Oleh :
RADIAN RENDRA TUKAN
1102012222
Dokter Pembimbing:
dr. Sofie Minawati, SpS
KEPANITERAAN KLINIK
STASE NEUROLOGI
PERIODE OKTOBER 2016 NOVEMBER 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
STATUS PASIEN
1.1.
Identitas Pasien
: Ny. H
Umur
: 48 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Status Pernikahan
: Menikah
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: IRT
Alamat
: Pameungpeuk
Tanggal Masuk
: 24 oktober 2016
Tanggal Keluar
: 03 oktober 2016
Status Keluar
: Rujuk RSHS
Ruangan
: Cempaka bawah
No CM
: 89.56.29
1.2.
Nama
Anamnesis
Autoanamnesis dan Alloanamnesis pada tanggal 17 agustus 2016
A. Keluhan Utama
Kejadian pertama kali dialami pada 4 tahun yang lalu. Awalnya pasien
mengeluh sering merasa capek bila melakukan aktivitas ringan seperti
menyapu rumah, berbicara, dan kelopak mata menjadi turun, namun keluhan
membaik bila pasien istirahat. Lalu pasien memeriksakan diri ke dokter
spesialis saraf, dan disarankan untuk dirawat. Pasien dirawat selama 2
minggu di RSUD dr.Slamet bagian saraf dan didiagnosis mengalami penyakit
miastenia gravis. Pasien mengaku sebelum dan sesudah dirawat pasien masih
dapat berjalan dan melakukan kontrol rutin ke poli saraf sendiri. Pasien
melakukan kontrol ke poli secara teratur dan meminum obat mestinon secara
teratur. Namun, pasien mengaku setelah 4 bulan pasien meminum obat
mestinon pasien merasa tidak ada perbaikan dan pasien juga tidak melakukan
kontrol ke spesialis saraf. Pasien tetap melanjutkan meminum obat selama 1
tahun, tanpa melakukan kontrol ke poli saraf. Setelah 1 tahun meminum obat,
pasien merasa tidak ada perbaikan, pasien berhenti meminum obat mestinon
dan melakukan pengobatan ke alternatif. Setelah melakukan pengobatan ke
alternatif, os merasa keluhan semakin memberat sehingga membuat os tidak
dapat berjalan dan sulit untuk menggerakan ke dua tangan dan harus
menggunakan kursi roda.
Riwayat hipertensi, diabetes millitus, penyakit jantung, stroke,
trauma, obesitas, disangkal.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum
Keadaan umum
: Sakit Sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
GCS
: E4 Mtdd Vtdd
Tekanan darah
Nadi
: 108x/menit
Respirasi
: 32x/menit
Suhu
: 36,3C
Kepala
: Normocephal
Leher
meningkat
Thoraks
Jantung
a. Inspeksi
b. Palpasi
a. Inspeksi
tidak terlihat, tampak retraksi sela iga, hematoma, udem, massa, dan
deformitas pada kedua hemitoraks.
