Anda di halaman 1dari 15

4

BAB I
PENDAHULUAN
Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang.
Spondilosis lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang
dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti
perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan
berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral,
dan kadang-kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra centralis
(corpus).9
Daerah lumbal terdiri atas L1 sampai L5 dan L5 S1 yang paling besar
menerima beban atau berat tubuh sehingga daerah lumbal menerima gaya dan
stress mekanikal paling besar sepanjang vertebra. Oleh karena itu, daerah lumbal
sangat peka terhadap terjadinya nyeri pinggang. Disamping itu, gerakan
membawa atau mengangkat objek yang sangat berat biasanya dapat menyebabkan
terjadinya cidera pada lumbal spine.1
Di dunia spondilosis lumbal dapat mulai berkembang pada usia 20 tahun,
namun paling banyak terjadi pada usia 45 tahun dan lebih banyak terjadi pada
wanita dari pada laki-laki. Kira-kira 20% pria dan 22% wanita berusia 45-64
tahun mengalami osteofit lumbalis. Lebih dari 95% manusia akan mengalami
perubahan pada lumbosakral seperti penyempitan ruang diskus atau pengerasan
diskus yang identik dengan spondilosis.9
Spondilosis lumbalis sering bersifat asimtomatis, sehingga kita sebagai
dokter sangat perlu untuk mengetahui gejala klinis yang sering tampak serta
pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang untuk dapat menegakkan
diagnosa dan memberikan penanganan yang tepat. Spondilosis juga dapat
menimbulkan nyeri apabila telah mengenai nervus spinalis sehingga dapat
menimbulkan gangguan dan keterbatasan aktivitas sehari-hari.6
Fisioterapai berperan untuk mengembalikan dan mengatasi gangguan dan
keterbatasan aktivitas tersebut sehingga pasien dapat beraktivitas kembali tanpa
adanya keluhan. Fisioterapi yang dapat dilakukan antara lain menggunakan
modalitas fisioterapi yaitu infra red (IR), transcutaneus electrical nerve
stimulation (TENS) dan terapi latihan william flexion exercise.10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Spondilosis lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang
belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus intervertebralis
yang diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti
pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek
anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi superior dan inferior
vertebra centralis.9
Spondilosis

lumbalis

merupakan

perubahan

degeneratif

yang

menyerang vertebra lumbal atau diskus intervertebralis, sehingga menyebabkan


nyeri lokal dan kekakuan, atau dapat menimbulkan gejala-gejala spinal cord
lumbal, cauda equina atau kompresi akar saraf lumbosacral.10
B. Anatomi dan Fisiologi
1. struktur vertebra lumbalis
Columna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang
memungkinkan untuk bergerak. Terdapat 33 columna vertebralis, meliputi
7 columna vertebra cervical, 12 columna vertebra thoracal, 5 columna
vertebra lumbal, 5 columna vertebra sacral dan 4 columna vertebra
coccygeal. Vertebra sacral dan cocygeal menyatu menjadi sacrum-coccyx
pada umur 20 sampai 25 tahun. Susunan tulang vertebra secara umum
terdiri dari corpus, arcus dan foramen vertebra.1,2
a. Korpus
Merupakan bagian terbesar dai vertebra, berbentuk silindris yang
mempunyai beberapa facies, yaitu : anterior dan superior.
b. Arcus
Merupakan lengkungan simetris di kiri-kanan dan berpangal pada
korpus menuju dorsal dan ada tonjolan ke arah lateral yang disebut
prosesus spinosus.
c. Foramen vertebra

Merupakan lubang yang besar yang terdapat diantara korpus dan arkus.
Formen vertebra ini membentuk saluran yang disebut canalis vertebralis
yang berisi medula spinalis. Canalis spinalis mempunyai dua bagian
yang terbuka di lateral di tiap segmen, yaitu foramina intervertebralis.
2. Diskus intervertebralis
Merupakan struktur elastis diantara korpus vertebra. Struktur
diskus bagian dalam disebut nukleus pulposus sedangkan bagian tepi
disebut anulus fibrosus. Diskus berfungsi sebagai bantalan sendi antar
korpus yang berdekatan untuk menahan tekanan dan menumpu berat
badan.1
3. Stabilitas
Stabilitas pada vertebra ada dua macam, yaitu pasif dan aktif.
Stabilitas pasif terdiri dari:1
a. Ligamentum longitudinal anterior yang melekat pada bagian anterior
tiap diskus dan anterior korpus vertebra yang berfungsi mengontrol
gerakan ekstensi.
b. Ligamentum longitudinal posterior yang memanjang dan melekat pada
bagian posterior diskus dan posterior korpus vertebra yang berfungsi
untuk mengontrol gerakan fleksi.
c. Ligamentum flavum terletak di dorsal vertebra diantara lamina yang
berfungsi melindungi medula spinalis dari posterior
d. Ligamentum transversus melekat pada tiap prosesus tranversus yang
berfungsi mengontrol gerakan fleksi.
Sedangkan yang berfungsi sebagai stabilitas aktif adalah otot-otot
penggerak lumbal, antara lain: m. rektus abdominis, m. psoas mayor, m.
quadratus lumborum yang terletak di anterior dan lateral serta m.
longisimus torakalis, m. iliocostalis di posteror.1

