Anda di halaman 1dari 18

Kapita Selekta

Teknik Geofisika, FTSP

SURVEI

MIKROTREMOR DENGAN MENGGUNAKAN METODA HORIZONTAL-VERTICAL


SPECTRAL RATIO UNTUK MENGUKUR BESAR KETEBALAN LAPISAN SEDIMEN DI
DAERAH MUD VOLCANO LUNPUR SEDATI
Hafidz Dezulfakar, Alif Prabawa. A, Bagas Aryaseta, Yosar Fatahillah, Djuan Rochman G.N.R 1

Abstrak
Sidoarjo sebagai suatu kabupaten yang pesat akan pembangunan memiliki karakteristik yang cukup unik.
Yakni banyaknya ditemukan keterdapatan gunung lumpur (mud volcano). Salah satu konsekuensi dari
perkembangan ini adalah banyaknya pembangunan infrastruktur beserta gedung-gedung. Dalam proses
pembangunan ini, ketebalan sedimen merupakan bagian yang perlu diperhatikan. Tujuan dari penelitian
ini adalah menentukan ketebalan sedimen menggunakan frekuensi pada perbandingan spektra rekaman
mikrotremor. Teknik perbandingan spektra yang digunakan untuk menganalisis rekaman ambient noise
pada penelitian ini, yaitu dengan menggunakan teknik Nakamura (H/V). Hasil dari penelitian ini berupa
profil penampang melintang yang menunjukkan struktur sedimen bawah permukaan daerah lumpur
sedate. Hanya beberapa lokasi menunjukkan amplitudo spectra berbentuk nyata yang mencirikan adanya
kontras impedansi yang besar. Pada beberapa titik pengukuran terdapat beberapa puncak yang
menandakan adanya beberapa kontras impedansi pada lapisan bawah permukaan. Berdasarkan hasil
pengolahan data, frekuensi natural yang didapatkan berkisar dari 0,8 hingga 16,8 Hz. Peningkatan
frekuensi natural terjadi seiring dengan menurunnya ketebalan lapisan diatas lapisan basement. Analisa
terhadap data menunjukkan bahwa parameter frekuensi natural dan nilai amplifikasinya sedikit bervariasi
untuk daerah sekitar lumpur Sedati. Hal ini terjadi karena adanya variasi lateral kedalaman sedimen
dan/atau adanya variasi pada tipe batuan yang ada.
Kata Kunci: Mikrotremor, Mikrozonasi, HVSR, Frekuensi Natural

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Mud Volcano
1 Teknik Geofisika, ITS

1.3
Lumpur vulkanik atau Mud
Volcano telah menjadi fenomena yang
cukup populer didiskusikan, terutama pasca

Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP

terjadinya tragedi lumpur siodarjo- lumpur


lapindo. Adapun, hingga kini fenomena
tersebut masih diperdebatkan sebabsebabnya.
1.4
1.5
Gunung lumpur merupaan
fenomena yang erat kaitannya dalam setting
tektonik aktif Lumpur gunung berapi jangka
mengacu pada ekspresi topografi alami
gunung berapi berbentuk kerucut formasi
yang dibuat oleh geologis diekskresikan
sedimen cair dan fragmen tanah liat
berukuran, cairan dan gas. Bahan
dikeluarkan sering bubur lumpur padatan
tersuspensi halus dalam cairan yang
mungkin termasuk air dan hidrokarbon
cairan. Sebagian besar gas yang dilepaskan
adalah metana, dengan beberapa karbon
dioksida dan nitrogen. (Mazzini et al. 2009
dan Istadi et al. 2009).
1.6
1.7 Penggunaan Mikrotremor
1.8
Banyak kasus gempabumi

