Kathleen M. Sarber, MD, Gregory Robert Dion, MD, MS, Erik K. Weitzel, MD,
and Kevin C. McMains, MD
Abstrak: rinosinusitis kronik adalah penyakit yang sering terjadi dengan beberapa
gejala yang memiliki karakteristik sepertiperadangan mukosa sinonasal. Sinusitis
kronik didefenisikan sebagai gejala gejala yang timbul lebih dari 12 minggu,
sekret hidung yang tidak berwarna,hidung tersumbat, nyeri tekan pada wajah, dan
penurunan daya penghidu. Sinusitis kronik lebih jauh lagi diklasifikasikan sebagai
sinusitis kronik dengan poliposis, sinusitis kronik tanpa poliposis, atau sinusitis
alergi dan jamur yang dapat diidentifikasikan dengan pemeriksaan fisik,
histologis, dan pemeriksaan radiologis. Metode pengobatan untuk sinusitis kronik
diberikan berdasarkan kategori penyakit ini sendiri, yakni kortikosteroid oral dan
inhalasi,irigasi hidung dengan larutan salin, dan pemberian antibiotik pada
beberapa pasien. Pemahaman akan bentuk bentuk rinosinusitis kronik ini dan
faktor faktor yang menjadi komorbidnya adalah kunci keberhasilan
penatalaksanaan penyakit ini.
Kata kunci : rinosinusitis kronik, sinusinitis kronik, hidung tersumbat, irigasi
hidung, rinosinusitis.
Rinosinusitis kronik (RSK) adalah penyakit yang sering terjadidan
menyerang hampir 15% dari populasi orang di Amerika setiap tahunnya. 1
Diagnosis RSK telah ditegakkan sebanyak 29 juta pertahunnya, dan menyebabkan
kerugian ekonomi di Amerika sebanyak 4,3 milyar USD. Meskipun penyakit ini
menyerang seluruh kelompok umur, prevalensi RSK terbanyak mengenai pasien
pada rentang usia 44 64 tahun.2 Penyakit ini menyerang seluruh kelompok ras
dan latar belakang sosioekonomi. Angka kualitas hidup dari rinosinusitis kronik
sebanding dengan pada penyakit serius seperti penyakit gaga jantung kongestif
dan angina pectoris.3
Poin Kunci
Patofisiologi
RSK adalah penyakit dengan inflamasi sebagai penyebab utamanya, dan
merupakanakibat dari beberapa pemicu, yang dapat menjelaskan mengapa
penyakit ini memiliki banyak fenotip yang berbeda beda. Dua fenotip yang
paling sering ditemukan adalah RSK dengan poliposis hidung (RSKdPH)dan RSK
Pernyataan
eosinofilnya
sangatlah
berbeda.
RSKtPH
menunjukkan
adanya
fenotipe dari kedua tipe ini untuk mempredeksi faktor komorbid, rekurensi setelah
operasi, dan respon pada pengobatan pengobatan terbaru.14, 16-20
Sinusitis jamur alergi (SJA) adalah subtipe ketuga dari RSK yang secara
radiografikdan hidtologis dapat dibedakan denngan jelas. Contoh khususny,
hipersensitivitas tipe I, polip hidung, gambaran khas pada CT,dan ditemukannya
jamur pada pemeriksaan mikrokopik atau kultur, dan musin alergen adalah lima
karakteristik yang dapat mendeskripsikan SJA ini. 21 Meskipun gejala klinis yang
muncul bisa sangat mirip dengan RSK tipe lain, SJA ini dapat dengan mudah
dibedakan pada pemeriksaan radiografik karena sering menyerang unilateral atau
asimetris.22,23 Perluasan pada tulang dan remodeling dapat terjadi dan terlihat juga
pada hampir 20% pasien. Tanda adanya massa jenis ganda menjelaskan
munculnya mucin, debris jamur, dan polipoid dalam sinus.
