Anda di halaman 1dari 12

BAB V

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

5.1. Pendahuluan
Dalam melaksanakan suatu pekerjaan, masalah keselamatan dan kesehatan
kerja merupakan faktor penting yang harus menjadi perhatian semua pihak. Dengan
keselamatan dan kesehatan kerja diharapkan para pihak dapat melakukan pekerjaan
dengan aman dan nyaman. Pekerjaan dikatakan aman apabila pekerjaan yang
dilakukan menimbulkan resiko sekecil mungkin. Keselamatan dan kesehatan kerja
dapat dijadikan sebagai parameter penilaian terhadap keberhasilan suatu pekerjaan.
Keberhasilan suatu pekerjaan tidak hanya dinilai dari selesainya pekerjaan yang
dilakukan tetapi juga dari terjaminnya semua para pekerja yang ada.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan
tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2013. Dengan
menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan
tenaga kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan
tingkat kesehatan yang tinggi. Selain itu, dengan terjaminnya keselamatan dan
kesehatan kerja dapat menekan biaya operasional pekerjaan. Apabila dalam pekerjaan
terjadi kecelakaan maka akan bertambah biaya pengeluaran yang akhirnya
mengurangi keuntungan kontraktor.
5.1.1. Pengertian
Menurut Edwin B. Flippo (1995) Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah
pendekatan yang menetukan standar yang menyeluruh dan bersifat spesifik,
penentuan kebijakan pemerintah atas praktek-praktek perusahaan di tempat-tempat
kerja, dan pelaksanaan melalui surat panggilan, denda dan hukuman-hukuman lain.

Sedangkan menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I No. Kep. 463/MEN/1993
adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lainnya di
tempat kerja / perusahaan selalu dalam keadaan selamat dan sehat, serta agar setiap
sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat diketahui bahwa Keselamatan dan
Kesehatan Kerja adalah suatu upaya yang menjamin keadaan, keutuhan dan
kesempurnaan baik secara jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya
sehingga menghasilkan produk yang memuaskan.
5.1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dibutuhkannya K3 adalah untuk mencegah terjadinya cacat/kematian
pada tenaga kerja, mencegah kerusakan tempat dan peralatan kerja, mencegah
pencemaran lingkungan dan masyarakat di sekitar tempat kerja, dan norma kesehatan
kerja diharapkan menjadi instrumen yang menciptakan dan memelihara derajat
kesehatan kerja. Sedangkan tujuan utama K3 PT. Kumala Wandira adalah untuk
mencapai cita-cita keselamatan dan kesehatan kerja secara menyeluruh yang timbul
dari kebijakan K3.
5.2. Kebijakan dan Komitmen K3
Kebijakan K3 merupakan syarat dasar dalam membangun sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan di tempat kerja. Kebijakan K3 merupakan komitmen
pimpinan suatu perusahaan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan kerja seluruh
personil di bawah kendalinya juga pihak-pihak yang berkaitan dengan kegiatan
operasi perusahaan tersebut. Kebijakan K3 dibuat melalui proses konsultasi antara
pengurus dan wakil tenaga kerja yang kemudian harus dijelaskan dan disebarluaskan
kepada semua tenaga kerja.

