PRAKTIKUM BIOPROSES
Materi :
NATA de LAPPACEUM
Oleh :
Kurnia Amalia
21030114120090
21030114120058
Yosia Nada T
21030114120097
NATA de LAPPACEUM
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Resmi Praktikum Bioproses dengan materi Nata de Lappaceum yang disusun
oleh :
Kelompok
: 4/Rabu
Nama
: Kurnia Amalia
(21030114130185)
(21030114120058)
Yosia Nada T
(21030114120103)
Tanggal
Semarang,
Dosen Pembimbing
Jufriyah, S.T.
NIP 197001091997032001
Mei 2016
Asisten Pengampu,
ii
NATA de LAPPACEUM
RINGKASAN
Nata berasal dari bahasa Spanyol yang apabila diterjemahkan kedalam bahasa
latin menjadi natare yang berarti terapung-apung (Susanti, 2005). Nata termasuk
produk fermentasi. Tujuan dari praktikum ini antara lain yaitu untuk mengkaji proses
pembentukan nata dari sari rambutan dengan cara fermentasi dan untuk mengkaji
hasil yang diperoleh dengan berbagai nutrisi, pH dan penutup yang digunakan.
Nata dibentuk oleh spesies bakteri asam asetat pada permukaan cairan yang
mengandung gula, sari buah, atau ekstrak tanaman lain. Bahan baku yang digunakan
pada percobaan ini adalah sari rambutan. Starter Penggunaan starter merupakan
syarat yang sangat penting, yang bertujuan untuk memperbanyak jumlah bakteri
Acetobacter xylinum yang menghasilkan enzim pembentuk nata. Kemudian hal-hal
yang berpengaruh pada proses pembentukan nata antara lain bahan baku, pH, suhu,
kebutuhan oksigen, penutup dan lama fermentasi.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain sari rambutan, NH4SO4,
MgSO4, KH2PO4, urea, Acetobacter xylinum, Tropicana slim CH3COOH dan NaOH.
Sedangkan alat yang digunakan antara lain kompor listrik, beaker glass, autoclave,
gelas ukur, pengaduk dan inkubator. Hal pertama yang dilakukan pada praktikum ini
adalah membuat nata dan dilanjutkan dengan menganalisa glukosa pada bahan.
Percobaaan pembuatan nata de lappacium ini menghasilkan penurunan kadar
glukosa, penurunan densitas, terjadi perubahan pH awal dan pH akhir dan perbedaan
hasil akhir masing masing variabel dengan adanya pengaruh dari perbedaan penutup
medium fermentasi, perbedaan pH awal fermentasi, dan perbedaan banyaknya bakteri
Acetobacter xylinum yang ditambahkan saat fermentasi.
Hasil percobaan pembuatan nata de lappacium ini kurang berhasil, oleh
karena itu dibutuhkan saran seperti menjaga pH agar dalam kondisi asam,
penambahan bakteri Acetobacter xylinum sesuai kondisi optimumnya, menjaga agar
kondisi fermentasi dalam keadaan tidak terkena cahaya matahari secara langsung.
Kata kunci : Acetobacter xylinum, glukosa, nata, sari rambutan
iii
NATA de LAPPACEUM
SUMMARY
Nata is derived from the Spanish language, which when translated into Latin became
"natare" which means floating (Susanti, 2005). Nata including fermentation products. The
purpose of this lab, among others, to examine the process of formation of nata sari rambutan by
fermentation and to examine the results obtained with various nutrients, pH and cover used.
Nata formed by species of acetic acid bacteria on the surface of a liquid containing
sugar, fruit juice, or other plant extracts. Raw materials used in this experiment is an extract of
rambutan. Starter Use of starter is a very important requirement, which aims to increase the
number of bacteria Acetobacter xylinum that produce nata-forming enzyme. Then the things that
affect the process of formation of nata among other raw materials, pH, temperature, oxygen
consumption, cover and fermentation time.
Materials used in this lab include rambutan juice, NH4SO4, MgSO4, KH2PO4, urea,
Acetobacter xylinum, Tropicana slim CH3COOH and NaOH. While the tools used include
electric stove, glass beaker, autoclave, measuring cups, stirrers and incubators. The first thing
to do in this lab is to make nata and continued by analyzing glucose in the material.
Experiment is making nata de lappacium This results in decreased glucose levels,
reduction in density, change the initial pH and the final pH and the difference in the final
outcome of each variable with the influence of differences in cover fermentation medium,
differences in initial pH of fermentation, and differences in the number of bacteria Acetobacter
xylinum added when fermentation.
The results of the experiment of making nata de lappacium is less successful, therefore it
takes suggestions as to maintain the pH in acidic conditions, the addition of bacteria
Acetobacter xylinum corresponding optimum condition, keep the fermentation conditions in a
state not exposed to direct sunlight
iv
NATA de LAPPACEUM
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, karunia dan
hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Laporan Resmi Praktikum
Bioproses materi Nata de Lappaceum.
Dalam laporan ini Penulis meyakini sepenuhnya bahwa tidaklah mungkin
menyelesaiakan makalah ini tanpa doa, bantuan dan dukungan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini Penulis ingin memberikan ucapan terima
kasih kepada :
1. Dr. Hadiyanto, M.T. selaku penanggung jawab Laboratorium Mikrobiologi
Industri.
2. Ir. Kristinah Haryati, M.T. selaku dosen pembimbing materi nata
Laboratorium Mikrobiologi Industri.
3. Jufriyah, ST selaku Pranata Laboratorium Pendidikan Laboratorium
Mikrobiologi Industri .
4. Eko Nur Widodo selaku koordinator Laboratorium Mikrobiologi Industri.
5. Lyan Dea Sagita selaku asisten pembimbing materi nata Laboratorium
Mikrobiologi Industri.
