Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH WAKTU, TEMPERATUR, DAN

JENIS PELARUT TERHADAP EKSTRAKSI PEKTIN


DARI KULIT JERUK BALI (CITRUS MAXIMA)
Andreas Sulihono, Benyamin Tarihoran, Tuti Emilia Agustina*
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662
Email: tuty_agustina@unsri.ac.id

Abstrak
Pelaksanaan penelitian menggunakan metode ekstraksi dengan memvariasikan waktu operasi (30 ; 60 ;
90 ; 120 menit), temperatur pemanasan (60oC ; 70oC ; 80oC) dan jenis pelarut yaitu asam klorida dan
asam asetat. Kulit jeruk bali yang telah kering dan dihaluskan, di ekstraksi sesuai variabel yang
ditentukan lalu bahan disaring dengan kertas saring dalam keadaan suhu kamar. Filtrat dari hasil
penyaringan ditambah dengan etanol 96% dengan perbandingan volume 1: 1 sehingga terbentuk endapan.
Setelah itu, endapan dikeringkan dalam oven pada suhu 45oC selama 24 jam. Pektin kering ditimbang
sebagai hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar metoksil pektin yaitu 8,74 %, dengan
rendemen pektin 7,83 % - 26,70 % untuk ekstraksi dengan asam klorida dan 4,99 % - 19,84 % untuk
ekstraksi dengan asam asetat, kadar air sebesar 14,6 %, kadar abu sebesar 3,4 %, berat ekivalen 2083,33,
kadar asam galakturonat 58,08 %, dan derajat esterifikasi 85,44 %. Kadar pektin terbaik yang dihasilkan
sebesar 26,70 % diperoleh dari ekstraksi dengan asam klorida 0,2 N dan waktu = 120 menit, temperatur =
80oC
Kata kunci: ekstraksi, jeruk bali, pektin

Abstract
The research are using extraction method by varying operation time (30 ; 60; 90 ; 120 minutes), heating
temperature (60oC ; 70oC ; 80oC), acetic acid and chloride acid solvent. Extraction did for dried and
refined in certain variable screened while in room temperature conditions. Add 96% of ethanol to filtrate
with 1:1 volume ratio until the sediment appear. And then dried at 45 oC in the oven for 24 hours. Dried
pectin weighed as a product. The result, showed that the percentage of metoxyl is 8.74 %, with % yield
of pectin 7.83 % - 26.70 % for extraction with chroride acid and 4.99 % - 19.84 % for extraction with
acetic acid, percentage of water 14.6 %, percentage of ash 3.4 %, equivalent of mass 2083.33, percentage
galacturonic acid 58.08 %, and degree of esterification 85.44 %. The best result pectin percentage is
26.70% when condition extraction of chroride acid 0.2 N and time = 120 minutes, temperature 80oC.
Keywords: extraction, citrus maxima, pectin

1.

PENDAHULUAN

Salah satu manfaat kulit jeruk adalah


untuk membuat pektin. Pektin adalah senyawa
polimer yang dapat mengikat air, membentuk gel
atau mengentalkan cairan. Sifat inilah yang dapat
dimanfaatkan sehingga selain untuk jelly, pektin
juga dipakai dalam industri daging dan produk
pangan lainnya yang membutuhkan pengikat air.

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

Selama ini, untuk mencukupi kebutuhan


pektin dalam negeri, Indonesia masih mengimpor
pektin. Indonesia merupakan negara pengimpor
dan pemakai pektin yang cukup besar. Banyak
industri di Indonesia yang menggunakan pektin,
mulai dari industri makanan dan minuman
hingga industri tekstil. Oleh karena itu perlu
adanya usaha untuk menghasilkan pektin.
Sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui
seberapa besar kandungan pektin yang ada

