1Definisi
Myasthenia gravis adalah penyakit neuromuskular junction yang disebabkan oleh
penyakit autoimun yang didapat dan dikarekteristik dengan fluktuasi kelemahan patologis
dengan remisi dan eksaserbasi berkait dengan satu atau beberap kelompok otot, terutamnya
disebabkan oleh antibodi terhdapa reseptor asetilkolin (AChR) pada post sinaps
neuromuscular junction.1-7
2.1.2 Epidemiologi
Prevelansi MG adalah 14 per 100000 populasi ( kira-kira 17,000 kasus) di
Amerika.3,4 Sebelum umur 40 tahun, penyakit ini adalah 3 kali lipat lebih banyak di
wanita dibandingkan pria, namun pada usia lebih tua kedua-dua jenis kelamin bisa
terkena MG.3,6-9
Myasthenia gravis pada anak-anak adalah jarang di Eropa dan Amerika Utara,
kira-kira 10-15% dari kasus myasthenia gravis, 7,8,10 namun kasus myasthenia gravis pada
anak adalah lebih sering di negara-negara Asia seperti China, dimana 50 % pasien
mempunyai onset penyakit myasthenia gravis dibawah umur 15 tahun, kebanyakan
dengan manifestasi ocular.7,8,10
Mengikut laporan RISKESDAS 2010, insidensi myasthenia gravis di Indonesia
diperkirakan 1 kasus dari 100000.11 Data yang didapatkan di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, Jakarta terdapat 94 kasus dengan diagnosa myasthenia gravis pada
periode tahun 2010-2011.12
2.1.3 Klasifikasi
Myasthenia gravis dapat diklasifikasikan berdasarkan usia saat onset, dijumpai atau tidaknya
anti-AChR antibodies, keparahan dan etiologi penyakit.13
hasil
yang
positif
untuk
anti-AChR
antibody
dengan
radioimmunoassay.13
b. Seronegatif
Sekitar 10% - 20% penderita acquired MG tidak menunjukkan antibodi anti-AChR
melalui radioimmunoassay.Seronegatif MG merupakan gangguan autoimun yang
melibatkan antibodi yang menyerang satu atau lebih komponen sambungan saraf otot
yang tidak terdeteksi dengan anti-AChR radioimmunoassay. Selain anti-MuSK
antibodies, plasma dari pasien dengan MG mengandung faktor humoral lainnya.13
3. Keparahan Penyakit
Osserman mengklasifikasikan MG pada dewasa kedalam 4 kelompok, berdasarkan beratnya
penyakit, yaitu :13
1. Ocular Myasthenia, dimana hanya mengenai otot-otot okular,
2. Generalized Myasthenia gravis, (a) ringan, (b) sedang,
3. Generalized Myasthenia gravis Berat,
4. Myasthenia Krisis dengan gagal nafas
Pada tahun 1997 Medical Scientific Advisory Board (MSAB) dari Myasthenia gravis
Foundation of America (MGFA) membentuk gugus tugas untuk membuat klasifikasi dan
penilaian outcome MG yang bertujuan mendapatkan keseragaman dalam pencatatan dan
pelaporan hasil studi atau riset dari MG.13
2.1.4 Etiologi
Terdapat 4 kelas berdasarkan etiologinya :
1. Acquired autoimmune
2. Transient neonatal disebabkan transfer maternal dari antibodi anti-AChR.
3. Drug Induced : D-penicillamine merupakan prototipe obat yang dapat mencetuskan
MG. Presentasi klinis tampaknya identik dengan acquired autoimmune MG dan antibodi
terhadap AChR dapat dijumpai. Obat lain yang dapat menyebabkan kelemahan yang
menyerupai MG atau dapat mengeksaserbasi kelemahan MG mencakup curare,
aminoglikosida, quinine, procainamide, dan calcium channel blocker.
4. Congenital myasthenic syndrome
potensial aksi otot. Konsekuensi dari hilangnya AchRs dan saluran natrium adalah
berkurangnya safety favtor untuk transmisi neuromuskuler berkurang dan transmisi di
endplates gagal.