6. Asisten Laboratorium Mikrobiologi Industri.
7. Teman teman angkatan 2014 Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro, serta berbagai pihak lainnya.
Penulis meyakini bahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan. Mohon maaf
apabila terdapat kekurangan bahkan kesalahan. Penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak berkaitan dengan laporan ini. Akhir kata, semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat berguna sebagai bahan
penambah ilmu pengetahuan.
Penulis
Laboratorium Mikrobiologi Industri
NATA de LAPPACEUM
DAFTAR ISI
vi
NATA de LAPPACEUM
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN .............................................. 22
4.1 Fenomena Kadar Glukosa .................................................................................... 22
4.2 Fenomena pH ....................................................................................................... 23
4.3 Fenomena Densitas .............................................................................................. 24
4.4 Pengaruh Sumber Nitrogen pada Proses Pembuatan Nata ................................... 25
4.5 Pengaruh Perbedaan Penutup pada Proses Pembuatan Nata ................................ 26
4.6 Pengaruh Perbedaan pH pada Proses Fermentasi ................................................. 28
4.7 Pengaruh Banyaknya Acetobacter xylinum ......................................................... 29
BAB V PENUTUP ......................................................................................................... 31
5.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 31
5.2 Saran ..................................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 33
LAMPIRAN
LEMBAR ASISTENSI
vii
NATA de LAPPACEUM
DAFTAR TABEL
viii
NATA de LAPPACEUM
DAFTAR GAMBAR
ix
NATA de LAPPACEUM
DAFTAR LAMPIRAN
NATA de LAPPACEUM
BAB I
PENDAHULUAN
NATA de LAPPACEUM
I.4 Manfaat Praktikum
1. Praktikan mampu mengkaji proses pembuatan nata dari sari rambutan dengan
cara fermentasi.
2. Praktikan mampu mengkaji hasil yang diperoleh dengan berbagai variabel
yaitu sumber nitrogen (ammonium sulfat dan urea), perbedaan pH awal
fermentasi (pH 4,5 dan pH 2), perbedaan banyaknya bakteri Acetobacter
xylinum yang ditambahkan (18%V dan 20% V), serta jenis penutup (kertas
koran dan daun pisang).
NATA de LAPPACEUM
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
penghasil
selulosa,
di
antaranya
yaitu
Acetobacter,
Aerobacter,
NATA de LAPPACEUM
Klasifikasi rambutan :
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Kelas
Sub Kelas
: Rosidae
Ordo
: Sapindales
Famili
: Sapindaceae
Genus
: Nephelium
Spesies
: Nephelium lappaceum L.
Kandungan
Energi
Karbohidrat
20,87 g
Serat
0,9 g
Lemak
0,21 g
Protein
0,65 g
0.013 mg (1%)
0.022 mg (2%)
1.352 mg (9%)
Vitamin B6
0.02 mg (2%)
Vitamin C
4.9 mg (6%)
NATA de LAPPACEUM
antioksidan kuat yang disebut flavonoid. Beberapa jenis flavonoid diyakini mampu
mengurangi kolesterol, bersifat anti kanker dan anti inflamasi.
2. Melindungi dari efek Radikal Bebas
Salah satu senyawa dalam kulit rambutan adalah asam Galia. Senyawa ini bertindak
sebagai penangkal radikal bebas.
3. Kaya Vitamin C
Rambutan kaya vitamin C. Jika seseorang mengkonsumsi 10 sampai 12 buah
rambutan, maka dia memperoleh 75-90 mg asam askorbat, dua kali lebih banyak dari
jumlah yang disarankan dalam menu sehari-hari. Selain berfungsi sebagai anti-oksidan,
vitamin C dapat mencegah kerusakan sel dan membantu penyerapan zat besi.
4. Pembentukan Darah
Buah rambutan yang manis ini mengandung sejumlah kecil tembaga. Zat ini diperlukan
sebagai pembentuk dari sel darah putih dan sel-sel darah merah. Selain itu, rambutan
juga mengandung zat besi yang dapat mencegah terjadinya anemia.
5. Pencernaan yang sehat
Rambutan juga memiliki serat yang dapat membantu agar terhindar dari sembelit.
Selain itu, rambutan juga dapat mematikan parasit dalam usus dan membantu
meringankan gelaja penyakit diare pada manusia (Santoso, 2007).
2.3 Landasan Teori
1. Teori Acetobacter xylinum
Starter nata adalah Acetobacter xylinum. Penggunaan starter merupakan syarat
yang sangat penting, yang bertujuan untuk memperbanyak jumlah bakteri
Acetobacter xylinum yang menghasilkan enzim pembentuk nata. Bakteri Acetobacter
xylinum tergolong familia Pseudomonas dan genus Acetobacter. Berbentuk bulat
dengan panjang 2 mikron, biasanya terdapat sebagai sel tunggal atau kadang kadang
berikatan dengan sel lain membentuk ikatan seperti rantai. Pembentukan nata
memerlukan starter sebanyak 10-20% dari volume media sebagai starter mikroba
(Saragih, 2004).
NATA de LAPPACEUM
a)
Sifat fisiologi
Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil dan propil alkohol, tidak
membentuk senyawa busuk yang beracun dari hasil peruraian protein (indol) dan
mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan H2O. Sifat yang
paling menonjol dari bakteri ini adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi
glukosa sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya, selulosa tersebut membentuk matrik
yang dikenal sebagai nata.
b) Fase Pertumbuhan
Bakteri Acetobacter xylinum mengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu
fase adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan eksponensial, fase
pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap, fase menuju kematian, dan fase
kematian (Wirjosentono, 2011).
NATA de LAPPACEUM
NATA de LAPPACEUM
Fase Stasioner
Pada fase ini, jumlah sel yang tumbuh relatif sama dengan jumlah sel yang mati.
NATA de LAPPACEUM
NATA de LAPPACEUM
4. Kebutuhan Oksigen
Bakteri nata Acetobacter xylinum merupakan mikroba anaerobik fakultatif yang
hanya membutuhkan sedikit oksigen. Maka dari itu pada proses fermentasi, larutan
media ditutup karena tidak boleh terekena udara langsung (Pambayun, 2002).
