Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DISUSUN OLEH
Kelompok 1
Belladina Maulani Y
1306440575
1306366590
Diwiya Aryyaguna
1306440650
Fadiza Fadillah N
1306366496
1306366262
1306440783
Rahmi Ulfiana
1306440695
Regina Vaniabella
1306412956
Windy Najla
1306404121
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan YME, yang atas rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah forensik topik 5 yang meliputi DVI dan
Odontogram dalam forensik.
Penulisan makalah merupakan salah satu persyaratan untuk mendapatkan nilai tugas pada
mata kuliah Forensik Kedokteran Gigi. Dalam penulisan makalah ini, kami dari kelompok 1
merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang kami miliki masih terbatas. Untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pengerjaan tugas kelompok ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca yang
lain dan dapat digunakan dengan semestinya.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Dalam bencana yang besar dan menghasilkan banyak korban jiwa, terdapat kemungkinan
bahwa korban tesebut dalam keadaan yang tidak dapat di kenali secara langsung. Oleh
karena itu turunlah suatu tim yang bertujuan untuk mengenali korban tersebut, yaknis tim
DVI. Tim DVI (disaster victim identification) merupakan suatu tim yang terdirikan dari
berbagai tenaga mulai dari dokter gigi, dokter umum hingga aparat kepolisian.
Banyaknya tenaga lintas bidang yang terdapat dalam tim ini memerlukan seorang dokter
gigi untuk dapat bekerja sama dengan tenaga lainnya untuk mencapai tujuan bersama. Tim
DVI ini bekerja berdasarkan suatu standar internasional yang telah di buat oleh international
police atau INTERPOL dengan sedikit modifikasi agar disesuaikan dengan keadaan di
indonesia. Seorang dokter gigi forensic yang akan turun sebagai tim DVI harus memahami
betul standar dan prosedur yang telah di tetapkan oleh DVI ini.
Peran dokter gigi dalam tim identifikasi antara lain adalah merekonsiliasi atau
mencocokan data postmortem yang di temukan dengan data antemortem yang didapatkan
untuk mengidentifikasi suatu jenazah. Salah satu data yang dapat digunakan adalah data
Odontogram.
Data odontogram ini didapatkan salah satunya dari rekam medic yang diisi oleh sorang
dokter gigi yang menangani pasien. Odontogram memiliki banyak fungsi, selain untuk
bidang forensic, dapat juga menjadi suatu pertanggung jawaban praktik kedokteran gigi
yang kita lakukan. Oleh karena itu dokter gigi yang baik sudah semustinya memahami cara
pengisian odontogram yang baik dan benar.
II. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang Ilmu
Kedokteran Gigi Forensik, terutama dalam DVI dan Odintogram.
III.
Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode studi
kepustakaan (library research), yaitu dengan cara mengumpulkan data-data dan literaturliteratur yang sesuai dengan topik, baik yang dilakukan di perpustakaan maupun di
3
tempat lain. Literatur yang digunakan berasal dari buku teks, jurnal ilmiah, website, dan
sumber lain yang mendukung kebutuhan penulisan.
BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DVI
Prinsip DVI
Tim DVI bekerja secara interdisiplin, dimana jasa/keahlian yang ditawarkan membutuhkan
berbagai macam disiplin dan harus bekerja bersamaan dan berkolaborasi dalam mengidentifikasi
korban. Sebagai prinsip utama, standar kualitas yang dimiliki harus diaplikasikan dan korban
harus di perkerjakan dengan hormat dan respek. Juga penting untuk merespon terhadap
kebutuhan kerabat korban dengan baik, respek, dan jujur untuk memberikan jawaban dan
kepastian secepatnya. Dari banyak kasus, bekerja sama dengan tim DVI nasional sangat
menguntungkan pada saat korban bencana berada pada level nasional ataupun terdapat korban
asing yang mungkin terkena.
Fase proses DVI
Proses DVI ini sudah dikenal secara internasional sebagai urutan aktifitas yang telah
dikembangkan setelah beberapa tahun. Proses ini juga sudah di uji dalam skala bencana besar
dalam berbagai macam negara di dunia dan sudah terbukti menjadi metode yang reliabel dimana
data keorban dalam form post-mortem dapat disesuaikan dengan data orang hilang. Tujuan
utama pencocokan ini adalah untuk secara psotof mengidentifikasi sisa-sisa korban manusia.
