yang terperangkap dan terakumulasi di dalam pori-pori
batubara selama masa pembatubaraan. Gas ini umumnya terperangkap di cleats,
yaitu pori atau celah batubara. Semakin banyak cleats di dalam batubara, semakin
baik permeabilitasnya dan semakin besar peluang kandungan gas metana.
Pemerintah kini mengupayakan pengembangan gas metana batubara di 54 wilayah
kerja dengan perkiraan cadangan sebesar 453 triliun kaki kubik. CBM dapat
digunakan sebagai sumber energi ramah lingkungan untuk pengeringan batubara,
bahan bakar turbin gas pada PLTG, dan sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah
tangga.
dikembangkan. Jumlah cadangan gas hydrate lebih banyak dibanding energi fosil
lainnya, yakni 3 triliun ton karbon. Angka ini lebih banyak dibanding cadangan gas
bumi di dunia, 96 miliar ton karbon. Selain itu, gas hydrate juga mampu memenuhi
kebutuhan energi bagi manusia selama dua ribu tahun. Temperatur dan tekanan gas
ini pun relatif stabil, sehingga memudahkan penyimpanan. Sayangnya, tidak mudah
mengembangkan gas hydrate. Pengambilan gas hydrate tidak bisa dilakukan
dengan cara ditambang layaknya mengambil batubara, karena sumber ini berada di
5
laut dalam, gas hydrate baru akan terbentuk di kedalaman 500-1500 m di bawah
permukaan air laut. Gas hydrate dapat diambil menggunakan sumur, seperti
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi Conventional Hydrocarbon. Tiga teknik yang bisa
digunakan untuk mengambil gas hydrate adalah depressurization, thermal injection,
dan inhibitor injection5. Sayang ketiga teknik tersebut sulit diterapkan karena
membutuhkan dukungan energi yang sangat besar. Dari sisi ekonomi, penerapan
teknik ini kurang menguntungkan.
beberapa
langkah
hingga
mencapai
tahap
pemanfaatan
dalam
insentifikasi
kebijakan
serta
bantuan
dana
dari
pemerintah
untuk
Siapkah kita?
Terdapat langkah yang saling terintegrasi antara stakeholder yang ada dalam
pemberdayaan Unconventional Hydrocarbon ini, tanpa hal tersebut ini semua hanya
akan terdapat akumulasi resiko atas ketahanan energi Indonesia di masa yang akan
datang.
Retorika yang timbul pada akhir dari seluruh buah pikiran ini adalah apakah
kita siap untuk mempertahankan ketahanan energi di Indonesia lewat pemanfaatan
Unconventional Hydrocarbon?
6 Jaccard,M.,(2007),Fossil fuels and clean plentiful energy in the 21st century:The example of coal,
European Investment Bank and Leibniz Information Research and Economy, halaman 122-124
7
REFERENSI
Aldhous,P. 2012. Drilling into the Unknown. UK: New Scientist, issue 2849
BPPT. 2014.
Penerapan Teknologi.
Butler, Jabbour, C., Quintard, M., Bertin, H., and M. Robin., (1996),Oil Recovery by
Steam Injection:Three-phase Flow Effects J. of Pet. Science and Engineering,
Vol. 16
Elliott, K.T., and Kovscek, A.R. 1999. Simulation of EarlyTime Response of Single
Well
Steam Assisted Gravity Drainage (SW-SAGD). Society of Petroleum Engineers
Journal.
Jaccard,M. 2007. Fossil fuels and clean plentiful energy in the 21 st century:The
example of coal, European Investment Bank and Leibniz Information
Research and Economy
International Energy Agency. 2012. Golden Rules for a Golden Age of Gas.
diakses dari http://www.iea.org/topics/golden rulesforagoldenageofgas/, pada
11 Maret 2016 pukul 04.37
International Energy Agency. 2013. Energy Security.
diakses dari http://www.iea.org/topics/energysecurity/, pada tanggal 11 Maret
2016 pukul 23:55
International Energy Agency. 2013. Key World Energy Statistics.
diakses dari http://www.iea.org/topics/keyworldenergystatistics/, pada tanggal
12 Maret 2016 pukul 02.14
International Energy Agency. 2013. South East Asia Energy Outlook.
diakses
dari
http://www.iea.org/topics/southeastasiaenergyoutlook/,
pada
Sukhyar, et.al,. 2013. Unconventional Oil and Gas Potential in Indonesia with Special
Attention to Shlae Gas and Coal Bed Methane. Jakarta
Toer, Pramoedya Ananta. 1988. Rumah Kaca. Jakarta: Lentera Nusantara
USGS. 2001. U.S Geological Survey Gas Hydrate Project