Anda di halaman 1dari 33

TUGAS BESAR 2

SIMPANG BERSINYAL JALAN ARIF. R. HAKIM


TEKNIK LALU LINTAS

Disusun Oleh:
Ahmad Iman Setyono

(4113010001)

Rahayu Werdiningsih

(4113010013)

Sisilya Parameswary

(4113010014)

Yudha Hadie Irawan

(4113010012)

Kelas:
3 Perancangan Jalan & Jembatan

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA


2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyusun Laporan Kerja Teknik Lalu Lintas.
Pada Laporan Tugas Besar ini, kami menganalisa perilaku lalu lintas pada simpangan
bersinyal Jalan Arief Rahman Hakim, Depok dan mencoba untuk membuat solusi pada kondisi
lalu lintas yang ada di persimpangan tersebut. Tugas ini pun merupakan pertanggungjawaban dari
pembelajaran yang telah kami laksanakan selama di semester 5, sekaligus sebagai salah satu
syarat untuk menambah nilai mata kuliah Teknik Lalu Lintas.
Kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
tersusunnya laporan ini. Terutama kepada Dosen Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Program Studi
Perancangan Jalan dan Jembatan, Dr. H. Zainal Nur Arifin, Dipl.-Ing. HTL, MT.
Dengan tersusunnya tugas ini, kami berharap dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca, khususnya bagi kami selaku penyusun. Oleh karena itu, kami mohon saran dan kritik
dari pihak pembaca yang bersifat membangun jika tugas kami jauh dari kesempurnaan.

Depok,

November 2015

Penulis

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 6


1.1. Latar Belakang............................................................................................. 6
1.2. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 6
1.3. Ruang Lingkup ........................................................................................... 7
1.4. Sumber Data .............................................................................................. 7
1.5. Metode ....................................................................................................... 7
BAB II DASAR TEORI .................................................................................... 8
BAB III DATA SURVEY ................................................................................. 8
3.1. Peta Jaringan Jalan ...................................................................................... 8
3.2. Data Survey Ruas Jalan .............................................................................. 8
BAB IV ANALISA PERHITUNGAN SIMPANG BERSINYAL ................. 11
4.1. Data Survey ................................................................................................. 11
4.2. Analisa Perhitungan Form SIGN-1 ............................................................ 12
4.3. Analisa Perhitungan Form SIGN-2 ............................................................ 12
4.4. Analisa Perhitungan Form SIGN-3 ............................................................ 12
4.5. Analisa Perhitungan Form SIGN-4 ............................................................ 12
4.6. Analisa Perhitungan Form SIGN-5 ............................................................ 12
BAB V KESIMPULAN DAN HASIL .............................................................. 17
5.1. Kesimpulan .................................................................................................. 11
5.2. Saran ........................................................................................................... 12
LAMPIRAN ....................................................................................................... 20
Lampiran 1. Data Survey ................................................................................... 20
Lampiran 2. FORM SIGN-1 .............................................................................. 24
Lampiran 3. FORM SIGN-2 ............................................................................... 24
Lampiran 4. FORM SIGN-3 ............................................................................... 24
Lampiran 5. FORM SIGN-4 ............................................................................... 24
Lampiran 6. FORM SIGN-5 ............................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 19

ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang

Persimpangan jalan adalah simpul pada jaringan jalan dimana ruas jalan bertemu dan
lintasan arus kendaraan berpotongan. Lalu lintas pada masing-masing kaki persimpangan
menggunakan ruang jalan pada persimpangan secara bersama-sama dengan lalu lintas lainnya.
Olehnya itu persimpangan merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan kapasitas
dan waktu perjalanan pada suatu jaringan jalan khususnya di daerah - daerah perkotaan.
Persimpangan merupakan tempat sumber konflik lalu lintas yang rawan terhadap
kecelakaan karena terjadi konflik antara kendaraan dengan kendaraan lainnya ataupun antara
kendaraan dengan pejalan kaki. Oleh karena itu merupakan aspek penting didalam pengendalian
lalu lintas. Masalah utama yang saling kait mengkait pada persimpangan adalah :
a. Volume dan kapasitas, yang secara lansung mempengaruhi hambatan.
b. Desain geometrik dan kebebasan pandang
c. Kecelakaan dan keselamatan jalan, kecepatan, lampu jalan
d. Parkir, akses dan pembangunan umum
e. Pejalan kaki
f. Jarak antar simpang
Secara garis besarnya persimpangan terbagi dalam 2 bagian :
1. Persimpangan sebidang.
2. Persimpangan tak sebidang
Persimpangan sebidang adalah persimpangan dimana berbagai jalan atau ujung jalan
masuk persimpangan mengarahkan lalu lintas masuk kejalan yang dapat belawanan dengan lalu
lintas lainnya.
Pada persimpangan sebidang menurut jenis fasilitas pengatur lalu lintasnya dipisahkan
menjadi 2 (dua) bagian :