Proses DVI terdiri dari 4 fase;
Fase 1: Scene (memproses jasad manusia dan seluruh objek dalam area bencana)
Fase 3: Ante-mortem (pengumpulan data orang hilang dari berbagai macan sumber)
Klasifikasi Bencana
Dalam konteks DVI, bencana merupakan kejadian yang tidak diduga dan menyebabkan kematian
banyak orang. Banyak kejadian yang dapat menyebabkan bencana dan memerlukan proses DVI.
Seperti contoh; kecelakaan jalan, bencana alam, kecelakaan teknis (kebakaran, ledakan),
serangan teroris atau kejadian yang terjadi karena peperangan. Terdapat 2 macam kecelakaan,
yaitu open disaster dan closed disaster yang mempengaruhi pendekatan tim DVI.
Open Disaster
Open disaster (bencana terbuka) merupakan kejadian katastrofik besar dan menyebabkan
kematian beberapa orang dan tidak ada daftar khusus mengenai identitas korbannya. Dan akan
lebih sulit untuk mendapatkan jumlah tertentu mengenai banyaknya korban. Dalam kasus ini tim
DVI harus mendapatkan daftar potensial orang-orang yang mungkin menjadi korban. Contohnya
adalah bencana dalam suatu tempat umum dan tidak ada daftar formal mengenai orang-orang
yang hadir dalam tempat umum tersebut.
Closes Disaster
Closed disaster (bencana tertutup) merupakan kejadian katastrofik besar yang dapat
menghasilkan banyak jumlah kematian orang yang berasal dari suatu grup yang dapat di
identifikasi. Contohnya adalah pada kecelakaan pesawat yang memiliki daftar formal mengenai
penumpangnya. Dengan adanya daftar ini, data ante-mortem dapat dengan mudah di terima dan
secara lebih cepat.
Kombinasi dari kedua bencana ini juga dapat terjadim misalnya kecelakaan pesawat di tempat
umum yang korbannya dapat berasal dari pesawat maupun lokasi kecelakaannya.
tersebut
Deskripsi saat ini dan perubahan yang mungkin terjadi pada area bencana
Klarifikasi mengenai waktu menerima instruksi dari area insiden
Klarifikasi pegawai perlu diberikan pengarahan dan kapan
Klarifikasi struktur komunikasi untuk memastikan partai yang berkontribusi tetap
Kebutuhan untuk jenis dan lingkup eksternal hambatan atau kepungan penjaga
Membatasipandangan area bagi orang yang tidak berwenang
Membuat dan memeliharacara pendekatan umum yang terkontrol ke tempat kejadian dengan
catatan waktu dari setiap orang yang memasuki dan meninggalkan tempat kejadian.
Menjaga catatan dari semua individu yang hadir di lokasi untuk menentukan tujuan dan
otorisasi; merekam data yang sesuai dan penghapusan orang yang tidak sah dari daerah aman
Pembentukan perakitan dan koleksi poin dalam area aman untuk tujuan koordinasi
Perluasan
dipertimbangkan)
Kondisi dan potensi jumlah sisa manusia
Estimasi jumlah harta benda yang akan diproses
Estimasi kemungkinan durasi proses
tempat
kejadian
(ukuran,
bahaya,
dan
faktor-faktor
lain
yang
perlu
10
Lembaga medikolegal atau personel lainnya yang diperlukan untuk merespons (misalnya
Menjelaskan dan merencanakan tujuan DVI, metodologi umum, dan khususnya persyaratan
serta proses yang terlibat dalam catatan dan pengangkatan sisa manusia dan harta benda
Mengevaluasi kemungkinan durasi proses dan sumber daya yang diperlukan untuk
dengan waktu yang cukup untuk melakukan secara menyeluruh. Selanjutnya, rencana perlu
dikomunikasikan kepada semua lembaga dan layanan yang berpartisipasi untuk mengurangi
kebingungan/kekeliruan di lokasi bencana. Yang penting, otoritas pimpinan harus diberitahu
tentang rencana pengelolaan TKP terakhir.
11
kunci dari perintah tanggap bencana secara keseluruhan dan pihak lain yang berpartisipasi seperti
lembaga lainnya, negara dan kedutaan.
