Anda di halaman 1dari 57

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TUBERCULOSIS PARU

DI RUANG KENANGA RUMAH SAKIT PELNI JAKARTA


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bakteri mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan tuberculosis paru merupakan bakteri
pembunuh masal, karena kuman mycobacterium ini telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia.
Menurut WHO sekitar delapan juta penduduk dunia diserang tubercolusis dengan kematian 3
juta orang / tahun (WHO,1993). WHO memperkirakan bakteri ini membunuh sekitar 2 juta jiwa
setiap tahunnya,antara tahun 2002-2020 diperkirakan 1 milyar manusia akan terinfeksi dengan
kata lain penambahan jumlah infeksi lebih dari 86 juta tiap tahunnya. Biasanya 5-10%
Diantaranya infeksi akan berkembang menjadi penyakit dan berakhir dengan kematian, jika
dihitung pertambahan jumlah pasien tuberculosis paru akan bertambah sekitar 2,8-5,8 juta setiap
tahunnya. Perkiraan WHO yakni setiap 2 juta jiwa meninggal tiap tahunnya, karena 2-4 orang
terinfeksi setiap detik dan hampir 4 orang setiap menit meninggal karena tuberkolusis ini.
Dikawasan asia tenggara WHO menunjukan bahwa teberkulosis paru membunuh sekitar 40%
dari kasus tuberculosis paru di dunia berada dalam kawasan asia tenggara. (Aru, W Sudoyo.
2007).
Di Indonesia tuberculosis merupakan penyebab kematian utama dan angka kematian dengan
urutan infeksi ISPA (infeksi saluran pernapasan atas). Indonesia menduduki urutan ke 3 setelah
india dan china dalam jumlah penderita tuberculosis paru di dunia, jumlah penderita tuberculosis
paru tahun ke ketahun di Indonesia terus meningkat, penyakit tuberculosis paru menyerang
sebagian besar kelompok kerja produktif, penderita tuberculosis paru kebanyakan dari kelompok
ekonomi rendah namun saat ini juga banyak di derita oleh ekonomi atas di karenakan mudah
proses penularan tuberculosis paru yaitu penyebaran melalui udara atau droplet. (Aru, W
Sudoyo. 2007).

Akhir-akhir ini penyakit infeksi Tuberculosis menunjukkan peningkatan yang cukup besar.
Diperkirakan prevalensi penderita TB di Indonesia 0,24 % dengan jumlah penderita baru
sebanyak 583.000 kasus.1,2 Penyakit TB dapat menyerang semua kelompok umur dan jenis
kelamin. Dinegara-negara berkembang kematian tuberculosis merupakan 25% dari seluruh
kematian, yang sebenarnya dapat dicegah.Penderita dengan perilaku tidak meludah
sembarangan,menutup mulut apabila bersin atau batuk. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan
peningkatan penderita Tuberculosis Paru.

Berdasarkan data rekam medis Rumah Sakit Pelni Jakarta periode tahun 2009, jumlah pasien
yang dirawat sebanyak 11.310 orang dan yang menderita tuberculosis paru sebanyak 142 orang
(1,25%), tidak ada pasien yang meninggal. Sedangkan pada tahun 2010, jumlah pasien yang
dirawat sebanyak 11.705 orang yang menderita TB Paru sebanyak 156 orang(1,33%). Jumlah
pasien yang meninggal sebanyak 6 orang(3.84%).
Dalam mengatasi berbagai masalah yang timbul pada klien dengan TB Paru, perawat mempunyai
peranan yang sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan diantaranya sebagai Care
Giver, Advocat, vasilitator, koordinator, edukator. Oleh karena itu perawat mempunyai upaya
sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan dengan TB paru, diantaranya dalam segi
promotif yaitu peran perawat memberikan penyuluhan agar masyarakat mengenal tentang
penyakit TB Paru dan melakukan pola hidup sehat, dari segi preventif dengan cara mendeteksi
dini penyakit TB Paru atau menghindari faktor penyebab TB Paru (merokok atau minum
alkohol), dari segi kuratif perawat langsung membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan,
sedangkan dari segi rehabilitatif dengan memberikan penyuluhan (menjemur kasur seminggu 1
kali dan membuka jendela pada pagi hari).
Mengingat angka kesakitan dan kematian pada penderita Tuberculosis yang sangat tinggi dan
dampak komplikasi yang terjadi serta pentingnya peran perawat, maka penulis tertarik untuk
menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien dengan tuberculosis paru secara komprehensif di
Ruang Kenanga Rumah Sakit PELNI Jakarta.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis ingin mendapatkan pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan
pada klien dengan Tuberculosis Paru.
2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada klien tuberculosis paru diharapkan penulis dapat :
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan tuberculosis paru
b. Menentukan masalah keperawatan klien dengan tuberculosis paru
c. Merencanakan asuhan keperawatan klien dengan tuberculosis paru
d. Melaksanakan tindakan keperawatan klien dengan tuberculosis paru.
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan tuberculosis paru.
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus klien dengan tuberculosis
paru.
g. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat, serta mencari solusi/alternatif
pemecahan masalah.
h. Mengdokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan tuberculosis paru.

C. Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi hanya mengambil satu kasus yaitu dengan
menerapkan Asuhan Keperawatan pada Klien Tn. S dengan Tubercolisis Paru di Ruang Kenanga
Rumah Sakit PELNI Jakarta. Selama 3 hari dari tanggal 19 - 21 Oktober 2011.
D. Metode Penulisan
Metode dalam penulisan makalah ini disusun dengan menggunakan metode deskriftif yang
menggambarkan asuhan keperawatan Tuberculosis Paru yang disajikan dalam bentuk narasi.
Adapun bentuk teknik penggumpulan data yang penulis gunakan adalah melakukan tekhnik
wawancara, observasi dan studi kepustakaan dengan mempelajari buku sumber sebagai referensi
yang terkait dengan Tuberculosis Paru, studi kasus yaitu mengambil satu kasus dengan
Tubercolisis Paru sebagai bahan kajian dengan menerapkan Asuhan Keperawatan yang terdiri
dari Pengkajian Keperawatan, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan Keperawatan, Pelaksanaan
Keperawatan dan evaluasi menggunakan teknik wawancara pada klien dan keluarga, observasi
pemeriksaan fisik secara langsung, studi dokumentasi yaitu mempelajari dokumen-dokumen
yang berkaitan dengan penerapan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Tuberculosis Paru
dari catatan keperawatan medis dan rekam medis keperawatan.
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 5 BAB, yaitu BAB I Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah,
tujuan Penulisan, Ruang lingkup, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan. BAB II tinjauan
teori terdiri dari pengertian, etiologi, patofisiologi, penatalaksanaan medis, pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan,
evaluasi keperawatan. BAB III Tinjauan Kasus terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi keperawatan.BAB IV Pembahasan terdiri dari
Pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi. BAB V Penutup terdiri dari
Kesimpulan dan Saran.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada manusia.
(Nia Kurniasih. 2010. Hal: 2230)

Tuberculosis adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh mikrobakterium


tuberculosis. Suatu basil aerob tahan asam, yang ditularkan melalui udara. (Niluh Gede Yasmin
Asih .2004. Hal: 82)
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi yang menyerang paru-paru, disebabkan oleh
microbacterium tubercolosis. (Irman Somantri. 2009. Hal: 67)
B. Etiologi
Tuberculosis paru disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman
terdiri dari asam lipid. Lipid inilah yang membuat kuman menjadi tahan terhadap asam dan lebih
tanan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering / dingin.
Atau dapat berhatan bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini terjadi karena kuman berada dalam
sifat dorman, dari sifat dorman ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadi tuberculosis aktif
lagi. Sifat lain kuman adalah aerob, sifat ini menunjukan bahwa kuman ini lebih menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, dalam hal ini tekanan apical paru lebih tinggi dari
pada bagian lainnya, sehingga bagian apical ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberculosis. Penularan penyakit ini melalui inhalasi (droplet atau luka dikulit dan saluran
pencernaan). Faktor predisposisi penyakit tuberculosis antara lain usia, immunosupresi, infeksi
HIV, malnutrisi, alkoholisme dan penyalahgunaan obat, adanya keadaan penyakit lain (DM).
C. Patofisiologi
Penyebaran kuman mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat
yaitu saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada
kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone) yang cara penularannya dengan
droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya.
(Sylvia.A.Price.1995.hal754).
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya
sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil
TBC-nya, sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa
angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui
paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru. (dr.Hendrawan.N).
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul yaitu
penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau pembuluh darah.
Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam

jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang
bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3
basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paruparu atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan.
Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama ini di gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang
terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala batuk berdarah disertai
demam. Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening
regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang
sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit, proses tersebut
membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon
dan bergabungnya serangan kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks
ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat
yang kebetulan tertular penyakit tuberculosis. Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah
nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan
kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil
dapat terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau usus. (Sylvia.A Price).
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat meninggalkan
jaringan parut fibrosa dengan menimbulkan gejala panas dan nyeri pada dada. Bila peradangan
mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan
perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip
dengan lesi berkapsul yang tidak lepas dan menimbulkan gejala batuk berdarah (hemoptisis).
Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif (Syilvia.A Price).
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah cairan di
rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H2O.
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada
penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses
peradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan
tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A)
Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura.
Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura,
(2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat
tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura (3)
sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan
yang berlebihan (4) infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari

rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein
plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall. 2007).
Karena sifat kuman yang dorman, maka saat daya tahan tubuh pasien turun, kuman akan dapat
hidup kembali dan biasanya terdapat pada apeks paru/ dekat pleura lobus bawah dengan gejala
demam, anoreksia, mual. Tempat infeksi primer dapat mengalami proses degenarasi nekrotik
(perkejuan) tetapi bisa saja tidak. Yang menyebabkan pembentukan rongga yang terisi oleh masa
basil tuberkel seperti keju, sel-sel darah putih yang mati dan jaringan paru nekrotik. Pada
waktunya, material ini mencair dan dapat mengalir kedalam pencabangan trakheabronkhial dan
dibatukkan sehingga penderita sering batuk dan sesak napas. Sebagian besar tuberkel primer
menyembuh dalam periode bulanan dengan membentuk jaringan paru pada akhirnya terbentuk
lesi pengapuran yang juga dikenal sebagai tuberkel ghon. Lesi ini dapat mengandung basil hidup
yang dapat aktif kembali, meski telah bertahun-tahun dan menyebabkan infeksi sekunder.
Respon imun selluler ini tampak dalam bentuk sensitisasi sel-sel T dan terdeteksi oleh reaksi
positif pada tes kulit tuberculin. Perkembangan sensitifitas tuberculin ini terjadi pada semua selsel tubuh dua sampai 6 minggu setelah infeksi primer.dan akan dipertahankan selama basil hidup
berada dalam tubuh. Imunitas ini didapat biasanya menghambat pertumbuhan basil lebih lanjut
dan terjadinya infeksi aktif.
Manifestasi klinik Yang umum terdapat keletihan, penurunan berat badan, anoreksia (kehilangan
napsu makan), demam ringan yang biasanya terjadi pada siang hari, berkeringat pada waktu
malam dan ansietas umum sering tampak, dyspnea, nyeri dada dan Hemoptisis juga temuan yang
umum. Gejala demam biasanya menyerupai demam, influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi
oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat ringannya infeksi kuman TBC yang masuk. Batuk
terjadi karena adanya infeksi pada pada bronkus, sifat batuk dimulai dari batuk kering, kemudian
setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut
berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada
dinding bronkus. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai
ke pleura (menimbulkan pleuritis). Malaise dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat
badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
Komplikasi basil mycobacterium juga menyebar melalui saluran getah bening, menyebabkan
limfadenitis regional yang dikenal dengan kompleks primer, selain itu juga bisa menyebar
melalui hematogen ke jaringan tubuh yang lain seperti ginjal, usus dan jantug.
D. Penatalaksanaan Medis
1. Farmakoterapi

a.
1)
2)
3)
4)

b.
1)
2)
3)
4)
c.
1)
2)
3)
4)

Pengobatan TBC di Indonesia sesuai program nasional menggunakan panduan OAT yang
diberikan dalam bentuk kombivak, sbb :
Obat primer
Isoniazid, dosis : 5 mg/kg/hari (maksimum 300 mg/hari). Setiap hari selama 8 minggu diikuti 16
minggu dan setiap hari 2 3 x/minggu
Ripamficin, dosis : 10 mg/kg/hari (maksimum 600 mg/hari) diberikan sebelum makan. Setiap
hari selama 2 minggu diikuti 16 minggu dan setiap hari 2 3 x/minggu
Pirazinamid, dosis: : 15-30 mg/kg/hari (maksimum 2 gram/hari). Setiap hari selama 8 minggu
diikuti 16 minggu dan setiap hari 2 3 x/minggu
Ethambutol, dosis : 15-25 mg/kg/hari (maksimum 1 gram) harus diberikan IM. Setiap hari
selama 2 minggu diikuti 2 x/minggu 2 pemberian obat supaya yang diawasi langsung selama 6
minggu.
Obat sekunder
Cadreamicin, dosis 15-30 mg/kg/hari (maksimum 1 gra/ hari) harus diberikan IM.
Kancemicin, dosis : 15-30 mg/kg/hari (maksimum 1 gram/hari) diberikan IM.
Asam paraaminosalisilat, dosis : 150 mg/kg/hari (maksimum 15 gram/hari)
Sikloresin, dosis : 15-20 mg/kg/hari (maksimum 1 gram/hari)
Obat konservatif
Mukolitik : menurunkan kekentalan atau perlengketan
Bronchodilator : secret paru, menaikan ukuran percabangan trachea bronchist.
Kortikosteroid : menurunkan inflamasi
Antibiotic : untuk mikroba

2. Non-farmakoterapi
Diit tinggi kalori tinggi protein (TKTP)
Hindari merokok dan minuman alkohol
Istirahat yang cukup (tirah baring)
Mengajarkan batuk efektif
Olahraga
Pengawasan minum obat
E.
1.
a.
Gejala :

Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Aktifitas/ istirahat
Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja, kesulitan tidur pada malam/demam
malam hari, menggigil dan berkeringat, mimpi buruk.
Tanda : Takikardia, Takipnea/ Dispenea, kelelahan otot, nyeri dan sesak( tahap lanjut)
b. Integritas EGO

Gejala : adanya factor sters lama, masalah keuangan rumah, perasaan tak berdaya/ tak ada harapan,
kopulasi budaya/ etnik : amerika asli/ imigran dari amerika tengah, asia tenggara, Indian anak
benua.
Tanda : Menyangkal ( khusus nya selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah terangsang.
c. Makanan/ Cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, tak dapar mencerna, penurunan berat badan
Tanda : Turgor kulit buruk, kering/ kulit bersisik, kehilangan otot / hilang lemak subkutan.
d. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang
Tanda : Berhati hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
e. Pernafasan
Gejala : batuk, produkif/ tidak produktif, nafas pendek, riwayat tuberculosis/ terpajan pada individu
terinfeksi
Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan ( penyakit luas/ fibrosis parenkim paru dan pleura).
Pengembangan pernafasan tidak simetri( efusi pleura)
Perfusi pekat dan penurunan fremitus( cairan pleura/ penebalan pleura).
Bunyi nafas: menurun/ tidak ada secara bilateral/ unilateral( efusi pleura/ pneumotoraks).
Bunyi nafas tubuler dan / bisikan pectoral diatas lesi luas.
Krekels tercatat diatas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels posttussil)
Karakteristik sputum hijau atau pleuren, mukoid kuning. Atau bercak darah. Deviasi trakeal
(penyebaran broncogenik)
Tidak perhatian, mudah teransang yang nyata, perubahan mental (tahap lanjut)
f. Keamanan
Gejala : Adanya kondisi penekana imun, contoh AIDS, Kanker.
Tes HIV positif
Tanda : Demam rendah / sakit panas akut
g. Interaksi social
Gejala : Perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular
Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan
peran
h. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga tuberculosis
Ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk
Gagal untuk membaik / kambuhnya tuberculosis
Tidak berpartisipasi dalam terapi
Pertimbangan DRG menunjukkan berapa lama dirawat : 6,6 hari.
Rencana pemulangan : memerlukan bantuan dengan / gangguan dalam terapi obat dan bantuan
perawatan diri dan pemeliharan / perawatan di rumah.

i. Pemeriksaan Diagnostik
1) Kultur sputum : positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit
2) Ziehl-neelseh (pemeriksaan asam cepat pada gelas kaca untuk ucapan cairan darah) : positif
untuk basil asam-cepat.
3) Tes kulit (PPD,Mantoux,potogan vollmer) :reaksi positif (area indurasi 10mm/lebih besar,terjadi
48-72 jam setelah injeksi intradelmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya anti
bodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang
secara klinik sakit berarti bahwa tuberculosis aktif tidak dapat di turunkan/infeksi di sebabkan
oleh mycrobacterium yang derada.
4) ELISA/ wastern blot : dapat menyatakan adanya HIV
5) Foto thorak : dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi
sembuh primer, atau efusi cairan. Perubahan menunjukkan lebih luas tuberculosis dapat termasuk
rongga,area fibrosa.
6) Histology/kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster, urine dan cairan serebrospinal biospi
kulit) :positif untuk mycrobacterium ruberculosis.
7) Biopsi jarum pada jaringan paru :positif utr granuloma tuberculosis ; adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis.
8) Elektrolit : dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi ; contoh hiponat
reqmia disebabkan oleh tidak normalnya resisten air dapat ditemukan pada tuberculosis paru
kronis luas
9) GAD : dapat normal tergantung lokasi,berat dan kerusakan sisa pada paru
10) Pemeriksaan fungsi paru : penurunan kapasitas vital,peningkatan ruang mati,peningkatan rasio
udara residu dan kapasitas paru total,dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi
parenkim / fibrosis kehilangan jaringan paru,dan penyakit pleural (tuberculosis paru kronis luas)
F.
1.
2.
3.
4.
5.

Diagnosa Keperawatan
Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan / tambahan infeksi
Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan sekret kental / sekret darah
Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan efusi pleura.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Kurang pengetahuan / kebutuhan belajar mengenai kondisi,aturan tindakan,pencegahan
berhubungan dengan kurang terpajan pada/salah satu interprestasi informasi

G. Perencanaan Keperawatan
iagnosa 1 : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan /tambahan infeksi
Tujuan : Pola hidup / prilaku berubah diadoptasi untuk mencegah penyebaran infeksi
riteria hasil : Mengidentifikasi Rencana Tindakan untuk mencegah / menurunkan resiko penyebaran infeksi
Menunjukan teknik / melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang
aman

a.

b.
c.

d.
e.
f.

g.
h.
i.
j.
k.
l.