5. Penutup
Selama proses fermentasi wadah harus tertutup rapat agar kotoran yang terbawa
udara luar tidak dapat mencemari proses fermentasi (Putriana, 2016). Pada
praktikum ini digunakan kertas koran dan daun pisang sebagai penutup.
6. Lama Fermentasi
Pada kondisi yang sesuai, lapisan nata terbentuk dipermukaan media akan terlihat
pada hari ketiga sampai keempat pemeraman. Secara perlahan-lahan dalam jangka
waktu 8-14 hari lapisan tersebut semakin menebal (Putriana, 2016). Pada praktikum
ini lama waktu fermentasi yaitu 6 hari.
7. Sumber Karbon
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hamad, dkk (2011), sumber karbon dari
monosakarida dan disakarida akan menghasilkan nata yang lebih banyak
dibandingkan dengan sumber karbon polisakarida. Hal ini dikarenakan reaksi
hidrolisa polisakarida lebih komplek sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk mendapatkan hasil glukosa.
8. Sumber Nitrogen
Menurut Intan dkk (2010), penggunaan sumber nitrogen anorganik pada pembuatan
nata de coco lebih menguntungkan dibandingkan dengan nitrogen organik karena
lebih murah, mudah larut dan selektif bagi mikroorganisme lain dan aman untuk
dikonsumsi.
9. Sanitasi
Bekerja dengan mikroorganisme dituntut adanya tingkat sanitasi yang tinggi.
Sanitasi meliputi : sanitasi perorangan, lingkungan dan peralatan, harus dikontrol
dan dijaga agar bakteri tidak terkontaminasi (Putriana, 2016).
10
NATA de LAPPACEUM
2.5 Fungsi Masing-Masing Reagen
1. KH2PO4
Monopotasium fosfat merupakan suatu senyawa yang berperan sebagai
media suatu jenis mikroba autotrof (Wahyudi, 2003). Kegunaan senyawa ini
dalam praktikum nata adalah sebagai sumber dari nutrien mikro yang dibutuhkan
untuk metabolisme sel oleh mikroba yaitu potasium dan fosfat (Khoirunisa dkk.,
2012)
2. MgSO4
Magnesium Sulfat merupakan suatu senyawa penyumbang nutrient mikro
dan sebagai media suatu jenis mikroba autotrof (Wahyudi,2003). Nutrien yang
disumbangkan oleh magnesium sulfat yaitu berupa nutrien magnesium yang
dibutuhkan dalam perkembangan bakteri (Khoirunisa dkk., 2012).
3. Ammonium Sulfat
Senyawa ammonium sulfat merupakan salah satu penyumbang nutrien
makro yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan bakteri. Nutrien yang
disumbangkan oleh senyawa ammonium sulfat yaitu merupakan nutrien nitrogen
(N) yang akan membantu pertumbuhan bakteri dan merangsang terbentuknya
struktur nata yang tebal kompak (Wahyudi, 2003).
4. Acetobacter xylinum
Bakteri Acetobacter xylinum merupakan bakteri yang ditambahkan sebagai
starter produksi nata. Bakteri ini berperan dalam pembentukan gel atau pellicle
(Indarti, dkk., 2011).
5. Sukrosa
Sukrosa merupakan nutrien makro sebagai sumber utama glukosa, dimana
glukosa berasal dari reaksi hidrolisis antara sukrosa dan air. Glukosa merupakan
nutrient penting yang dibutuhkan oleh bakteri untuk berkembang biak (Indarti
dkk., 2011). Sukrosa sebagai sumber karbon yang berperan dalam penyusunan
sel-sel bakteri dan sebagai sumber energi (Wulan, dkk., 2009).
11
NATA de LAPPACEUM
2.6 Reaksi Pembentukan Nata
Reaksi yang terjadi pada pembuatan nata setelah fermentasi akan
membentuk gel pada permukaan media cairnya. Gel yang terbentuk ini disebut
pellicle. Proses terbentuknya pellicle merupakan rangkaian aktifitas bakteri
Acetobacter xylinum dengan nutrien yang ada pada media cair. Dalam penelitian
ini nutrien yang mengandung glukosa adalah Tropicana slim. Glukosa terbentuk
melalui reaksi hidrolisis sukrosa dengan air (Indarti dkk., 2011).
Glukosa yang berperan dalam pembentukan selulosa adalah glukosa dalam
bentuk sehingga semua glukosa yang ada dalam bentuk akan diubah dalam
bentuk melalui enzim isomerase yang berada pada bakteri Acetobacter
xylinum. Perubahan pada bentuk terjadi pada gugus OH pada atom C-1 seperti
yang dapat dilihat pada Gambar 2.9 (Indarti dkk., 2011).
Gambar 2.9 Reaksi glukosa dalam bentuk diubah dalam bentuk oleh enzim
isomerase
Tahap berikutnya glukosa berikatan dengan glukosa yang lain melalui
ikatan 1,4 - glikosida. Ikatan ini terjadi antara gugus OH pada atom C-1 dari
satu glukosa dengan gugus OH pada atom C-4 dari glukosa yang lain seperti
yang dapat dilihat pada gambar 2.10 (Indarti dkk., 2011).
12
NATA de LAPPACEUM
glukosa
glukosa
disakarida
disakarida
13
NATA de LAPPACEUM
Ammonium sulfat merupakan sumber nitrogen bagi tanaman yang paling banyak
digunakan di Indonesia sebagai pupuk. Ammonium sulfat dapat pula digunakan
sebagai sumber nitrogen untuk membantu pertumbuhan Acetobacter xylinum pada
proses pembuatan pelikel selulosa bakteri (Steinkraus dkk., 1983)
2. Urea (CO(NH2)2)
Urea mengandung 46% Nitrogen, karena kandungan N yang tinggi menyebabkan
urea menjadi sangat higroskopis. Urea sangat mudah larut dalam air dan bereaksi
cepat, juga mudah menguap dalam bentuk ammonia. Karena memiliki kandungan
nitrogen yang tinggi maka urea dapat dijadikan sebagai sumber nitrogen bagi
bakteri Acetobacter xylinum pada proses pembentukan selulosa bakteri (Marianto,
2002).