b. Palpasi
d. Auskultasi
hemitoraks
B. Pemeriksaan Neurologi
1. Inspeksi:
Kepala
Bentuk
: Normocephalus
Nyeri tekan
: (-)
Simetris
: (+)
Pulsasi
: (-)
Leher
Sikap
Pergerakan
Kaku kuduk
: (-)
Kuduk kaku
: (+)
2. Saraf otak
N. cranialis
N. I (Olfaktorius)
Subyektif
Dengan Bahan
N. II (Optikus)
Tajam Penglihatan
Lapang penglihatan
Melihat warna
Fundus okuli
Kanan
Kiri
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
TAK
TAK
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
TAK
TAK
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
N. III (Okulomotorius)
Sela mata
Pergerakan Bulbus
Strabismus
Nistagmus (Tes Waternberg)
Exoftalmus
Pupil (Besar, bentuk)
Refleks cahaya
Refleks Konsesual
Refleks konvergensi
Melihat kembar
N. IV (Troklearis)
Pergerakan mata
Sikap bulbus
Melihat kembar
N. VI (Abdusens)
Pergerakan mata
Sikap bulbus
Melihat kembar
N. V (Trigeminus)
Membuka mulut
Menguyah
Mengigit
Reflek kornea
Sensibilitas muka
N. VII (Facialis)
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Memperlihatkan gigi
Bersiul
Rasa kecap 2/3 depan lidah
N. VIII
(Vestibulokoklearis)
Detik arloji
Suara berbisik
Tes Swabach
Tes Rinne
Tes Weber
Simetris
Baik ke segala
arah
D : 3mm, isokor
+
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
-
Simetris
Baik ke segala
arah
D : 3mm, isokor
+
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
-
Baik
Simetris
-
Baik
Simetris
-
Baik
Simetris
-
Baik
Simetris
-
Dbn
Lemah
Lemah
Tidak dilakukan
Dbn
Dbn
Lemah
Lemah
Tidak dilakukan
Dbn
(-)
Lemah
Plica nasolabialis
datar
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
(-)
Lemah
Plica nasolabialis
datar
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
N. IX (Glosofaringeus)
Refleks kecap 1/3 belakang
Sensibilitas faring
N. X (Vagus)
Arkus faring
Uvula
Berbicara
Menelan
N. XI ( Assesorius )
Menenggok kanan kiri
Mengangkat Bahu
N. XII ( Hipoglossus )
Pergerakan Lidah
Atropi lidah
Tremor lidah
Lidah deviasi
Artikulasi
Fungsi Luhur
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Dalam batas normal
Tidak deviasi
Sulit
Sulit
Dalam batas normal
Tidak dapat dilakukan
Lemah
Ada
Ada
Tidak ada deviasi
Tidak jelas
Afasia motorik
: Abdominal
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: -/-
Pergerakan
: -/-
Kekuatan
: 0
Tonus
: Hipotonus
Atropi
: (+)
Refleks
6
Biceps
: +/+
Trisep
: +/+
Brakio Radialis
: -/-
Radius
: -/-
Ulna
: -/-
Hoffman/trommer
Sensibilitas
Taktil
Nyeri
: (-)
Suhu
Diskriminasi 2 titik
: Tidak dilakukan
Lokalis
: Tidak dilakukan
Getar
: Tidak dilakukan
:-/-
Pergerakan
: -/-
Kekuatan
: 0 0
0 0
Tonus
: (-)
Atropi
: (+)
Sensibilitas
Taktil
Nyeri
: (-)
Suhu
Diskriminasi 2 titik
: Tidak dilakukan
Lokalis
: Tidak dilakukan
Getar
: Tidak dilakukan
Refleks fisiologis
Refleks
Biseps
Dextra / Sinistra
+ / +
Triseps
Brachioradialis
Patella
Achiles
+ / +
-/-/-/-
Refleks patologis
Refleks
Babinski
Chaddock
Openheim
Gordon
Schaeffer
Mendel Bechtrew
Rosolimo
Klonus paha
Klonus kaki
Chvostexs sign
Trousseaus sign
Test Laseque
Test brudzinsky
Ekstremitas Dextra
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
-
Ekstremitas Sinistra
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
-
I/II/III/IV
Test kernig
Meningial Sign
Patrick
Kontra patrick
Test Romberg
Disdiadokokinesis
: (-)
Ataksia
: Tidak dilakukan
Rebound phenomen
: (-)
: (-)
Athetosis
: (-)
Mioklonik
: (-)
Khorea
: (-)
6. Fungsi Vegetatif
1.4.
BAK
BAB
: Keras
1) Hematologi lengkap
Darah rutin:
a.Hemoglobin
: 12,8 g/dL
b.
: 43 %
Hematokrit
c.Leukosit
d.
Trombosit
e.Eritrosit
: 11.600/mm3
: 367.000/mm3
: 4.30 juta/mm3
Kimia Klinik:
a.GDS
: 154 mg/dL
b.
Ureum
: 41 mg/dL
c.Kreatinin
: 0,5 mg/dL
d.
