Anda di halaman 1dari 80

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi di
dalam masyarakat. Sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Qur'an surat arRuum ayat 22 yang artinya
Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan
langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda1
tanda bagi orang-orang yang mengetahui.
Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah
milik manusia yang telah menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu
milik manusia, bahasa selalu muncul dalam segala aspek dan kegiatan
manusia. Tidak ada satu kegiatan manusiapun yang tidak disertai dengan
kehadiran bahasa. Oleh karena itu, jika orang bertanya apakah bahasa itu,
maka jawabannya dapat bermacam-macam sejalan dengan bidang kegiatan
tempat bahasa itu digunakan. Jawaban seperti, bahasa adalah alat untuk
menyampaikan isi pikiran, bahasa adalah alat untuk berinteraksi, bahasa
adalah alat untuk mengekspresikan diri, dan bahasa adalah alat untuk
menampung hasil kebudayaan, semuanya dapat diterima.

Departemen Agama Republik Indonesia, al-Quran dan Terjemahnya (Surabaya: AlHidayah, 1998), 644.

Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah kompleks manusia,


selain berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah
kegiatan berbahasa. Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya
berlangsung secara mekanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik.
Artinya, kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan proses atau kegiatan
mental (otak).

Pembelajaran bahasa ini lebih mengacu pada pendidikan formal


yang berlangsung di dalam kelas dengan guru, materi, dan alat-alat bantu
belajar yang sudah dipersiapkan. Seharusnya hasil yang diperoleh secara
formal dalam kelas jauh lebih baik. Namun kenyataannya kemampuan
belajar siswa yang berbeda-beda. Banyak siswa yang menunjukkan tidak
dapat mencapai hasil belajar sebagaimana yang diharapkan para gurunya.
Dalam proses belajar mengajar guru sering menghadapi masalah adanya
siswa yang tidak dapat mengikuti pelajaran dengan lancar, ada siswa yang
memperoleh prestasi belajar rendah, meskipun telah diusahakan untuk
belajar dengan sebaik-baiknya, dan lain sebagainya. Dengan kata lain guru
sering menghadapi dan menemukan peserta didik yang mengalami
kesulitan belajar. Kesulitan belajar (learning disabilities) adalah peserta
didik yang tergolong pada siswa yang karena suatu hal tidak mampu belajar
atau mereka menghindar dari kegiatan belajar, sehingga prestasi belajar
yang dicapainya
menjadi rendah.

2
3

Abdul Chaer, Psikolinguistik; Kajian Teoritik (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), 1.


Hallen, Bimbingan dan Konseling (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 128.

Sudah menjadi harapan seorang guru bahwa siswanya dapat berhasil


dalam belajar. Tugas utama guru pada dasarnya adalah mengajar dan
mendidik, tapi sesungguhnya tugas dan peranan guru atau pendidik
profesional sangat kompleks, tidak terbatas pada saat berlangsungnya
interaksi edukatif di dalam kelas, yang lazim disebut proses belajar
mengajar saja. Akan tetapi guru juga bertugas sebagai konselor dan
evaluator yaitu membimbing, mengarahkan atau memberi bantuan terhadap
anak didik yang
mengalami masalah-masalah dalam belajar.

Masalah kesulitan belajar yang sering dialami oleh para siswa di


sekolah, merupakan masalah penting yang perlu mendapat perhatian yang
serius di kalangan para guru. Dikatakan demikian, karena kesulitan belajar
yang dialami oleh para siswa di sekolah akan membawa dampak negatif,
baik terhadap diri siswa itu sendiri, maupun terhadap lingkungannya. Hal
ini termanifestasi dalam bentuk tumbulnya kecemasan, frustasi, mogok
sekolah, drop out, keinginan untuk berpindah-pindah sekolah karena
malu telah
5

tinggal kelas beberapa kali dan lain sebagainya. Oleh karena itu untuk
mencegah dampak yang ditimbulkan dari kesulitan belajar sangatlah
diperlukan.
Terkait dengan paparan di atas dan berdasarkan penjajakan awal di
lapangan terdapat fakta bahwa di MI Maarif Ngrupit Jenangan Ponorogo
terdapat masalah yang berkaitan dengan kesulitan belajar siswa pada mata
pelajaran bahasa Inggris kelas II yaitu siswa mengalami kesulitan dalam hal
4
5

B. Suryo Subroto, Proses Belajar Mengajar (Bandung: Rineka Cipta, 1996), 3.


Hallen, Bimbingan dan Konseling ..., 123.

melafalkan, membaca, menulis dan mengerti sehingga tidak tercapainya


standar ketuntasan belajar. Untuk mengatasi hal tersebut guru mata
pelajaran Bahasa Inggris kelas II mengambil beberapa upaya untuk
menangani masalah tersebut. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang masalah tersebut di atas dengan mengangkat
judul UPAYA GURU DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR
SISWA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS KELAS II DI MI
MAARIF NGRUPIT JENANGAN PONOROGO TAHUN PELAJARAN
2008/2009.

B. Fokus Penelitian
1. Penelitian ini difokuskan pada prestasi belajar Bahasa Inggris siswa
kelas II Madrasah Ibtidaiyah Maarif Ngrupit Jenangan Ponorogo.
2. Penelitian ini difokuskan pada faktor-faktor yang menyebabkan siswa
kelas II Madrasah Ibtidaiyah Maarif Ngrupit Jenangan Ponorogo
mengalami kesulitan belajar pada mata pelajaran Bahasa Inggris.
3. Penelitian ini difokuskan pada upaya guru dalam mengatasi kelas II
Madrasah Ibtidaiyah Ngrupit Jenangan Ponorogo yang mengalami
kesulitan belajar pada mata pelajaran Bahasa Inggris.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah prestasi belajar Bahasa Inggris siswa kelas II Madrasah


Ibtidaiyah Maarif Ngrupit Jenangan Ponorogo?
2. Faktor apa saja yang menyebabkan siwa kelas II Madrasah Ibtidaiyah
Maarif Ngrupit Jenangan Ponorogo mengalami kesulitan belajar pada
mata pelajaran Bahasa Inggris?
3. Bagaimanakah upaya guru dalam mengatasi siswa yang mengalami
kesulitan belajar pada mata pelajaran Bahasa Inggris di kelas II
Madrasah Ibtidaiyah Ngrupit Jenangan Ponorogo?

D. Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah Maarif Ngrupit
Jenangan Ponorogo ini mempunyai tujuan:
1. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan prestasi belajar Bahasa Inggris
siswa kelas II Madrasah Ibtidaiyah Ngrupit Jenangan Ponorogo.
2. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor apa yang menyebabkan siwa kelas
II Madrasah Ibtidaiyah Ngrupit Jenangan Ponorogo mengalami
kesulitan belajar pada mata pelajaran Bahasa Inggris.
3. Untuk mendeskripsikan upaya guru dalam mengatasi siswa yang
mengalami kesulitan belajar pada mata pelajaran Bahasa Inggris di
kelas II Madrasah Ibtidaiyah Ngrupit Jenangan Ponorogo.

E. Manfaat Penelian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan sumbangan
pemikiran dalam memecahkan masalah yang dapat dikembangkan lebih
lanjut oleh pemerhati pendidikan.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi akademis, penelitian ini dapat menjadi sumbangan keilmuan
untuk kemudian dijadikan sumber data bagi penelitian lebih lanjut.
b. Bagi

lembaga

sekolah

yang

bersangkutan,

sebagai

bahan

pertimbangan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.


c. Bagi peneliti, menambah pengetahuan dan pengalaman yang lebih
matang dalam bidang pendidikan dan penelitian, juga sebagai
konstribusi nyata bagi dunia pendidikan kita.

F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
a. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu
penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan

menganalisis

fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi,


pemikiran orang secara individual maupun kelompok.

Pendekatan kualitatif memiliki karakteristik alami (Natural


Setting) sebagai sumber data langsung, deskriptif serta proses lebih
dipentingkan daripada hasil. Analisis dalam penelitian

kualitatif

cenderung dilakukan secara analisa induktif dan makna merupakan hal


yang esensial.

b. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini
dimaksudkan untuk menyimpulkan informasi mengenai status gejala
yang ada yaitu keadaan gejala menurut apa adanya saat penelitian
8

diadakan.

2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai partisipan penuh
dengan melakukan pengamatan berperan serta yaitu peneliti melakukan
interaksi sosial dengan subjek dalam waktu yang lama dan selama itu,
data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis.

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2007), 60.
7
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2002), 3.
8
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 234.

3. Lokasi Penelitian
Peneliti memilih MI Maarif Ngrupit Jenangan Ponorogo sebagai
tempat penelitian. Pemilihan lembaga ini dikarenakan ada kesesuaian
dengan topik yang peneliti pilih. Dengan pemilihan lokasi ini, peneliti
berharap menemukan hal-hal yang bermakna dan baru.

4. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian ini adalah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah tambahan, seperti dokumen dan lainnya.
Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah:
a. Manusia, yang meliputi Suharno, S.Pd.I selaku kepala madrasah dan
Jumrotus Subianah, S.Pd.I guru mata pelajaran Bahasa Inggris Kelas
II.
b. Non manusia, yang meliputi dokumen dan buku-buku yang relevan
dengan penelitian ini.

5. Teknik Pengumpulan Data


Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan beberapa
metode yang dianggap relevan dengan penelitian ini, yaitu:
a. Observasi
Observasi yaitu suatu teknik atau cara pengumpulan data
dengan jalan mengadakan pengamatan tentang kegiatan yang sedang

berlangsung. Melalui teknik ini peneliti dapat melihat langsung


situasi dan kondisi di lapangan.
Observasi dalam penelitian ini dilakukan pada saatproses
belajar mengajar berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui
kemampuan belajar siswa dalam materi pelajaran.

b. Wawancara
Wawancara yaitu percakapan dengan maksud tertentu,
percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan
jawaban atas pertanyaan itu.

10

Dalam penelitian ini

wawancara

dilakukan kepada:
1) Kepala sekolah, yaitu untuk mendapatkan informasi tentang data
umum sekolah
2) Guru mata pelajaran Bahasa Inggris, yaitu untuk memperoleh
informasi tentang kemampuan belajar siswa.
3) Siswa kelas II MI Maarif Ngrupit Jenangan Ponorogo Tahun
Pelajaran 2008/2009.

Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, 220.


Moleong ., 135

10

10

c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, ledger, agenda dan sebagainya.

11

Dalam penelitian ini, metode dokumentasi digunakan

untuk

mendapatkan data berupa:


1) Foto-foto kegiatan pembelajaran di kelas
2) Data-data keadaan guru dan siswa
3) Dan lain-lain

6. Teknik Analisa Data


Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik deskriptif kualitatif dengan alur analisis model Miles dan
Huberman yang meliputi:

12

a. Reduksi Data
Yaitu

merangkum,

memilih

hal-hal

yang

pokok,

memfokuskan kepada hal-hal yang penting membuat kategori.


Dengan demikian data yang telah direduksi memberikan gambaran
yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya.

11

Arikunto, Manajemen Penelitian., 236.


Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi STAIN Ponorogo (Ponorogo: STAIN Po
Pers, 2008), 54.
12

b. Display Data
Yaitu menyajikan data ke dalam pola yang dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, grafik matrik, network dan chart. Bila
pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama
penelitian, maka pola tersebut mudah menjadi pola yang baku yang
selanjutnya akan didisplaykan pada laporan akhir penelitian.

c. Penarikan Kesimpulan
Setelah melalui proses reduksi data dan display data peneliti
kemudian membuat kesimpulan. Bila kesimpulan tersebut didukung
oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti ke lapangan
mengumpulkan

data,

maka

kesimpulan

tersebut

merupakan

kesimpulan yang kredibel.

7. Pengecekan Keabsahan Temuan


Untuk

memperoleh

data-data

yang

kredibel

peneliti

menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan


keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yanglain di luar data itu
untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding data itu.

13

Peneliti menggunakan teknik triangulasi dengan memanfaatkan


penggunaan sumber, artinya membandingkan dan mengecek balik derajat

13

Moleong, Metodologi Penelitian ., 178.

kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda.

14

8. Tahapan-Tahapan Penelitian
Dalam proses pelaksanaan penelitian peneliti melalui tahapantahapan penelitian sebagai berikut:
a. Tahap pra lapangan, yang meliputi: menyusun rancangan penelitian,
memilih lapangan penelitian, mengurus perijinan, menjajaki dan
menilai

keadaan

lapangan,

memilih

informan,

menyiapkan

perlengkapan penelitian.
b. Tahap pekerjaan lapangan yang meliputi: memahami latar penelitian
dan mempersiapkan diri, memasuki lapangan dan berperan serta
sambil mengumpulkan data.
c. Tahap analisis data yang meliputi: analisis selama dan setelah
pengumpulan data
d. Tahap penulisan laporan
G. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan penyusunan skripsi, maka pembahasan dalam
laporan penelitian yang akan disusun dikelompokkan menjadi lima bab
yang masing-masing bab terdiri dari sub-sub yang berkaitan dengan
sistematika sebagai berikut:

14

Ibid.

Bab I berisi pendahuluan. Pada bab ini diberikan penjelasan tentang


gambaran umum penelitian. Sedangkan penyusunannya terdiri dari latar
belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metode penelitian (pendekatan dan jenis penelitian,
kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data,
teknik analisa data), dan sistematika pembahasan.
Bab II berisi landasan teori sebagai pedoman umum yang digunakan
untuk landasan dalam melakukan penelitian yang berisi kajian tentang
kesulitan belajar yang meliputi: pengertian belajar, pengertian kesulitan
belajar, karakteristik kesulitan belajar, faktor-faktor yang menyebabkan
kesulitan belajar; diagnosis kesulitan belajar, upaya mengatasi kesulitan
belajar. Pembelajaran bahasa Inggris meliputi pengertian pembelajaran
bahasa Inggris, fungsi dan tujuan pembelajaran bahasa Inggris, pendekatan
pembelajaran bahasa Inggris, metode pembelajaran bahasa Inggris, dan
standar kompetensi bahasa Inggris.
Bab III berisi temuan penelitian mengenai gambaran umum lokasi
penelitian yang terdiri dari sejarah berdirinya, letak geografis, visi dan misi
MI Maarif Ngrupit Jenangan Ponorogo, serta deskripsi data yang berupa
prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Inggris Kelas II di MI
Maarif Ngrupit Jenangan Ponorogo, faktor-faktor yang menyebabkan
siswa mengalami kesulitan belajar Bahasa Inggris, dan upaya guru dalam
mengatasi kesulitan belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Inggris di
Kelas II MI Maarif Ngrupit Jenangan Ponorogo.

Bab IV berisi analisa data mengenai prestasi belajar siswa pada mata
pelajaran bahasa Inggris di kelas II MI Maarif Ngrupit Jenangan Ponorogo,
faktor-faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar, upaya
guru dalam mengatasi siswa yang mengalami kesulitan belajar pada mata
pelajaran Bahasa Inggris di kelas II MI Maarif Ngrupit Jenangan
Ponorogo.
Bab V berisi penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.

BAB II
KESULITAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
BAHASA INGGRIS

A. Kesulitan Belajar
1. Pengertian Belajar
Aktifitas belajar di sekolah merupakan inti dari proses pendidikan
di sekolah. Belajar merupakan alat utama bagi peserta didik dalam
mencapai tujuan pembelajaran sebagai unsur proses pendidikan di
15

sekolah.

Adapun definisi belajar menurut para ahli antara lain :

16

a. Witherington, dalam buku Educational Psychology, mengemukakan


Belajar

adalah

suatu

perubahan

didalam

kepribadian

yang

menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa
kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.
b. Morgan, dalam buku Introduction to Psycology (1978) menyatakan
bahwa Belajar adalah sikap perubahan yang relatif menetap dalam
tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau
pengalaman.
c. Gagne, dalam buku The Condition of Learning (1977) menyatakan
bahwa Belajar terjadi apabila situasi stimulus bersama dengan isi
ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya
15

Abdul Hadis, Psikologi Dalam Pendidikan ( Bandung : Alfabeta, 2006 ), 59.


Ahmad Mudzakir dan Joko Sutrisno, Psikologi Pendidikan Komponen MKDK
(Bandung: Pustaka Setia, 1997), 143- 144.
16

(performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi


itu kewaktu sesudah ia mengalami situasi tadi.
d. Hilgrad dan Bower, dalam buku Theories of Learning (1975)
mengemukakan bahwa Belajar berhubungan dengan perubahan
tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang
disebabkan oleh pengalaman yang berulang-ulang dalam situasi itu,
dimana perubahan tingkah laku itu dapat dijelaskan atau dasar
kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaankeadaan sesaat seseorang (misalnya: kelelahan, pengaruh obat, dan
sebagainya).
Semua pendapat di atas menunjukkan bahwa belajar adalah
proses perubahan. Perubahan-perubahan itu tidak hanya perubahan lahir
tetapi juga perubahan batin, tidak hanya perubahan tingkah lakunya yang
nampak, tetapi dapat juga perubahan-perubahan yang tidak dapat
diamati. Perubahan-perubahan itu bukan perubahan yang negatif tetapi
perubahan yang positif, yaitu perubahan yang menuju kea rah kemajuan
atau kearah
perbaikan.

17

2. Pengertian Kesulitan Belajar


Kesulitan Belajar adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih
dari

proses

psikologis

dasar

yang

mencakup

pemahaman

dan

penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut mungkin


menampakkan diri

17

Ibid, 146.

dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berfikir, membaca, menulis,


mengeja, atau menghitung.
Kesulitan

belajar

18

lebih

didefinisikan

sebagai

gangguan

perceptual, konseptual, memori, maupun ekspresif didalam proses


belajar. Kendatipun gangguan ini bisa terjadi didalam berbagai tingkatan
kecerdasan, kesulitan belajar lebih terkait dengan tingkat kecerdasan
normal atau bahkan di atas normal. Anak-anak yang berkesulitan belajar
memiliki ketidakteraturan dalam proses fungsi mental dan fisik yang bisa
menghambat alur belajar
yang normal, menyebabkan keterlambatan dalam kemampuan perceptual
motorik tertentu atau kemampuan berbahasa.

19

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar


(Learning Disabilities) merupakan istilah generic yang merujuk kepada
keragaman kelompok yang mengalami gangguan dimana gangguan
tersebut diwujudkan dalam kesulitan-kesulitan yang signifikan yang
dapat
20

menimbulkan gangguan proses belajar.

Seorang siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar kalau yang


bersangkutan tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi hasil belajar
tertentu

(berdasarkan

dinyatakan dalam

ukuran

kriteria

keberhasilan

seperti

yang

18

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar (Jakarta: Rineka


Cipta, 2003), 6.
19
T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa (Bandung: Refika Aditama, 2006),
195.
20
Ibid, 196.

TIK atau ukuran tingkat kapasitas atau kemampuan dalam program


pelajaran time allowed dan atau tingkat perkembangannya).

21

3. Karakteristik Kesulitan Belajar


Secara umum dapat dikemukakan empat karakteristik kesulitan
belajar yaitu sebagai berikut:

22

21

Abin Syamsudin Makmun, Psikologi Kependidikan (Bandung: PT. Remaja Rosda


Karya, 2002), 308.
22
Mulyono Abdurrahman, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), 14.

a. Kemungkinan adanya disfungsi otak.


b. Kesulitan dalam tugas-tugas akademik.
c. Prestasi belajar yang rendah jauh dibawah kapasitas intelegensi yang
dimiliki.
d. Tidak memasukkan sebab-sebab lain seperti karena tunagrahita,
gangguan emosional, ketidaksepakatan pembelajaran, atau karena
kemiskinan.
Menurut Moh. Surya ada beberapa ciri tingkah laku yang
merupakan manifestasi dari gejala kesulitan belajar, antara lain ;

23

a. Menunjukkan hasil belajar yang rendah (dibawah rata-rata nilai yang


dicapai oleh kelompok kelas)
b. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan

usaha yang dilakukan.

Mungkin murid yang selalu berusaha dengan giat tapi nilai yang
dicapai selalu rendah.
c. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar, ia selalu
tertinggal dari kawan-kawannya dalam menyelesaikan tugas sesuai
dengan waktu yang tersedia.
d. Menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh,
menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.
e. Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan, seperti membolos,
datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu

23

Hallen, Bimbingan dan Konseling (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 129.

20

didalam dan diluar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, mengasingkan


diri, tersisih, tidak mau bekerjasama, dan sebagainya.
f. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti pemurung,
mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam
menghadapi situasi tertentu, misalnya dalam menghadapi nilai rendah
tidak menunjukkan sedih atau menyesal, dan sebagainya.
Dari apa yang dikemukakan di atas dapat dipahami adanya
beberapa manifestasi dari gejala kesulitan belajar yang dialami peserta
didik. Dari gejala-gejala yang termanifestasi dalam tingkah laku setiap
peserta didik, diharapkan para pendidik atau guru dapat memahami dan
mengidentifikasikan mana siswa yang mengalami kesulitan dalam
belajar dan mana pula yang tidak.

4. Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Belajar


Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas
dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Secara garis
besar, factor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atau dua
macam, yakni:

24

a. Faktor intern siswa


Yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam
diri

siswa

sendiri-sendiri

yang

meliputi

gangguan

atau

kekuranganmampuan psiko-fisik siswa, antara lain:

24

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), 183.

1) Yang bersifat kogitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya


kapasitas intelektual/intelegensi siswa.
2) Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya
emosi dan sikap
3) Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti
terganggunya alat-alat indera penglihat dan pendengar (mata dan
telinga).

b. Faktor ekstern siswa


Yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang dating dari luar diri
siswa yang meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar
yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor lingkungan ini
antara lain:

25

1) Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan


antara ayah dengan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi
keluarga.
2) Lingkungan perkampungan atau masyarakat, contohnya: wilayah
perkampungan kumuh (slum area), dan teman sepermainan (peer
group) yang nakal.
3) Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung
sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru dan alat-alat
belajar yang berkualitas rendah.

