Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran merupakan suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi
antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu
tertentu. Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah
dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca
pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan (yang terdiri dari neraca perdagangan,
neraca jasa dan transfer payment) dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan itemitem finansial.
Transaksi dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi.
1. Transaksi debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa)
dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu
transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
2. Transaksi kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa)
dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu
transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.
2.2 Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia Tahun 2014
Defisit transaksi berjalan berhasil ditekan ke arah yang lebih sehat sehingga
memperkuat kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tahun 2014. Hal ini merupakan
dampak dari kebijakan stabilisasi yaitu pengendalian permintaan domestik yang dapat
menekan tingginya permintaan impor nonmigas. NPI kembali mencatat surplus, setelah
mengalami defisit pada tahun sebelumnya, didorong oleh kenaikan surplus neraca
perdagangan barang dan meningkatnya aliran masuk modal nonresiden. Perbaikan kinerja
NPI disertai dengan terjaganya ketahanan eksternal Indonesia, yaitu dengan
meningkatnya kemampuan cadangan devisa dalam memenuhi kewajiban Utang Luar
Negeri (ULN) jangka pendek.
Karena kondisi ekspor Indonesia yang masih berupa barang primer dan
ketergantungan terhadap impor yang tinggi, untuk itu Bank Indonesia bekerjasama

dengan Pemerintah untuk melanjutkan kebijakan stabilitas yang telah ditempuh sejak
tahun 2013. Sementara itu, kebijakan Bank Indonesia yang berupaya menjaga nilai tukar
sesuai dengan fundamental turut mendukung perbaikan ekspor manufaktur seiring
dengan perbaikan ekonomi negara maju, khususnya Amerika Serikat. Kinerja ekspor
manufaktur dinilai positif, meskipun belum mampu mengimbangi tekanan pada ekspor
komoditas SDA.
Di jalur keuangan, kebijakan pendalaman pasar, mampu mengurangi penempatan
dana bank-bank ke perbankan di luar negeri sekaligus memperkuat cadangan devisa.
Pada saat yang sama, keberhasilan dan konsistensi kebijakan dalam memperbaiki defisit
transaksi berjalan dan persepsi positif pasca Pemilu memicu penilaian positif investor
global. Kondisi tersebut membuat Indonesia mampu memanfaatkan likuiditas global yang
masih cukup tinggi, sehingga aliran masuk modal asing ke Indonesia pada tahun 2014
mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Berbagai kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah mampu memperkuat
keseimbangan eksternal Indonesia tercermin pada defisit transaksi berjalan yang lebih
rendah dan NPI yang kembali surplus. Defisit transaksi berjalan pada tahun 2014
membaik menjadi 3,0% dari PDB dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 3,2% dari
PDB.
Perbaikan transaksi berjalan tersebut ditopang oleh perbaikan kinerja neraca
perdagangan barang, neraca perdagangan jasa, neraca pendapatan primer dan neraca
pendapatan sekunder. Perbaikan neraca perdagangan barang berasal dari peningkatan
surplus neraca perdagangan nonmigas karena penurunan impor nonmigas yang lebih
tajam dari ekspor nonmigas. Meskipun demikian, perbaikan neraca perdagangan barang
tertahan oleh defisit neraca perdagangan migas yang masih meningkat. Pemburukan
neraca migas terutama disebabkan oleh kebutuhan energi domestik yang tetap tinggi pada
saat produksi minyak turun, sehingga volume impor minyak meningkat dibandingkan
dengan tahun sebelumnya.
Sementara itu, defisit neraca jasa yang membaik dan surplus pendapatan sekunder
yang meningkat terutama didukung oleh impor jasa freight yang lebih rendah, serta
penerimaan jasa perjalanan dan remitansi TKI yang lebih tinggi. Di sisi lain, defisit

