Bab 1-Daftar Pustaka Case Asma
Bab 1-Daftar Pustaka Case Asma
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma
dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktiviti, akan tetapi dapat bersifat
menetap dan mengganggu aktiviti bahkan kegiatan harian. Produktiviti menurun
akibat mangkir kerja atau sekolah, dan dapat menimbulkan disability (kecacatan),
sehingga menambah penurunan produktiviti serta menurunkan kualiti hidup.
Kemajuan ilmu dan teknologi di belahan dunia ini tidak sepenuhnya diikuti
dengan kemajuan penatalaksanaan asma, hal itu tampak dari data berbagai negara
yang menunjukkan peningkatan kunjungan ke darurat gawat, rawat inap, kesakitan
dan bahkan kematian karena asma. Berbagai argumentasi diketengahkan seperti
perbaikan kolektif data, perbaikan diagnosis dan deteksi perburukan dan sebagainya.
Akan tetapi juga disadari masih banyak permasalahan akibat keterlambatan
penanganan baik karena penderita maupun dokter (medis). Kesepakatan bagaimana
menangani asma dengan benar yang dilakukan oleh National Institute of Heallth
National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI) bekerja sama dengan World
Health Organization (WHO) bertujuan memberikan petunjuk bagi para dokter dan
tenaga kesehatan untuk melakukan penatalaksanaan asma yang optimal sehingga
menurunkan angka kesakitan dan kematian asma. Petunjuk penatalaksanaan yang
telah dibuat dianjurkan dipakai di seluruh dunia disesuaikan dengan kondisi dan
permasalahan negara masing-masing. Merujuk kepada pedoman tersebut, disusun
pedoman penanggulangan asma di Indonesia. Diharapkan dengan mengikuti petunjuk
ini dokter dapat menatalaksana asma dengan tepat dan benar, baik yang bekerja di
layanan kesehatan dengan fasiliti minimal di daerah perifer, maupun di rumah sakit
dengan fasilitis lengkap di pusat-pusat kota.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
mediator seperti histamin, protease dan newly generated mediator seperti leukotrin,
prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi
mukus dan vasodilatasi.
2. Reaksi Fase Lambat
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan
pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.
2)
eksaserbasi atau
3)
Infeksi pernapasan
4)
5)
Perubahan cuaca
6)
Sulfur dioksida
7)
8)
9)
Asap rokok
5
2)
Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
2. Pemeriksaan Fisik
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat
normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi
pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun
pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Pada
keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi dapat
menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume
paru yang lebih besar untuk mengatasi
Menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan
menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi. Pada serangan
ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walaupun demikian
mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat, tetapi
biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi,
hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas
3. Pemeriksaan Penunjang
A. Faal Paru
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenai
asmanya , demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispnea dan mengi;
sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk
menyamakan persepsi dokter dan penderita, dan parameter objektif menilai berat
asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai:
1). obstruksi jalan napas
2). reversibiliti kelainan faal paru
3). variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif jalan
napas
B. Spirometri
7
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital
paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang
standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga
dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan
nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan
acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau
VEP1 < 80% nilai prediksi.
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
1)
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1
< 80% nilai prediksi.
2)
bronkodilator
(uji
bronkodilator),
atau
setelah
pemberian
1)
2)
Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE
harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat
berat penyakit (lihat klasifikasi) .
kulit tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/ kelainan kulit
pada lengan tempat uji kulit, dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak
mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/ atopi.
2.5. Diagnosis Banding Asma
Diagnosis banding asma antara lain:
1. Dewasa
a) Penyakit Paru Obstruksi Kronik
b) Bronkitis kronik
c) Gagal Jantung Kongestif
d) Batuk kronik akibat lain-lain
e) Disfungsi larings
f) Obstruksi mekanis (misal tumor)
g) Emboli Paru
2. Anak
a) Benda asing di saluran napas
b) Laringotrakeomalasia
c) Pembesaran kelenjar limfe
d) Tumor
e) Stenosis trakea
f) Bronkiolitis
Gejala Malam
Faal paru
Bulanan
APE 80%
* 2 kali * VEP1 80% nilai prediksi
sebulan
serangan
* Serangan singkat
II. Persisten Ringan
* Gejala > 1x/minggu,
Mingguan
APE > 80%
* > 2 kali * VEP1 80% nilai prediksi
sebulan
* Serangan dapat
mengganggu aktiviti
dan tidur
III. Persisten Sedang
* Gejala setiap hari
Harian
* > 1x
* Serangan mengganggu
seminggu
APE 60 80%
/ * VEP1 60-80% nilai prediksi
APE 60-80% nilai terbaik
* Variabiliti APE > 30%
*Membutuhkan
bronkodilator
setiap hari
IV. Persisten Berat
* Gejala terus menerus
Kontinyu
* Sering
APE 60%
* VEP1 60% nilai prediksi
* Sering kambuh
13
Adalah medikasi jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma.