2.1.6 Gambaran Klinis
Penyakit-penyakit dengan gangguan transmisi neuromuskular, terutama MG,
memiliki gambaran klinis yang membedakannya dari penyakit neuromuskular lain. Salah
satunya adalah gambaran kelemahan yang berfluktuasi dan pola kelemahan yang cukup khas
dimana sebagian besar menunjukkan kecenderungan untuk mengenai otot yang diinervasi
oleh saraf kranial. Dasar dari hal ini tidak sepenuhnya dipahami tetapi, dalam kasus MG,
tampaknya terkait dengan perbedaan dalam jenis dan distribusi NMJ. Pola dan intensitas
kelemahan dalam MG bisa sangat bervariasi. Dapat bersifat fokal, multifokal, atau difus.
Setiap otot volunter dapat terkena, meskipun otot yang paling rentan adalah otot yang
dikendalikan oleh saraf kranial motorik.19
Biasanya, pasien datang dengan riwayat kelemahan dan kelelahan otot pada aktivitas
berkelanjutan atau berulang-ulang yang membaik setelah beristirahat. Gejala bervariasi dari
hari ke hari dan dari jam ke jam, biasanya meningkat menjelang malam. Otot-otot yang
paling sering terkena secara berurutan adalah : m. levator palpebra, otot ekstraokular, otot
proksimal ekstremitas, otot-otot ekspresi wajah, dan ekstensor leher. 13,24
Sekitar setengah dari pasien MG awalnya akan menunjukkan gejala okular saja.
Ptosis, yang sering bersifat parsial dan unilateral,merupakan gambaran yang sering dijumpai
dan bersifat fluktuatif.13,19 Kelemahan okular dengan ptosis asimetrik dan diplopia
binokular merupakan gejala awal yang peling sering dijumpai. 14 Ptosis merupakan gejala
awal pada 50-90% pasien, sementara 15% mengeluh penglihatan kabur atau diplopia. Jika
tidak muncul sebagai gejala awal, keterlibatan otot okular eksternal dijumpai pada 90-95%
dari pasien pada suatu waktu dalam perjalanan penyakitnya. Ptosis dapat lebih jelas setelah
upgaze berkelanjutan dan merupakan manuver provokatif yang sering dilakukan. Ptosis dapat
berhubungan dengan kontraksi otot frontalis ipsilateral untuk membantu mengkompensasi
kelemahan otot levator palpebra. Elevasi kelopak mata yang berlebihan atau tanda Cogans
lid twitch dapat dijumpai saat gaze diarahkan dari bawah ke atas. 13,14,19,24
Lebih dari tiga perempat pasien MG awalnya menunjukkan keluhan visual berupa
ptosis atau pandangan ganda, dan sekitar setengah pasien dengan manifestasi okular akan
menjadi general dalam enam bulan.Sekitar 80% pasien MG akan menjadi general dalam dua
tahun dan sekitar 90% dalam tiga tahun. Beberapa studi restrospektif menunjukkan bahwa
terapi awal dengan prednisolone oral dapat memperlambat onset dan tampaknya juga
memperlambat perkembangan penyakit dari miastenia okular menjadi general. 13,14,19,24
Wajah dapat terlihat tanpa ekspresi. Mulut dapat terbuka dan pasien mungkin harus
menyangga rahangnya dengan jari. Ketika pasien berusaha untuk tersenyum, wajah tampak
menyeringai. Suara dapat hypophonic karena kelemahan pita suara atau otot ekspirasi. Pasien
dapat menunjukkan disartria sebagai akibat kelemahan dari bibir, lidah, atau pipi. Kelemahan
dapat tampak lebih jelas dengan aktivitas otot. Disfonia dapat dijumpai sebagai akibat dari
kelemahan laring. Disfagia adalah gambaran umum akibat kelelahan otot yang terlibat dalam
mengunyah dan menelan.13,19 Perkembangan kelemahan pada MG biasanya terjadi dalam arah
kraniokaudal. Myasthenia gravis juga dapat mengenai ekstremitas. Kelemahan otot tungkai
terutama mengenai bagian proksimal otot.13-15,19,24 Krisis miastenia adalah suatu eksaserbasi
MG yang ditandai dengan bertambahnya kelemahan yang menyebabkan episode gagal nafas
akut yang menyebabkan ventilasi mekanik. Kelemahan dapat melibatkan otot-otot pernafasan
atau kelemahan bulbar, yang mengganggu airway. Krisis miastenia adalah komplikasi MG
yang paling berbahaya dan mengancam hidup yang memerlukan perawatan intensif. Krisis
miastenia biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama setelah onset MG (74% pasien) dan 1520% pasien dengan MG akan mengalami krisis miastenia.22
2.1.7 Diagnosa
Diagnosis MG dapat ditegakkan tanpa kesulitan pada kebanyakan pasien dari riwayat
karekteristik dan pemeriksaan fisik.