3. Yeast Ekstrak
Yeast extract terbuat dari ragi pengembang roti atau pembuat alkohol. Yeast extract
mengandung asam amino yang lengkap & vitamin (B complex). Yeast ekstrak
merupakan sumber nutrisi dalam media pembuatan selulosa.
Dari ketiga sumber nitrogen di atas, sumber nitrogen urea menghasilkan hasil yang
lebih baik dan paling sering digunakan dalam pembuatan nata, karena kandungan
nitrogennya tinggi dapat digunakan sebagai sumber nutrisi oleh bakteri Acetobacter
xylinum untuk memperoleh selulosa (Yoshinaga dkk., 1997).
2.8 Perbedaan Selulosa Tumbuhan dan Bakteri
Selulosa merupakan komponen utama dari dinding sel tumbuhan. Selain
ditemukan alami ternyata selulosa mampu diproduksi oleh bakteri atau dikenal dengan
istilah bioselulosa atau selulosa bakteri. Selulosa tumbuhan dan selulosa bakteri
memiliki struktur kimia yang sama, namun sifat fisik dan kimianya berbeda. Salah satu
keunggulan utama selulosa bakteri adalah kemurniannya yang tinggi jika dibandingkan
dengan selulosa tumbuhan yang menghasilkan lignin dan produk hemiselulosa lainnya
(Bielecki dkk., 2006). Selulosa bakteri diproduksi oleh bakteri penghasil asam asetat.
Diameter dari bioselulosa atau selulosa bakteri sekitar 1/100 dari diameter selulosa
tumbuhan (Panesar dkk., 2005).
Laboratorium Mikrobiologi Industri
14
NATA de LAPPACEUM
Selulosa yang dihasilkan dari proses fermentasi merupakan sejenis polisakarida
mikrobial yang tersusun oleh serat-serat selulosa yang dihasilkan oleh Acetobacter
xylinum, subspesies dari Acetobacter aceti, bakteri gram negatif, berbentuk batang
dan non pathogen. Pada proses metabolismenya selaput selulosa terbentuk oleh
aktivitas Acetobacter xylinum terhadap glukosa. Karbohidrat pada medium dipecah
menjadi glukosa yang kemudian berikatan dengan asam lemak (Guanosin trifosfat)
membentuk prekursor penciri selulosa oleh enzim selulosa sintase kemudian
dikeluarkan kelingkungan membentuk jalinan selulosa pada permukaan medium
(Chng dan Muhamad, 2010). Meskipun banyak jenis bakteri seperti Agrobacterium,
Pseudomonas, Rhizobium, dan Sarcina yang mampu mensintesis selulosa bakteri,
namun Acetobacter dapat menghasilkan kapasitas produksi selulosa tertinggi (Aydin
dan Aksoy, 2009).
2.9 Teori Fehling
Larutan Fehling ialah suatu larutan yang digunakan dalam uji kimia untuk
membedakan antara karbohidrat larut dalam air dan gugus fungsional keton, dan
sebagai suatu uji untuk monosakarida. Uji ini dikembangkan oleh ahli kimia Jerman
Herman von Fehling pada tahun 1849.
Pembuatan Larutan Fehling
Larutan Fehling selalu dibuat segar di laboratorium. Larutan ini semula dibuat
sebagai dua larutan yang terpisah, yang dikenal dengan Fehling A dan Fehling B.
Fehling A adalah larutan encer berwarna biru dari tembaga(II) sulfat, sedang Fehling B
adalah larutan jernih dari kalium natrium tartrat encer (jugas dikenal sebagai garam
Rochelle) dan basa kuat (biasanya natrium hidroksida).
Volume yang sama dari dua campuran dicampurkan untuk memperoleh larutan
final Fehling, yang berwarna biru gelap. Dalam campuran akhir ini, ion tartrat encer
dari khelat garam Rochelle yang terlarut dengan ion Cu2+ dari tembaga(II) sulfat yang
terlarut, sebagai ligan bidentat memberikan kompleks bis-tartrato-kuprat(II)4-. Ion
tartrat, dengan mengomplekskan tembaga mencegah pembentukan Cu(OH)2 dari
reaksi CuSO4.2H2O dan NaOH yang ada dalam larutan.
Laboratorium Mikrobiologi Industri
15
NATA de LAPPACEUM
Jadi cara membuat larutan ini adalah:
Larutan Fehling A: Timbang 69,3 gr kupri sulfat hidrat CuSO4.5H2O dan larutkan
dalam 1 liter akuades. Supaya larutan menjadi jernih tambahkan 1 tetes atau 2 tetes
H2SO4 pekat. Perbandingan dapat diperbesar atau diperkecil.
Larutan Fehling B: Timbang 346 gr Kalium-Natrium-Tartrat dan 100 gr NaOH
larutkan dalam 1 liter akuades (perbandingan dapat diperbesar atau diperkecil). Bila
akan digunakan Fehling A + Fehling B dalam volume yang sama.
Kegunaan Larutan Fehling
Fehling dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu senyawa mengandung
karbonil aldehid atau keton. Kompleks bistartratokuprate(II) dalam larutan Fehling
merupakan bahan pengoksidasi dan reagen aktif dalam uji tersebut. Senyawa yang
akan diuji ditambahkan ke larutan Fehling dan campuran ini dipanaskan. Aldehida
yang teroksidasi, memberikan hasil yang positif, namun keton tidak bereaksi, kecuali
mereka adalah alfa-hidroksiketon.
