Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir ini kita sering mendengar berita tentang

terjadinya serangan-serangan teroris. Dunia semakin tidak aman. Berbagai negara


menderita karena mendapat serangan bom yang mendadak meledak di berbagai
tempat umum yang dipenuhi warganya yang sedang beraktivitas. Akibatnya dunia
sering merasa terancam. Amerika Serikat yang juga pernah merasakan penderitaan
akibat serangan teroris ini ternyata tidak mau berdiam diri tanpa adanya
perlindungan yang mungkin dapat mencegah terulangnya peristiwa semacam
tragedi 11 September 2001. Negara adikuasa ini ternyata sudah merasa begitu
sakit hati atas serangan mendadak yang memakan begitu banyak korban tersebut.
Teknologi maju di negara besar ini pun akhirnya dioptimalkan untuk
menghasilkan berbagai sistem perlindungan diri untuk peningkatan keamanan
negara dari serangan-serangan teroris.
Sebenarnya

sudah

lama

Amerika

Serikat

merencanakan

dan

mempertimbangkan ide pengembangan sistem pertahanan diri ini. Sebuah konsep


sistem pertahanan yang disebut National Missile Defense (NMD) telah begitu
ramai dibicarakan selama bertahun-tahun. Sistem NMD ini melibatkan berbagai
teknologi canggih yang mampu mendeteksi dan menyediakan perlindungan bagi
negara adikuasa tersebut saat menghadapi serangan teroris, terutama yang berasal
dari serangan rudal (missile attack). Pada tahun 1999 konsep sistem NMD ini pun
diajukan dan perencanaan proyeknya terus dimantapkan sejak tahun 2000. Ini
semua dipicu oleh semakin banyaknya negara yang mampu mengembangkan dan
semakin menyempurnakan teknologi rudal dan nuklir yang kemampuannya
semakin hebat. Bukan hanya Amerika Serikat, tapi berbagai negara yang sudah
memiliki nuklir juga menggunakan konsep NMD untuk menambah pertahanan
nasional negaranya. NMD, sesuai dengan namanya, memfokuskan diri pada
sistem pertahanan terhadap berbagai macam serangan.

Dalam makalah ini kami akan menjelaskan tentang Nuklir dan National
Missile Defence negara Amerika Serikat, dengan studi kasus Reaksi Rusia
terhadap program National Missile Defence (NMD) Amerika Serikat.
1.2.

Rumusan Masalah
1. Apa itu Nuklir dan Bagaimana Perkembangannya?
2. Bagaimana perkembangan National Missile Defence (NMD) di
Amerika Serikat?
3. Bagaimana Reaksi Rusia terhadap National Missile Defence (NMD)
Amerika Serikat?

1.3.

Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui apa itu Nuklir dan National Missile Defence (NMD)

serta Perkembangannya di Amerika Serikat juga mengetahui bagaimana Reaksi


Rusia terhadap National Missile Defence (NMD) Amerika Serikat.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Nuklir dan Perkembangannya
Nuklir adalah senjata pemusnah massal, yang jika dimiliki oleh setiap
negara didunia maka akan mengancam sistem keamanan internasional dan
keamanan dalam negeri suatu negara. Karena senjata ini dapat digunakan kapan
saja dengan jarak tempuh berapapun dan dapat digunakan untuk mengahancurkan
suatu negara. Keberadaan senjata nuklir ini memberikan kecemasan pada negara
yang tidak memilki dan memberikan keuntungan pada negara yang memilikinya.
Hanya ada lima negara (China, Prancis, Rusia, Inggris, dan Amerika
Serikat) yang diakui oleh Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT) sebagai
pemilik senjata-senjata nuklir. Namun masih ada beberapa negara lain yang
memiliki senjata nuklir, seperti India, Pakistan, dan Israel yang resmi menjadi the
nuclear club bersama kelima negara lainnya.
Perkembangan nuklir atau proliferasi nuklir berkembang setelah AS
menjatuhkan Bom atom di Nagasaki dan Hiroshima pada perang dunia kedua.
Barry Buzan membagi definisi proliferasi nuklir kedalam dua pengertian, yakni
horizontal dan vertikal.1 Pertama, Proliferasi nuklir secara vertikal adalah
peningkatan jumlah senjata nuklir oleh negara yang sudah memiliki senjata nuklir
terlebih dahulu atau Nuclear Weapon States (NWS). Selain itu, penambahan
posisi lokasi senjata nuklir di luar wilayah negara NWS, juga termasuk dalam
proliferasi nuklir vertikal. Misalnya, senjata nuklir AS yang ditempatkan di Eropa
Barat dan Asia Timur, serta di dalam kapal dan pesawat tempur yang berpatroli di
luar wilayah negara itu. Negara-negara lain yang pada tahun 1976, termasuk ke
dalam NWS adalah AS, Inggris, Perancis, Rusia, dan China. Sampai saat ini
kepemilikan nuklir terbanyak dipegang oleh Amerika serikat yang memiliki 7260
dan Rusia memiliki 7500 hulu ledak nuklir. Menurut SIPRI pada tahun 2015,
Amerika Serikat, Rusia, Inggris dan Perancis memiliki sekitar 4300 senjata nuklir
yang siap beroperasi, 1800 diantaranya berada dalam situasi siaga.
1 Barry Buzan (1987), An Introduction to Strategis Studies: Military Technology and
International Relations, London: The MacMillan Press, hal. 57.