25-28
bromide (Prostigmin) atau edrophonium (Tensilon) membuat administrasi obat ini penting
untuk MG.,26,27,29 Kekuatan otot kembali setelah adminstrasi neostigmine atau edrophonium;
jika tidak ada respon berlaku, diagnosis MG dapat diragukan. 27,29 Demonstrasi respon
farmakologi terkadang susah namun jika gejala klinis mengarahkan ke MG, harus dilakukan
tes ulang dengan dosis berbeda atau cara adminstrasi.27,29 Pemberian obat antikolinesterase
semalaman dapat membantu menegakkan diagnosis.27,29 Respon negatif palsu terhadap
edrophonium adalah terkecualikan jika ada lesi structural, seperti tumor batang otak. 27,29 (MG
dapat disertai penyakit lain seperti Graves ophtalmopati atau sindroma Lambert-Eaton.27,29
Diagnosis MG dapat juga ditegakkan dengan titer tinggi antibodi terhadap AChR
namun titer yang normal tidak mengeksklusikan diagnosis MG.28 Respon terhadap stimulasi
yang berulang-ulang dan EMG serabut tunggal juga dapat menegakkan diagnosis.11,18,28, Jika
ada timoma , diagnosis MG adalah lebih mungkin dibandingkan penyakit neuromuscular
yang lain.29
Pada tes neostigmin, dosis obat adalah 1.5 mg hingga 2.0 mg dan atrofin sulfat 0.4 mg
diberikan secara intramuskular.30 Perbaikan objektif pada tenaga otot telah tercatat pada
interval 20 menit hingga 2 jam setelah adminstrasi obat tersebut.
30
Adminstrasi edrophonium
pada dosis 1 mg hingga 10 mg.30 Dosis insial adalah 2 mg diikuti dengan 2 mg setelah 30saat
jika perlu dan tambahan dosis 5 mg dalam 15 hingga 30 saat hingga dosis maksimum 10
mg.30
Kebanyakkan respon diperhatikan pada dosis kurang dari 5.0 mg. 30 Respon yang sangat
cepat dan dramatik, edrophonium adalah lebih disukai untuk evaluasi kelemahan otot okular
dan otot kranial.30 Neostigmin umumnya digunakan untuk evaluasi untuk otot tungkai atau
otot pernafasan, yang membutuhkan lebih banyak waktu.30
Pemeriksaan laboratorium pada pasien MG adalah berguna untuk konfirmasi diagnosis
gawat darurat myasthenia gravis (MG).27,28 Pemeriksaan analisa gas darah dapat membantu
penanganan respiratori.27,28 Elevasi PaCO2 dapat menunjukkan kegagalan respiratori yang
progresif dan merupakan indikasi manajemen saluran napas kegawat daruratan.27,28
Pencitraan diindikasi untuk determinasi apakah adanya pneumonia aspirasi atau
pneumonia tipe lain yang terjadi pada pasien MG. 27,28 MRI atau CT scan dada adalah sangat
akurat untuk mendeteksi timoma dan harus dilakukan pada setiap kasus baru MG. 27,28 Foto
toraks adalah tidak sensitif untuk skreening timoma.27,28
Ice pack test adalah salah satu pemeriksaan mudah yang dapat dilakukan karena
dengan
mendinginkan
otot
terutama
otot
okular
dapat
memperbaiki
transmisi
neuromuskular.27 Es batu dimasukkan ke dalam sarung tangan bedah atau dibungkus dalam
kain dan diletakkan di atas kelopak mata untuk 2 menit. 27 Tes ini positif apabila terjadi
perbaikan dari ptosis namun tes adalah kurang sensitif dan jarang dilakukan.27
Elektromiografi serabut otot tunggal dan assay untuk antibodi reseptor asetilkolinerase
digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis MG, namun tes ini jarang dapat dilakukan dalam