25

Ibid.

Jika sudut pandang diarahkan pada aspek lainnya, maka faktorfaktor penyebab kesulitan belajar anak didik dapa dibagi menjadi factor
anak didik, sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar.

26

a. Faktor anak didik


Faktor yang dapat menjadi penyebab kesulitan belajar anak
didik antara lain:
1) Intelegensi (IQ) yang kurang baik
2) Bakat yang kurang atau tidak sesuai dengan bahan pelajaran yang
dipelajari atau yang diberikan oleh guru.
3) Keadaan fisik yang kurang menunjang. Misalnya, cacat tubuh
yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, dan
gangguan psikomotor; cacat tubuh yang tetap (serius) seperti,
buta, tuli, bisu, hilang tangan dan kaki, dan sebagainya.
4) Kesehatan yang kurang baik. Misalnya, sakit kepala, skait perut,
sakit mata, sakit gigi, sakit flu, atau mudah capek dan mengantuk
karena kurang gizi.
5) Kebiasaan belajar yang kurang baik. Belajar dengan penguasaan
ilmu pengetahuan pada tingkat hafalan, tidak dengan perhatian
(insight), sehingga sukar ditransfer ke situasi yang lain.
Faktor intelegensi adalah kesulitan anak didik yang bersifat
menetap. Sedangkan kesehatan yang kurang baik atau sakit, kebiasaan

26

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 202-205.

belajar yang tidak baik dan sebagainya adalah faktor non-intelektual


yang bisa dihilangkan.

b. Faktor sekolah
Sebagai lembaga pendidikan yang setiap hari anak didik
datangi tentu saja mempunyai dampak yang besar bagi anak didik.
Kesemuanya dan ketenangan anak didik dalam belajar akan
ditentukan sampai sejauh mana kondisi dan sistem sosial di sekolah
dalam menyediakan lingkungan sekolah yang dianggap dapat
menimbulkan kesulitan belajar bagi anak didik antara lain:
1) Pribadi dan kualitas guru yang kurang baik.
2) Alat atau media yang kurang memadai. Alat pelajaran yang
kurang lengkap membuat penyajian pelajaran yang tidak baik.
Terutama pelajaran yang bersifat praktikum. Kurangnya alat
laboratorium akan banyak menimbulkan kesulitan dalam belajar.
3) Fasilitas fisik sekolah yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan
tidak terpelihara dengan baik.
4) Suasana sekolah yang kurang menyenangkan. Misalnya suasana
bising sehingga anak didik sukar konsentrasi dalam belajar.
5) Waktu sekolah dan disiplin yang kurang. Belajar di pagi hari akan
lebih baik hasilnya daripada belajar di sore hari. Disiplin yang
kurang juga merugikan kegiatan belajar mengajar di sekolah.

c. Faktor keluarga
Faktor dalam keluarga yang menjadi penyebab kesulitan
belajar anak didik sebagai berikut:

27

1) Kurangnya biaya pendidikan yang disediakan orang tua sehingga


anak harus ikut memikirkan bagaimana mencari uang untuk biaya
sekolah hingga tamat.
2) Ekonomi keluarga yang terlalu lemah atau tinggi yang membuat
anak berlebih-lebihan.
3) Perhatian orang tua yang tidak memadai. Kerawanan hubungan
orang tua dan anak ini menyebabkan masalah psikologis dalam
belajar anak di sekolah.

d. Faktor masayarakat sekitar


Jika keluarga adalah komunitas masyarakat terkecil, maka
masyarakat adalah komunitas masyarakat dalam kehidupan sosial
yang heterogen. Kondisi dan suasana lingkungan masyarakat yang
negatif akan membuat anak didik yang hidup didalamnya terganggu
psikologisnya, sehingga dapat mengakibatkan anak didik mengalami
28

kesulitan belajar.

27
28

Ibid., 207.
Ibid., 209-210.

5. Diagnosis Kesulitan Belajar


Diagnosis merupakan istilah teknis yang kita adopsi dari bidang
medis. Menurut Thorndike dan Hagen, diagnosis diartikan sebagai upaya
atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness, disease)
apa
yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama
29

mengenai gejala-gejalanya (symtons).

Dari gejala-gejala yang tampak itu, guru (pembimbing) bisa


mengkriteriakan prestasi bahwa ia kemungkinan mengalami kesulitan
belajar. Di samping melihat gejala-gejala yang tampak, gurupun bisa
mengadakan penyelidikan antara lain dengan;
a. Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang
30

siswa ketika mengikuti pelajaran. Observasi mencatat gejala-gejala


yang tampak pada diri subjek, kemudian diseleksi untuk dipilih yang
sesuai dengan tujuan pendidikan. Murid yang mengalami kesulitan
belajar
akan menunjukkan gejala cepat lelah, mudah mengantuk, sukar
konsentrasi, catatannya tidak lengkap, dan sebagainya.

31

b. Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang


diduga mengalami kesulitan belajar.
c. Mewawancarai langsung terhadap siswa yang diselidiki maupun
orang tua atau wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang
mungkin menimbulkan kesulitan belajar
29

Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan (Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2002), 307.
30
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru (Bandung:
Rosdakarya, tt), 174.

Remaja

31

M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, 249.

d. Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk


mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa untuk
mengetahui murid yang mengalami kesulitan belajar tes meliputi, tes
buatan guru (teacher made test) yang terkenal dengan tes diagnosting
tes psikologis. Sebab yang mengalami kesulitan belajar itu mungkin
disebabkan IQ rendah, tidak memiliki bakat, mentalnya minder, dan
lain-lain sehingga diperlukan tes psikologis.
e. Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada
siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.
f.

Dokumentasi, adalah cara mengetahui sesuatu dengan melihat


catatan- catatan, arsip-arsip, dokumen-dokumen yang berhubungan
dengan orang yang diselidiki.

32

Untuk mengetahui murid yang mengalami kesulitan belajar bisa


melihat; riwayat hidupnya, kehadiran murid di dalam mengikuti
pelajaran, kumpulan ulangan, rapor, dan lain-lain. Setelah data terkumpul
kemudian diseleksi tinggal data-data yang diperlukan untuk dapat
mengetahui murid mana yang mengalami kesulitan belajar.

6. Upaya Mengatasi Kesulitan Belajar


Mengatasi kesulitan belajar tidak dapat dipisahkan dari faktorfaktor kesulitan belajar. Secara garis besar, langkah-langkah yang perlu

32

Ibid., 250.

ditempuh dalam rangka mengatasi kesulitan belajar, dapat dilakukan


melalui enam tahap, yaitu:

33

a. Pengumpulan data
Untuk menemukan sumber penyebab kesulitan belajar
diperlukan banyak informasi. Dalam pengumpulan data dapat
dipergunakan berbagai metode, diantaranya adalah; observasi, case
study, melakukan tes (baik IQ maupun tes prestasi atau sachievement
test) dan lain-lain.

b. Pengolahan data
Semua data harus diolah dan dikaji untuk mengetahui secara
pasti sebab-sebab kesulitan belajar yang dialami oleh anak. Dalam
pengelolaan data, langkah yang dapat ditempuh antara lain adalah
identifikasi kasus, membandingkan antara kasus, membandingkan
dengan hasil tes, dan menarik kesimpulan.

c. Diagnosis
Diagnosis adalah keputusan (penentuan mengenai hasil dari
pengolahan data). Dalam rangka diagnosis ini biasanya diperlukan
berbagai bantuan tenaga ahli, misalnya dokter, spikologi, psikiater,
guru dan orang tua siswa.

33

M. Dalyono,............250-254.

d. Prognosis
Prognosis artinya ramalan. Apa yang telah ditetapkan dalam
tahap diagnosis akan menjadi dasar utama dalam menyusun dan
menetapkan ramalan mengenai bantuan apa yang harus diberikan
kepadanya untuk membantu mengatasi masalahnya.

e. Treatment (perlakuan)
Treatment adalah pemberian bantuan kepada anak yang
mengalami kesulitan belajar sesuai dengan program yang telah
disusun pada tahap prognosis. Bentuk treatment yang mungkin dapat
diberikan diantaranya melalui pengajaran remedial. Pengajaran
remedial atau pengajaran perbaikan merupakan suatu bentuk bantuan
yang diberikan kepada seorang atau sekelompok siswa yang
menghadapi masalah belajar dengan maksud untuk memperbaiki
kesalahan-kesalahan dalam proses dan hasil belajar mereka. Dalam
hal ini bentuk kesalahan yang paling pokok berupa kesalahan
pengertian, dan tidak menguasai konsep-konsep dasar. Apabila
kesalahan-kesalahan

itu

diperbaiki,

maka

siswa

mempunyai

kesempatan untuk mencapai hasil belajar yang


optimal.

34

Pelayanan pendidikan dan pengajaran remedial

dapat

dilakukan sesuai dengan tipe belajar siswa, kemampuan, umur,


mental, dan bakat individu. Pendidikan dan pengajaran remedial
diselenggarakan di sekolah dan dilakukan secara individual dengan
34

Priyanto dan Erman Anti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 1999), 284.

program yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kurikulum


sekolah.

35

f. Evaluasi
Evaluasi disini dimaksudkan untuk mengetahui apakah
treatment yang telah diberikan di atas berhasil dengan baik, artinya
ada kemajuan, atau bahkan gagal sama sekali. Alat yang digunakan
untuk evaluasi ini dapat berupa tes prestasi (Achievement test).

36

B. Pembelajaran Bahasa Inggris


1. Pengertian Pembelajaran Bahasa Inggris
Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang mana
suatu kegiatan berasal atau berubah lewat reaksi dari suatu situasi yang
dihadapi

dengan

keadaan

bahwa

karakteristik-karakteristik

dari

perubahan aktifitas tersebut tidak dapat dijelaskan dengan dasar


kecenderungan- kecenderungan

reaksi

asli,

kematangan,

atau

perubahan-perubahan
sementara dari organisme.

37

Bahasa Inggris merupakan bidang studi yang dapat dikuasai


melalui

pendidikan

formal

maupun

informal

dan

yang

secara

sosiokultural tidak dianggap sebagai bahasa sendiri. Dengan demikian


pembelajaran

bahasa

Inggris

adalah

proses

individu

memperoleh kemampuan

35

Cece Wijaya, Pendidikan Remedial (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), 47.

untuk

36
37

M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, ............., 255.


Jogiyanto Hartono, Pembelajaran Metode Kasus (Yogyakarta: Andi Ofset. 2006), 12.

30

dalam bidang studi bahasa Inggris yang meliputi membaca (reading),


mendengarkan (listening), berbicara (speaking), menulis (writing).
Bahasa Inggris merupakan mata pelajaran muatan lokal.

38

Mata

pelajaran muatan lokal pengembangan sepenuhnya ditangani oleh


sekolah dan komite sekolah yang membutuhkan penanganan secara
professional dalam merencanakan, mengelola, dan melaksanakannya.
Dengan demikian penanganan secara professional muatan

39

local

merupakan tanggung jawab pemangku kepentingan (stake holders) yaitu


sekolah dan
komite sekolah.

2. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Bahasa Inggris


Fungsi bahasa Inggris adalah sebagai sarana untuk mengenalkan
bahasa Inggris sebagai bahasa masyarakat global.

40

Tujuan pengajaran

pada waktu yang lalu berpusat pada pendidik atau guru. Sedangkan
tujuan pengajaran dewasa ini selalu berpusat pada peserta didik atau
siswa.
Dengan berpusatnya tujuan pengajaran pada peserta didik, maka
keberhasilan proses belajar mengajar lebih banyak dinilai dari seberapa
jauh perubahan-perubahan perilaku yang diinginkan telah terjadi pada
diri
siswa.

41

Sedangkan tujuan pembelajaran bahasa Inggris, yaitu:

42

38

Tim Penyusun, KTSP Madrasah Ibtidaiyah Maarif Ngrupit Jenangan Ponorogo,


(Ponorogo, Departemen Agama, 2007), 209.
39
Ibid., 207.
40
Ibid., 202.
41
R. Ibrahim dan Nana S, Perencanaan Pengajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 70.
42
Tim Penyusun, KTSP.., 202.

31

a. Siswa memiliki keterampilan dasar tentang keterampilan berbahasa


Inggris sebagai bekal menghadapi tantangan hidup
b. Siswa mampu mengembangkan kemampuan dan keterampilan dialog
dan komunikasi dengan bahasa Inggris.
c. Siswa memiliki rasa estetika, apresiasi terhadap bahasa Inggris
d. Siswa dapat membina keterampilan berbahasa Inggris baik lisan
maupun tulisan dalam upaya mengikuti dinamika perkembangan
pendidikan.

3. Pendekatan Pembelajaran Bahasa Inggris


Pendekatan adalah sekumpulan asumsi yang satu sama lain saling
berkaitan dalam hubungan sebab akibat. Asumsi-asumsi ini saling
berkorelasi erat dengan tabiat asli suatu bahasa dan akibat pengajaran
dan pembelajaran bahasa.
Pendekatan menjadi dasar pengembangan yang sangat penting
yang sudah terpola dan merupakan deskripsi dan karakter atau tabiat
materi pembelajaran yang akan diajarkan. Pendekatan juga merupakan
penjelasan model pemikiran sebagian orang serta filosofi mereka tentang
segala sesuatu yang mereka telaah atau teliti. Misalnya: pendekatan lisan
dengan

dilandasi

oleh

asumsi-asumsi

dasar

kebahasaan

yang

berhubungan dengan pengajaran dan pembelajaran bahasa dengan teknik


menyimak menirukan.

Dalam konteks psikologi, pendekatan pembelajaran bahasa Inggris


terdiri dari:
a. Pendekatan pembelajaran andragosis
Menurut Knowles (1998) menyatakan bahwa andragogy
didefinisikan sebagai suatu pendekatan pembelajaran untuk orang
dewasa. Lebih lanjut andragogy dikarakteristikan sebagai proses
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered learning),
karena pembelajaran menurut pendekatan ini dipercaya sebagai
individu yang termotivasi untuk belajar secara internal (self directed
learners).
Pendekatan pembelajaran andragogis memandang pendidikan
sebagai suatu kesetaraan. Artinya guru dan siswa dalam suatu proses
pembelajaran berada pada posisi yang setara, dan memandang siswa
mampu berpartisipasi dalam wacana kerja kolaboratif. Pendekatan
pembelajaran andragogis memposisikan kegiatan pembelajaran
bahasa Inggris harus:
1) Berpusat pada masalah.
2) Menuntut dan mendorong siswa untuk aktif dalam berbahasa
Inggris secara realistis.
3) Mendorong siswa untuk mengemukakan pengalamannya seharihari dalam bahasa Inggris.

4) Menumbuhkan kerjasama, baik antara sesama siswa dan antara


siswa dengan gurunya dalam mencari solusi permasalahan
komunikasi berbahasa Inggris.
5) Lebih bersifat memberikan pengalaman berkomunikasi bahasa
Inggris bukan merupakan transformasi atau penyerapan materi
bahasa Inggris semata.

b. Pendekatan pembelajaran paedagogik


Pendekatan pembelajaran paedagogi merupakan pembelajaran
yang berpusat pada guru (teacher centered learning). Di dalam
pendekatan paedagogy, guru banyak berperan untuk mengontrol dan
memutuskan apa saja yang akan dipelajari dalam sebuah proses
pembelajaran, bagaimana suatu materi pelajaran itu harus dipelajari
(menentukan metode belajar), dan kapan harus dilakukan proses
pengukuran (assesment) hasil belajar. Dan siswa semata-mata tunduk
dan mengikuti apa yang diajarkan oleh gurunya.

43

4. Metode Pembelajaran Bahasa Inggris


Di dalam proses belajar mengajar metode merupakan interaksi
yang dilakukan antara guru dan peserta didik dalam suatu pengajaran
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

44

Metode pembelajaran adalah teknik penyajian yang dikuasai guru


untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam
kelas baik secara individual atau secara kelompok agar pelajaran itu
diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik.

45

Metode pembelajaran bahasa Inggris yang relevan untuk tingkat


dasar yaitu:

43

http://robertsumardi.wordpress.com/2008/09/10/implikasiPendekatanAndragogis dalam
PembelajaranBahasaInggris.
44
Abdul Mujib, Perencanaan Pembelajaran (Bandung: remaja Rosdakarya, 2007), 135.
45
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetyo, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: Pustaka
Setia,1999), 52.

a. Total physical response (TPR)


Total physical response (TPR) merupakan suatu metode yang
diturunkan dari the natural approach yang menyatakan bahwa belajar
suatu bahasa asing harus dilakukan secara alamiah, menyerupai
proses belajar bahasa Ibu. Dalam TPR siswa merespon kalimatkalimat perintah yang diucapkan guru. Dalam tahap ini siswa sama
sekali tidak mengeluarkan kata-kata, melainkan hanya memberikan
respon secara fisik.
b. The Reading Method
The reading method menekankan pada membaca sebagai
kegiatan utama belajar Bahasa Inggris. Pada tahap-tahap awal,
dilakukan membaca nyaring (reading aloud) dengan tujuan melatih
pengucapan. Membaca nyaring sangat penting untuk anak-anak
sekolah dasar untuk membiasakan alat-alat ucap mereka membentuk
bunyi-bunyi bahasa Inggris.

c. Songs and Game


Permainan dan lagu dapat memiliki dua fungsi penting dalam
pembelajaran bahasa Inggris. Pertama, berbagai macam permainan
dan lagu-lagu dapat digunakan untuk mengajar bahasa Inggris,
seperti kosa kata, pengucapan, dan kelancaran (fluency). Kedua,
permainan dan lagu dapat memperkenalkan masyarakat dan budaya
pemakai bahasa Inggris sebagai bahasa pertama.

d. Field Study
Siswa belajar bahasa Inggris dari benda-benda dan kehidupan
di sekitarnya. Hal yang terbaik dapat dilakukan guru untuk mengajak
siswa

belajar

secara

otentik

dan

bermakna

adalah

dengan

menyediakan language rich environment (lingkungan yang kaya


bahasa).

46

e. Active Learning
Beberapa asumsi metode pembelajaran active learning yaitu:
1) Siswa atau anak didik adalah subjek inti dalam proses
pembelajaran,

sehingga

merekalah

yang

aktif

dengan

mempertimbangkan keseimbangan seluruh ranah afektif, kognitif


dan psikomotorik mereka.
2) Guru merupakan sosok fasilitator yang membimbing anak didik
untuk belajar mandiri, guru bukanlah penceramah atau nara
sumber
3) Kurikulum seharusnya sesuai dengan kemampuan anak didik dan
juga sesuai dengan kebutuhan mereka.
4)

Lingkungan terutama kelas harus disetting sedemikian rupa


sehingga anak didik merasakan siap untuk belajar saat masuk di
dalamnya.

47

5. Standar Kompetensi Pembelajaran Bahasa Inggris

46
47

http://www.undiksha.ac.id/marhaeni/index.php?md=artikel&act=view&mi=9
http://www.scribel.com/doc/8142002/Metode-pembeljaran-bahasa inggris.

Standar kompetensi adalah kompetensi atau kemampuan yang


distandarkan untuk jenjang, kelas, dan semester tertentu. Artinya, semua
sekolah pada jenjang yang sama harus membuat siswanya memiliki
kompetensi tersebut.

48

Untuk standar kompetensi Bahasa Inggris dirumuskan menjadi


empat, yaitu:
a. Reading (membaca), yaitu kompetensi siswa dalam membaca teks
atau bacaan bahasa Inggris.
b. Writing (menulis), yaitu kompetensi siswa yang diarahkan dalam
menulis Bahasa Inggris
c. Listening

(mendengarkan),

yaitu

kompetensi

siswa

dalam

mendengarkan
d.

Speaking (berbicara), yaitu kompetensi siswa yang diarahkan dalam


berbicara bahasa Inggris.

49

C. Pembelajaran Bahasa Inggris di MI


Pengajaran bahasa Inggris di Indonesia sudah dimulai pada saat
setelah masa Kemerdekaan Indonesia. Berbagai kurikulum dan metode telah
dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menguasai
bahasa Inggris. Walaupun demikian hasilnya masih belum dirasakan
maksimal dalam membuat siswa dapat berkomunikasi dengan baik
melalui bahasa

48
49

Tim Penyusun, KTSP Madrasah Ibtidaiyah Maarif Ngrupit Jenangan Ponorogo, 209.
Ibid.

tersebut. Berbagai masalah dan faktor yang melatar belakangi mengapa hasil
yang dicapai belum sesuai yang diharapkan.
Salah satu cara pemerintah dalam meningkatkan kemampuan siswa
dalam berbahasa Inggris adalah memperkenalkan bahasa Inggris lebih dini,
yaitu dimulai dari Sekolah Dasar. Program ini dilaksanakan berdasarkan
pada kurikulum 1994 untuk Sekolah Dasar. Secara resmi kebijakan tentang
memasukkan pelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar sesuai dengan
kebijakan Depdikbud RI No. 0487/1992, Bab VIII, yang menyatakan bahwa
sekolah dasar dapat menambah mata pelajaran dalam kurikulumnya, asalkan
pelajaran itu tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional.
Kemudian, kebijakan ini disusul oleh SK Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan

No.

060/U/1993

tanggal

25

Februari

1993

tentang

dimungkinkannya program bahasa Inggris sebagai mata pelajaran muatan


lokal SD, dan dapat dimulai
pada kelas 4 SD/MI.

50

Lebih lanjut, dalam Landasan, Program dan Pengembangan


Kurikulum Pendidikan Dasar diisyaratkan bahwa bahasa Inggris dapat
diajarkan di sekolah dasar bilamana dianggap perlu oleh masyarakat daerah
setempat sebagai muatan lokal (MULOK). Dalam hal ini, peran dan
komitmen pihak
sekolah dan Dinas Pendidikan setempat sangat menentukan.