bergantung pada kondisi topografi dan


geologi permukaan. Salah satu metode yang
digunakan untuk pemetaan daerah rawan
kerusakan akibat gempabumi (seismic
microzonation) adalah metode yang
memanfaatkan survey mikrotremor untuk
melihat bagaimana pengaruh adanya
siteeffect dan soft soil terhadap bangunan di
suatu daerah (Irjan dan Bukhori, 2011).
1.9
Mikrozonasi akan dapat
menjelaskan
nilai-nilai
kerentanan
gempabumi yang ada pada setiap lokasi.
Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk
memetakan mikrozonasi gempabumi pada
daerah penelitian dan penelitian ini baru
pertama kalinya dilakukan. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui hubungan nilai
amplifikasi dan frekuensi natural terhadap
kondisi geologi daerah penelitian sehingga
mikrozonasi gempabumi dapat menjelaskan
nilai kerentanan gempabumi pada masingmasing daerah.
1.10

Gambar 1.1 Kiri: Proses terjadinya subsidence atau peruntuhan akibat terdapatnya lapisan tanah yang
rentan. Kanan: Penampang seimik pada daerah terjadinya mud volcano ditandai dengan terdapatnya
daerah low velocity (sedikit buram) yang bentuknya menyerupai mangkuk, dan disertai patahanpatahan di bagian sayap (flank) -nya

menunjukkan bahwa tingkat kerusakan yang


ditimbulkan suatu gempabumi sangat

Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP

1.11 Ketebalan Lapisan Sedimen


1.12 Ketebalan sedimen merupakan suatu
bagian yang perlu diperhatikan dalam
penentuan lokasi pembangunan, karena
akan berpengaruh terhadap ketahanan
dan keamanan bangunan nantinya.
Sidoarjo sendiri merupakan salah satu
kota yang sedang berkembang pesat
sehingga dibutuhkan informasi geofisika
yang
berhubungan
dengan
lingkupgeoteknik dalam perencanaan
infrastruktur kota seperti jalan, jembatan,
perumahan dll. Untuk mengamati
karakteristik dinamika tanah dapat
ditinjau dari penjalaran gelombang.
Beberapa parameter fisis yang dapat
dilihat dari penjalaran gelombang
tersebut adalah kecepatan gelombang,
variasi amplitude, perioda gelombang
serta frekuensi natural. (Nakamura,
1989)
1.13
1.14 BAB 2
1.15 DASAR TEORI
1.16
1.17 2.1 Geologi Regional
1.18
1.19 2.1.1 Fisiografi Regional
1.20
1.21 Bemmelen (1949) mengelompokkan
jawa timur menjadi empat zona yaitu,
zona Rembang Madura, zona
Kendeng, busur vulkanik saat ini, dan
zona Pegunungan Selatan. Zona
Rembang Madura merupakan zona
yang terdiri atas endapan laut dangkal,
sedimen klastik, dan batuan karbonat
(Buranda, 1999). Zona ini merupakan
punggunan terlipat dan membentuk
antiklinorium memanjang arah barat
timur mulai dari Purwodadi, Jawa

Tengah dan berakhir di pulau Madura.


Sama seperti Zona Rembang Madura,
Zona
Kendeng
juga
merupakan
antiklinorium memanjang mulai dari
Semarang hingga Surabaya. Zona ini
terbentuk dari volkanogenik dan
sedimen plagik. Lokasi penelitian
Lumpur Sedati terdapat pada Zona
Kendeng Timur. Busur saat ini atau
busur vulkanik berada di bagian tengah
Jawa Timur yang merupakan zona
jajaran gunung api aktif mulai dari barat
hingga ke timur (Gunung Slamet,
Sindoro, Merapi, Kelud, Semeru hingga
Gunung Ijen). Zona Pegunungan Selatan
memanjang dari barat ke timur mulai
dari Wonosari, Yogyakarta hingga
daerah Blambangan, Jawa Timur. Zona
ini
terbentuk
dari
siliklastik,
volkaniklastik, volkanik, dan batuan
karbonat.
1.22
1.23 2.2 Sesar pada Daerah Penelitian
1.24 Lumpur Sedati merupakan mud
volcano yang terletak pada lintasan
patahan
Watukosek,
yang
juga
merupakan sumber dari semburan
lumpur Sidoarjo, Gunung Anyar, dan
Karang Anyar. Patahan Watukosek ini
memiliki lintasan dari barat daya timur
laut dari komplek Arjuno Welirang
Argopuro yang terletak 50km selatan
dari lumpur Sidoarjo hingga menuju
Selat Madura. Para ahli menyebut bahwa
gempa Yogya 27 Mei 2006 merupakan
pemicu erupsi lumpur Sidoarjo, diduga
gempa tersebut memicu reaktivasi
patahan
Watukosek.
Reaktivasi
menyebabkan patahan bergerak, dan
menimbulkan rekahan.
1.25

Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP

1.26 2.3 Mud Volcano


1.27 Meskipun mud volcano ini terjadi di
seluruh
dunia,
namun
distribusi
geografinya menunjukkan bahwa mud
volcano merupakan suatu rangkaian
peristiwa yang terjadi di daerah batas
lempeng aktif dimana tekanan tektonik
menyebabkan terbentuknya aliran fluida,
gas, dan lumpur (Erni, 2008). Lebih dari
1000 mud volcano terdapat di daerah
pantai dan umumnya terkonsentrasi
1.28 disepanjang jalur pegunungan aktif,
seperti Himalaya Alpine (Dimitrov,

2002).
1.29
Gambar
2.3
Lintasan
Watukosek (Zaenuddin, 2007).

patahan

1.30
1.31 Mud volcano, yang terbentuk oleh
proses
tektonik
terjadi
akibat
peningkatan tekanan di daerah kompresi
atau oleh pematangan dan hilangnya gas
secara cepat oleh timbunan sedimen
yang kaya akan zat organit (Milkov,
2000., Kopf and Behrmann, 2000.,
Flower et al. 2000., Kopf 2002).

1.32
1.33 Berdasarkan studi daerah,
mud volcano Lumpur Sedati terjadi pada
daerah sumbu antiklin. Disekitar lokasi
penelitian terdapat mud volcano Pulungan
dan Karang Anyar yang berlokasi di antiklin
Pulungan. Sedangkan mud volcano Gunung
Anyar berada pada antiklin Gunung Anyar.
Daerah ini termasuk kedalam cekungan
busur belakang Jawa Timur yang telah
mengalami fase kompresi sejak jaman
Miocene.
1.34
1.35 Selama jaman Pleitocene
daerah ini berubah bentuk dari cekungan
laut dalam ke keadaan geologi Jawa Timur
yang ada hingga saat ini.
1.36
1.37 2.4 Analisis Mikrotremor
1.38 Mikrotremor merupakan getaran
tanah selain gempa bumi, bias berupa
getaran akibat aktivitas manusia maupun
aktivitas alam. Mikrotremor bias terjadi
karena getaran akibat orang yang sedang
berjalan, getaran mobil, getaran mesinmesin pabrik, getaran angina, gelombang
laut atau getaran alamiah dari tanah
(Tokimatsu, 1995).
1.39
1.40 2.4.1 Metode HVSR
1.41 Metode Horizontal to Vertical
Fourier Amplitude Spectral Ratio atau
dikenal juga sebagai HVSR pertama kali
diperkenalkan oleh Nakamura (1989),
metode ini digunakan untuk mengestimasi
frekuensi naturan dan amplifikasi geologi
setempat
dari
data
mikrotremor.
Perkembangan selanjutnya, metode ini
mampu
untuk
mengestimasi
indeks
kerentanan tanah dan indeks kerentanan

Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP

bangunan (Sato et al., 2008; Triwulan et al.,


2010).
1.42
1.43 Metode HVSR ini merupakan
metode yang efektif, murah dan ramah
lingkungan yang dapat digunakan pada
wilayah permukiman. Metode HVSR
biasanya digunakan pada seismik pasif
(mikrotremor) tiga komponen.
1.44 Parameter yang krusial dari metode
HVSR ialah frekuensi natural atau f0
dan amplifikasi. HVSR yang terukur
pada tanah bertujuan untuk karakterisasi
geologi setempat, frekuensi natural dan
amplifikasi berkaitan dengan parameter
fisik bawah permukaan (Herak, 2008).
1.45
1.46 Berkaitan dengan HVSR
untuk karakterisasi geologi local, perlu
diketahui
parameter-parameter
bawah
permukaan yang mempengaruhi frekuensi
natural (f0) dan amplifikasi. Hal ini
mempunyai tiga tujuan. Pertama, interpretasi
mikrozonasi dengan HVSR dapat dilakukan
secara tepat. Kedua, mengetahui penyebab
kerusakan akibat gempa dapat diketahui
secara pasti. Ketiga, sebagai pertimbangan
dalam mengekstraksi parameter bawah
permukaan dengan kurva HVSR.Ditinjau
darit eorinya, persamaan HVSR untuk
getaran terukur di permukaan dinyatakan:
1.47
1.48 .........
(3.1)
1.49

1.50 Metode analisis HVSR yang


dikembangkan oleh Nakamura (1989),
dimana metode ini menghitung rasio
spectrum fourier dari sinyal mikrotremor
komponen horizontal terhadap komponen
vertikalnya. Hasil analisis HVSR akan
menunjukkan suatu puncak spectrum pada
frekuensipre dominan (Nakamura, 1989).
Frekuensi dominan (fo) dan factor
amplifikasi (A) yang menggambarkan
karakteristik dinamis tanah dihasilkan dari
analisis HVSR (Nakamura et al., 2000).
1.51
1.52 Hasil pengolahan HVSR
berupa kurva HVSR seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.5 berikut :
1.53
2.4.2 Mikrozonasi
1.54 Mikrozonasi mikrotremor adalah
suatu
proses
pembagian
area
berdasarkan
parameter
tertentu,
karakteristik yang dipertimbangkan
antara lain adalah getaran tanah, faktor
penguatan (amplifikasi) dan periode
dominan. Secara umum, mikrozonasi
mikrotremor dapat dikatakan sebagai
proses
untuk

memperkirakan respond an
tingkah laku dari lapisan tanah atau
sedimen terhadap adanya gempa bumi.
1.55
1.56 Gambar 2.5 kurva HVSR
1.57

Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP

1.58 2.4.3 Perhitungan Ketebalan


Lapisan
Sedimen
1.59 Perhitungan
ketebalan
sedimen dimulai dengan mencari nilai Vs30
dari USGS, sesuai dengan lokasi penelitian,
f0 atau frekuensi natural dari pengukuran
mikrotremor,
dan
persamaan
untuk
menghitung ketebalan lapisan sedimen yaitu
:

1.60

h=

Vs 30
4 f 0 .........(3.2)

1.64
1.65

1.61
1.62 BAB 3
METODOLOGI
1.63
3.1 Flow Chart Penelitian

1.66 Hasil pengukuran


mikrotremor di lapangan mendapatkan data
getaran tanah
1.67
1.68 Gambar 3.3 Data trace mikrotremor
3 komponen dalam domain waktu
1.69
1.70 fungsi waktu. Data ini tercatat dalam
3 komponen, yaitu komponen vertikal,
utara-selatan, dan barat-timur. Data
mentah ini tidak dapat langsung diolah
karena masih dalam format bin dan
harus
diubah
ke
format
sg2
menggunakan perangkat lunak seg2conv.
1.71
1.72 Pengolahan
data
menggunakan software Easy HVSR, data
dibagi dalam beberapa window (20-50
detik). Berdasarkan SESAME European
Research Project (2004), disarankan pada
penentuan panjang window memiliki
minimal persyaratan lw=10/fo, dalam hal ini
lw adalah panjang window dan fo adalah
frekuensi resonansi, sehingga memiliki
minimal 10 cycle signifikan pada masingmasing window.