1. Simpang bersinyal (signalised intersection) adalah persimpangan jalan yang pergerakan atau
arus lalu lintas dari setiap pendekatnya diatur oleh lampu sinyal untuk melewati
persimpangan secara bergilir.
2. Simpang tak bersinyal (unsignalised intersection) adalah pertemuan jalan yang tidak
menggunakan sinyal pada pengaturannya.

1.2.

Tujuan Penulisan

a.

Memenuhi Tugas mata kuliah Teknik Lalu Lintas.

b.

Sebagai latihan dalam hal surveying dan menganalisa data lalu lintas hasil survey.

c.

Mengetahui perilaku dan kondisi lalu lintas pada persimpangan.

1.3.

Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penulisan makalah ini adalah semua aspek yang memperngaruhi
perilaku atau kondisi lalu lintas persimpangan.

1.4.

Sumber Data
Data diperoleh dari survey langsung pada persimpangan jalan sebagai objek nya

1.5.

Metode
Metode yang diterapkan dalam penulisan makalah ini adalah dengan metode surveying
dan menganalisa langsung dari data yang didapatkan.

BAB II
DASAR TEORI
2.1. Simpangan Bersinyal
Simpang bersinyal (signalised intersection) adalah persimpangan jalan yang pergerakan
atau arus lalu lintas dari setiap pendekatnya diatur oleh lampu sinyal untuk melewati
persimpangan secara bergilir.
Lampu lalu lintas adalah peralatan yang dioperasikan secara mekanis, atau electrik untuk
memerintahkan kendaraan-kendaraan agar berhenti atau berjalan. Peralatan standar ini terdiri dari
sebuah tiang, dan kepala lampu dengan tiga lampu yang warnanya beda (merah, kuning, hijau)
Tujuan dari pemasangan lampu lalu lintas MKJI (1997) adalah :
a. Menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalu lintas yang berlawnan,
sehingga kapasitas persimpangan dapat dipertahankan selama keadaan lalu lintas puncak.
b. Menurunkan tingkat frekwensi kecelakaan
c. Mempermudah menyeberangi jalan utama bagi kendaraan dan/ atau pejalan kaki dari jalan
minor.
Fungsi yang pertama dipenuhi oleh waktu kuning, sedangkan yang kedua dipenuhi oleh
waktu merah semua yang berguna sebagai waktu pengosongan antar dua fase.
Waktu merah semua dan waktu kuning pada umumnya ditetapkan sebelumnya dan tidak berubah
selama periode operasi. Jika waktu hijau dan waktu siklus juga ditetapkan sebelumnya, maka
dikatakan sinyal tersebut dioperasikan dengan cara kendali waktu tetap.
Dalam sistem yang lama, pola waktu yang sama digunakan sepanjang hari/minggu. Pada
sistem yang lebih modern, rencana waktu sinyal yang berbeda yang ditetapkan sebelumnya, dan
digunakan untuk kondisi yang berbeda pula. Sebagai contoh kondisi lalu lintas puncak pagi,
puncak sore, dan lewat puncak. Jika pertimbangan keselamatan lalu lintas atau pembatasanpembatasan kapasitas memerlukan pemisahan satu atau lebih gerakan belok kanan, maka
banyaknya fase harus ditambah. Penggunaan lebih dari dua fase biasanya akan menambah waktu
siklus dan rasio waktu yang disediakan untuk pergantian antar fase (kecuali untuk tipe tertentu
dari sinyal aktuasi kendaraan yang terkendali). Meskipun hal ini memberikan suatu keuntungan
3