: 84 U/L
SGOT
e.SGPT
: 36 U/L
Elektrolit
a. Natrium
: 136 mEq/L
b. Kalium
: 4.4 mEq/L
c. Klorida
: 101 mEq/L
d. Kalsium
: 3.57 mg/dL
Ringkasan
Subyektif
Pasien wanita berumur 42 tahun dibawa oleh keluarganya ke IGD
RSUD dr. Slamet Garut karena tidak dapat menelan makanan sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit. Kesulitan menelan makanan diakui
pasien akibat banyak lendir pada kerongkongan pasien, yang mengakibatkan
proses makan menjadi sulit. Selain itu, pasien sering tersedak, sukar
mengunyah makanan, sesak napas dan pasien juga sulit untuk berbicara.
Keluhan-keluhan tersebut tidak menghilang meski pasien istirahat.
Penglihatan dan pendengaran pasien tidak ada gangguan. Pasien sudah tidak
dapat berjalan, menggerakkan kedua tangan dan leher pasien sejak 2 tahun
lalu dan pasien hanya bisa duduk diatas kursi roda.
Kejadian pertama kali dialami pada 4 tahun yang lalu. Awalnya pasien
mengeluh sering merasa capek bila melakukan aktivitas ringan seperti
menyapu rumah, berbicara, dan kelopak mata menjadi turun, namun
keluhan membaik bila pasien istirahat. Lalu pasien memeriksakan diri ke
dokter spesialis saraf, dan disarankan untuk dirawat. Pasien dirawat selama
2 minggu di RSUD dr.Slamet bagian saraf dan didiagnosis mengalami
penyakit miastenia gravis. Pasien mengaku telah mengonsumsi obat
mestinon selama 1 tahun namun menurut pasien tidak ada perbaikan.
Obyektif
Status Present
Kesadaran
: Compos mentis
GCS
: E4 Msdn Vsdn
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 110 x/ menit
Respirasi
: 32 x/ menit
Suhu
: 36,3 oC
10
Jantung
pernapasan
: Abdominal
Status Psikis
Dalam batas normal
Status Interna
Cor
Pulmo
VBS ka = ki Rh - / -, slam + / +, Wh - / Pergerakan statis dan dinamis hemitoraks kanan dan kiri tidak
terlihat.
Status Neurologis
Rangsang Meningeal
Saraf Otak
0
0
Motorik
N VII
N XII
: Parase perifer
Tonus
: Hipotonus
Sensorik
Fungsi Luhur
: Afasia motorik
Fungsi vegetatif
: Baik
+
-
Refleks fisiologis
Refleks patologis
: (- / -)
+
-
1.5.
Diagnosa
Klinis
: Neuromuscular junction
Diagnosis
Diagnosis banding
1.7.Rencana Awal
Rencana Diagnosis
Tes tensilon (injeksi edrofonium HCL 2 mg iv) perbaikan gejala klinis (+)
MG.
Tes antibodi :
12
Pasang NGT + DC
Oral Hygine
Rencana edukasi
1. Istirahat yang cukup
2. Kontrol rutin ke dokter
Prognosis
Ad vitam
: dubia ad malam
Ad fungsionam
: dubia ad malam
Ad sanationam
: dubia ad malam
1.8 Follow Up
Tanggal
Catatan
27/10/1
6
Instruksi
PD /
Lab elektrolit
PT /
Inf.
Asering + Neurosanbe 15
gtt/mnt
Prostigmin 10 mg + Sulfas atropin
5 amp dalam 50 cc NaCl 0,9 % /
24 jam (IV)
Metil prednisolon 3x125 mg (IV)
Inj. Omeprazole 1x40mg (IV)
Inj. Cefotaxime 2x1gr (IV)
SN :
Nebu combivent 3x/hari
- RM : KK (-)
- Mata : CA -/-, Pupil bulat isokor, RCL (+/+), Oral hygine
RCTL (+/+), GBM baik
Suction
- NVII : parase bilateral perifer
- N XII : parase perifer
- Motorik
0
0
:
0
0
- Sensorik
: dbn
- FL
: Afasia motorik
- FV
: BAK dbn
BAB dbn
I
: +I +
- RF
- RP
: - /-
A/
Catatan
29/08/1
6
S/
Sesak napas (+), batuk berdahak (+),sulit dan
nyeri menelan (+), nyeri dada (-), mual muntah
(-)
O/
KU : SS
KS
: CM
TD : 120/80 mmHg
N
: 116x / menit
R
: 24 x / menit
S
: 36,2o C
Instruksi
PD /
PT /
Inf.