Rencana Tindakan :
Mandiri
Kaji patologi penyakit (aktif /fesa tak aktif :di seminasi infeksi melalui bronkus untuk
membatasi jaringan / melalui aliran darah / system limpotik) dan potensial penyebaran infeksi
melalui deroplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertrawa, bernyanyi.
Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat karib/teman.
Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan tisu dan menghindari meludah, kaji
pembuangan tisu sekali pakai dan tehnik mencuci tangan yang tepat. Dorong untuk mengulangi
demonstrasi.
Kaji tindakan control infeksi sementara, contoh masker/ isolasi pernapasan
Awasi suhu sesuai indikasi
Identifikasi factor resiko individu terhadap pengaktifan berulang tuberculosis, contoh tahapan
bawah (alkoholisme, mal nutrisi/ bedah bypass intestinal), gunakan obat penekan imun/
fortikosteroid adanya diabetes mellitus, kanker, kalium.
Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara periodic terhadap sputum untuk lamanya
terapi
Dorong emilih/ mencerna makanan seimbang, beri makan porsi kecil tapi sering kolaborasi
Berikan agen anti infeksi sesuai indikasi, contoh obat utama : isoniazid (INH), etambutal
(myambutol), rifampin (RMP/ Rifadin).
Pirazinamida (PZA/ aldenamit) : para amino salisik (PAS): sikloserin (seromucin) ; streptomisin
(strycin).
Laporkan kedepartemen kesehatan local

Diagnosa 2 : Tidak efektif bersihan jalan nafasa berhubungan dengan sekret kental/ sekret darah.
Tujuan
: Jalan nafas efektif
Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas pasien
Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki / mempertahankan bersihan jalan napas
Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan / situasi
Mengidentifikasi potensial, komplikasi dan lakukan tindakan tepat
Rencana Tindakan :
Mandiri
a. Penggunaan otot aksesori
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif : catat karakter, jumlah sputum,
adanya hepopisis.
c. Berikan pasien posisi semi fowler tinggi, bantu pasien untuk batuk dan latihan napas dalam
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea : penghisapan sesuai keperluan
e. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml / hari kecuali kontra indikasi Kolaborasi

f. Lembabkan udara / oksigen inspirasi


g. Beri obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, contoh asetils sistein (mucomyst) Bronco
dilator, contoh okstripillin (choledyl) ; teofilin (theo-dur) Kortikosterid (prednison)
h. Bersiap untuk / membantu intubasi darurat

iagnosa 3 : Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan pertukaran efektif paru,
Atelektasis.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan pertukaran gas
Kriteria hasil : Melaporkan tak adanya / penurunan dispnea
Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang
normal
Bebas dari gejala distress pernapasan
Rencana Tindakan :
Mandiri
a. Kaji dispnea, takipnea tidak normal/menurunnya bunyi napas,peningkatan upaya pernapasan,
terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan.
b. Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran,contoh syanosis dan / perubahan pada warna kulit,
termasuk membrane mukosa dan kuku.
c. Tunjukan / dorong napas bibir delama ekshalasi, khususnya ntuk pasien dengan fibrosis /
kerusakan parenkim
d. Tingkatkan tirah baring / batasi akitifitas dan bantu aktifitas perawat an diri sesuai keperluan.
Kolaborasi
e. Awasi seri GDA / nadi oksimetri
f. Berikan oksigen tambahan yang sesuai

Kriteria hasil :

a.

b.
c.

Diagnosa 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Tujuan : Nutrisi terpenuhi
Menunjukan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan
bebas tanda malnutrisi
Melakukan perilaku / perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan Mempertahankan berat
yang tetap
Rencana Tindakan :
Mandiri
Catat status nutrisi pesien pada penerimaan,catat turgor kulit,berat badan dan derajat kekurangan
barat badan,intergritas mokosa oral,kemampuan / ketidak mampuan menelan. Adanya tonus
usus,r iwayat mual / muntah, atau diare.
Pastikan pola diet biasa pasien yang disukai / tak disukai
Awasi masukan / pengeluaran dan muntah dan berat badan secara priodik

d. Selidiki anoreksia,mual dan muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan obat,awasi
frekuensi ,volume, konsistensi feses
e. Dorong dan berikan periode istirahat sering
f. Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan
g. Dorong makan sedikit dan sering dengan makan tinggi protein dan karbonhidrat
h. Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah dan untuk membagi dengan pesien
kecuali kontra indikasi
Kolaborasi :
i. Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet
j. Konsul dengan terapi pernafasan utuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum / setelah makan
k. Awasi pemeriksaan laboratorium,contoh protein serum dan albumin
l. Berikan anti piretik tepat

Diagnosa 5 : Kurang pengetahuan / kebutuhasn belajar mengenai kondisi, aturan tindakan,pencegahan


berhubungan dengan kurang terpajan pada / salah satu interpretasi informasi.
Tujuan : Mengetahui proses penyakit dan program pengobatan
teria hasil : Menyatakan pemahaman proses penyakit / prognosis dan kebutuhan pengobatan. Melakukan
prilaku / perubahan pola hidup,untuk memperbaiki kesehatan umum dan menurunnya risiko
pengaktifan ulang tuberculosis. Mengidentifikasi gejala yang memerlukan evaluasi / Rencana
Tindakan Menggambarkan rencana untuk menerima perawatan kesehatan adekuat
Rencana Tindakan :
Mandiri
a. Kaji kemampuan pasien untuk belajar, contoh tingkat akut, masalah kelemahan, tingkatan
partisipasi,lingkungan terbaik dimana pasien dapat belajar, seberapa banyak isi,media
terbaik,siapa yang terlihat
b. Identifikasi gejala yang harus di laporkan ke perawat , contoh hemoptisis, nyeri
dada,demam,kesulitan bernafas,kehilangan pendengaran,vertigo
c. Tekanan pentingnya mempertahankan perotein tinggi dan diet karbonhidrat dan pemasukan
cairan adekuat (rujuk DK : nutrisi, perubahan kurang dari kebutuhan tubuh, hal 246)
d. Berikan intruksi dan informasi tertulis khusus padav pasien untuk rujukan,contoh jadwal obat.
e. Jelaskan dosis obat,frekuensi pemberian, kerja yang di harapkan dan alasan pengobatan lama,
kaji potensial interaksi dengan obat / substansi lain
f. Kaji potensial efek samping pengobatan (contoh mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan,
sakit kepala,hipertensi ortostatik) dan pemecahan masalah.
H. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang

1.
a.
1)
2)
3)
4)
5)
6)

spesifik. Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan
dan memfasilitasi koping.
Tahapan tindakan perawatan terdapat dua tahap dalam tindakan keperawatan
Tahap Persiapan
Mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam tindakan :
Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap perencanaan
menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan
Mengetahui komplikasi dan tindakan keperawatan yang mungkin timbul
Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan
Mempersiapkan lingkungan yang kognitif sesuai tindakan yang akan dilaksanakan
Mengidentifikasikan aspek-aspek hukum dan etik terhadap resiko dan potensial tindakan

b. Tahap Rencana Tindakan


Fokus terhadap pelaksanan tindakan keperawatan adalah kegiatan pelaksanan tindakan dari
perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan
dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab secara profesional sebagaimana
terhadap dalam standar praktek keperawatan meliputi tindakan :
1) Independen
Adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau
dari tenaga kesehatan lainnya. Tipe dari tindakan keperawatan Independen dikatagorikan
menjadi 4 yaitu :
a) Tindakan Diagnostik meliputi :
(1). Wawancara denga klien
(2). Observasi dan pemeriksaan fisik
(3). Pemeriksaan laboratorium
b)

Tindakan Terapeutik
Untuk mengurangi, mencegah dan mengatasi masalah klien
c) Tindakan Edukatif
Untuk merubah perilaku klien melalui promosi kesehatan dam pendidikan kesehatan pada klien
d) Tindakan Merujuk
Ditekankan padal kemampuan perawat dalam mengambil keputusan klinik tentang keadaan klien
dan kemampuan melaksanakan kerjasama dengan tim kesehatan lainnya.
2) Interdependen
Tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan kerja sama dengan
tenaga kesehatan lainnya. Misalnya tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi dan dokter.
3) Dependen

Tindakan dependen berhubungan dengan pelaksanaan rencan tindakan medis. Tindakan tersebut
menandakan suau cara dimana tindakan medis dilaksanakan.
c.

Tahap Dokumenter
Pelaksanan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat
terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.

I.

Evaluasi Keperawatan
a.
Pengertian
Merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan dengan cara melakuakan identifikasi
sajauh mana tujuan dan rencana keperawatan tercapai atau tidak.

b. Jenis Evaluasi
aluasi Formatif : menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan Rencana Tindakan dengan respon
segera.
aluasi sumatif : merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada waktu tertentu
berdasarkan tujuan yang direncanakan pada setiap tahap perencanaan.
Evaluasi juga sebagai alat ukur suatu tujuan yang mempunyai criteria tertentu yang
membuktikan apakah tujuan tercapai, atau tercapai sebagian.
Tujuan tercapai apabila tujuan tercapai secara keseluruhan.
Tujuan tercapai sebagai apabila tujuan tidak tercapai secara keseluruhan sehingga masih perlu
dicari berbagai masalah atau penyebabnya.
Tujuan tidak tercapai apabila tidak menunjukkan adanya perubahan kearahan kemajuan
sebaimana criteria yang diharapkan.
c.