neraca pendapatan primer meningkat seiring dengan posisi kewajiban luar negeri
Indonesia yang meningkat.
Transaksi modal dan finansial pada tahun 2014 ditandai dengan aliran modal
asing tertinggi dalam sejarah yang terutama berasal dari peningkatan aliran modal asing
dalam bentuk investasi portofolio. Aliran modal masuk dalam investasi portofolio
mencapai 23,4 miliar dolar AS, meningkat pesat dari 12,1 miliar dolar AS pada tahun
2013. Sehingga secara total transaksi modal dan finansial mencatat surplus 43,6 miliar
dolar AS, hampir dua kali lipat surplus pada tahun 2013. Dengan defisit transaksi berjalan
yang lebih rendah dan surplus transaksi modal dan finansial yang lebih tinggi, NPI 2014
kembali surplus setelah sebelumnya defisit pada tahun 2013.
Pada triwulan IV, tekanan NPI sempat meningkat akibat meningkatnya aliran
keluar modal nonresiden yang dipicu oleh pengumuman rencana kebijakan normalisasi
yang akan dilakukan the Fed. Kondisi tersebut pada akhirnya menyebabkan transaksi
modal dan finansial pada triwulan IV 2014 mengalami penurunan surplus dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya.
Sejalan dengan surplus NPI 2014, cadangan devisa pada akhir 2014 meningkat.
Posisi cadangan devisa pada akhir 2014 mencapai 111,9 miliar dolar AS. Posisi cadangan
devisa tersebut lebih tinggi dibanding tahun 2013, yaitu 99,4 miliar dolar AS. Di samping
itu, pergerakan keseimbangan eksternal ke arah yang lebih sehat juga tercermin dari
perkembangan indikator kerentanan yang terjaga, seperti terjaganya rasio ULN terhadap
PDB, meningkatnya kemampuan cadangan devisa untuk memenuhi kewajiban luar negeri
jangka pendek dan membaiknya indikator basic balance yang menunjukkan kemampuan
untuk membayar kewajiban jangka panjang dalam membayar defisit transaksi berjalan.
Ke depan, proses pemulihan keseimbangan eksternal Indonesia ke arah yang lebih
sehat diperkirakan terus berlanjut. Pemulihan ekonomi global diharapkan membawa
dampak positif pada ekspor meskipun masih dibayangi risiko penurunan harga komoditas
dunia dan perlambatan ekonomi Tiongkok. Meskipun demikian, kenaikan impor secara
struktural lebih sehat dan akan meningkatkan kapasitas produksi Indonesia sehingga
dapat mendukung perbaikan transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat dalam jangka
menengah-panjang. Disisi transaksi modal dan finansial, aliran masuk modal nonresiden
diperkirakan masih berlanjut meskipun dengan intensitas yang menurun. Perkembangan

tersebut dipengaruhi oleh kenaikan Fed Fund Rate (FFR) di tengah kebijakan akomodatif
Jepang dan Eropa serta penilaian positif terhadap proses reformasi struktural
perekonomian domestik yang masih berlangsung.
2.3 Transaksi Berjalan
Neraca transaksi berjalan (current account), yaitu sebuah neraca yang berfokus
pada transaksi ekspor dan impor (barang maupun jasa), pendapatan investasi,
pembayaran cicilan dan pokok utang luar negeri, serta saldo kiriman dan transfer uang
dari dan ke luar negeri. Hasil dari perhitungan komponen ini akan menciptakan saldo dari
neraca transaksi berjalan.
Kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah yang dijalankan dengan konsisten
berhasil membawa transaksi berjalan tahun 2014 ke arah yang lebih sehat. Defisit
transaksi berjalan pada 2014 tercatat 26,2 miliar dolar AS atau setara dengan 3,0% dari
PDB, lebih baik dibandingkan dengan defisit tahun 2013 sebesar 29,1 miliar dolar AS
atau setara dengan 3,2% dari PDB. Perbaikan neraca perdagangan barang nonmigas
mendorong peningkatan surplus total neraca perdagangan barang. Surplus neraca
perdagangan barang nonmigas tahun 2014 mencapai 18,7 miliar dolar AS atau meningkat
20,6% dari kinerja tahun sebelumnya. Peningkatan surplus yang cukup signifikan
tersebut terutama dipengaruhi impor nonmigas yang mengalami penyusutan sebesar
3,9%, dibandingkan dengan ekspor yang hanya menyusut 1,3%. Di sisi lain, defisit
neraca perdagangan