dari sisi keselamatan lalu lintas, pada umumnya berarti bahwa kapasitas keseluruhan dari
simpang tersebut akan berkurang.
Berangkatnya arus lalu lintas selama waktu hijau sangat dipengaruhi oleh rencana fase
yang memperhatikan gerakan belok kanan. Jika arus belok kanan dari suatu pendekat yang
ditinjau dan / atau dari arah berlawanan terjadi dalam fase yang sama dengan arus berangkat lurus
dan belok kiri dari pendekat tersebut, maka arus berangkat tersebut dianggap sebagai terlawan.
Jika tidak ada arus belok kanan dari pendekat-pendekat tersebut, atau jika arus belok kanan
diberangkatkan ketika lalu lintas lurus dari arah berlawanan sedang menghadapi merah, arus
berangkat tersebut dianggap sebagai terlindung.

2.2. Kondisi dan Karakteristik Lalu Lintas


emp

Ekivalen mobil penumpang Faktor dari berbagai tipe kendaraan sehubungan


dengan keperluan waktu hijau untuk keluar dari
antrian

apabila

dibandingkan

dengan

sebuah

kendaraan ringan (untuk mobil penumpang dan


kendaraan ringan yang sasisnya sama, emp = 1,0)
smp

Satuan mobil penumpang

Satuan arus lalu lintas dari berbagai tipe kendaraan


yang diubah menjadi kendaraan ringan (termasuk
mobil penumpang) dengan menggunakan faktor
emp.

Type 0

Arus berangkat terlawan

Keberangkatan dengan konflik antara gerak belok


kanan dan gerak lurus/belok kiri dari bagian

pendekat
dengan lampu hijau pada fase yang sama.
Type P

Arus berangkat terlindung

Keberangkatan tanpa konflik antara gerakan lalu


Lintas belok kanan dan lurus.

LT

Belok kiri

Indeks untuk lalu lintas yang belok kiri.

LTOR

Belok kiri langsung

Indeks untuk lalu lintas belok kiri yang diizinkan


Lewat pada saat sinyal merah.

ST

Lurus

Indeks untuk lalu lintas yang lurus.

RT

Belok kanan

Indeks untuk lalu lintas yang belok kanan.


4

Pembelokan

Indeks untuk lalu lintas yang berbelok.

PRT

Rasio belok kanan

Rasio untuk lalu lintas yang belok kanan.

Arus lalu lintas

Jumlah unsur lalu lintas yang melalui titik tak


terganggu di hulu, pendekat per satuan waktu
(sebagai contoh : kebutuhan lalu lintas kend/jam ;
smp/jam).

Q0

Arus melawan

Arus lalu lintas dalam pendekat yang berlawanan,


yang berangkat dalam fase hijau yang sama.

QRT0

Arus melawan belok kanan

Arus dari lalu lintas belok kanan dari pendekat yang


berlawanan (kend/jam ; smp/jam).

Arus jenuh

Besarnya keberangkatan antrian di dalam suatu


pendekat selama kondisi yang ditentukan (smp/jam
hijau).

S0

Arus jenuh dasar

Besarnya keberangkatan antrian di dalam pendekat


selama kondisi ideal (smp/jam hijau).

DS

Derajat kejenuhan

Rasio dari arus lalu lintas terhadap kapasitas untuk


suatu pendekat (Q x c/S x g).

FR

Rasio arus

Rasio arus terhadap arus jenuh (Q/S) dari suatu


pendekat.

IFR

Rasio arus simpang

Jumlah dari rasio arus kritis (= tertinggi) untuk

semua
fase sinyal yang berurutan dalam suatu siklus
(IFR = (Q/S)CRIT).
PR

Rasio fase

Rasio untuk kritis dibagi dengan rasio arus simpang


(sebagai contoh : untuk fase I adalah PR = FRi/IFR).

