Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

TONSILOFARINGITIS AKUT

Pembimbing :
Prof. dr. Supomo Sukardono, Sp. THT-KL (K)

Disusun oleh :
Richard Bun

2014-061-188

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, & TENGGOROKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK ATMA JAYA
RUMAH SAKIT PANTI RAPIH - YOGYAKARTA
24 Oktober 2016 26 November 2016

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. B

Umur

: 7 tahun

Jenis kelamin

: Laki-Laki

Pendidikan

II.

: SD

Alamat

: Perum Merapi, Sidoharjo

Suku bangsa

: Jawa

Tanggal periksa

: 4 November 2016

ANAMNESIS (Autoanamnesis & alloanamnesis dengan ibu pasien)


o Keluhan Utama

: Nyeri tenggorokan sejak 3 hari SMRS

o Keluhan Tambahan

: Demam sejak dan batuk berdahak sejak 3 hari

SMRS
o Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dibawa oleh ayahnya ke poli THT RS Panti Rapih
karena keluhan nyeri tenggorokan sejak 3 hari SMRS. Nyeri tenggorokan
dapat dirasakan tiba-tiba, dirasakan timbul sepanjang hari, terus menerus,
nyeri tidak menjalar, bertambah berat terutama saat pasien menelan
makanan. Nyeri juga dirasakan pada bagian leher. Gejala ini disertai
demam yang muncul 3 hari SMRS, demam dirasakan dapat muncul kapan
saja, naik turun (suhu tidak diukur, cukup tinggi namun tidak sampai
menggigil). Pasien juga mengeluhkan adanya batuk berdahak sejak 3 hari
SMRS. Batuk dirasakan muncul kadang-kadang, bisa kapan saja. Lendir
dahak yang keluar setelah batuk berupa cairan kuning kehijauan kental,
kadang sedikit berbau, namun tidak ada darah. Pasien menyangkal adanya
keluhan lain seperti penurunan nafsu makan, nyeri kepala, pusing, pilek,
hidung tersumbat, nyeri pada telinga, perubahan suara, bau mulut, suara
serak, sesak napas, dan mengorok saat tidur. Gangguan BAB,
nyeri/kemerahan pada mata, hingga ruam pada kulit juga disangkal.
3 hari SMRS pasien diberi minum obat paracetamol. Setelah diberi
obat keluhan nyeri dan demam berkurang namun muncul lagi saat malam
hari. 1 hari SMRS pasien. Pasien belum berobat ke dokter untuk keluhan
tersebut.

o Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat penyakit tonsil sebelumnya disangkal


Riwayat tidur mendengkur disangkal
Riwayat penyakit maag disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat operasi sebelumnya disangkal

Riwayat keluarga dengan keluhan serupa disangkal

o Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat alergi pada keluarga disangkal


Riwayat asma di keluarga disangkal
Riwayat keganasan di keluarga disangkal

o Riwayat imunisasi: lengkap


o Riwayat Kebiasaan :

Pasien sering makan chiki dalam sehari dapat mengkonsumsi 5


bungkus chiki

Pasien minum air putih 4-5 gelas dalam 1 hari, pasien lebih banyak
mengkonsumsi minuman manis seperti softdrink

III.

Pasien tidak mengkonsumsi makanan pedas

PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan umum

: Tampak sakit ringan

- Kesadaran

: Compos mentis

- Berat badan

: 20 kg

- Tinggi badan

: 118 cm

- Tanda vital

Suhu

: Subfebris

Tekanan darah

: 110/60 mmHg

Respirasi

: 20 x/menit

Laju nadi

: 80 x/menit, teratur-kuat-penuh

Pemeriksaan fisik :
o Mata

: Konjungtiva anemis -, sklera ikterik -, sekret -/-

o Telinga
Dekstra
Telinga luar
Aurikula: laserasi (-), hematoma (-), edema (-), massa (-), kista
(-), nyeri tarik aurikula (-)

Preaurikula: nyeri tekan tragus (-), hiperemis (-), edema (-),


fistel (-), abses (-)

Retroaurikula: nyeri tekan mastoid (-), hiperemis (-), edema (-),


fistel (-), abses (-).