Asering + Neurosanbe 15
gtt/mnt
Prostigmin 10 mg + Sulfas atropin
5 amp dalam 50 cc NaCl 0,9 % /
24 jam (IV)
SI :
- PULMO : Ka = Ki, Wh -/-, Rh -/- COR
:S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
SN :
- RM : KK (-)
- Mata : CA -/-, Pupil bulat isokor, RCL (+/+),
RCTL (+/+), GBM baik
- NVII : parase bilateral perifer
- N XII : parase perifer
- Motorik
: 0 0
0 0
- Sensorik
- RF
- RP
- FL
- FV
: dbn
I
: I
: - /: baik
: BAK dbn
BAB dbn
A/
Catatan
Instruksi
14
31/08/1
6
S/
Sesak napas (+) namun sudah berkurang, batuk
berdahak (+), sulit dan nyeri menelan (+), nyeri
dada (-), mual muntah (-)
O/
KU : SS
KS
: CM
TD : 110/80 mmHg
N
: 88 x / menit
R
: 22 x / menit
S
: 36,3o C
PD /
PT /
Inf.
Asering + Neurosanbe 15
gtt/mnt
Prostigmin 10 mg + Sulfas atropin
5 amp dalam 50 cc NaCl 0,9 % /
24 jam (IV)
SI :
- PULMO : Ka = Ki, Wh -/-, Rh -/- COR
:S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
SN :
- RM : KK (-)
- Mata : CA -/-, Pupil bulat isokor, RCL (+/+),
RCTL (+/+), GBM baik
- NVII : parase bilateral perifer
- N XII : parase perifer
- Motorik
: 0 0
0 0
- Sensorik
- RF
- RP
- FL
- FV
: dbn
I
: I
: - /: baik
: BAK dbn
BAB dbn
A/
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1Definisi
Myasthenia gravis adalah penyakit neuromuskular junction yang disebabkan
oleh penyakit autoimun yang didapat dan dikarekteristik dengan fluktuasi kelemahan
patologis dengan remisi dan eksaserbasi berkait dengan satu atau beberapa kelompok
otot, terutamnya disebabkan oleh antibodi terhadap reseptor asetilkolin (AChR) pada
post sinaps neuromuscular junction.1-7
2.1.2 Epidemiologi
Prevelansi MG adalah 14 per 100000 populasi ( kira-kira 17,000 kasus) di
Amerika.3,4 Sebelum umur 40 tahun, penyakit ini adalah 3 kali lipat lebih banyak
di wanita dibandingkan pria, namun pada usia lebih tua kedua-dua jenis kelamin
bisa terkena MG.3,6-9
Myasthenia gravis pada anak-anak adalah jarang di Eropa dan Amerika
Utara, kira-kira 10-15% dari kasus myasthenia gravis, 7,8,10 namun kasus
myasthenia gravis pada anak adalah lebih sering di negara-negara Asia seperti
China, dimana 50 % pasien mempunyai onset penyakit myasthenia gravis
dibawah umur 15 tahun, kebanyakan dengan manifestasi ocular.7,8,10
Mengikut laporan RISKESDAS 2010, insidensi myasthenia gravis di
Indonesia diperkirakan 1 kasus dari 100000.11 Data yang didapatkan di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta terdapat 94 kasus dengan diagnosa
myasthenia gravis pada periode tahun 2010-2011.12
2.1.3 Klasifikasi
Myasthenia gravis dapat diklasifikasikan berdasarkan usia saat onset, dijumpai atau
tidaknya anti-AChR antibodies, keparahan dan etiologi penyakit.13
16
saraf
otot
yang
tidak
terdeteksi
dengan
anti-AChR
3. Keparahan Penyakit
Osserman mengklasifikasikan MG pada dewasa kedalam 4 kelompok, berdasarkan
beratnya penyakit, yaitu :13
1. Ocular Myasthenia, dimana hanya mengenai otot-otot okular,
2. Generalized Myasthenia gravis, (a) ringan, (b) sedang,
3. Generalized Myasthenia gravis Berat,
2.1.4 Etiologi
Terdapat 4 kelas berdasarkan etiologinya :