Kedua, proliferasi nuklir dalam pemahaman horizontal artinya penyebaran senjata


kepada negara-negara yang sebelumnya tidak memiliki senjata nuklir atau Non
Nuclear Weapon States, sesuai dengan perjanjian Non-Proliferasi/NonProliferation Treaty (NPT). Pada tahun 1976 ketika NPT dibentuk, hanya 5 negara
yang berhak dan resmi memiliki senjata nuklir. Namun kemudian terjadi
proliferasi nuklir horizontal dengan masuknya India, Pakistan, dan Israel ke dalam
daftar negara-negara anggota NWS.
Permasalahan proliferasi nuklir horizontal menjadi semakin meluas dan
ruwet dengan adanya berbagai upaya melakukan percobaan senjata nuklir yang
dilakukan negara-negara lain. Iran, misalnya, setidaknya sampai akhir 2003, telah
melakukan kegiatan yang diatur dan sistematis khususnya terkait senjata nuklir.
Dalam laporan tahun 2011 Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) mengenai
nuklir Iran, lembaga ini menyebutkan bahwa negara ini juga tengah melakukan
kajian komputer yang bisa menjadi emicu peledakan bom nuklir.
Negara kedua yang berupaya memiliki senjata nuklir adalah Korea Utara.
Sejak penarikan keanggotaannya dari NPT pada tahun 2002, Korea Utara telah
melakukan serangkaian uji coba senjata nuklir. Negara terakhir yang juga
berupaya mengembangkan senjata nuklir adalah Suriah. Pada tahun 2001, Institut
Ilmu dan keamanan Internasional (ISIS) mengungkapkan sejumlah foto-foto
satelit yang menunjukkan lokasi sarana nuklir Suriah di Marj as Sultan di pinggir
ibu kota Suriah, Damaskus.

2.2. National Missile Defence (NMD) Amerika Serikat


Proliferasi dan penyalahgunaan senjata menimbulkan ancaman terhadap
keamanan regional dan nasional. Proliferasi itu juga menghambat proses
perdamaian dan pembangunan ekonomi. Hal ini telah mendorong masyarakat
internasional untuk memberi perhatian yang lebih serius terhadap efek
penggunaan senjata tersebut. Khususnya pada fenomena kepemilikan senjata
nuklir pada masa perang dunia dan pada masa perang dingin.
4