Liang telinga: lapang, hiperemis(-), laserasi (-), massa (-),


corpus alienum (-), serumen (-), secret (-).

Membran timpani: intak, reflek cahaya (+), warna putih


mutiara, perforasi (-).

Sinistra
Telinga luar
Aurikula: laserasi (-), hematoma (-), edema (-), massa (-), kista
(-), nyeri tarik aurikula (-)

Preaurikula: nyeri tekan tragus (-), hiperemis (-), edema (-),


fistel (-), abses (-)

Retroaurikula: nyeri tekan mastoid (-), hiperemis (-), edema (-),


fistel (-), abses (-).

Liang telinga: lapang, hiperemis(-), laserasi (-), massa (-),


corpus alienum (-), serumen (-), secret (-).

Membran timpani: intak, cone of light (+), hiperemis (-), edema


(-), retraksi (-)

o Hidung
Inspeksi dan palpasi hidung luar:
Perdarahan (-), tanda radang (-)
Deformitas (-)

Krepitasi (-)
Rhinoskopi Anterior :
o Vestibulum: sekret (-), hiperemis (-), edema (-), laserasi (-),
krusta (-), darah (-).
o Cavum nasi: lapang, hiperemis (-), edema (-), secret (-),

krusta (-), darah (-), polip (-)


o Septum nasi: deviasi (-)
o Konka inferior: hiperemis (-)
Rhinoskopi Posterior : tidak dilakukan
Tes aliran udara hidung: simetris
Pemeriksaan sinus : tidak ada nyeri tekan pada sinus frontalis,
ethmoidalis dan maksilaris

o Pemeriksaan Tenggorok
Rongga mulut

Stomatitis (-)

Hiperemis

pada

rongga

mulut (-)
Lidah

Posisi lidah tidak ada kelainan

Tidak tampak ada perlukaan

Permukaan lidah kasar dan tidak kotor


Tonsil palatina : hiperemis (+), edema (+), ukuran T3/T3,

detritus (+)
Faring : mukosa faring hiperemis (+), edema (+), sekret (+)

pseudomembran (-)

Uvula edema

Post nasal drip -

o Pemeriksaan Laring : tidak dilakukan


o Pemeriksaan Kelenjar: tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
di daerah leher
o Pemeriksaan Paru:

Inspeksi

: gerakan dada simetris, retraksi -

Palpasi

: stem fremitus simetris

Perkusi

: sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi

: suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing

-/-, suara napas tambahan lain IV.

RESUME
Anak laki-laki usia 7 tahun datang dengan keluhan nyeri tenggorokan
terutama saat menelan sejak 3 hari SMRS. Gejala ini juga disertai demam
dan batuk berdahak yang muncul sejak 3 hari SMRS yang dapat muncul
kapan saja sepanjang hari Batuk dirasakan muncul kadang-kadang, bisa
kapan saja. Lendir dahak yang keluar setelah batuk berupa cairan kuning
kehijauan kental, kadang sedikit berbau. 3 hari SMRS pasien sudah
diberikan paracetamol keluhan masih muncul. 1 hari SMRS.
Pada pemeriksaan mulut dan orofaring, didapatkan faring tampak
hiperemis, edema, dan terdapat sekret. Tonsila palatina tampak hiperemis,
edema, ukuran T3/T3, dengan detritus, disertai edema uvula. Pada
pemeriksaan fisik telinga dan hidung tidak ada kelainan.
Tabel Gejala & Penyakit Nasofaring & Orofaring
1.

KONGENITAL
Gejala / Penyakit

Laryngomalasia

Atresia

Laringocele

Kasus

Laring
+
-

Ekspiratoar
Distress

Pernapasan
Kesulitan Minum
Gangguan

+
+

Tumbuh Kembang
Suara Serak
Sesak Napas
Sinus

+
+
-

+
+

Menggembung
2.