Kapasitas

Arus

lalu

lintas

maksimum

yang

dapat

dipertahankan.
(sebagai contoh untuk bagian pendekat j :
Cj = Sj x gj/c ; kend/jam , smp/jam)
F

Faktor penyesuaian

Faktor koreksi untuk penyesuaian dari nilai ideal ke


nilai sebenarnya dari suatu variabel.
5

Tundaan

Waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk


melalui simpang apabila dibandingkan lintasan
tanpa melalui simpang. Tundaan terdiri dari tundaan
lalu lintas (DT) dan tundaan geometri (DG). DT
adalah waktu menunggu yang disebabkan interaksi
lalu lintas dengan gerakan lalu lintas yang
bertentangan.
perlambatan

DG
dan

adalah

disebabkan

oleh

percepatan

kendaraan

yang

membelok di persimpangan dan/atau yang terhenti


oleh lampu merah.
QL

Panjang antrian

Panjang antrian kendaraan dalam suatu pendekat


(m).

NQ

Antrian

Jumlah kendaraan yang antri dalam suatu pendekat


(kend ; smp).

NS

Angka henti

Jumlah rata-rata berhenti per kendaraan (termasuk


berhenti berulang-ulang dalam antrian)

Psv

Rasio kendaraan terhenti

Rasio dari arus lalu lintas yang terpaksa berhenti


sebelum melewati garis henti akibat pengendalian
sinyal.

2.3. Kondisi dan Karakteristik Geometrik


Pendekat

Daerah dari suatu lengan persimpangan jalan


untukkendaraan mengantri sebelum keluar melewati
garis henti. (Bila gerakan lalu lintas ke kiri atau ke
kanan dipisahkan dengan pulau lalu lintas. Sebuah
lengan persimpangan jalan dapat mempunyai dua
pendekat)

WA

Lebar pendekat

Lebar dari bagian pendekat yang diperkeras,


yangdigunakan oleh lalu lintas buangan setelah
melewati persimpangan jalan (m).

WMASUK

Lebar masuk

Lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, diukur


pada garis henti (m).

WKELUAR

Lebar keluar

Lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, yang


digunakan oleh lalu lintas buangan setelah melewati
persimpangan jalan (m).

We

Lebar efektif

Lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, yang


digunakan dalam perhitungan kapasitas (yaitu
dengan pertimbangan terhadap WA, WMASUK dan
WKELUAR dan gerakan lalu lintas membelok ; m)

Jarak

Panjang dari segmen jalan (m).

GRAD

Landai jalan

Kemiringan dari suatu segmen jalan dalam arah


perjalanan (+/- %).

2.4. Kondisi Lingkungan


COM

Komersial

Tata guna lahan komersial (sebagai contoh : toko,


restoran, kantor) dengan jalan masuk langsung bagi
pejalan kaki dan kendaraan.

RES

Permukiman

Tata guna lahan tempat tinggal dengan jalan masuk


langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan.

RA

Akses terbatas

Jalan

masuk langsung terbatas atau tidak sama

sekali (sebagai contoh : karena adanya hambatan


fisik, jalan samping, dsb).
CS

Ukuran kota

Jumlah penduduk dalam suatu daerah perkotaan.

SF

Hambatan samping

Interaksi antara arus lalu lintas dan kegiatan di


samping jalan yang menyebabkan pengurangan
terhadap arus jenuh di dalam pendekat.

2.5 Parameter Pengaturan Sinyal


7

Fase

Bagian dari siklus sinyal dengan lampu hijau


disediakan bagi kombinasi tertentu dari gerakan lalu
lintas (I = indeks untuk nomor fase).

Waktu siklus

Waktu untuk urutan lengkap dari indikasi sinyal


(sebagai contoh : di antara dua saat permulaan hijau
yang berurutan di dalam pendekat yang sama ; det).

Waktu hijau

Fase untuk kendali lalu lintas aktuasi kendaraan


(det).

gmax

Waktu hijau maksimum

Waktu hijau maksimum yang diizinkan dalam suatu


fase untuk kendali lalu lintas aktuasi kendaraan
(det).

gmin

Waktu hijau minimum

Waktu hijau minimum yang diperlukan (sebagai


contoh: karena penyeberangan pejalan kaki ; det).

