Anda di halaman 1dari 15

BAGIAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

REFARAT
April 2015

COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA

Oleh:
Nurita Aziza
1102110091
Pembimbing:
dr. Burhanuddin Iskandar, Sp.A (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2015

HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :
Nama

: Nurita Aziza

Stambuk

: 1102110091

Judul Refarat

: Community Acquired Pneumonia

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka Kepaniteraan Klinik pada bagian Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, April 2015


Pembimbing

dr. Burhanuddin Iskandar, Sp. A(K)

Mengetahui,
Ketua Bakordik RS FAISAL YW-UMI

dr. Sulfikar Andi Goesli, MM. AAAK

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
I. Pendahuluan.....................................................................................................1
II. Anatomi dan Fisiologi Paru-Paru............................................................................2
III.
Definisi Community Acquired Pneumonia (CAP)...........................................3
IV. Epidemiologi...........................................................................................................4
V. Etiologi....................................................................................................................4
VII. Patogenesis......................................................................................................5
VIII.Diagnosis..........................................................................................................6
IX. Diagnosis Banding..........................................................................................8
X. Penatalaksanaan...............................................................................................8
XI. Komplikasi.....................................................................................................11
XII. Prognosis.......................................................................................................11
XIII. Pencegahan....................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................17

COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA


I.

PENDAHULUAN
Setiap tahun lebih dari 2 juta anak di dunia meninggal karena infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA), khususnya pneumonia. Menurunkan angka kematian
pada anak melalui penurunan angka kematian karena infeksi saluran napas akut,
dalam hal ini pneumonia, menjadi prioritas di dunia. Menurut laporan Badan
Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), hampir 1 dari 5 balita di
negara berkembang meninggal disebabkan oleh pneumonia.1
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan intertisial. Klasifikasi pneumonia dibagi menjadi 3 yaitu berdasarkan
klinis dan epidemiologisnya, berdasarkan kuman penyebab dan berdasarkan
predileksi infeksi.2,3
Berdasarkan klinis dan epidemiologisnya, pneumonia dibagi menjadi 4,
Community Acquired Pneumonia (CAP) yaitu pnumonia yang didapat dari
masyarakat, Hospital Acquired Pneumonia yaitu pneumonia yang didapat di
rumah sakit, pneumonia aspirasi yaitu pneumonia yang terjadi karena masuknya
benda asing dalam saluran pernapasan dan pneumonia pada penderita
imunokompromis yaitu pneumonia yang terjadi pada penderita dengan pertahanan
tubuh yang menurun.3
Di negara maju seperti Amerika, insiden CAP adalah 12 kasus per 1000
orang. Sedangkan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, CAP menduduki peringkat
keenam dari sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat pertahun. Angka kematian
CAP yang dirawat inap berkisar antara 20-35%.3
Beberapa faktor resiko yang menyebabkan peningkatan insidensi
pneumonia pada anak adalah defisit imunologi, gizi buruk, adanya saudara
serumah yang mengalami batuk dan kamar tidur yang padat penghuninya.2

II.

ANATOMI dan FISIOLOGI PARU-PARU

Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan terletak dalam
rongga dada atau toraks. Mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa
pembuluh darah besar memisahkan paru tersebut. Setiap paru mempunyai apeks
(bagian atas paru) dan dasar. Pembuluh darah paru dan bronkial, bronkus, saraf
dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus dan membentuk akar
paru. Paru kanan lebih besar daripada paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobus
oleh fissura interlobaris. Paru kiri dibagi menjadi dua lobus.4

Gambar 2.1 Sistem Respirasi5


Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru adalah
hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari
hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika masuk
rongga hidung, udara disaring, dihangatkan, dan dilembabkan.4

Gambar 2.2

Segmen brochopulmonum.5

Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan


dan membuang karbon dioksida. Untuk mencapai tujuan ini, pernapasan dapat
dibagi menjadi empat golongan utama: (1) ventilasi paru-paru, yang berarti masuk
dan keluarnya udara antara atmosfir dan alveoli paru, (2) difusi oksigen dan
karbon dioksida antara alveoli dan darah, (3) pengangkutan oksigen dan karbon
dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel jaringan tubuh, dan (4)
pengaturan ventilasi dan hal-hal lain dari pernapasan.6
Paru-paru dapat dikembangkan dan dikempiskan melalui dua cara: (1)
gerakan naik-turunnya diafragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga
dada, dan (2) dengan depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau
memperkecil diameter anteroposterior rongga dada.6
III.