Page 1

didalam buah Kulit jeruk bali, setidaknya dengan


memanfaatkan kulit jeruk bali sebagai bahan
baku pembuatan pektin dapat mengurangi impor
pektin dan sekaligus memanfaatkan kulit jeruk
bali yang belakangan ini sudah mulai kurang
populer di kalangan masyarakat menjadi sesuatu
yang bernilai ekonomis lebih tinggi.
Jeruk Bali
Jeruk
Bali
(Citrus
grandis L.)
merupakan jenis tanaman jeruk dengan ukuran
yang lebih besar dibandingkan jeruk biasa yang
kita temui dipasar. Jeruk bali dapat tumbuh subur
di dataran rendah maupun dataran tinggi.
Tanaman ini tersebar di Sumatera, Jawa, Bali,
Sulawesi dan Kalimantan.
Ekstraksi Pektin
Ekstraksi
adalah
suatu
proses
pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan
bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus
dapat mengekstrak substansi yang diinginkan
tanpa melarutkan material yang lainnya.
Ekstraksi padat cair atau leaching
adalah transfer difusi komponen terlarut dari
padatan inert dalam pelarutnya. Proses ini
merupakan proses bersifat fisik, karena
komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi
ke dalam semula tanpa mengalami perubahan
kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat
dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut
dalam solven pengekstraksi.
Faktor faktor yang mempengaruhi laju
ekstraksi :
1. Tipe persiapan sampel;
2. Waktu ekstraksi;
3. Kuantitas pelarut;
4. Suhu pelarut; dan
5. Tipe pelarut.
Pektin
Dalam jaringan tanaman pektin berada sebagai
protopektin yang bersifat tidak larut dalam air
karena berada sebagai garam kalsium dan
magnesium. Teori ini diperkuat dengan adanya
kemampuan pektin membentuk garam yang tidak
larut dalam Ca dan Mg. Hidrolisis protopektin
dalam air yang diasamkan akan menghasilkan
pektin yang bersifat larut dalam air. Hal ini
terjadi karena adanya substitusi ion hidrogen
pada Ca dan Mg.
Kadar pektin pada setiap tanaman
berbeda beda. Pektin bersifat mudah menjadi
jelly jika ditambahkan gula dan air dalam
keadaan asam. Namun sifat mudah menjadi jelly
ini sangat tergantung pada jumlah gugus
metoksil dalam molekulnya. Semakin tinggi

Page 2

kadar metoksilnya, maka semakin cepat pektin


menjadi jelly.
Untuk mengetahui kandungan pektin
pada buah buahan dapat dilakukan dengan cara
sederhana, yakni test alkohol. Buah buahan
yang akan di uji diperas air buahnya, lalu
ditambahkan 3 4 sendok alkohol ke dalam satu
sendok sari buahnya. Jika pada campuran banyak
terdapat gumpalan kental, maka kandungan
pektin pada buah tersebut tinggi. Sedangkan jika
gumpalan yang terbentuk sedikit dan agak cair
berarti kandungan pektinnya sedikit.
Menurut Dudung Muhidin (1999) pada
buah muda, perekat sel disebut dengan
protopektin atau bakal pektin. Sementara pada
buah matang, protopektin tersebut berubah
menjadi pektin. Pektin ini berupa protopektin
yang memecah karena pengaruh hormon
kematangan buah. Protopektin bersifat tidak
dapat larut di dalam air buah, sedangkan pektin
larut dalam air buah. Oleh karena itu buah
mentah selalu bertekstur keras yang setelah itu
menjadi lunak. Apabila buah terlalu matang
pektin akan berubah menjadi asam pektat yang
sangat mudah larut yang sangat mudah larut
dalam air buah sehingga menjadi lunak. Itulah
sebebnya untuk pembuatan pektin digunakan
buah matang karena kandungan pektinnnya
tinggi.
Senyawa kimia pektin ditemukan
pertama kali oleh Vaugeulin pada tahun 1970.
Bracconot pertama kali memberikan istilah
pektin untuk substansi pektin yang diperoleh dari
buah buahan dan ekstraknya. Substansi pektin
ditemukan sebelum perkembangan organik
modern dan kimia makromolekul, maka nama
struktural yang dipakai ialah pektin polisakarida.
Pektin berasal dari bahasa Yunani yang berarti
mengental atau menjadi padat (HUI , 1992).
Pektin merupakan grup polisakarida
yang tejadi di dalam dinding sel dan lapisan
intraseluler pada semua tanaman. Diekstrak
dengan air panas, larutan asam yang encer atau
larutan ammonium oksalat. Pektin diendapkan
dari larutan encer dengan alkohol. Secara
komersil digunakan untuk pembuatan gel yang
terbaik (Mc Graw Hill ; 175).
Pektin adalah polimer dari asam
galakturonat
dengan
sebagian
gugus
karboksilnya teresterifikasi (Pigman, 1946).
Ikatan yang terdapat didalam polimer pektin
merupakan
ikatan
-1,4
glikosida.
Poligalakturonat tersebut merupakan rantai yang
panjang dan pada beberapa bagian asam
galakturonat mengalami metilasi dengan gugus
metil. Gula netral yang berkaitan dengan pektin
seperti rhamosa termasuk arabinosa, galaktosa
dan xylosa. Dimana sebagai rantai samping

