PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) pada anak merupakan masalah khusus yang berbeda dengan
TB pada orang dewasa. Perkembangan penyakit TB pada anak saat ini sangat pesat.
Sekurang-kurangnya 500.000 anak di dunia menderita TB setiap tahun. Di Indonesia
proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB yang ternotifikasi dalam program
TB berada dalam batas normal yaitu 8-11 %, tetapi apabila dilihat pada tingkat
provinsi sampai fasilitas pelayanan kesehatan menunjukkan variasi proporsi yang
cukup lebar yaitu 1,8 15,9%. TB milier merupakan salah satu bentuk TB yang berat
dan merupakan 3-7% dari seluruh kasus TB dengan angka kematian yang tinggi
(dapat mencapai 25% pada bayi) yang bisa timbul karena tidak terdiagnosisnya TB
pada anak sehingga menjadi berat, atau karena pengobatan yang tidak adekuat
(Kemenkes RI, 2013).
Gejala TB pada anak tidak khas. Penurunan berat badan, lemah, letih. Lesu
merupakan gejala utama TB pada anak. Batuk pada anak jarang merupakan gejala
utama TB pada anak. Beberapa penelitian di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Jakarta didapatkan bahwa gejala pada pasien dengan TB milier adalah demam
(89.5%) berat badan tetap/turun (89,5%), anoreksia (84,2%) dan batuk (73,3%).
Sedangkan di RS. Dr. Soetomo Surabaya, didapatkan pasien TB milier datang dengan
keluhan batuk dan sesak nafas 56%, kejang 19% dan demam lama tanpa penyebab
yang jelas 16% (Kemenkes RI, 2013).
Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan
orang dewasa. Pada TB anak, permasalahan yang dihadapi adalah masalah diagnosis,
pengobatan, pencegahan, serta TB pada infeksi HIV. Gejala TB pada anak seringkali
tidak khas, sehingga sulit untuk menegakkan diagnosanya. Oleh karena itu, pada
referat ini akan dibahas mengenai TB pada anak, terutama TB milier pada anak untuk
memperluas wawasan penyusun dan pembaca mengenai TB milier pada anak.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar biasa menyerang organ paru
disebut TB paru, adapun yang menyerang organ tubuh lain disebut dengan TB
ekstra paru (PPDPI, 2011).
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi bakterial yang disebabkan
oleh mikroorganisme Mycobacterium tuberkulosisyang dapat juga mengenai
organ maupun jaringan lain seperti kulit, mata, kelenjar limfe, tulang, selaput otak
dan organ lainnya. Tuberkulosis paling sering menginfeksi sistem respirasi, baik
berdiri sendiri ataupun bersamaan dengan TB pada organ lain (Wong, 2008). TB
anak merupakan penyakit infeksi yang disebabkan M.tuberkulosis pada anak
berusia < 15 tahun (Garna, 2012).
TB milier merupakan merupakan penyakit limfohematogen sistemik akibat
penyebaran kuman Mycobacterium tuberculosis (M.Tuberculosis) dan komplek
primer yang biasanya terjadi dalam waktu 2 6 bulan pertama setelah infeksi
awal (IDAI, 2009).
B. Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh infeksi kuman (basil) Mycobacterium
tuberculosis.
Organisme
ini
termasuk
ordo
Actinomycetalis,
familia
rentan
terhadap
sinar
matahari
dan
radiasi
sinar
ultraviolet
(Herchline,2013).
C. Patogenesis
Port dentre infeksi TB adalah paru, yaitu sebanyak 98% dari kasus TB.
Ukuran kuman TB yang sangat kecil menyebabkan M.TB dapat mencapai
alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme
imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan
biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan
kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus
berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi
pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer gohn (Depkes
RI ,2008).
M. tb dari fokus primer menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer
terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah
kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang
akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan
antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan
saluran limfe yang meradang (limfangitis) (Depkes RI ,2008).
Stadium inkubasi, biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan
rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh
hingga mencapai jumlah 103 -104 , yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang
respons imunitas seluler. Masa inkubasi merupakan waktu yang diperlukan sejak
masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan
logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi
terhadap
tuberculin,
mengalami
perkembangan
sensitivitas.
Pada
saat
tersebut
ditandai
oleh
terbentuknya
hipersensitivitas
terhadap
dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan
kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup
dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi
penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di
apkes paru disebut sebagai Fokus simon. Kemudian, bila daya tahan tubuh
pejamu menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit
TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain (Kemenkes RI ,
2013).
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh
tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB
secara akut, yang disebut TB diseminata atau biasa dikenal sebagai TB milier. TB
diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya
penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta
frekuensi berulangnya penyebaran (Depkes RI ,2008).
Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun
pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita. Tuberkulosis
milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread dengan jumlah
kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan
mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran
lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed). Secara
patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara
histologi merupakan granuloma.
