Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

FARINGITIS AKUT

Pembimbing :
Prof. dr. Supomo Sukardono, Sp. THT-KL (K)

Disusun oleh :
Maria Regina Michelle

2014-061-089

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG & TENGGOROKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK ATMA JAYA
RUMAH SAKIT PANTI RAPIH - YOGYAKARTA
15 AGUSTUS - 17 SEPTEMBER 2016

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. H

Umur

: 33 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pendidikan Terakhir

: SMA

Suku Bangsa

: Jawa

Tanggal Periksa

: 24 Agustus 2016

II. ANAMNESIS (autoanamnesis)


o Keluhan Utama

: Nyeri tenggorokan sejak 3 hari SMRS

o Keluhan Tambahan

: Demam dan tenggorokan gatal sejak 3 hari SMRS

o Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli THT RS Panti Rapih dengan keluhan nyeri pada tenggorokan
sejak 3 hari SMRS, nyeri dirasakan hilang timbul dan semakin nyeri ketika
digunakan untuk menelan. Pasien juga mengeluhkan tenggorokan terasa gatal dan
demam yang dirasakan sejak 3 hari SMRS, suhu hanya dengan perabaan, pasien
belum meminum obat penurun demam.
Pasien mengatakan bahwa terakhir terkena flu atau pilek sekitar 1 minggu SMRS
dan saat ini sudah sembuh. Saat ini pasien juga mengalami penurunan nafsu makan.
Pasien sering makan gorengan atau makan makanan yang berminyak dan minum
air dengan es, hampir setiap hari pasien makan makanan berminyak. Keluhan
gangguan atau rasa tidak nyaman pada telinga dan hidung disangkal oleh pasien.
o Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat penyakit maag disangkal


Riwayat alergi disangkal
Riwayat operasi sebelumnya disangkal

o Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat keluarga dengan keluhan serupa disangkal

Riwayat alergi pada keluarga disangkal

Riwayat asma di keluarga disangkal


Riwayat keganasan di keluarga disangkal
Riwayat kencing manis disangkal

Riwayat darah tinggi disangkal

o Riwayat Kebiasaan :
Pasien sering makan gorengan
Pasien sering mengkonsumsi minuman dengan es

o Riwayat Pengobatan :
Pasien belum mengkonsumsi obat untuk mengatasi keluhannya

III.PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

: Sakit ringan

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda vital
Suhu

: subfebris

Tekanan darah

: 120 / 80 mmHg

Respirasi

: 18 kali / menit

Laju nadi

: 90 kali / menit, teratur - kuat - penuh

Pemeriksaan Fisik :
o Kepala

: Normocephali

o Mata

: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

o Telinga
Aurikula Dextra

Pinna

: deformitas (-), laserasi (-), edema (-),

hiperemis (-)
Tragus
: nyeri tekan (-), tidak tampak kelainan
Retroaurikuler
: sikatriks (-), peradangan (-),
limfadenopati (-)
Kanalis Akustikus Eksternus : hiperemis (-), sekret (-), serumen (+), benda
asing (-)
Membran Timpani
: intak, cone of light (+), hiperemis (-), edema (-), retraksi (-)

Aurikula Sinistra

Pinna

: deformitas (-), laserasi (-), edema (-),

hiperemis (-)
Tragus
: nyeri tekan (-), tidak tampak kelainan
Retroaurikuler
: sikatriks (-), peradangan (-),
limfadenopati (-)
Kanalis Akustikus Eksternus : hiperemis (-), sekret (-), serumen (+)
Membran Timpani
: intak, cone of light (+), hiperemis (-), edema (-), retraksi (-)

o Hidung
Inspeksi dan palpasi hidung luar:
Perdarahan (-), tanda radang (-), nyeri tekan (-)
Deformitas (-)
Krepitasi (-)
Rhinoskopi Anterior:
Mukosa hidung dalam batas normal
Konka tidak membesar maupun hiperemis
Sekret serosa (-)
Deviasi septum (-)
Rhinoskopi Posterior : tidak dilakukan
Pemeriksaan sinus : tidak ada nyeri tekan pada
sinus frontalis, ethmoidalis dan maksilaris
o Pemeriksaan Mulut dan Orofaring