51

Sekolah mempunyai kewenangan mengenai mata pelajaran bahasa


Inggris dimasukkan sebagai salah satu muatan lokal yang diajarkan di
Sekolah

50

http://pbingfkipunlam.wordpress.com/2008/10/21/kendala-pengajaran-bahasa-inggris- disekolah-dasar.
51
http://hi-in.facebook.com/topic.php?uid=113921160879&topic=9863Usia Belajar
Bahasa

Dasar berdasarkan pertimbangan dan kebutuhan situasi dan kondisi baik dari
orang

tua

maupun

lingkungan

masyarakat

itu

sendiri.

Dalam

perkembangannya program ini menghadapi masalah-masalah baik dari


sekolah maupun dari guru. Salah satu kendala yang dihadapi adalah tidak
tersedianya silabus khusus mata pelajaran bahasa Inggris. Walaupun sebagai
mata pelajaran muatan lokal akan tetapi bahasa Inggris haruslah tetap
mempunyai silabus tersendiri. Pemerintah dalam hal ini kementrian
pendidikan nasional bidang dasar dan menengah tidak menyediakan silabus
mata pelajaran bahasa Inggris. Tugas tersebut diserahkan sepenuhnya
kepada masing-masing daerah propinsi untuk membuat silabus tersendiri
sesuai dengan situasi dan kondisi di daerah tersebut. Masalah yang lain
adalah metode dan strategi pengajaran oleh guru yang tidak sesuai
dengan
perkembangan siswa.

52

Tujuan Pengajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar


Menurut pedoman garis besar pendidikan dasar di Indonesia, tujuan
pendidikan dasar di Indonesia ialah mempersiapkan lebih awal siswa
pengetahuan dasar sebelum melangkah ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi. Alasan yang terakhir adalah bagi orang tua dan guru dapat
memberikan bekal bagi siswa bahwa dengan menguasai bahasa Inggris maka
bisa memberikan kesempatan yang lebih terbuka untuk mengembangkan diri
guna memperoleh kesempatan yang lebih baik menghadapi persaingan
lapangan

52

http://pbingfkipunlam.wordpress.com/2008/10/21/kendala-pengajaran-bahasa-inggris- disekolah-dasar.

40

kerja dan karir di masa yang akan datang. Oleh karena mengutip pendapat
Pennycook (1995:40) bahwa bahasa Inggris telah menjadi suatu alat yang
sangat menentukan bagi kelanjutan pendidikan, pekerjaan serta status sosial
masyarakat.
Akhirnya kesimpulan utama alasan pengajaran bahasa Inggris
diadakan di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtdaiyah ialah untuk memberikan
pengetahuan penguasaan kosa kata yang banyak sehingga apabila siswa
melanjutkan jenjang pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi mereka
tidak akan mengalami kesulitan. Oleh karena itu fokus utama dalam
pengajaran bahasa Inggris ini ialah penguasaan kosa kata. Dengan
menguasai kosa kata yang banyak maka para siswa dapat dengan mudah
menguasai keterampilan bahasa yang lain.53

53

Ibid.

BAB III
UPAYA GURU DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR
SISWA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS KELAS
II DI MI MAARIF NGRUPIT JENANGAN PONOROGO
TAHUN PELAJARAN 2008 / 2009

A. Gambaram Umum Lokasi Penelitian


1. Sejarah Berdirinya MI Maarif Ngrupit
MI Maarif Ngrupit didirikan pada tanggal 1 Jnuari 1957. tokohtokoh pendiri MI Maarif ini adalah Muh. Syarwani, Asropun,
Suparman, Abu Natsir. Pada waktu itu MI Maarif Ngrupit disebut
Sekolah Agama Islam (SAI), dengan memuat kurikulum menekankan
pada mata pelajaran agama serta ditambah dengan pelajaran umum

sebagai tambahan kemampuan murid dalam menuntut ilmu di Sekolah


Agama Islam.

Pada awal didirikan, kegiatan belajar mengajar dilaksanakan pada


sore hari. Kegiatan ini berlangsung selama 3 (tiga) tahun, yakni dari
tahun 1957-1960. dan kegiatan belajar mengajar dilaksanakan di
komplek pondok atau masjid Gambir Ngrupit. Setelah tahun 1960
dengan adanya wakaf dari Ibu Haji Muninggar Patihan wetan dan Bapak
Mangun Sirus
2

Cokromenggalan dengan tanah seluas 1400 m maka dibangunlah gedung


sebagai tempat kegiatan belajar mengajar.
Pada tahun 1961, ada instruksi dari pemerintah agar setiap
pendidikan yang merupakan suatu sekolah, supaya mendaftarkan dan
menggabungkan diri pada lembaga pendidikan dari suatu organisasi
kemasyarakatan. Oleh karena itu madrasah ini dimasukkan pada lembaga
pendidikan yang berwenang di bawah organisasi Nahdlotul Ulama
sehingga berganti nama menjadi MI Maarif Ngrupit.
Dari awal didirikan hingga sekarang, MI Maarif Ngrupit mengalami empat
pergantian kepala sekolah, yaitu:
a. Siti Markhamah

(1957-1967)

b. Imam Supardi

(1967-1992)

c. Slamet Daroini, A.Ma

(1992-2006)

d. Suharno, S.Pd.I

(2007-Sekarang)

2. Letak Geografis MI Maarif Ngrupit

Madrasah Ibtidaiyah (MI) Maarif Ngrupit terletak di jalan


Gambir Anom No. 23 Dusun Krajan Desa Ngrupit Kecamatan Jenangan
Kabupaten Ponorogo.
Adapun batas-batas Desa Ngrupit adalah sebagai berikut:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Mlilir
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kadipaten
c. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Babadan
d. Sbelah timur berbatasan dengan Desa Plalangan dan Desa Sedah

3. Visi, Misi, dan Tujuan MI Maarif Ngrupit


Dalam menyelenggarakan aktifitas akademisnya, MI Maarif
Ngrupit memiliki visi, misi dan tujuan yang mulia dalam upaya
mencerdaskan masyarakat luas. Adapun visi, misi dan tujuan MI Maarif
Ngrupit adalah sebagai berikut:
a. Visi MI Maarif Ngrupit
Dengan berpegang teguh kepada Al-Quran dan sunnah rasul
serta fatwa ulama, kita cetak generasi muda yang beriman dan
bertaqwa serta menguasai dan terampil dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi.

b. Misi MI Maarif Ngrupit


1) Menjadikan madrasah yang nyaman dan menyenangkan untuk
proses belajar-mengajar.
2) Menjadikan konsep Islam dalam kegiatan-kegiatan sebagai sarana
pendidikan kepada siswa.
3) Mengadakan dan mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler yang
menunjang bakat, minat dan prestasi siswa
4) Membudayakan aqidah dan akhlaq Islam bagi guru, siswa dan
seluruh warga sekolah
5) Disiplin waktu, kerja dan bertanggung jawab bagi warga madrasah

c. Tujuan MI Maarif Ngrupit


1) Siswa dan guru dapat menerangkan ajaran Islam dalam
kehidupan sehari-hari secara baik dan benar
2) Siswa yang berprestasi, guru yang berdedikasi dan professional
serta madrasah yang disenangi dan dicintai masyarakat
3) Madrasah yang senantiasa dalam ridho Allah SWT

4. Mata Pelajaran yang Diajarkan di MI Maarif Ngrupit


Dalam menyampaikan mata pelajaran di MI Maarif Ngrupit
adalah sebagai berikut:
a. 1 (satu) jam pelajaran alokasi waktu 35 menit
b. Kelas 1, 2, dan 3 pendekatan tematik. Alokasi waktu per mata
pelajaran diatur sendiri oleh MI.
c. Kelas 4, 5, dan 6 pendekatan mata pelajaran
d. Sekolah dapat memasukkan pendidikan yang berbasis keunggulan
lokal dan global, yang merupakan bagian dari mata pelajaran yang
diunggulkan.
e. Mengenai pembelajaran tematik sekolah dapat menentukan alokasi
waktu per mata pelajaran sedangkan dalam proses belajar mengajar
menggunakan pendekatan tematik
Adapun mata pelajaran dan alokasi waktu yang diajarkan di MI
Maarif Ngrupit adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1
Mata Pelajaran Yang Diajarkan di MI Maarif Ngrupit

No

Komponen
1

A
1

2
3
4
5
6
7
8
B

Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam
a. Quran Hadits
b. Aqidah Akhlak
c. Fiqih
d. Sejarah Kebudayaan Islam
e. Bahasa Arab
Pendidikan Kewarganegaraan
Bahasa Indonesia
Matematika
Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Sosial
Seni Budaya dan Ketrampilan
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan
Kesehatan
Mulok :
a. Bahasa Jawa
b. Bahasa Inggris
c. Aswaja / Ke NU-an

Pengembangan Diri
Jumlah

Alokasi waktu
Kelas
2 3 4 5

P
E
N
D
E
K
A
T
A
N
T
E
M
A
T
I
K
2

2
2
2
2
2
2
5
5
4
3
2
2

2
2
2
2
2
2
5
5
4
3
2
2

2
2
2
2
2
2
5
5
4
3
2
2

2
2
1

2
2
1

2
2
1

35 36 38 40 40 40

5. Struktur Organiasi Sekolah di MI Maarif Ngrupit


Untuk mencapai tujuan dan visi, misi sekolah, maka diperlukan
sebuah kepengurusan mulai dari komite sekolah, kepala sekolah, sampai
dengan siswa-siswinya. MI Maarif Ngrupit dipimpin oleh seorang
kepala sekolah yang bijaksana dan dibantu oleh semua pihak yang
terlibat dalam sekolah ini. Untuk lebih jelasnya tentang struktur
organisasi komite

sekolah dan struktur organisasi sekolah MI Maarif Ngrupit dapat dilihat


pada lampiran.

6. Keadaan Guru dan Murid


Guru MI Maarif Ngrupit berumlah 14 orang yang terdiri dari
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berjumlah 5 orang dan Guru Tetap
Yayasan (GTY) berjumlah 9 orang. Guru MI Maarif Ngrupit
mempunyai jenjang pendidikan S-1 dan D-III dan SMA (daftar
keadan

guru

terlampir).

