Anda di halaman 1dari 18

Iritasi Radicular Transient Setelah Anestesi Spinal dengan Hyperbaric 4%

Mepivacaine
Transient radicular irritation (TRI), didefinisikan sebagai pain (sakitnyeri) pada pantant, pinggang posterior, atau tungkai telah dilaporkan setelah
anestesi spinal dengan menggunakan hyperbaric 5% lidoaine (1-3) dan secara
jarang, dengan bupivacaine (4) dan tetracaine (5). Hyperbaric 4% mepivacaine
telah digunakan untuk anestesi spinal selama bertahun-tahun (6), terutama di
Eropa (7), dan sejauh ini tidak, diimplikasikan secara klinis dalam menyebabkan
TRI. Kami menyajikan dua kasus gejala TRI setelah anestesi spinal dengan 4%
hyperbaric mepivacaine.
Laporan Kasus
Kasus 1
Seorang wanita usia 28 tahun, berat 65 kg, dijadealkan untuk dilatasi
cervix dan curret berkenaan kematian fetal pada kehamilan usia delapan minggu.
Setelah skin preparation dengan providone iodine 10%, anestesi spinal atraumatic
dilakukan dengan jarum 27-gauge Whitacre (pendekatan midline, sitting, L3-4).
Setelah aliran bebas cairan cerebrospinal terobservasi, 70 mg 4% mepivacaine
dalam 9.5% glukosa (Astra Chemicals, Wedel; Jerman) diinjeksikan. Tidak ada
pain, tidak ada paresthesia atau pendarahan yang dikemukakan. Pasien
ditempatkan pada posisi lithotomy untuk prosedur ini, yang adalah uneventful (tak
banyak peristiwa) dan berlangsung 15 menit. Anestesi memadai dicapai dengan
level sensory atas pada T7. Tiga jam setelah anesthetic, pasien mengeluhkan
aching pain (sakit pusing?) yang menyebar dari pantat hingga pinggang posterior.
Pain dijelaskan sebagai parah secara moderat, berlangsung 12 jam, dan
memerlukan treatment dengan diclofenac. Tidak terdapat gejala neurologis lain
atau tanda yang dikemukakan.
Kasus 2
Seorang wanita usia 51-tahun dijadwalkan untuk dilatasi cervix dan currete
diagnostic untuk pendarahan postmenopause. Riwayat medisnya meliputi hiatal

hernia dan occational palpitation. Anestesi spinal dilakukan pada rentang jarak
L3-4 dengan 70 mg 4% mepivacaine dalam glukosa 9.5% menggunakan jarum
27-gauge Whitacre . Level upper sensory T9 dicapai, dan prosedur berlangsung
uneventfully (tanpa banyak kejadian) dalam posisi lithotomy. Empat jam secara
postoperative, pasien mengeluhkan aching pain hebat pada punggung bawah yang
memancar sepanjang aspek posterior dari tight (paha) maupun calve (betis).
Anestesiolog dihimpun karena pasien tidak dapat berbaring atau duduk dengan
nyaman. Tidak terdapat abnormalitas neurologis yang ditemukan saat pengujian.
Pain membaik setelah pengobatan dengan acetaminophen, dan pasien menjadi
bebas-pain setelah 24 jam.
Diskusi
Terdapat banyak laporan dalam literature mengenai kejadian TRI dengan
5% hyperbaric lidocaine (1-3,8), tetapi ini adalah laporan pertama TRI setelah
anestesi spinal dengan 4% hyperbaric mepivacaine. Pada ekperimen binatang,
hubungan telah dipostulasikan antara injury oleh sebab-anestesi local dan
kenaikan konsentrasi dan dosis lidocaine (9,10). Dalam setting klinis, reduksi
konsentrasi lidocaine dari 5% hingga 2% tidak mencegah TRI (8). Lebih lanjut,
konsentrasi tinggi anestesi local, ketika diinjeksikan dengan perlahan, adalah tidak
terdistribusi secara homogen dalam model spinal laboratorium (3). Kami
mengasumsikan bahwa komplikasi tersebut, dengan potensi mereka bagi
neurotoxicity, adalah juga berlaku untuk mepivacaine, karena profil anesteticnya
menyerupai profil pada lidocaine (11).
Rangkaian klinis initial (awal) dari pasien kami adalah serupa dengan
rangkaian klinis pada laporan lain setelah administrasi intrathecal (IT) 5%
lidocaine. Feature yang umum meliputi pain moderat hingga parah pada
punggung bawah, pantat, dan posterior thigh (Paha posterior), yang tampak 1-24
jam pasca injeksi setelah pemulihan penuh dari anestesi spinal, pengujian
neurologis normal, dan resolusi penuh gejala didalam satu minggu (5). Akan
tetapi, pasien kami menunjukkan resolusi lebih cepat akan gejala daripada yang
ditemukan dalam laporan dengan lidocaine dan tetracaine (1,2,4,5).

