7826 Bab III ENERGI PANAS BUMI
7826 Bab III ENERGI PANAS BUMI
Dasar Teori
Panas bumi adalah anugerah alam yang merupakan sisa-sisa panas dari hasil
reaksi nuklir yang pernah terjadi pada awal mula terbentuknya bumi dan alam semesta
ini. Reaksi nuklir yang masih terjadi secara alamiah di alam semesta pada saat ini
adalah reaksi fusi nuklir yang terjadi di matahari dan juga di bintang-bintang yang
tersebar di jagat raya. Reaksi fusi nuklir alami tersebut menghasilkan panas berorde
jutaan derajat Celcius. Permukaan bumi pada mulanya juga memiliki panas yang
sangat dahsyat, namun dengan berjalannya waktu (dalam orde milyard tahun) suhu
permukaan bumi mulai menurun dan akhirnya tinggal perut bumi saja yang masih
panas berupa magma dan inilah yang menjadi sumber energi panas bumi.
Energi panas bumi digunakan manusia sejak sekitar 2000 tahun SM berupa
sumber air panas untuk pengobatan yang sampai saat ini juga masih banyak dilakukan
orang, terutama sumber air panas yang banyak mengandung garam dan belerang.
Sedangkan energi panas bumi digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik baru
dimulai di Italia pada tahun 1904. Sejak itu energi panas bumi mulai dipikirkan secara
komersial untuk pembangkit tenaga Isitrik
Energi panas bumi adalah termasuk energi primer yaitu energi yang diberikan
oleh alam seperti minyak bumi, gas bumi, batubara dan tenaga air. Energi primer ini
di Indonesia tersedia dalam jumlah sedikit (terbatas) dibandingkan dengan cadangan
energi primer dunia. Sebagai gambaran sedikitnya atau terbatasnya energi tersebut
adalah berdasarkan data pada Tabel I. ]
Tabel 1 Cadangan energi primer dunia.
cadangan Minyak Bumi Indonesia 1,1 % Timur Tengah 70 %
Cadangan Gas Bumi
Cadangan Batubara
Sedangkan cadangan energi panas bumi di Indonesia relatif lebih besar bila
dibandingkan dengan cadangan energi primer lainnya, hanya saja belum dimanfaatkan
secara optimal. Selain dari pada itu panas bumi adalah termasuk juga energi yang
terbarukan, yaitu energi non fosil yang bila dikelola dengan baik maka
sumberdayanya relatif tidak akan habis, jadi amat sangat menguntungkan.
Energi panas bumi yang ada di Indonesia pada saat ini dapat dikelompokkan
menjadi:
Gambar 1. Pembangkitan tenaga listrik dari energi panas bumi "uap basah".
Uap basah yang keluar dari perut bumi pada mulanya berupa air panas
bertekanan tinggi yang pada saat menjelang permukaan bumi terpisah menjadi kirakira 20 % uap dan 80 % air. Atas dasar ini maka untuk dapat memanfaatkan jenis uap
basah ini diperlukan separator untuk memisahkan antara uap dan air. Uap yang telah
dipisahkan dari air diteruskan ke turbin untuk menggerakkan generator listrik,
sedangkan airnya disuntikkan kembali ke dalam bumi untuk menjaga keseimbangan
air dalam tanah. Skema pembangkitan tenaga listrik atas dasar pemanfaatan energi
panas bumi "uap basah" dapat dilihat pada Gambar 1.
Energi panas bumi "uap panas" bersifat korosif, sehingga biaya awal
pemanfaatannya lebih besar dibandingkan dengan energi panas bumi jenis lainnya.
Skema pembangkitan tenaga listrik panas bumi "air panas" sistem biner dapat dilihat
pada Gambar 2.
khusus yang memerlukan biaya cukup tinggi. Skema pembangkitan tenaga listrik
energi panas bumi "batuan panas" dapat dilihat pada Gambar 3.
membangunnya
sampai
dengan
mengoperasikannya,
sehingga
pemanfaatan bahan bakar fosil melalui industri petrokimia jelas akan mendatangkan
devisa yang sangat besar.. Atas dasar pemikiran ini maka sebaiknya sumber daya alam
energi fosil difokuskan untuk industri petrokimia, sedangkan kebutuhan energi
dipikirkan dari sumber energi primer lainnya misalnya energi panas bumi.