Bukti telah menyesuaikan bahwa biofilm memainkan peranan penting
dalam etiologi dan persistensi RSK. Patogen patogen dapat muncul pada daerah
ynag terlindungi yang disebut dengn biofilm. Sebuah biofilm adalah kumpulan
bakteri statis yang membentuk matrix mucoid pelindung. Biofilm secara
ireversibel melekat pada mukosa sinus dan bakteri dalam bentuk koloni akan
muncul pada tingkat aktivitas metabolik yang berbeda beda. Karakteristik
karakteristik ini membantu koloni ini lebih resisten pada agen antrimikoba dan
daya tahan tubuh penderita (Gambar 2).24
Pasien dengan rinosinusitis kronik memiliki prevalensi asma 20%dan 40- 85%
Gambar2. Mekanisme Biofilm
prevalensi rinitis alergi. Masih dengan teori penyatuan airway, beberapa studi
mendemonstrasikan bahwa pengobatan medis sinusitis dan rinitis alergi juga
membantu mengendalikan gejala pada pasien dengan asma. National Asthma
Prevention Expert Panel Report 2 2007 telah mengenali sinusitis dan alergi
sebagau kondisi komorbid yang memperberat asma dan memperlambat
pengobatannya. Jika tes kulit untuk mengetahui aeroalergen secara klinis sudah
diketahui, maka prtotokol ini merekomendasiken agar pada pasien asma diterapi
secara maksimal dengan alergen yang sudah diidentifikasi dengan obat obatan
dan imunoterapi.30 Seperti sebelunya AAO-HNS mereomendasikan tes alergen
dan pengobatan untuk kontrol sinusitis kronik. Ada bukti juga mengatakan bahwa
imunoterapi juga baik dalam penatalaksanaan SJA.31
Pada beberapa pasien dengan RSK dan asma, penyakit ini dapat
eksaserbasi oleh penggunaan aspirin atau NSAID. Sering sekali sensitivitas ini
terjadi bersamaan dalam bentuk trias, yaitu polip hidung, asma, dan sensitiv
aspirin, yang dikenal dengan penyakit pernafasan eksaserbai karena aspirin.
Aspirin dan beberapa NSAID memblok enzim cyclooxigenase-1, yang
mengakibatkan penurunan produksi antiinflamasi seperti prostaglandiin E2.32
Asam arakidonat akan memicu produksi leukotriene,yang merupakan mediator
inflamasi pada saluran nafas atas dan bawah. Pada pasien ini, metabolit ini dapat
menyebabkan simptom yang beragam mulai dari rinorrhea, dan hidung tersumbat,
sampai rasa tertekan pada dada dan spasme bronkus. Pengobatannya adalah
mencegah pemakaian NSAID, dan pada kasus tertentu adalah dengan desensitisasi
aspirin.32
Pasien dengan imunodefisiensi adalah 8%- 20% pasien yang menderita
sinusitis persisten dan rekuren.33 Pasien dengan sinusitis berulang, penumonia, dan
abses pada kulit, atau gejala saluran cerna sebaiknya dievaluasi quantitas
imunoglobulinnya (IgA, IgM, IgG) dan responnya terhadap vaksin dengn titer
antipneumococcal.34-36 Pemeriksaan HIV, jika positif, jumlah CD +4 harus
dipastikan. Biasanya pasien pasien seperti mengeluhkan adanya gejala gejala
yang terus berulang bahkan setelah mendapat terapi antibiotik. Pada pasien
dengan sinusitis kronik, Chee dkk menemukan adanya insidensi yang tinggi
secara tak terduga pada pasien dengan disfungsi imun. 38 Terapi antibiotic sesuai
dengan
hasil
kultur
adalah
pengobatan
pilihan
pada
pasien
dengan
Kista throndwalt
Young Syndrome
Kartagener Syndrome
Fibrosa Kistik
Pengobatan
RSK adalah sebuah penyakit peradangan, oleh karena itu, pemicu
inflamasi harus dicari dan diatasi. Tabel di bawah ini adalah pengobatan yang
direkomendasikan untuk RSKdPH dan RSKtPH. European Position Paper on
Rhinosinusitis and Nasal Polips (EPOS 2012) menururunkan rekomendasi
berharga mereka dari pemakaian antibiotik jangka panjang hingga digantikan oleh
pilihan untuk menggunakan steroid dan irigasi hidung dengan larutan salin. 47
Perubahan ini adalah hasil dari sebuah penelitian placebo-controlled randomized
study,48 juga sebuah studi kecil yang sama baiknya seperti yang lainnya. Para
penulis mencatat bahwa beberapa faktor lain dapat mempengaruhi respon
terhadap pengobatan, dimana perokok memiliki respon pengobatan yang lebih
rendah dan mereka yang memiliki IgE yang normal memiliki respon yang tinggi
dalam pengobatan ini.49 Database Cochrane telah mencoba sebuah penelitian
meta-analisis antibiotik sistemik untuk RSKdPH pada orang dewasa dan hanya
satu studi memenuhi kriteria inklusi. Dalam penelitian tersebut, 3 bulan
roxithromycin dosis rendah (obat tidak tersedia di Amerika Serikat) mengurangi
tingkat respon rata-rata pasien (sebesar 0,73 poin pada skala 1 sampai 6-point)
pada 3 bulan setelah dimulainya pengobatan.