Gambar 1. Columna Vertebralis 4

Gambar 2. Struktur Columna Vertebralis Lumbal 3

Fungsi kolumna vertebralis yaitu sebagai berikut:3


1. Menyangga berat kepala dan batang tubuh
2. Memungkinkan pergerakan kepala dan batang tubuh
3. Melindungi medula spinalis
4. Memungkinkan keluarnya nervus spinalis dari kanalis spinalis
5. Tempat untuk perlekatan otot.
Di sepanjang medula spinalis melekat 31 pasang nervus spinalis melalui
radix anterior (motorik) dan posterior (sensorik). Masing-masing radix melekat
pada medula spinalis melalui sederetan radices (radix kecil) yang terdapat di
sepanjang segmen medula spinalis. Setiap radix mempunyai sebuah ganglion
radix posterior yang axon sel-selnya memberikan serabut-serabut saraf perifer
dan pusat. Radix nervus spinalis berjalan dari masing-masing segmen spinalis
foramen intervertebralis yang sesuai tempat keduanya menyatu membentuk
nervus spinalis. Di sini antara saraf sensorik dan motorik bercampur. Karena
pertumbuhan memanjang columna vertebralis tidak sebanding dengan
pertumbuhan medulla spinalis, panjang radix n.spinalis bertambah panjang dari
atas ke bawah. di daerah cervikal atas, radix nervus spinalis pendek dan
bearjalan hampir horizontal, tetapi di bawah di ujung medula (pada orang
dewasa di L1) membentukl seberkas saraf vertikal di sekitar filum terminal
vertebra yang disebut cauda equina.3
C. Etiologi
1) Degenerasi Seiring bertambahnya usia, tubuh akan mengalami penurunan
baik dalam hal gerak maupun fungsinya. Hal ini terkait dengan adanya proses
degenerasi dari komponenkomponen dalam tubuh itu sendiri. Pada spine,
salah satu proses degenerasi terjadi pada diskus. Hal ini karenakan seiring
bertambahnya usia cairan diskus akan berkurang, akibatnya ketebalan diskus
berkurang dan terjadi penurunan fungsi diskus. Terjadinya penurunan fungsi
diskus akan meng-akibatkan fungsinya dialihkan pada sendi facet.
2) Trauma Faktor trauma juga menjadi salah satu penyebab terjadinya
spondyloarthrosis lumbal. Baik trauma secara langsung maupun tidak
langsung. Kebanyakan pasien spondyloarthrosis lumbal mengaku memiliki

riwayat jatuh. Umumnya tidak langsung merasakan tanda dan gejala, tetapi
beberapa waktu kemudian baru dirasakan.
3) Kelainan Postur Postur juga dapat diartikan sebagai posisi atau sikap tubuh,
pengaturan bagian tubuh yang relatif untuk aktivitas tertentu, atau me-rupakan
suatu karakteristik tubuh seseorang. Dimana ligamen, fascia, tulang dan sendi
merupakan struktur anatomis bagian dalam tubuh disebut sebagai faktor statik.
Sedang-kan otot-otot dan tendon yang melekat pada tulang berfungsi
mempertahankan sikap tubuh disebut faktor dinamik. Postur tubuh yang baik
merupakan suatu posisi dimana terdapat tekanan minimal yang ada pada setiap
sendi. Good posture adalah suatu keadaan seimbang antara sistem muscular
dan sistem skeletal yang melindungi struktur pe-nyangga tubuh melawan
injury atau deformitas yang progresif, dimana strukturstruktur tersebut sedang
bekerja atau beristirahat. Pada dasarnya postur tubuh seseorang sangat
dipengaruhi oleh keadaan fisik, kebiasaan atau gaya hidup, pekerjaan, struktur
tubuh, sta-tus emosional seseorang dan postur juga dapat dipengaruhi oleh
perubahan struktur dalam ben-tuk dari vertebra dari penyakit, injury atau
keca-catan perkembangan spine pada anak-anak, yang semuanya itu dapat