Berbagai penelitian menunjukkan penggunaan steroid inhalasi menghasilkan
perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala,
mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup (bukti A).
Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).
Steroid inhalasi ditoleransi dengan baik dan aman pada dosis yang direkomendasikan.
b. Glukokortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Kemungkinan digunakan sebagai
pengontrol pada keadaan asma persisten berat (setiap hari atau selang sehari), tetapi
penggunaannya terbatas mengingat risiko efek sistemik. Harus selalu diingat indeks
terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada
steroid oral jangka panjang. Jangka panjang lebih efektif menggunakan steroid
inhalasi daripada steroid oral selang sehari. Jika steroid oral terpaksa harus diberikan
misalnya pada keadaan asma persisten berat yang dalam terapi maksimal belum
terkontrol (walau telah menggunakan paduan pengoabatn sesuai berat asma), maka
dibutuhkan steroid oral selama jangka waktu tertentu. Hal itu terjadi juga pada steroid
dependen. Di Indonesia, steroid oral jangka panjang terpaksa diberikan apabila
penderita asma persisten sedang-berat tetapi tidak mampu untuk membeli steroid
inhalasi, maka dianjurkan pemberiannya mempertimbangkan berbagai hal di bawah
ini untuk mengurangi efek samping sistemik. Beberapa hal yang harus
dipertimbangkan saat memberi steroid oral :
a) gunakan prednison, prednisolon, atau metilprednisolon karena mempunyai
efek mineralokortikoid minimal, waktu paruh pendek dan efek striae pada otot
minimal
b) bentuk oral, bukan parenteral
c) penggunaan selang sehari atau sekali sehari pagi hari
14
antiinflamasi.
Efek
bronkodilatasi
berhubungan
dengan
hambatan
fosfodiesterase yang dapat terjadi pada konsentrasi tinggi (>10 mg/dl), sedangkan
efek antiinflamasi melalui mekanisme yang belum jelas terjadi pada konsentrasi
rendah (5-10 mg/dl). Pada dosis yang sangat rendah efek antiinflamasinya minim
pada inflamasi kronik jalan napas dan studi menunjukkan tidak berefek pada
hiperesponsif jalan napas. Teofilin juga digunakan sebagai bronkodilator tambahan
pada serangan asma berat. Sebagai pelega, teofilin/aminofilin oral diberikan
bersama/kombinasi dengan agonis beta-2 kerja singkat, sebagai alternatif
bronkodilator jika dibutuhkan.
e. Agonis beta-2 kerja lama
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan
formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis
beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier,
15
secara
inhalasi.
Mekanisme
kerjanya
memblok
efek
17
pengontrol harian
Tidak perlu
/ Alternatif lain
Pilihan lain
--------
Intermiten
Asma Persisten Glukokortikosteroi
Ringan
d inhalasi
(200-400
BD/hari
-------
ug lambat
atau
Kromolin
ekivalennya)
Leukotriene
modifiers
Asma Persisten Kombinasi inhalasi Glukokortikostero Ditambah agonis beta-2
Sedang
glukokortikosteroid
(400-800
BD/hari
ug 800 ug BD atau
atau
ekivalennya) dan
ekivalennya)
19
lama
Glukokortikostero
id inhalasi (400800 ug BD atau
ekivalennya)
ditambah
agonis
atau
ekivalennya) atau
Glukokortikoster
oid inhalasi (400800 ug BD atau
ekivalennya)
ditambah
leukotriene
modifiers
Asma Persisten Kombinasi inhalasi Prednisolon/
Berat
glukokortikosteroid metilprednisolon
(> 800 ug BD atau
ekivalennya)
dan 10 mg
agonis
oral,
ditambah
20
teofilin
lepas teofilin
lambat
lepas
lambat
leukotriene
modifiers
glukokortikosteroid
oral
Semua tahapan: bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan,
kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan
kondisi asma tetap terkontrol.