Struktur komando DVI dapat diperluas, tergantung pada ukuran dan sifat bencana, tetapi
penting bahwa bidang utamadari proses DVI di bawah ini harus dikendalikan dan dikelola secara
kompoten oleh staf yang terlatih dan berpengalaman:
Manajemen
Spesialis
Keterlibatan spesialis yang terlatih dan berpengalaman bersifat penting bagi proses DVI. Disiplin
utama yang terlibat dalam aspek teknis proses DVI adalah:
Ahli Patologi Forensik
Ahli Odontologi Forensik
Ahli Sidik Jari (Ahli Friction Ridge)
Ahli Biologi Atau Genetika Forensik
Ahli Antropologi Forensik
Selain itu, terdapat layanan lain yang dapat terlibat untuk mendukung proses DVI, yaitu:
Fotografer
Ahli radiologi
Tim Wawancara
Pengelola harta enda
Pencatat TKP dan post-mortem
Tim Jaminan Kualitas (informasi dan data yang terkontrol kualitasnya)
Tim pengumpul dan manajemen bukti
Pengelola kamar mayat
Investigator
Petugas Logistik
Petugas Penghubung
Petugas Orang Hilang
12
Komandan DVI
13
Membentuk komandoDVI dan kontrol struktur yang tepat untuk memastikan semua
pengaturan yurisdiksi
Menunjuk Koordinator Tahap DVI dan posisi kunci lainnya yang diperlukan
Melaksanakan saluran komunikasi yang jelas dan mekanisme pelaporan untuk memudahkan
Koordinator Tahap
Penting bagi personil yang dialokasikan untuk peran koordinasi memiliki pengetahuan
yang diperlukan dan keterampilan yang sepadan dengan tuntutan dan tanggung jawab
ditempatkan pada posisi tersebut. Penting juga bagiKoordinator tersebut untuk memiliki
keterampilan teknis untuk mengelola fase DVI secara kompeten, juga dianjurkan bagi orangorang tersebut untuk memiliki keterampilan dan pengalaman dalam pengelolaan staf.
Sebagai Koordinator, ada harapan bahwa penduduk mampu mengelola staf secara efektif
dengan memaksimalkan kemampuan mereka untuk bersama mencapai tujuan DVI. Selain itu,
Koordinator juga memerlukan untuk dapat memantau semua aspek area kerja mereka, untuk
memastikan bahwa prosedur dilakukan dengan tepat, bahwa isu-isu yang proaktif ditangani, dan
bahwa Komandan DVI menjelaskan tentang isu-isu kuncisecara akurat. Yang paling penting
adalah Koordinator perlu memonitor masalah kesehatan kerja, kesejahteraan, dan keamanan,serta
mengurangi masalah tersebut ketika mereka muncul.
14
Pemulihan seluruh korban dan pengumpulan potongan tubuh pada daerah bencana
Pengumpulan dan penjagaan seluruh properti yang ditemukan pada lokasi bencana
Pengumpulan dan penjagaan barang-barang pribadi milik korban
Saat pengumpulan sedang dilakukan segera hubungi spesialis-spesialis untuk
mengidentifikasi seperti ahli odontologi, ahli antropologi, dan ahli patologi. Terdapat beberapa
tahap pada fase scene, yaitu :
Scene gridding
Pada saat terjadinya bencana, diperlukan penjelasan mengenail TKP dengan jelas dan
akurat agar dapat mencarii dan mendata tempat bencana dengan jelas.DVI Scene Controller
yang bertanggung jawab dalam memastikan TKP di proses dengan mengkotak-kotakan
dengan benar dan setiap sektor di alokasikan dengan dengan benar untuk pencarian.
16
korban dan barang-barang yang diberikan pada tim recovery and evidance collection, seperti
:
o
o
o
o
o
Recovery Report
Evidance List
Number Plates
Body Bags
Seals
Evidence / Property Collection Centre
Fungsi dari evidance/property collection centre adalah :
o Menjamin pengemasan dan dan penyimpanan dari objek yang ditemukan di TKP
o Persiapan serah terima catatan mengenai bukti untuk pemeriksaan selanjutnya
o Pemeriksaan property untuk menghasilkan informasi yang relevan untuk identifikasi dan
klasifikasi.
o Mempersiapkan hasil foto dari property untuk proses identifikasi
17
Koordinator tempat bencana DVI bertanggung jawab untuk mengatur aktivitas fase scene
dari operasi DVI.