DEFINISI
CAP adalah infeksi paru yang diperoleh dari masyarakat atau pneumonia

yang terjadi akibat infeksi diluar rumah sakit.7

IV.

EPIDEMIOLOGI
Menurut UNICEF dan WHO (tahun 2006), pneumonia merupakan

pembunuh anak paling utama yang terlupakan (major forgotten killer of


children). Pneumonia merupakan penyebab kematian yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan total kematian akibat AIDS, malaria dan campak. Setiap
tahun, lebih dari 2 juta anak meninggal karena pneumonia, berarti 1 dari 5 orang
balita meninggal di dunia.Pneumonia merupakan penyebab kematian yang paling
sering, terutama di negara berkembang dengan angka kematian tinggi. Hampir
semua kematian akibat pneumonia (99,9%), terjadi di negara berkembang dan
kurang berkembang (least developed). Jumlah kematian tertinggi terjadi di daerah
Sub Sahara yang mencapai 1.022.000 kasus per tahun dan di Asia Selatan
mencapai 702.000 kasus per tahun. Diperkirakan setiap tahun lebih dari 95%
kasus baru pneumonia terjadi di negara berkembang. Menurut laporan WHO,
lebih dari 50% kasus pneumonia berada di Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika.
Dilaporkan pula bahwa tiga per empat kasus pneumonia pada balita di seluruh
dunia berada di 15 negara. Indonesia merupakan salah satu diantara ke 15 negara
tersebut dan menduduki tempat ke-6 dengan jumlah kasus sebanyak 6 juta. Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari Departemen Kesehatan tahun 1992, 1995
dan 2001 menunjukkan bahwa pneumonia mempunyai kontribusi besar terhadap
kematian bayi dan anak. Sedangkan pada penelitian kesehatan dasar (Riskesdas)
tahun 2007, pneumonia menduduki tempat ke-2 sebagai penyebab kematian bayi
dan balita setelah diare dan menduduki tempat ke-3 sebagai penyebab kematian
pada neonatus.1
V.

ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan karena infeksi berbagai bakteria, virus dan

jamur. Namun, penyakit pneumonia yang disebabkan karena jamur sangatlah


jarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70% penyakit pneumonia
disebabkan oleh bakteria. Sulit untuk membedakan penyebab pneumonia karena
virus atau bakteri. Seringkali terjadi infeksi yang didahului oleh infeksi virus dan

selanjutnya terjadi tambahan infeksi bakteri. Kematian pada pneumonia berat,


terutama disebabkan karena infeksi bakteri.1
Bakteri penyebab pneumonia tersering adalah Haemophilus influenzae
(20%) dan Streptococcus pneumoniae (50%). Bakteri penyebab lain adalah
Staphylococcus aureus dan Klebsiella pneumoniae. Sedangkan virus yang sering
menjadi penyebab pneumonia adalah respiratory syncytial virus (RSV) dan
influenza. Jamur yang biasanya ditemukan sebagai penyebab pneumonia pada
anak dengan AIDS adalah Pneumocystis jiroveci (PCP).1
Dari studi mikrobiologik ditemukan penyebab utama bakteriologik
pneumonia anak-balita adalah Streptococcus pneumoniae/pneumococcus (30-50%
kasus) dan Hemophilus influenzae type b/Hib (10-30% kasus) yang paling banyak
ditemukan pada anak usia 1-59 bulan, diikuti Staphylococcus aureus dan
Klebsiela pneumoniae pada kasus berat. Bakteri lain seperti Mycoplasma
pneumonia, Chlamydia spp, Pseudomonas spp, Escherichia coli (E. coli) juga
menyebabkan pneumonia. Pneumonia pada neonatus banyak disebabkan oleh
bakteri Gram negatif seperti Klebsiella spp, E coli di samping bakteri Gram
positif seperti S pneumoniae, grup b streptokokus dan S. aureus.2,8
VI.

PATOGENESIS
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan 3 faktor yaitu keadaan

(imunitas) inang, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang


berinteraksi satu dan sama lain. Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis
kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae.7
Mikroorganisme yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli
menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi
sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis
sebelum terbentuk antibodi. Sel-sel PMN mendesak mikroorganisme ke
permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui pseudopodosis
sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian difagosit.3,6

VII.