Fenomena kepemilikan senjata nuklir sudah ada sejak bom atom pertama
yang digunakan oleh Amerika Serikat (AS) dalam Perang Dunia ke II.
Karateristik utama Perang Dingin adalah menggunakan senjata nuklir sebagai
sebuah instrument dalam melakukan strategi penangkalan.2 Strategi penangkalan
adalah strategi untuk menghindari serangan lawan potensial dengan meyakinkan
mereka bahwa aksi dan realitasnya akan lebih merugikan pihak lawan tersebut.
Dengan adanya senjata nuklir yang dikembangkan oleh AS pada tahun 1942 dan
digunakan pertama kali pada masa perang dunia kedua yang dijatuhkan di
Hiroshima dan Nagasaki yang menyebabkan tewasnya banyak jiwa dan hal ini
dilakukan hanya dengan menggunakan sebuah bom nuklir yang mempunyai daya
ledak yang luar biasa.
Proliferasi nuklir pada pasca perang dingin memiliki signifikansi
setidaknya dengan alasan yang mendalami beberapa hal,3 yaitu, pecahnya Uni
Soviet berdampak terhadap kemampuan memonitori senjata nuklir yang dimiliki
negara-negara bekas pecahan Uni Soviet. Kepemilikan negara-negara bekas Uni
Soviet diyakini akan memarakkan proliferasi nuklir. Kedua adalah beberapa
negara yang dikenal dengan nama Rogue States seperti Iran, Libya, Korea Utara
dan Selatan telah mengembangkan program rudal balistik secara intensif.4 AS
memiliki kekhawatiran terhadap proliferasi senjata nuklir. Jika pada perang
dingin satu-satunya negara yang harus diwaspadai adalah Uni Soviet maka
dengan munculnya beberapa Rogue States, AS semakin gencar mencari cara
untuk melindungi keamanan nasional dan sekutunya. Pada bulan juli 1998
sebuah komisi dibawah pimpinan Donald Rumsfield dibentuk dan komisi ini
lebih dikenal dengan Rumsfeld Commision. Komisi ini bertujuan untuk
2 K.J. Holsti, International politics: A Framework for Analysis, 6th Eds (New Jersey:
Prentice Hall Inrenational, Inc.,1992), hal 235.
3 Daniel S. Papp, Contemporary International Relations: Framework for Understanding,
5th Eds (Boston: Allyn&Bacon,1997), hal 409.
4 Aarom Karp, Ballistic Missile Proliferation, SIPRI Yearbook 1990: world
Armaments and Disarmaments (Oxford : Oxford University Press, 1990), hal 382.

mempelajari seberapa besar ancaman serangan rudal balistik yang ditujukan


kepada AS.5
Dalam menghadapi sejumlah ancaman-ancaman yang akan dihadapi oleh
Amerika Serikat, maka Amerika harus menciptakan sebuah pertahanan rudal
balistik dengan teknologi tinggi. Berdasarkan dengan pertimbangan tersebut pula
maka AS secara resmi mundur dari Traktat ABM pada bulan Desember
2001.6 Dalam pidatonya pada tanggal 1 Mei 2001 di National Defense
University, Presiden George W. Bush mengumumkan bahwa Amerika Serikat
(AS) memerlukan sebuah sistem pertahanan rudal yang dapat mengatasi
ancaman proliferasi nuklir. Adapun yang dimaksud dengan ancaman proliferasi
nuklir dapat dilihat sekilas dari pidatonya yang secara garis besar berbicara saat
ini dunia masih dalam kondisi berbahaya, kurang pasti dan kurang dapat
diprediksi. Semakin banyak negara yang memiliki senjata nuklir dan semakin
banyak pula yang ingin memilikinya. Banyak diantaranya memiliki senjata kimia
dan biologi. Beberapa diantaranya telah mengembangkan teknologi rudal balistik
yang memungkinkan untuk membawa senjata dalam jarak jauh dan kecepatan
yang tinggi. Beberapa dari negara ini menyebarkan teknologi tesebut keseluruh
dunia.
Berdasarkan fakta inilah maka Amerika Serikat melakukan sebuah
pembangunan Anti rudal balistik atau yang lebih dikenal dengan Anti Ballistik
Missile (ABM) di Polandia. Setelah melakukan orientasi kebijakan srategis serta
menerima pasukan dari hasil tinjau ulang Program SDI (Strategic Defense
Initiative).7
5 Charles L. Glaser and Steve Fetter, National Missile Defense and the Future of US
Nuclear Wapon Policy, International Security, Vol.26, No 1 (Summer 2001):44-45.
6 AS Resmi Keluar Dari Traktat ABM, Kompas, 14 desember 2001. Dikutip dari
skripsi Sierra Vallentina Penarikan Diri Amerika Serikat dari Traktat ABM 2001.
7 Strategi ini dikeluarkan pada tahun 1984 atau lebih dikenal dengan star wars setelah
dua setengah tahun riset dan penelitian, pada tahun 1986 diputuskan untuk memasukan
pertahanan rudal kedalam proses akusisi pertahanan, dan pada tahun 1987 september
arsitektur fase I dari sistem pertahanan strategis (Strategic Defense System-SDS) disetujui