Kompleks bistartratokuprat(II) mengoksidasi aldehid pada satu anion karboksilat,
dan dalam proses ion tembaga(II) dari kompleks ini direduksi menjadi ion tembaga(I).
Oksida tembaga(I) yang merah kemudian mengendap dari campuran reaksi, yang
menunjukkan hasil positif, yaitu reaksi redoks telah berlangsung (ini adalah hasil
positif yang sama dengan larutan Benedict). Sebuah hasil yang negatif apabila tidak
terjadi endapan merah; ini penting untuk diperhatikan bahwa fehling tidak akan bekerja
dengan aldehid aromatik; sehingga reagen Tollens harus digunakan.
Uji Fehling dapat digunakan sebagai uji generik untuk monosakarida. Hal ini akan
memberikan hasil positif untuk monosakarida aldosa (karena gugus aledehida dapat
dioksidasi) tetapi juga untuk monosakarisa ketosa, karena mereka diubah menjadi
aldosa oleh basa dalam reagen tersebut, dan kemudian memberikan hasil positif. Untuk
alasan ini, reagen fehling kadang-kadang disebut sebagai uji umum untuk
monosakarida.
Reagen fehling dapat digunakan untuk menunjukkan glukosa dalam urin,
sehingga mendeteksi diabetes. Penggunaan lainnya adalah dalam pemecahan pati untuk
16
NATA de LAPPACEUM
mengubahnya menjadi sirup glukosa dan maltodekstrin untuk mengukur jumlah gula
pereduksi, sehingga dapat mengungkapkan setara dekstrosa (DE) dari gula pati.
Uji fehling ini digunakan untuk mengetahui adanya kandungan gula pereduksi
dalam karbohidrat. Gula pereduksi adalah karbohidrat yang dapat mereduksi senyawa
pengoksidasi lemah seperti Cu dalam pereaksi fehling. Agar berfungsi sebagai gula
pereduksi, karbohidrat harus mempunyai fungsi aldehid atau gugus fungsi hemi asetal
yang dapat membuka menjadi aldehid.
Reaksi yang terjadi sebagai berikut :
CuSO4 + 2KOH --> Cu(OH)2 + K2SO4
Cu(OH)2 dipanaskan --> CuO + [[H2O]]
D-glukosa + 2 CuO dipanaskan --> D-asam glukonat + Cu2O (mengendap).
Dalam pembahasan ini larutan sample yang diuji adalah larutan sari rambutan
Apabila larutan sample ditambah pereaksi fehling (A+B) dan kemudian dipanaskan
dan dititrasi dengan glukosa standar sampai menghasilkan warna biru hampir hilang
kemudian ditambahkan 2 tetes MB dan di titrasi kembali dengan glukosa standar
sambil dipanaskan hingga warna biru menjadi merah bata (Handoyo, 2009).
17
NATA de LAPPACEUM
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
Pengaturan pH
Sterilisasi Alat :
Menggunakan Autoclave
Penambahan Nutrien
: 4,5
2
b. Sumber Nitrogen
18
NATA de LAPPACEUM
c. Penutup
: Kertas koran
Daun pisang
5 KH2PO4 12 gram
2 NH4SO4 6 gram
3 CO(NH2)2 6 gram
4 MgSO4 12 gram
3.2.2 Alat
1 Kompor listrik
2 Beaker glass
3 Autoclave
4 Gelas ukur
5 Pengaduk
6 Buret, statif, klem
3.3 Gambar Rangkaian Alat
19
NATA de LAPPACEUM
3.4 Cara Kerja
3.4.1 Pembuatan Nata
1. Saring sari rambutan
2. Didihkan, setelah dingin tambahkan nutrien antara lain KH2PO4, MgSO4,
Tropicana slim dan Ammonium sulfat/Urea
3. Atur pH sampai 4,5 dan 2 menggunakan CH3COOH dan NaOH.
4. Masukkan kedalam beaker glass.
5. Tambahkan starter Acetobacter xylinum 18%V dan 20%V.
6. Fermentasikan pada 30oC selama 6 hari.
7. Panen nata yang terbentuk
8. Cuci nata dan keringkan
9. Timbang nata
3.4.2 Analisa Glukosa
3.4.2.1 Pembuatan glukosa standar
1. Ambil 2,5 gram glukosa anhidrit
2. Encerkan hingga 1000 ml
3.4.2.2 Standarisasi kadar glukosa
1. Ambil 5 ml glukosa standar, encerkan hingga 100 ml, ambil 5 ml,
netralkan pHnya
2. Tambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B
3. Panaskan hingga 60 70 oC
4. Titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60 70 oC
sampai warna biru hampir hilang, lalu tambahkan 2 tetes MB
5. Titrasi kembali dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60 70
o
20
NATA de LAPPACEUM
2. Tambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B, dan tambahkan 5
ml glukosa standar yang telah diencerkan
3. Panaskan hingga 60 70 oC
4. Titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60 70 oC
sampai warna biru hampir hilang, lalu tambahkan 2 tetes MB
5. Titrasi kembali dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60 70
o
%S =
21
NATA de LAPPACEUM
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
22
NATA de LAPPACEUM
4.2 Fenomena pH
23
NATA de LAPPACEUM
4.3 Fenomena Densitas
24
NATA de LAPPACEUM
berkurang karena nutrisi yang ada pada media fermentasi telah disintesis oleh
bakteri Acetobacter xylinum (Deriven, 2015).
4.4 Pengaruh Sumber Nitrogen pada Proses Pembuatan Nata
25
NATA de LAPPACEUM
Tabel 4.1 Perbandingan nutrisi dalam sumber nitrogen pada masing-masing variabel
Kandungan
Ammonium
Urea
sulfat
Nitrogen
21%
46%
Sulfur
24%
Karbon
20%
Air
1%
0,5%
Ketika nata yang dihasilkan lebih berat maka kecenderungan air yang
terkandung di dalamnya semakin sedikit, hal ini menunjukkan bahwa jumlah nitrogen
memberikan kontribusi terhadap selulosa yang dihasilkan. Sehingga pada variabel 2
dengan sumber nitrogen urea menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan variabel
1 dengan sumber nitrogen dari ammonium sulfat ditinjau dari kadar glukosa pada akhir
fermentasi variabel 2 lebih sedikit dari variabel 1 (Yoshinaga dkk., 1997).