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

pendek yang terpecah dan memisahkan diri


(HUI; 2004)
Menurut Karjono (1991) pektin adalah
senyawa polimer yang dapat mengikat air,
membentuk gel atau mengentalkan cairan. Sifat
inilah yang dapat dimanfaatkan sehingga selain
untuk jelly, pektin juga dipakai dalam industri
daging dan produk pangan lainnya yang
membutuhkan pengikat air.

Gambar 1. Struktur molekul pektin

Monomer penyusun pektin merupakan asam


galakturonat dan metil--galakturonat yang dapat
dilihat pada struktur berikut :

Gambar 2. (b) Struktur kimia metil-galakturonat


Beberapa definisi yang berhubungan dengan
pektin :
1. Asam pektat
Asam pektat merupakan senyawa
poligalakturonat yang gugus karboksilnya tidak
terseterifikasi. Asam pektat memiliki berat
molekul ( BM ) tinggi. Monomer asam pektat
adalah asam -galakturonat yang saling terikat
dengan -1,4-glikosida (Pigman, 1946). Bentuk
struktur asam pektat dapat dilihat pada gambar
berikut ini :

Gambar 3. Struktur molekul asam pektat


2.
Gambar 2. (a) Struktur kimia asam galakturonat

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

Asam pektinat
Asam pektinat merupakan senyawa
yang biasa disebut dengan pektin (Winarno,
1983). Senyawa ini merupakan poligalakturonat
yang sebagian gugus karboksilnya teresterifikasi
secara enzimatik didalam tanaman oleh enzim
pektase. Pembentukan ester metil didalam
molekul asam pektinat membuat senyawa ini
terdispersi di dalam air . (Pigman, 1946).

Page 3

b.

Gambar 4. Struktur molekul asam pektinat

3.