Sedangkan siswa MI Maarif Ngrupit berjumlah 160, dengan


perincian menurut kelas seperti terlihat pada tabel berikut:
Tabel 3.2
Keadaan Siswa MI Maarif Ngrupit Jenangan Ponorogo
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kelas
I
II
III
IV
V
VI
Jumlah

Laki-Laki
21
12
13
18
7
18
89

Perempuan
8
12
11
14
15
11
71

Jumlah
29
24
24
32
22
29
160

7. Sarana dan Prasarana


Sarana dan prasarana merupakan suatu perlengkapan yang harus
dimiliki oleh lembaga penelitian formal, karena sarana dan prasarana
merupakan suatu yang penting bagi kelancaran belajar mengajar. Untuk
lebih jelasnya mengenai sarana prasarana MI Maarif Ngrupit dapat
dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.3
Sarana Prasarana MI Maarif Ngrupit Jenangan Ponorogo
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Jenis Bangunan
Ruang Kepala Sekolah dan Guru
Ruang Kelas
Ruang Perpustakaan
Ruang UKS
Ruang Komputer
Ruang Kamar Mandi
Ruang Dapur
Kantin
Tempat Parkir
Gudang

Jumlah
1
6
1
1
1
2
1
1
1
1

Kondisi
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik

B. Data Khusus
1. Prestasi Belajar Bahasa Inggris Siswa Kelas II MI Maarif Ngrupit
Prestasi belajar berbahasa seseorang tidak akan terasah dengan
baik jika dirinya sendiri tidak termotivasi untuk belajar dan belajar. Sama
halnya yang terjadi di MI Maarif Ngrupit. Prestasi belajar Bahasa
Inggris siswa kelas II MI Maarif Ngrupit dapat diketahui dari hasil
wawancara sebagai berikut:
Prestasi belajar bahasa Inggris siswa kelas II MI Maarif Ngrupit
54
Jenangan masih biasa-biasa saja.
Ada juga anak didik yang cepat memahami ketika guru sedang
mengajar bahasa Inggris, ada juga yang biasa dan yang lamban.
Hal ini disebabkan karena tingkat kecerdasan siswa di kelas II MI
55
Maarif Ngrupit ini berbeda-beda.

54
55

Lihat Transkip Wawancara Nomor: 02/1-W/F-1/1-VI/2009.


Lihat Transkip Wawancara Nomor: 02/2-W/F-1/2-VI/2009.

Pada dasarnya dalam mempelajari bahasa Inggris banyak sekali


kesulitan yang dihadapi oleh siswa. Data mengenai kesulitan belajar
bahasa Inggris yang dialami siswa dapat dilihat pada saat berlangsungnya
proses kegiatan belajar mengajar dan tugas-tugas yang diberikan kepada
siswa. Hal ini sesuai dengan wawancara yang dilakukan kepada guru
bahasa Inggris kelas II MI Maarif Ngrupit sebagai berikut:
Selama ini proses belajar mengajar berjalan dengan baik
meskipun masih ada kekurangan, ada peserta didik tidak
56
memperhatikan ketika guru sedang menerangkan.
Guru menerapkan metode resitasi atau pemberian tugas kepada
siswa. Meskipun ada beberapa siswa yang tidak tuntas dalam
57
pengerjaan tugas.
Dari hasil wawancara dengan guru bahasa Inggris kelas II MI
Maarif Ngrupit bahwa kesulitan yang dihadapi siswa dalam belajar
bahasa Inggris adalah sebagai berikut:
Dari segi listening biasanya anak-anak kurang memahami
perkataan dan kurang mendengarkan apabila gurunya melafalkan
suatu kata ataupun kalimat dikarenakan perhatian mereka
58
bercabang.
Dalam hal writing anak-anak seringkali menulis kata-kata dalam
bahasa Inggris sesuai dengan apa yang dilafalkan oleh gurunya
atau yang mereka dengarkan, sehingga tulisannya mereka anggap
59
sama seperti tulisan dalam bahasa Indonesia pada umumnya.
Dalam segi reading tidak jauh berbeda dengan writing, mereka
60
seringkali membaca apa adanya tulisan yang ada dalam teks.
Untuk speaking, siswa kurang bisa berkomunikasi dengan
bahasa Inggris dengan lancar, selain sering lupa dengan kata-kata
yang
56

Lihat Transkip Wawancara Nomor: 02/2-W/F-1/2-VI/2009.


Lihat Transkip Wawancara Nomor: 02/1-W/F-1/1-VI/2009.
58
Lihat Transkip Wawancara Nomor: 03/2-W/F-1/2-VI/2009.
59
Lihat Transkip Wawancara Nomor: 03/2-W/F-1/2-VI/2009.
60
Lihat Transkip Wawancara Nomor: 03/2-W/F-1/2-VI/2009.
57

50

akan diucapkan pada saat akan berkomunikasi, mereka juga


jarang sekali menggunakan bahasa tersebut dalam keseharian
mereka dan menganggap bahasa Inggris sangat sulit untuk
61
dipelajari.
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan
belajar bahasa Inggris yang dihadapi siswa kelas II MI Maarif Ngrupit
meliputi listening, writing, reading, speaking. Dan kesulitan yang ratarata dialami oleh siswa yaitu membaca (reading) dan menulis (writing).
Data ini sesuai dengan hasil wawancara dengan siswa kelas II MI
Maarif Ngrupit sebagai berikut:
Menulis dan membaca bahasa Inggris sangat sulit dan biasanya
62
saya tidak hafal kalau disuruh menghafalkan bahasa Inggris.
Saat bu guru berbicara menggunakan bahasa Inggris saya kurang
faham dan apabila saya disuruh membaca, bacaannya masih
63
banyak yang salah.
Saya sangat sulit membaca dan menulis bahasa Inggris, bahkan
saya tidak faham sama sekali bahasa Inggris karena saya tidak
64
memperhatikan ketika diajar.
Secara lebih rinci jenis kesulitan belajar bahasa Inggris siswa
kelas II MI Maarif Ngrupit dapat dilihat tabel hasil tes yang telah guru
Bahasa Inggris kelas II dan peneliti lakukan sebagai berikut:

61

Lihat Transkip Wawancara Nomor: 03/2-W/F-1/2-VI/2009.


Lihat Transkip Wawancara Nomor: 09/3-W/F-1/6-VI/2009.
63
Lihat Transkip Wawancara Nomor: 11/5-W/F-1/6-VI/2009.
64
Lihat Transkip Wawancara Nomor: 10/4-W/F-1/6-VI/2009.
62

Tabel 3.4
Jenis Kesulitan Belajar Bahasa Inggris
No

Jenis Kesulitan

1.

Belum mampu melafalkan huruf bahasa Inggris


dengan artikulasi yang benar.
2. Belum mampu melafalkan kosa kata bahasa Inggris
dengan bunyi dan ejaan yang benar.
3. Belum mampu memahami perkataan guru ketika
guru berbicara dalam bahasa Inggris.
4. Belum mampu memberikan tanggapan kepada guru
ketika guru mengajak berbicara / bertanya dalam
bahasa Inggris.
5. Belum mampu membaca teks Inggris dengan benar
dan menggunakan suara dengan jelas.
6. Belum mampu memahami isi bacaan bahasa
Inggris membaca teks.
setelah
7. Belum mampu menulis / merangkai / menyusun
kata-kata dalam bahasa Inggris.
8. Belum mampu menulis kata / kalimat yang
didektekan guru.
9. Belum mampu menyusun kalimat bahasa Inggris
dengan benar.
10. Belum mampu berkomunikasi menggunakan
bahasa Inggris dengan lancar.

Jumlah
siswa
9
10
13
15
12
10
11
18
11
19

2. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kesulitan Belajar Bahasa Inggris


Siswa Kelas II MI Maarif Ngrupit
Prestasi belajar yang dicapai siswa merupakan hasil interaksi
berbagai faktor yang mempengaruhi, baik dari dalam diri (faktor
internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) siswa. Demikian pula
apabila siswa mengalami kesulitan belajar, hal ini dipengaruhi juga oleh
faktor internal maupun eksternalnya.

Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya kesulitan belajar


bahasa Inggris siswa kelas II MI Maarif Ngrupit berikut hasil
wawancara dengan guru bahasa Inggris kelas II MI Maarif Ngrupit:
Faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar
bahasa Inggris antara lain mereka menganggap bahasa Inggris
merupakan bahasa yang masih asing bagi mereka sehingga tidak
digunakan sebagai bahasa sehari-hari. Kurangnya motivasi baik
dari diri siswanya sendiri maupun dari orang tuanya untuk
mempelajari bahasa Inggris. Rendahnya pemusatan perhatian
65
siswa pada saat proses belajar mengajar bahasa Inggris.
Faktor tersebut terbagi menjadi faktor intern yang berasal dari
dalam diri siswa itu sendiri dan faktor ekstern yang berasal dari
luar. Faktor intern seperti halnya siswa memiliki IQ rendah yang
memang sudah bawaan sejak lahir. Faktor ekstern seperti halnya
66
kurangnya sarana dan prasarana yang ada di sekolah.
Bahasa Inggris merupakan mata pelajaran muatan lokal yang
hanya dilakukan selama 2 jam mata pelajaran (satu kali
pertemuan dalam satu minggu) jadi siswa mengalami kesulitan
belajar dikarenakan minimnya waktu, sehingga dirasa belajarnya
67
juga kurang intensif.
Kegiatan belajar siswa di rumah sangat dipengaruhi oleh peran
orang tua maupun anggota keluarga lainnya. Sewajarnya orang tua harus
mendampingi anaknya ketika belajar, sehingga terjadi komunikasi yang
baik antara orang tua dan anaknya. Namun kenyataannya banyak sekali
orang tua yang sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing.
Berikut hasil wawancara dengan orang tua siswa kelas II MI
Maarif Ngrupit:

65
66
67

Lihat Transkip Wawancara Nomor: 05/2-W/F-2/3-VI/2009.


Lihat Transkip Wawancara Nomor: 05/2-W/F-2/3-VI/2009.
Lihat Transkip Wawancara Nomor: 04/2-W/F-2/3-VI/2009

Saya jarang sekali menemani anak saya ketika belajar. Sehingga


ketika anak saya mengalami kesulitan terutama pelajaran bahasa
Inggris saya tidak bisa membantu memecahkannya.
Meskipun tidak sering mendampingi karena saya sendiri juga
sibuk tetapi untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi anak saya
tersebut terutama pada mata pelajaran Bahasa Inggris saya
ikutkan bimbingan belajar Bahasa Inggris.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bahasa Inggris kelas II
MI Maarif Ngrupit dan orang tua siswa maka dapat diketahui faktorfaktor penyebab kesulitan belajar bahasa Inggris siswa kelas II MI
Maarif Ngrupit antara lain:
1. Kurangnya motivasi belajar dalam diri siswa sendiri.
2. IQ yang kurang baik.
3. Rendahnya pemusatan perhatian siswa ketika proses belajar mengajar
berlangsung.
4. Kurangnya perhatian atau motivasi orang tua terhadap anak didik.
5. Keterbatasan waktu saat proses belajar mengajar bahasa Inggris.
6. Kurangnya sarana dan prasarana yang ada di sekolah.