DIAGNOSIS

1. Anamnesis
Gejala pneumonia bervariasi tergantung pada umur penderita dan penyebab
infeksinya. Pneumonia karena infeksi bakteri biasanya menyebabkan anak sakit
berat mendadak dengan demam tinggi dan napas cepat. Infeksi karena virus
umumnya lebih gradual dan bisa memburuk setiap saat. Gejala - gejala yang
sering ditemui pada anak dengan pneumonia adalah batuk yang awalnya kering
kemudian menjadi produktif dengan dahak yang purulen bahkan bisa berdarah,
napas cepat dan sulit bernapas, demam, menggigil, sakit kepala, nafsu makan
hilang, lemah dan mengik. Balita yang menderita pneumonia berat bisa
mengalami kesulitan bernafas, sehingga dadanya bergerak naik turun dengan
cepat atau tertarik ke dalam saat menarik napas/inspirasi yang dikenal sebagai
lower chest wall indrawing. Gejala pada anak usia muda bisa berupa kejang,
kesadaran menurun, suhu turun (hipotermia), tidak bereaksi (letargi) dan minum
terganggu.1,2
2. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada
inspeksi dapat terlihat penggunaan otot bantu pernafasan, pasa palpasi fremitus
dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas
bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus atau
kasar.3
Perhatikan adanya tanda distress pernafasan seperti takipneu, retraksi
subcostal, batuk, krepitasi dan penurunan suara paru.2
3. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk mengetahui jumlah leukosit pasien
agar dapat membantu menentukan pemberian antibiotik. Kultur dan pemeriksaaan
gram sputum direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan kondisi yang
berat. Uji Tuberkulin perlu dipertimbangkan untuk anak yang mempunyai iwayat
kontak dengan pasien TBC dewasa.2

b) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto thorax direkomendasikan pada anak dengan pneumonia
yang dirawat inap atau bila tanda klinis yang ditemukan membingungkan.2
Pada Foto thorax, Bagian paru yang terkena menunjukkan adanya
peningkatan densitas dengan eksudat dan cairan inflamasi yang menempati ruang
alveolus. Eksudat alveolar menggambakan gambaran perselubungan. Udara yang
tetap mengisi bronkus yang terlibat tampak sebagai lusensi berbentuk garis
(konsolidasi dengan bronkogram udara). Konsolidasi dapat menetap, seringkali
setelah gejala pasien membaik.9,10

Gambar 3. Gambaran radiologi pneumonia10


c) Pemeriksaan lain
Pada setiap anak yang dirawat karena pneumonia, seharusnya dilakukan
pemeriksaan pulse oxymetri.2
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari CAP yaitu:11
1.
2.
3.
4.
5.

IX.

Asma
Bronkhiolitis
Sepsis
Atelektasis
Etc.

PENATALAKSANAAN
Pedoman penatalaksanaan kasus pneumonia pada anak:

10

(*) Disebut napas cepat, apabila:


Anak usia < 2 bulan bernapas 60 kali atau lebih per menit
Anak usia 2 bulan sampai 11 bulan bernapas 50 kali atau lebih per menit
Anak usia 12 bulan sampai 5 tahun bernapas 40 kali atau lebih per menit
Tatalaksana umum pada pasien pneumonia adalah Pasien dengan saturasi
oksigen < 92% pada saat +bernapas dengan udara kamar harus diberikan terapi
oksigen dengan nasal kanul, head box atau sungkup untuk mempertahankan
saturasi oksigen >92%. Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang,
diberikan cairan intravena dan dilakukan balans cairan ketat. Fisioterapi dada tidak
bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak dengan pneumonia.
Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien dan
mengontrol batuk dengan Nebulisasi. 2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan
untuk memperbaiki mucocilliary clearance. Pasien yang mendapatkan terapi
oksigen harus diobservasi setidaknya setiap 4 jam sekali.2
Amoxicillin merupakan antibiotik oral pilihan pertama pada anak < 5 tahun
dan makrolid diberikan pada anak > 5 tahun. Antibiotik intravena diberikan pada
pasien pneumonia yang tidak dapat menerima-obat per oral (misal karena muntah)
atau termasuk dalam derajat pneumonia berat. Antibiotik intravena yang danjurkan
adalah: ampisilin dan kloramfenikol, co-amoxiclav,ceftriaxone,cefuroxime dan
cefotaxime.2
Rekomendasi UKK Respirologi Antibiotik untuk community acquired
pneumonia:2
Neonatus - 2 bulan: Ampisilin + gentamisin
>2bulan : -Lini pertama Ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat
ditambahkan kloramfenikol
-Lini kedua SeftriaksonBila klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti preparat oral dengan
antibiotik golongan yang sama dengan antibiotik intravena sebelumnya.

