Kapsel Format Paper
Kapsel Format Paper
SURVEI
Abstrak
Sidoarjo sebagai suatu kabupaten yang pesat akan pembangunan memiliki karakteristik yang cukup unik.
Yakni banyaknya ditemukan keterdapatan gunung lumpur (mud volcano). Salah satu konsekuensi dari
perkembangan ini adalah banyaknya pembangunan infrastruktur beserta gedung-gedung. Dalam proses
pembangunan ini, ketebalan sedimen merupakan bagian yang perlu diperhatikan. Tujuan dari penelitian
ini adalah menentukan ketebalan sedimen menggunakan frekuensi pada perbandingan spektra rekaman
mikrotremor. Teknik perbandingan spektra yang digunakan untuk menganalisis rekaman ambient noise
pada penelitian ini, yaitu dengan menggunakan teknik Nakamura (H/V). Hasil dari penelitian ini berupa
profil penampang melintang yang menunjukkan struktur sedimen bawah permukaan daerah lumpur
sedate. Hanya beberapa lokasi menunjukkan amplitudo spectra berbentuk nyata yang mencirikan adanya
kontras impedansi yang besar. Pada beberapa titik pengukuran terdapat beberapa puncak yang
menandakan adanya beberapa kontras impedansi pada lapisan bawah permukaan. Berdasarkan hasil
pengolahan data, frekuensi natural yang didapatkan berkisar dari 0,8 hingga 16,8 Hz. Peningkatan
frekuensi natural terjadi seiring dengan menurunnya ketebalan lapisan diatas lapisan basement. Analisa
terhadap data menunjukkan bahwa parameter frekuensi natural dan nilai amplifikasinya sedikit bervariasi
untuk daerah sekitar lumpur Sedati. Hal ini terjadi karena adanya variasi lateral kedalaman sedimen
dan/atau adanya variasi pada tipe batuan yang ada.
Kata Kunci: Mikrotremor, Mikrozonasi, HVSR, Frekuensi Natural
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Mud Volcano
1 Teknik Geofisika, ITS
1.3
Lumpur vulkanik atau Mud
Volcano telah menjadi fenomena yang
cukup populer didiskusikan, terutama pasca
Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP
Gambar 1.1 Kiri: Proses terjadinya subsidence atau peruntuhan akibat terdapatnya lapisan tanah yang
rentan. Kanan: Penampang seimik pada daerah terjadinya mud volcano ditandai dengan terdapatnya
daerah low velocity (sedikit buram) yang bentuknya menyerupai mangkuk, dan disertai patahanpatahan di bagian sayap (flank) -nya
Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP
Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP
2002).
1.29
Gambar
2.3
Lintasan
Watukosek (Zaenuddin, 2007).
patahan
1.30
1.31 Mud volcano, yang terbentuk oleh
proses
tektonik
terjadi
akibat
peningkatan tekanan di daerah kompresi
atau oleh pematangan dan hilangnya gas
secara cepat oleh timbunan sedimen
yang kaya akan zat organit (Milkov,
2000., Kopf and Behrmann, 2000.,
Flower et al. 2000., Kopf 2002).
1.32
1.33 Berdasarkan studi daerah,
mud volcano Lumpur Sedati terjadi pada
daerah sumbu antiklin. Disekitar lokasi
penelitian terdapat mud volcano Pulungan
dan Karang Anyar yang berlokasi di antiklin
Pulungan. Sedangkan mud volcano Gunung
Anyar berada pada antiklin Gunung Anyar.
Daerah ini termasuk kedalam cekungan
busur belakang Jawa Timur yang telah
mengalami fase kompresi sejak jaman
Miocene.
1.34
1.35 Selama jaman Pleitocene
daerah ini berubah bentuk dari cekungan
laut dalam ke keadaan geologi Jawa Timur
yang ada hingga saat ini.
1.36
1.37 2.4 Analisis Mikrotremor
1.38 Mikrotremor merupakan getaran
tanah selain gempa bumi, bias berupa
getaran akibat aktivitas manusia maupun
aktivitas alam. Mikrotremor bias terjadi
karena getaran akibat orang yang sedang
berjalan, getaran mobil, getaran mesinmesin pabrik, getaran angina, gelombang
laut atau getaran alamiah dari tanah
(Tokimatsu, 1995).
1.39
1.40 2.4.1 Metode HVSR
1.41 Metode Horizontal to Vertical
Fourier Amplitude Spectral Ratio atau
dikenal juga sebagai HVSR pertama kali
diperkenalkan oleh Nakamura (1989),
metode ini digunakan untuk mengestimasi
frekuensi naturan dan amplifikasi geologi
setempat
dari
data
mikrotremor.
Perkembangan selanjutnya, metode ini
mampu
untuk
mengestimasi
indeks
kerentanan tanah dan indeks kerentanan
Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP
memperkirakan respond an
tingkah laku dari lapisan tanah atau
sedimen terhadap adanya gempa bumi.