Kewajibannya meliputi :
Melaksanakan fase scene dari respon DVI dalam persetujuan dengan rencana operasional
yang telah disetujui dan/atau peraturan yuridiksi
Menetapkan sistem grid dan numbering untuk digunakan
Melaksanakan channel komunikasi yang jelas untuk memfasilitasi korrdinasi aktivitas di
tempat bencana
Menugaskan Human Remains Holding Area Controller
Menugaskan tim properti untuk mengatur properti
Memastikan komitmen untuk jabatan kesehatan, keamanan dan kesejahteraan
2. Post-Mortem
Segala penginggalan manusia yang telah diselamatkan dari tempat bencana di proses, di
periksa dan di simpan di dalam kamar jenazah yang telah ditetapkan untuk operasi tersebut.
Proses pengujian dan metode yang digunakan pada fase ini meliputi photography, ridgeology
(fingerprinting), radiology, odontology, DNA samplingdan autopsy procedures. Periksa juga
properti yang melekat pada tubuh korban seperti perhaisan, ciri-ciri khusus dan pakaian yang
digunakan Seluruhnya dicatat dalam Form merah muda INTERPOL DVI Post mortem
o
o
o
o
o
penyelidikan.
Mortuary Facilities
18
Syarat pemilihan tempat : memiliki air berjalan yang cukup, drainase dan listrik yang
cukup. Pos yang terpisah harus ada dalam tempat pemeriksaan, antara lain:
o Penerimaan badan
o Pemeriksaan forensic tubuh
o Radiograf
o Fingerprinting
o Evidence processing
o Quality control
o Melepaskan tubuh yang telah diperiksa
Ruangan yang harus ada dalam tempat pemeriksaan:
o Ruang ganti
o Ruang pendingin tubuh
o Ruang penyimpanan barang logistic
o Ruang dekontaminasi, fasilitas mencuci, toilet
o Ruang istirahat dan ruang makan
Pencatat tubuh
Menentukan penomoran PM, mengeluarkan plat foto, dan memasukan nomor PM pada
formulir PM
Menentukan cara mengumpulkan sidik jari.Palm print dan barefoot print korban harus
diambil.
Fotografer
Radiologi (u/ mendapatkan petunjuk penyebab, untuk screening benda asing pada tubuh,
misalnya implant)
Patologis forensic
Melakukan pemeriksaan eksternal dan internal tubuh, mengambil sampel DNA, dan
menyediakan informasi kritis untuk profil biologi, misalnya umur, jenis kelamin, dll.
Asisten autopsy
Dokter Gigi
21
Dokter gigi membantu forensic odontologist mencatat status dental korban, dengan:
o Menyiapkan halaman F1 dan F2
o Memeriksa kualitas data post mortem accuracy, legiblity, clarity
o Menandatangani data catatan dan memastikan pemeriksa odontologist juga telah
menandatanganinya
Examination Procedures
1. Setelah menerima jasad tubuh korban dan recovery record, tubuh diletakkan diatas meja
autopsi
2. Registrar tubuh mengeluarkan satu nomor dan mencatatnya pada formulir post mortem
(PM). Jika telah ditetapkan pemulihan spesifik maka dicatat nomornya pada form
3. Registrar tubuh memberikan catatan PM ke autopsy recorder
4. Registrar tubuh mencatat nomor PM pada laporan pemulihan, dan memberikan kantong
barang bukti pada property processor
5. Registrar tubuh menyediakan fotografer dengan pelat bertuliskan nomor PM yang sesuai
6. Fotografer memotret tubuh berpakaian
7. Property processor dibantu dengan autopsy assistant melepas pakaian dari tubuh dan
membersihkannya
dan
barang
bukti
lainnya.
Evidence
processor
harus
22
12. Dokumentasi pakaian, perhiasan dan lainnya evidence processor &fotografer. Bila
ditemukan bukti harus dipisahkan kedalam evidence bag
13. Setelah pemeriksaan pakaian selesai, pakaian ditempatkan pada trash bag bersih dan
dimasukan ke kantong tubuh korban
14. Mengontrol kualitas pemeriksaan
15. Jika memungkinkan, foto rontgen seluruh tubuh dapat dilakukan untuk mendeteksi
implan, atau bekas fraktur
Koordinator post mortem DVI bertanggung jawab dalam konsultasi dengan spesialis
untuk manajemen dan hasil dari aktivitas selama identifikasi post mortem oleh DVI
Tanggung jawabnya meliputi :
Mengimplementasikan fase post mortem dari proses DVI sesuaui dengan peraturan yang
berlaku
Menunjuk DVI Post-mortem Human Remains Team Leader.