Setelah melewati proses panjang dalam negeri, akhirnya pemerintah AS pada


masa pemerintahan Bill Clinton berhasil mendapatkan persetujuan kongres AS
pada bulan Maret tahun 1999 untuk memulai pembangunan suatu sistem
pertahanan yang disebut National Missile Defence (NMD). NMD adalah sistem
pertahanan anti rudal balistik yang akan melindungi wilayah nasional AS dari
kemungkinan serangan rudal jarak jauh, kecelakaan peluncuran rudal dari negara
lain atau salah komando. Caranya dengan menembak rudal musuh saat masih
berada di udara. NMD sudah siap dioperasikan pada tahun 2006 atau 2007. NMD
merupakan salah satu bentuk sistem pertahanan anti rudal atau Anti Ballistic
Missile (ABM). Senjata ABM diciptakan untuk menangkal serangan rudal jarak
jauh yang biasanya dilengkapi dengan hulu ledak nuklir.
Upaya Amerika Serikat dalam melaksanakan NMD tidak lepas dari
teknologi yang di gunakan oleh Amerika Serikat untuk meningkatkan serta
menjaga keamanan nasional negaranya, ancaman baru terhadap Amerika Serikat
yang muncul dari penggunaan rudal ballistik menjadikan sistem pertahanan rudal
berskala nasional mutlak diperlukan oleh Amerika Serikat demi

menjaga

keamanan seluruh wilayahnya dan sekutu-sekutunya.


NMD sendiri memiliki 5 komponen teknologi utama, 8 pertama rudal
interseptor berbasis darat yang dilengkapi dengan Exoatmosphere Kill Vehicle
(EKV). EKV berfungsi sebagai alat yang mampu membedakan antara rudal target
yang nyata dengan yang palsu (Decoys). Selain itu EKV juga dilengkapi dengan
dua sensor infra merah dan satu sensor cahaya.
Kedua

adalah

Battle

Management,

Command,

Control

and

Communications Center (BM/C3). Sistem ini adalah otak dari NMD, berfungsi
sebagai informan utama yang akan memandu rudal interseptor untuk mencari
targetnya. BM/C3 terdiri dari BM/C2 (Control and Command), jaringan
dengan 6 sub sistem yang besar. Yang gunanya untuk menyergap ICBM milik Uni Soviet.
8 Shigekatsu, Kondo. East Asian Strategic Review 2001. japan: National Institute for defence
studies, 2001, hal53-55

komunikasi dan juga 14 In-Flight Interceptor Communication System (IFICS).


Sistem ini akan menentukan akurat atau tidaknya rudal interseptor menjalankan
tugasnya.
Ketiga adalah X-band radar yang berfungsi untuk melakukan deteksi
dan membedakan antara rudal yang asli dengan decoys dan kemudian
menyampaikan hasil tersebut kepada BM/C3 untuk diteruskan kepada rudal
interseptor. Radar ini memiliki frekuensi tinggi, sehingga memiliki daya deteksi
yang hebat. Keempat adalah up-Graded Early Warning Radars (UEWR).
Kelima adalah Defence report Program (DSP) Sattelite dan Space based
Infrared System (SBIRS). Sistem ini ditujukan untuk melakukan deteksi dini
terhadap usaha diluncurkannya sebuah rudal, dari fase awal dan kemudian
melacak perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk sampai pada tujuan.

2.3. Studi kasus : Reaksi Rusia terhadap National Missile Defence (NMD)
Amerika Serikat
Rusia merasa rencana AS membangun sistem pertahanan NMD dalam upaya
meningkatkan kemampuan militer dan secara keseluruhan membahayakan
keamanan nasionalnya. Secara fungsional, Rusia tidak memiliki sistem
pertahanan

yang

sebanding

dengan

sistem

pertahanan

NMD

yang

kemampuannya direncanakan mampu untuk melindungi wilayah nasional.


Sistem pertahanan ABM milik Rusia yaitu Moscow ABM System tidak akan
mampu bertahan dari serangan AS, dan lebih ditujukan untuk kecelakaan
peluncuran, serangan dari China, Inggris atau Perancis.9 Pertimbangan dari segi
pertahanan merugikan Rusia karena kemampuan ofensif nuklir AS relatif tidak
berubah terhadap Rusia. Perjanjian pengurangan nuklir dalam START
(Strategic Arms Reduction Talks) tidak merubah perimbangan nuklir antara AS
dan Rusia karena jumlah senjata nuklir yang dikurangi masing-masing negara
9 Center/or Defence Information, Nuclear Weapons Database: Russia Federation
Arsenal, Washington D.C., 2001.

secara kuantitas maupun kualitas kurang lebih sama.