Banyak tipe jarum dan ukuran memiliki implikasi dalam menyebabkan


TRI (12); akan tetapi, beberapa penulis menyimak disain jarum pencil point (titik
pensil) terhadap faktor risiko untuk TRI (13). Anestesi IT non homogen menyebar,
difasilitasi oleh injeksi perlahan dan penyebaran direksional yang dimungkinkan,
tentunya dapat mengungkap potensi neurotoxic inheren dari hyperbaric 5%
lidocaine, terutama ketika konsentrasi tinggi terjadi dalam daerah caudal (3).
Hyperosmolarity, pada sisi lain, dan penambahan epinephrine, pada lainnya, tidak
ditemukan memberikan kontribusi pada TRI setelah anestesi spinal dengan
hyperbaric 5% lidocaine (2,8). Posisi lithotomy dapat memberikan kontribusi
pada TRI dengan merentang cauda equina dan syaraf sciatic dan dengan
memberikan paparan sacral fiber pada konsentrasi anestetic local tertinggi (1),
teori yang didukung dalam studi klinis terbaru oleh Pollock et al (8).
Walaupun terdapat minat terbarukan kembali dalam penggunaan spinal
mepivacaine sebagai alternatif terhadap bupivacaine dan lidocaine (14), observasi
kami mengajukan bahwa konsentrasi pada 4% hyperbaric mepivacaine,
sebagaimana dipasok oleh pabrikan untuk administrasi IT, melampaui yang
diperlukan untuk blokadi memadai (15) dan mungkin berasosiasi dengan gejala
neural. Seiring TRI dijelaskan setelah anestesi spinal dengan 2% isobaric
lidocaine (8), ini mungkin juga memiliki peluang dengan 2% isobaric
mepivacaine, karena profil farmakologis dan kimianya yang serupa. Studi lebih
lanjut diperlukan untuk mendefinisikan konsentrasi opsional (pilihan) dan dosis
mepivacaine, dan juga insiden TRI, dan untuk mengidentifikai faktor risiko
potensial lainnya untuk penggunaanya dalam anestesi spinal.

British Journal of Anesthesiology 1998; 81:622-624


Iritasi radicular transient (sejenak) setelah aenstesi spinal dengan 2% isobaric
mepivacaine
S. Sia dan C. Pullano
Rangkuman
Beberapa kasus telah dilaporkan dalam mana gejala suggestive (bersifat
mengajukan) iritasi radicular transient terjadi setelah penggunaan lidocaine
(lignocaine) untuk anestesi spinal. Kami melaporkan tiga pasien dalam mana kami
mengamati gejala serupa setelah anestesi spinal uneventful (tidak banyak
kejadian) menggunakan isobaric 2% mepivacaine (Br. J. Anaesth. 1998;81:622624).
Pada tahun 1993, Schneider dan koleganya mempublikasikan empat
laporan kasus untuk toksisitas neurologis transient setelah anestesi spinal injeksitunggal uneventful (tidak banyak kejadian) dengan 5% hyperbaric lidocaine.1
Istilah transient raducular irritation (TRI) telah digunakan untuk menjelaskan
syndrome. Feature umum dari semua kasus tersebut adalah pain moderat hingga
parah pada pantat, punggung bawah dan atau tungkai, tampak setelah pemulihan
lengkap dari anestesi spinal. Sejak itu, larutan 5% hyperbaric, 2% hyperbaric dan
2% isobaric dari lidocaine telah diimplikasikan dalam TRI.2-6 Lebih terbaru,
beberapa laporan telah diajukan bahwa TRI adalah tidak terbatas pada
penggunaan lidocaine.7-9 Kami melaporkan tiga kasus yang mungkin dari TRI
yang terjadi setelah administrasi subarachnoid dari 2% isobaric mepivacaine pada
pasien yang menjalani pembedahan dalam posisi litothomy.
Laporan Kasus
Pasien No.1
Seorang wanita usia 56 tahun, 158-cm, 60 kg, menjalani diagnostic
hysterectomy dan curretage untuk pendarahan uterine irregular. Dia menjalani dua
anestesi general uneventful, 7 dan 3 tahun sebelumnya, untuk prosedur
pembedahan minor. Tidak terdapat riwayat back pain (sakit punggung) kronis,
diagbetes atau gangguan neurologis. Pengujian fisik dan uji preoperative rutin,

meliputi studi koagulasi, adalah normal. Dengan pasien dalam posisi duduk, skin
preparation dilakukan dengan larutan yang mengandung-iodine. Setelah
menghilangan kelembaban berlebih dari tempat yang di-disinfeksi, subarachnoid
puncture (tusukan subarachnoid) dilakukan pada usaha pertama tanpa kesulitan
pada interspace L3-4 menggunakan jarum 25-gauge Whitacre. Setelah aspirasi
cairan cerebrospinal jernih, 2% plain mepivacaine 3 ml diberikan selama 10 detik.
Tidak terdapat paraesthesia yang didatangkan selama penyisipan jarum atau
administrasi anestesi. Pasien dibalik diatas punggungnya, dan setelah 10 menit,
ditempatkan dalam posisi lithotomy. Blok sensory terhadap pinprick diperoleh
pada T8.
Prosedur pembedahan adalah uneventful dan berlangsung 40 menit. Nilai
hemodynamic tetap stabil selama periode intraoperative. Periode postoperative
immediate (segera) adalah uneventful, dengan pemulihan penuh dari anestesi
spinal. Enam jam setelah operasi, pasien menampakkan burning pain (luka
bakar?) bilateral pada pantat, menyebar ke sisi dorsolateral dari kedua paha dan
betis. Pengujian neurologis menyatakan tidak adanya abnormalitas reflex sensorymotor atau otot-tendon dan dia mampu berjalan. Uji Lasegue adalah negatif.
Sphincter tone adalah normal. Dia tidak mengalami headache (sakit kepala),
tinnitus atau diplopia. Terapi analgesic dengan ketorolac tromethamine mereduksi
gejala dan pasien dipulangkan pada petang hari pertama setelah operasi. Pada
wawancara melalui telepon 3 hari kemudian, pasien melaporkan resolusi penuh
dari pain sensation.
Pasien No. 2
Seorang pria usia 69 tahun, 177-cm, 65 kg, hadir untuk penghilangan
endoscopic, vesical papillomata. Riwayat medis pasien meliputi hipertensi dan
COPD. Tidak terdapat riwayat back pain kronis, neuropathy peripheral atau
diabetes. Pengujian fisik dan hasil preoperative studi koagulasi adalah normal.
Sembilan bulan sebelumnya, dia menjalani trans urethral resection of the prostate
( TURP) dibaweah anestesi spinal uneventful menggunakan 0.5% plain
bupivacaine 3 ml melalui jarum 25-gauge Quinke. Dengan pasien dalam posisi