Menunjuk tim yang pantas untuk mengatur properti
Memastikan arahan dari Coroner or equivalent authority sejalan dengan pemeriksaansetiap
korban yang sedang dilaksanakan
Melaksanakan komunikasi yang jelas untuk memfasilitasi aktivitas di kamar jenazah
Memastikan kesehatan, keamanan dan kesejahteraan
3. Ante Mortem
Tahapan Ketigadalam Proses DVI adalah Pengumpulan Data Ante Mortem dimana pada
fase ini dilakukan pengumpulan data mengenai jenazah sebelum kematian.Data ini biasanya
diperoleh dari keluarga jenazah maupun orang yang terdekat dengan jenazah.Data yang
diperoleh dapat berupa foto korban semasa hidup, interpretasi ciri ciri spesifik jenazah (tattoo,
tindikan, bekas luka, dll), rekaman pemeriksaan gigi korban, data sidik jari korban semasa hidup.
Informasi informasi lain yang relevan dan dapat digunakan untuk kepentingan identifikasi,
misalnya informasi mengenai pakaian terakhir yang dikenakan korban. Apabila tidak ada data
sidik DNA korban maka dilakukan pengambilan sampel darah dari keluarga korban. Data Ante
Mortem diisikan ke dalam yellow form berdasarkan standar interpol.
23
Proses
pengumpulan data dilakukan oleh para pakar dengan pengetahuan yang telah diuji
reliabilitasnya (equal value)
24
Buccal Swab (Usap mukosa) bukal atau sampel darah dari orang tua biologis atau
anak
25
Identifikasi Primer Data Ante Mortem dengan Berbagai macam Pertimbangan (Sidik Jari,
DNA, Dental Status, etc)
Koordinator ante mortem DVI bertanggung jawab untuk manajemen aktivitas selama
ante mortem oleh DVI.
4. Rekonsiliasi
Pada fase ini dilakukan pembandingan data post mortem dengan data ante mortem. Tim
rekonsiliasi bertugas membandingkan hasil yang didapat oleh tim anter mortem dan tim post
mortem. Ahli forensik dan profesional lain yang terkait dalam proses identifikasi menentukan
apakah temuan post mortem pada jenazah sesuai dengan data ante mortem milik korban yang
dicurigai sebagai jenazah. Apabila data yang dibandingkan terbukti cocok maka dikatakan
identifikasi positif atau sudah dapat ditegakkan. Apabila data yang dibandingkan ternyata tidak
cocok maka identifikasi dianggap negatif dan data post mortem jenazah tetap disimpan sampai
ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan temuan post mortem jenazah. Tim rekonsiliasi
26
nantinya akan memproses dan mengevaluasi data yang didaptkan berdasarkan semua semua
kriteria yang relevan.
Tim Rekonsiliasi harus berada sedekat mungkin dengan Pusat Komando Operasional
(Operations Command Centre).Penggunaan data processing and evaluation software untuk
membandingkan data dapat menghemat waktu, namun keputusan akhir harus tetap dibuat
berdasarkan semua kriteria yang relevan. Organisasi dan struktur unit rekonsiliasi yaitu :
1. Pemimpin Unit Rekonsiliasi
2. Kepala Asisten Tim Rekonsiliasi
3. Seksi Rekonsiliasi
a. Data Dactyloscopic (Ahli Identifikasi Sidik Jari)
b. Gigi (Odontologis Forensik)
c. DNA (Biologi)
d. Identifikasi Sekunder / Penggalian Data (Petugas Polisi)
Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap rekonsiliasi yaitu :
1. Mengumpulkan/meninjau temuan AM dan PM
2. Klasifikasi kolektif
3. Persiapan daftar berisi tanda-tanda kunci AM dan PM
4. Penyesuaian/penyocokan pertama
5. Perbandingan individual (sidik jari, dental status, DNA)
6. Identifikasi atau penolakan Identification Board
Reconciliation Coordination
Koordinator rekonsiliasi DVI bertanggung jawab dalam manajemen aktivitas hasil dari
aktivitas selama fase rekonsiliasi oleh DVI.
seluruh proses
identifikasi seperti hal-hal yang harus ditingkatkan dari kinerja, hal yang tidak boleh terulang,
dan kesulitan yang ditemui selama identifikasi.