kondisi gawat darurat.27,28
Pemeriksaan EMG menunjukkan karekteristik yang mirip dengan subyek normal yang
diberikan relaxant otot dosis kecil sewaktu dianastesi. 27,28 Terjadinya penurunan aksi potensial
kompound otot.27,28
31
paling popular antara 3 tipe obat namun belum pernah dinilai dan dibandingkan secara
terkontrol dengan obat-obatan lain.31 Efek samping muskarinik adalah kram abdominal dan
diare, pyridostigmine bromide mempunyai efek samping muskarinik yang paling kurang
dibandingkan dengan lain.31 Pyridostigmine diawali dengan dosis 60 mg secara oral setiap 4
jam sewaktu pasien sadar.31 Dosis dinaikkan tergantung pada dosis klinis namun peningkatan
manfaat
tidak diharapkan pada jumlah lebih dari 120mg setiap 2 jam. Jika pasien
mempunyai kesulitan untuk makan, obat dapat diminum 30 menit sebelum makan.31
Simptom muskarinik dapat diperbaiki dengan preparasi atropine (0.4 mg) dengan
setiap dosis pyridostigmine.31 Dosis atropine yang berlebihan dapat menyebabkan psikosis
tapi jumlah yang diminum pada regimen ini tidak mempunyai efek psikotik.31
Walaupun terapi kolinergik memberikan efek yang impresif namun terapi mempunyai
limitasi.31 Pada pasien MG generalisata, gejala pasien dapat menghilang namun terdapat
simptom yang masih menetap dan resiko krisis menetap karena penyakit tidak disembuhkan
dengan pemberian obat ini.31
Timektomi dulunya hanya dilakukan pada pasien dengan disablitias yang serious
karena timektomi dapat menyebabkan mortalitas tinggi.
31
pembedahan dan anestesi , mortalitas sudah berkurang pada timektomi. 31 Kira-kira 80%
pasien tanpa timoma menjadi asimptomatik atau menjadi remisi komplit setelah timektomi. 31
Makanya timektomi telah direkomendasi untuk kebanyakkan pasien dengan MG
generalisata.31 Walaupun timektomi adalah operasi mayor dan tidak direkomendasi untuk
pasien dengan myasthenia okular kecuali pasien mempunyai timoma.31
Terapi prednisone digunakan untuk persiapan pasien melakukan timektomi atau
menggunakan plasmapheresis atau terapi IVIG.31 Penukaran dengan plasmapheresis kira-kira
5% volume darah dapat diberikan beberapa kali sebelum hari pembedahan yang bertujuan
untuk memperbaiki krisis respiratori atau mencegah krisis pernafasan pasca operasi.31
Plasmapheresis digunakan untuk eksaserbasi lain yang dapat menyebabkan perbaikan pada
kebanyakan pasien.31 Plasmapheresis adalah aman namun mahal dan tidak mudah untuk
kebanyakkan pasien.31 Adminstrasi IVIG adalah lebih mudah namun adalah lebih mahal
dibandingkan plasmapheresis dan IVIG adalah lebih disukai dibandingkan plasmapheresis
terutama pada pasien akses vena yang jelek, termasuk pada anak.31
Terapi IVIG biasanya diberikan dosis 5 kali dengan jumlah 2g/kg BB. Efek
sampingnya termasuk nyeri kepala, meningitis aseptic.31 Terapi IVIG dan plasmapheresis
dapat digunakan untuk pasien MG dengan eksaserbasi.31 Jika pasien pasca timektomi masih
mengalami disablitas, prednisone 60 hingga 100 mg diberikan setiap hari untuk mencapai
respon dalam beberapa hari atau minggu.31 Setelah sudah ada perbaikan, dosis harus
diturunkan 20 hingga 35 mg setiap hari.