GR

Rasio hijau

Waktu hijau dibagi dengan waktu siklus dalam suatu


pendekat (GR = g/c).

All red

Waktu merah semua

Waktu dimana sinyal merah menyala bersamaan


dalam pendekat-pendekat yang dilayani oleh dua
fase sinyal yang berurutan (det).

AMBER

Waktu kuning

Waktu dimana lampu kuning dinyalakan setelah


hijau dalam sebuah pendekat (det).

IG

Antarhijau

Periode kuning + merah semua antara dua fase


sinyal yang berurutan (det).

LTI

Waktu hilang

Jumlah semua periode antarhijau dalam siklus yang


lengkap (det). Waktu hilang dapat juga diperoleh
dari beda antara waktu siklus dengan jumlah waktu
hijau dalam semua fase yang berurutan.

Formulir-formulir berikut ini digunakan untuk perhitungan (berdasarkan MKJI 1997) :


SIG-I : Geometrik, Pengaturan Lalu-Lintas, Lingkungan
SIG-II : Arus Lalu-Lintas
SIG-III : Waktu Antar Hijau, Waktu Hilang
8

SIG-IV: Penentuan Waktu Sinyal, Kapasitas


SIG-V : Tundaan, Panjang Antrian, Jumlah Kendaraan Terhenti

Prosedur yang diperuntukkan untuk perhitungan waktu sinyal, kapasitas dan ukuran
kinerja diuraikan dibawah, langkah demi langkah dalam urutan berikut :
LANGKAH A: DATA MASUKAN
A-1: Geometrik, pengaturan lalu-lintas dan kondisi lingkungan.
A-2: Kondisi arus lalu-lintas
LANGKAH B: PENGGUNAAN SINYAL
B-1: Fase sinyal
B-2: Waktu antar hijau dan waktu hilang
LANGKAH C: PENENTUAN WAKTU SINYAL
C-1: Tipe pendekat
C-2: Lebar pendekat efektif
C-3: Arus jenuh dasar
C-4: Faktor-faktor penyesuaian
C-5: Rasio arus/arus-jenuh
C-6: Waktu siklus dan waktu hijau
LANGKAH D: KAPASITAS
D-1: Kapasitas
D-2: Keperluan untuk perubahan
LANGKAH E: PERILAKU LALU-LINTAS
E-1: Persiapan
E-2: Panjang antrian
E-3: Kendarain terhenti
E-4: Tundaan

Atau, prosedur dapat digambarkan dalam Bagan Alir sebagai berikut :

10

BAB III
DATA SURVEY
11

3.1.

Peta Jaringan Jalan

Sumber : Google Earth

Gambar 3.1. Lokasi Survey 1


3.2.

Data Survey Ruas Jalan


Data Survey 2,
12

Hari / Tanggal

: 10 Oktober 2015

Waktu

: Pukul 16:30 19:00

Tempat

: Jalan Arief Rahman Hakim, Depok

Kecepatan Rencana

: 10 m/detik

Ketua Kelompok

: Ahmad Iman Setyono

Anggota Kelompok

: - Rahayu Werdiningsih
- Sisilya Parameswary
- Yudha Hadie Irawan

Data Survey

: terlampir pada Lampiran 1

Data Lebar

: Tabel Form SIG-1 terlampir pada Lampiran 2

Gambar 3.2. Tampak Atas Ruas Jalan

BAB IV
13

ANALISA PERSIMPANGAN
Analisa simpang bersinyal kali ini mengacu pada peraturan Manual Kapasitas Jalan
Indonesia (MKJI) tahun 1997 yang terdiri dari FORM SIG-1 sampai dengan FORM SIG-5.