1.73

1.74

Gambar 3.4 Trace dengan window


yang telah diseleksi

Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP

1.88

1.75
1.76 Masing-masing
window
dikenai transformasi fourier sehingga
diperoleh spektrum fourier untuk masingmasing komponen. Tranformasi fourier ini
berfungsi untuk mengubah domain time
pada trace menjadi domain frekuensi. Selain
transformasi Fourier . Selain transformasi
fourier, smoothing juga dilakukan pada data
dengan mengunakan Konno dan Ohmachi
(1998) dengan koefisien bandwith sebesar
40 (Persamaan 3.1).

[(

( )) ]
(f )=
f
log
10
(
[( fo )) ]
sin log10

1.77

f
fo

1.89

Gambar 3.4 Rata-rata spectrum H/V


1.90 Prosedur pengolahan data

1.91
1.92 mikrotremor menggunakan metode
analisis HVSR.
Hasil keluaran
perangkat lunak Easy HVSR berupa
rara-rata spektrum mikrotremor. Dari
spektrum ini dapat diketahui nilai
frekuensi resonansi (fo) dan faktor
amplifikasi (A) di lokasi pengukuran.
1.93
1.94

......

(3.3)
1.78
1.79 dengan:
1.80 Wp(f) = fungsi pembobotan
1.81 f
= frekuensi
1.82 fo
= frekuensi pusat yang
dihaluskan
1.83 b
= koefisien bandwith
1.84
1.85 Spektrum
fourier
komponen
horizontal (barat-timur dan utara selatan)
dirata-ratakan menggunakan akar ratarata kuadrat (persamaan 3.2), selanjutnya
dibagi
dengan
spektrum
fourier
komponen vertikal dalam kawasan
frekuensi hingga diperoleh rata-rata
spektrum H/V.
1.86
1.87 ....... (3.2)

1.95 Gambar 3.5 Kurva H/V untuk


mendapat nilai Frekuensi Natural
1.96
1.97 Selain itu kurva HVSR perlu
juga
untuk
dievaluasi
kriterianya
berdasarkan SESAME European Project.
Evaluasi ini menetukak kriteria realibity
kurva H/V dan juga peak H/V tersebut.
Sehingga nilai frekuensi natural yang
dihasilkan benar-benar berasal dari data
yang reliable.

Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP

1.98

1.100
1.101 Selanjutnya dilakukan perhitungan
kedalaman bedrock atau ketebalan
lapisan sedimen dengan menggunakan
persamaan berikut:

1.99 Gambar 3.6 Kriteria realibity kurva


H/V berdasarkan SESAME European
Project
1.105

1.102
.....................................
...(3.4)
1.103
1.104 Nilai ketebalan sedimen didapat dari
membagi kicepatan gelombang sekunder
pada kedalaman 30m yang didapat dari
website USGS yang mencakupi daerah
penelitian dengan empat kali frekuensi
natural
hasil
pengukuran
mikrotremornya

1.106 BAB IV

1.107 Hasil dan Analisa


1.108
1.109 Setelah dilakukan pengolahan dengan menggunakan Easy HVSR dan Geopsy
didapat 20 data dengan frekuensi predominan 0.5 Hz - 14.4 Hz. Berikut hasil tampilan kurva
HVSR dengan menggunakan dua perangkat lunak:
1.110 Titik 1
1.111

1.112 Window : 46
1.113 f0 : 0.729
1.114

Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP

1.115 Titik 2
1.116

1.117 Window : 15
1.118 f0 : 0.8

1.119 Titik 3
1.120

1.121 Window : 36
1.122 f0 : 0.8

1.123 Titik 4
1.124

1.125 Window : 40
1.126 f0 : 1.14

Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP

1.127 Titik 5
1.128

1.129 Window : 86
1.130 f0 : 1.7

1.131 Titik 6
1.132

1.133 Window : 52
1.134 f0 : 9.59

1.135 Titik 7
1.136

1.137 Window : 75
1.138 f0 : 14.003

Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP

1.139 Titik 8
1.140

1.141 Window : 78
1.142 f0 : 7.29

1.28
1.29

Titik 9

1.3 Window : 63
1.30 Window : 63
1.4 f0 : 0.681
1.31 f0 : 12.205

Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP

1.32
1.33

Titik 10

1.34
1.35

Window : 49
f0 : 12.632

1.36
1.37

Titik 11

1.38
1.39

Window : 40
f0 : 0.5

1.40
1.41

Titik 12

1.42
1.43

Window : 42
f0 : 0.781

Tabel 1. Hasil pengolahan kurva H/V dari 20 titik dengan menggunakan dua perangkat lunak.