Mukosa bibir basah

Post nasal drip

Rongga mulut

Stomatitis (-)

Hiperemis (-)

: (-)

Lidah

Tidak tampak ada perlukaan

Permukaan lidah kasar dan tidak kotor

Tonsil palatina : hiperemis (-), ukuran T1/T1, detritus (-)

Faring

: mukosa faring hiperemis (+), pseudomembran(-)

Uvula

: di tengah

o Pemeriksaan laring : tidak dilakukan


o Leher:

Inspeksi dan palpasi : trakea terlihat dan teraba di tengah, tidak terdapat
limfadenopati

o Maksilofasial:

Bentuk simetris, nyeri tekan pada sinus maksilaris dan frontalis (-)

IV. RESUME
Perempuan usia 33 tahun datang dengan keluhan nyeri pada tenggorokan sejak 3 hari
SMRS, disertai dengan demam dan gatal pada tenggorokan sejak 3 hari SMRS. Pasien
mengatakan terakhir terkena flu atau pilek 1 minggu SMRS. Pasien sering makan
makanan berminyak atau gorengan dan minum es, dan saat ini nafsu makan menurun.
Pasien dalam keadaan sakit ringan dengan suhu tubuh subfebris, pemeriksaan fisik
rongga mulut dan orofaring menunjukkan faring dan tonsil hiperemis. Pemeriksaan
fisik lainnya dalam batas normal.
V. DIAGNOSA KERJA
Faringitis akut
VI. DIAGNOSA BANDING
Tanda dan

Rhinitis

Mononukleosis

Faringitis

Laringitis

Kasus

gejala
Nyeri

Alergi
-

Infeksiosa
+

menelan
Bersin

Berulang
Rhinnorrhea
Malaise

+
-

+/+/-

Exudative
Mukosa

+
+

+/+

edema
Limfadenopat

+/-

+/-

i
Mukosa

hiperemis
Mukosa

concha pucat
Hidung gatal
Hidung

+
+

tersumbat
Demam
Suara parau
Batuk
Gejala

+
+

+
-

+/-

+/+
+
-

+
-

pagi hari
Tanda dan

Rhinitis

Mononukleosis

Faringitis

Laringitis

Kasus

gejala
Riwayat alergi
Allergic

Alergi
+
+

Infeksiosa
-

shiner
Allergic

crease
Allergic

concha

memburuk

salute
VII. TATA LAKSANA
Preventif
o Mengurangi makan makanan yang berminyak
o Mengurangi minum dingin atau es
o Banyak minum
o Kumur dengan air garam hangat
Konservatif
o Istirahat yang cukup
Medikamentosa
o Cataflam 25 mg 3x1

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad fungtionam
Quo ad sanationam

: bonam
: bonam
: bonam

ANALISA KASUS
Tabel Gejala & Penyakit Nasofaring & Orofaring
V. KONGENITAL
Gejala / Penyakit

Laryngomalasia

Atresia Laring

Laringocele

Kasus

Stridor Inspiratoar
Stridor Ekspiratoar
Distress Pernapasan
Kesulitan Minum
Gangguan
Tumbuh

+
+
+
+

Kongenital
+
+
-

Kembang
Suara Serak
Sesak Napas
Sinus Menggembung

+
+
-

+
+

VI. INFLAMASI
Gejala / Penyakit
Demam
Rasa
gatal
tenggorokan
Odinofagia
Batuk

di

Faringiti

Laringiti

Esofagus

Kasus

s
+
+

s
+
+

Erosiva
-

+
+

+
-

+
+

+
-

Malaise
Anorexia
Nyeri telinga
Serak
Nyeri kepala

VII.