Komitmen PT. Kumala Wandira dalam pelaksanaan K3 yaitu melindungi


segenap sumber daya manusia yang terlibat di dalam pelaksanaan Proyek untuk
menciptakan suasana kerja yang aman dengan target Zero Accident.
5.2.1. Rencana K3
Sebelum memulai sebuah proyek perlu dilakukan perencanaan yang efektif
guna mencapai keberhasilan penerapan dan kegiatan SM3K dengan sasaran yang
jelas dan dapat diukur. Perencanaan harus memuat tujuan, sasaran dan indikator
kinerja yang diterapkan dengan mempertimbangkan identifikasi sumber bahaya,
pengendalian resiko sesuai dengan persyaratan perundangan yang berlaku.
Perencanaan K3 yang dilakukan oleh PT. Kumala Wandira adalah sebagai
berikut:
1. Sebelum pekerjaan fisik proyek dimulai terlebih dahulu dibuat perencanaan
K3 termasuk denah proyek lengkap dengan jalan keluar dan masuk proyek,
posisi fasilitas K3 yang ada di proyek dan jalur evakuasi.
2. Pemasangan bendera dan pembentukan P2K3.
3. Informasi penting antara lain:
a. Peraturan K3 di daerah/kawasan setempat
b. Nomor telepon pejabat yang berwenang di proyek.
c. Alamat dan nomor telepon rumah sakit rujukan.
d. Alamat dan nomor telepon kantor polisi terdekat.
e. Alamat dan nomor telepon kantor SAR.
f. Alamat dan nomor telepon Dinas Pemadam Kebakaran terdekat.
4. Kelengkapan perencanaan K3, juga harus dilengkapi dengan dokumendokumen yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah seperti:
a. Dokumen pendaftaran proyek pada kantor jamsostek (setempat).
b. Dokumen pendaftaran proyek pada Kantor Depnakertrans (setempat).
c. Surat pemberitahuan keberadaan proyek pada institusi-institusi terkait
yang diperlukan seperti Kelurahan, Kecamatan, Babinsa, Polsek, dll.

5.2.2. Pengendalian

Pengendalian resiko dilakukan setelah mengidentifikasi dan menilai resiko


atau bahaya dengan tujuan untuk menurunkan resiko atau bahaya menuju ke titik
yang aman.
Pengendalian resiko atau bahaya dilakukan dengan cara eliminasi memiliki
tingkat keefektifan, kehandalan dan proteksi tertinggi di antara pengendalian lainnya.
Pengendalian resiko merupakan suatu hierarki. Hierarki pengendalian tersebut antara
lain yaitu eliminasi, substitusi, perancangan, administrasi dan Alat Pelindung Diri
(APD) yang terdapat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.1. Hierarki Pengendalian Resiko
Eliminasi
Substitusi
Perancangan

Eliminasi sumber bahaya


Substitusi alat/mesin/bahan
Modifikasi perancangan alat/mesin/tempat kerja yang

Administrasi

lebih aman
Prosedur, aturan, pelatihan, durasi kerja, tanda

ADP

bahaya, rambu, poster, label


Alat perlindungan diri tenaga kerja

5.2.3. Struktur Personil K3


Pada Proyek Pembangunan Rumah Susun SNVT Provinsi Riau (SNVT 16-03)
tidak mempunyai struktur personil K3 jadi, pada sub bab ini tidak terlalu dijelaskan.
5.3. Penerapan K3
5.3.1. Struktur Organisasi
Pada Proyek Pembangunan Rumah Susun SNVT Provinsi Riau (SNVT 16-03)
ini juga tidak mempunyai struktur organisasi jadi, pada sub bab ini tidak terlalu
dijelaskan.
5.3.2. Peralatan Pendukung dan Fungsi

Dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi perlu digunakan beberapa


peralatan yang dapat melindungi seseorang dari kecelakaan ataupun bahaya yang
kemungkinan bisa terjadi dalam proses konstruksi. Peralatan ini wajib digunakan oleh
seseorang dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Setiap pekerja harus menggunakan Alat Pelindung Diri setiap memasuki areal
kerja, sebagai pengaman dari adanya kemungkinan bahaya yang terjadi. Pemakaian
alat pelindung diri disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang dilaksanakan. Berikut
Peralatan yang digunakan dalam pekerjaan pemancangan pondasi dan pekerjaan pile
cap pada Proyek Pembangunan Rumah Susun SNVT Provinsi Riau (SNVT 16-03)
beserta fungsinya:
1. Pakaian Kerja
Pakaian kerja digunakan untuk melindungi badan atau kulit dari kemungkinan
pengaruh pengaruh kurang sehat dan yang bisa melukai badan.