migas yang cenderung meningkat menahan perbaikan neraca

perdagangan barang dan defisit transaksi berjalan yang lebih tinggi. Defisit neraca
perdagangan migas masih meningkat 22,0% di tengah penurunan harga minyak dunia
pada triwulan akhir 2014
2.3.1 Neraca Perdagangan Barang
1 Neraca Perdagangan Non Minyak Dan Gas (Nonmigas)
Neraca perdagangan nonmigas memiliki peran terbesar dalam mendukung
perbaikan defisit transaksi berjalan. Meskipun sempat menurun pada triwulan II 2014,
surplus neraca perdagangan nonmigas secara keseluruhan tahun menunjukan kinerja yang
membaik. Penurunan ekspor yang lebih sedikit dibandingkan dengan penurunan impor
berdampak pada pertumbuhan surplus neraca perdagangan yang lebih tinggi menjadi
20,6% dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 11,7%. Dalam rangka memperbaiki

struktur ekspor Indonesia ke depan, pemerintah memberlakukan UU Minerba yang


melarang ekspor mineral mentah. Di tengah pelemahan ekspor, impor nonmigas
mengalami penurunan yang signifikan sehingga surplus neraca perdagangan meningkat.
Penurunan impor pada tahun 2014 tercatat 3,9% dibandingkan tahun 2013 sebesar 3,8%.
2. Neraca Perdagangan Minyak Dan Gas (Migas)
Peningkatan defisit neraca perdagangan migas menghambat perbaikan transaksi
berjalan. Neraca migas 2014 mencatat defisit 11,8 miliar dolar AS, meningkat
dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 9,7 miliar dolar AS. Peningkatan defisit
disebabkan oleh penurunan ekspor migas yang lebih besar dibandingkan dengan
penurunan impor migas. Peningkatan defisit neraca migas karena defisit neraca minyak
yang terus meningkat. Impor minyak pada tahun 2014 turun menjadi 37,7 miliar dolar AS
dari 40,4 miliar dolar AS. Penurunan nilai impor minyak tersebut merupakan efek positif
dari turunnya harga minyak global di tengah volume impor minyak yang masih
meningkat. Di sisi neraca gas, pemburukan neraca gas dipengaruhi oleh penurunan
ekspor gas. Penurunan harga gas sejalan dengan harga minyak dunia yang lebih rendah
berdampak negatif pada kinerja neraca gas Indonesia yang sampai saat ini masih
mencatat surplus.
2.3.2
Neraca Perdagangan Jasa
Kinerja neraca perdagangan jasa di Indonesia pada 2014 membaik dan mampu
memperbaiki transaksi berjalan. Defisit neraca jasa yang menyempit dipengaruhi oleh
pembayaran jasa freight yang rendah sejalan dengan impor yang menurun, serta
penerimaan jasa perjalanan yang meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah
wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Indonesia dengan jumlah
pengeluaran yang lebih tinggi. Selama tahun 2014, jumlah wisman yang berkunjung ke
Indonesia tercatat sebanyak 9,5 juta orang, meningkat dibandingkan dengan tahun 2013
sebesar 8,9 juta orang. Selain jumlah wisman yang meningkat, pengeluaran wisman pada
2014 juga sedikit meningkat sehingga penerimaan jasa perjalanan dari wisman naik
menjadi 2,2 miliar dollar AS dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 1,4 miliar dolar
AS. Wisman asal Singapura, Malaysia, Australia dan Tiongkok merupakan kelompok
wisman terbesar yang berkunjung ke Indonesia selama 2014. Adapun tujuan favorit
wisman ke Indonesia masih terkonsentrasi pada tiga daerah, yaitu Bali, Jakarta, dan
Batam.

Salah satu kebijakan reformasi struktural yang telah dicanangkan oleh Pemerintah
dan diharapkan dapat membantu perbaikan defisit transaksi berjalan adalah reformasi di
bidang kelautan (maritim). Hingga saat ini, persentase biaya pengeluaran untuk
pengangkutan barang-barang impor (ratio freight import to import) yang menggunakan
modal transportasi laut berada pada kisaran 5%, sementara persentase penerimaan untuk
pengangkutan barang-barang ekspor (ratio freight export to export) hanya berada pada
kisaran 1%. Tingginya rasio freight import dibanding freight export menunjukkan tingkat
ketergantungan terhadap penggunaan kapal nonresiden yang masih tinggi, sementara
pada saat yang sama kapal domestik masih belum dapat memberikan kontribusi yang
signifikan di jalur perdagangan.
Untuk itu, kebijakan reformasi maritim diharapkan mampu mengurangi
ketergantungan terhadap penggunaan kapal nonresiden dalam kegiatan jasa angkutan
barang oleh kapal laut sehingga dapat memperbaiki kinerja neraca jasa, khususnya jasa
transportasi. Reformasi bidang kelautan juga akan menguatkan pemberlakuan asas
cabotage yaitu kegiatan angkutan laut dalam negeri dilakukan oleh perusahaan angkutan
laut nasional, dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia, serta dikemudikan oleh
awak kapal berkewarganegaraan Indonesia.
2.3.3