Kongenital
+
+

Stridor Inspiratoar
Stridor

INFLAMASI

Gejala / Penyakit

Faringiti

Laringiti

Esofagitis

Tonsiliti

Kasu

Demam
Gatal di tenggorok
Lesu
Nyeri sendi
Nyeri menelan
Tidak nafsu makan
Nyeri telinga
Serak
Malaise
Batuk kering dengan

+
+
+
+
+
+
+
-

+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

Erosiva
-

dahak kental
Sukar menelan
Obstruksi jalan nafas
Gangguan asam basa
Trismus
Lidah kotor
Nyeri kepala
Halitosis
Pembesaran
KGB

regional
Rasa panas dan sakit

+
+
+
+
+
+
+
+
+
-

+
+
+
+
+
-

+
+
+
-

+
+
+
+
+

di orofaring
3.

INFEKSI
Tanda dan Gejala

Angina

Tonsilitis

Peritonsiler

Kasus

Demam
Odinofagia
Nyeri leher
Pembengkakan

Ludwig
+
+
+
+

Difteri
+
+
-

Abses
+
+
+ dan nyeri

+
+
+
+
-

Submandibuler
Dasar mulut bengkak
Lidah terdorong ke

+
+

tekan
-

atas
Sesak Nafas
Nyeri kepala
Tidak nafsu makan
Badan lemah
Mual muntah
Mulut berbau
Hipersalivasi
Membran
mudah

+
-

+
+
+
+
+

+
+
+
-

berdarah
Otalgia
Trismus
Halitosis
Bradikardia
Tonsil tertutup bercak

+
+

+
+
+
-

putih
Palatum

Molle

bengkak
4.

KORPUS ALIENUM
Tanda dan Gejala
Disfonia
Stridor
Retraksi Suprasternal,

Laring
+
+
+

Trakea
-

Bronkus
-

Esofagus
-

Kasus
-

klavikula
Sianosis
Batuk
Nafas berbunyi
Sesak Nafas
Palpatory thud/audible

+
-

+
+
+
+

+
+
+
-

snap
Check/ball valve

atelektasis pulmo
Nyeri menelan
Sulit menelan
Regurgitasi
Hipersalivasi
Hematemesis
Nyeri dada/epigastrium

+
+
+
+
+
+

+
-

epigastrial, sela iga,

emfisema
Stop
valve

5.

NEOPLASMA

Tanda dan

Karsinoma

Angiofibroma

Tumor

Tumor

Kasu

Gejala

Nasofaring

Nasofaring

Ganas

Ganas

Epistaksis

Remaja
+ berulang dan

Laring
-

Esofagus
-

Pilek
Hidung

+
+

masif
+
+ progresif

Tersumbat
Tinitus
Nyeri telinga
Diplopia
Parestesi pipi
Neuralgia
Parese arkus

+
+
+
+
+
+

+
-

+
-

faring
Sering

leher
Gangguan

penghidu
Tuli
Nyeri kepala

+
+

hebat
Deformitas

wajah
Serak
Batuk sampai

+
+

distress nafas
Hemoptysis
Nyeri

+
-

menelan
Sulit menelan
Regurgitasi

+
+

bercak darah
Penurunan

BB
Nyeri

retrosternal
Stridor

tersedak
Benjolan

di

disertai

ekspirasi
6.

LAIN-LAIN

Tanda dan Gejala

Hiperplasia Tonsil

Hiperplasia

Kasu

Obstruksi nasal
Sulit makan

Faringeal/Adenoid
+
+

Tonsil
+
+

s
+

Stridor
Mendengkur
Adenoid face
Pembesaran

Limfonodus

Submandibula
Rhinolalia Clausa
Obstruksi Isthmus fauction

+
+
+
+

+
-

(sulit makan, sulit menelan


V.

DIAGNOSIS KERJA
Tonsilofaringitis Akut folikularis dengan otalgia ec referred pain

VI.

DIAGNOSIS BANDING
Tonsilofaringitis
Peritonsilar Abses

VII.