Metode Identififkasi
Dalam insiden massa yang fatal, konfirmasi identitas dari jasad harus hanya dibuat oleh
Identification Board (IB)atau pejabat setempat yang berwenang setelah assessment penutupan
dan evaluasi dari data yang relevan dan reliable. Korban pada bencana skala besar diidentifikasi
menggunakan assessment multifactor :
derajat kerusakan korban
waktu korban dibiarkan terekspose
Perubahan kondisi jasad yang dapat mempengaruhi kuatitas data post mortem.
Hal ini juga mempengaruhi dan menentukan metode spesifik apa yang cocok digunakan.
Metode yang digunakan harus bersifat keilmiahan, reliabel dan dapat diaplikasikan pada kondisi
apapun dan dapat dimplementasikan dalam perode waktu tertentu.
DNA analysis
Metode Identifikasi Sekunder
Metode ini hanya digunakan sebagai pendukung dari metode identifikasi utama
karena tidak cukup kuat dijadikan bukti apabila berdiri sendiri. Bila hanya terdapat data
sekunder maka dengan minimal 2 data sekunder yang cukup kuat dapat mengidentifikasi
korban.
Personal description
Medical findings
tattoos
Property and clothing found
Identifikasi melalui foto sangat tidak dianjurkan karena data menjadi tidak
meyakinkan.Data Post Mortem (PM) akan di evaluasi sebagai referensi untuk dibandingkan
dengan data Ante Mortem (AM) dari orang-orang yang hilangData PM yang dapat
digunakan sebagai pembanding dari data AM tidak bisa ditentukan sejak awal sehingga
perlu untuk mengumpulkan dan mendokumentasikan seluruh data yang ada baik data AM
maupun PM
2.2 Rekam Medik Kedokteran Gigi & Odontogram
-
Sebagai dasar penyusunan rencana perawatan/ kebutuhan alat/ bahan kedokteran gigi
melalui perhitungan DMF-T
Merupakan dokumen legal yang dapat melindungi dokter gigi maupun pasien
Sebagai resume keadaan gigi dan mulut pasien baik untuk kepentingan pasien
maupun rujukan
Sebagai data untuk sarana identifikasi jika diperlukan
Sebagai bahan penelitian
Data yang tercantum dalam rekam medik dapat berfungsi dalam keperluan identifikasi
korban bencana (disaster victim identification/DVI), yakni sebagai data antemortem. Data
dari rekam medik ini nantinya dapat digunakan sebagai pembanding dari data postmortem
atau data tentang gigi geligi yang ditemukan pada jenazah korban.
Di Indonesia, pencatatan data rekam medik diatur dalam buku panduan yang dikeluarkan
oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2004 dengan judul Standar
Nasional Rekam Medik Kedokteran Gigi.
Odontogram
30
Odontogram merupakan salah satu bagian dari dental record berupa catatan berbentuk
peta gambaran seluruh keadaan gigi-geligi pasien yang dicatatkan pada kunjungan pertama.
Odontogram menjadi bagian penting yang yang tidak terpisahkan dari Rekam Medik
Kedokteran Gigi.
Pengisian Odontogram
Pengisian form odontogram dilakukan pertama kali adalah saat kunjungan pertama pasien
ke dokter gigi. Pengisian dilakukan setelah pemeriksaan terhadap seluruh keadaan gigi dan
mulut pasien selesai dilaksanakan. Odontogram ini akan diperbaiki atau diperbaharui setelah
dilakukan tindakan perawatan.