Protopektin
Protopektin
merupakan
senyawa
pektat yang terdapat pada bagian hijau tanaman
atau pada buah yang belum masak ( Winarno,
1983 ). Protopektin tidak larut didalam air karena
kehadiran garam kalsium atau magnesium yang
tidak larut. Penyebab lain ketidaklarutan
protopektin adalah karena berikatan dengan
selulosa atau beberapa polisakarida dengan berat
molekul tinggi yang tidak larut (Pigman, 1946).
Protopektin dapat dibuat menjadi pektin yang
larut dalam air dengan cara mengekstraksinya
dalam larutan asam panas. (Wong, 1989).
Protopektin
merupakan
senyawa
pektat yang terdapat pada bagian hijau tanaman
atau pada buah yang belum masak ( Winarno,
1983 ). Protopektin tidak larut didalam air karena
kehadiran garam kalsium atau magnesium yang
tidak larut. Penyebab lain ketidaklarutan
protopektin adalah karena berikatan dengan
selulosa atau beberapa polisakarida dengan berat
molekul tinggi yang tidak larut (Pigman, 1946).
Protopektin dapat dibuat menjadi pektin yang
larut dalam air dengan cara mengekstraksinya
dalam larutan asam panas. (Wong, 1989).
Manfaat pektin
a. Industri makanan dan minuman
Dalam industri makanan, pektin sering
digunakan sebagai :
1. Bahan pemberi tekstur yang baik pada
roti dan keju.
2. Bahan pengental dan stabilizer pada
minuman sari buah.
3. Bahan pokok pembuatan gel, selai dan
mamalade.
4. Bahan pengawet pada produk susu yang
akan menstabilkan keasaman susu.
5. Mengontrol pembentukan kristal es
pada pembuatan es krim dan dapat
mempertahankan warna dan aroma es
krim tersebut. (Muhidin, 2003)

Page 4

2.

Industri farmasi
Dalam industri farmasi, pektin sering
digunakan sebagai :
1. Pengemulsi bagi preparat cair dan sirup.
2. Obat diare pada bayi dan anak anak
seperti dextrimaltose, kapoec, nipektin
dan intestisan.
3. Obat penawar racun logam.
4. Bahan penurun daya racun dan
menaikkan daya larut obat obatan..
5. Bahan kombinasi untuk memperpanjang
kerja hormon dan antibiotika.
6. Bahan pelapis perban untuk menyerap
kotoran dan jaringan yang rusak atau
hancur sehingga luka tetap bersih dan
cepat sembuh.
7. Bahan hemostatik, oral atau injeksi
untuk mencegah pendarahan.

METODOLOGI

Prosedur Penelitian
Isolasi Pektin
a. Penyediaan Sampel
Untuk sampel diambil kulit jeruk bali
selanjutnya kulit jeruk tersebut dibersihkan
kemudian dikeringkan dibawah sinar
matahari selama 3 hari. Kulit jeruk yang
telah kering kemudian dicincang dan
dihaluskan.
b. Ekstraksi Sampel
Sebanyak 50 gram sampel yang sudah
ditambah air 500 ml lalu ditambahkan
pelarut HCl 0,2 N . Kemudian dipanaskan
pada suhu yang ditentukan (60oC ,70oC,
80oC) selama waktu yang ditetapkan(30 ,
60, 90, 120 menit). Selanjutnya dilakukan
penyaringan dengan menggunakan kain
blacu dan filtrat diambil. Filtrat ini disebut
filtrate pektin.
c. Pengendapan Pektin
Filtrat hasil penyaringan dituang kedalam
gelas beker . Filtrat didinginkan lalu
ditambahkan
alkohol
96%
dengan
perbandingan volume 1:1 dan diendapkan
selama 24 jam. Endapan dipisahkan dari
larutan dengan penyaringan dengan
menggunakan kertas saring dan dicuci lagi
dengan etanol 96% untuk menghilangkan
sisa asam.
d. Gel pektin kemudian dikeringkan dalam
oven pada temperatur 45oC selama 24 jam.
Gel pektin yang telah kering kemudian
ditimbang dan dicatat beratnya.
e. Langkah a d diulang kembali untuk jenis
pelarut asam asetat.