IV.

+
+
+
-

+
+
+
+
-

+
-

TRAUMA
Gejala

Singers

Suara serak
Aphoni
Nyeri lokal
Reffered Pain

Node
+
+
-

Granuloma

Hematoma

Ulkus

+
-

kontak
+
+
+

+
-

Kasus
-

KORPUS ALIENUM
Tanda dan Gejala

Larin

Trakea

Bronku

Esofagu

Kasus

Disfonia
Stridor
Sianosis
Batuk
Napas berbunyi
Sesak Napas
Palpatory thud/audible snap
Check/ball valve

g
+
+
+
-

+
+
+
+
-

s
+
+
+
+

s
-

emfisema
Stop
valve

+
+
+
+
+
+

+
+
-

atelektasis pulmo
Nyeri menelan
Sulit menelan
Regurgitasi
Hipersalivasi
Hematemesis
Nyeri dada/epigastrium

V.

NEOPLASMA

Tanda dan

Karsinoma

Angiofibroma

Tumor

Tumor

Kasus

Gejala

Nasofaring

Nasofaring

Ganas

Ganas
Esofagus
-

Epistaksis
Pilek
Hidung

+
+
+

+
+
+

Laring
-

Tersumbat
Tinitus
Nyeri telinga
Diplopia
Parestesi pipi
Neuralgia
Parese
arkus

+
+
+
+
+
+

+
-

faring
Sering tersedak
Benjolan
di

+
+

leher
Gangguan

penghidu
Tuli
Nyeri
kepala

+
+

hebat
Deformitas

wajah
Serak
Hemoptysis
Nyeri menelan
Sulit menelan
Regurgitasi

+
+
-

+
+
+

+
-

disertai bercak
darah
Penurunan BB

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Tenggorokan
Tenggorokan terdiri dari faring dan laring. Faring adalah suatu kantong
fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di

bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esophagus
setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung
melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring,
sedangkan dengan laring di bawah berhubungan dengan esophagus.
Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm, bagian ini
merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari
dalam keluar) selaput lender, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia
bukofaringeal.
Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring (hipofaring). Unsurunsur faring meliputi mukosa, palut lender (mucous blanket), dan otot
Mukosa
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada nasofaring karena
fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, sedang epitelnya torak
berlapis yang mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan
laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis tidak
bersilia.
Palut Lendir (Mucous Blanket)
Nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak di atas silia dan bergerak sesuai
dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lendir berfungsi untuk menangkap partikel
kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap. Palut lendir ini mengandung enzim
Lyzozyme yang penting untuk proteksi.

Otot
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudinal), dipersarafi oleh nervus vagus.
Pendarahan

Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan,
yang utama berasal dari cabang a. karotis eksterna serta dari cabang a. maksila interna
yakni cabang palatine superior.
Pembagian Faring
1. Nasofaring
Batas nasofaring dibagian atas adalah dasar tengkorak, dibagian bawah adalah
palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang adalah vertbera
servikal. Struktur penting pada nasofaring adalah adenoid, jaringan limfoid pada dinding
lateral faring dengan resesus faring yang disebut fosa Rosenmuller.
2.

Orofaring
Disebut juga mesofaring, dengan batas atasnya palatum mole, batas bawah adalah

tepi atas epiglotis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke belakang adalah vertebra
servikal. Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring
bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan denga gangguan nervus vagus.
3.

Laringofaring (Hipofaring)
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior

adalah laring, batas inferior adalah esofagus, serta batas posterior adalah vertebra
servikal. Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring
tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur
pertama yang tampak dibawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah
cekungan yang dibentuk ligamentum glosoepiglotika median dan ligamentum
glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil (pil pockets),
sebab pada beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu. Di
bawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan pada
perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil (bentuk
omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam berkembangannya, epiglotis ini daapat menjadi
demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung
tampak menutupi pita suara. Nervus laring superior berjalan di bawah dasar sinus
piriformis pada tiap sisi laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian
analgesia lokal di faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung.