Tahap Evaluasi
Penentuan keputusan yang mengacu pada tujuan, terdapat 3 kemungkinan keputusan tahap ini:
1. Klien telah mencapai hasil yang telah ditentukan dalam tujuan
2. Klien masuk dalam proses mencapai hasil yang ditentukkan
3. Klien tidak dapat mencapai hasil yang ditentukkan

BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien

Tn. S jenis kelamin laki-laki, umur 65 tahun, masuk rumah sakit pelni Jakarta di ruang
kenanga tanggal 15 Oktober 2011 nomor register 33.71.28 dengan diagnose susp Hepatitis
Drug eruption ec obat anti TB, riwayat putus obat 2 minggu, klien sudah menikah, agama
Islam, suku betawi, pendidikan terakhir SMP, Bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu
bahasa Indonesia, pekerjaan pensiunan PLN, alamat Kp. Gubungan RT 05/RW 03 Desa.
Maja Kec. Maja Lebak Banten. Sumber biaya dari perusahaan, sumber informasi dari klien
dan isteri klien.
2. Resume
Klien Tn. S 65 Tahun datang ke IGD rumah sakit Pelni pada tanggal 15 Oktober 2011 pukul
12.00 WIB dengan keluhan mual dan muntah sudah 2 hari yang lalu, napsu makan
menurun, sesak napas. tanda-tanda vital dengan hasil TD 120/80 mmHg, N 84 x/mnt, P
22 x/menit, Suhu 36oC.. Masalah keperawatan yang didapat yaitu bersihan jalan napas.
Tindakan mandiri perawat dengan memberikan posisi semi fowler, memasang 02 2
liter/menit via kanul nasal, melonggarkan pakaian, memberikan minum air hangat,
melakukan tindakan kolaborasi dengan memasang infuse Dextrose 5 % 28 tetes/menit,
memberikan obat injeksi 1 ampul Acran (150 mg), 1 ampul Invomit (4 mg). memeriksakan
darah DPL, ureum, creatinine, Na, K, Cl, GDS, SGOT, SGPT dengan hasil. Hb 15.2 g/dl
(13.5-18.0), Lekosit 5.70 10^3/uL(5.00-10.00), LED 2 mm/jam (<10), Trombosit 216
10^3/uL (150-450), Ht : 44 % (38.0-54.0), ureum 41 mg/dl (13-49), creatinin 1.6 mg/dl
(0.7-1.3), Natrium, 140 mmol/L (136-146), kalium 3.9 mmol/L (3.5-5.0), Clorida 111
mmol/L (98-106), GDS 118 mg/dl (80-140), SGOT 263 u/L

(< 34), SGPT 123 u/L (< 73). Pukul 13.00 WIB klien dipindahkan ke ruang perawatan
kenangan kamar 2 bed 10 dengan keluhan sesak, rasa mual masih

ada, kepala pusing dan badan terasa lemas. Masalah keperawatan yang muncul yaitu
gangguan pola napas dan gangguan nutrisi. Dilakukan tindakan mandiri dengan
memberikan posisi semi fowler, memberikan O2 2liter/menit via kanul nasal, memberikan
lingkungan yang nyaman, memberikan air hangat, mengukur tanda-tanda vital dengan
hasil TD 110/70 mmHg, N 80 x/mnt, P 22 x/menit, Suhu 36.3oC. Pada tanggal 19
Oktober 2011 pukul 09.00 WIB dilakukan pengkajian. Evaluasi secara umum klien
mengatakan masih sesak, mual, pusing dan badan masih terasa lemas.

3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Keperawatan Sekarang

b.

c.

Keluahan utama terasa sesak setelah beraktivitas, mual dan muntah 2 hari yang lalu. Kronologis
keluhan : factor pencetus setelah minum obat OAT selama 2 minggu, timbul keluhan secara
bertahap, lamanya sudah 2 hari, upaya mengatasi dengan berobat ke dokter.
Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat penyakit sebelumnya pada tahun 1974 pernah menderita TB Paru dan pengobatan
selama 6 bulan dan dinyatakan sembuh, selanjutnya klien tidak pernah kontrol. Riwayat alergi
obat tidak ada, Alergi makanan yaitu udang dan ikan tongkol, riwayat pemakaian obat yaitu
Etambutol, ripamfizin dan pirazinamid.
Riwayat Kesehatan Keluarga (genogram dan keterangan tiga generasi dari klien)

Keterangan :

: Laki-laki

: Klien

: Perempuan
: laki-laki meninggal
: Perempuan meninggal

: Garis perkawinan
: Garis Keturunan
: Tinggal Serumah

Klien Tn. S anak pertama dari 5 bersaudara, klien tinggal bersama isteri dan anak pertamanya
serta 3 cucu, anggota keluarga klien tidak ada yang menderita sakit TB Paru, menurut klien ayah
dan ibu klien meninggal karena usia lanjut. Anak klien yang ke-2 sudah meninggal karena
kecelakaan. Kondisi lingkungan sekitar rumah baik. Sinar matahari dan venilasi cukup.
d.

Riwayat psikososial dan spiritual


Orang terdekat dengan klien adalah isteri dan anak pertama klien. Interaksi dalam keluarga, pola
komunikasi secara verbal, Pembuat keputusan klien, kegiatan kemasyarakatan tidak ada, dampak
penyakit klien terhadap keluarga keluarga tampak cemas tentang penyakitnya masalah yang
mempengaruhi klien tentang penyakitnya, mekanisme koping terhadap stress dengan pemecahan
masalah, persepsi klien terhadap penyakitnya, hal yang sangat dipikirkan saat ini : penyakit yang
tidak sembuh-sembuh , harapan setelah menjalani perawatan : sembuh dan dapat aktivitas
kembali, perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit : merasa tidak berdaya. System nilai
kepercayaan : nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan tidak ada, aktivitas agama/
kepercayaan yang dilakukan dengan beribadah sesuai dengan agama yang dianut. Kondisi
lingkungan rumah, menurut anak klien rumah lingkungan tidak padat, sinar matahari bisa masuk
kedalam rumah.
Pola kebiasaan sebelum sakit. Pola nutrisi, frekwensi makan 3 x/hari, nafsu makan kurang
karena mual dan kadang muntah, porsi makan yang dihabiskan porsi, makanan yang tidak
disukai tidak ada, makanan yang membuat alergi yaitu udang dan ikan tongkol, makanan
pantangan tidak ada, makanan diet tidak ada, penggunaan obat-obatan sebelum makan tidak ada,
penggunaan alat bantu makan tidak ada. Pola eliminasi, BAK frekwensi 8 x/hari, warna kuning
jernih, penggunaan alat bantu (kateter) tidak ada, BAB frekwensi 1 2 x/hari , waktu pagi hari,
warna kuning, konsistensi lembek, keluhan saat BAB tidak ada, penggunaan laxatife tidak ada.
Pola personal hygiene, mandi frekwensi 2 kali/ hari, waktu pagi dan sore, oral hygiene frekwensi
2 kali/hari waktu pagi dan sore, cuci rambut 3 kali / minggu. Pola istirahat / tidur, lama tidur
siang 1 jam / hari, lama tidur malam 9 jam / hari, kebiasaan sebelum tidur tidak ada. Pola
aktivitas dan latihan, waktu bekerja tidak ada, olah raga kadang jalan kaki, frekwensi
2x/minggu, keluhan saat beraktivitas klien mengatakan sesak, napas bertambah berat setelah
beraktivitas,. Kebiasaaan yang mempengaruhi kesehatan kebiasaan yang mempengaruhi

kesehatan : klien merokok 4-5 batang/hari, jumlah 5 batang, lama pemakaian 10 tahun, klien
tidak mengkonsumsi minuman keras / NAPZA.
Pola kebiasaan dirumah sakit. Pola nutrisi, frekwensi makan 3 x/hari, nafsu makan kurang baik,
porsi makan yang dihabiskan porsi, makanan yang tidak disukai tidak ada, makanan yang
membuat alergi udang, makanan pantangan tidak ada, makanan diet lunak DH 3, penggunaan
obat-obatan sebelum makan tidak ada, penggunaan alat bantu makan tidak ada. Pola eliminasi,
BAK frekwensi 10 x/hari, warna kuning seperti teh, penggunaan alat bantu (kateter) tidak ada,
BAB frekwensi 2 x/hari , waktu pagi hari, warna kuning, konsistensi padat, keluhan saat BAB
tidak ada, penggunaan laxatife tidak ada. Pola personal hygiene, mandi frekwensi 2 kali/ hari,
waktu pagi dan sore, oral hygiene frekwensi 2 kali/hari waktu pagi dan sore, cuci rambut belum
pernah selama dirumah sakit. Pola istirahat / tidur, lama tidur siang tidak pasti, lama tidur malam
8 jam / hari, kebiasaan sebelum tidur tidak ada.
Pola aktivitas dan latihan, waktu bekerja tidak ada, olah raga tidak dilakukan, keluhan saat
beraktivitas klien mengatakan napas berat saat berjalan ke kamar mandi. Kebiasaaan yang
mempengaruhi kesehatan kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan : klien tidak merokok, klien
tidak mengkonsumsi minuman keras / NAPZA.
4. Pengkajian fisik
Pengkajian fisik dilakukan pada tanggal 19 Oktober 2011 pukul 09.00 WIB, pemeriksaan fisik
umum, berat badan sekarang 58 Kg, berat badan sebelum sakit 65 Kg (1 bulan yang lalu),
tinggi badan 156 cm, keadaan umum sedang, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada.
Sistem penglihatan : posisi mata simetris , kelopak mata normal, pergerakan bola mata normal,
konjungtiva merah muda, kornea keruh/berkabut, sclera ikerik, pupil isokor, otot mata tidak ada
kelainan, fungsi penglihatan kabur, tanda-tanda radang tidak ada, pemakaian kacamata jenis
positif (+8), pemakaian lensa kontak tidak ada, reaksi terhadap cahaya positif.
System pendengaran : daun telinga normal, karakteristik serumen tidak ada, kondisi telinga
tengah normal, tidak terdapat cairan ditelinga, tidak ada perasaan penuh di telinga, tidak ada
tinnitus, fungsi pendengaran kurang, tidak ada gangguan keseimbangan, tidak memakai alat
bantu dengar, sistem wicara normal.
Sistem pernafasan, jalan nafas tidak ada sumbatan slym, pernapasan sesak dan berat serta cepat,
tidak menggunakan otot bantu pernafasan, frekuensi 20 x/ menit, irama teratur, jenis pernapasan
spontan, kedalaman dangkal, batuk ada kadang-kadang, sputum ada warna putih, konsistensi
kental, tidak terdapat darah, palpasi dada vesikuler, perkusi dada redup, suara napas ronchi, nyeri
saat bernapas ada, tidah menggunakan alat bantu napas.