4.1. Data Survey


Data survey 2 terlampir pada Lampiran 1.
Survey dilakukan pukul 16.30 sampai dengan pukul 19.00
Data yang dicatat berupa :
-

jumlah kendaraan jenis LV, HV, MC, dan UM setiap 15 menit di wilayah
persimpangan

waktu hijau sinyal lalu lintas setiap fase

waktu inter green setiap pergantian fase

Gabungkan data survey masing-masing arah setiap satu jam pertama mulai dari pukul
16.30 sampai pukul 19.00
Ambil nilai maksimum dari data tiap jam baik LV, HV, MC, atau UM

4.2. FORM SIG-1


Data Form SIG-1 terlampir pada Lampiran 2.

Isilah tanggal, Dikerjakan oleh, Kota, Simpang, Hal (mis.Alt.1) dan Waktu (mis. Puncak
pagi 1996) pada judul formulir.
Gunakan kotak-kotak Formulir SIG-1 untuk menggambar diagram diagram fase yang ada.
Masukkan waktu hijau (g) dan waktu antar hijau (IG) yang ada pada setiap kotak, dan
masukkan waktu siklus dan waktu hilang total (LTI=IG) untuk kasus yang ditinjau (jika
ada).
Gambarkan denah situasi survey yang akan dianalisa.
Pilih tipe lingkungan
COM (Komersial)

: Tata guna lahan komersial (sebagai contoh : toko, restoran,

kantor)
dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan.
14

RES

(Permukiman) : Tata guna lahan tempat tinggal dengan jalan masuk langsung bagi

pejalan kaki dan kendaraan.

Jelaskan jenis hambatan samping (halaman 2-40)

Jelaskan apakah pada persimpangan terdapat median atau tidak

Masukkan jika belok kiri langsung (LTOR) diijinkan (Ya/Tidak) pada pendekat tsb
(tambahan untuk menunjukkan hal ini dalam diagram fase sebagaimana digunakan di
atas).
Masukkan jarak normal antara garis-henti dan kendaraan pertama yang diparkir disebelah
hulu pendekat, untuk kondisi yang dipelajari (jika tidak ada tulis nol)
Lebar pendekat (kolom 8-11)
Masukkan, dari sketsa, lebar (ketelitian sampai sepersepuluh meter terdekat) bagian yang
diperkeras dari masing masing pendekat (hulu dari titik belok untuk LTOR), Belok-Kiri
Langsung, Tempat masuk (pada garis henti, lihat juga Gambar C-2:1) dan Tempat
Keluar (bagian tersempit setelah melewati jalan melintang).

4.3. FORM SIG-2


Data Form SIG-2 terlampir pada Lampiran 3.
Jika data lalu-lintas rinci dengan distribusi jenis kendaraan untuk masing-masing gerakan
beloknya tersedia, maka Formulir SIG-II dapat digunakan.
Masukkan data arus lalu litas maksimum untuk masing-masing jenis kendaraan bermotor
dalam kend./jam pada Kolom (3), (6), (9) dan arus kendaraan tak bermotor pada Kolom
17. Data sesuai dengan arah yang dihitung yaitu LT / LTOR , ST, dan RT
Hitung arus lalu-lintas dalam smp/jam bagi masing-masing jenis kendaraan untuk kondisi
terlindung dan/atau terlawan (yang sesuai tergantung pada fase sinyal dan gerakan belok
kanan yang diijinkan) dengan menggunakan emp berikut :

15

Masukkan hasilnya pada Kolom (4)-(5), (7)-(8), (10)-(11).


Hitung arus lalu-lintas total QMV dalam kend./jam dan smp/jam pada masing-masing
pendekat untuk kondisi-kondisi arus berangkat terlindung dan/atau terlawan (yang sesuai
tergantung pada fase sinyal dan gerakan belok kanan yang diijinkan). Masukkan hasilnya
pada Kolom (12)-(14).
Hitung untuk masing-masing pendekat rasio kendaraan belok kiri PLT, dan rasio belok
kanan PRT dan masukkan hasilnya kedalam Kolom (15) dan (16) pada baris yang sesuai
untuk arus LT dan RT

Hitung rasio kendaraan tak bermotor dengan membagi arus kendaraan tak bermotor QUM
kend./jam pada Kolom (17) dengan arus kendaraan hermotor QMV kend./jam pada
Kolom (12):