PENATALAKSANAAN
Preventive
:
- Edukasi untuk mengubah pola makan (mengurangi konsumsi snack,
gorengan, minuman dingin, soda, es, dan makanan manis (coklat,
gula), serta meningkatkan asupan air putih)
Konservatif
-

Menjaga kebersihan rongga mulut


Bed rest
Kumur air garam hangat 3 kali/hari dan jaga oral hygiene
Minum air putih minimal 8 gelas per hari

Medikamentosa
-

Amoxiclav (2 x 250 mg/ hari) 1st Line, 10 hari


Erithromycin (4 x 250 mg/hari) 2nd Line, 10 hari
K-diklofenak (3 x 12.5 mg/hari)
Paracetamol (3 x 500 mg/hari)
Betadine gargle 3x/hari

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: bonam

Quo ad functionam

: bonam

Quo ad sanationam

: bonam

TINJAUAN PUSTAKA
I.

ANATOMI TENGGOROKAN
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong,
yang menyempit di bagian inferiornya. Faring berawal dari dasar tengkorak dan
terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikal-6. Bagian superior faring
berhubungan dengan rongga hidung, bagian anterior berhubungan dengan rongga
mulut melalui istmus orofaring, sedangkan bagian inferior berhubungan dengan
esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm.
Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring.1,2

Gambar 1. Anatomi faring.


1. Nasofaring
Nasofaring merupakan bagian teratas dari faring, dengan batas superior:
basis kranii; batas inferior: palatum molle; batas anterior: rongga hidung;
dan batas posterior: vertebra servikal. Nasofaring berhubungan erat
dengan beberapa struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada
dinding lateral faring dengan resesus faring yang disebut fossa

Rosenmuller, kantong ranthke, torus tubarius, koana, foramen jugulare,


dan muara tuba eustachius.
2. Orofaring
Disebut juga mesofaring, dengan batas superior: palatum molle; batas
inferior: tepi atas epiglottis; batas anterior: rongga mulut; dan batas
posterior: vertebra servikalis.
3. Laringofaring
Disebut juga hipofaring, dengan batas superior: epiglottis; batas anterior:
laring; batas inferior: esophagus; dan batas posterior: vertebra servikalis.
Faring mendapat darah dari beberapa sumber, terutama dari cabang arteri
karotis eksterna. Cabang lain berasal dari arteri maksila interna, yaitu cabang
palatina superior.1,2

Gambar 2. Vaskularisasi faring.


Persarafan motorik dan sensorik faring berasal dari pleksus faring yang
dibentuk dari nervus vagus, cabang nervus glossofaringeus, dan serabut simpatis.
Semua otot faring dipersarafi oleh pleksus faring ini kecuali m. stilofaringeus yang
dipersarafi langsung oleh cabang n. glossofaringeus (N.IX).

Fungsi faring adalah untuk respirasi, menelan, resonansi suara, dan


artikulasi. Pada saat berbicara dan menelan, terjadi gerakan pendekatan palatum
mole ke dinding belakang faring.
Tonsil terdiri dari 3 kelenjar limfoid yang membentuk cincin Waldeyer, yang
terdiri dari tonsil lingual di anterior, 2 tonsil palatina di lateral, dan tonsil faringeal
atau adenoid pada posterosuperior.1,2

Gambar 3. Cincin Waldeyer


Tonsil dilapisi oleh epitel skuamosa, yang juga meliputi kriptus. Di dalam
kriptus dapat ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri, dan sisa
makanan.
Tonsil diperdarahi oleh a. palatina minor, a. palatina asenden, cabang a.
maksila eksterna, a. faring asenden, dan a. lingualis dorsal. Sedangkan drainase
vena melalui pleksus venous peritonsilar yang mengalir balik ke v. jugularis interna.

Gambar 4. Perdarahan tonsil.