3. Upaya yang Dilakukan Guru Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar


Bahasa Inggris Siswa Kelas II MI Maarif Ngrupit
Adapun data mengenai upaya yang dilakukan guru bahasa Inggris
dalam mengatasi kesulitan belajar siswa kelas II MI Maarif Ngrupit
tersebut diperoleh dari hasil wawancara sebagai berikut:

Guru telah memberikan motivasi kepada anak didik agar mereka


tetap belajar dan guru juga menerapkan beberapa metode yang
bisa menarik perhatian atau minat belajar siswa terhadap bahasa
68
Inggris.
Dalam memberikan bantuan dan bimbingan sebagai upaya
mengatasi kesulitan belajar bahasa Inggris, alternatif lain yang dilakukan
oleh guru/pendidik untuk mengembangkan keberhasilan belajar bahasa
Inggris adalah ketika proses belajar mengajar berlangsung siswa harus
selalu dilatih menggunakan kata-kata maupun kalimat dalam bahasa
Inggris sesuai dengan temanya, dan juga harus bisa menerjemahkannya,
seperti hasil wawancara sebagai berikut:
Ketika proses belajar mengajar berlangsung siswa harus selalu
dilatih menggunakan kata-kata maupun kalimat dalam bahasa
Inggris. Agar lebih menguasai bahasa Inggris maka setiap hari
siswa dibiasakan menguasai minimal sepuluh kosa kata, atau
dalam setiap kali pertemuan siswa bisa menerjemahkan beberapa
69
kalimat.
Selain memberikan motivasi untuk menarik perhatian atau minat
belajar siswa terhadap bahasa Inggris, guru juga harus memberikan
kesempatan bertanya bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar agar
mereka terlatih menggunakan bahasa Inggris dengan baik dan tidak lupa
untuk memberikan tugas kepada siswa.
Untuk mengetahui keberhasilan yang telah dilakukan selama
proses belajar mengajar bahasa Inggris berlangsung, guru mengetahuinya
dari ketuntasan belajar, maka upaya yang dilakukan untuk mengatasi
kesulitan belajar tersebut yaitu dengan mengadakan program remedial
68
69

Lihat Transkip Wawancara Nomor: 07/2-W/F-3/4-VI/2009.


Lihat Transkip Wawancara Nomor: 07/2-W/F-3/4-VI/2009.

dengan tujuan agar siswa dapat memperbaiki nilai mereka serta


membantu pemahamannya terhadap bahasa Inggris. Seperti hasil
wawancara sebagai berikut:
Program remedial ini bertujuan agar siswa dapat memberbaiki
nilai mereka sekaligus membantu pemahaman siswa terhadap
70
mata pelajaran bahasa Inggris.
Program remedial ini dilaksanakan secara individu yang
sebelumnya guru mengumpulkan data mengenai siswa yang
kesulitan belajar, dan kegiatan remedial dilaksanakan ketika
proses belajar mengajar bahasa Inggris berlangsung maupun pada
71
jam istirahat.
Upaya untuk mengatasi kesulitan belajar bahasa Inggris tidak
hanya dilakukan oleh guru mata pelajaran bahasa Inggris saja, tetapi
pihak sekolah juga berusaha untuk mengatasi masalah tersebut dengan
mengikuti kegiatan KKG (Kelompok Kerja Guru) sebagai sarana untuk
meningkatkan kualitas guru yang diharapkan bisa mengatasi kesulitan
yang dihadapi oleh siswa-siswanya. Seperti hasil wawancara sebagai
berikut:
Selain mengadakan program remedial, sekolah juga melakukan
KKG (Kelompok Kerja Guru) khususnya untuk mata pelajaran
bahasa Inggris. Dalam KKG ini membahas tentang tujuan
pembelajaran serta program-program pembelajaran bahasa
Inggris. Di dalam forum KKG juga sebagai sarana untuk
meningkatkan kualitas guru yang diharapkan bisa mengatasi
kesulitan-kesulitan
72
yang dihadapi oleh siswa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bahasa Inggris kelas II
dan kepala MI Maarif Ngrupit, maka dapat diketahui upaya-upaya yang

70

Lihat Transkip Wawancara Nomor: 08/2-W/F-3/5-VI/2009.


Lihat Transkip Wawancara Nomor: 08/2-W/F-3/5-VI/2009.
72
Lihat Transkip Wawancara Nomor: 06/1-W/F-3/1-VI/2009.
71

dilakukan untuk mengatasi kesulitan belajar bahasa Inggris siswa kelas II


MI Maarif Ngrupit antara lain:
1. Guru memberikan motivasi kepada siswa, agar siswa tetap belajar
bahasa Inggris.
2. Guru menerapkan seberapa metode yang bisa menarik perhatian atau
minat belajar siswa terhadap bahasa Inggris.
3. Guru memberikan tugas kepada siswa sebagai bahan latihan.
4. Guru mengumpulkan data mengenai siswa yang mengalami kesulitan
belajar.
5. Guru

memberikan

program

remedial

secara

individu

untuk

memperbaiki nilai dan membantu pemahaman siswa terhadap mata


pelajaran bahasa Inggris.
6. Mengikuti program KKG (Kelompok Kerja Guru) khususnya untuk
mata pelajaran bahasa Inggris sebagai sarana untuk meningkatkan
kualitas guru yang diharapkan bisa mengatasi kesulitan-kesulitan
yang dihadapi oleh siswa.

BAB IV
ANALISA DATA TENTANG UPAYA GURU DALAM MENGATASI
KESULITAN BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN
BAHASA INGGRIS KELAS II DI MI MAARIF NGRUPIT TAHUN
PELAJARAN 2008/2009

A. Analisa Data Tentang Prestasi Belajar Bahasa Inggris siswa kelas II MI


Maarif Ngrupit
Di sekolah kita menjumpai siswa yang beranekaragam. Ada siswa
yang cepat tanggap dalam belajar, ada siswa yang lamban dalam belajar di
hampir semua mata pelajaran, ada siswa yang mengalami kesulitan belajar
untuk mata pelajaran tertentu, ada siswa yang dasar potensinya sebenarnya
bagus tetapi prestasi belajarnya selalu rendah, dan tentu saja ada yang
perkembangan belajarnya biasa-biasa saja.
Menghadapi kondisi seperti itu, pada umumnya guru dalam PBM
cenderung hanya mendasarkan pada pemenuhan kebutuhan siswa rata-rata.
Sedangkan siswa dengan kebutuhan belajar cepat atau lambat cenderung
terabaikan. Siswa yang kesulitan belajar umumnya ditandai dengan prestasi
belajar rendah untuk semua / sebagian tertentu mata pelajaran.
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Abin Syamsudin
Makanun dalam buku Psikologi Kependidikan, 2002, seorang siswa
dikatakan mengalami kesulitan belajar kalau yang bersangkutan tidak
berhasil mencapai taraf kualifikasi hasil belajar tertentu (berdasarkan ukuran
kriteria keberhasilan, seperti yang dinyatakan dalam TIK atau ukuran
tingkat

kapasitas atau kemampuan dalam program pelajaran time allowed dan atau
tingkat perkembangannya.
Meskipun sudah termasuk kategori mata pelajaran dapat dikatakan
bahwa PBM bahasa Inggris di MI Maarif Ngrupit Ponorogo belum
mencapai tingkatan optimal. Dalam kenyataan, sebagian besar siswa kelas II
yang mengaku mengalami kesulitan belajar bahasa Inggris, baik dalam
keterampilan listening, reading, writing dan speaking.
Dalam hal listening kesulitan yang dialami adalah siswa kurang bisa
memahami perkataan dan mendengarkan apabila gurunya melafalkan suatu
kata ataupun kalimat dikarenakan perhatian mereka bercabang.
Dalam hal writing, siswa sering sekali menulis kata-kata dalam
bahasa Inggris tersebut sesuai dengan apa yang dilafalkan oleh gurunya atau
yang mereka dengarkan, sehingga tulisannya mereka anggap sama seperti
tulisan dalam bahasa Indonesia pada umumnya.
Sementara itu dalam hal reading kesulitan yang mereka alami tidak
jauh berbeda dengan keterampilan writing, mereka sering sekali membaca
apa adanya sesuai tulisan yang ada di dalam teks.
Dalam hal speaking, kesulitan yang dialami siswa yaitu siswa kurang
bisa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris, selain sering lupa
dengan kata-kata yang akan diucapkan pada saat akan berkomunikasi,
mereka juga jarang sekali menggunakan bahasa tersebut dalam keseharian
mereka dan menganggap bahasa Inggris sangat sulit untuk dipelajari.

Dari paparan di atas tampak bahwa secara umum, kesulitan utama


yang dialami siswa dalam belajar bahasa Inggris adalah belum menguasai
keterampilan berbahasa aktif, yaitu berbicara dan menulis. Menurut penulis,
hal tersebut terjadi karena siswa kurang termotivasi dan kurang berani dalam
menggunakan

kosa

kata

bahasa

Inggris

yang

dimilikinya

untuk

mengungkapkan gagasannya. Misalnya siswa merasa belum memiliki


kosakata yang memadai, atau siswa merasa takut salah menggunakannya.

B. Analisa Data Tentang Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kesulitan


Belajar Bahasa Inggris Siswa Kelas II MI Maarif Ngrupit
Ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa kelas II MI Maarif
Ngrupit mengalami kesulitan belajar Bahasa Inggris, antara lain kurangnya
motivasi belajar dalam diri siswa sendiri. Mereka belum memiliki kesadaran
sendiri dalam belajar. Motivasi merupakan unsur yang utama dalam proses
belajar mengajar. Masalah-masalah yang dihadapi guru adalah melaksanakan
motivasi secara efektif. Guru harus senantiasa mengingat bahwa setiap
motivasi yang baru harus tumbuh dari keadaan anak sendiri, yaitu dari motifmotif yang telah dimiliki, dorongan-dorongan dasarnya, sikap-sikapnya,
minatnya, penghargaanya, cita-citanya, tingkah lakunya, hasil belajarnya dan
sebagainya.
Kurangnya perhatian orang tua juga menjadi penyebab kesulitan
belajar bahasa Inggris siswa MI Maarif Ngrupit. Perhatian orang tua yang
kurang memadai menyebabkan anak merasa kecewa. Anak merasa

seolah-

60

olah tidak memiliki orangtua sebagai tempat menggantungkan harapan,


sebagai tempat bertanya apabila ada pelajaran yang tidak dimengerti.
Rendahnya pemusatan perhatian siswa ketika proses belajar
mengajar bahasa Inggris berlangsung dan keterbatasan waktu proses belajar
mengajar bahasa Inggris juga menjadi penyebab kesulitan belajar bahasa
Inggris siswa kelas II di MI Maarif Ngrupit Jenangan Ponorogo. Waktu
belajar yang digunakan untuk menyampaikan mata pelajaran bahasa Inggris
di MI Maarif Ngrupit hanya dua jam pelajaran dalam satu minggu. Hal ini
dirasakan kurang maksimal untuk menguasai dan memahami betul tentang
pelajaran bahasa Inggris. Selain itu kegiatan belajar siswa di rumah yang
kurang maksimal akibat kondisi dan suasana lingkungan yang kurang
kondusif juga bisa menyebabkan kesulitan belajar bahasa Inggris siswa kelas
II di MI Maarif Ngrupit. Hal ini sesuai dengan pendapat Syaiful Bahri
Djamarah dalam bukunya Psikologi Belajar mengungkapkan bahwa kondisi
dan suasana lingkungan masyarakat yang negatif akan membuat anak didik
yang hidup di dalamnya terganggu psikologisnya, sehingga dapat
mengakibatkan anak didik mengalami kesulitan belajar.
Kurangnya sarana dan prasarana yang ada di sekolah dianggap dapat
menimbulkan kesulitan belajar bahasa Inggris siswa kelas II MI Maarif
Ngrupit, antara lain: Alat/media yang kurang memadai. Alat pelajaran yang
kurang lengkap membuat penyajian pelajaran yang tidak baik. terutama
pelajaran yang bersifat praktikum. Kurangnya alat laboratorium akan banyak
menimbulkan kesulitan dalam belajar.