Sistem kardiovascular : sirkulasi peripher nadi 80 x/ menit, irama teratur, denyut kuat, tekanan
darah 90/70 mmHg, tidak ada distensi vena jugularis, temperatur kulit hangat, warna kulit pucat,
pengisian kapiler 2 detik, tidak ada edema. Sirkulasi jantung ; kecepatan denyut epical 88
x/menit, irama tidak teratur, tidak ada kelainan bunyi jantung, sakit dada saat beraktivitas seperti
tertimpa benda berat skala nyeri 2-3.
Sistem hematologi : gangguan hematologi : pucat tidak ada, tidak ada perdarahan. Sistem syaraf
pusat : keluhan sakit kepala pusing, tingkat kesadaran komposmentis, GCS; E 4, M 6, V 5.
tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK, tidak ada gangguan sistem persyarafan. Pemeriksaan
reflex : reflex fisiologis normal, reflex patologis : tidak.
Sistem pencernaan ; keadaan mulut : gigi tidak ada caries, tidak menggunakan gigi palsu,
stomatitis tidak ada, lidah tidak kotor, saliva normal, tidak ada muntah, tidak ada nyeri didaerah
perut, bising usus 10 x/ menit, tidak ada diare, warna faeces kuning, konsistensi setengah padat,
tidak ada konstipasi, hepar tidak teraba, abdomen lembek.
Sistem endokrin ; tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, nafas tidak berbau keton, poliuri,
polidipsi dan poliphagi tidak ada, tidak terdapat luka gangren.
Sistem urogenital : balance cairan, intake 600 cc, output 800 cc, tidak ada perubahan pola
kemih, warna BAK kuning kental cokelat, tidak terdapat distensi / ketegangan kandung kemih,
tidak ada keluhan sakit pinggang.
Sistem integumen ; turgor kulit baik, temperature hangat, warna pucat, keadaan baik, tidak ada
bekas insisi operasi, tidak ada gatal-gatal, tidak ada kelainan kulit, kondisi kulit post pemasangan
infuse agak kemerahan, bengkak dan ditekan terasa nyeri, Keadaan rambut, tekstur baik dan
bersih.
Sistem musculoskeletal ; tidak ada kesulitan dalam pergerakan tidak ada sakit pada tulang dan
sendi, tidak ada fraktur, tidak ada kelainan bentuk tulang sendi, tidak ada kelainan struktur tulang
belakang. keadaan tonus otot baik, kekuatan otot.

4444 4444
4444 4444

Data tambahan (pemahaman tentang penyakit) : keluarga belum memahami tentang penyakit
yang diderita oleh klien.
5. Data penunjang
Hasil hematologi tanggal 15 oktober 2011 Hb 15.2 g/dl (13.5-18.0), Lekosit 5.70
10^3/uL(5.00-10.00), LED 2 mm/jam (<10), Trombosit 216 10^3/uL (150-450), Ht : 44.0 %
(38.0-54.0). kimia klinik ureum 41 mg/dl (13-49), creatinin 1.6 mg/dl (0.7-1.3), SGOT 263
u/L (< 34), SGPT 123 u/L (< 73), GDS 120 mg/dl (80-140). Hasil foto thorax kesan : TB Paru
lama aspek aktif. Hasil mikrobiologi BTA I negatif, BTA II negatif, BTA III negatif, kimia klinik
Natrium, 140 mmol/L (136-146), kalium 3.9 mmol/L (3.5-5.0), Clorida 111 mmol/L (98106). Hasil GDS tanggal 18 Oktober 2011 jam 22 hasil 118 mg/dl (80 140), hasil laboratorium
tanggal 20 Oktober 2011 Kimia klinik Alk fosfatase 58 u/L (1-240), Bill T 0.65 mg/dl (0.301.20), Bill direk 0.31 mg/dl (< 0.2), Bill Indirek 0.32 mg/dl (0.00 1.00), T Protein 5.9 g/dl
(5.7 -8.2), Alb 3.7 g/dl (3.2 4.8), Globulin 2.2 g/dl (1.8 5.3), SGOT 29 u/L (< 34), SGPT
61 u/L (< 73), gamma GT 54 u/L (< 79).
6. Penatalaksanaan (Therapi / pengobatan termasuk diet)
Farmakotherapi yang diberikan yaitu obat oral : Hp Pro 3 x 1 cap diberikan pukul 08.00,
14.00, 18.00 WIB, fartolyn syr 3 x 1cth diberikan pukul 08.00, 13.00, 19.00 WIB, Ofloxacin
400 mg 1 x 1 tab diberikan pukul 08.00 WIB, cardismo 2 x 1 tab diberikan pukul 08.00 dan
18.00 WIB, CPG 1 x 1 tab diberikan pukul 08.00 WIB, Trizedone MR 2 x 1 tab diberikan
pukul 08.00 dan 18.00 WIB, Renapar 1 x 1 tab diberikan pukul 08.00 WIB, Lasix 1 x tab
diberikan pukul 08.00 WIB, Curliv plus 2 x 1 tab diberikan pukul 08.00 dan 18.00 WIB.
7. Data fokus
Data subjektif : klien mengatakan napas terasa sesak dan cepat setelah beraktivitas (pergi ke
kamar mandi), mual kadang-kadang, nafsu makan masih kurang, berat badan sebelum sakit 65
Kg (satu bulan yang lalu), batuk kadang-kadang, slym tidak ada, badan terasa lemas, kepala
terasa pusing saat bangun tidur, bila malam badan terasa panas, klien pernah menderita TB Paru
pada tahun 1974, minum obat selama 6 bulan dan tidak pernah kontrol kembali, klien masih
suka bertanya tentang penyakitnya.
Data Objektif :
Hasil TTV ; tekanan darah 90/70 mmHg, pernapasan 20 x/menit, Suhu 37.2 oC, Nadi 80
x/menit, klien tampak agak lemah, batuk ada, makan tidak habis 1 porsi, Hasil foto thorax kesan
: TB Paru lama aspek aktif. Hasil mikrobiologi BTA I negatif, BTA II negatif, BTA III negatif,

Hasil hematologi tanggal 15 oktober 2011 Hb 15.2 g/dl (13.5-18.0), Lekosit 5.70
10^3/uL(5.00-10.00), LED 2 mm/jam (<10), Trombosit 216 10^3/uL (150-450), Ht : 44.0 %
(38.0-54.0). kimia klinik ureum 41 mg/dl (13-49), creatinin 1.6 mg/dl (0.7-1.3), SGOT 263
u/L (< 34), SGPT 123 u/L (< 73), GDS 120 mg/dl (80-140). Hasil foto thorax kesan : TB Paru
lama aspek aktif. kimia klinik Natrium, 140 mmol/L (136-146), kalium 3.9 mmol/L (3.5-5.0),
Clorida 111 mmol/L (98-106). Hasil GDS tanggal 18 Oktober 2011 jam 22 hasil 118 mg/dl (80
140), hasil laboratorium tanggal 20 Oktober 2011 Kimia klinik Alk fosfatase 58 u/L (1-240),
Bill T 0.65 mg/dl (0.30-1.20), Bill direk 0.31 mg/dl (< 0.2), Bill Indirek 0.32 mg/dl (0.00
1.00), T Protein 5.9 g/dl (5.7 -8.2), Alb 3.7 g/dl (3.2 4.8), Globulin 2.2 g/dl (1.8 5.3),
SGOT 29 u/L (< 34), SGPT 61 u/L (< 73), gamma GT 54 u/L (< 79).
8.

Analisa Data
N
DATA
O
1 Data Subjektif :
Klien mengatakan batuk sudah
2 bulan tidak sembuh, sputum
kadang-kadang ada / kadangkadang tidak, napas terasa
sesak setelah beraktivitas
Data Objektif :
Batuk, sputum tidak ada, sesak
(ringan), Hasil mikrobiologi
BTA I negatif, BTA II negatif,
BTA III negatif. TTV ; tekanan
darah
90/70
mmHg,
pernapasan 20 x/menit, Suhu
37.2 oC, Nadi 80 x/menit,
Hasil foto thorax kesan : TB
Paru lama aspek aktif.
2 Data Subjektif :
Klien
mengatakan
sudah
minum obat OAT selama 2
minggu, 2 hari sebelum masuk
rumah sakit timbul mual dan
muntah,
nafsu
makan
menurun, badan terasa lemas,
dalam waktu 1 bulan berat
badan turun 7 Kg, berat badan

MASALAH

ETIOLOGI

Jalan napas
tidak efektif

Sputum sulit
dikeluarkan

Perubahan
nutrisi

Anoreksia

sebelum sakit 65 Kg (satu


bulan yang lalu), berat badan
sekarang 58 Kg, tinggi badan
156 cm.
Data Objektif :
Makan habis porsi, berat
badan sekarang 58 Kg, tinggi
badan 156 cm. SGOT 263
u/L (< 34), SGPT 123 u/L (<
73), Bill T 0.65 mg/dl (0.301.20), Bill direk 0.31 mg/dl
(< 0.2), Bill Indirek 0.32
mg/dl (0.00 1.00), Alb 3.7
g/dl (3.2 4.8).
Data Subjektif :
Resiko
Kurangnya
Klien mengatakan tahun 1974
penularan
pengetahuan
pernah menderita TB Paru,
penyakit
tetapi tidak pernah kontrol
setelah dinyatakan sembuh.
Tinggal satu rumah dengan
isteri, anak dan 3 orang
cucunya, bila batuk membuang
ludah tidak memakai tempat
dan tidak mau menutup mulut.
Data Objektif :
Klien bila batuk tidak menutup
mulut, hasil foto thorax TB
Paru lama, aspek aktif. TTV
tekanan darah 90/70 mmHg,
pernapasan 20 x/menit, Suhu
37.2 oC, Nadi 80 x/menit.
Lekosit 5.70 10^3/uL (5.0010.00)
Data Subjektif :
Gangguan
Intoleransi aktivitas
Klien mengatakan
kepala
pemenuhan
terasa pusing saat bangun dari kebersihan diri
tidur, badan terasa lemas bila
berjalan sempoyongan, napas
terasa sesak setelah berjalan

kekamar mandi.
Data Objektif :
TTV ; tekanan darah 90/70
mmHg, pernapasan
20
o
x/menit, Suhu 37.2 C, Nadi
80 x/menit, klien tampak
lemah,
pemenuhan
kebutuhan kebersihan diri
dengan bantuan
B.
1.
2.
3.
4.