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

Analisa Pektin
a. Yield pektin
Pektin kering yang diperoleh ditimbang
beratnya untuk diketahui banyaknya pektin
yang dapat di ekstraksi.
% yield pektin =
x 100
%
b. Berat Ekivalen ( BE )
Pektin sebanyak 0,5 gram dibasahi 2 ml
etanol 96 % dan dilarutkan didalam 40 ml
aquadest yang berisi 1 gram NaCl. Larutan
hasil campuran ditetesi dengan indikator
fenolftalein sebanyak 5 tetes dan ditritasi
dengan NaOH 0,1 N sampai terjadi
perubahan warna, volume titrasi dicatat.
Untuk menentukan berat ekivalen digunakan
rumus :
Berat Ekivalen =
c. Kadar Metoksil
Larutan netral dari penentuan berat ekivalen (
BE ) ditambah 25 ml larutan NaOH 0,2 N
diaduk dan dibiarkan selama 30 menit pada
suhu kamar pada keadaan tertutup. Kemudian
ditambahkan 25 ml larutan HCl 0,2 N dan
ditetesi dengan fenolftalein sebanyak 5 tetes
kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1
N sampai terjadi perubahan volume titran.
% Metoksil =
x 100 %
d. Kadar Asam Galakturonat
Pengaruh kadar asam galakturonat dihitung
dari mili ekivalen ( mek ) NaOH yang
diperoleh dari penentuan bilangan ekivalen
dan kadar metoksil.
Kandungan asam galakturonat =
x 100 %
e. Kadar Air
0,25 gram sampel dalam cawan porselen
dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC
sampai 105oC selama 3 jam. Kemudian
didinginkan
dan
ditimbang.
Sampel
dipanaskan lagi dalam oven selama 30 menit
lalu didinginkan dan ditimbang.
% Air =

x100 %

f. Kadar Abu
0,25 gram pektin diletakkan dalam crucible +
tutup. Lalu dimasukkan dalam furnace pada
suhu 600oC selama 90 menit, lalu abu
didinginkan sampai temperature kamar dan
ditimbang beratnya.

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

% abu =

x 100 %

g. Derajat esterifikasi
Pengukuran derajat esterifikasi dihitung dari
kadar metoksil dan kadar asam galakturonat
yang dihasilkan.
% Esterifikasi=
x100 %

3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Yield Pektin
Pektin dalam jaringan tanaman terdapat
sebagai protopektin yang tidak larut dalam air
(insoluble) karena berada sebagai garam kalsium
dan magnesium. Oleh karena itu, dilakukan
hidrolisis protopektin dalam air yang diasamkan
untuk mengubah protopektin menjadi pektin
yang bersifat larut dalam air, dimana ion H + pada
air akan menggantikan ion kalsium dan ion
magnesium pada molekul protopektin.
Kandungan ion hidrogen yang lebih
banyak menyebabkan laju hidrolisis protopektin
semakin cepat karena akan menambah seringnya
tabrakan antar molekul molekul yang berarti
kemungkinan tabrakan yang berhasil sehingga
pektin yang diperoleh akan bertambah.
Dari percobaan yang dilakukan, didapatkan
yield pektin yang berbeda beda pada setiap
perlakuan yang diberikan. Pada percobaan ini,
jumlah perlakuan sebanyak 24 sampel dengan
menggunakan tiga variabel yaitu jenis pelarut,
temperatur pemanasan, dan waktu kontak antara
bahan yang di ekstraksi dengan pelarut.
Perbandingan hasil percobaan pada setiap
perlakuan dapat kita dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Yield Pektin Yang Terbentuk dengan
pelarut Asam Klorida
Variabel
Yield Pektin
(% berat kering)
Suhu
Waktu
(0C)
(menit)
60
30
7,8260
60
10,5304
90
13,1786
120
16,1784
70
30
10,6740
60
13,9132
90
16,8544
120
19,2663
80
30
12,5943
60
16,9548
90
21,2986
120
26,6954