Untuk mempersiapkan diri dari kemungkinan yang bisa terjadi, Rusia harus
meningkatkan kemampuan persenjataannya, atau artinya Rusia harus
melakukan perlombaan senjata, tapi perekionomian Rusia tidak mendukung
untuk melakukan peningkatan dibidang militer demi mengimbangi NMD.
Pada tahun 1972 AS dan Uni Soviet menandatangani perjanjian ABM.
Setelah Uni Soviet pecah, Rusia dan beberapa negara bekas pecahan Uni Soviet
menjadi penggantinya. Isi perjanjian tersebut membatasi pembangunan sistem
pertahanan anti balistik misil (ABM). Setiap negara hanya diperkenankan untuk
membangun tidak lebih dari satu sistem pertahanan ABM. Perjanjian tersebut
juga tidak melarang untuk melakukan percobaan sistem ABM.
Sistem pertahanan NMD akan melanggar isi perjanjian ABM 1972
dalam beberapa aturan, oleh karena itu AS meminta Rusia untuk merubah isi
perjanjian tersebut. Persetujuan Rusia untuk merubah perjanjian ABM 1972
agar sesuai dengan AMD menjadi salah satu syarat bagi pemerintah AS
dibawah Bill Clinton sebelum memulai pembangunan sistem NMD.
Bill Clinton secara resmi mengemukakan rencana pembangunan NMD
AS di hadapan parlemen Rusia pada tanggal 4 Juni 2000, dalam ranga KTT ASRusia di Moskow. Pemerintah Putin langsung memberikan tanggapan bahwa
NMD adalah ancaman bagi perjanjian ABM 1972, oleh karena itu pemerintah
Rusia berencana menarik diri dari semua perjanjian persenjataan yang telah
disepakati.
Jika sistem pertahanan NMD diopersaikan dan berfungsi efektif, maka
untuk memenangkan perang nuklir dengan AS, alternatif bagi Rusia adalah
menyerang lebih dahulu dan langsung diarahkan pada infrastruktur sistem
pertahanan NMD untuk melumpuhkan sistem tersebut. Berarti Rusia lah yang
harus melakukan serangan pertama kepada AS. Konsekuensinya, sejumlah
ICBM Rusia yang diluncurkan pada awal serangan, secara teori akan ditangkis
terlebih dahulu oleh NMD, sampai akhirnya jumlah peluru penangkis NMD
9

akan abis atau terlambat mengisi ulang peluru, atau faktor teknis lainnya
sehingga ICBM Rusia yang diluncurkan setelah itu mampu menghancurkan
sistem tersebut. Yang juga berarti bahwa Rusia harus mengorbankan sejumlah
ICBM dalam satu serangan pertama. Faktor penentu keberhasilan kedua adalah
kemampuan NMD sendiri dalam menembak ICBM yang menyerangnya.
Usaha Rusia dalam menentang pembangunan sistem NMD AS adalah
dengan melakukan penyatuan sikap bersama China, Rusia berharap memiliki
posisi lebih kuat untuk menolak tekanan AS mengubah perjanjian ABM 1972.
Pertemua China-Rusia terjadi di Beijing antara Vladimir Putin dan Jiang Zemin
pada tanggal 18 Juli 2000. Keduanya menekankan pentingnya perjanjian ABM
1972 sebagai tonggak stabilitas perdamaian dunia dalam sebuah deklarasi yang
disebut Deklarasi Beijing 2000 Rusia-China. Deklarasi itu menyebutkan, China
dan Rusia mendukung dan mempromosikan dunia multipolar, sehingga tercipta
kesempatan untuk membangun tatanan dunia baru yang lebih adil.10 Yang
mengartikan bahwa Rusia dan China menunjukkan sikap tidak setuju akan AS
yang ingin mendominasi dunia.
AS melakukan reaksi balik, yaitu dengan mendatangkan Donald
Rumsfeld ke Beijing tahun 2001, untuk membujuk pemerintah China untuk
menyetujui NMD. Hal ini semakin menegaskan pentingnya sikap China bagi
Rusia untuk menggagalkan sistem NMD yang dilatarbelakangi kepentingan
keamanan masing-masing negara.
Pergantian kepemimpinan di AS pada akhir tahun 2000 membawa
perkembangan baru dalam maslah NMD. George W. Bush mengambil
kebijaksanaan untuk melanjutkan rencana pembangunan NMD seperti semua.
Bush juga menginginkan agar proses pembangunannya dipercepat. Beliau juga
menegaskan bahwa NMD tidak hanya diperuntukan bagi AS, tapi juga bagi
negara sekutu AS.
Pertemuan dengan Vladimir Putin di Slovenia tanggal 16 Juni 2001
10 Kompas, Arah Ke Perlombaan Senjata, 20 Juli 2000.