Perbandingan skor sebelum dan setelah perawatan dari tes sinonasal,
sebuah instrument tervalidasi yang digunakan untuk melihat angka kualitas hidup
suatu penyakit,49 menunjukkan bahwa kelompok yang mendapat terapi
roxithromycin tidak lebih baik dengan kelompok yang mendapat placebo.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pemakaian yang rutin antibiotik
dalam jangka lama pada pasien dengan rhinosinunitis kronis tidak menjamin.50,
ya
-
ya
Pilihan:
ya
-
ya
ya
Pilihan:
jangka
jangka
panjang bila
panjang bila
IgE tidak
naik
RSKtPH , rinosinusitis kronik tanpa polyposis hidung, RSKDPH dengan
polyposis hidung; IgE, immunoglobulin E
*termasuk tingkat keparahannya berdasrkan bukti yang ada, termasuk European
position papen on rhinosinusitis and nasal polyps.47,66s
Steroid intranasal telah dibuktikan efektif dalam menangani polip hidung,
mengurangi kongesti hidung dan drainase, dan memperbaiki QOL. Terapi yang
efektif mungkin membutuhkan dosis yang lebih tinggi dibandingkan terapi yang
dipakai untuk rinitis alergi. Double-blind randomized controlled studies dari
CRSwNP menunjukkan keuntungan dengan flutikasone dengan dosis 400-800
mcg/hari untuk durasi selama 12-26 minggu55-58 Mometasone 200-400 mcg satu
atau dua kali sehari selama 16 minggu juga memperbaiki gejala CRSwNP 59-61
Dengan dosis steroid yang sebegitu tinggi, perhatian besar perlu difokuskan
terhadap efek samping sistemik terhadap penggunaan intranasal. Fluticasone dan
mometasone memiliki bioavailabilitas sistemik <1%. Tidak ada efek yang
signifikan yang telah terbukti pada aksis hipotalamus-hipofisis dengan
penggunaan terapa yang berkepanjangan.62-64
Kortikosteroid oral adalah modalitas lain yang biasa dalam penanganan
CRS karena kemampuannya untuk mengurangi inflamasi. Lal dan Hwang
menghubungkan ulasan sistematis dari 33 publikasi yang menunjukkan bahwa
steroid oral, jika dikombinasikan dengan modalitas terapi yang lain,
meningkatkan interval waktu terhadap rekurensi dan memperbaiki skor endoskopi
hidung dan CT.65Steroid oral nampaknya lebih menguntungkan bagi pasien AFS
dan CRSwNP.4,20,30,31,67,68 Dosis dan durasi terapi belum distandarisasi. Pada
penelitian double-blind placebo-controlled, Van Zele dkk menunjukkan bahwa
penurunan steroid yang dimulai 32 mg dengan metilprednisolon harian dan
penurunan dosis menjadi 8 mg selama periode 20 hari secara signifikan
menunjukkan pengurangan ukuran polip dan level sitokin inflamasi.20
Irigasi hidung dengan salin isotonis maupun hipertonis adalah efektif, terapi
yang murah untuk semua jenis CRS. Keuntungan irigasi hidung termasuk
lebih
besar
dibandingkan
efek
samping.69-71 AAo-HNS
Kesimpulan
Sinusitis kronis adalah sindrom klinis yang meliputi kelompok penyakit
yang heterogen yang dikarakteristikkan dengan inflamasi mukosa sinonasal.
Beragam pencetus berkontribusi terhadap patofisiologi inflamasi, dan terapi
bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengendalikan pencetus-pencetus tersebut.