Page 5

Tabel 2. Yield Pektin Yang Terbentuk dengan


pelarut Asam Asetat
Variabel
Yield Pektin
(% berat kering)
Suhu
Waktu
(0C)
(menit)
60
30
4,9924
60
10,3732
90
11,9548
120
13,3784
70
30
8,0504
60
9,6096
90
14,8744
120
16,8579
80
30
12,2096
60
15,7628
90
16,6136
120
19,8361
Yield yang dihasilkan dengan perlakuan yang
berbeda akan menghasilkan berat yang berbeda.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa berat pektin kering yang
dihasilkan akan bertambah dengan adanya
kenaikan temperatur pemanasan dan waktu
pemanasan. Sampel terbaik yang didapatkan dari
penelitian
ini
adalah
sampel
dengan
menggunakan pelarut Asam Klorida (HCL)
,waktu pemanasan 120 menit dan temperatur
80oC. Hal ini menunjukkan bahwa telah
tercapainya kondisi maksimum pada proses
ekstraksi.

Berdasarkan grafik di atas ditinjau dari


temperatur pemanasan maka dapat disimpulkan
bahwa yield pektin meningkat seiring dengan
kenaikan temperatur pemanasan . Yield pektin
terbesar dihasilkan pada saat temperatur
pemanasan 80oC dan waktu pemanasan 120
menit
dengan
yield
pektin
sebesar
26,6954%,sedangkan yield pektin terkecil
diperoleh pada saat temperatur pemanasan 60 oC
dan waktu pemanasan 30 menit dengan yield
pektin sebesar 7,8260%.

b. Untuk pelarut CH3COOH


Berdasarkan grafik berikut ini (gambar 6),
ditinjau dari temperatur pemanasan maka dapat
disimpulkan bahwa yield pektin meningkat
seiring dengan kenaikan temperatur pemanasan.
Jika dibandingkan dengan pelarut asam klorida
maka dapat dikatakan bahwa yield pektin yang
dihasilkan mengalami penurunan. Hal ini
disebabkan jenis pelarut yang digunakan
mempengaruhi hasil ekstraksi yang didapatkan.
Semakin tinggi derajat keasaman suatu pelarut
maka yield pektin yang dihasilkan akan semakin
besar.

3.1 Pengaruh Temperatur Pemanasan


Terhadap Yield Pektin
a. Untuk pelarut HCl

Gambar 6. Temperatur Pemanasan Vs Yield


Pektin untuk Pelarut CH3COOH
Berdasarkan grafik di atas dapat ditarik
kesimpulan yield pektin terbesar dihasilkan pada
saat temperatur pemanasan 80oC dan lama waktu
pemanasan 120 menit dengan yield pektin
sebesar
19,8361%,sedangkan yield pektin
terkecil diperoleh pada saat temperatur
pemanasan 60oC dan lama waktu pemanasan 30
menit dengan yield pektin sebesar 4,9924%.
Gambar 5. Temperatur Pemanasan Vs Yield
Pektin untuk Pelarut HCl