Diagnosa Keperawatan
Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan sputum sulit dikeluarkan.
Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Resiko tinggi penularan penyakit berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.
Gangguan pemenuhan kebersihan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.

C. Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan


1. Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan sputum sulit dikeluarkan.
ata Subjektif : Klien mengatakan batuk sudah 2 bulan tidak sembuh, sputum kadang-kadang ada / kadangkadang tidak, napas terasa sesak setelah beraktivitas.
ata Objektif : Batuk, sputum tidak ada, sesak (ringan), Hasil mikrobiologi BTA I negatif, BTA II negatif, BTA
III negatif. TTV ; tekanan darah 90/70 mmHg, pernapasan 20 x/menit, Suhu 37.2 oC, Nadi
80 x/menit, Hasil foto thorax kesan : TB Paru lama aspek aktif.
ujuan
: Pernapasan eefektif selama perawatan 1 x 24 jam.
iteria hasil
: Sesak tidak ada, cymosis tidak ada, Tekanan darah 110/70 130/90 mmHg, Nadi 60-88
x/menit, Suhu 36-37 o C, Pernapasan 16-20 x/menit.
encana tindakan :
a. Awasi tanda-tanda vital setiap jam 05.00, 11.00, 15.00, 19.00, 23.00 atau bila diperlukan
sewaktu-waktu.
b. Berikan 02 2 liter/menit jika diperlukan
c. Berikan minum air hangat
d. Anjurkan kepada klien untuk batuk efektif
e. Berikan obat fartolin syr 1 sdm jam 08.00,13.00, dan 18.00 WIB
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat inhalasi.
Pelaksanaan :
Tanggal 19 Oktober 2011
Pukul 09.00 WIB menganjurkan klien untuk banyak istirahat dan kalau perlu BAK ditempat
tidur, menganjurkan bila minum dengan air hangat. Pukul 11.00 WIB mengukur TTV dengan

hasil tekanan darah 90/70 mmHg, nadi 80 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 37.2 oC.
12.30 WIB memberikan obat 1 sdm fartolin. Pukul 14.00 WIB mengobservasi klien masih terasa
sesak setelah beraktivitas, badan masih terasa lemas, batuk masih ada, sputum tidak ada,
menganjurkan klien untuk batuk efektif. Pukul 15.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan
darah 130/80 mmHg, nadi 88 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36.8 oC. Pukul 18.00
WIB memberikan obat oral 1 Cth Fartolyn syrup. Pukul 23.00 WIB mengukur TTV dengan hasil
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernapasan 18 x/menit, suhu 36.5 oC.
Tanggal 20 Oktober 2011
Pukul 05.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 80 x/menit,
pernapasan 20 x/menit, suhu 36.5 oC.
Pukul 08.00 WIB memberikan obat oral 1 cth Fartolin syr, tab Lasix 40 mg, memberikan
minum air hangat. Pukul 11.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah 130/70
mmHg, nadi 80 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36.6 oC dan memberikan minum
air hangat. Pukul 13.00 WIB memberikan obat-obat oral 1 Cth Fartolyn. Pukul 15.00 WIB
mengobservasi klien sedang tidur, sesak tidak ada. Pukul 16.00 WIB mengukur TTV
dengan hasil tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 84 x/menit, pernapasan 19 x/menit,
suhu 36.6 oC. Pukul 18.00 WIB Memberikan obat oral 1 cth Fartolin syr. Pukul 22.00 WIB
mengukur TTV dengan hasil tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 80 x/menit, pernapasan
20 x/menit, suhu 37.0 oC. Pukul 05.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah
90/60 mmHg, nadi 80 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36.1 oC.
Tanggal 21 Oktober 2011
Pukul 08.15 WIB memberikan obat oral 1 cth Fartolin syr, tab Lasix 40 mg. Pukul 10.00
WIB mengobservasi klien sedang tidur. Pukul 11.00 WIB mengukur TTV dengan hasil
tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, pernapasan 18 x/menit, suhu 36.6 oC.
Klien ada batuk dan klien dianjurkan untuk batuk efektif.

Subjek
Objektif

:
:

Analisa
Planing

:
:
a.
b.
c.

Evaluasi
Tanggal 19 Oktober 2011 Pukul 14.00 WIB
klien mengatakan batuk dan sesak masih ada
klien masih tampak sesak setelah beraktivitas, batuk kadang-kadang, tekanan darah
90/70 mmHg, nadi 80 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 37.2 oC.
tujuan belum tercapai
intervensi dilanjutkan
Awasi tanda tanda vital setiap jam (05.00- 11.00- 15.00 19.00- 23.00)
Memberikan o2 2 L/menit bila di perlukan.
Memberikan minum air hangat.

d. Ajarkan klien untuk batuk efektif.


e. Meberikan obat sirup fertolin 1sdm dan tab lasik.
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat inhalasi.

Subjektif :
Objektif :
Analisa :
Planing :
a.
f.

Subjektif :
Objektif :
Analisa :
Planing :
a.
f.

Tanggal 20 Oktober 2011 pukul 07.00 WIB


klien mengatakan batuk kadang-kadang, sesak tidak ada
klien dapat bernapas spontan dan efektif
tujuan tercapai sebagian
intervensi dilanjutkan
Awasi tanda tanda vital setiap jam (05.00- 11.00- 15.00 19.00- 23.00)
e. Meberikan obat sirup fertolin 1sdm dan tab lasik.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat inhalasi.
Tanggal 21 Oktober 2011 pukul 14.00 WIB
Klien mengatakansesak sudah tidak ada
klien tampak rilek
tujuan trrcapai sebagian
intervensi di lanjutkan oleh perawat ruangan
Awasi tanda tanda vital setiap jam (05.00- 11.00- 15.00 19.00- 23.00)
e. Meberikan obat sirup fertolin 1sdm dan tab lasik.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat inhalasi.

2. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
ata Subjektif : Klien mengatakan sudah minum obat OAT selama 2 minggu, 2 hari sebelum masuk rumah sakit
timbul mual dan muntah, nafsu makan menurun, badan terasa lemas, dalam waktu 1 bulan berat
badan turun 7 Kg, berat badan sebelum sakit 65 Kg (satu bulan yang lalu), berat badan
sekarang 58 Kg, tinggi badan 156 cm.
ata Objektif : Makan habis porsi, berat badan sekarang 58 Kg, tinggi badan 156 cm, SGOT 263 u/L (< 34),
SGPT 123 u/L (< 73), Bill T 0.65 mg/dl (0.30-1.20), Bill direk 0.31 mg/dl (< 0.2), Bill
Indirek 0.32 mg/dl (0.00 1.00), Alb 3.7 g/dl (3.2 4.8).
ujuan
: kebutuhan nutrisi terpenuhi selama dalam perawatan
iteria hasil
: berat badan stabil, makan bisa habis 1 porsi, mual dan muntah tidak ada.
encana tindakan :
a. Kaji tingkat nutrisi klien, intake oral, jumlah kalori, makanan yang disukai, pola makan.
b. Anjurkan makan sedikit tapi sering dalam keadaan hangat dan bervariasi.
c. Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan
d. Timbang berat badan tiap minggu satu kali sesuai kondisi klien.

e.

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi diit yang tepat pada penyakit TB
(TKTP)
f. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien
g. Berikan obat-obat sesuai indikasi 1 tab Hp Pro dan 1 tab Curliv
h. Kolaborasi pemeriksaan sampel darah SGOT/SGPT, albumin, globulin, billirubin dan PTT.
Pelaksanaan :
Tanggal 19 Oktober 2011
Pukul 11.00 WIB menganjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering. Pukul 12.00 WIB
menganjurkan kepada klien agar menghabiskan makanan agar badan tidak lemas, klien makan
habis porsi. 12.30 WIB memberikan obat 1 tab Hp Pro. Pukul 14.00 WIB mengobservasi
klien mengatakan mual masih ada. Pukul 18.00 WIB mengobservasi klien makan habis porsi,
memberikan obat oral 1 tab HP Pro, 1 tab Curliv. Pukul 19.00 WIB kolaborasi dengan dokter
besok akan diperiksakan billirubin, SGOT, SGPT, albumin/globulin.
Tanggal 20 Oktober 2011
Pukul 07.00 WIB mengevaluasi klien sedang makan, mual muntah berkurang, badan sudah tidak
begitu lemas. Pukul 08.00 WIB mengobservasi klien makan habis 1 porsi. Memberikan obat oral
1 tab HP Pro, 1 tab Curliv. Pukul 10.00 WIB mengambil sampel darah untuk pemeriksaan SGOT,
SGPT, Albumin, Globulin, Billirubin total, Bill Direk, Bill indirek, PTT sebanyak 11 cc, 8 cc
beku untuk SGOT, SGPT, Albumin, Globulin, Billirubin total, Bill Direk, Bill indirek, dan 3 cc
untuk darah PTT. Evaluasi klien tampak tenang, kondisi kulit daerah penusukan tidak ada
hematoma. Pukul 12.30 WIB mengobservasi klien makan habis 1 porsi, mual dan muntah tidak
ada. Pukul 13.00 WIB memberikan obat-obat oral 1 tab HP Pro. Pukul 18.00 WIB
mengobservasi klien makan habis 1 porsi, mual dan muntah tidak ada. Memberikan obat oral 1
tab HP Pro, 1 tab Curliv.
Tanggal 21 Oktober 2011
Pukul 07.00 WIB evaluasi : klien tampak segar, mual dan muntah sudah tidak ada, badan sudah
tidak lemas. Pukul 08.00 WIB mengobservasi klien sedang duduk, makan habis 1 porsi, mual
tidak ada. Pukul 08.15 WIB memberikan obat oral 1 tab HP Pro, 1 tab Curliv. Pukul 10.00 WIB
mengobservasi klien sedang tidur. Pukul 12.00 WIB mengobservasi klien makan habis 1 porsi,
mual tidak ada. Pukul 13.00 WIB memberikan obat oral 1 tab HP Pro. Pukul 14.00 WIB evaluasi
: klien mengatakan mual dan muntah sudah tidak ada.
Evaluasi
Tanggal 19 Oktober 2011 Pukul 14.00 WIB
Subjektif : klien mengatakan mual masih ada, muntah tidak ada
Observasi : makan tidak habis 1 porsi SGOT 236 u/L, SGPT 123 u/L

Analisa
Planing

:
:
a.
b.
c.
d.

tujuan belum tercapai


intervensi dilanjutkan
Anjurkan makan sedikit tapi sering dalam keadaan hangat dan berfariasi
Timbang berat badan klien tiap satu minggu sekali sesuai kondisi klien.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memenuhi kebutuhan gizi (diet TKTP)
Memberikan obat obat oral 1tab Hp pro, 1 tab curliv

Subjektif :
Objektif :
Analisa :
Planing :
a.
b.
c.
g.