X.

KOMPLIKASI

11

CAP yang tidak ditangani akan mengakibatkan terjadi pembentukan abses,


empiema (penyebaran infeksi ke dalam rongga pleura), Pengorganisasian eksudat
menjadi jaringan paru fibrotik, Bakterimia dan sepsis dengan infeksi pada organ
tubuh yang lain.12
XI.

PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis baik tergantung dari faktor penderita, bakteri

penyebab dan penggunaan antibiotik yang kuat serta adekuat.3


XII.

PENCEGAHAN
Pencegahan pneumonia selain dengan menghindarkan atau mengurangi

faktor risiko dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu dengan


pendidikan kesehatan di komunitas, perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan
dalam hal memanfaatkan pedoman diagnosis dan pengobatan pneumonia,
penggunaan antibiotika yang benar dan efektif, dan waktu untuk merujuk yang
tepat dan segera bagi kasus yang pneumonia berat. Peningkatan gizi termasuk
pemberian ASI eksklusif dan asupan zinc, peningkatan cakupan imunisasi, dan
pengurangan polusi udara didalam ruangan dapat pula mengurangi faktor risiko.
Penelitian terkini juga menyimpulkan bahwa mencuci tangan dapat mengurangi
kejadian pneumonia.1
Usaha Untuk mencegah pneumonia ada 2 yaitu:1
1. Pencegahan Non spesifik, yaitu:
a) Meningkatkan derajat sosio-ekonomi
Kemiskinan
Tingkat pendidikan
Kurang gizi
Derajat kesehatan
Morbiditas dan mortalitas
b) Lingkungan yang bersih, bebas polusi
2. Pencegahan Spesifik
a) Cegah BBLR
12

b) Pemberian makanan yang baik/gizi seimbang


c) Berikan imunisasi
Vaksinasi yang tersedia untuk mencegah secara langsung pneumonia adalah
vaksin pertussis (ada dalam DTP), campak, Hib (Haemophilus influenzae
type b) dan Pneumococcus (PCV). Dua vaksin diantaranya, yaitu pertussis
dan campak telah masuk ke dalam program vaksinasi nasional di berbagai
negara, termasuk Indonesia. Sedangkan Hib dan pneumokokus sudah
dianjurkan oleh WHO dan menurut laporan, kedua vaksin ini dapat
mencegah kematian 1.075.000 anak setahun. Namun, karena harganya
mahal belum banyak negara yang memasukkan kedua vaksin tersebut ke
dalam program nasional imunisasi.
1. Vaksin Campak
Campak adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus campak.
Penyakit ini dapat dikatakan ringan karena dapat sembuh dengan sendirinya,
namun dapat dikatakan berat dengan berbagai komplikasi seperti pneumonia
yang bahkan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak kurang
gizi dan anak dengan gangguan sistem imun. Komplikasi pneumonia yang
timbul pada anak yang sakit campak biasanya berat. Menurunkan kejadian
penyakit campak pada balita dengan memberikan vaksinasi dapat
menurunkan kematian akibat pneumonia. Sejak 40 tahun lalu telah ada
vaksin campak yang aman dan efektif, cakupan imunisasi mencapai 76%,
namun laporan tahun l2004 menunjukkan penyakit campak masih
menyerang 30 40 juta anak.
2. Vaksin Pertusis
Penyakit pertussis dikenal sebagai batuk rejan atau batuk seratus hari.
Penyakit ini masih sering ditemui. Penyakit ini disebabkan infeksi bacteria
Bordetella pertussis. Vaksinasi terhadap penyakit ini sudah lama masuk ke
dalam program imunisasi nasional di Indonesia, diberikan dalam sediaan
DTP, bersama difteri dan tetanus. Pada negara yang cakupan imunisasinya
rendah, angka kematian masih tinggi dan mencapai 295.000 390.000 anak
pertahun.