CRSsNP dan CRSwNP menampilkan penyakit yang berbeda dengan simptom
yang serupa. Steroid topikal maupun oral dan irigasi hidung memainkan peran
utama dalam manajemen CRSsNP dan CRSwNP. Penggunaan antibiotik oral
masih kontroversi, sedangkan antibiotik topikal mungkin terbukti efektif dalam
mengeradikasi penyakit yang membandel. Faktor komorbid dan penyakit sistemik
yang mendasari harus diketahui dan ditangani. Gejala yang membandel terhadap
terapi medikamentosa atau mengkhawatirkan terhadap terjadinya komplikasi
sebaiknya dirujuk ke ahli otolaringologi. Mengikuti pendekatan sistematis untuk
mendiagnosis dan menangani CRS akan memberikan hasil yang optimal kepada
pasien.
Daftar Pustaka
1. Pleis JR, Ward BW, Lucas JW. Summary health statistics for U.S.
adults: National Health Interview Survey, 2009. Vital Health Stat 10 2010;249:
1Y207.
2. Anand VK. Epidemiology and economic impact of rhinosinusitis. Ann
Otol Rhinol Laryngol Suppl 2004;193:3Y5.
3. Gliklich RE, Metson R. The health impact of chronic sinusitis in
patients seeking otolaryngologic care. Otolaryngol Head Neck Surg 1995;113:
104Y109.
4. Rosenfeld RM, Andes D, Bhattacharyya N, et al. Clinical practice
guideline:adultsinusitis.OtolaryngolHeadNeckSurg2007;137:S1YS31.
5. Engels EA, Terrin N, Barza M, et al. Meta-analysis of diagnostic tests
for acute sinusitis. J Clin Epidemiol 2000;53:852Y862.
6. Setzen G, Ferguson BJ, Han JK, et al. Clinical consensus statement:
appropriate use of computed tomography for paranasal sinus disease. Otolaryngol
Head Neck Surg 2012;147:808Y816.
7. Hagtvedt T, Aalokken TM, Notthellen J, et al. A new low-dose CT
examination compared with standard-dose CT in the diagnosis of acute sinusitis.
Eur Radiol 2003;13:976Y980.
8. Hojreh A, Czerny C, Kainberger F. Dose classication scheme for
computed tomography of the paranasal sinuses. Eur J Radiol 2005;56: 31Y37.
9. Tack D, Widelec J, De Maertelaer V, et al. Comparison between lowdose and standard-dose multidetector CT in patients with suspected chronic
sinusitis. AJR Am J Roentgenol 2003;181:939Y944.
10. Brem MH, Zamani AA, Riva R, et al. Multidetector CTof the paranasal
sinus: potential for radiation dose reduction. Radiology 2007;243: 847Y852.
11. Van Crombruggen K, Zhang N, Gevaert P, et al. Pathogenesis of
chronic rhinosinusitis: inammation. J Allergy Clin Immunol 2011;128:728Y732.
12. Van Zele T, Claeys S, Gevaert P, et al. Differentiation of chronic sinus
diseases by measurement of inammatory mediators. Allergy 2006;61:
1280Y1289.
in
chronic
sinus
disease.
Allergy
Clin
Immunol
to
treat
nasal
polyps.
Allergy
Clin
Immunol
and
asthma.
Asthma
2005;42:1Y7.
30.
NationalAsthmaEducationandPreventionProgram.ExpertPanelReport 3 (EPR-3):
guidelines for the diagnosis and management of asthmasummary report 2007. J
Allergy Clin Immunol 2007;120:S94YS138. 31. Marple BF. Allergic fungal
rhinosinusitis: current theories and management strategies. Laryngoscope
2001;111:1006Y1019. 32. Pfaar O, Klimek L. Eicosanoids, aspirin-intolerance
and the upper airwaysVcurrent standards and recent improvements of the
desensitization therapy. J Physiol Pharmacol 2006;57:5Y13. 33. Ferguson
BJ,OttoBA,Pant H.Whensurgery,antibiotics,andsteroidsfail to resolve chronic
rhinosinusitis. Immunol Allergy Clin North Am 2009;29:719Y732. 34. Carr TF,
Koterba AP, Chandra R, et al. Characterization of specic antibody deciency in
adults with medically refractory chronic rhinosinusitis. Am J Rhinol Allergy
2011;25:241Y244. 35. Alqudah M, Graham SM, Ballas ZK. High prevalence of
humoral immunodeciency patients with refractory chronic rhinosinusitis. Am J
Rhinol Allergy 2010;24:409Y412. 36. Ocampo CJ, Peters AT. Antibody deciency
in chronic rhinosinusitis: epidemiology and burden of illness. Am J Rhinol
Allergy 2013;27:34Y38. 37. Miziara ID, Araujo Filho BC, La Cortina RC, et al.