duduk dan menggunakan prosedur yang sama sebagaimana dijelaskan pada pasien
No. 1, dural puncture dilakukan tanpa kesulitan pada L3-4 interspace
menggunakan jarum 25-gauge Quinke. Injeksi 2% plain mepivacaine 3 ml
dilakukan selama 10 detik. Tidak terdapat paraeshtesia, pain atau pendarahan
selama penempatan needle (jarum) atau injeksi anestesi local. Pasien dibalik
diatas punggungnya dan ditempatkan pada posisi litotomy. Level atas anestesi
pada T9 diperoleh setelah 15 menit. Prosedur pembedahan, berlangsung 45 menit,
adalah uneventful sebagaimana adalah pemulihan postoperative. Pasien tetap
stabil secara hemodynamic selama prosedur.
Sepuluh jam setelah operasi, dia menampakkan pain bilateral yang
menyebar dari bagian bawah punggung hingga ke betis. Pengujian neurologis oleh
neurologist konsultan menyatakan tidak adanya abnormalitas motor-sensory atau
tendon-otot. Uji Lasegue adalah negatif. Dia tidak menyandang headache, tinitus,
diplopia atau tanda disfungsi bowel (isi perut). Asam Mefenamic memberikan
pain relief (peredaan sakit). Kateter urinarynya disingkirkan dua hari setelah
operasi dan dia buang air dengan sukses. Pasien dipulangkan 3 hari setelah operasi
dengan resolusi penuh gejala.
Pasien No. 3
Wanita usia 42 tahun, 165 cm, 53 kg, menjalani hysterocopy diagnostic
dan curettage. Riwayat medisnya adalah uneventful. Pengujian fisik dan studi
laboratorium adalah unremarkable (tidak dapat ditandai). Dengan pasien dalam
posisi lateral decubitus kanan dan menggunakan teknik steril sebagaimana pada
pasien No 1, jarum 27-gauge Whitacre diintroduksikan kedalam ruang
subarachnoid pada usaha pertama pada interspace L3-4. Injeksi 2% isobaric
mepivacaine 3 ml diberikan selama 10-15 dt. Tidak ada discomfort
(ketidaknyamanan) yang disampaikan selama penyisipan jarum atau selama
injeksi anestesi local. Level sensory atas dari T8 diperoleh. Prosedur ginekologis,
berlangsung 35 menit, dan dilakukan dalam posisi litohomy, adalah uneventful.
Nilai hemodynamic tetap stabil sepanjang periode intraoperative.

Tujuh jam setelah operasi, setelah pemulihan komplit dari anestesi,


burning pain parah muncul pada pantat menyebar hingga sisi dorsolateral dari
kedua paha dan betis. Terapi analgesic dengan asam mefenamic tidak meredakan
gejala dan pasien diberi morfin 10 mg i.m. Pengujian neurologis oleh neurologist
konsultan pada hari pertama setelah operasi menyatakan tidak adanya gangguan
sensory, perubahan dalam strength (kekuatan) otot atau kesulitan dalam buang air.
Uji Lasegue adalah negatif. Pasien dipulangkan 2 hari setelah operasi. selama
wawancara telepon 5 hari kemudian, pasien melaporkan tidak adanya pain, tetapi
dia menunjukkan bahwa dia akan menolak mendapatkan anesthesia spinal dimasa
mendatang.
Diskusi
Anestesi spinal digunakan pada institusi kami untuk pasien yang menjalani
prosedur pembedahan pada abdomen bawah atau tungkai, diberikan manakala
mereka memberikan persetujuan. Lidocaine adalah pilihan primer kami untuk
prosedur pembedahan singkat. Setelah beberapa kasus TRI berasosiasi dengan
administrasi subarachnoid 2% lidocaine, kami memandang ini tepat untuk usaha
(uji coba) obat alternatif untuk pembedahan jangka pendek. Kami memilih 2%
mepivacaine karena ini adalah satu-satunya anestesi local yang tersedia pada
institusi kami, yang memiliki durasi aksi serupa dengan 2% lidocaine.
Terdapat banyak sebab potensial bagi sequele (rangkaian) neurologis
postoperative setelah anestesi spinal. Dalam pasien kami, ini adalah mustahil
bahwa TRI disebabkan oleh trauma langsung terhadap jaringan neural, karena
tidak terdapat pendarahan dan tidak terdapat paraesthesia berasosiasi dengan
anestetic. Ischamia spinal cord dapat dikesampingkan sebagai co-factor penting
karena tekanan arterial adalah stabil pada semua pasien. Infeksi atau kontaminasi
kimia pada cairan cerebrospinal tampaknya mustahil karena teknik aseptic ketat
adalah digunakan. Patologi lumbar disc kronis juga mungkin mustahil karena
pasien tidak memiliki riwayat back pain kronis.
Rangkaian klinis dari pasien kami adalah serupa secara nyata terhadap
rangkaian klinis kasus TRI sebelumnya setelah administrasi intrathecal lidocaine 1-