Sesak nafas
Berjalan
Posisi
Dapat
Sedang
Berbicara
tidur Duduk
terlentang
Cara berbicara Satu kalimat
Keadaan
Berat
Mengancam Jiwa
Istirahat
Duduk
Membungkuk
Beberapa kata
Kata
demi
kata
Kesadaran
Mungkin
Gelisah
Gelisah
gelisah
Mengantuk,
gelisah, kesadaran
menurun
Frekuensi
<20/menit
20-30/menit
>30/menit
Nafas
21
Nadi
<100/menit
100-
>120/menit
Bradikardia
120/menit
Pulsus
paradoksus
Otot
10mmHg
10-20mmHg
Bantu
Napas
+
>25mmHg
+
dan
Kelelahan Otot
Torakoabdominal
Paradoksal
retraksi
suprasternal
Mengi
Akhir
Akhir
ekspirasi
ekspirasi
ekspirasi
paksa
APE
>80%
60-80%
<60%
PaO2
>80 mmHg
60-80 mmHg
<60 mmHg
PaCO2
<45 mmHg
<45 mmHg
>45 mmHg
SaO2
>95%
91-95%
<90%
Serangan Asma
Ringan
Serangan Asma
Sedang/Berat
Serangan Asma
Mengancam Nyawa
22
Pengobatan Awal
-Oksigenasi dengan kanul nasal
-Inhalasi agonis beta2 kerja singkat (nebulasi), setiap 20 menit dalam
satu jam atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau
Adrenalim 1/1000 0,3 ml subkutan)
-Kortikosteroid sistemik : untuk serangan asma berat, tidak ada respon
segera dengan pengobatan bronkodilator, dalam kortikosteroid oral.
Penilaian ulang setelah 1 jam
Pem. Fisis, saturasi O2 dan pemeriksaaan lain atas indikasi
Respon baik
(dalam 60 menit)
Pem. Fisis Normal
APE > 70%
SaO2 >90%
Pulang
-Pengobatan dlnjtkn
-dg inhalasi agonis
beta-2O2
-Mmbutuhkan
kortikosteroid oral
-Edukasi penderita
O2
Dirawat di RS
inhalasi agonis beta-2
+anti-kolinergik
- kortikosteroid sistemik
-Aminophilin drip
-terapi O2
-Pantau APE, sat O2,
Nadi, kadar teofilin
Perbaikan
Pulang
Bila APE >60%
prediksi/terbaik.
Tetap berikan
pengobatan oral
atau inhalsi
Tidak
perbaikan
dalam 6-12
jam
23
Terap Awal
- Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat
(setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam ), atau
Bronkodilator oral
Respon baik
-Gejala(batuk/ berdahak/mengi/sesak)
membaik
-Perbaikan dengan agonis beta-2 dan
bertahan selama 4 jam.
-APE >80%prediksi/nilai terbak
Respon buruk
-Gejala(batuk/ berdahak/mengi/sesak)
bertambah berat
-APE < 60% prediksi/nilai terbak
Tambahkan kortikosteroid oral
Agonis beta-2 diulang
24
Segera ke
dokter/IGD/RS
PENGOBATAN
TEMPAT
PENGOBATAN
RINGAN
SEDANG
Di rumah
Di praktek dokter/
dan teofilin
klinik/puskesmas
IGD/RS
Alternatif:
Klinik
Praktek Dokter
-Aminofilin IV
Puskesmas
25
BERAT
IGD/RS
Alternatif:
Klinik
MENGANCAM
IGD/RS
JIWA
ICU
mekanik
26
2)
Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penanganan lanjut jika diperlukan
2)
3)
Lingkungan kerja
Pneumothoraks
2)
Pneumomediastinum
3)
Gagal nafas
4)
27
BAB III
ISI
3.1. Laporan Kasus
Identitas Pasien
Nama
: Tn. EJ
Umur
: 35 tahun
Pekerjaan
: Pedagang
No. RM
: 012194
28
Tanggal Masuk
: 29 Maret 2016
Anamnnesa
Keluhan utama : Sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat penyakit Sekarang :
-
Sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak menciut, sesak
dipengaruhi oleh aktivitas, pernah terbangun tengah malam karena sesak,
sesak dirasakan 1 seminggu, dan saat sesak lebih senang posisi duduk.
Batuk batuk sejak 1 minggu yang lalu, dahak berwarna putih, dan tidak
berdarah
Nyeri dada sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, meningkat dengan batuk,
Pasien pernah dirawat di rumah sakit di karenakan sesak nafas pada tahun
2012.
