Anda di halaman 1dari 4

Pada umumnya tumor mulai tmbuh dari satu sel di suatu tempat (unisentrik) tetapi kadang

tumor berasal dari beberapa sel dalam satu organ (multisentrik) atau dari beberapa organ
(multiokuler). Pada waktu bersamaan (sinkron) atau berbeda (metakron). Selama
pertumbuhan tumor masih berbatas pada organ tempat asalnya maka tumor disebut dalam
fase lokal. Tetapi kalau telah terjadi infiltrasi ke organ sekitarnya maka tumor telah mencapai
fase lokal invasif atau infiltratif. Penyebaran lokal ini disebut penyebaran berkontinuitatum
karena masih berhubungan langsung dengan tumor induknya. (Sjamsuhidajat, 2015).
1. Neoplasma Jinak
Neoplasma dimulai dengan kerusakan DNA yang menimbulkan peningkatan aktivitas,
onkogen, perubahan gen yang mengatur apoptosis, dan inaktivasi gen supresor tumor
sehingga sel terpacu untuk terus berproliferasi, kehilangan kendali terhadap proliferasi sel,
kehilangan kemampuan menghentikan siklus sel, dan kemampuan apoptosis. Singkat kata,
pertumbuhan sel neoplasma lebih cepat bertumbuh dan memperbanyak diri tanpa dapat
dikendalikan. Sel juga kehilangan kemampuan untuk memperbaiki DNA yang rusak serta
mengalami gangguan telomer. Mekanisme perbaikan gen yang rusak dimulai dengan
penghentian siklus sel, perbaikan DNA, kembali ke siklus atau apoptosis jika kerusakan DNA
tidak berhasil diperbaiki. (Sjamsuhidajat, 2015).
Pada awalnya, pertambahan jumlah sel berjalan secara eksponensial (deret ukur).
Akan tetapi, dengan semakin banyaknya jumlah sel, nutrisi dan pasokan oksigen semakin
berkurang, sehingga pertumubhan sel melambat dan mendatar (plateauing). Semakin
berkurangnya oksigen dan nutrisi ini menyebabkan sebagian sel kanker masuk pada fase
istirahat G0. Sebagaikan sel kanker lainnya bahkan masuk pada tahap apoptosis atau
mengalami nekrosis. Nekrosis sering terjadi di bagian sentral tumor, sehingga timbul tanda
serupa abses yang sering kali salah diterapi sebagai abses. Akibat iskemia, terjadi
peningkatan gangguan nutrisi intratumor sehingga sel kanker menghasilkan protein tertentu,
seperti VEGF (vascular endothelial growth factors) serta beberapa protein lain, untuk
merangsang pembentukan pembuluh darah baru (neoangiogenesis). (Sjamsuhidajat, 2015).
Proses pembentukan pembuluh darah baru ini dikenal dengan angiogenesis.
Angiogenesis adalah proses terbentuknya pembuluh darah baru dari pembuluh darah yang
telah ada. Proses angiogenesis ini bermula ketika sel tumor menghasilkan dan mengeluarkan
sejumlah secret yang berfungsi sebagai angiogenesis factor yang dikenal dengan Vacsular
Endhotelial Growth Factor (VEGF). Vascular endothelial growth factor (VEGF) merupakan

peptida angiogenik yang sangat berpotensi dalam mengendali pengembangan hematopoietic


stem cell dan pengubahan matriks ekstrasel. In vitro VEGF merangsang degradasi matriks
ekstrasel dan proliferasi, migrasi dan pembentukan rongga pembuluh pada sel endotel
pembuluh darah. In vivo mengatur permiabilitas dinding kapiler yang merupakan hal penting
dalam proses awal angiogenesis. Faktor pertumbuhan ini kemudian akan memicu untuk
terjadinya pembentukan pembuluh darah baru disekitar sel tumor. Faktor-faktor inilah yang
akan mengaktifkan reseptor pada permukaan sel-sel yang melapisi pembuluh darah yang ada
disekitarnya. (Sjamsuhidajat, 2015).
a. Fase Inisiasi
Fase ini berlangsung cepat. Karsinogen kimia misalnya golongan alkylating dapat
langsung menyerang tempat dalam molekul yang banyak elektronnya, disebut
karsinogen nukleofilik. Karsinogen golongan lain misalnya golongan polycyclic
aromatic hydrocarbon sebelum menyerang dikonversikan (diaktifkan) dulu secara
metabolik (kimiawi) menjadi bentuk defisit elektron yang disebut karsinogen
elektrofilik reaktif. Tempat yang diserang adalah asam nukleat (DNA/ RNA) atau
protein dalam sel terutama di atom nitrogen, oksigen dan sulfur. Air dan glutation juga
diserang, dalam beberapa kasus reaksi ini di-katalisasi oleh enzim seperti glutathioneS-transferase. Ikatan karsinogen dengan DNA menghasilkan lesi di materi genetik.
RNA yang berikatan dengan karsinogen bermodifikasi menjadi DNA yang dimutasi.
Karsinogen kimia yang berikatan dengan DNA disebut genotoksik dan yang tidak
berikatan dengan DNA disebut epigenetik. Karsinogen genotoksik dapat juga
mempunyai efek epigenetik. Kokarsinogen dan promotor termasuk dalam karsinogen
epigenetik yang menyebabkan kerusakan jaringan kronis, perubahan sistem imun
tubuh, perubahan hormon atau berikatan dengan protein yang represif terhadap gen
tertentu. Jadi karsinogen epigenetik dapat mengubah kondisi lingkungan sehingga
fungsi sebuah gen berubah, bukan strukturnya. Waktu yang dibutuhkan dari pertama
kali sel diserang karsinogen sampai terbentuk lesi di materi genetik adalah beberapa
menit. Sel berusaha mengoreksi lesi ini dengan detoksifikasi kemudian diekskresi
atau dapat terjadi kematian sel atau terjadi reparasi DNA yang rusak tersebut oleh
enzim sel menjadi sel normal kembali. Karsinogen kimia dapat didetoksifikasi/ dinonaktifkan kemudian diekskresi atau dapat langsung diekskresi. Tetapi dari proses
pengnon-aktifan ini dapat terbentuk metabolit yang karsinogenik. Sebelum terjadi
reparasi DNA dapat terjadi replikasi DNA yaitu satu siklus proliferasi sel yang