Page 6

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

3.2. Penentuan Sifat Fisika dan Sifat Kimia


Pektin yang diperoleh dalam penelitian
memiliki warna kecoklatan dan tidak berbau .
Dalam menentukan sifat fisika dari pektin seperti
kelarutan,
viskositas
dan
kemampuan
membentuk gel biasanya tergantung dari
karakteristik kimia pektin seperti kadar metoksil
dan derajat esterifikasi. Oleh karena itu, pektin
yang dianalisa untuk menentukan sifat sifat ini
adalah pektin yang dihasilkan pada kondisi
optimum dari penelitian ini yaitu sampel dengan
pelarut HCl pada temperatur pemanasan 80oC
dan waktu pemanasan 120 menit. Hasil analisa
sifat sifat pektin dapat dilihat pada tabel berikut
dan perhitungan pada lampiran C.
Tabel 3. Hasil Analisa Sifat Sifat Pektin
Jeruk Bali
No
Sifat
Jumlah
1
Berat Ekivalen
2083,33
2
Kadar Metoksil
8,74 %
Kadar Asam
3
Galakturonat
58,08 %
Berat ekivalen merupakan ukuran
terhadap kandungan gugus asam galakturonat
bebas (tidak teresterifikasi) dalam rantai molekul
pektin (Ranganna, 1977). Nilai berat ekivalen ini
ditentukan berdasarkan reaksi penyabunan gugus
karboksil oleh NaOH. Banyaknya volume NaOH
yang digunakan dalam analisa berbanding
terbalik dengan nilai berat ekivalen. Semakin
besar volume NaOH yang digunakan maka
semakin kecil berat ekivalen yang akan didapat
sehingga jumlah gugus karboksil yang tak
teresterifikasi semakin banyak. Semakin kecil
berat ekivalen maka akan semakin besar kadar
metoksil pektin. Pada hasil analisa, didapat berat
ekivalen pektin jeruk bali (Citrus Maxima)
sebesar 2083.33.
Kadar metoksil pektin memiliki peranan
penting dalam menentukan sifat fungsional
pektin dan dapat mempengaruhi struktur dan
tekstur dari gel pektin (Constenla dan Lozano,
2003). Kadar metoksil merupakan faktor yang
penting dalam penentuan penggunaan pektin
terutama dalam bidang industri pangan. Pektin
banyak digunakan dalam industri pangan karena
pektin
mempunyai
kemampuan
untuk
membentuk gel yang merupakan bahan dasar
pembuatan jelly dan pengawetan buah.
Kemampuan pektin membentuk gel ini
tergantung dari kadar metoksilnya. Berdasarkan
analisa yang dilakukan, didapatkan kadar
metoksil 8,74 %. Pektin yang mempunyai
kandungan metoksil lebih dari 7 % merupakan
pektin bermetoksil tinggi yang dapat membuat
jelly lebih cepat.

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

Asam poligalakturonat merupakan


kerangka
dasar
senyawa
pektin
yang
menggambarkan kemurnian pektin. Semakin
besar kandungan asam poligalakturonat maka
semakin tinggi kemurnian pektin karena semakin
kecil kandungan organik seperti arabinosa,
galaktosa, rhamnosa dan jenis gula lainnya.
Banyaknya kandungan poligalakturonat ini juga
berpengaruh dalam pembentukan gel, karena
semakin banyak kandungan asam galakturonat
maka jaringan tiga dimensi akan semakin kokoh
terbentuk sehingga semakin mampu menjebak
seluruh cairan didalamnya dan berakibat makin
kuatnya gel yang terbentuk. Kandungan asam
galakturonat bervariasi yaitu antara 30 95 %
(Kertez, 1951). Berdasarkan hasil analisa yang
dilakukan
didapatkan
kandungan
asam
galakturonat pada pektin jeruk bali (Citrus
Maxima) sebesar 58,08 %. Hal ini berarti
kemurnian pektin cukup untuk membentuk gel
dengan baik.
Selain analisa sifat sifat fungsional
dari pektin tersebut, penelitian ini juga
menganalisa kadar air, kadar abu dan derajat
esterifikasi. Hasil analisa yang diperoleh dapat
dilihat pada tabel berikut dan perhitungannya
dapat dilihat pada lampiran C.
Tabel 4. Hasil Analisa Pektin Kulit Jeruk Bali
No.
Sifat
Jumlah (%)
1
Kadar Air
14,6
2
Kadar Abu
3,4
3
Derajat
85,44
Esterifikasi
Kadar air menyatakan banyaknya air
yang terdapat dalam pektin. Kadar air bahan
berpengaruh terhadap masa simpan. Kadar air
yang tinggi menyebabkan kerentanan terhadap
aktivitas mikroba. Dari analisa yang dilakukan,
kadar air pektin kulit jeruk bali ini adalah sebesar
14,6 %.
Abu merupakan residu atau sisa
pembakaran bahan organik yang berupa bahan
anorganik. Kadar abu ini menunjukkan masih
ada atau tidaknya komponen anorganik yang
tertinggal di dalam pektin setelah pembakaran.
Komponen anorganik dapat berupa kalsium dan
magnesium
yang
terhidrolisis
bersama
protopektin. Kadar abu berpengaruh pada tingkat
kemurnian pektin. Semakin kecil kadar abu,
maka kemurnian pektin akan semakin baik.
Batas maksimum nilai kadar abu yang diizinkan
yaitu 10 % (Food Chemical Codex, 1996). Dari
hasil analisa untuk pektin kulit jeruk bali (Citrus
Maxima) diperoleh kadar abu sebesar 3,4 % dan
masih memenuhi standar.