Chronic rhinosinusitis in HIV-infected patients: radiological and clinical
evaluation. Braz J Otorhinolaryngol 2005;71:604Y608. 38. Chee L, Graham SM,
Carothers DG, et al. Immune dysfunction in refractory sinusitis in a tertiary care
setting. Laryngoscope 2001;111: 233Y235. 39. Hammarstrom L, Vorechovsky I,
Webster D. Selective IgA deciency (SIgAD) and common variable
immunodeciency (CVID). Clin Exp Immunol 2000;120:225Y231. 40.
OksenhendlerE,GerardL,Fieschi
C,
etal.
Infectionsin252patientswith
Southern Medical Journal & Volume 106, Number 11, November 2013
647
Copyright 2013 The Southern Medical Association. Unauthorized
reproduction of this article is prohibited.
41. Quinti I, Soresina A, Spadaro G, et al. Long-term follow-up and
outcome of a large cohort of patients with common variable immunodeciency. J
Clin Immunol 2007;27:308Y316. 42. Settipane GA. Epidemiology of nasal
polyps. Allergy Asthma Proc 1996;17:231Y236. 43. Mainz JG, Koitschev A.
Management of chronic rhinosinusitis in CF. J Cyst Fibros 2009;8:S10YS14. 44.
Feuillet-Fieux MN, Lenoir G, Sermet I, et al. Nasal polyposis and cystic brosis
(CF): review of the literature. Rhinology 2011;49:347Y355. 45. Jones JW,
Parsons DS, Cuyler JP. The results of functional endoscopic sinus (FES) surgery
on the symptoms of patients with cystic brosis. Int J Pediatr Otorhinolaryngol
1993;28:25Y32. 46. Nishioka GJ, Barbero GJ, Konig P, et al. Symptom outcome
after functional endoscopic sinus surgery in patients with cystic brosis: a
prospective study. Otolaryngol Head Neck Surg 1995;113:440Y445. 47. Gysin C,
Alothman GA, Papsin BC. Sinonasal disease in cystic brosis: clinical
characteristics, diagnosis, and management. Pediatr Pulmonol 2000;30:481Y489.
47a.Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, et al. EPOS 2012: European position paper
on rhinosinusitis and nasal polyps 2012. A summary for otorhinolaryngologists.
Rhinology 2012;50:1Y12. 48. Videler WJ, Badia L, Harvey RJ, et al. Lackof
efcacyof long-term, lowdoseazithromycin in chronic rhinosinusitis: arandomized
controlled trial. Allergy 2011;66:1457Y1468. 49. Piccirillo JF, Merritt MG Jr,
Richards ML. Psychometric and clinimetric validity of the 20-Item Sino-Nasal
Outcome Test (SNOT-20). Otolaryngol Head Neck Surg 2002;126:41Y47. 50.
PiromchaiP,ThanaviratananichS,LaopaiboonM.Systemicantibioticsfor
chronic
placebo-controlled,
parallel-group
study
in
20
patients.
LundVJ,FloodJ,SykesAP,etal.Effectofuticasoneinseverepolyposis.
Arch
59.
review.
Ochsner
2011;11:271Y275.
68.
FriedmanM,VidyasagarR,JosephN.Arandomized,prospective,doubleblindstudyont
heefcacyofdeadseasaltnasalirrigations.Laryngoscope
2006;116:878Y882.
69.
Burton MJ, Eisenberg LD, Rosenfeld RM. Extracts from the Cochrane Library:
nasal saline irrigations for the symptoms of chronic rhinosinusitis. Otolaryngol
Head Neck Surg 2007;137:532Y534. 70. Papsin B, McTavish A. Saline nasal
irrigation: its role as an adjunct treatment. Can Fam Physician 2003;49:168Y173.
71. Tomooka LT, Murphy C, Davidson TM. Clinical study and literature review of
nasal irrigation. Laryngoscope 2000;110:1189Y1193. 72. Levine H, Rabago D.
Balloon sinuplasty: a minimally invasive option for patients with chronic
rhinosinusitis. Postgrad Med 2011;123:112Y118. 73. Brenner PS, Abadie WM,
Weitzel EK, et al. Unexpected consequences of transnasal balloon dilation of the
maxillary ostium. Int Forum Allergy Rhinol 2011;1:466Y470. 74. Abadie WM,
McMains
KC,
Weitzel
EK.
Irrigation
penetration
of
nasal