D. Patogenesis
Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang elastis yang
tersusun atas banyak unit rigid (vertebra dan unit fleksibel (diskus
intervertebralis) yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset,
ligament-ligament dan otot paravertebralis. Konstruksi yang unik ini
memungkinkan fleksibilitas dan memberikan perlindungan yang maksimal
terhadap sumsum tuang belakang. Lengkungan tulang belakang akan menyerap
goncangan saat lari atau melompat.2
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia
bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago
dengan matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat
dan tak teratur. penonjlan faset dapat mengakibatkan penekanan pada akar

10

saraf ketika keluar dari kanalis spinalis yang menyebabkan nyeri menyebar
sepanjang saraf tersebut.4,5
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul berupa neurogenik claudication yang
mencakup nyeri pinggang, nyeri tungkai serta rasa kebas dan kelemahan
motorik pada ekstremitas bawah yang dapat diperburuk saat berdiri dan
berjalan dan diperingan saat duduk atau tidur terlentang. Karakteristik dari
spondilosis lumbal adalah nyeri dan kekakuan gerak pada pagi hari.6
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan untuk melihat gambaran yang
mungkin dapat terlihat, seperti:7
1. Penyempitan ruang discus intervertebralis
2. Perubahan kelengkuangan vertebrae dan penekanan saraf
3. Osteofit/Spur formation di anterior ataupun posterior vertebrae
4. Pemadatan Corpus vertebrae
5. Porotik (Lubang) pada tulang
6. Vertebrae tampak seperti bambu (Bamboo Spine)
7. Sendi sacroiliaca tidak tampak atau kabur
8. Celah sendi menghilang
Adapun pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan antara lain:7
1.

Foto polos lumbosakral dengan arah anteroposterior, lateral dan oblique


sangat membantu untuk melihat keabnormalan pada tulang.

2.

Mielografi merupakan tindakan invasif dengan memasukan cairan


berwarna medium ke kanalis spinalis sehingga struktur bagian dalamnya
dapat terlihat. Myelografi digunakan untuk penyakit yang berhubungan
dengan diskus intervertebralis, tumor atau abses.

3.

CT scan adalah metode terbaik untuk mengevaluasi adanya penekanan


tulang dan terlihat juga struktur yang lainnya, antara lain ukuran dan
bentuk canalis spinalis, recessus lateralis, facet joint, lamina, dan juga

11

morfologi discuss intervertebralis, lemak epidural dan ligamentum clavum


juga.
4.

MRI memberikan gambaran yang lebih jelas CT scan.

5.

Electro miography (ENG)/Nerve conduction study (NCS) digunakan untuk


pemeriksaan saraf pada lengan dan kaki. EMG dapat memberikan
informasi tentang:
a. Adanya kerusakan pada saraf
b. Lama terjadinya kerusakan saraf (akut/kronik)
c. Lokasi terjadinya kerusakan saraf
d. Tingkat keparahan dari kerusakan saraf
e. Memantau proses penyembuhan dari kerusakan saraf.

G. Tindakan fisioterapi
Tujuan tindakan fisioterapi antara lain:9
1. Jangka panjang: mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan
fungsional berjalan pasien.
2. Jangka pendek:
a. Mengurangi nyeri
b. Mengurangi spasme m.piriformis dan gastrok
c. Mengurangi kontraktur m.hamstring
d. Melepaskan jepitan pada nervus spinalis
Tindakan fisioterapi yang dapat dilakukan antara lain Short Wave
Diathermy (SWD) dan William flexion exercise.
1. Short Wave Diathermy (SWD)
Diathermy merupakan aplikasi energi elektromagnetik dengan
frekuensi tinggi yang terutama digunakan untuk membangkitkan panas
dalam

jaringan

tubuh.

Diathermy

juga

dapat

digunakan

untuk

menghasilkan efek-efek nontermal. Diathermy yang digunakan sebagai


modalitas terapi terdiri atas Short Wave Diathermy (SWD) dan Microwave
Diathermy.9
SWD