31
azathioprine atau siklofosfamid diberikan dengan dosis 2.5 mg/kgBB setiap hari untuk orang
dewasa.31 Dosis harus dinaikkan secara gradual dan harus diminum setelah makan untuk
mencegah terasa mual. Prednison 20 hingga 35 mg dapat diberikan selang hari myasthenia
okular.31
Pasien dengan timoma sering mempunyai MG lebih parah dan kurang bisa
didefinisikan sebagai kebutuhan ventilasi yang dibantu, dimana ia merupakan kondisi yang
terjadi pada kira-kira 10% pasien MG dengan disarthria, disfagia, dan kelemahan otot
pernafasan yang telah didokumentasi.31 Pengobatan kolinergik diberhentikan setelah intubasi
dilakukan.31 Prinsip terapi adalah
mengobatiinfeksi sehingga pasien pulih dari krisis tersebut.31 Terapi kolinergik tidak perlu
dimulai sehingga tanda infeksi telah hilang dan tidak ada komplikasi paru yang yang lain,
pasien dapat bernapas sendiri tanpa bantuan.31
DAFTAR PUSTAKA
1. Drachman DB. Myasthenia gravis. N Engl J Med 2001; 330: 1797-810.
2. Khadilkar S.V., Sahni A.O., Patil S.G., Myasthenia Gravis. JAPI 2004 November;
52:897-903.
3. Romi F., Gilhus N.E., Aarli J.A., Myasthenia gravis: clinical, immunological, and
therapeutic advances. Acta Neurol Scand 2005 January; 111: 134-141.
4. Beekman R., Kuks J.B.M., Oostherhius HJGH. Myasthenia gravis: diagnosis and
follow-up of 100 consecutive patients. J Neurol 2007 August; 244: 112-8.
5. Willcox N., Myasthenia gravis. Curr Opin Immunol 2003 April; 5:910-7.
6. Christensen P.B., Jensen T.S., Tsirropoulus I., et.al., Mortality and survival in
myasthenia gravis: a Danish population based study. J Neurol Neurosurg Psychiatry
2003; 64: 78-63.
24. Kuks JBM, Oosterhuis HJGH. Clinical presentation and epidemiology of myastenia
gravis. In: Kaminski HJ, edior. Myastenia Gravis and related disorder Totawa, New
Jersey: Humana Pers; 2003. P93-113.
25. Brenner T., et.al., The role of readthrough acetylcholinesterase in the pathophysiology
of myasthenia gravus. FASEB J. 2003 December;17:214-222.
26. Bradley W.G., Neurology in Clinical Practice. Elsevier Science and and Technology
Books; 4th Edition Volume 2:2441-60.
27. Almeida D.F., Radaeli R.F., Melo A.C., Ice pack test in the diagnosis of Myasthenia
Gravis. Arq Neuropsiquitr. 2008 May; 66:96-98.
28. Skeie G.O., Apostolski A., Evoli A., Gilhus E., Illa I., Harms L., Melms A., Horge
H.W., Verschuuren J., Guidelines for treatment of autoimmune neuromuscular
29. transmission disorders. European Journal of Neurology. 2010 February:10; 1-7.
30. Meriggiolo M.N., Sanders D.B., Autoimmune myasthenia gravis: emerging clinical
and biological heterogeneity.The lancet Neurology. 2009 May;8: 475-486.
31. Richman D.P., Agius M.A., Treatment of myasthenia gravis. Neurology. 2003
December; 61: 1652-1659.
32. Ronager J., Ravnborg M., Hermansen I., Vorstrup S., Immunoglobulin treatment