Neraca Pendapatan Primer


Sementara itu, defisit neraca pendapatan primer meningkat dari 27,1 miliar dolar

AS menjadi 27,8 miliar dolar AS di tahun 2014. Peningkatan defisit tersebut sejalan
dengan kenaikan ULN guna memenuhi kebutuhan pembayaran. Kondisi ini pada
akhirnya menyebabkan pembayaran dividen dan bunga pinjaman luar negeri yang
meningkat, baik Pemerintah maupun sektor swasta, lebih tinggi dibandingkan dengan
kenaikan pembayaran bunga atas kepemilikan surat-surat utang domestik oleh
nonresiden.
2.3.4

Neraca Pendapatan Sekunder


Defisit transaksi berjalan yang menurun juga disebabkan oleh surplus neraca

pendapatan sekunder yang meningkat. Kenaikan surplus neraca pendapatan sekunder


terutama disumbang oleh penerimaan remitansi TKI di luar negeri yang lebih tinggi.
Meskipun jumlah TKI relatif sama dengan tahun 2013 (4,0 juta orang) sebagai dampak
perpanjangan penundaan TKI informal ke negara-negara Timur Tengah, namun nilai

remitansi TKI meningkat 12,5% dari tahun 2013 menjadi 8,3 miliar dolar AS. Kondisi
tersebut ditopang oleh perbaikan rata-rata upah TKI di beberapa Negara penempatan
antara lain di Hongkong, Korea Selatan, Taiwan dan Malaysia.
Untuk mendukung penerimaan remitansi TKI, Bank Indonesia menerbitkan
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 16/8/PBI/2014 tentang Uang Elektronik (Electronic
Money) yang berlaku sejak 8 April 2014. Dengan PBI ini, Bank Indonesia berupaya
untuk mempermudah TKI dalam hal pengiriman remitansi sehingga diharapkan
penerimaan remitansi Indonesia meningkat dan membantu dalam perbaikan defisit
transaksi berjalan. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk membantu perbaikan defisit
transaksi berjalan adalah perbaikan kualitas sumber daya manusia TKI. Data World Bank
menunjukkan penerimaan remitansi Indonesia berada jauh dibawah negara peer group
seperti India, Filipina dan Vietnam. Posisi Indonesia yang rendah dalam penerimaan
remitansi TKI terkait dengan posisi TKI yang belum kuat dalam pasar tenaga kerja di
Negara nonresiden. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Pemerintah secara bertahap
telah menerapkan kebijakan Roadmap Zero Domestic Worker 2017 yaitu seluruh TKI
yang bekerja di luar negeri harus berbasis pada empat jabatan kerja yaitu house keeper
(pengurus rumah tangga), cooker (tukang masak), baby sitter (pengasuh anak), dan
caregiver (perawat jompo).
. Kebijakan tersebut diharapkan dapat mengurangi jumlah TKI tidak resmi yang
bekerja sebagai penata laksana rumah tangga (PLRT) sekaligus meningkatkan upah TKI
sehingga pada gilirannya penerimaan remitansi TKI ikut meningkat.
2.4 Transaksi Modal Dan Finansial
Respon kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas
perekonomian dan mengarahkan defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat
mampu meningkatkan tingkat kepercayaan investor nonresiden untuk menanamkan
modalnya di Indonesia. Kondisi tersebut memberikan dampak positif terhadap kinerja
transaksi modal dan finansial sehingga mencatat kenaikan surplus, bahkan mencapai
level surplus tertinggi sepanjang sejarah. Meskipun selama 2014 terdapat pembayaran
kembali obligasi global Pemerintah yang jatuh tempo dalam jumlah yang cukup besar,
surplus transaksi modal dan finansial mencapai 43,6 miliar dolar AS, meningkat hampir