1.1 Titik 13
1.2

Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP

1.44

1.45

1.47

1.46
1.48
1.49

Titik 20

1.144

4
Window : 43
f0 : 0.808

.1 Pembahasan dan Analisa Kuantitatif


1.145 Dari hasil keseluruhan data dapat dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan bentuk
kurva HVSR dan nilai f0.
1.146
1.147 Kategori I (Pertama)
1.148 Kategori pertama yaitu kurva HVSR dengan
1.149
1.150
1.151
1.152
1.153
1.154 puncak frekuensi pada kisaran 0.5 Hz 0.8 Hz memiliki bentuk yang sama, nilai H/V
yang lebar pada awal data dan menyempit pada akhir data seperti yang dapat dilihat pada
Gambar 4.4. Area pengukuran juga memiliki karakteristik yang sama pada titik 1, 2, 3, dan
11. Menurut petunjuk SESAME kurva H/V tersebut merupakan hasil pengukuran pada
natural soil.
1.155

Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP

Gambar 4.1 Kurva dan nilai f0 yang sama pada 4 titik yang
berbeda, kurva menunjukkan adanya kesamaan geologis.

Gambar 4.2 Kurva dan nilai f0 yang termasuk dalam kategori


1.156
kedua, dengan puncak frequency antara 7 Hz 16 Hz.

Kategori II (Kedua)
1.157 Kategori kedua yaitu kurva dengan nilai H/V yang rendah pada awal data dan H/V yang
tinggi pada akhir data. Kurva HVSR ini memiliki puncak frequency antara 7 Hz 16 Hz.
Berdasarkan kondisi geologis lokasi pengukuran, titik 6 10 dan 15 19 berada di pinggir
pusat semburan, kurva dengan karakteristik tersebut menandakan adanya lapisan yang tipis
pada permukaan (El Hadi Oubaiche, et al. 2012), hal tersebut didukung oleh pernyataan
bahwa data mikrotremor dengan frequency lebih tinggi dari 10Hz menandakan adanya
lapisan yang tipis pada permukaan (Yoshihiro Sawada, et al. 2004). Walaupun demikian, data
dengan f0 diatas 10 Hz tidak digunakan karena frequency mikrotremor maksimal hanyalah
10 Hz.
1.158 Data yang tidak masuk dalam 2 kategori tersebut memiliki karakteristik sendiri
pada bentuk kurva HVSR dan frekuensi predominannya. Titik 4 memiliki kemiripan seperti pada
kategori 2, hanya saja data tersebut memiliki banyak noise angin dan rumput sehingga data tidak

Gambar 4.3 Lokasi pengukuran titik 12, selain pada titik tersebut kondisi seperti ini banyak ditemukan pada
daerah dengan kurva HVSR kategori 2

Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP

Gambar 4.4 Peta kontur ketebalan sedimen pada daerah gunung lumpur Sedati, Sidoarjo (atas) dan slicing garis AB dan CD (bawah)
yang menunjukkan kondisi di bawah permukaan.

memiliki peak maupun bentuk yang jelas. Titik 5 merupakan satu-satunya titik dengan clear
peak, diduga daerah pengukuran tidak dalam satu geologis dengan mud volcano.
1.159
1.160 Titik 12 memiliki ciri yang hampir sama dengan kategori 2, hanya saja frekuensi
yang dimiliki berbeda jauh (0.781 Hz) dengan frekuensi yang ada pada kategori 2 hal tersebut
diduga karena lokasi pengukuran merupakan tanah yang retak dan terpecah sehingga getaran
vertikal yang ditangkap tidak terlalu besar. Sedangkan, data yang berada dekat dengan pusat
semburan (13 dan 14) memiliki kurva HVSR yang hampir sama, dengan jarak H/V 4 8 dan

Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP

frekuensi 0,6 Hz dan 0,8 Hz. Frekuensi yang rendah tersebut diduga merupakan pengaruh dari
kedalaman lapisan pada pusat semburan.
1.161

Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP

Tabel 2. Data yang digunakan untuk perhitungan ketebalan sedimen ditandai dengan warna biru muda,.