Tonsil palatina adalah tonsil terbesar diantara tonsil lain (tonsil lingual dan
faringeal). Tonsil palatina terdiri dari inti yang dilapisi kapsul dan terdapat kriptakripta yang panjang dan buntu yang masuk kedalam inti dari tonsil. Kapsul tonsilar
adalah fasia yang menutupi permukaan tonsil dan berubah menjadi septa yang
berguna untuk konduksi saraf dan pembuluh darah. Tonsil palatina menempel
dengan otot faringeal dengan dibatasi jaringan penyambung yang tidak menempel
kuat, sehingga mudah untuk melepaskan kapsul dari dinding otot faring.1,2
Fosa tonsilaris terdiri dari 3 otot, yaitu m. palatoglosus yang membentuk
dinding anterior, m. palatofaringeal yang membentuk dinding posterior, dan m.
superior konstriktor dari faring yang membentuk dasar dari tonsil. Otot-otot ini
memiliki dinding yang tipis. Di balik otot ini terdapat n. glossofaringeal. Saraf ini
dapat mengalami gangguan jika terjadi trauma pada tonsil, termasuk tindakan
tonsilektomi yang menyebabkan edema, dapat menimbulkan gangguan berupa
hilangnya rasa pada 1/3 posterior lidah dan reffered otalgia.1,2
II.

DEFINISI
Menurut Dorlands Medical Dictionary, tonsilitis adalah peradangan pada
tonsil, terutama tonsil palatina; sedangkan faringitis adalah peradangan pada faring.

Tonsilofaringitis merupakan gabungan dari 2 penyakit, yaitu radang pada tonsil dan
faring. Tonsilitis dapat terjadi pada semua umur; terutama pada anak anak.
Sumber infeksi dapat melalui udara (air borne infection), benda yang dimasukan ke
dalam mulut, dan kontak saliva.1,3
III.

ETIOLOGI
Tonsilofaringitis biasanya disebabkan oleh infeksi virus, paling sering
disebabkan oleh common cold virus (adenovirus, rhinovirus, influenza, coronavirus,
dan respiratory syncytial virus). Pada kasus yang lebih jarang, tonsilofaringitis
dapat disebabkan oleh virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks, sitomegalovirus,
atau Human Immunodeficiency Virus (HIV).3
Selain karena infeksi virus, tonsilofaringitis juga dapat disebabkan oleh
infeksi bakteri. Group A beta-hemolytic streptococcal (GABHS) merupakan
penyebab tersering tonsilofaringitis yang disebabkan oleh bakteri. GABHS paling
sering terjadi pada populasi usia antara 5 - 15 tahun, dan jarang terjadi pada usia <3
tahun. Bakteri lainnya yang juga dapat menyebabkan tonsilofaringitis adalah
Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, dan
Chlamydia pneumoniae. Infeksi jamur jarang ditemukan pada tonsilofaringitis dan
Candida albicans merupakan penyebab tersering tonsilofaringitis akibat infeksi
jamur.3

IV.

TANDA DAN GEJALA


Nyeri saat menelan merupakan gejala utama dan seringkali menjalar ke
telinga. Pada anak anak yang tidak dapat mengeluhkan sakit tenggorokan, gejala
yang sering ditunjukan adalah menolak untuk makan. Dapat pula terjadi demam,
malaise, nyeri kepala, gangguan gastrointestinal, halitosis, dan suara serak.4
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tonsil bengkak, merah, dan
terkadang tampak eksudat purulen. Limfadenopati servikal juga dapat terjadi.
Gejala seperti demam, adenopati, petechiae palatal, dan eksudat lebih sering terjadi
pada GABHS dibandingkan dengan tonsilofaringitis viral.4

Gambar 5. Perbedaan kondisi tenggorok normal dan abnormal.


V.