Fungsi
Faring
Fungsi
faring
terutama adalah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara dan untuk
artikulasi.
Fungsi menelan, terdapat 3 fase dalam proses menelan yaitu fase oral, fase
faringeal, dan fase esofageal. Fase oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring,
gerakan disengaja (voluntary). Fase faringeal yaitu pada waktu transpor bolus makanan
melalui faring, gerakan tidak disengaja (involuntary). Fase esofageal, gerakan tidak
disengaja, pada waktu bolus makanan bergerak secara peristaltik di esofagus menuju
lambung.
Fungsi faring dalam proses bicara, pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan
terpadu dari otot-otot palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan
palatum mole ke arah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat
cepat dan melibatkan mula-mula m. salpingofaring dan m. palatofaring, kemudian m.
levator veli palatini bersama-sama m. konstriktor faring superior. Pada gerakan
penutupan nasofaring m. levator veli palatini menarik palatum mole ke atas belakang
hampir mengenai dinding posterior faring.
2.2 Faringitis
2.2.1 Definisi

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan


oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan lain-lain.
2.2.2 Patofisiologi
Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi
inflamasi lokal. Infeksi bakteri grup A Streptokokus hemolitikus dapat
menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepaskan
toksin ekstraseluler yang dapat menimbulkan demam reumatik, kerusakan
katup jantung, glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus terganggu
akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi. Bakteri ini banyak
menyerang anak usia sekolah, orang dewasam dan jarang pada anak umur
kurang dari 3 tahun. Penularan infeksi melalui sekret hidung dan ludah
(droplet)
2.2.3

Klasifikasi
1. Faringitis akut
a. Faringitis viral
Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian

akan menimbulkan faringitis


Gejala dan tanda termasuk demam disertai rinorea, mual, nyeri

tenggorok, dan sulit menelan


Pada pemeriksaan fisik tampak faring dan tonsil hiperemis
Virus influenza, coxsachievirus dan cytomegalovirus

tidak

menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi


vesicular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash.
Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan
gejala konjungtivitis terutama pada anak. Epstein Barr Virus (EBV)
menyebabkan faringitis yang disertai dengan produksi eksudat pada
faring, terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama

retroservikal dan hepatosplenomegali.


HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual,
dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat

eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah


b. Faringitis bakterial

Infeksi grup A Streptokokus hemolitikus merupakan penyebab

faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%)
Gejala dan tanda meliputi nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-

kadang disertai dengan demam tinggi, jarang disertai batuk


Pada pemeriksaan fisik tampak tonsil membesar, faring dan tonsil
hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari
kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar
limfa leher anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan

c. Faringitis fungal
Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring
Gejala dan tanda meliputi keluhan nyeri tenggorok dan nyeri

menelan
Pada pemeriksaan fisik tampak plak putih di orofaring dan mukosa

faring lainnya hiperemis


d. Faringitis gonorea
Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital
2. Faringitis kronik
a. Faringitis kronik hiperplastik
Terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak kelenjar
limfa di bawah mukosa faring. Pada pemeriksaan tampak mukosa

dinding posterior tidak rata, bergranular


Gejala mula-mula tenggorok kering gatal dan kemudian batuk

berdahak
b. Faringitis kronik atrofi
Sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Gejala dan tanda

meliputi tenggorok kering dan tebal serta mulut berbau


Pada pemeriksaan fisik tampak mukosa faring ditutupi oleh lender
yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering

2.2.4

Tanda dan Gejala


Suhu tubuh naik 40oC, rasa gatal/kering di tenggorokan, lesu, nyeri sendi,
odiofagia, anorexia, dan otalgia. Bila terkena laring suara akan menjadi
rusak. Selain itu juga dapat berupa keluhan seperti sakit kepala,

limfadenopati, ptechiae pada palatum dan biasanya tidak disertai dengan


batuk.
Faringitis dengan etiologi virus dapat berupa cough, coryza, conjungtivitis
dan disertai dengan diare
2.2.5

Diagnosis
Evaluasi klinis
Pada pemeriksaan, tampak mukosa faring hiperemis, menebal, kering, dan
mengkilat. Discharge mukus jernih sampai dengan kekuningan, folikel
soliter merah tua, pembesaran lnn. regional dan disertai nyeri tekan

Faringitis sendiri biasanya dengan mudah ditegakkan secara klinis. Namun


tidak untuk penyebabnya. Rhinorrea dan batuk biasanya mengindikasikan
penyebab virus. Mononukleosis infeksius ditandai dengan adenopati
posterior servikal atau general, hepatosplenomegali, lemah, dan malaise
selama >1 minggu, petechiae palatum, dan eksudat tonsilar yang tebal.
Membran kotor keabuan, tebal, dan keras yang berdarah jika dilepas

mengindikasikan difteri.
GABHS ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kultur, pemeriksaan rapid
antigen, atau keduanya
Infeksi GABHS harus didiagnosis dengan cepat karena membutuhkan
pemberian antibiotik. Kriteria untuk pemeriksaan masih kontroversial.
Banyak pihak menganjurkan pemeriksaan dengan rapid antigen atau kultur
untuk semua anak. Pemeriksaan rapid antigen spesifik, namun tidak
sensitif dan butuh disertai dengan pemeriksaan kultur yang 90% spesifik
dan 90% sensitif. Pada dewasa, banyak pihak menganjurkan pemeriksaan
menggunakan 4 kriteria:

Riwayat demam
Eksudat tonsilar
Tidak ada batuk
Limfadenopati servikal anterior
Pasien yang memenuhi 1 atau tidak memenuhi kriteria kemungkinan kecil
untuk terkena infeksi GABHS dan tidak perlu diperiksa. Pasien yang
memenuhi 2 kriteria dapat diperiksa. Pasien yang memenuhi 3 atau 4
kriteria dapat diperiksa atau ditatalaksana empiris untuk GABHS.

2.2.6

Tata Laksana
Terapi konservatif dapat diberikan pada penderita faringitis akut viral dengan
memperbanyak minum air putih, menjaga kebersihan mulut dengan cara
berkumur dengan air garam hangat dan menghirup udara lembab. Terapi
simptomatik seperti pemberian NSAID dapat membantu meringankan gejala
faringitis, terapi berupa steroid dan immunomodulator juga dapat mencegah
terjadinya komplikasi. Terapi medikamentosa dapat diberikan pada penderita
faringitis akut bacterial dengan golongan penisilin (amoxicillin) selama 5
hari, jika alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin atau
cefalosporin.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sukardono S. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL. Yogyakarta: Bagian THT-KL RS
Panti Rapih

2. Soetjipto D, Mangunkusumo E, Wardani RS. Hidung. Dalam: Soepardi EA, Iskandar


N (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher.
Edisi ke-6. Jakarta. Balai Penerbit FK UI, 2007; 118-122
3. Flint P, Haughey B, Lund V, Niparkd J, Richardson M, Robbins K. Cummings
Otolaryngology Head & Neck Surgery. 5th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2010.
4. Johnson J, Rosen C. Baileyss Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 5th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2014.
5. Pharyngitis: Practice Essentials, Background, Pathophysiology. 2015 Sep 18 [cited
2016 Aug 26]; Available from: http://emedicine.medscape.com/article/764304overview
6. Wong DM, Blumberg DA, Lowe LG. Guidelines for the use of antibiotics in acute
upper respiratory tract infections. American family physician [Internet]. 2006 [cited
2016 Aug 26];74(6)

Anda mungkin juga menyukai