adalah

modalitas

terapi

yang

menghasilkan

energi

elektromagnetik dengan arus bolak-balik frekuensi tinggi. Federal

12

Communications Commision (FCC) telah menetapkan 3 frekuensi yang


digunakan pada SWD, yaitu:9
a. Frekuensi 27,12 MHz dengan panjang gelombang 11 meter, frekuensi
ini paling sering digunakan pada SWD untuk tujuan pengobatan.
b. Frekuensi 13,56 MHz dengan panjang gelombang 22 meter
c. Frekuensi 40,68 MHz dengan panjang gelombang 7,5 meter, frekuensi
ini jarang digunakan.
Efek terapi yang ditimbulkan antara lain:4
a. Perubahan panas/ temperatur
1) Meningkatkan metabolisme sel-sel sekitar 13% setiap kenaikan 1 o
C.
2) Meningkatkan vasomotion sphinter sehingga timbul homeostatik
lokal dan akhirnya terjadi vasodilatasi lokal.
b. Reaksi general
Mengaktifkan sistem termoregulator di hipotalamus yang
mengakibatkan kenaikan temperatur darah untuk mempertahankan
temperatur tubuh secara general.
c. Jaringan ikat
Meningkatkan elastisitas jaringan ikat secara lebih baik seperti
jaringan kolagen kulit, tendon, ligamen dan kapsul sendi akibat
menurunnya viskositas matriks jaringan.
d. Otot
1) Meningkatkan elastisitas jaringan otot
2) Menurunkan tonus otot melalui normalisasi nosisensorik, kecuali
hiertoni akibat emosional dan kerusakan sistem saraf pusat.
e. Saraf
1) Meningkatkan elastisitas pembungkus jaringan saraf
2) Meningkatkan konduktivitas saraf dan meningkatkan ambang
rangsang (theshold).
2. William flexion exercise
William flexion exercise dikenalkan oleh dr Paul Williams pada tahun
1937 yang ditujukan untuk pasien kronik Low Back Pain (LBP) dengan

13

kondisi degenerasi korpus vertebra sampai pad adegenerasi diskus.


Program ini telah berkembang dan banyak ditujukan pada laki-laki di
bawah usia 50-an dan wanita di bawah usia 40-an yang mengalami
lordosis lumbal berlebihan, penurunan segmen diskus antara segmen
lumbal dan gejala-gejala kronik LBP.9,10
William flexion exercise adalah program latihan yang terdiri dari 7
macam gerakan yang menonjolkan pada penurunan lordosis lumbal
(terjadi fleksi lumbal). William flexion exercise telah menjadi dasar dalam
mananjemen nyeri pinggang bawah selama beberapa tahun untuk
mengobati beberapa problem nyeri pinggang bawah berdasarkan temuan
diagnosis. Program ini digunakan ketika penyebab gangguan berasal dari
facet joint (kapsul ligament), otot serta degenerasi korpus dan diskus.8
Metode latihan ini bertujuan untuk mengurangi nyeri dan
memberikan stabilisasi lower trunk melalui perkembangan secara aktif
pada otot abdominal, gluteus maksimus, dan hamstring sehingga terjadi
peningkatan fleksibilitas/elastisitas pada group otot fleksor hip dan lower
back

(sacrospinal).

Selain

itu,

latihan

ini

berguna

untuk

mengembalikan/menyempurnakan keseimbangan kerja antara group otot


postural fleksor dan ekstensor.9,10
Adapun prosedur pelatihannya adalah:
a. Latihan I
Posisi pasien tidur terlentang dengan kedua lutut fleksi dan kaki datar
diatas bed/lantai. Datarkan punggung bawah melawan bed tanpa
kedua tungkai mendorong ke bawah. kemudian pertahankan 5-10
detik. Gerakan ini bertujuan untuk penguluran otot-otot ekstensor
trunk, mobilisasi sendi panggul dan penguatan otot perut.9,10

Gambar 3. Teknik William flexion exercise I

14

b. Latihan II
Posisi awal sama dengan nomor 1. Pasien diminta untuk
mengkontraksikan otot perut dan memfleksikan kepala sehingga dagu
menyentuh dada dan bahu terangkat dari matras. Kemudian tahan 5-10
detik. Ulangi sebanyak 10 kali. Gerakan ini bertujuan untuk
penguluran otot-otot ekstensor trunk, penguatan otot-otot perut, dan
otot sternocleidomastoideus.9,10

Gambar 4. Teknik William flexion exercise II


c. Latihan III
Posisi awal sama dengan nomer I. Pasien diminta untuk
memfleksikan salah satu lutut ke arah dada sejauh mungkin kemudian
kedua tangan mencapai paha belakang dan menariknya ke dada. Pada
waktu bersamaan fleksikan kepala hingga menyentuh dagu menyentuh
dada dan bahu lepas dari matras. Tahan selama 5 detik. Latihan
diulangi pada tungkai yang lain kemudian gerakan diulang sebanyak
10 kali. Gerakan ini bertujuan untuk merapatkan lengkungan pada
lumbal, penguluran otot-otot ekstensor trunk, sendi panggul, sendi
sakroiliaka dan otot-otot hamstring.9,10