menyebabkan lesi DNA tersebut menjadi permanen disebut fiksasi lesi. Waktu yang
dibutuhkan dari pertama kali sel diserang karsinogen sampai terjadi fiksasi lesi
(terbentuk sel terinisiasi) adalah beberapa hari (1-2 hari). Replikasi DNA terjadi
karena terdapatnya sel nekrotik sebagai akibat karsinogen. Replikasi ini dapat
diinduksi oleh lain bahan kimia toksik, bakteri (misalnya colitis ulcerativa menjadi
kanker kolon, bronkitis kronis menjadi kanker paru pada perokok), virus, parasit
(schistosomiasis di Afrika menjadi kanker kandung kemih), defisiensi diet tertentu,
hormon dan prosedur percobaan seperti hepatektomi parsial. Pada jaringan yang
mengalami peradangan atau sedang berproliferasi (misalnya luka yang menyembuh)
atau jaringan yang berproliferasi terus menerus (misalnya sumsum tulang, epitel
saluran pencernaan) tanpa terangsang dari luarpun dapat terjadi replikasi DNA. Pada
peradangan

belum

diketahui

apakah

terjadi

akibat

peradangan

membantu

pertumbuhan sel atau melemahnya daya tahan tubuh. Sel terinisiasi dapat mengalami
kematian, bila tidak, maka sel dapat masuk ke fase promosi. Pada akhir fase inisiasi
belum terlihat perubahan histologis dan biokimiawi hanya terlihat nekrosis sel dengan
meningkatnya proliferasi sel. (Kumar, 2013).
b. Fase Promosi
Sel terinisiasi dapat tetap tenang bila tidak dihidupkan oleh zat yang disebut promotor.
Promotor sendiri tidak dapat menginduksi perubahan kearah neoplasma sebelum
bekerja pada sel terinisiasi. Bila promotor ditambahkan pada sel terinisiasi, sel ini
akan berproliferasi. Jadi promotor adalah zat proliferatif. Promosi adalah proses yang
menyebabkan sel terinisiasi berkembang menjadi sel preneoplasma oleh stimulus zat
lain (promotor). Fase ini berlangsung bertahun-tahun (10 tahun atau lebih) dan
reversibel sebelum terbentuknya sel tumor yang otonom. (Kumar, 2013).
c. Fase Progresi
Fase ini berlangsung berbulan-bulan. Pada awal fase ini, sel preneoplasma dalam
stadium metaplasia berkembang progresif menjadi stadium displasia sebelum menjadi
neoplasma. Terjadi ekspansi populasi sel-sel ini secara spontan dan ireversibel. Sel-sel
menjadi kurang responsif terhadap sistem imunitas tubuh dan regulasi sel. Pada
esofagus epitel berlapis gepeng berubah atau metaplasia menjadi epitel selapis torak
yang kemudian berkembang menjadi jaringan dalam keadaan displasia yang
kemudian berkembang menjadi neoplasma. Pada kolon, polip adalah bentuk
metaplasia. Pada tingkat metaplasia dan permulaan displasia (ringan sampai sedang)
masih bisa terjadi regresi atau remisi yang spontan ke tingkat lebih awal yang
frekwensinya makin menurun dengan bertambahnya progresivitas lesi tersebut.

Belum

banyak

diketahui

perubahan

yang

terjadi

dan

faktor-faktor

yang

mempengaruhinya. Batas yang pasti perubahan lesi preneoplasma menjadi neoplasma


sulit ditentukan. Pada akhir fase ini gambaran histologis dan klinis menunjukkan
keganasan. Penyelidikan terakhir memperlihatkan terjadi aglutinasi pada permukaan
sel kanker sehingga sel kanker tumbuh terus meskipun terjadi kontak antar sel.
Permukaan sel kanker mempunyai lebih sedikit neksus (daerah kontak antar sel). Ini
menunjukkan kurangnya metabolisme dan pertukaran ion-ion antar sel yang juga
menyebabkan sel kanker bertambah otonom. Hal ini lebih nyata pada keadaan
displasia yang progresif ke arah neoplasma. Semua perubahan struktur, metabolik dan
kelakuan sel ini terjadi karena mutasi yang mengenai inti, mitokondria dan membran
endoplasma sel. Kebanyakan sel kanker mensekresi enzim fibrinolitik yang
melarutkan jaringan ikat di sekitarnya dan faktor angiogenesis yang menginduksi
pembentukan kapilar darah baru di antara pembuluh darah yang berdekatan dengan
sel kanker untuk nutrisinya. Pada permukaan sel kanker terbentuk antigen yang
menimbulkan respons imun selular dan humoral untuk melawan sel kanker.Antigen
permukaan ini sering ditemukan di jaringan fetus, mempunyai hubungan dengan
derajat diferensiasi sel dan kekhasannya dipakai sebagai tambahan pada diagnostik
kanker. (Kumar, 2013).

Anda mungkin juga menyukai