Berdasarkan obervasi peneliti dalam proses pembelajaran Bahasa


Inggris yang diselenggarakan di MI Maarif Ngrupit tidak didukung dengan
sarana dan prasarana yang lengkap. Hal ini peneliti melihat guru hanya
menggunakan buku paket sebagai sumber belajar tanpa didukung dengan
adanya laboratorium bahasa.

C. Analisis Data Tentang Upaya Guru Mengatasi Kesulitan Belajar Bahasa


Inggris Siswa Kelas II MI Maarif Ngrupit
Dalam mengatasi kesulitan belajar bahasa Inggris siswa kelas II MI
Maarif Ngrupit Ponorogo guru dan sekolah mengambil langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Menggunakan berbagai macam metode dalam mengajar.
2. Mengumpulkan data mengenai siswa-siswa yang mengalami kesulitan
belajar.
3. Memberi perhatian khusus pada siswa yang mengalami kesulitan belajar
tersebut dengan cara kerap memberi pertanyaan ketika PBM
berlangsung.
4. Memberikan motivasi kepada siswa.
5. Sering memberi tugas baik tugas individu maupun kelompok.
6. Memberikan bimbingan secara individual kepada siswa yang mengalami
kesulitan belajar melalui program remedial.
Penulis berpendapat bahwa upaya yang dilakukan guru Bahasa
Inggris MI Maarif Ngrupit dalam hal mengatasi kesulitan belajar siswa
bahasa Inggris siswa kelas II cukup baik. guru mencari tahu faktor
penyebab

kesulitan belajar yang dialami siswa tersebut, apakah karena metode belajar
yang kurang baik, pengaturan waktu belajar yang kurang efektif, minat dan
perhatian yang kurang dalam mata pelajaran, ataukah karena penyebab yang
lain. Dengan cara ini, guru dapat mencari solusi untuk mengatasi kesulitan
belajar tersebut.
Diantara solusi yang dicoba dilakukan adalah memberikan perhatian
khusus kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar, membantu siswa
melalui bimbingan belajar individual atau kelompok dengan mendorong
siswa untuk belajar aktif, dan memberikan tugas-tugas tambahan kepada
siswa yang mengalami kesulitan belajar. Penulis berpendapat bahwa usahausaha tersebut akan lebih efektif jika guru memberikan motivasi belajar
kepada siswa bahwa dirinya mampu menyelesaikan tugas-tugas sekolah.
Guru juga dapat bersikap lebih akrab dan bersahabat dengan siswa. Motivasi
dan sikap bersahabat guru akan membuat harga diri siswa meningkat dan
minatnya terhadap pelajaran bahasa Inggris ikut meningkat.
Penulis juga berpandangan bahwa variasi metode mengajar dapat
menjadi salah satu langkah agar siswa tidak cepat merasa bosan. Dengan
metode yang berbeda, siswa akan lebih tertarik dan bersemangat terhadap
materi pelajaran. Selain itu, penulis memandang penting dilakukannya
evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang mengalami kesulitan belajar,
sehingga dapat diketahui apakah upaya guru dalam membantu siswa yang
mengalami kesulitan belajar tersebut berhasil atau tidak.

Upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi kesulitan belajar


tersebut sesuai dengan upaya mengatasi kesulitan belajar yang dikemukakan
oleh M. Dalyono yang dilakukan melalui enam tahap, yaitu: pengumpulan
data, pengolahan data, diagnosis, prognosis, treatment, dan evaluasi. Untuk
mengatasi kesulitan belajar bahasa Inggris tersebut dilakukan melalui
kegiatan pengajaran remedial. Pengajaran remedial ini diberikan secara
individual, dalam arti diberikan sesuai dengan jenis kesulitan yang dihadapi
siswa. Jadi pemberian pengajaran remedial berbeda untuk tiap siswa sesuai
kebutuhan siswa tersebut.
Tujuan diadakannya pengajaran remedial bagi siswa kelas II MI
Maarif Ngrupit adalah agar ketika naik ke jenjang selanjutnya, siswa tidak
mengalami masalah dalam belajar bahasa Inggris. Tujuan tersebut mengacu
pada tujuan pengajaran remedial dalam arti sempit yaitu memberikan
bantuan yang berupa perlakuan pengajaran kepada para siswa lambat, sulit,
gagal belajar, agar mereka secara tuntas dapat menguasai bahan pelajaran
yang diberikan.
Pelaksanaan pengajaran remedial bagi siswa kelas II MI Maarif
Ngrupit belum mengikuti prosedur langkah-langkah pengajaran remedial
idealnya, langkah-langkah yang harus ditempuh dalam kegiatan remedial
adalah analisis hasil diagnosis kesulitan belajar, menemukan penyebab
kesulitan, menyusun rencana pengajaran remedial, melaksanakan pengajaran
remedial, dan menilai pengajaran remedial.

Dengan menerapkan langkah-langkah tersebut di atas, guru akan


memperoleh gambaran mengenai jenis kesulitan yang dihadapi siswa,
menemukan faktor-faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan
belajar bahasa Inggris, menyusun rencana pengajaran remedial berdasarkan
hasil diagnosis yang telah dilakukan, menggunakan strategi pengajaran
remedial secara tepat, dan mengevaluasi pengajaran remedial yang
dilakukan dengan cara melakukan pengukuran kembali.
Peran berbagai pihak juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
pengajaran yang dilakukan, terutama pihak sekolah dan orang tua.
Seharusnya, pengajaran remedial tidak hanya dilakukan oleh guru mata
pelajaran bahasa Inggris untuk meningkatkan nilai pelajarannya, melainkan
dilakukan oleh pihak sekolah secara terstruktur dan terencana dengan tenaga
pengajar yang khusus memberikan pengajaran remedial bagi siswa yang
mengalami kesulitan belajar, terutama bahasa Inggris.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Upaya Guru dalam Mengatasi
Kesulitan Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Bahasa Inggris Kelas II di MI
Ma'arif Ngrupit Jenangan Ponorogo Tahun Pelajaran 2008/2009 dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Prestasi belajar Bahasa Inggris siswa kelas II MI Ma'arif Ngrupit
Jenangan Ponorogo tergolong sedang. Dari data yang peneliti lakukan
terdapat beberapa siswa yang masih mengalami kesulitan dalam belajar
bahasa Inggris. Kesulitan yang dialami siswa meliputi kesulitan dalam
hal membaca (reading), menulis (writing), mendengarkan (listening) dan
berbicara (speaking).
2. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar bahasa Inggris
siswa kelas II MI Ma'arif Ngrupit adalah: kurangnya motivasi belajar
dalam diri siswa sendiri, IQ yang kurang baik, rendahnya pemusatan
perhatian siswa ketika proses belajar mengajar berlangsung, kurangnya
perhatian atau motivasi orang tua terhadap anak didik, keterbatasan
waktu saat proses belajar mengajar bahasa Inggris, dan kurangnya sarana
dan prasarana yang ada di sekolah.
3. Upaya yang dilakukan guru dalam mengatasi kesulitan belajar bahasa
Inggris siswa kelas II MI Ma'arif

Ngrupit diantaranya yaitu : guru

menggunakan

berbagai

macam

metode

dalam

mengajar,

guru

memberikan motivasi kepada siswa agar tetap belajar, guru juga


memberi perhatian khusus pads siswa yang mengalami kesulitan belajar
dan mengumpulkan data mengenai siswa yang mengalami kesulitan
belajar, selain itu guru juga memberi tugas kepada siswa dan guru juga
memberikan program remedial secara individu untuk membantu
pemahaman siswa.

B. Saran
Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak sekolah dan orang tua
terkait dengan masalah kesulitan belajar bahasa Inggris khususnya dan
untuk mencapai tujuan pembelajaran pada umumnya, peneliti memberikan
saran- saran sebagai berikut:
1. Bagi guru
Hendaknya memberikan perhatian khusus pads siswa yang
mengalami kesulitan belajar bahasa Inggris siswa yang mengalami
kesulitan belajar bahasa Inggris yaitu listening, writing, reading, dan
speaking.
Selain itu juga seorang guru hendaknya membangun interaksi
belajar mengajar yang lebih kondusif dengan siswanya ketika proses
belajar tengah berlangsung.
2. Pihak sekolah
Sebaiknya melengkapi sarana dan prasarana untuk meningkatkan
efektifitas proses belajar mengajar.

3. Orang tua
Sebisa mungkin menciptakan suasana nyaman di lingkungan
keluarga, memberikan perhatian dan motivasi belajar yang baik kepada
anaknya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:


Rineka Cipta, 2003.
Ahmadi, Abua dan Joko Tri Prasetyo. Strategi Belajar Mengajar, Bandung:
Pustaka Setia, 1999.
Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Chaer, Abdul. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003.
Departemen Agama RI. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Surabaya: Al-Hidayah,
1998.
Djamarah, Saiful Bahri. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta,
2002. Hadis, Abdul. Psikologi dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta,
2006. Hallen. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Hartono, Jogiyanto. Pembelajaran Metode Kasus. Yogyakarta: Andi Ofset, 2006.
http://hi-in.facebook.com/topic?vied=113921160879&topic=9863usia
bahasa.

belajar

http://pbingfkipurlamwordpress.com/2008/10/21/kendala-pengajaran-bahasaInggris-di-sekolah-dasar.
http://robertsumardi.wordpress.com/2008/09/10/implikasi pendekatan andragogis
dalam pembelajaran bahasa Inggris.
http://www.scribel.com/doc/8142002/metode-pembelajaran-Bahasa Inggris.
http://www.umdikstha.ac.id/marhaeni/index.php?md=artikel &act=view&MI=9.
M. Dalyono. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2001.
Makmun, AbinSansudin. Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2002.
Makmun, Abin Syamsudin. Psikologi Kependidikan Perangkat
Pengajaran Modul. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.

Sistem

Moleong, Lexy, J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2002.

Mudzakir, Ahmad dan Joko Sutrisno. Psikologi Pendidikan, Komponen MKDK.


Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Mujib, Abdul. Perencanaan Pembelajara. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.
Priyatno dan Erman Anti. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT
Rineka Cipta, 1999.
R. Ibrahim dan Nana S. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 1996.
Somatri, T. Sutjihati. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama,
2006.
Subroto, Suryo. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rineka Cipta, 1996.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007.
Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000.
Tim Penyusun. KTSP Madrasah Ibtidaiyah Maarif Ngrupit Jenangan Ponorogo.
Ponorogo: Departemen Agama, 2007.
Tim Penyusun. Pedoman Penulisan Skripsi STAIN Ponorogo. Ponorogo: STAIN
Po Pers, 2008.
Wijaya, Cece. Pendidikan Remedial. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999.

Anda mungkin juga menyukai