Tidak ada riwayat minum OAT
Keadaan umun
Berat badan : 50 kg
Tekanan darah
: 130/70 mmHg
Nadi
:100 kali/menit
Nafas
: 32 kali / menit
Suhu
: 36,5 C
Kepala
Mata
Leher
JVP
: 5-2 cmH2o
Pembesaran KGB
Thorax
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: timpani
Auskultasi
Ekstremitas
Edema
: tidak ada
Sianosis
: tidak ada
Clubbing finger
: tidak ada
Laboratorium
Hasil labor belum keluar
31
Diagnosa kerja
Diagnosis banding
Penatalaksanaan
Non Farmakologi
-
Bedrest
Farmakologi
-
O2 2-4 liter/menit
12,5cc aminophilin dalam RL 500 cc dan di drip dalam 12 jam
Nebu combivent 3x1
Metyl prednisolon 8 mg 3x1
Ambroxol tab 30 mg 3x 1
Pemeriksaan penunjang
-
Pemeriksaan Spirometri
Pemeriksaan Ro PA
Follow Up
1. Rabu, 30/3/2016
Anamnesis
a) Sesak nafas
b) Demam
: tidak ada
c) Batuk/batuk darah
berdarah
32
d) Nyeri dada
e) Nafsu makan
:baik
Pemeriksaan Fisik :
a) Ku
: sedang
b) Kesadaran
c) TD/ Nadi
d) Nafas
: 26 kali/meit
Paru
a)
:
Inspeksi
dinamis.
b)
Palpasi
c)
Perkusi
d)
Auskultasi
Penatalaksaan
-
O2 2 liter/menit
12,5cc aminophilin dalam RL 500 cc dan di drip dalam 12 jam
Nebu combivent 3x1
Ambroxol tab 30 mg 3x 1
2. Kamis, 31/3/2016
Anamnesis
a) Sesak nafas
33
b) Demam
: tidak ada
c) Batuk/batuk darah
berdarah
d) Nyeri dada
e) Nafsu makan
:baik
Pemeriksaan Fisik :
a) Ku
: sedang
b) Kesadaran
c) TD/ Nadi
d) Nafas
: 24 kali/meit
Paru
a)
:
Inspeksi
dinamis.
b)
Palpasi
c)
Perkusi
d)
Auskultasi
Penatalaksaan
-
O2 2 liter/menit
12,5cc aminophilin dalam RL 500 cc dan di drip dalam 12 jam
Nebu combivent 3x1
Ambroxol tab 30 mg 3x 1
3. Jumat, 1/4/2016
34
Anamnesis
a) Sesak nafas
kemaren
b) Demam
: tidak ada
c) Batuk/batuk darah
berdarah
d) Nyeri dada
e) Nafsu makan
:baik
Pemeriksaan Fisik :
a) Ku
: sedang
b) Kesadaran
c) TD/ Nadi
d) Nafas
: 26 kali/meit
Paru
a)
:
Inspeksi
dinamis.
b)
Palpasi
c)
Perkusi
d)
Auskultasi
Penatalaksaan
35
O2 2 liter/menit
12,5cc aminophilin dalam RL 500 cc dan di drip dalam 12 jam
Nebu combivent 3x1
Ambroxol tab 30 mg 3x 1
Amoksisilin tab 500 mg 3x 1
4.Sabtu, 2/4/2016
Anamnesis
a) Sesak nafas
b) Demam
: tidak ada
c) Batuk/batuk darah
berdarah
d) Nyeri dada
e) Nafsu makan
:baik
Pemeriksaan Fisik :
a) Ku
: sedang
b) Kesadaran
c) TD/ Nadi
d) Nafas
: 24 kali/meit
Paru
a)
:
Inspeksi
dinamis.
b)
Palpasi
36
c)
Perkusi
d)
Auskultasi
Penatalaksaan
-
O2 2 liter/menit
12,5cc aminophilin dalam RL 500 cc dan di drip dalam 12 jam
Nebu combivent 3x1
Ambroxol tab 30 mg 3x 1
Amoksisilin tab 500 mg 3x 1
5. Senin, 4/4/2016
Anamnesis
a) Sesak nafas
b) Demam
: tidak ada
c) Batuk/batuk darah
d) Nyeri dada
: sudah berkurang
e) Nafsu makan
:baik
Pemeriksaan Fisik :
a) Ku
: sedang
b) Kesadaran
c) TD/ Nadi
d) Nafas
: 20 kali/meit
37
Paru
a)
:
Inspeksi
dinamis.
b)
Palpasi
c)
Perkusi
d)
Auskultasi
Penatalaksaan
-
O2 2 liter/menit
12,5cc aminophilin dalam RL 500 cc dan di drip dalam 12 jam
Nebu combivent 3x1
Ambroxol tab 30 mg 3x 1
Amoksisilin tab 500 mg 3x 1
38
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang
berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan
atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,
bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. Asma
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh
dunia. Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivifitas, akan tetapi dapat
bersifat menetap dan mengganggu aktivifitas bahkan kegiatan harian. Produktiviti
menurun akibat mangkir kerja atau sekolah, dan dapat menimbulkan disability
(kecacatan), sehingga menambah penurunan produktiviti serta menurunkan kualiti
hidup.
39
DAFTAR PUSTAKA
40