4.4. FORM SIG-3


Data Form SIG-3 terlampir pada Lampiran 4.
Menentukan kecepatan pada saat lalu lintas datang dan berangkat.
Jarak berangkat datang merupakan nilai Lev + Iev Lav
Waktu berangkat datang merupakan nilai [(Lev+Iev)/Vev] + (Lav/Vav)
Tentukan waktu merah semua yang diperlukan untuk pengosongan pada setiap akhir fase
dan hasil waktu antar hijau (IG) per fase.
Tentukan waktu hilang (LTI) sebagai jumlah dari waktu antar hijau per siklus, dan
masukkan hasilnya kedalam bagian bawah Kolom 4 pada Formulir SIG-IV.
16

4.5. FORM SIG-4


Data Form SIG-4 terlampir pada Lampiran 5.
Tentukan tipe dari setiap pendekat terlindung (P) atau terlawan (O)
Masukkan rasio kendaraan berbelok (PLOTR atau PLT, PRT) untuk setiap pendekat (dari
Formulir SIG-II kolom 15-16) pada Kolom 4-6.
Masukkan dari sketsa arus kendaraan belok kanan dalam smp/jam, dalam arahnya sendiri
(QRT) pada kolom 7 untuk masing-masing pendekat (dari Formulir SIG-II kolom 14).
Masukkan juga untuk pendekat tipe 0 arus kendaraan belok kanan, dalam arah yang
berlawanan (QRTO) pada kolom 8 (dari Formulir SIG-II Kolom 14).
Tentukanlah lebar effektif (We) dari setiap pendekat. Kami menggunakan prosedur untuk
pendekat dengan belok kiri langsung (halaman 2-47)
So
Fcs

Fsf
Nilai Fsf diinterpolasi dari table dibawah ini,
Rasio arah utara = 0,004

Fsf = 0,9492

Rasio arah selatan = 0,009

Fsf = 0,9482

Rasio arah barat= 0,01

Fsf = 0,9480

17

Fg

Fp

dimana:
Lp = Jarak antara garis henti dan kendaraan yang diparkir pertama (m) (atau panjang dari
lajur pendek).
WA = Lebar pendekat (m).
g = Waktu hijau pada pendekat (nilai normal 26 det).

Frt (Faktor penyesuaian belok kanan)


ditentukan sebagai fungsi dari rasio kendaraan belok kanan PRT (dari Kol. 6) sebagai
berikut, dan hasilnya dimasukkan ke dalam kolom 15.

18

Flt
sebagai fungsi dari rasio belok kiri PLT seperti tercatat pada kolom 5 pada Formulir SIGIV, dan hasilnya dimasukkan ke dalam kolom 16.
\
Hanya untuk pendekat tipe P tanpa LTOR, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk:
Nilai arus jenuh yang disesuaikan (S) = So x Fcs x Fsf x Fg x Fp x Frt x Flt
Nilai arus lalu lintas (Q) didapat dari kolom pada SIG-II
Rasio arus yaitu perbandingan nilai Q dan S
Beri tanda rasio arus kritis (FRcrit) (=tertinggi) pada masing-masing fase dengan
melingkarinya pada Kolom 19.
Hitung Rasio Fase(PR) masing-masing fase sebagai rasio antara FRcrit dan IFR, dan
masukkan hasilnya pada Kolom 20.
PR = FRcrit / IFR
Waktu siklus sebelum penyesuaian

C = (1,5 LTI + 5) / (1 - IFR)

Waktu siklus yang disesuaikan

C = g + LTI

Kapasitas masing-masing pendekat


C = S x g/c
Derajat Kejenuhan
DS = Q / C

4.6. FORM SIG-5


Panjang antrian
Dengan menggunakan rumus 38 diperoleh panjang antrian kendaraan pada analisis
perhitungan menunjukan antrian terjauh yaitu 177,1429 m.
Jumlah kendaraan terhenti
Total jumlah kendaraan yang terhenti pada simpangan Arif Rahman Hakim mencapai
angka 6641,1973 smp/jam atau sekitar 1,5105 stop/smp kendaraan terhenti rata-rata.
Tundaan
Tundaan simpang rata-rata pada simpangan tersebut menunnjukan angka 136,0357
smp.dtk.
19