Gambar 5.1. Pakaian Kerja


2. Sarung Tangan
Sarung tangan digunakan untuk melindungi tangan dari kemungkinan terkena
benda tajam yang dapat melukai atau mencederai. Salah satu kegiatan yang
menggunakan sarung tangan adalah tukang angkat besi tulangan dan tukang

kayu. Selain itu pekerja lainnya seperti pekerjaan pemancangan pondasi dan
pekerjaan yang bersifat berulang seperti mendorong gerobak besi juga harus
menggunakan sarung tangan agar dapat menghindari terjadinya lecet akibat
terus menerus bergesekan dengan besi.

Gambar 5.2. Sarung Tangan


3. Sepatu Kerja
Sepatu kerja digunakan untuk melindungi dan mencegah resiko luka di bagian
kaki yang diakibatkan oleh benturan, tertindih beban, tertusuk benda tajam,
terkena cairan benda tajam. Sepatu kerja terbuat dari kulit dan karet. Pada
proyek ini, sepatu yang digunakan oleh para pekerja adalah sepatu yang
terbuat dari karet.

Gambar 5.3. Sepatu Kerja


4. Kacamata Pengaman
Kacamata pengaman biasanya digunakan untuk melindungi mata dari sinar
yang menyakitkan, debu atau benda-benda lain yang dapat mengganggu mata.
Biasanya pekerja yang membutuhkan kacamata adalah tukang las.

Gambar 5.4. Kacamata Pengaman


5. Masker
Masker

digunakan

untuk

melindungi

pernapasan

dari

kemungkinan

terhisapnya debu, serbuk-serbuk halus dan gas yang akan mengganggu


pernapasan pekerja. Pada proyek ini, tidak terlihat para pekerja yang
menggunakan masker.

Gambar 5.5. Masker


6. Helm
Helm harus digunakan pada pekerjaan konstruksi karena helm berfungsi
sebagai pelindung kepala dari kemungkinan benda-benda jatuh dari atas. Helm

diharapkan dapat menahan benda-benda jatuh yang relatif kecil agar tidak
terjadi benturan yang keras pada kepala.

Gambar 5.6 Helm


7. Penutup Telinga
Penutup telinga digunakan untuk melindungi telinga dari suara-suara keras
yang sudah melebihi ambang batas yang diizinkan. Pada proyek ini pekerja
yang menggunakan penutup telinga adalah operator hammer.

Gambar 5.7. Penutup Telinga


8. P3K
Apabila terjadi kecelakaan kerja baik yang kecil ataupun yang berat pada
pekerja konstruksi, sudah seharusnya dilakukan pertolongan pertama di
proyek. Untuk itu, pelaksana konstruksi wajib menyediakan obat-obatan yang
digunakan untuk pertolongan pertama.

Gambar 5.8. P3K


Selain peralatan-peralatan di atas para pekerja juga harus mematuhi ramburambu yang terdapat di lingkungan proyek. Berikut rambu-rambu yang terdapat pada
proyek Pembangunan Rumah Susun SNVT Provinsi Riau (SNVT 16-03):

Gambar 5.9 Peringatan Sebelum Memasuki Kawasan Proyek

Gambar 5.10 Spanduk Utamakan Keselamatan Kerja

5.3.3. Pelaksanaan
Pelaksanaan K3 pada Proyek Pembangunan Rumah Susun SNVT Provinsi
Riau (SNVT 16-03) berjalan kurang baik dikarenakan masih adanya para pekerja
yang tidak menggunakan peralatan-peralatan pelindung diri seperti helm pelindung,
sepatu kerja dan rompi. Selain itu, kurangnya ketersediaan perlengkapan keselamatan
kerja juga menjadi salah satu faktor kurang baiknya pelaksanaan K3.
Berikut dokumentasi pelanggaran K3 di lokasi proyek Pembangunan Rumah
Susun SNVT Provinsi Riau (SNVT 16-03):

Gambar 5.11 Pekerja tidak menggunakan helm

Gambar 5.12 Pekerja tidak menggunakan helm, sepatu kerja dan sarung tangan

Anda mungkin juga menyukai