Page 7

Derajat
esterifikasi
merupakan
persentase jumlah residu asam D-galakturonat
yang gugus karboksilnya teresterifikasi dengan
etanol (Whistler dan Daniel, 1985). Semakin
tinggi derajat esterifikasi maka kemampuan
pembentukan gel semakin baik. Dari hasil
analisa, pektin kulit jeruk bali (Citrus Maxima)
memiliki derajat esterifikasi sebesar 85,44 %.

`3.3 Standar Pektin Komersial


Pektin yang diproduksi pada industri
kimia sebagai zat aditif memiliki standarisasi.
Terdapat beberapa hal yang diperhatikan
sehubungan dengan standar pektin komersial
yaitu kadar air, kadar metoksil, dan kadar asam
galakturonat.

Tabel 5. Standar Pektin Komersial


International Specification

EU

WHO

FDA

USP

IPPA

Kadar Air

Max 12%

Max 12%

Max 12%

Max 10%

Max 12%

Kadar Asam Galakturonat

Min 65%

Min 65%

Min 65%

Min 74%

Min 65%

Kadar Metoksil

Min 6.7%

Sumber: Herbstreith & Fox

4.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka ditarik


disimpulkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Yield pektin yang didapatkan semakin
meningkat seiring dengan bertambahnya
waktu pemanasan.
2. Yield pektin yang diperoleh dari penelitian
semakin besar seiring dengan bertambahnya
temperatur pemanasan.
3. Persen yield pektin lebih besar dihasilkan
dengan pelarut asam klorida dibandingkan
dengan pelarut asam asetat. Hal ini
disebabkan semakin tinggi derajat keasaman
pelarut yang digunakan maka yield pektin
yang diperoleh semakin besar.
4. Pektin dari buah jeruk bali (Citrus Maxima)
yang diperoleh dari penelitian pada kondisi
optimum (temperatur 80oC,waktu pemanasan
120 menit, pelarut HCl) memiliki berat
ekivalen 2083,33 , kadar metoksil sebesar
8,74 %, kadar asam galakturonat sebesar
58,08 %, kadar air sebesar 14,6 %, kadar abu
sebesar 3,4 % dan derajat esterifikasi sebesar
85,44 %.

DAFTAR PUSTAKA
Bernard. 2005. Pembudidayaan Jeruk di pot
dan di kebun. Agromedia Pustaka :
Jakarta.
Food

Chemical Codex.
http://arjournals.annual

1996.

Pektins.

Kertesz, Z. I.,(1951), The Pectic Substances,


Interscience Publisher Inc., New York.
Muhidin, dudung. 2003. Agroindustri Papain
dan Pektin. Penebar Swadaya : Jakarta.
Pigman, W. W. 1946. Advance In Carbohydrat
Chemistry, Vol. 2. London Academic
Press.
Othmer, Kirk, 1967, Encyclopedia of Chemical
Technolog,Edisi 2, vol 14, John Wiley
and Sons, Inc.
Rati dan Ria. 2007. Ekstraksi Pektin dari Umbi
Wortel. Laporan Penelitian Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Sriwijaya.
Wong, Dominic W. S. 1989. Mechanisme and
Theory in Food Chemistry. New York
Van nostrad Reinhold.

Page 8

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

Anda mungkin juga menyukai