Tanggal 20 Oktober 2011


klien mengatakan mual dan muntah sudah tidak ada
makan habis 1 porsi.
tujuan tercapai sebagian
Intervensi dilanjutkan
Anjurkan makan sedikit tapi sering dalam keadaan hangat dan berfariasi
Timbang berat badan klien tiap satu minggu sekali sesuai kondisi klien.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memenuhi kebutuhan gizi (diet TKTP)
Memberikan obat obat oral 1tab Hp pro, 1 tab curliv

Tanggal 21 Oktober 2011


Subjektif : klien mengatakan mual dan muntah sudah tidak ada
Objektif : makan sudah habis satu porsi SGOT 29 u/l SGPT 61 u/l Albumin 3.7 g/dl
Analisa : tujuan tercapai sebagian
Planing : intervensi di lanjutkan perawat ruangan
d. Timbang berat badan tiap minggu satu kali sesuai kondisi klien.
g. Berikan obat-obat sesuai indikasi 1 tab Hp Pro dan 1 tab Curliv

3. Resiko tinggi penularan penyakit berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.


ata Subjektif : Klien mengatakan tahun 1974 pernah menderita TB Paru, tetapi tidak pernah kontrol setelah
dinyatakan sembuh. Tinggal satu rumah dengan isteri, anak dan 3 orang cucunya, bila batuk
membuang ludah tidak memakai tempat dan tidak mau menutup mulut.
ata Objektif : Klien bila batuk tidak menutup mulut, hasil foto thorax TB Paru lama, aspek aktif. TTV ;
tekanan darah 90/70 mmHg, pernapasan 20 x/menit, Suhu 37.2 oC, Nadi 80 x/menit, Lekosit
5.70 10^3/uL(5.00-10.00)
ujuan
: penyebaran penularan penyakit tidak terjadi
iteria Hasil : klien bila batuk mau menutup mulut, membuang ludah tidak sembarangan, mau minum obat
secara teratur dan tidak putus sebelum dinyatakan sembuh.
encana tindakan :
a. Kaji jenis TB fase akut (tidak aktif) untuk mencegah penularan
b. Anjurkan bila batuk atau bersin menutup mulut dengan tissue dan mengeluarkan secret pada
tempat yang tertutup.

c.
d.
e.
f.
g.

Anjurkan klien untuk membuang secret / ludah tempat yang tertutup yang telah diisi oleh cairan
desinfektan.
Indentifikasi orang lain yang beresiko tertular penyakit
Lakukan perawatan isolasi seperti memakai masker.
Kolaborasi pemeriksaan laboratotium BTA
Berikan 1 tab Ofloxacin 400 mg.

laksanaan :
Tanggal 19 Oktober 2011
Pukul 09.30 WIB menanyakan kepada klien apakah klien sudah paham atau mengerti
dengan penyakitnya, klien menjawab klien belum mengerti. Pukul 10.00 WIB setiap batuk
atau bersin klien tidak pernah menutup mulut. Memberikan penjelasan pada klien
pentingnya menutup mulut saat bersin atau batuk dan membuang sputum pada wadah
yang tertutup untuk mencegah penularan pada keluarga. Pukul 11.00 WIB mengukur TTV
dengan hasil tekanan darah 90/70 mmHg, nadi 80 x/menit, pernapasan 20 x/menit,
suhu 37.2 oC. Pukul 15.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah 130/80 mmHg,
nadi 88 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36.8 oC. Pukul 23.00 WIB mengukur TTV
dengan hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernapasan 18 x/menit,
suhu 36.5 oC.
Tanggal 20 Oktober 2011
Pukul 05.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 80
x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36.5 oC. Pukul 08.00 WIB memberikan obat oral 1
tab Ofloxacin 400 mg. Pukul 11.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah
130/70 mmHg, nadi 80 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36.6 oC. Pukul 14.00 WIB
evaluasi : batuk kadang-kadang klien sudah menutup mulut jika batuk. Pukul 16.00 WIB
mengukur TTV dengan hasil tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 84 x/menit, pernapasan
19 x/menit, suhu 36.6 oC. Pukul 22.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah
110/60 mmHg, nadi 80 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 37.0 oC.
Tanggal 21 Oktober 2011
Pukul 05.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 80
x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36.1 oC. Pukul 08.15 WIB memberikan obat oral 1
tab Ofloxacin 400 mg. Pukul 09.00 WIB memberikan penjelasan tentang pengertian TB
Paru, cara penularan TB Paru, tanda dan gejala penyakit TB Paru, pemeriksaan yang
diperlukan untuk mendeteksi penyakit TB Paru, komplikasi TB Paru, cara pencegahan
penularan TB Paru, cara pengobatan TB Paru, cara perawatan TB Paru dirumah, cara
minum obat TB Paru dengan benar. Klien mengerti tentang penjelasan yang diberikan dan
mau menerapkan dan melaksanakannya. Pukul 11.00 WIB mengukur TTV dengan hasil
tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, pernapasan 18 x/menit, suhu 36.6 oC.

Pukul 14.00 WIB evaluasi : klien mengatakan batuk kadang-kadang (sudah menutup mulut
saat batuk).
Evaluasi
Tanggal 19 Oktober 2011 Pukul 14.00 WIB
Subjektif : klien mengatakan batuk masih ada slym tidak ada.
Objektif : klien masih belum menutup mulut saat batuk
Analisa : tujuan belum tercapai
Planing : Intervensi dilanjutkan
a Anjurkan bila batuk atau bersin menutup mulut dengan tissue dan megeluarkan secret pada
wadah atau tempat tertutu
b. Anjurkan untuk membuang secret pada kloset.
c. Identifikasi orang lain yang beresiko tertular penyakit.
d. Lakukan perawatan isolasi seperti memakai masker.
e. Mengambil sempel pemeriksaan laboraturium(BTA 3)
f. Memberikan obat 1tb Ofloxasin 400 mg..
Tanggal 20 Oktober 2011 Pukul 07.00 WIB
Subjektif : klien mengatakan batuk kadang-kadang masih ada, slym tidak ada
Objektif : klien sudah menutup mulut saat batuk
Analisa : tujuan tercapai sebagian
Planing : intervensi dilanjutkan
b. Anjurkan bila batuk atau bersin menutup mulut dengan tissue dan mengeluarkan secret pada
tempat yang tertutup.
c. Anjurkan klien untuk membuang secret / ludah tempat yang tertutup yang telah diisi oleh cairan
desinfektan.
g. Berikan 1 tab Ofloxacin 400 mg.
Tanggal 21 Oktober 2011 pukul 14.00 WIB
Subjektif : klien mengatakan batuk sudah banyak berkurang sliem sadah tidak ada
Objektif : klien selalu menutup mulut saat batuk
Analisa : tujuan tercapai sebagian
Planing : intervensi di lanjutkan oleh perawat dan keluarga bila klien pulang.
b. Anjurkan bila batuk atau bersin menutup mulut dengan tissue dan mengeluarkan secret pada
tempat yang tertutup.
c. Anjurkan klien untuk membuang secret / ludah tempat yang tertutup yang telah diisi oleh cairan
desinfektan.
h. Berikan 1 tab Ofloxacin 400 mg.

4. Gangguan pemenuhan kebersihan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.


ata Subjektif : Klien mengatakan kepala terasa pusing saat bangun dari tidur, badan terasa lemas bila berjalan
sempoyongan, napas terasa sesak setelah berjalan kekamar mandi.
ata Objektif` : TTV ; tekanan darah 90/70 mmHg, pernapasan 20 x/menit, Suhu 37.2 oC, Nadi 80 x/menit,
klien tampak lemah, pemenuhan kebutuhan kebersihan diri dengan bantuan
ujuan
: Kebutuhan perawatan diri terpenuhi
iteria hasil
: Klien dapat melakukan perawatan diri tanpa bantuan
encana tindakan :
a. Kaji kemampuan klien dalam beraktivitas : makan, eliminasi, mobilisasi, kebersihan perawatan
diri.
b. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan diri dimana klien belum mampu melakukan sendiri.
c. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah beraktivitas.
d. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
e. Tingkatkan aktivitas pasien secara bertahap sesuai indikasi / kemampuan.
f. Berikan istirahat yang cukup dan libatkan keluarga dalam perencanaan aktivitas klien.
Pelaksanaan
Tanggal 19 Oktober 2011
Pukul 09.00 WIB menganjurkan klien untuk banyak istirahat dan kalau perlu BAK ditempat
tidur saja. Pukul 14.00 WIB klien masih terasa sesak setelah beraktivitas, P 22 x.menit,
badan masih terasa lemas. Pukul 15.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah
130/80 mmHg, nadi 88 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36.8 oC. Mengkaji
kemampuan klien dalam beraktivitas : makan bisa dilakukan sendiri. Untuk eliminasi (BAK)
ditempat tidur, mobilisasi dengan bantuan minimal, kebersihan perawatan diri (mandi)
dengan bantuan. Mengobservasi klien dibantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan diri
(mandi, BAK) dimana klien belum mampu melakukan sendiri. Menganjurkan klien untuk
melakukan aktivitas sesuai kemampuan. Pukul 16.00 WIB mengobservasi klien sedang
mandi dikamar mandi dibantu oleh isteri.
Tanggal 20 Oktober 2011
Pukul 14.00 WIB evaluasi : badan masih agak lemas, pusing ringan. Pukul 15.00 WIB
mengobservasi klien sedang tidur, sesak tidak ada. Pukul 16.00 WIB mengukur TTV
dengan hasil tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 84 x/menit, pernapasan 19 x/menit,
suhu 36.6 oC. Pukul 16.30 WIB klien mandi di kamar mandi dibantu oleh isteri, sesak
ringan. Pukul 21.00 WIB mengobservasi klien sudah tidur
Tanggal 21 Oktober 2011
Pukul 05.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 80
x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36.1 oC. Pukul 06.00 WIB Mengontrol klien sedang