13

3. Vaksin Hib
Pada negara berkembang, bakteri Haemophilus influenzae type b (Hib)
merupakan penyebab pneumonia dan radang otak (meningitis) yang utama.
Diduga Hib mengakibatkan penyakit berat pada 2 sampai 3 juta anak setiap
tahun. Vaksin Hib sudah tersedia sejak lebih dari 10 tahun, namun
penggunaannya masih terbatas dan belum merata. Pada beberapa negara,
vaksinasi Hib telah masuk program nasional imunisasi, tapi di Indonesia
belum. Di negara maju, 92% populasi anak sudah mendapatkan vaksinasi
Hib. Di negara berkembang, cakupan mencapai 42% sedangkan di negara
yang belum berkembang hanya 8% (2003). Hal ini dimungkinkan karena
harganya yang relatif mahal dan informasi yang kurang. WHO
menganjurkan agar Hib diberikan kepada semua anak di negara
berkembang.
4. Vaksin Pneumococcus
Pneumokokus merupakan bakteri penyebab utama pneumonia pada anak di
negara berkembang. Vaksin pneumokokus sudah lama tersedia untuk anak
usia diatas 2 tahun dan dewasa. Saat ini vaksin pneumokokus untuk bayi
dan anak dibawah 3 tahun sudah tersedia, yang dikenal sebagai
pneumococcal conjugate vaccine (PCV). Hasil penelitian di Amerika Serikat
setelah penggunaan vaksin secara rutin pada bayi, menunjukkan penurunan
bermakna kejadian pneumonia pada anak dan keluarganya terutama para
lansia. Saat ini yang beredar adalah vaksin PCV 7, artinya vaksin
mengandung 7 serotipe bakteri pneumokokus dan dalam waktu dekat akan
tersedia vaksin PCV 10. Hasil penelitian di Gambia (Afrika), dengan
pemberian imunisasi PCV 9 terjadi penurunan kasus pneumonia sebesar
37%, pengurangan penderita yang harus dirawat di rumah sakit sebesar
15%, dan pengurangan kematian pada anak sebesar 16%. Hal ini
membuktikan bahwa vaksin tersebut sangat efektif untuk menurunkan
kematian pada anak karena pneumonia.
DAFTAR PUSTAKA

14

1. Kartasasmita CB. Pneumonia Pembunuh Balita. Vol 3. Jakarta: Kementerian


Kesehatan RI; 2010:22-26.
2. Pudjijadi, Antonius. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jilid I. Jakarta;IDAI; 2009: 250-255
3. Soedarsono. Pneumonia. In: Hariadi Slamet, Amin M, dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Paru. Surabaya: FK UNAIR; 2010:149-159
4. Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan. In: Price SA, Wilson
LM, eds. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol 2.
Jakarta: ECG; 2006.
5. Putz RV, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. 21th ed. Jakarta: ECG;
2003.
6. Guyton SC, Hall JE. Fisiologi Kedokteran (Textbook of Medical
Physiology). 11th ed. Jakarta: ECG; 2012:496-500.
7. Rijadi SY. CAP. In: Rijadi SY. Pedoman Diagnosis dan Terapi BAG/SMF
Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: RSU DR.Sutomo; 2005:15-20
8. Said M. Pengendalian Pneumonia Anak-Balita dalam Rangka Pencapaian
MDG4 Vol 3. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2010:16-21.
9. Patel, Pradip. Lecture Notes Radiologi. Edisi kedua. Jakarta; Erlangga:
2007: 36-37
10. Sutarto AS, Budyatmoko B, Darmiati S. Radiologi Konvensional pada
Anak. In: Ekayuda I, ed. Radiologi Diagnostik. 2nd ed. Jakarta: FK UI;
2005.
11. Garfunkel, Lynn. Pediatric Clinical Advisor. Ed.2. United State; 2007: 448449
12. Mitchell RN. Paru.

In: Mitchell RN,dkk. Buku Saku Dasar Patologis

Penyakit Robbins dan Cotran. Ed.7. Jakarta; EGC; 2009:446-448

15

Anda mungkin juga menyukai