dan mengajukan bahwa efek langsung larutan anestetic pada akar syaraf sacral

adalah lebih mugnkin. Sedikit studi yang telah mengevaluasi insiden TRI setelah
anestesi spinal mepivacaine. Hiller dan Rosemberg melaporkan insiden 30% pada
pasien yang menerima 4% spinal hyperbaric mepivacaine dibandingkan dengan
3% pada mereka yang menerima 0.5% hyperbaric bupivacaine.7 Penulis
berpendapat bahwa penurunan dosis mepivacaine dapat membatasi perkembangan
TRI. Kasus kami mengindikasikan bahwa penurunan konsentrasi dan dosis
mepivacaine tidak mencegah perkembangan TRI.
Akan tetapi, sebagai tambahan bagi efek toxic anestesi local, co-faktor
mungkin lainnya dalam perkembangan TRI harus dimasukkan dalam perhitungan.
Semua pasien kami menjalani pembedahan dalam posisi lithotomy. Literatur
terkini memfokuskan atas pentingnya posisi pembedahan dalam insiden TRI, 3-5,
7,9,11

karena kebanyakan kasus dilakukan dalam posisi lithotomy.1-4,6,9,11,12

Positioning (penetapan posisi) pasien per se (semata) tampaknya mustahil


menyebabkan gejala pada pasien kami, karena durasi pembedahan adalah sangat
singkat. Namun demikian, posisi lithotomy dapat memberikan kontribusi bagi
gejala neurologis transient dengan stretching (merentangkan) cauda equina dan
syaraf sciatic, dengan demikian menurunkan supply vascular dan meningkatkan
kerentanan terhadap injury.1 Pollock dan koleganya menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan signifikan dalam insiden TRI antara pasien yang menjalani
pembedahan dalam posisi lithotomy dan mereka yang dalam posisi supine
(terlentang).13 Freedman dan koleganya, dalam studi multicentre, melaporkan
insiden TRI setelah administrasi lidocaine pada 2.9% pasien yang menjalan
pembedahan dalam posisi supine (telentang) dibandingkan dengan 21.8% pada
posisi lithotomy.14 Jadi, kita tidak dapat mengeluarkan kemungkinan bahwa
isobaric mepivacaine dapat digunakan dengan aman pada populasi risiko lebih
rendah, yaitu dalam pasien yang tidak dalam posisi lithotomy. Mendukung ini,
Zayas, Liguori dan Chisholm, pada pasien yang menjalani arthroscopy lutut,
melaporkan tidak adanya kasus TRI pada pasien yang menerima 1.5%
mepivacaine 45 mg dibandingkan dengan insiden 22% pada mereka yang
menerima 2% lidocaine 60 mg.15

Mepivacaine digunakan untuk anestesi spinal dalam institusi kami selama


periode 4-bulan dari 1 Maret hingga 30 Juni 1997. Selama periode ini, 56 pasien
menerima 2% mepivacaine untuk pembedahan jangka pendek. Dari jumlah
tersebut, 33 pasien menjalani pembedahan dalam posisi supine (telentang), 23
untuk arthroscopy lutut dan 10 untuk reparasi inguinal hernia. Sisanya 23 pasien
diposisikan dengan posisi lithotomy, 12 untuk prosedur ginekologi minor dan 11
untuk pembedahan transurethral. Kami tidak mengamati suatu kasus TRI pada
pasien yang menjalani pembedahan dalam posisi supine. Selama periode yang
sama, tidak terdapat kasus TRI yang dikemukakan pada 172 pasien yang
menerima bupivacaine untuk anestesi spinal. Akan tetapi, karena ini bukan survey
prospektif, kegagalan untuk mendeteksi TRI dapat mencerminkan penilaian
pasien yang tidak memadai.
Ringkasnya, kasus kami mengindikasikan bahwa TRI dapat terjadi setelah
penggunaan larutan isobaric pada 2% mepivacaine. Studi random prospective
adalah dibutuhkan untuk mengevaluasi insiden syndrome ini setelah administrasi
mepivacaine spinal dan interaksi potensial antara anestesi local dan positioning
(penetapan posisi) pembedahan.