18
1. Acquired autoimmune
2. Transient neonatal disebabkan transfer maternal dari antibodi anti-AChR.
3. Drug Induced : D-penicillamine merupakan prototipe obat yang dapat
mencetuskan MG. Presentasi klinis tampaknya identik dengan acquired
autoimmune MG dan antibodi terhadap AChR dapat dijumpai. Obat lain yang
dapat
menyebabkan
kelemahan
yang
menyerupai
MG
atau
dapat
Dikutip dari : Katz LJ, Lesser RL, Merikangas JR, et al. Ocular myasthenia gravis
after D-penicillamine administration. British journal of ophtalmology 1989; 73:
1015-1018.
2.1.5 Patofiologi
Anatomi Neuromuscular Junction Normal
Sebelum memahami tentang MG, pengetahuan tentang anatomi dan fungsi normal
NMJ sangatlah penting.Terdapat tiga komponen penting pada NMJ, yaitu presinaptik,
celah sinaptik dan postsinaptik.1,4,7,10
22
postsynaptic,
diperlukan
untuk
pengelompokan
AChR.
Rapsyn
24
26
dijumpai.14 Ptosis merupakan gejala awal pada 50-90% pasien, sementara 15%
mengeluh penglihatan kabur atau diplopia. Jika tidak muncul sebagai gejala awal,
keterlibatan otot okular eksternal dijumpai pada 90-95% dari pasien pada suatu
waktu dalam perjalanan penyakitnya. Ptosis dapat lebih jelas setelah upgaze
berkelanjutan dan merupakan manuver provokatif yang sering dilakukan. Ptosis
dapat berhubungan dengan kontraksi otot frontalis ipsilateral untuk membantu
mengkompensasi kelemahan otot levator palpebra. Elevasi kelopak mata yang
berlebihan atau tanda Cogans lid twitch dapat dijumpai saat gaze diarahkan dari
bawah ke atas. 13,14,19,24
Lebih dari tiga perempat pasien MG awalnya menunjukkan keluhan visual
berupa ptosis atau pandangan ganda, dan sekitar setengah pasien dengan manifestasi
okular akan menjadi general dalam enam bulan.Sekitar 80% pasien MG akan
menjadi general dalam dua tahun dan sekitar 90% dalam tiga tahun. Beberapa studi
restrospektif menunjukkan bahwa terapi awal dengan prednisolone oral dapat
memperlambat onset dan tampaknya juga memperlambat perkembangan penyakit
dari miastenia okular menjadi general. 13,14,19,24
Wajah dapat terlihat tanpa ekspresi. Mulut dapat terbuka dan pasien mungkin
harus menyangga rahangnya dengan jari. Ketika pasien berusaha untuk tersenyum,
wajah tampak menyeringai. Suara dapat hypophonic karena kelemahan pita suara
atau otot ekspirasi. Pasien dapat menunjukkan disartria sebagai akibat kelemahan
dari bibir, lidah, atau pipi. Kelemahan dapat tampak lebih jelas dengan aktivitas otot.
Disfonia dapat dijumpai sebagai akibat dari kelemahan laring. Disfagia adalah
gambaran umum akibat kelelahan otot yang terlibat dalam mengunyah dan
menelan.13,19 Perkembangan kelemahan pada MG biasanya terjadi dalam arah
kraniokaudal. Myasthenia gravis juga dapat mengenai ekstremitas. Kelemahan otot
tungkai terutama mengenai bagian proksimal otot.13-15,19,24 Krisis miastenia adalah
suatu eksaserbasi MG yang ditandai dengan bertambahnya kelemahan yang
menyebabkan episode gagal nafas akut yang menyebabkan ventilasi mekanik.