dua kali surplus pada tahun 2013 yang sebesar 22,0 miliar dolar AS. Kenaikan surplus
tersebut bersumber dari dari tiga komponen yaitu investasi langsung, investasi portofolio,
dan investasi lainnya.
Surplus transaksi modal dan finansial yang lebih besar juga disertai dengan
struktur investasi yang lebih bersifat jangka panjang, tercermin dari aliran masuk
investasi langsung yang tetap besar di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.
Minat investor yang masih tinggi untuk meningkatkan kepemilikannya atas aset finansial
domestik juga tercermin dari kenaikan posisi investasi nonresiden menjadi 419, 8 miliar
dolar AS dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 370,5 miliar dolar AS. Surplus
transaksi modal dan finansial meningkat hingga triwulan III 2014. Namun pada triwulan
IV 2014, surplus transaksi modal dan finansial mengalami penurunan karena tekanan
terhadap pasar keuangan global yang disebabkan oleh normalisasi the Fed. Tekanan pada
pasar keuangan global juga bersumber dari rilis IMF (International Monetary Fund)
terkait perlambatan ekonomi dunia. Hal ini menyebabkan surplus transaksi modal dan
finansial triwulan IV 2014 mencapai 7,8 miliar dolar AS, lebih rendah dibandingkan
dengan surplus pada triwulan-triwulan sebelumnya.
Penurunan surplus pada triwulan tersebut disebabkan oleh aliran keluar modal
nonresiden terutama pada investasi portofolio dalam bentuk saham. Sementara itu,
investasi lainnya mencatat surplus yang lebih tinggi.
2.4.1

Investasi Langsung
Terjaganya

tingkat

kepercayaan

investor

nonresiden

terhadap

prospek

perekonomian Indonesia mendorong arus masuk investasi langsung menjadi 25,7 miliar
dolar AS dari 23,4 miliar dolar AS pada sisi kewajiban. Peningkatan aliran masuk
investasi langsung ini juga didukung oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
Bank Indonesia selama tahun 2014 yang mengindikasikan kegiatan usaha domestik masih
banyak dan luas. Di sisi aset, ketidakpastian pasar keuangan global menyebabkan
investasi langsung pada 2014 turun menjadi 10,4 miliar dolar AS dari tahun 2013 sebesar
11,1 miliar dolar AS. Namun demikian, karena kenaikan surplus investasi langsung sisi
kewajiban lebih besar dibanding penurunan investasi langsung sisi aset, maka surplus
investasi secara neto mengalami kenaikan dari 12,3 miliar dolar AS menjadi 15,3 miliar
dolar AS.

Peningkatan arus masuk investasi langsung tersebut menyebabkan kewajiban


investasi langsung meningkat dari 211,5 miliar dolar AS pada tahun 2013 menjadi 229,0
miliar dolar AS. Berdasarkan negara asal investasi, Singapura masih menjadi investor
Penanaman Modal Asing (PMA) terbesar di Indonesia, disusul Jepang. Nilai investasi
kedua negara tersebut mencapai 18,2 miliar dolar AS atau 81,6% dari total PMA
Indonesia. Di sisi lain, Negara-Negara kawasan ASEAN juga masih menjadi investor
utama bagi Indonesia. Hal ini tercermin dari nilai investasi negara-negara ASEAN yang
mencapai 13,5 miliar dolar AS atau 60,6% dari total PMA. Di beberapa bagian bidang,
realisasi PMA 2014 terkonsentrasi pada lapangan usaha industri seperti pengolahan,
pertanian, perburuan & kehutanan dan pertambangan & penggalian.
Minat investor nonresiden yang tetap tinggi, tidak terlepas dari permintaan
domestik dan ekspor beberapa komoditas yang masih kuat. Nilai investasi pada lapangan
usaha industri pengolahan mencapai 7,5 miliar dolar AS dengan Singapura dan Jepang
sebagai investor utama. Sedangkan nilai investasi lapangan usaha pertanian, perburuan &
kehutanan mencapai 3,8 miliar dolar AS dengan Singapura sebagai investor utama.
Sementara itu, nilai investasi lapangan usaha pertambangan dan penggalian
mencapai 2,7 miliar dolar AS dengan Tiongkok sebagai investor utama. Peningkatan
PMA di Indonesia juga sejalan dengan Return On Equity (ROE) perusahaan-perusahaan
di Indonesia yang cukup tinggi mencapai 12,6% pada tahun 2014, di atas Thailand,
Singapura, Jepang, dan Korea Selatan. Selain itu, peningkatan nilai PMA juga disertai
dengan kualitas PMA yang membaik. Hal ini terbukti dari penyaluran PMA yang lebih
merata di wilayah Indonesia. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
menunjukkan bahwa banyaknya investasi di luar pulau Jawa sepanjang 2014 meningkat
menjadi 45,9% dari total PMA dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 39,5%. PMA
yang berada di luar pulau Jawa tersebut utamanya adalah Kalimantan, Sumatera,
Sulawesi, dan Papua.
2.4.2