1.162 Dari 20 titik pengukuran, tidak seluruhnya dipakai untuk perhitungan kedalaman
sedimen. Data mikrotremor yang valid hanyalah data dengan frekuensi natural (f 0) < 10 Hz dan
amplifikasi (A) > 2. Data yang memenuhi persyaratan tersebut hanya 9 dari 20 titik, sedangkan 7
titik tidak terpakai akibat frekuensi natural yang dimiliki pada titik tersebut berada diatas 10 Hz
dan 4 titik memiliki amplifikasi dibawah 2. Pada Tabel 2 dapat dilihat data yang tidak digunakan
berwarna kuning (akibat frekuensi natural) dan berwarna merah muda (akibat amplifikasi).
1.163 BAB V
1.164 KESIMPULAN
1.165 Dari pengukuran mikrotremor yang dilakukan pada daerah gunung lumpur Sedati,
Sidoarjo. Kesimpulan yang dapat diambil adalah:
1. Lama pengukuran pada daerah gunung lumpur sebaiknya dilakukan lebih dari 40 menit
seperti pada titik 2, 3, 11, 13, dan 14 untuk mendapatkan data yang reliable dan jelas.
2. Data dengan A0<2 dan f0>10Hz tidak dapat digunakan untuk mencari ketebalan lapisan
sedimen, agar model sesuai dengan kondisi geologis. Pada kasus lumpur Sedati, ketebalan
lapisan sedimen searah dengan arah patahan watukosek.
3. Dari hasil perhitungan HVSR, ketebalan lapisan sedimen pada lumpur Sedati memiliki
ketebalan 70m.
4. Lokasi pengukuran pada titik 5 sudah diluar area gunung lumpur Sedati, hal tersebut
dibuktikkan oleh ketebalan sedimen yang rendah pada kisaran 40m 30m.
1.166

Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP

1.167 DAFTAR PUSTAKA


1.168 Bindi, D., & et al. (2001). Microtremor H/V spectral ratio in two sediment-filled valleys in
western Liguria (Italy). In P. Augliera, Bollettino di Geofisica Teorica ed Applicata (pp. 305-315).
Italia.
1.169

Buranda. (1998). Geologi Indonesia. Malang: Universitas Negeri Malang.

1.170

Erni. (2008, Juni 12). Retrieved from http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/607/jbptitbpp-gdlerninim202-30342-3-2008ts-2.pdf

1.171

Oubaiche, E. H., & et al. (2012). Experimental Relationship Between Ambient Vibration H/V
Peak Amplitude and Shear-wave Velocity Contrast. In Seismological Research Letters (pp. 10381046).

1.172

Rovelli, A., & et al. (n.d.). Geophysical surveys on basins and topographies: Report and
Findings. Network of European Research Infrastructures for Earthquake Risk Assessment and
Mitigation.

1.173

Sawada, Y., & et al. (2004). APPLICABILITY OF MICROTREMOR H/V METHOD FOR KIKNET STRONG MOTION OBSERVTION SITES AND NOBI PLAIN. 13th World Conference on
Earthquake Engineering. Canada.

1.174

Susilo, A., & Wiyono, S. H. (2012). Frequency Analysis and Seismic Vulnerability Index by
Using Nakamura Methods at a New Artery Way in Porong, Sidoarjo, Indonesia. International
Journal of Applied Physics and Mathematics, 227-230.

1.175

Anda mungkin juga menyukai