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama),
biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB
paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB
paru kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB
milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi
primer.
D. Penegakkan Diagnosis
Pada
50%
penderita
terdapat
limfadenopati
superfisial,
d. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive).
e. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain. 6. Diare persisten/menetap
(>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare.
Pada sebagian besar kasus TB tidak dijumpai kelainan fisis yang khas.
Biasanya sesuai dengan keluhan masalah makan dan berat badan. Pada
pemeriksaan antropometri dijumpai gizi kurang dengan grafik berat badan dan
tinggi badan pada posisi di daerah bawah atau di bawah persentil 5. Selain itu,
suhu subfebris dapat ditemukan pada sebagian pasien. Gejala klinis biasanya
timbul akibat gangguan pada paru, yaitu gejala respiratorik seperti batuk dan
sesak nafas disertai rhonchi atau mengi. Pada kelainan paru yang telah lanjut,
timbul sindrom sumbatan alveolar, sehingga dapat dijumpai gejala distress
pernafasan, hipoksia, pneumothoraks dan pneumomediastinum (Rahmi,
2014).
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji tuberkulin
Uji tuberkulin tetap merupakan alat bantu diagnosis TB yang penting
pada anak. Tuberkulin yang tersedia di Indonesia saat ini adalah PPD RT23 2 TU dari Staten Serum Institute Denmark produksi dari Biofarma. Uji
tuberkulin yang negatif belum tentu menunjukkan tidak ada infeksi atau
penyakit TB atau sebaliknya. Uji tuberkulin negatif pada lebih dari 40 %
TB milier. Uji tuberkulin Uji Tuberkulin dilakukan dengan cara Mantoux ;
yaitu penyuntikan 0,1 ml Tuberkulin PPD secara intra kutan di volar
lengan dengan arah suntikan memanjang lengan (longitudinal), reaksi
diukur 48-72 jam setelah penyuntikan. Indurasi transversal diukur dan
dilaporkan dalam mm berapapun ukurannya, termasuk pencantuman 0 mm
jika tidak ada indurasi sama sekali. Interpretasi ;
i.
ii.
Indurasi 0 4 mm
-
Indurasi 5 9 mm
-
iii.
iv.
Indurasi 10 mm
-
Indurasi 15 mm
- Bukan resiko tinggi tertular TB
- Konversi uji tuberkulin menjadi > 15 mm setelah 2 tahun
Uji tuberkulin positif menunjukkan adanya infeksi TB dan
kemungkinan TB aktif (sakit TB) pada anak. Reaksi uji tuberkulin positif
biasanya bertahan lama hingga bertahun-tahun walau pasien sudah
sembuh sehingga uji tuberkulin tidak digunakan untuk memantau
pengobatan TB (IDAI, 2009).
Reaksi uji tuberkulin yang dilakukan secara intradermal akan
menghasilkan hipersensitiviti tipe IV atau delayed-type hypersensitivity
(DTH). Masuknya protein TB saat injeksi akan menyebabkan sel T
tersensitisasi dan menggerakkan limfosit ke tempat suntikan. Limfosit
akan merangsang terbentuknya indurasi dan vasodilatasi lokal, edema,
deposit fibrin dan penarikan sel inflamasi ke tempat suntikan. Reaksi
10
b. Funduskopi
Pada pemeriksaan funduskopi ditemukan choroidal tubercle yang
merupakan ciri khas pada TB milier.
11
foto toraks. Namun gambaran foto toraks pada TB tidak khas karena juga
dapat dijumpai pada penyakit lain. Dengan demikian pemeriksaan foto
toraks saja tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuali
gambaran TB milier (Dirjen P3L, 2013).
Pada TB milier ditemukan Lesi milier dapat terlihat pada foto toraks
dalam waktu 23 minggu setelah penyebaran kuman secara hematogen.
Gambarannya sangat khas, yaitu berupa tuberkel halus (millii) yang
tersebar merata di seluruh lapangan paru, dengan bentuk yang khas dan
ukuran yang hampir seragam (13 mm) (Garna, 2012).
Secara umum, gambaran radiologis yang menunjang TB adalah
i.
ii.
iii.
lateral)
Konsolidasi segmental/lobar
Efusi pleura
12
iv.
v.
vi.
vii.
Milier
Atelektasis
Kavitas , Kalsifikasi dengan infiltrat
Tuberkuloma
d. Sistem Skoring
Penegakkan diagnosis TB pada anak menggunakan sistem skoring
dapat dilakukan jika terdapat keterbatasan dalam sarana diagnostik. Sistem
skoring tersebut dikembangkan diuji coba melalui tiga tahap penelitian
oleh para ahli yang IDAI, Kemenkes dan didukung oleh WHO dan
disepakati sebagai salah satu cara untuk mempermudah penegakan
diagnosis TB anak terutama di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Sistem
skoring ini membantu tenaga kesehatan agar tidak terlewat dalam
mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaan penunjang sederhana
sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya underdiagnosis maupun
overdiagnosis TB (Dirjen P3L, 2013).