British Journal of Anaesthesia 1995; 74: 328-329


Komunikasi Singkat
Transient Radicular Irritation setelah anestesi spinal dengan hyperbaric 5%
lignocaine
P. Tarkkila, J. Huhtala dan M. Tuominen
Ringkasan
Kami telah meneliti secara prospektif 600 pasien yang menerima anestesi
spinal untuk pembedahan minor, untuk mengevaluasi insiden transient radicular
irritation setelah block. Agen anaesthetic (hyperbaric 5% lignocaine, hyperbaric
0.5% bupivacaine atau 0.5% bupivacaine biasa) dipilih mengiktui durasi
terantisipasi pembedahan. Kami mendapatkan ifnormasi setelah operasi dari 537
pasien (282 dengan telepon, 255 dengan surat). Seupuh persen pasien dianestesi
dengan hyperbaric 5% lignocaine (27 pasien) menyandang pain yang menyebar
bilateral transient (sejenak) dalam lower extremity, pantat, atau keduanya. Secara
tipikal, pain dimulai didalam 24 jam setelah spinal anaesthesia, berlansung
kurang dari 2 hari dan dijelaskan sebagai ringan. Lignocaine adalah satu-satunya
variabel yang berkorelasi dengan pain ini. Dua pasien mengeluhkan gejala setelah
hyperbaric 0.5% bupivacaine, tetapi hal tersebut adalah atypical (tidak khas)
dibandingkan dengan pain setelah lignocaine. Tak satupun pasien yang dianestesi
dengan bupivacaine biasa memiliki keluhan serupa. Kami menyimpulkan bahwa
penggunaan

5%

hyperbaric

lignocaine

untuk

anestesi

spinal

harus

dipertimbangkan (Br. J. Anaesth. 1995; 74:328-329).


Selama 50 tahun, lignocaine telah terbukti aman dan reliable untuk spinal
anaesthesia dalam larutan hyperbaric 5% [1]. Baru-baru ini, hyperbaric
lignocaine telah diimplikasikan sebagai agen causative dalam cauda equina
syndrome, berasosiasi dengan penggunaan kateter spinal thin /kurus (kecil) [2].
Sesudahnya, syndrome transient redicular irritation dijelaskan setelah injeksi
tunggal anesthesia spinal dengan hyperbaric lignocaine [3]. Tujuan dari studi
prospektif ini adalah untuk mengevaluasi gejala dalam lower extremity setelah
injeksi tunggal anesthesia spinal dengan 5% hiperbaric lignocaine, hyperbaric
atau 0.5% bupivacaine biasa.

10

Metode dan Hasil


Studi disetujui oleh Komite Etik local dan semua pasien memberikan
informed consent tertulis. Kami meneliti 600 pasien ASA I atau pasien ASA II
kurang dari usia 70 tahun yang menjalani pembedahan elective (bersxifat pilihan),
darurat atau day case (kasus-hari?) dibawah anesthesia spinal untuk operasi minor.
Pasien dengan problem punggung mayor atau penyakit neurologis adalah
dikeluarkan dari studi. Anaesthesi local dipilih mengikuti durasi antisipasi dan
tipe pembedahan. Tiga anestetic spinal digunakan: hyperbaric 5% lignocaine 50100 mg, hyperbaric 0.5% bupivacaine 15-20 mg atau 0.5% bupivacaine biasa 1520 mg. Kami menggunakan pendekatan midline (garis tengah?) dengan jarum
spinal berkisar dari 24 hingga 29-gauge.
Semua pasien dihubungi melalui telepon atau dengan surat 1 minggu
setelah anesthesia spinal; 50% pasien dihubungi juga pada hari postoperative
pertama. Kami menggunakan checklist (daftar periksa) gejala komprehensif
standard. Pasien diminta untuk menyebut gejala yang mereka khususnya
mengkaitkan dengan anesthesia. Pain dalam lower extremity, headache, backache
dan problem urine adalah dikemukakan; perhatian khusus diberikan pada gejala
lower extremity, tipe pain dan kemungkinan radiasinya. Durasi dan keparahan
(ringan atau parah) dari gejala adalah dicari.
Total 537 pasien dihubungi setelah operasi (282 melalui telepon dan 255
dengan surat). Hyperbaric 5% lignocaine digunakan dalam 265 dari pasien
tersebut, 205 pasien dianestesi dengan hyperbaric 0.5% bupivacaine dan 67
dengan 0.5% bupivacaine biasa. Tingkat (angka) jawaban adalah sama dalam
semua group.
Dua puluh tujuh (10.2%) pasien yang dianestesi dengan hyperbaric
lignocaine mengeluhkan pain secara bilateral pada paha, betis, atau pantang. Pain
dimulai didalam 24 jam anesthesia spinal (dalam 11 pasien didalam 12 jam
pertama). Durasi pain biasanya adalah kurang dari 2 hari (tabel 1). Duapuluh satu
dari 27 pasien memandang pain sebagai ringan dan tiga sebagai berat (tiga tak
memutuskan). Tigabelas dari 27 pasien tersebut mengeluhkan back pain simultan.