1.55
1.56 Gambar 2.5 kurva HVSR
1.57
Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP
1.60
h=
Vs 30
4 f 0 .........(3.2)
1.64
1.65
1.61
1.62 BAB 3
METODOLOGI
1.63
3.1 Flow Chart Penelitian
1.73
1.74
Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP
1.88
1.75
1.76 Masing-masing
window
dikenai transformasi fourier sehingga
diperoleh spektrum fourier untuk masingmasing komponen. Tranformasi fourier ini
berfungsi untuk mengubah domain time
pada trace menjadi domain frekuensi. Selain
transformasi Fourier . Selain transformasi
fourier, smoothing juga dilakukan pada data
dengan mengunakan Konno dan Ohmachi
(1998) dengan koefisien bandwith sebesar
40 (Persamaan 3.1).
[(
( )) ]
(f )=
f
log
10
(
[( fo )) ]
sin log10
1.77
f
fo
1.89
1.91
1.92 mikrotremor menggunakan metode
analisis HVSR.
Hasil keluaran
perangkat lunak Easy HVSR berupa
rara-rata spektrum mikrotremor. Dari
spektrum ini dapat diketahui nilai
frekuensi resonansi (fo) dan faktor
amplifikasi (A) di lokasi pengukuran.
1.93
1.94
......
(3.3)
1.78
1.79 dengan:
1.80 Wp(f) = fungsi pembobotan
1.81 f
= frekuensi
1.82 fo
= frekuensi pusat yang
dihaluskan
1.83 b
= koefisien bandwith
1.84
1.85 Spektrum
fourier
komponen
horizontal (barat-timur dan utara selatan)
dirata-ratakan menggunakan akar ratarata kuadrat (persamaan 3.2), selanjutnya
dibagi
dengan
spektrum
fourier
komponen vertikal dalam kawasan
frekuensi hingga diperoleh rata-rata
spektrum H/V.
1.86
1.87 ....... (3.2)
Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP
1.98
1.100
1.101 Selanjutnya dilakukan perhitungan
kedalaman bedrock atau ketebalan
lapisan sedimen dengan menggunakan
persamaan berikut:
1.102
.....................................
...(3.4)
1.103
1.104 Nilai ketebalan sedimen didapat dari
membagi kicepatan gelombang sekunder
pada kedalaman 30m yang didapat dari
website USGS yang mencakupi daerah
penelitian dengan empat kali frekuensi
natural
hasil
pengukuran
mikrotremornya
1.106 BAB IV
1.112 Window : 46
1.113 f0 : 0.729
1.114
Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP
1.115 Titik 2
1.116
1.117 Window : 15
1.118 f0 : 0.8
1.119 Titik 3
1.120
1.121 Window : 36
1.122 f0 : 0.8
1.123 Titik 4
1.124
1.125 Window : 40
1.126 f0 : 1.14
Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP
1.127 Titik 5
1.128
1.129 Window : 86
1.130 f0 : 1.7
1.131 Titik 6
1.132
1.133 Window : 52
1.134 f0 : 9.59
1.135 Titik 7
1.136
1.137 Window : 75
1.138 f0 : 14.003
Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP
1.139 Titik 8
1.140
1.141 Window : 78
1.142 f0 : 7.29
1.28
1.29
Titik 9
1.3 Window : 63
1.30 Window : 63
1.4 f0 : 0.681
1.31 f0 : 12.205
Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP
1.32
1.33
Titik 10
1.34
1.35
Window : 49
f0 : 12.632
1.36
1.37
Titik 11
1.38
1.39
Window : 40
f0 : 0.5
1.40
1.41
Titik 12
1.42
1.43
Window : 42
f0 : 0.781
Tabel 1. Hasil pengolahan kurva H/V dari 20 titik dengan menggunakan dua perangkat lunak.
1.1 Titik 13
1.2
Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP
1.44
1.45
1.47
1.46
1.48
1.49
Titik 20
1.144
4
Window : 43
f0 : 0.808
Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP
Gambar 4.1 Kurva dan nilai f0 yang sama pada 4 titik yang
berbeda, kurva menunjukkan adanya kesamaan geologis.
Kategori II (Kedua)
1.157 Kategori kedua yaitu kurva dengan nilai H/V yang rendah pada awal data dan H/V yang
tinggi pada akhir data. Kurva HVSR ini memiliki puncak frequency antara 7 Hz 16 Hz.