4.5 Pengaruh Perbedaan penutup pada proses pembuatan Nata
26
NATA de LAPPACEUM
27
NATA de LAPPACEUM
sehingga dapat merusak produk pangan. Pada tinta kertas koran juga mengandung
timbal yang dapat perpindah pada produk dan berbahaya bagi makhluk hidup jika
terkonsumsi (Suwaidah, dkk., 2014).
4.6 Pengaruh perbedaan pH pada proses fermentasi
28
NATA de LAPPACEUM
Aktivitas bakteri Acetobacter xylinum sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan dengan pH. Jika kondisi lingkungan terlalu basa maka akan mengganggu
metabolisme selnya, pada proses metabolismenya selaput selulosa ini terbentuk oleh
aktivitas Acetobacter xylinum terhadap glukosa pada keadaan asam. Karbohidrat pada
medium dipecah menjadi glukosa yang kemudian berikatan dengan asam lemak
(Guanosin trifosfat) membentuk selulosa oleh enzim selulosa sintetase. Begitu pula
sebaliknya jika kondisi lingkungan terlalu asam, kerja bakteri ini tidak berjalan
optimal. Namun pada percobaan pembuatan nata di atas, variabel 2 dengan pH 4,5
menghasilkan kadar glukosa yang lebih besar dari variabel 4 dengan pH 2. Hal ini
dikarenakan pada saat titrasi, suhu variabel 2 melebihi 70oC, sehingga TAT atau titik
akhir titrasi yang terbentuk lebih cepat sehingga menyebabkan titran pada variabel 2
lebih banyak dibandingkan titran pada variabel 4 sehingga kadar glukosa yang
dihasilkan lebih besar (Arianti, 2014).
4.7 Pengaruh banyaknya Acetobacter xylinum
29
NATA de LAPPACEUM
30
NATA de LAPPACEUM
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Kadar glukosa (%S) pada pembuatan nata de lappaceum awal lebih besar
dibandingkan kadar glukosa akhir karena di awal belum adanya proses
fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum.
2. Pebedaan pH awal dan akhir pada pembuatan nata de lappacium berubah ke
keadaan optimum yaitu pH 4 karena bakteri Acetobacter xylinum mempunyai
tiga enzim yang aktif yaitu enzim kinase, enzim ekstraseluler selulosa
polymerase, dan enzim protein sintetase yang aktif di keadaan asam dengan pH
3-6.
3. Densitas pada pembuatan nata de lappacium awal lebih besar dibandingkan
densitas akhir karena pada awal fermentasi belum ada asam asetat yang
terbentuk dan mengalami penurunan pada akhir fermentasi, karena ada asam
asetat yang terbentuk walaupun dalam percobaan tidak ada nata yang terbentuk.
4. Sumber nitrogen urea (CO(NH2)2) menghasilkan nata lebih baik dibandingkan
dengan sumber nitrogen ammonium sulfat (NH4SO4) karena jumlah nitrogen
dapat meningkatkan jumlah selulosa.
5. Medium
fermentasi
pembuatan
nata
de
lappacium
dengan
penutup
31
NATA de LAPPACEUM
5.2 Saran
1. Sebaiknya menggunakan sumber nitrogen dengan kadar yang tinggi sebagai
nutrisi pada proses fermentasi pembuatan nata.
2. pH proses pembuatan nata dijaga agar dalam keadaan asam.
3. Penutup medium fermentasi yang digunakan menggunakan penutup yang sukar
menyerap cahaya.
4. Bakteri Acetobacter xylinum yang digunakan berjumlah optimum sesuai dengan
%V yang digunakan.
5. Tempatkan bakteri Acetobacter xylinum pada keadaan yang kurang cahaya.
32
NATA de LAPPACEUM
DAFTAR PUSTAKA
Arianti, 2014. Pengaruh Suhu terhadap Titik Akhir Titrasi. Universitas Sulawesi Utara.
Aydin dan Aksoy, 2009. Perbedaan Selulosa Tumbuhan dan Selulosa Bakteri.
Semarang.
Deriven, 2015. Pengaruh Densitas terhadap Pertumbuhan Bakteri Acetobacter xylinum.
Surabaya.
Dreecold and Cumn. Industrial Mikrobiology 2nd ed Mc. Graw Hill book Inc, New
York.
Edria dkk., 2008. Jurnal Pembuatan Nata de Pina Universitas Lambung Mangkurat.
Handoyo, 2009. Jurnal Penelitian Pembuatan Nata de Coco dengan Proses Fermentasi.
Malang. Universitas Brawijaya
Hardjowigono, 1987. Kandungan Sumber Nitrogen Bagi Bakteri Acetobakter xylinum.
Kalimantan Utara.
Haryanti, S. 2010. Jumlah dan Distribusi Stomata pada Daun Beberapa Spesies
Tanaman Dikotil dan Monokotil. Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol XVIII, No. 2.
Hestrin dkk., 1958. Katakteristik Acetobacter xylinum. Adelaide. University of Adelaide
Hidayat dkk., 2013. Pengaruh Acetobacter xylinum pada Proses Pembuatan Nata de
Coco. Jogjakarta. Jurnal Teknik Pangan.
Holmstad, R., Antoine, C., Silvy, J., Costa, A.P., dan Antoine, J. 2012. Modelling The
Paper Sheet Structure According To The Equivalent Pore Concept. Norwegian
Pulp and Paper Research Institute, PFI, Norway.