11

Empat menderita oleh headache ringan dan satu pasien menyandang tanda tipikal
headache pasca-dural puncture yang mereda secara konservatif.
Lower extremity pain setelah hyperbaric 5% lignocaine tidak berkorelasi
dengan segala variabel yang tercatat (tabel 1). Tidak terdapat paraesthesia atau
kesulitan selama puncture (tusukan) yang dikemukakan. Mean jumlah usaha
adalah 1.5 pada spinal block (SD 0.71). Tidak terdapat darah yang dikemukakan
dalam CSF, kecuali dalam satu pasien, tetapi CSFnya adalah jelas sebelum injeksi
anestesi local. Level median analgesia adalah T9 dengan variasi interindividual
dari L2 hingga T3. Posisi pasien selama oeperasi dan tipe pembedahan adalah
variabel (tabel 1). Selama operasi, dua pasien mengalami penurunan dalam
tekanan arterial pada lebih dari 30% dari nilai pra anasthetic dan mereka diberi
etilefrine chloride. Bradycardia (<50 dentut per menit) dalam dua pasien lainnya
di treatment dengan atropine. Semua pasein mampu berjalan didalam 24 jam
pertama (mean 8.5 (SD 0.71) jam. Tak satupun dari 27 pasien tersebut
mengeluhkan kesulitan urinary setelah pembedahan.
Dua pasien yang dianesthesi dengan hyperbaric bupivacaine mengeluhkan
pain dalam lower extremity. Satu menderita fibromyalgia dan lainnya
menyandang gejala transient (sejenak) pada malam 7 setelah operasi.
Tak satupun dari pasien yang dianesthesi dengan plain bupivacaine
(bupivacaine biasa) mengeluhkan gejala serupa.
Komentar
Dalam studi ini. kami menemukan transient radicular irritation dalam
lower extremity dalam 10% pasien setelah intrathecal hyperbaric 5% lignocaine.
Durasi gejala adalah sekitar 2 hari dan selanjutnya tidak terdapat keluhan lebih
lanjut. Dalam semua pasien, gejala lenyap pada waktu interview pada 1 minggu.
Selaras dengan temuan Schneider dan koleganya [3], kami mengamati bahwa
gejala biasanya muncul pada fase postoperative awal setelah anestesi spinal.
Dua pasien mengalami pain dalam lower extremity dan tak satupun setelah
bupivacaine biasa. Akan tetapi, gejala mereka adalah atypical (tidak khas)
dibandingkan dengan gejala dalam pasien yang menerima lignocaine.

12

Dalam studi ini, hyperbaric 5% lignocaine tampak menjadi satu-satunya


agen causative gejala postoperative. Tidak terdapat variabel lain yang dapat
ditemukan berkorelasi dengan kejadian gejala. tidak terdapat paraesthesia yang
dilaporkan pada induksi anestesi spinal dan pain tampaknya simetris. Tak satupun
dari pasien menderita gejala serupa, sebelumnya. Posisi pasien dan tipe operasi
bervariasi dan tidak terdapat korelasi antara ukuran jarum dan gejala.
Pain terbatas, biasanya pada L5 dan S1 dermatomes. Akar dorsal dari
syaraf spinal tersebut diposisikan kebanyakan secara dorsal dalam spinal canal
[3], dan oleh karenanya larutan hyperbaric mengumpul dalam area ini ketika
pasien adalah supine (terlentang). Ini dapat membawa pada transient radicular
irritation. Syndrome cauda equina telah dilaporkan setelah penggunaan kateter
spinal dan hyperbaric 5% lignocaine [2], Pooling (pengumpulan) karena
turbulensi yang buruk dengan kateter kecil mungkin menyebabkan syndrome ini
[4], yang adalah mungkin bentuk paling parah dari transient radicular irritation.
Efek

synergistic

neurotoxic

dari

lignocaine

dan

glukosa

telah

didemonstrasikan in vitro pada syaraf sciatic katak [5]. Akan tetapi, 0.5%
hyperbaric bupivacaine memiliki konsentrasi lebih tinggi glukosa (80 mg per ml)
dibandingkan dengan 5% hyperbaric lignocaine 962.5 mg/ml) dan tidak terdapat
gejala yug ditemukan setelah yang terdahulu.
Potensi anesthetic dari bupivacaine adalah empat kalinya potensi
lignocaine [6], dan kita akan mengasumsikan oleh karenanya bahwa 2%
lignocaine akan merupakan konsentrasi yang tepat. Plain 1.5% dan 2% lignocaine
ditemukan kurang neurotoxic daripada 5% larutan dalam paparan akut syaraf
peripheral desheathed, in vitro [5]. Ini tidak jelas oleh karenanya, mengapa 5%
konsentrasi lignocaine dipilih untuk anestesi spinal. Studi lebih lanjut dengan
larutan hyperbaric 2% lignocaine diperlukan.