10

tidak menghasilkan kesepakatan, tapi kedua pihak berjanji melanjutkan


pembicaraan. Selain mengajukan tawaran amandemen, AS juga mengancam
akan membangun NMD dengan atau tanpa persetujuan Rusia. Sampai Agustus
2001, pemerintah Rusia masih tetap bertahan untuk tidak bersedia mengubah
perjanjian ABM 1972.

11

BAB III
SIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Nuklir adalah senjata pemusnah massal, yang jika dimiliki oleh setiap negara
didunia maka akan mengancam sistem keamanan internasional dan keamanan
dalam negeri suatu negara. Karena senjata ini dapat digunakan kapan saja dengan
jarak tempuh berapapun dan dapat digunakan untuk mengahancurkan suatu
negara. Keberadaan senjata nuklir ini memberikan kecemasan pada negara yang
tidak memilki dan memberikan keuntungan pada negara yang memilikinya.
Perkembangan senjata nuklir atau proliferasi nuklir sendiri menyebabkan
banyak negara merasa terancam dengan negara yang memiliki senjata nuklir. AS
sebagai negara yang memiliki banyak senjata nuklir dan musuh merasa terancam
dengan hal tersebut. Maka AS membuat NMD atau bisa disebut National Missile
Defence dimana NMD adalah sistem pertahanan anti rudal balistik yang akan
melindungi wilayah nasional AS dari kemungkinan serangan rudal jarak jauh,
kecelakaan peluncuran rudal dari negara lain atau salah komando. Caranya dengan
menembak rudal musuh saat masih berada di udara.
Perkembangan NMD ini adalah untuk menembah kekuatan dalam negeri
AS. Yang menyebabkan Rusia merasa terancam dan menolak pengembangan
NMD tersebut. Aksi penolakan Rusia tersebut termasuk kedalam konsep
deterrence atau pencegahan atau penangkalan. Hubungan antara konsep
deterrence dengan NMD serta reaksi Rusia dijelaskan oleh K.J Holsti yang
mengatakan bahwa para perumus kebijaksanaan berusaha mencegah tindakan
tertentu dari negara lawan dengan melakukan ancaman pembalasan militer,
merupakan salah satu sarana untuk mempengaruhi sikap, kebijaksanaan dan
tindakan negara lain yang patut dipertimbangkan.11
11 K.J.Holsti, Politik Internasional Kerangka Untuk Analisis, Edisi keempat,
Terjemahan oleh : M.Tahir Azhari, S.H., Jilid 2, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1998, Hal.
38.

12

DAFTAR PUSTAKA

Barry Buzan (1987), An Introduction to Strategis Studies: Military Technology and


International Relations, London: The MacMillan Press
K.J. Holsti, International politics: A Framework for Analysis, 6th Eds (New Jersey:
Prentice Hall Inrenational, Inc.,1992
Daniel S. Papp, Contemporary International Relations: Framework for Understanding,
5th Eds (Boston: Allyn&Bacon,1997)
Aarom Karp, Ballistic Missile Proliferation, SIPRI Yearbook 1990: world Armaments
and Disarmaments (Oxford : Oxford University Press, 1990)
Charles L. Glaser and Steve Fetter, National Missile Defense and the Future of US
Nuclear Wapon Policy, International Security, Vol.26, No 1 (Summer 2001)
AS Resmi Keluar Dari Traktat ABM, Kompas, 14 desember 2001. Dikutip dari skripsi
Sierra Vallentina Penarikan Diri Amerika Serikat dari Traktat ABM 2001.

Marci R. Bal, 2000, National Missile Defense: Policy Issues and Technological
Capabilities, Washington DC: Graphics and Design
Joshua Handler, National Missile Defense, Proliferation, Arms Control, Russia,
and the United States (diakses pada 9 oktober 2016)
Payne, B Keith. 2005. Bush Administration Strategic Policy: A Reality Check
dalam the Journal of Strategic Studies (diakses pada 9 oktober 2016)

13

Anda mungkin juga menyukai