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa simpang bersinyal diatas didapatkan nilai sebagai berikut sesuai
dengan form yang terlampir,
Waktu antar hijau

: 5 detik setiap fase

Waktu hilang total (LTI)

: 12 detik

Waktu sinyal

Fase 1

= 26 detik

Fase 2

= 54 detik

Fase 3

= 65 detik

Waktu siklus

: 98 detik

Kapasitas

U-RT 1

= 1176 smp/jam

U-ST 1

= 1576,9 smp/jam
20

= 2208,4 smp/jam

= 1729,6 smp/jam

Derajat kejenuhan

U-RT 1

= 0,89

U-ST 1

= 1,27

= 0,89

= 0,89

Tundaan simpang rata-rata

: 196,036 detik/smp

Panjang antrian

fase 1 =

U-RT 1

= 177,1429 m

U-ST 1

= 72,3810 m

fase 2 =

= 118,0952 m

fase 3 =

= 118,0952 m

5.2.

Saran
Berdasarkan survey lalu lintas yang telah dilakukan dan juga studi dari berbagai
sumber, kami memiliki beberapa saran sebagai masukan dalam rangka mengurangi
degree of saturation pada persimpangan ini :
1. Pembenahan di sistem rambu dan marka jalan yang sudah ada sebelumnya.
Rambu dan marka yang ada perlu dilakukan peremajaan, sesuai dengan standar rambu
dan marka jalan yang ada di Indonesia. Dengan tujuan seluruh pengguna jalan dapat
mengetahui dengan jelas dimana mereka boleh belok, memutar, dimana mereka harus
berhenti dan larangan pengguna jalan untuk melakukan sesuatu. Seperti larangan
belok atau memutar dan larangan menaikkan atau menurunkan penumpang untuk
kendaraan umum.
2. Rekonstruksi fase-fase jalan pada persimpangan tersebut.
Misal pada ruas jalan yang paling padat yakni dari arah Jalan Nusantara dan ruas jalan
yang paling sedikit arus kendaraannya yakni arus dari arah sawangan. Fase hijau
untuk ruas jalan yang paling padat bisa diberi tambahan waktu agar kendaraan dari
arah tersebut lebih banyak bisa lewat. Waktu tambahan tersebut dapat diambil dari
21

arus kendaraan yang paling sepi. Sehingga kita tidak perlu merubah fase-fase lain
yang sudah bagus.
3. Larangan belok kiri untuk kendaraan dari arah Jalan Nusantara.
Untuk kendaraan yang datang dari arah Jalan Nusantara diberlakukan larangan untuk
belok ke kiri. Mengingat ruas jalan menuju Jalan Margonda Raya hanya 2 lajur dan
kendaraan belok kiri yang datang dari arah Nusantara akan sangat mengganggu
kendaraan yang datang dari arah lain. Dan juga ruas jalan Nusantara hanya 1 lajur,
dan itu berarti akan memberikan keterbatasan ruang kendaraan untuk belok kiri.
4. Pada saat jam ramai, persimpangan tersebut perlu diatur oleh petugas yang berlaku.
Petugas tersebut dapat dari pihak kepolisian maupun dari pihak Dinas Perhubungan.
5. Dilakukan pelebaran jalan untuk ruas-ruas jalan yang padat kendaraan.
Dimana dari langkah ini, dapat dibuat lajur yang baru dengan ukuran disesuaikan
dengan kondisi di lapangan. Sehingga dari pilihan solusi ini dapat mengurangi derajat
kejenuhan pada lajur jalan yang telah ada sebelumnya.

BAB VI
LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Survey

22

emp LV
emp HV
emp MC

1
1,3
0,2

23

24

Lampiran 2. FORM SIG-1

25

26

Lampiran 3. FORM SIG-2

27

Lampiran 4. FORM SIG-3

28

Lampiran 5. FORM SIG-4

29

Lampiran 6. FORM SIG-5

30

Anda mungkin juga menyukai