Kelemahan dapat melibatkan otot-otot pernafasan atau kelemahan bulbar, yang
mengganggu airway. Krisis miastenia adalah komplikasi MG yang paling berbahaya
28
25-28
30
Neostigmin umumnya digunakan untuk evaluasi untuk otot tungkai atau otot
pernafasan, yang membutuhkan lebih banyak waktu.30
Pemeriksaan laboratorium pada pasien MG adalah berguna untuk konfirmasi
diagnosis gawat darurat myasthenia gravis (MG).27,28 Pemeriksaan analisa gas darah
dapat membantu penanganan respiratori.27,28 Elevasi PaCO2 dapat menunjukkan
kegagalan respiratori yang progresif dan merupakan indikasi manajemen saluran
napas kegawat daruratan.27,28
Pencitraan diindikasi untuk determinasi apakah adanya pneumonia aspirasi
atau pneumonia tipe lain yang terjadi pada pasien MG.27,28 MRI atau CT scan dada
adalah sangat akurat untuk mendeteksi timoma dan harus dilakukan pada setiap
kasus baru MG.27,28 Foto toraks adalah tidak sensitif untuk skreening timoma.27,28
Ice pack test adalah salah satu pemeriksaan mudah yang dapat dilakukan
karena dengan mendinginkan otot terutama otot okular dapat memperbaiki transmisi
neuromuskular.27 Es batu dimasukkan ke dalam sarung tangan bedah atau dibungkus
dalam kain dan diletakkan di atas kelopak mata untuk 2 menit. 27 Tes ini positif
apabila terjadi perbaikan dari ptosis namun tes adalah kurang sensitif dan jarang
dilakukan.27
Elektromiografi serabut otot tunggal dan assay untuk antibodi reseptor
asetilkolinerase digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis MG, namun tes ini
jarang dapat dilakukan dalam kondisi gawat darurat.27,28
Pemeriksaan EMG menunjukkan karekteristik yang mirip dengan subyek
normal yang diberikan relaxant otot dosis kecil sewaktu dianastesi. 27,28 Terjadinya
penurunan aksi potensial kompound otot.27,28
neuromyotonia didapat, dll), miopati dan penyakit batang otak (misalnya, iskemik,
inflamasi, dan neoplastik) jika miastenia terbatas hanya menunjukkan keterlibatan
bulbar, AIDP dan varian AIDP yang mengenai otot kranial seperti Miller-Fisher dan
cervical-brAChial-pharyngeal.13,14
Lambert-Eaton syndrome adalah gangguan autoimun pada NMJ yang
bermanifestasi sebagai kelemahan otot dan sering dikaitkan dengan karsinoma paru.
Botulismus dapat menyebabkan kelemahan umum, ophthalmoplegia internal dan
eksternal, dan kelumpuhan pernapasan. Hipertiroidisme dapat dengan mudah
dieksklusikan dengan uji fungsi tiroid yang harus diperiksa secara rutin dalam
evaluasi MG. Miastenia okular harus dibedakan dengan ophthalmoplegia eksternal
progresif, penyakit Graves okular dan space occupying lesion intrakranial.13
2.1.9 Terapi
Terapi MG terdapat 5 tipe yaitu obat antikolinesterase dan plasmaperesis
dimana merupakan terapi simptomatik, manakala timektomi, steroid dan obat
imunosuppresif yang lain dapat mengubah haluan penyakit.7,11,31
Pengobatan antikolinesterase biasanya diberikan setelah diagnosa
ditegakkan.27,28,31 Terdapat 3 tipe obat antikolinesterase yang paling sering digunakan
yaitu neostigmine, pyridostigmine bromide dan ambenonium (Mytelase).