Investasi Fortofolio
Kepemilikan surat berharga domestik di Indonesia meningkat di tengah faktor

global. Di faktor global, dinamika geopolitik Eropa Timur dan Timur Tengah,
perlambatan ekonomi Tiongkok, serta kemungkinan normalisasi kebijakan the Fed yang
lebih cepat dari perkiraan semula, mendorong meningkatnya kekhawatiran investasi di

negara Emerging Market. Sementara itu, faktor domestik terutama terkait dengan
pelaksanaan Pemilu legislatif serta ekspektasi inflasi yang meningkat paska kenaikan
BBM bersubsidi, juga sempat menjadi faktor pemicu melambatnya aliran dana masuk
investor nonresiden. Namun demikian, persepsi positif investor terhadap kestabilan
perekonomian Indonesia serta imbal hasil investasi yang menarik melampaui sentimen
negatif atas kondisi global dan domestik. Sejalan dengan hal tersebut, arus masuk neto
investasi portofolio asing selama 2014 meningkat menjadi sebesar 25,8 miliar dolar AS
dari 10,9 miliar dolar AS pada tahun 2013 . Peningkatan tersebut disebabkan oleh
investasi portofolio nonresiden di Indonesia (sisi kewajiban) yang meningkat dari 12,1
miliar dolar AS menjadi 23,4 miliar dolar AS. Di sisi lain, investasi portofolio Indonesia
ke luar negeri (sisi aset) mencatat surplus 2,4 miliar dolar AS seiring neto jual investor
Indonesia atas instrumen portofolio asing. Dengan perembangan tersebut, posisi neto
kewajiban investasi portofolio pada PII Indonesia 2014 mencapai 192,3 miliar dolar AS,
meningkat dari posisi tahun 2013 sebesar 147,2 miliar dolar AS.
Kontributor utama yang mempengaruhi aliran masuk investasi portofolio
diantaranya:

Surat Utang Negara (SUN)


Aliran masuk dana nonresiden secara neto pada instrumen berdenominasi rupiah
mencapai 11,8 miliar dolar AS meningkat dibandingkan dengan tahun 2013
sebesar 4,7 miliar dolar AS. Lelang SUN di pasar perdana selama tahun 2014
selalu mengalami kelebihan penawaran (oversubscribed), bahkan meningkat di
akhir tahun ketika target lelang pemerintah menurun. Pembelian SUN oleh
nonresiden tersebut dilakukan baik oleh investor jangka panjang (real money)

maupun spekulan (trader).


Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Secara neto mencatat aliran keluar 0,1 miliar dolar AS, berkebalikan
dibandingkan dengan tahun 2013 yang secara neto mencatat aliran masuk 0,3

miliar dolar AS.


Surat Utang Pemerintah berjangka panjang, termasuk dari penerbitan obligasi dan
sukuk global
Disini investor nonresiden masih meningkatkan kepemilikannya atas. Penerbitan
obligasi global pada 2014 tercatat sebesar 5,1 miliar dolar AS yang terdiri dari 3,7
miliar dolar AS pada Januari 2014 dan 1,3 miliar dolar AS pada Juli 2014.

Sementara pada September 2014, pemerintah menerbitkan sukuk global sebesar


1,4 miliar dolar AS. Aliran arus masuk modal nonresiden pada instrumen surat
utang berdenominasi valuta asing tetap positif ditopang oleh penerbitan obligasi
korporasi dua perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT
Pertamina dan PT mencatat surplus 2,4 miliar dolar AS seiring neto jual investor

Indonesia atas instrumen portofolio asing.


Saham
Optimisme investor nonresiden terhadap ekonomi Indonesia juga tercermin pada
peningkatan neto beli saham sebesar 3,5 miliar dolar AS dibandingkan dengan

neto jual sebesar 1,9 miliar dolar AS.