KLASIFIKASI
Tonsilitis dibagi menjadi beberapa klasifikasi, yaitu:4,5
1. Tonsilitis akut
Tonsilitis akut ditandai dengan tonsil hiperemis, edema, dan tanpa eksudat.
Dapat ditemukan detritus, baik dalam bentuk bercak kuning /folikel limfatik
(folikularis), bercak yang menyatu jadi memanjang (lakunaris), atau bercak
yang membentuk membran (pneumokokus).
2. Tonsillitis akut rekuren
Tonsilitis yang terjadi 4-7 episode tonsillitis akut selama 1 tahun atau 5
episode selama 2 tahun berturut-turut atau 3 episode per tahun selama 3 tahun
berturut-turut.
3. Tonsilitis kronis persisten
Tonsilitis kronis persisten adalah tonsillitis dengan gejala radang tenggorokan
yang kronis, bau mulut, debris pada tonsil yang banyak (tonsillolith),
peritonsilar eritem, dan nyeri servikal adenopati tanpa adanya infeksi pada
sumber lain, seperti sinusitis dan infeksi tonsil lain.
4. Hiperplasia obstruktif tonsilar
Tonsillitis dengan gejala pembesaran tonsil yang menyebabkan obstruksi
napas, sering terbangun pada saat tidur, dan terjadi perubahan kraniofasial.

VI.

DERAJAT TONSIL PALATINA

Derajat Tonsil Palatina4


Ukuran tonsil palatina dibagi menjadi beberapa derajat sebagai berikut:
Derajat 0
: tonsil palatina berada di dalam fossa
Derajat 1
: <25% tonsil menempati orofaring
Derajat 2
: 25-50% tonsil menempati orofaring
Derajat 3
: 50-75% tonsil menempati orofaring
Derajat 4
: >75% tonsil menempati orofaring

Gambar 6. Derajat tonsil palatina.


VII.

PATOFISIOLOGI
Pada faringitis infeksius, bakteri atau virus dapat secara langsung menginvasi
mukosa faring, menyebabkan respon inflamasi lokal. Virus lain seperti rhinovirus
dan coronavirus, dapat menyebabkan iritasi terhadap mukosa faring secara
sekunder akibat sekresi nasal.6
Infeksi streptococcal dikarakteristikan dengan adanya invasi lokal dan
pelepasan dari toksin dan protease ekstraselular. Sebagai tambahan, fragmen M
protein dari serotipe tertentu dari Streptococcus Grup A menyerupai antigen
miokardial sarkolema dan berhubungan dengan terjadinya demam reumatik dan
kerusakan katup jantung.6

Gambar 7. Patofisiologi tonsilitis.


VIII.

DIAGNOSIS
Evaluasi klinis
Faringitis sendiri biasanya dengan mudah ditegakkan secara klinis. Namun
tidak untuk penyebabnya. Rhinorrea dan batuk biasanya mengindikasikan
penyebab virus. Membran kotor keabuan, tebal, dan keras yang berdarah jika

dilepas mengindikasikan difteri.6


GABHS ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kultur, pemeriksaan rapid
antigen, atau keduanya. Infeksi GABHS harus didiagnosis dengan cepat
karena membutuhkan pemberian antibiotik. Kriteria untuk pemeriksaan masih
kontroversial. Banyak pihak menganjurkan pemeriksaan dengan rapid antigen
atau kultur untuk semua anak. Pemeriksaan rapid antigen spesifik, namun
tidak sensitif dan butuh disertai dengan pemeriksaan kultur yang 90% spesifik
dan 90% sensitif. Pada orang dewasa, banyak pihak menganjurkan
pemeriksaan menggunakan 4 kriteria, yaitu:
Riwayat demam
Eksudat tonsilar
Tidak ada batuk
Limfadenopati servikal anterior

Pasien yang hanya memenuhi 1 atau bahkan tidak memenuhi kriteria


kemungkinan kecil untuk terkena infeksi GABHS dan tidak perlu dilakukan
kultur. Pasien yang memenuhi 2 kriteria dapat diperiksa kultur. Pasien yang
memenuhi 3 atau 4 kriteria dapat diperiksa atau ditatalaksana empiris untuk
GABHS.6
IX.