Hubeis, 1996. Kebutuhan Yeast Ekstrak pada Pembuatan Nata de Coco. Jakarta Pusat
Lapuz, M. M., Gollardo E.G., & Palo M.A. 1967. The Organism and
CultureRequirements,
Characteristics
and
Identity.
The
Philippine
J.
Science.98:191 109.
Mendel, 2004. Nata de Coco Fermentation. New York University.
Nungki, 2010. Laporan Nata de Pina. Semarang. Laboratorium Mikrobiologi Industri.
Pambayun, Putri, 2002. Proses Pembuatan Nata de Leri dengan Menggunakan Bakteri
Acetobacter xylinum. Jakarta. Jurnal Teknik Kimia.
Laboratorium Mikrobiologi Industri
33
NATA de LAPPACEUM
Steinkraus dkk., 1983. Process of Fermentation Yeast Extract Engineering. University
of Washington.
Suryani, 2005. Laporan nata de Leri. Semarang. Jurnal Teknik Kimia No 1, Vol,19,
Januari 2013.
Suwaidah dkk., 2014. Laporan Nata de Coco. Sumatera Utara. Universitas Sumatera
Utara.
Swissa, M., Aloni, Y., Weinhouse, H. &Benziman, M. 1980. Intermediary step in
Acetobacterxylinum Cellulose Synthesis Studies whit whole Cells and Cell Free
Preparation of the Wild Type and A Celluloses Mutant. J.Bacteriol. 143: 1142
1150.
Yoshinaga dkk., 1999. Sifat Fisik Nata de Coco dari Berbagai Sumber Nitrogen. FT
Unhawas Semarang.
34
LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM BIOPROSES
Materi :
NATA de LAPPACEUM
GROUP
: 4-RABU
NIM:21030114140122
NIM:21030114140140
A-1
I.
TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengkaji proses pembuatan nata dari sari rambutan dengan cara fermentasi.
2. Mengkaji hasil yang diperoleh dengan berbagai variabel yaitu sumber
nitrogen (ammonium sulfat dan urea), perbedaan pH awal fermentasi (pH 4,5
dan pH 2), perbedaan banyaknya bakteri Acetobacter xylinum yang
ditambahkan (18%V dan 20% V), serta jenis penutup (kertas koran dan daun
pisang).
II. PERCOBAAN
2.1 Bahan yang Digunakan
1. Sari getah pepaya 5 gram
2. Sari buah nanas 60 ml
3. Etnol 40 ml
4. Cystein 3 gram
5. Celitw 7.5 gram
6. Nacl 4 gram dan (NH4)2SO4 2 gram
7. NaOH/CH3COOH
8. Aquadest 45 ml
9. Induser enzim
2.2 Alat yang Dipakai
1. Beaker glass
8. Termometer
2. Centrifuge
9. Gelas Ukur
3. Cuvet
10. Pengaduk
4. Kertas saring
11. Stopwatch
5. Magnetic stirer
12. Timbangan
6. Tabung reaksi
13. Indikator pH
7. Erlenmeyer Penghisap
A-2
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Timbang nata
2.
3.
Panaskan hingga 60 70 oC
4.
5.
6.
2.
3.
Panaskan hingga 60 70 oC
4.
%S =
2.4 Hasil Percobaan
Variabel
Hari 5
Massa Nata de
Lappaceum saat
Hari 6
panen (gr)
1
0,2
0,1
0,14
0,2
0,5
0,1
11,16
0,1
0,5
0,1
10,58
0,1
3,86
0,15
0,5
0,1
2,34
0,1
0,3
0,1
0,35
Variabel
ANALISA GLUKOSA
awal
akhir
(gr/ml)
(gr/ml)
1.108
1,0489
25,2
1.108
1,068
1.108
%S awal
%S akhir
Vol titran
Vol titran
awal (ml)
akhir (ml)
8,58
17
22,5
25,2
7,49
17
23,5
1,0737
25,2
5,12
17
26
1.108
1,079
25,2
3,98
17
27,2
1.108
1,078
25,2
3,25
17
28
1.108
1,028
25,2
6,5
17
24,5
MENGETAHUI,
PRAKTIKAN
Kurnia Viran
Yosia
ASISTEN
A-4
LEMBAR PERHITUNGAN
=
=
= 25,2 %
b. Variabel 2
F = 45 mL
M = 17 mL
%S
=
=
= 25,2 %
c. Variabel 3
F = 45 mL
M = 17 mL
%S
=
=
= 25,2 %
d.
Variabel 4
F = 45mL
M = 17 mL
%S
=
=
= 25,2 %
B-1
e. Variabel 5
F = 45mL
M = 17 mL
%S
=
=
= 25,2 %
f. Variabel 6
F = 45mL
M = 17 mL
%S
=
=
= 25,2 %
=
= 8,39 %
b. Variabel 2
F = 31,5 mL
M = 23,5mL
%S
= 7,45 %
B-2
c. Variabel 3
F = 31,5 mL
M = 26 mL
%S
=
=
= 5, 12 %
d. Variabel 4
F = 31,5 mL
M = 27,2 mL
%S
=
=
=4%
d. Variabel 5
F = 31,5 mL
M = 28 mL
%S
= 3,26%
e. Variabel 6
F = 31,5 mL
M = 24,5 mL
%S
= 6,5%
B-3
3. Densitas Awal
1. Variabel 1
W picnometer = 20,02 gr
W picnometer + sampel = 49,65 gr
V picnometer = 26,74 mL
=
2. Variabel 2
W picnometer = 20,02 gr
W picnometer + sampel = 49,65 gr
V picnometer = 26,74 mL
=
3. Variabel 3
W picnometer = 20,02 gr
W picnometer + sampel = 49,65 gr
V picnometer = 26,74 mL
=
4. Variabel 4
W picnometer = 20,02 gr
W picnometer + sampel = 49,65 gr
V picnometer = 26,74 mL
B-4
5. Variabel 5
W picnometer = 20,02 gr
W picnometer + sampel = 49,65 gr
V picnometer = 26,74 mL
=
6. Variabel 6
W picnometer = 20,02 gr
W picnometer + sampel = 49,65 gr
V picnometer = 26,74 mL
=
4. Densitas Akhir
1. Variabel 1
W picnometer = 30,02 gr
W picnometer + sampel = 85 gr
V picnometer = 52,412 mL
=
2. Variabel 2
W picnometer = 30,02 gr
W picnometer + sampel = 86,01 gr
V picnometer = 52,412 mL
B-5
3.