31
Pyridostigmine bromide adalah obat paling popular antara 3 tipe obat namun belum
pernah dinilai dan dibandingkan secara terkontrol dengan obat-obatan lain.31 Efek
samping muskarinik adalah kram abdominal dan diare, pyridostigmine bromide
mempunyai efek samping muskarinik yang paling kurang dibandingkan dengan
lain.31 Pyridostigmine diawali dengan dosis 60 mg secara oral setiap 4 jam sewaktu
pasien sadar.31 Dosis dinaikkan tergantung pada dosis klinis namun peningkatan
manfaat tidak diharapkan pada jumlah lebih dari 120mg setiap 2 jam. Jika pasien
mempunyai kesulitan untuk makan, obat dapat diminum 30 menit sebelum makan.31
Simptom muskarinik dapat diperbaiki dengan preparasi atropine (0.4 mg)
dengan setiap dosis pyridostigmine.31 Dosis atropine yang berlebihan dapat
menyebabkan psikosis tapi jumlah yang diminum pada regimen ini tidak mempunyai
efek psikotik.31
Walaupun terapi kolinergik memberikan efek yang impresif namun terapi
mempunyai limitasi.31 Pada pasien MG generalisata, gejala pasien dapat menghilang
namun terdapat simptom yang masih menetap dan resiko krisis menetap karena
penyakit tidak disembuhkan dengan pemberian obat ini.31
Timektomi dulunya hanya dilakukan pada pasien dengan disablitias yang
serious karena timektomi dapat menyebabkan mortalitas tinggi.
31
Namun dengan
yang dapat
32
Setelah sudah ada perbaikan, dosis harus diturunkan 20 hingga 35 mg setiap hari.
31
Jika pasien tidak sembuh dalam waktu 6 bulan, azathioprine atau siklofosfamid
diberikan dengan dosis 2.5 mg/kgBB setiap hari untuk orang dewasa. 31 Dosis harus
dinaikkan secara gradual dan harus diminum setelah makan untuk mencegah terasa
mual. Prednison 20 hingga 35 mg dapat diberikan selang hari myasthenia okular.31
Pasien dengan timoma sering mempunyai MG lebih parah dan kurang bisa
didefinisikan
kondisi yang terjadi pada kira-kira 10% pasien MG dengan disarthria, disfagia, dan
kelemahan otot pernafasan yang telah didokumentasi.31 Pengobatan kolinergik
diberhentikan setelah intubasi dilakukan.31 Prinsip terapi adalah memerlihara fungsi
vitaldan mengelakkan atau mengobatiinfeksi sehingga pasien pulih dari krisis
tersebut.31 Terapi kolinergik tidak perlu dimulai sehingga tanda infeksi telah hilang
dan tidak ada komplikasi paru yang yang lain, pasien dapat bernapas sendiri tanpa
bantuan.31
DAFTAR PUSTAKA
1. Drachman DB. Myasthenia gravis. N Engl J Med 2001; 330: 1797-810.
2. Khadilkar S.V., Sahni A.O., Patil S.G., Myasthenia Gravis. JAPI 2004
November; 52:897-903.
3. Romi F., Gilhus N.E., Aarli J.A., Myasthenia gravis: clinical, immunological,
and therapeutic advances. Acta Neurol Scand 2005 January; 111: 134-141.
4. Beekman R., Kuks J.B.M., Oostherhius HJGH. Myasthenia gravis: diagnosis
and follow-up of 100 consecutive patients. J Neurol 2007 August; 244: 112-8.
5. Willcox N., Myasthenia gravis. Curr Opin Immunol 2003 April; 5:910-7.
6. Christensen P.B., Jensen T.S., Tsirropoulus I., et.al., Mortality and survival in
myasthenia gravis: a Danish population based study. J Neurol Neurosurg
Psychiatry 2003; 64: 78-63.
7. Sanders D.B., Generalized myasthenia gravis: clinical presentation and
diagnosis. 56th Annual Meeting. San Francisco, CA: American Academy of
Neurology, 2004.
8. Brainin M., Barnes M., Baron J.C., et al. Guidance for the preparation of
neurological management guidelines by EFNS scientific task forces-revised
recommendations 2004. Eur J Neurol 2004 October; 11:577-581.
9. Vincent A., Unravelling the pathogenesis of myasthenia gravis. Nat Rev
Immunol 2002; 2: 797-804.