Grafik 1.
Berdasarkan data yang telah diolah pada Grafik 1 tersebut di atas, tampak
bahwa kebutuhan energi meningkat dari 284,3 juta SBM pada akhir Pelita V menjadi
504,5 SBM pada akhir Pelita VI. Dalam pengamatan tampak juga bahwa konsumsi
energi sektor industri meningkat lebih cepat dibandingkan sektor-sektor lainnya. Hal
ini terlihat dari pangsa konsumsi energi sektor industri meningkat dari 38,0 % pada
akhir Pelita V menjadi 48,6 % pada akhir Pelita Vl.
Grafik 2.
Bila dikaji dari data yang telah diolah melalui Grafik 2 tersebut di atas, tampak
bahwa usaha diversifikasi energi primer telah berhasil menurunkan pangsa pemakaian
minyak bumi dalam usaha memenuhi kebutuhan energi dari 63,7 % pada akhir Pelita
V menjadi 52,3 % pada akhir Pelita Vl. Sedangkan pangsa pemakaian batubara
mengalami kenaikan dari 8,2 % pada akhir Pelita V menjadi 17,5 % pada tahun
1998/99 ini.
Selain dari pada itu, bila dikaji lebih cermat ternyata pemakaian energi panas
bumi yang selama ini sering terabaikan, temyata sudah mulai diperhatikan sebagai
usaha mencukupi kebutuhan energi di Indonesia. Hal ini tampak dari kenyataan
bahwa pada tahun 1994/95 (akhir Pelita V) pangsa energi panas bumi hampir tak
berarti hanya sekitar 0,6 % saja dari seluruh pemenuhan kelzutuhan energi, akan
tetapi pada tahun 1998/99 pangsa energi panas bumi telah naik hampir 3 kali lipat
menjadi 1,7 %. Keadaan ini sudah barang tentu sangat memberikan harapan bagi
pengembangan energi panas bumi pada masa mendatang.
908
3.500
30.000
Italia
421
455
800
Filipina
443
1.726
4.000
Jepang
68
218
6.900
48.000
Selandai Baru
192
203
282
352
Meksiko
78,5
218
1.000
10.000
Islandia
2,5
64
150
500
Rusia
5,7
Turki
0,5
0,5
400
1.000
China
50
200
Indonesia
2,3
32,3
3.500
Argentina
20
Kanada
10
Spanyol
25
200
Jumlah
1.288,5
2.520,5
14.895,3
97.752
9.562
Jawa
5.331
Sulawesi
1.300
Nusa Tenggara
200
Maluku
100
Irian Jaya
165
Jumlah Kesuluruhannya
16.658
Apabila dilihat dari Tabel 2 tampak bahwa pemanfaatan energi panas bumi di
Indonesia pada tahun 1985 baru 32,3 MW, sedangkan menurut data terakhir sampai
dengan tahun 1997 energi panas bumi yang sudah dimanfaatkan mencapai 305 MW.
Dalam waktu sekitar 10 tahun telah terjadi kenaikan kurang lebih 10 kali, suatu
kenaikan yang cukup optimis dalam hal pemanfaatan energi panas bumi. Padahal
pemanfaatan yang mencapai 305 MW pada tahun 1997 tersebut baru 1,83 % dari
potensi energi panas bumi yang ada.
Pangsa pemanfaatan energi panas bumi 1,83 % dari total potensi yang tersedia
sudah barang tentu masih sangat kecil. Oleh karena itu kemungkinan untuk
menaikkan pangsa pemanfaatan energi panas bumi masih sangat terbuka lebar,
dengan kata lain bahwa prospek pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia masih
sangat menguntungkan bagi para penanam modal yang akan bergerak dalam bidang
energi panas bumi. Hal ini terbukti dengan akan dibangunnya lagi 4 unit berkekuatan
55 MW di Gunung Salak Jawa Barat, suatu proyek patungan antara Pertamina dan PT
Unocoal Geotherrnal Indonesia. Proyek-proyek berikutnya sudah barang akan segera
disusul oleh penanam modal lainnya, mengingat bahwa kebutuhan energi di Indonesia
yang terus meningkat.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
-
Ir. Endro Utomo Notodisuryo, "VISI ENERGI DALAM PJP II", UGM,
Yogyakarta 1997.
http://www.elektroindonesia.com
10