Perusahaan Gas Negara (PGN)
Masing-masing sebesar 1,5 miliar dolar AS dan 1,4 miliar dolar AS pada Mei
2014.

Dari beberapa keadaan pada investasi diatas dan dengan perkembangan tersebut,
posisi neto kewajiban investasi portofolio pada PII Indonesia 2014 mencapai 192,3 miliar
dolar AS, meningkat dari posisi tahun 2013 sebesar 147,2 miliar dolar AS.
2.4.3

Investasi lainnya
Secara neto, investasi lainnya sempat mencatat defisit pada triwulan I 2014

sebesar 4,7 miliar dolar AS. Defisit tersebut terutama dipengaruhi oleh penempatan
simpanan sektor swasta domestik di luar negeri dan transaksi pinjaman luar negeri sektor
publik yang mencatat defisit. Kondisi defisit investasi lainnya tersebut kemudian berbalik
menjadi surplus di triwulan II 2014 dan berlanjut hingga akhir tahun. Yang menjadi salah
satu penopang kenaikan surplus transaksi modal dan finansial perbaikan kinerja investasi
lainnya Investasi lainnya secara neto mencatat surplus sebesar 2,7 miliar dolar AS,
dibandingkan dengan defisit 0,9 miliar dolar AS pada tahun 2013. Perbaikan tersebut
terutama dipengaruhi oleh kenaikan surplus investasi nonresiden lainnya di Indonesia
(sisi kewajiban) dari 2,6 miliar dolar AS menjadi 6,9 miliar dolar AS. Di sisi lain, defisit
investasi Indonesia lainnya ke luar negeri (sisi aset) meningkat dari 3,4 miliar dolar AS
menjadi 4,2 miliar dolar AS. Seiring perbaikan defisit investasi lainnya tersebut, posisi
neto kewajiban investasi lainnya pada PII Indonesia menjadi sebesar 110,3 miliar dolar
AS, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 111,2 miliar dolar AS.
Perbaikan kinerja investasi lainnya di Indonesia ini utamanya berasal dari sektor

swasta. Surplus investasi lainnya di sektor swasta meningkat disumbang oleh neto
penarikan ULN swasta nonafiliasi dan kenaikan simpanan bukan penduduk pada bank
domestik. Pinjaman swasta nonafiliasi mencatat neto penarikan 8,2 miliar dolar AS, lebih
tinggi dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 3,0 miliar dolar AS. Sementara itu,
simpanan bukan penduduk pada bank domestik meningkat menjadi 2,4 miliar dolar AS
dari 1,4 miliar dolar AS pada tahun sebelumnya. Sementara itu, investasi lainnya oleh
sektor publik mencatat net pembayaran pinjaman luar negeri sebesar 4,2 miliar dolar AS,
naik dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 1,4 miliar dolar AS.
Perkembangan ini sesuai dengan arah kebijakan Pemerintah untuk mengurangi
sumber pembiayaan fiskal yang berasal dari pinjaman luar negeri. Penarikan pinjaman
luar negeri Pemerintah turun dari 4,9 miliar dolar AS menjadi 4,0 miliar dolar AS dengan
komposisi sebagian besar dalam bentuk pinjaman proyek.
2.4.4

Utang Luar Negeri


Pertumbuhan ULN Indonesia pada tahun 2014 mengalami akselerasi 10,1%

dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 5,4%. Hal ini didorong oleh semakin tingginya
kebutuhan pembiayaan eksternal. Posisi ULN pada akhir Desember 2014 tercatat sebesar
293,0 miliar dolar AS yang terdiri dari ULN sektor publik dan sektor swasta. Maka dari
itu, rasio ULN terhadap PDB naik menjadi 33,0% yang sebelumnya 29%. Namun rasio
tersebut masih dalam area aman dan berada pada kisaran peer group.
Akselerasi ULN terjadi baik pada sektor public maupun sektor swasta. ULN
sektor public tumbuh sebesar 5% disbanding tahun 2013yang mencapai kontraksi 2,0%.
Hal tersebut dipengaruhi oleh kepemilikan surat utang pemerintah oleh non-residen
meningkat. Sementara itu, perbaikan perekonomian domestic menforong ULN sektor
swasta meningkat menjadi 14,6% dari mulanya 12,8%.
Struktur ULN Indonesia terbilang cukup baik dan juga perkembangan yang
relative sehat, tercapai dari dominasi ULN jangka panjang baik dari sektor publik
maupun swasta.
1.5 Ketahanan Eksternal
Proses pemulihan keseimbangan eksternal Indonesia masih terus berlangsung dan
menuju ke arah yang lebih sehat. Secara keseluruhan, indikator ketahanan eksternal
masih menunjukkan peningkatan disbanding tahun sebelumnya, meskipun terdapat