13

British Journal of Anesthesiology 1997; 79: 394-395


transient radicular irritation setelah anesthesia spinal dengan 2% isobaric
lignocaine
D. Ramasamy dan R. Eadie
Ringkasan
Kasus tipikal transient radicular irritation setelah anestesi spinal dengan
2% isobaric lignocaine adalah dijelaskan. Definisi dan riwayat syndrome ini dan
implikasi penggunaan jarum pencil point dengan lignoaine untuk anestesi spinal
adalah didiskusikan (Br. J. Anaesth, 1997: 79: 394-395).
Lima tahun yang lalu, 5% hyperbaric lignocaine telah diimplikasikan
secara meningkat dalam menyebabkan neurotoxicity setelah spinal anesthesia.
Asosasinya dengan syndrome cauda equina dalam spinal anesthesia kontinyu
dengan teknik mikrokateter telah didokumentasikan sebelumnya.1 Akumulasi
sacral dari aneaesthetic local (disebabkan sebagian oleh laju aliran rendah larutan
hyperbaric melalui mikrocatheter) bersama dengan neurotoxicitynya dianggap
sebagai biang yang bertanggung jawab.
Ini menjadi tampak bahwa, penggunaan 5% lignocaine dengan jarum
spinal pencil point dapat juga menyebabkan defisit neurologis transient. 2,3 Istilah
transient radicular irritation (TRI) telah digunakan untuk menjelaskan defisiet
demikian. Pinczower dan koleganya4 mengemukakan beberapa feature yang
umum bagi syndrome yang melibatkan penggunaan 5% hyperbaric lignocaine ini.
Hal tersebut terutama adalah: (1) leg pain (sakit tungkai) seperti-bilateral
radicular dengan atau tanpa back pain (sakit/nyeri punggung); (2) pain moderat
atau para; (3) serangan pain didalam 24 jam pembedahan; (4) durasi pain lebih
besar dari 24 jam dan (5) tidak ada riwayat back pain atau leg pain parah
sebelumnya.
Lebih baru-baru ini, 2% hyperbaric5, dan sekarang larutan 2% isobaric
dari lignoaine telah juga diimplikasikan dalam TRI.6,7
Kami melaporkan kasus TRI yang terjadi ketika 2% plain isobaric
lignocain diinjeksikan melalui jarum 27-gauge Whitacre, ketika aperture (celah
jarum) diarahkan sr audal.

14

Laporan Kasus
Pria usia 62-tahun hadir untuk cystocopy diketahui dalam urinary
retention (penahanan urine?). Dia menjalani cystocopy, pengirisan leher kandung
kemih dan transurethral resection (TURP) pada prostatnya 1 bulan sebelumnya,
memiliki riwayat hesitancy (keraru-raguan?) dan frekwensi 12 bulan. Ini
dilakukan dibawah anestesi spinal menggunakan 0.5% heavy bupivacaine 2 ml
melalui jarum 27-gauge Whitacre.
`

Riwayat masa lalunya meliputi cangkok bypass artery coroner pada tahun

1982, hypertensi dan gagal jantung congestive. Dia masih memiliki gejala angina
dengan exercise (gerak badan?) moderat. Dia tidak memiliki riwayat diabetes atau
back pain kronis. Pengobatannya meliputi nifedipine, enalapril, frusemide,
amiloride, dan aspirin. Uji preoperative rutin, meliputi profil clotting (bekuan
darah?), adalah didalam batas normal.
Pada kesempatan ini, atraumatic dural puncture dilakukan dalam posisi
sitting (duduk) pada usaha pe5rtama pada interspae L3-4, menggunakan jarum
27-gauge Whitacre. Bagian samping dari jarum spinal diarahkan sr caudal dan
injeksi 2% plain isobaric lignocaine 3 ml diberikan selama 4-5 detik. Tidak
terdapat discomfort (ke-tidak enakan) yang didatangkan selama penyisipan jarum
spinal atau selama injeksi anestesi local.
Cystosopy, dilakukan dalam posisi lithotomy, adalah uneventful dan pada
durasi singkat. Necrotic tag dalam resection cavity sebelumnya adalah
dikeluarkan (dihilangkan) dan adesi ke verumontanum dibagi. Pasien tetap stabil
sr hemodynamic selama prosedur.
Duabelas jam setelah operasi, dalam bangsal, dia mengembangkan
burning pain (luka bakar?) bilateral yang menyebar dari pantat hingga tengah
betis. Ini adalah cukup tak menyenangkan baginya untuk meminta analgesia oral
(paracetamol codeine) dari mana dia mendapatkan peredaan parsial. Secara
khusus, dia tidak memberikan riwayat gejala motor dan mampu berjalan dengan
bebas. Dia tidak mendapat headache, tinnitus atau diplopia.
Saat pemeriksaan (pengujian), dia afebrile, dan tidak memiliki bukti
kehilangan sensory atau kelemahan motor, walaupun dia memiliki hentakan sendi