TATA LAKSANA
Tatalaksana suportif termasuk anti-inflamasi, analgesia, hidrasi, dan istirahat.
Analgesik dapat diberikan secara sistemik atau topikal. Anti inflamasi non steroid
biasanya merupakan analgesik sistemik yang efektif. Beberapa dokter juga
memberikan dosis tunggal kortikosteroid (deksametason 10 mg intramuskular) yang
dapat memperpendek durasi gejala. Analgesik topikal tersedia dalam lozenges dan
spray; kandungannya terdiri dari benzocaine, phenol, lidokain, dan substansi
lainnya. Agen topikal ini dapat mengurangi nyeri, namun harus digunakan berulang
dan sering mempengaruhi indra pengecap.1,3,4
Penisilin merupakan obat pilihan untuk tonsilofaringitis GABHS, dengan
dosis 250 mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari untuk pasien <30 kg dan 500 mg
untuk pasien >30 kg. Selain itu, amoxicillin dapat juga menjadi pilihan obat yang
efektif untuk tonsilitis. Pada pasien yang alergi terhadap penisilin, sefalosporin
generasi 1, dan klindamisin, dapat digunakan antibiotic golongan makrolid.
Selain medikamentosa, penting pula untuk memberikan edukasi pada
pasiendengan tonsilitis, terutama dalam mengubah pola hidup, seperti mengurangi
makanan dan minuman yang dapat memperparah gejala (makanan berminyak,
pedas, manis, dan minuman dingin).
Selain secara suportif, tindakan penanganan yang dapat dilakukan adalah
dengan melakukan pembedahan untuk mengangkat tonsil atau disebut tonsilektomi.
Namun untuk melakukan tindakan tonsilektomi, perlu memenuhi indikasi dari
tindakan tersebut. Indikasi ini dibagi menjadi 2, yaitu:
i.

Indikasi Absolut
1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang kronis.
2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea saat tidur.

3. Hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan


berat badan.
4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma).
5. Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada jaringan
sekitarnya.
6. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam.
ii.

Indikasi Relatif
1. Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil per tahun, meskipun tidak diberi
pengobatan medis yang adekuat.
2. Halitosis akibat tonsilitis kronis yang tidak memberi respon dengan
pemberian medis.
3. Tonsilitis kronis atau berulang pada karier streptokokus yang tidak
membaik dengan antibiotik (kuman resisten terhadap beta laktamase /
episode berulang dari infeksi Streptokokus beta hemolitikus grup A).
Di samping indikasi indikasi absolut, indikasi tonsilektomi lainnya yang

dapat diterima adalah sebagai berikut ini:


1. Tonsilitis yang berhubungan dengan infeksi streptokokus menetap dan
patogenik (keadaan karier).
2. Hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional (misalnya: menelan).
3. Radang tonsil kronis yang menetap dan tidak memberikan respon
terhadap penatalaksanaan medis (biasanya pada dewasa muda).
4. Hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas
orofasial dan gigi geligi yang menyempitkan jalan nafas bagian atas.
5. Tonsilitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati
servikal persisten.
Terdapat pula kontraindikasi dalam melakukan tonsilektomi, yaitu:1,3,4
1. Infeksi pernafasan bagian atas yang berulang
2. Infeksi sistemik atau kronis
3. Demam yang tidak diketahui penyebabnya
4. Pembesaran tonsil tanpa gejala gejala obstruksi
5. Rhinitis alergika

6. Asma
7. Tonus otot yang lemah
8. Sinusitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi E, Iskandar N, Bashiruddin J. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung


Tenggorok, Kepala & Leher. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.
2. Flint P, Haughey B, Lund V, Niparkd J, Richardson M, Robbins K. Cummings
Otolaryngology Head & Neck Surgery. 5th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2010.
3. Tonsillopharyngitis [Internet]. MSD Manual Professional Edition. [cited 2016 Oct 2].
Available

from:

http://www.msdmanuals.com/professional/ear,-nose,-and-throat-

disorders/oral-and-pharyngeal-disorders/tonsillopharyngitis
4. Johnson J, Rosen C. Baileyss Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 5th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2014.
5. Soekardono S. Buku Ajar Ringkas Ilmu Kesehatan THT-KL. Yogyakarta; 2011.
6. Pharyngitis: Practice Essentials, Background, Pathophysiology. 2015 Sep 18 [cited
2016 Oct 2]; Available from: http://emedicine.medscape.com/article/764304overview

Anda mungkin juga menyukai