10. Hoch W, McConville J., Helms S., Newsom-Davis J., Melms A., Vincent A.,
Auto-antibodies to the reseptor tyrosine kinase MuSK in patients with
myasthenia gravis without acethylcholine receptor antibodies. Nat Med 2001;
7: 365-368.
11. Vernino S., Lennon V.A., Autoantibody profiles and neurological correlations
of thymoma. Clin Cancer Res 2004 May; 18: 678-80.
12. Berrih S., Morel E., Gaud C., Raimond F., LeBrigand H., Bach J.F., AntiAChR antibodies,thymic histology, and T cell subsets in myasthenia gravis.
Neurology 2001 March;34:66-71.
13. Thanvi BR, Lo TCN. Update on myasthenia gravis. Postgrad Med J
2004;80:690-700.
14. Juel VC, Massey JM. Myasthenia gravis. Orphanet Journal of Rare Disease
2007;2:4.
15. Romi F, Gilus NE, Aarli JA. Myestenia gravis; Clinical, imunological, and
therapeutic advances. Acta Neurol Scand 2005;111:134-141.
16. Conti-fine Bm, Milani M, Kamiski HJ. Myesthenia gravis: past, presenta, and
future. J Clin Invest 2006; 116:2843-54.
17. Vincent A. Immunology of disorders of neuromuscular transmisoan. Acta
Neurol Scand 2006; 113(Suppl 183):1-7.
18. Hill M. The Neuromuscular Junction Disorder. J Neurol Neurosurg
Psychiatry 2003: 74 (suppl II): ii32-ii37.
19. Amato AA, Russel JA. Neuromuscular disorders. New York: MCGrawHill;2008.p 458-508.
34
20. Carr AS, Cardwell CR, McCarron PO, et al. A systematic review of
population based epidemiological studies in Myastenia gravis. BMC
Neurology 2010;10:46.
21. Katz LJ, Laser RL, Merikangs JR, et al. Ocular myastenia gravis after DPenicilamine Adminitration. Britist journal of ophtalmology 1989; 73:101518.
22. Ruff RI. Neuromuscular junction physiology abd patophysiology. In:kamiski
HJ, editor. Myastenia Gravis and related disorder. Totowa, New jersey:
Humana Pers; 2003. P1-13.
23. OnoderaH. The role of the thymus in the pathogenesis of yasthenia Gravis
Tohoku j Exp Med 2005;207:87-98.
24. Kuks JBM, Oosterhuis HJGH. Clinical presentation and epidemiology of
myastenia gravis. In: Kaminski HJ, edior. Myastenia Gravis and related
disorder Totawa, New Jersey: Humana Pers; 2003. P93-113.
25. Brenner T., et.al., The role of readthrough acetylcholinesterase in the
pathophysiology of myasthenia gravus. FASEB J. 2003 December;17:214222.
26. Bradley W.G., Neurology in Clinical Practice. Elsevier Science and and
Technology Books; 4th Edition Volume 2:2441-60.
27. Almeida D.F., Radaeli R.F., Melo A.C., Ice pack test in the diagnosis of
Myasthenia Gravis. Arq Neuropsiquitr. 2008 May; 66:96-98.
28. Skeie G.O., Apostolski A., Evoli A., Gilhus E., Illa I., Harms L., Melms A.,
Horge H.W., Verschuuren J., Guidelines for treatment of autoimmune
neuromuscular
29. transmission disorders. European Journal of Neurology. 2010 February:10; 17.
30. Meriggiolo M.N., Sanders D.B., Autoimmune myasthenia gravis: emerging
clinical and biological heterogeneity.The lancet Neurology. 2009 May;8: 475486.
31. Richman D.P., Agius M.A., Treatment of myasthenia gravis. Neurology.
2003 December; 61: 1652-1659.
32. Ronager J., Ravnborg M., Hermansen I., Vorstrup S., Immunoglobulin
treatment versus plasma exchange in patients with chronic moderate to severe
myasthenia gravis. Artif Organs 2001 March;25:967-973.
36