Berdasarkan kondisi geologis lokasi pengukuran, titik 6 10 dan 15 19 berada di pinggir
pusat semburan, kurva dengan karakteristik tersebut menandakan adanya lapisan yang tipis
pada permukaan (El Hadi Oubaiche, et al. 2012), hal tersebut didukung oleh pernyataan
bahwa data mikrotremor dengan frequency lebih tinggi dari 10Hz menandakan adanya
lapisan yang tipis pada permukaan (Yoshihiro Sawada, et al. 2004). Walaupun demikian, data
dengan f0 diatas 10 Hz tidak digunakan karena frequency mikrotremor maksimal hanyalah
10 Hz.
1.158 Data yang tidak masuk dalam 2 kategori tersebut memiliki karakteristik sendiri
pada bentuk kurva HVSR dan frekuensi predominannya. Titik 4 memiliki kemiripan seperti pada
kategori 2, hanya saja data tersebut memiliki banyak noise angin dan rumput sehingga data tidak
Gambar 4.3 Lokasi pengukuran titik 12, selain pada titik tersebut kondisi seperti ini banyak ditemukan pada
daerah dengan kurva HVSR kategori 2
Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP
Gambar 4.4 Peta kontur ketebalan sedimen pada daerah gunung lumpur Sedati, Sidoarjo (atas) dan slicing garis AB dan CD (bawah)
yang menunjukkan kondisi di bawah permukaan.
memiliki peak maupun bentuk yang jelas. Titik 5 merupakan satu-satunya titik dengan clear
peak, diduga daerah pengukuran tidak dalam satu geologis dengan mud volcano.
1.159
1.160 Titik 12 memiliki ciri yang hampir sama dengan kategori 2, hanya saja frekuensi
yang dimiliki berbeda jauh (0.781 Hz) dengan frekuensi yang ada pada kategori 2 hal tersebut
diduga karena lokasi pengukuran merupakan tanah yang retak dan terpecah sehingga getaran
vertikal yang ditangkap tidak terlalu besar. Sedangkan, data yang berada dekat dengan pusat
semburan (13 dan 14) memiliki kurva HVSR yang hampir sama, dengan jarak H/V 4 8 dan
Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP
frekuensi 0,6 Hz dan 0,8 Hz. Frekuensi yang rendah tersebut diduga merupakan pengaruh dari
kedalaman lapisan pada pusat semburan.
1.161
Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP
Tabel 2. Data yang digunakan untuk perhitungan ketebalan sedimen ditandai dengan warna biru muda,.
1.162 Dari 20 titik pengukuran, tidak seluruhnya dipakai untuk perhitungan kedalaman
sedimen. Data mikrotremor yang valid hanyalah data dengan frekuensi natural (f 0) < 10 Hz dan
amplifikasi (A) > 2. Data yang memenuhi persyaratan tersebut hanya 9 dari 20 titik, sedangkan 7
titik tidak terpakai akibat frekuensi natural yang dimiliki pada titik tersebut berada diatas 10 Hz
dan 4 titik memiliki amplifikasi dibawah 2. Pada Tabel 2 dapat dilihat data yang tidak digunakan
berwarna kuning (akibat frekuensi natural) dan berwarna merah muda (akibat amplifikasi).
1.163 BAB V
1.164 KESIMPULAN
1.165 Dari pengukuran mikrotremor yang dilakukan pada daerah gunung lumpur Sedati,
Sidoarjo. Kesimpulan yang dapat diambil adalah:
1. Lama pengukuran pada daerah gunung lumpur sebaiknya dilakukan lebih dari 40 menit
seperti pada titik 2, 3, 11, 13, dan 14 untuk mendapatkan data yang reliable dan jelas.
2. Data dengan A0<2 dan f0>10Hz tidak dapat digunakan untuk mencari ketebalan lapisan
sedimen, agar model sesuai dengan kondisi geologis. Pada kasus lumpur Sedati, ketebalan
lapisan sedimen searah dengan arah patahan watukosek.
3. Dari hasil perhitungan HVSR, ketebalan lapisan sedimen pada lumpur Sedati memiliki
ketebalan 70m.
4. Lokasi pengukuran pada titik 5 sudah diluar area gunung lumpur Sedati, hal tersebut
dibuktikkan oleh ketebalan sedimen yang rendah pada kisaran 40m 30m.
1.166
Kapita Selekta
Teknik Geofisika, FTSP
1.170
1.171
Oubaiche, E. H., & et al. (2012). Experimental Relationship Between Ambient Vibration H/V
Peak Amplitude and Shear-wave Velocity Contrast. In Seismological Research Letters (pp. 10381046).
1.172
Rovelli, A., & et al. (n.d.). Geophysical surveys on basins and topographies: Report and
Findings. Network of European Research Infrastructures for Earthquake Risk Assessment and
Mitigation.
1.173
Sawada, Y., & et al. (2004). APPLICABILITY OF MICROTREMOR H/V METHOD FOR KIKNET STRONG MOTION OBSERVTION SITES AND NOBI PLAIN. 13th World Conference on
Earthquake Engineering. Canada.
1.174
Susilo, A., & Wiyono, S. H. (2012). Frequency Analysis and Seismic Vulnerability Index by
Using Nakamura Methods at a New Artery Way in Porong, Sidoarjo, Indonesia. International
Journal of Applied Physics and Mathematics, 227-230.
1.175