13
berikut:
Parameter uji tuberkulin dan kontak erat dengan pasien TB menular
ii.
iii.
skoring.
Pasien dengan jumlah skor 6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB
dan mendapat OAT.
Setelah dinyatakan sebagai pasien TB anak dan diberikan pengobatan
14
Gambar 5. Skoring TB
Kontak dengan pasien pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada bukti
tertulis hasil laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa
diperoleh dari TB 01 atau dari hasil laboratorium.
ii.
15
iv.
i.
Jumlah skor 6
ii.
Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA
positif dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis, maka
dilakukan observasi atau diberi INH profilaksis tergantung dari umur
anak tersebutFoto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada
TB anak
iii.
Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang
meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih
lanjut
iv.
Anak dengan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala
klinis lain, pada fasyankes yang tidak tersedia uji tuberkulin, maka dapat
didiagnosis, diterapi dan dipantau sebagai TB anak. Pemantauan
dilakukan selama 2 bulan terapi awal, apabila terdapat perbaikan klinis,
maka terapi OAT dilanjutkan sampai selesai.
v.
Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat imunisasi BCG
dicurigai telah terinfeksi TB dan harus dievaluasi dengan sistem skoring
TB anak
16
vi.
vii.
viii.
Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan
klinis sebaiknya diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan faktor
penyebab lain misalnya kesalahan diagnosis, adanya penyakit penyerta,
gizi buruk, TB MDR maupun masalah dengan kepatuhan berobat dari
pasien. Apabila fasilitas tidak memungkinkan, pasien dirujuk ke RS.
Yang dimaksud dengan perbaikan klinis adalah perbaikan gejala awal
yang ditemukan pada anak tersebut pada saat diagnosis.
E. Penatalaksanaan
Perbaikan TB milier biasanya berjalan lambat. Respon keberhasilan terapi
antara lain adalah menghilangnya demam setelah 23 minggu pengobatan,
peningkatan nafsu makan, perbaikan kualitas hidup sehari-hari, dan peningkatan
berat badan. Gambaran milier pada foto toraks berangsur-angsur menghilang
dalam 510 minggu, tetapi mungkin juga belum ada perbaikan sampai beberapa
bulan (Dirjen P3L, 2013).
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tatalaksana TB anak adalah
sebagai berikut ;
1. Obat TB diberikan dalam panduan obat, tidak boleh diberikan monoterapi
2. Pemberian gizi yang adekuat
3. Tatalaksana
medikamentosa
terdiri
dari
obat-obatan
dan
profilaksis/
17
18
Dosis harian
10 / 7 - 15
Dosis maksimal
300 mg
Rifampisisn
15/ 10-20
600 mg
Pirazinamid
35/ 30-40
Etambutol
20/ 15-25
Streptomisin
15-40
1000
Sumber ; Petunjuk Klinis tatalaksana TB Anak
1. Rifampisin
Rifampisin
merupakan
obat
semisintetik
Efek samping
Hepatitis,
neuritis
perifer, hipersensitivitas
Gangguan GIT, reaksi
kulit,
hepatitis,
peningkatan enzim hati,
cairan tubuh berwarna
kemerahan
Toksisitas
hepar,
atralgia, gangguan GIT
Ketajaman
mata
berkurang, buta warna
merah
hijau,
hipersensitivitas GIT
Ototoksik, nefrotoksik
derivat
dari
Stretomy
tuberkulosis
jangka
pendek.
Pirazinamid
memiliki
efek
Streptomisin
ini
merupakan
suatu
antibiotik
golongan
20
intramuskular.
Streptomisin
memiliki
efek
bakterisidal,.Efek
samping
Fase
intensif
Fase lanjutan
Prednison
4 HR
2 mg dosis
penuh
kemudian tap
off
TB ringan
Efusi pleura
TB
2 HRZ
TB
BTA 2 HRZE
4 HR
positif
TB Milier
2 RHZ + E 7 10 hari
atau S
Waktu
6 bulan
mg
dosis 9 12 bulan
penuh kemudian
tap off
2 bulan
4 bulan
RHZ 75/50/150
RH 75/50
21
5- 7
8 - 11
12- 16
17 - 22
23- 30
1 tablet
2 tablet
3 tablet
4 tablet
5 tablet
1 tablet
2 tablet
3 tablet
4 tablet
5 tablet
Keterangan:
R: Rifampisin; H: Isoniasid; Z: Pirazinamid
1. Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk
kombinasi dosis tetap, dan sebaiknya dirujuk ke RS rujukan
2. Apabila ada kenaikan BB maka dosis/jumlah tablet yang diberikan,
menyesuaikan berat badan saat itu
3. Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal (sesuai
umur). Tabel Berat Badan berdasarkan umur dapat dilihat di lampiran
4. OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh
digerus)
5. Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable),
atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable).
6. Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan
7. Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak
boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer
Pencegahan/ profilaksis
Imunisasi BCG (bacille Calmette-Guerin) diberikan pada usia sebelum 2
tahun. Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan secara
intrakutan di daerah insersi M.deltoideus kanan. WHO tetap menganjurkan
pemberian vaksin BCG di insersio M.Deltoideus kanan dan tidak di tempat lain
(bokong, paha), penyuntikan secara intradermal di daerah deltoid lebih mudah
22
dilakukan (tidak terdapat lemak subkutis yang tebal), ulkus yang terbentuk tidak
mengganggu struktur otot setempat dan sebagai tanda baku
Bila BCG diberikan pada usia > 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin
terlebih dahulu. Insiden TB pada anak yang mendapat BCG berhubungan dengan
kualitas vaksin yang digunakan, pemberian pemberian vaksin, jarak pemberian
vaksin, dan intesitas pemaparan infeksi.
Manfaat BCG telah dilaporkan oleh beberapa penelitian, yaitu antara 080%. Imunisasi BCG efektif terutama untuk mencegah TB milier, meningitis TB,
dan spondilitis TB pada anak. Imunisasi ulangan dianjurkan di beberapa negara,
tetapi umumnya tidak dianjurkan di banyak negara lain termasuk Indonesia.
Imunisasi BCG relatif aman, jarang menimbulkan efek samping yang serius. Efek
samping yang sering diemukan adalah lokal dan limfadenitis (adenitis supuratif)
dengan insiden 0,1-1%.
Kontraindikasi imunisasi BCG adalah reaksi uji tuberculin >5 mm, sedang
menderita infeksi HIV atau dengan resiko tinggi infeksi HIV, imunokompromais
akibat pengobatan kortikosteroid, obat imunosupresif, mendapat pengobatan
radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang dan limfe, anak
menderita gizi buruk, sedang menderita demam tinggi, menderita infeksi kulit
yang luas, pernah sakit tuberculosis, dan kehamilan. Pada bayi prematur, BCG
ditunda hingga bayi mencapai BB optimal.
F. Komplikasi
Komplikasi pada TB milier akan muncul jika pengobatan tidak adekuat.
Meningits TB dan peritonitis TB dapat ditemukan pada 20 40% pasien yang
penyakitnya sudah berat. Sakit kepala kronik atau berulang biasanya merupakan
gejala telah terjadinya meningitis dan merupakan indikasi untuk melakukan
pungsi lumbal (IDAI, 2009).
23
G. Prognosis
Prognosis TB milier pada anak dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur
anak, berapa lama telah mendapat infeksi, luasnya lesi, keadaan gizi, keadaan
sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat dan adanya infeksi
lain seperti morbili, pertusis, diare yang berulang dan lain-lain. Bila cepat
terdeteksi penyakit ini dapat dicegah untuk menjadi TB yang berat. Pengobatan
TB terlambat , maka kematian karena TB milier akan meningkat hingga 100%.
Jika dilakukan deteksi dini dan pengobatan, kematian akan berkurang hingga
10%.
III.
1. TB
KESIMPULAN
penyebaran
kuman Mycobacterium
komplek
primer yang biasanya terjadi dalam waktu 2 6 bulan pertama setelah infeksi awal
2. Tuberkulosis disebabkan oleh infeksi kuman (basil) Mycobacterium tuberculosis.
24
tapering off
7. Komplikasi TB milier terdiri dari meningitis TB dan peritonitis TB
8. Prognosis tergantung dari berbagai faktor seperti umur anak, berapa lama telah
mendapat infeksi, luasnya lesi, keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi keluarga,
diagnosis dini, pengobatan adekuat
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana
Tuberkulosis Pada Anak. Jakarta Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2013.
Petunjuk Klinis Manajemen Tuberkulosis Anak. Jakarta ; Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia
25
Garna, H. 2012. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.
Bandung ; Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran.
Herchline,T.E.,2013.Tuberculosis.Availablefrom:http://emedicine.medscape.com/artic
le/230802-overview [Accesed 10 Juli 2016]
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Tuberkulosis.
Indian Pediatrics. 2002. Standardization of Mantoux test ; 39:404-6
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Rahmi, M. 2014. Tuberkulosis Milier pada Anak. Medan ; Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
Surjanto, E. 2011. Uji Tuberkulin. Bagian pulmonology dan kedokteran respirasi FK
UNS ; vol 3;2
Wong, P.C., 2008. Current Management of Pulmonary Tuberculosis. Medical Buletin.
13 (12); 24-26.
26