pelemahan pada beberapa indikator terkait ULN. Di satu sisi, perbaikan NPI
menyebabkan sumber pembiayaan jangka panjang untuk menopang defisit transaksi
berjalan mengalami peningkatan. Kondisi ini tercermin pada basic balance yang
meningkat dibanding tahun sebelumnya.
Indikator ketahanan eksternal lainnya, yaitu cadangan devisa juga meningkat
signifikan dibanding tahun sebelumnya seiring NPI yang kembali surplus. Di sisi lain,
meningkatnya kebutuhan pembiayaan eksternal yang bersumber dari ULN menjadi risiko
yang tetap perlu diwaspadai terhadap ketahanan eksternal Indonesia. Dari sisi
solvabilitas, beberapa indikator mengindikasikan pelemahan sisi eksternal ekonomi
Indonesia dibandingkan dengan kondisi tahun sebelumnya.
Hal ini antara lain dilihat dari lebih rendahnya kemampuan sumber-sumber
pendapatan valas dari neraca berjalan untuk menopang neto Kewajiban Finansial Luar
Negeri (KFLN) dan membayar ULN, seiring bertambahnya KFLN Indonesia di saat
kenaikan pendapatan valas relative terbatas. Namun, penambahan KFLN tersebut diiringi
perbaikan pada struktur pembiayaan yang tercermin dari meningkatnya rasio aliran modal
asing dalam bentuk non-utang (non-debt creating inflows) terhadap PDB dan porsi
sumber pembiayaan berjangka panjang (tercermin dari rasio net kewajiban investasi
langsung terhadap PDB), sejalan dengan masih derasnya aliran masuk modal investasi
langsung. Di sisi likuiditas, posisi cadangan devisa yang meningkat seiring dengan NPI
yang kembali surplus menyebabkan indikator ketahanan eksternal membaik.
Posisi cadangan devisa meningkat dari 99,4 miliar dolar AS pada tahun 2013
menjadi 111,9 miliar dolar AS. Jumlah cadangan devisa ini cukup untuk membiayai 6,6
bulan kebutuhan pembayaran impor atau 6,4 bulan kebutuhan pembayaran impor dan
ULN Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan
impor.
Meningkatnya posisi cadangan devisa mengakibatkan kemampuan cadangan
devisa untuk menjaga berbagai kewajiban jangka pendek meningkat, terindikasi dari
kenaikan rasio cadangan devisa terhadapimpor, uang beredar, dan ULN jangka pendek.
Sejalan dengan meningkatnya sumber pembiayaan eksternal yang berasal dari ULN,
indikator debt service ratio (DSR) lebih rentan dibandingkan tahun 2013.7 Indikator DSR

meningkat menjadi 46,1% dari 41,2% pada tahun 2013. DSR tersebut terdiri dari DSR
sektor public sebesar (3,0%) dan DSR sektor swasta sebesar (43,1%).
Peningkatan DSR ini, pada satu sisi, tidak terlepas dari penerimaan transaksi
berjalan pada tahun 2014 yang menurun sejalan dengan kontraksi ekspor.8 Di sisi lain,
peningkatan tajam DSR swasta perlu menjadi perhatian karena berpotensi meningkatkan
default risk (risiko gagal bayar) sektor swasta. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, BI
telah menerbitkan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar
Negeri Korporasi Non-Bank dan Surat Edaran Ekstern yaitu Penerapan Prinsip Kehatihatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Non- Bank. Ketentuan tersebut
dirilis agar korporasi nonbank dapat memitigasi risiko yang dapat timbul dari kegiatan
ULN sehingga mampu berkontribusi optimal terhadap perekonomian nasional tanpa
menimbulkan gangguan pada kestabilan ekonomi.

Anda mungkin juga menyukai