Komponen yang tercakup dalam form odontogram meliputi:
Identitas Pasien
Peta Odontogram dengan nomenklatur yang digunakan mengacu pada sistem FDI
o Kwadran 1 = gigi tetap atas kanan (11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18)
o Kwadran 2 = gigi tetap atas kiri (21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28)
o Kwadran 3 = gigi tetap bawah kiri (31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38)
o Kwadran 4 = gigi tetap bawah kanan (41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48)
o Kwadran 5 = gigi sulung atas kanan (51, 52, 53, 54, 55)
o Kwadran 6 = gigi sulung atas kiri (61, 62, 63, 64, 65)
o Kwadran 7 = gigi sulung bawah kiri (71, 72, 73, 74, 75)
o Kwadran 8 = gigi sulung bawah kanan (81, 82, 83, 84, 85)
Saat pemeriksaan dari masing-masing elemen gigi, dokter gigi dapat membuat catatan
kecil terlebih dahulu sebelum dipindahkan dalam peta odontogram.
jenis &lokasinya.
Diastema Umunya yang paling sering ditemukan adalah central diastema, tetapi
jika ada diastema lain maka tetap dicantumkan
Gigi anomali Dalam pengisiannya pada borang, hal yang dicantumkan meliputi
bentuk & lokasinya
Lain-lain Jika ditemukan adanya ciri-ciri lain yang bersifat menetap/ permanen &
dapat dijadikan ciri khas maka hal tersebut juga perlu dicatatkan dalm borang
Tanggal pembuatan odontogram Hal ini penting untuk ditulis dan tanggal yang
dicantumkan adalah saat pemeriksaan dilakukan
31
32
Internationale)
Setiap gigi harus ditulis notasinya.
Penulisan dimulai dari rahang atas kanan dari gigi 18 dan di akhiri sampai gigi 48
Lokasi dan jenis restorasi dan kondisi lainnya harus di gambarkan dalam odontogram
Permukaan gigi dituliskan dengan inisial awal menggunakan huruf kapital
M = Mesial
D = Distal
V = Vestibular (biasa juga disebut Bukal, Labial dan Fasial)
L = Lingual
O = Oklusal
Material restorasi dilambangkan dengan:
33
restorasi
mahkotanya)
Gigi belum tumbuh (Unerupted tooth): Tuliskan UE pada Odontogram.
Sisa akar (Retained root):
Dituliskan RR pada odontogram
Penutupan Jarak (Space Closure): Menggunakan anak panah
34
35
36
37
38
39
BAB III
KESIMPULAN
Tim DVI terdiri dari banyak tenaga yang harus berkolaborasi, mulai dari dokter umum,
dokter gigi hingga aparat kepolisian. DVI sendiri bertujuan untuk mengidentifikasi jenazah
korban bencana yang terjadi dan mengembalikannya ke keluarganya. DVI terdiri dari 4 fase.
Fase 1, Scene (memproses jasad manusia dan seluruh objek dalam area bencana), Fase 2: Postmortem (pengecekan secara detil jasad manusia), Fase 3: Ante-mortem (pengumpulan data orang
hilang dari berbagai macan sumber) dan Fase 4: Reconciliation (pencocokan data post-mortem
dan ante-mortem) Dan DVI memiliki hierarkinya sendiri serta fase tambahan yaitu fase 5;
debriefing.
Odontogram merupakan salah satu bagian dari dental record berupa catatan berbentuk peta
gambaran seluruh keadaan gigi-geligi pasien yang dicatatkan pada kunjungan pertama.
Odontogram menjadi bagian penting yang yang tidak terpisahkan dari Rekam Medik Kedokteran
Gigi. Pengisian form odontogram dilakukan pertama kali adalah saat kunjungan pertama pasien
ke dokter gigi. Pengisian dilakukan setelah pemeriksaan terhadap seluruh keadaan gigi dan mulut
pasien selesai dilaksanakan. Odontogram ini akan diperbaiki atau diperbaharui setelah dilakukan
tindakan perawatan.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Interpol Disaster Victim Identification Guide [online] Available at:
http://www.interpol.com.shtml [Accessed 10 Oct. 2016].
2. Lukman D. Buku Ajar IlmuKedokteran Gigi Forensik.Jilid 1.CV Sagung Seto. Jakarta:2006
3. Ncids.com. (2016). Forensic Resources. [online] Available at:
http://www.ncids.com/forensic/serology/serology.shtml [Accessed 7 Oct. 2016].
4. Mariah F. Ilmu Forensik. In ; 2009. p. 112.
5. Lukman, Djihansyah . Ilmu Kedokteran Gigi Forensik Jilid 2. Jakarta : Sagung Seto. 2006
6. Buku Panduan Rekam Medik Kedokteran Gigi 2014
41