Variabel 3
W picnometer = 30,02 gr
W picnometer + sampel = 86,3 gr
V picnometer = 52,412 mL
=
4. Variabel 4
W picnometer = 30,02 gr
W picnometer + sampel = 86,58 gr
V picnometer = 52,412 mL
=
2. Variabel 5
W picnometer = 30,02 gr
W picnometer + sampel = 86,53 gr
V picnometer = 52,412 mL
=
3. Variabel 6
W picnometer = 30,02 gr
W picnometer + sampel = 86,25 gr
V picnometer = 52,412 mL
B-6
B-7
DATA PENDUKUNG
3. Kaya Vitamin C
Rambutan kaya vitamin C. Jika seseorang mengkonsumsi 10 sampai 12 buah
rambutan, maka dia memperoleh 75-90 mg asam askorbat, dua kali lebih banyak dari
jumlah yang disarankan dalam menu sehari-hari. Selain berfungsi sebagai antioksidan, vitamin C dapat mencegah kerusakan sel dan membantu penyerapan zat
besi.
4. Pembentukan Darah
Buah rambutan yang manis ini mengandung sejumlah kecil tembaga. Zat ini
diperlukan sebagai pembentuk dari sel darah putih dan sel-sel darah merah. Selain
itu, rambutan juga mengandung zat besi yang dapat mencegah terjadinya anemia.
C-1
Uji Fehling
Digunakan untuk menunjukkan adanya karbohidrat reduksi.
Uji positif ditandai dengan warna merah bata
Prosedur kerja
a. Masukkan 2 mL pereaksi Fehling ke dalam tabung reaksi.
b. Tambahkan 1 mL larutan glukosa 2% ke dalam tabung reaksi tersebut.
c. Panaskan campuran tersebut pada pembakar spiritus.
d. Ulangi langkah a c untuk, sukrosa, amilum dan selulosa.
Pemanasan dalam reaksi ini bertujuan agar gugus aldehida pada sampel terbongkar
ikatannya dan dapat bereaksi dengan ion OH- membentuk asam karboksilat. Cu2O
(endapan merah bata) yang terbentuk merupakan hasil sampingan dari reaksi
pembentukan asam karboksilat.
Hasil percobaan
Dalam percobaan Uji Fehling, sampel Glukosa , Sukrosa, Amilum dan Selulosa yang
diuji dengan pereaksi Fehling (Fehling A + Fehling B) pada masing-masing tabung
dan kemudian dipanaskan , maka Glukosa dan Sukrosa akan menghasilkan endapan
merah bata. Hal yang menyebabkan dihasilkannya endapan merah bata ini karena ini
berasal dari Fehling yang memiliki ion Cu2+ direduksi menjadi ion Cu+ yang dalam
suasana basa akan diendapkan berwarna merah bata (Cu2O). Sedangkan pada sampel
amilum dan selulosa yang diuji dengan pereaksi Fehling (Fehling A + Fehling B) dan
kemudian dipanaskan ternyata larutan berwarna biru dengan sedikit endapan merah
bata.
Hal ini disebabkan karena amilum merupakan polisakarida yang tidak dapat bereaksi
positif dengan Fehling. Amilum bukan gula pereduksi yang tidak mempunyai gugus
aldehid dan keton bebas, sehingga tidak terjadi oksidasi antara amilum + larutan
Fehling, maka tidak terbentuk endapan dan larutan tetap berwarna biru setelah
dipanaskan. Begitupula dengan Selulosa yang merupakan polisakarida yang tidak
dapat bereaksi positif dengan fehling. Reaksi yang terjadi:
CuSO4 + 2KOH --> Cu(OH)2 + K2SO4.
Cu(OH)2 dipanaskan --> CuO + [[H2O]].
D-glukosa + 2 CuO dipanaskan --> D-asam glukonat + Cu2O (mengendap).
C-2
PROSEDUR ANALISA
3. Perhitungan densitas
1. Timbang picnometer kosong.
2. Isi picnometer dengan larutan sampel.
3. Timbang picnometer yang telah diisi larutas sampel.
4. Menghitung densitas sampel dengan rumus:
D-1
4. Autoclave
Sterilisasi alat-alat percobaan menggunakan uap dengan cara:
1. Isi autoclave dengan air.
2. Masukkan alat yang di autovlave dengan dilapisi kertas.
3. Pasangkan pegas sesuai tempatnya.
4. Tutup dan kunci autoclave.
5. Nyalakan autoclave dan atur suhu tinggi suhu tinggi 120oC.
6. Waktu operasi kurang lebih 15 menit.
7. Matikan autoclave kemudian buka kunci penutup dan ambil alat yang telah
di autoclave.
D-2
:3
: NATA de LAPPACEUM
: RABU, 23 MARET 2016
: 4 / RABU
:1. KURNIA AMALIA
2. VIRANTIKA WIJI PANGSTU
3. YOSIA NADA T
ASISTEN
KUANTITAS REAGEN
Basis 180 ml
Sari rambutan
MgSO4 @2gr
KH2PO4 @2gr
CO(NH2) @2gr
A.xylinum
Penutup
DP
DP
Kertas
DP
DP
DP
pH
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
E-1
LEMBAR ASISTENSI
DIPERIKSA
KETERANGAN
NO
TANGGAL
1.
19 Mei 2016
1. Font Judul 14
2. Cek halaman judul sampai
daftar isi
2.
20 Mei 2016
3.
21 Mei 2016
ACC
TANDA TANGAN