Gambar 5. Teknik William flexion exercise III


d. Latihan IV
Posisi awal sama dengan latihan I. Pasien diminta untuk
melakukan yang sama dengan nomer 3, tetai kedua lutut dalam posisi

15

menekuk, dinaikan ke atas dan ditarik dengan kedua tangan ke arah


dada. Fleksikan kepala dan naikan bahu dari matras, tahan 5-10 detik
dan ulangi 10 kali. Gerakan ini bertujuan untuk merapatkan
lengkungan pada lumbal, penguluran otot-otot ekstensor trunk, sendi
panggul, sendi sakroiliaka dan otot-otot hamstring.9,10

Gambar 6. Teknik William flexion exercise IV


e. Latihan V
Gerakan berupa latihan dimulai dengan posisi awal
seperi seorang pelari cepat pada titik startnya yaitu satu
tungkai dalam fleksi maksimal pada sendi lutut dan paha,
sedang

tungkai

yang

lain

dalam

keadaan

lurus

di

belakang. Kemudian pada posisi tersebut tekan badan ke


depan dan ke bawah, tahan 5 hitungan dan rileks. Ulangi
hingga 10 kali. Gerakan ini bertujuan

mengulur /

streching otot-otot fleksor hip dan fascia latae.9,10

Gambar 7. Teknik William flexion exercise V


f. Latihan VI
Posisi awal berdiri menempel dan membelakangi
dinding dengan tumit 10-15 cm di depan dinding, lumbal
rata dengan dinding. Kemudian satu tungkai melangkah
ke depan tanpa merubah posisi lumbal pada dinding,
tahan 10 hitungan dan rileks. Ulangi hingga 10 kali. Bila
latihan terlalu berat, lamanya penahanan dapat dikurangi.

16

Gerakan ini bertujuan untuk penguatan otot quadriceps,


otot perut dan ekstensor trunk.9,10

Gambar 8. Teknik William flexion exercise VI

BAB III
KESIMPULAN
1. Spondilosis lumbalis merupakan perubahan pada sendi tulang belakang
dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti

17

perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau berupa pertumbuhan


berlebihan dari tulang (osteofit)
2. Spondilosis lumbalis dapat simptomatis dan asimptomatis. Spondilosis
lumbalis menimbulkan manifestasi klinis berupa neurogenik claudication jika
telah mengenai nervus spinalis.
3. Selain

terapi

medikamentosa

dapat

dilakukan

fisioterapi

untuk

mengembalikan dan mengatasi gangguan dan keterbatasan aktivitas yang


dialami pasien.
4. Fisioterapi yang dapat dilakukan diantaranya terapi pemanasan (Soft Wave
Diathermy) dan William Flexion Exercise.

DAFTAR PUSTAKA
1. Prescher, Andreas. 2002. Anatomy and Pathology of the Aging Spine. Vol
23:181-195. European Journal of Radiology.

18

2. Apley, A Graham dan Louis Solomon. 1994. Buku Ajar Ortopedi


dan Fraktur Sistem Apley ; Edisi Ketujuh, Alih Bahasa Edi
Nugroho, Widya Medika.

3. Guyton, A.C. dan Hall, J.E. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Alih
bahasa: Setiawan, I. dan Santoso, A. EGC: Jakarta
4. Peng, B., et al. 2005. The Pathogenesis of Discogenic Low Back Pain. Vol 87:
62-67. Journal of Bone and Joint Surgery.
5. Price,

Sylvia A.

Dan

Lorraine

M.Wilson.

2006.

Herniasi

Diskus

Intervertebralis Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


EGC: Jakarta.
6. Middleton, Kimberly dan David E.Fish. 2009. Lumbar Spondylosis: Clinical
Presentation and Treatment Approaches. Vol 2:94-104. Pubmed.
7. Suhadi, Irwan. 2006. Gambaran Klinis dan Radiologi kasus Low Back Pain Di
Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode 2002-2005. Karya Tulis Ilmiah:
Universitas Maranatha.
8. Kassem, Noreen. 2010. Back Exercises for Spondilosis of the Spine. Available
from : http://www.livestrong.com/article/118137-back-exercises-spondylosisspine/. Diunduh 29 Desember 2012.
9. Rahayu, Sri. 2011. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Spondylosis L4-S1 di
RSAL Dr. Ramelan Surabaya. Karya Tulis Ilmiah: UMS
10. Fajrin, Iniyati. 2008. Penatalaksanaan Fisioterapi dengan Infra Red, Tens, dan
William Flexion Exercise pada Kondisi Low Back Pain karena Spondilosis
Lumbalis. Karya Tulis Ilmiah: UMS

Anda mungkin juga menyukai