15

yang terbatas dibasndingkan dengan hentakan lutut. Tidak terdapat catatan


mengenai reflex lower limb (anggota badan bawah) saat admisi. Sphincter tone
adalah normal.
Ini diputuskan setelah konsultasi untuk mentreatment dirinya secara
konservatif dan gejalanya mereda selama 5 hari berikutnya. Kateter urinary
dilepas 2 hari setelah operasi dan dia buang air dengan sukses. Dia dipulangkan 5
hari setelah operasi. Dia di review 4 bulan kemudian dengan tanpa pengulangan
gejala sensory. Secara khusus, hentakan pergelangan kakinya, walaupun ada, tetap
masih terbatas.
Diskusi
Neurotoxicity potensial dari 5% hyperbaric lignocaine telah diinvestigasi
in vitro oleh Lambert, Lambert dan Strichartz8 menggunakan syaraf sciatic katak
lembu disheathed. Syaraf tersebut menanggung beberapa keserupaan dengan
cauda equine tanpa proteksi secara mirip pada mamalia. Mereka menemukan
bahwa memberikan paparan pada serat syaraf dengan 5% lignocaine dengan atau
tanpa 7.5% glukosa selama 15 menit menghasilkan blok konduksi irreversible
(tidak dapat pulih). Tentu, tidak terdapat kepulihan compound action potential
(potensi aksi senyawa/ CAP) dalam serat syaraf yang mendapat paparan 5%
lignocaine dalam 7.5% glukosa selama 3 menit atau lebih lama. Lebih lanjut,
paparan terhadap 1.5% lignocaine selama 15 menit menghasilkan blok konduksi
reversible (dapat pulih) secara parsial.
Bainton dan Strichartz9 meneliti efek 15 menit (~ 1%) lignocaine 40 mmol
liter-1 atas CAP dari syaraf sciatic katak. Setelah periode washout (penghanyutan)
2 jam dengan larutan Ringer, CAP tetap mengalami degradasi. Ini tidak dapat
diterangkan dengan sederhana atas baiss konsentrasi lignocaine residual yang ada
setelah washout. Ini tampak oleh karenanya bahwa beberapa anestetic local, jika
ada dalam konsentrasi cukup tinggi, mungkin secara neurotoxic secara potensial.
Beardsley dan koleganya10 menginvestigasi maldistribusi larutan hyperbaric dari
dye (campuran larutan?) dalam model spinal digunakan jarum spinal Whitacre dan
Quincre. Mereka mengajukan bahwa tipe dan gauge dari jarum spinal, kecepatan

16

injeksi dan arah jarum dapat memberikan kontribusi bagi maldistribusi anestetic
local dalam canal spinal. Menariknya, mereka mengajukan bahwa paparan
terhadap konsentrasi puncak pada lebih dari 2% lignocaine mungkin ambang
batas klinis bagi toxicity. Mereka mendeduksikan (menyimpulkan) ini dari
konsentrasi sacral dye puncak yang ditemukan setelah injeksi yang adalah
diarahkan secara sacral melalui jarum 25- dan 27-gauge Whitacre.
Dalam praktek klinis, Tarkila dan Huhtala dan Tuominen 11 meneliti 600
pasien yang menjalani anestesi spinal. Mereka menemukan bahwa 10% pasien
yang dianestesi dengan 5% lignocaine memiliki gejala neurologis transient serupa
dengan gejala yang diterangkan oleh pasien kami. Mereka menyimpulkan bahwa
penggunaan 5% hyperbaric lignocaine untuk anestesi spinal harus tidak
dipertimbangkan kembali. Hampl dan koleganya12 meneliti 276 pasien yang
menjalani pembedahan gynecologi dan obstetric elective dibawah anestesi spinal
dengan apakah 5% hyperbaric lignocaine atau hyperbaric bupivacaine. Mereka
menemukan insiden 37% pain dan dysaesthesia pada mereka yang menerima
hyperbaric lignocaine. Ini adalah bilateral secara tipikal, meliputi paha dan
punggung, dan berlangsung selama kurang dari 3 hari.
Kami mengajukan bahwa gejala pasien kami mungkin disebabkan oleh
konsentrasi neurotoxic lignocaine pada akar syaraf sacral. Tak seperti larutan
hyperbaric dimana laju aliran rendah memberikan kontribusi pada maldistribusi,
kecepatan injeksi yang tinggi dengan larutan isobaric dan arah sacral dari jarum
Whitacre mungkin membeirokan kontribusi bagi deposisi caudal anestetic local.
Ini adalah mustahil bahwa trauma memainkan peran causative (bersifat
sebab akibat) karena tidak terdapat discomfort (ketaknyamanan) yang didatangkan
atas penempbatan jarum spinal dan gejala adalah bilateral.
Seiring pasien tetap stabil secara hemodynamic, ischameia adalah juga
unlikely (tak sama). Patologi lumbar disc kronis adalah juga mungkin tak mirip
krhn tidak memiliki riwayat back pain kronis. Lebih lanjut, 2% lignoncaine telah
dilaprokan segbelumnya menyebabkan syndrome cauda equine,13 walaupun ini
melibatkan injeksi intrathecal accidental (bersifat kecelakaan?) 2% lignocaine 32
ml yang dimaksudkan untuk anestesi extracaudal.

17

Pinczower dan koleganya,4 dalam studi 17 kasus, mengimplikasikan 2%


isobaric lignocaine dalam sebab neurotoxicity, walaupun tidak ada pasien dengan
gejala tipikal definisi mereka mengenai TRI. Lebih baru-baru ini, Hampl dan
koleganya5 menemukan bahwa insiden TRI adalah serupa dengan 2% hyperbaric
lignocaine dan larutan 5% hyperbaric . Lebih lanjut, Pollock dan koleganya,6,7
mengimplikasikan 2% isobaric dan 5% hyperbaric larutan lignocaine dalam
menyebabikan laju TRI serupa.
Ringkasnya, kami percaya bahwa penggunaan 5% hyperbaric lignocaine
dan 2% isobaric lignocaine untuk anestesi spinal harus di evaluasi-ulang dan
bahwa maldistribusi yang mungkin dari anestesi local secara intrathecal dan
konsekwensinya harus dipertimbangkan ketika mengarahkan jarum pencil point
secara caudal.
desheathed (8)afebrile (10) dye (10)
catatan : thigh: paha, untuk koreksi ulang pada terjemah ini

18

Anda mungkin juga menyukai