mandi dikamar mandi dibantu isteri. Pukul 07.00 WIB evaluasi : klien tampak segar, badan
sudah tidak lemas. Pukul 08.00 WIB mengobservasi klien sedang duduk, makan tanpa
bantuan. Pukul 11.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah 110/70 mmHg, nadi
80 x/menit, pernapasan 18 x/menit, suhu 36.6 oC. Pukul 12.00 WIB mengobservasi klien
makan tanpa bantuan, badan sudah tidak lemas dan pusing sudah banyak berkurang.
Evaluasi
Tanggal 19 Oktober 2011 Pukul 14.00 WIB
Subjektif : klien mengatakan kepala masih terasa pusing, badan masih lemas
Objektif : jalan agak sempoyongan
Analisa : tujuan belum tercapai
Planing : intervensi dilanjutkan .
a. Kaji kemampuan klien dalam beraktifitas (makan,eliminasi,kebersihan perawatan diri)
b. Bantu klien dalam memenuhi kebersihan diri di mana klien belum mampu melakukan
sendiri.
c. Observasi tanda tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
d. Anjurkan klien untuk beraktifitas sesuai kemampuan.
e. Berikan istirahat yang cukup dan libatkan keluarga dalam pemenuhan kebersihan diri.
Tanggal 20 Oktober 2011 Pukul 07.00 WIB
Subjektif : klien mengatakan pusing sudah berkurang, badan sudah tidak lemas
Objektif : klien tampak rileks,
Analisa : tujuan tercapai sebagian
Planing : intervensi dilanjutkan
b. Bantu klien dalam memenuhi kebersihan diri di mana klien belum mampu melakukan
sendiri.
c. Observasi tanda tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
e. Berikan istirahat yang cukup dan libatkan keluarga dalam pemenuhan kebersihan diri.
Tanggal 20 Oktober 2011 Pukul 14.00 WIB
Subyektif : klien mengatakan pusing sudah tidak ada badan sudah tidak lemes
Objektif : klien mampu memenuhi perawatan kebersihan diri tanpa bantuan
Analisa : tujuan tercapai sebagian
Planing : intervensi di lanjutkan perawat ruangan
c. Observasi tanda tanda vital sebelum dan sesudah aktifitas

BAB IV

PEMBAHASAN
Pada Bab Ini penulis akan membahas mengenai kesenjangan yang terdapat pada teori dan kasus
yang penulis dapatkan dalam melakukan penerapan Asuhann Keperawatan pada Tn. S dengan
Tuberculosis Paru diruang Kenanga Rumah Sakit PELNI Jakarta selama 3 hari perawatan
dimulai dari tanggal 19 21 Oktober 2011 melalui asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan
evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian Keperawatan
Penyebab Tuberculosis Paru adalah mycobacterium tuberculosis. Faktor predisposisi yang
ditemukan yaitu faktor usia, kebiasaan merokok waktu muda. Sedangkan pada kasus penyebab
Tuberculosis sama dengan teori. Manifestasi klinis pada teori dan kasus sama yaitu penurunan
berat badan, batuk, penurunan napsu makan (anoreksia), kelemahan, mual dan muntah suhu sub
febris. Pada pemeriksaan diagnostik secara teori ada kesamaan dengan kasus yaitu pemeriksaan
sputum BTA 3 kali, foto thorak, dan LED, elektrolit, SGOT, SGPT. Sedangkan pemeriksaan
diagnostik yang ada pada teori tetapi tidak dilakukan pada kasus yaitu pemeriksaan ziehl-neeseh,
tes TB (PPD) karena klien sudah lama menderita TB Paru pada tahun 1974, kultur jaringan
biopsi, pemeriksaan fungsi paru tidak dilaksanakan karena tidak ada indikasi untuk tindakan
tersebut. Elisa karena usia klien yang sudah 65 tahun. Pada farmakoterapi yang ada pada teori
yaitu dengan OAT, sedangkan klien saat ini dalam pengobatan hepatitis karena hasil SGOT 236
u/L, SGPT 123 u/L, sementara untuk obat OAT ditunda menunggu hasil SGOT dan SGPT
turun. Pada non farmakoterapi di teori yaitu diit tinggi kalori tinggi protein (TKTP), istirahat
yang cukup (tirah
baring), mengajarkan batuk efektif, olahraga dan pengawasan minum obat. Sedangkan pada
kasus klien diberikan diit DH III karena selain TB paru klien
juga menderita hepatitis, klien sudah istirahat yang cukup, bisa melakukan batuk efektif.

Adapun faktor pendukung dalam melakukan pengkajian pada klien yaitu adanya informasi
tentang klien yang cukup dari klien dan keluarga sangat kooperatif. faktor penghambatnya yaitu
tidak penulis temukan

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ada pada teori ada 5 yaitu Sedangkan pada kasus penulis
mendapatkan 4 diagnosa yaitu Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan sputum
sulit dikeluarkan. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia. Resiko tinggi penularan penyakit berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.
Gangguan pemenuhan kebersihan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas. Yang penulis
tidak temukan dalam kasus yaitu diagnosa. Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan
dengan efusi pleura, karena saat penulis melakukan pengkajian tidak ditemukan data yang
menunjang untuk ditegakannya diagnosa tersebut seperti napas sesak hebat, pernapasan dangkal,
menggunakan otot bantu napas, sianosis, tidak diperiksakan AGD, hasil foto thorax tidak
ditemukan efusi pleura.
Faktor pendukung yang penulis temukan dalam menegakan diagnosa yaitu adanya data-data
yang menunjang dan mengacu pada diagnosa tersebut serta adanya hasil pengkajian yang sangat
teliti sehingga banyak data yang ditemukan untuk menegakan diagnosa.
C. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan yang ada sesuai perencanaan pada teori dan kasus dari diagnosa Tidak efektif
bersihan jalan napas berhubungan dengan sputum sulit dikeluarkan. Tujuan sudah sesuai
yaitu Pernapasan efektif selama perawatan 1 x 24 jam. Kriteria hasil sudah sesuai yaituSesak
tidak ada, cyanosis tidak ada, Tekanan darah 110/70 130/90 mmHg, Nadi 60-88 x/menit,
Suhu 36-37 o C, Pernapasan 16-20 x/menit. Perencanaan yang ada pada teori dan kasus
yaitu Awasi tanda-tanda vital setiap jam 05.00, 11.00, 15.00, 19.00, 23.00 atau bila diperlukan
sewaktu-waktu. Berikan 02 2 liter/menit jika diperlukan. Berikan minum air hangat. Anjurkan
kepada klien untuk batuk efektif. Berikan obat fartolin syr 1 sdm jam 08.00,13.00, dan 18.00
WIB. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat inhalasi.
Diagnosa kedua Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, Tujuan sudah sesuai yaitu kebutuhan nutrisi terpenuhi selama dalam perawatan.
Kriteria hasil sudah sesuai yaitu berat badan stabil, makan bisa habis 1 porsi, mual dan muntah
tidak ada. Perencanaan yang ada pada teori dan kasus yaitu Kaji tingkat nutrisi klien, intake oral,
jumlah kalori, makanan yang disukai, pola makan. Anjurkan makan sedikit tapi sering dalam
keadaan hangat dan bervariasi. Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan. Timbang
berat badan tiap minggu satu kali sesuai kondisi klien. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan komposisi diit yang tepat pada penyakit TB (TKTP). Libatkan keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi klien. Berikan obat-obat sesuai indikasi 1 tab Hp Pro dan 1 tab

Curliv. Kolaborasi pemeriksaan sampel darah SGOT/SGPT, albumin, globulin, billirubin dan
PTT.
Diagnosa ketiga, Resiko tinggi penularan penyakit berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.
Tujuan sudah sesuai yaitu penyebaran penularan penyakit tidak terjadi. Kriteria Hasil sudah
sesuai yaitu klien bila batuk mau menutup mulut, membuang ludah tidak sembarangan, mau
minum obat secara teratur dan tidak putus sebelum dinyatakan sembuh.Perencanaan yang ada
pada teori dan kasus yaitu Kaji jenis TB fase akut (tidak aktif) untuk mencegah penularan.
Anjurkan bila batuk atau bersin menutup mulut dengan tissue dan mengeluarkan secret pada
tempat yang tertutup. Anjurkan klien untuk membuang secret / ludah tempat yang tertutup yang
telah diisi oleh cairan desinfektan. Indentifikasi orang lain yang beresiko tertular penyakit.
Lakukan perawatan isolasi seperti memakai masker. Kolaborasi pemeriksaan laboratotium BTA.
Berikan 1 tab Ofloxacin 400 mg.
Diagnosa keempat, Gangguan pemenuhan kebersihan diri berhubungan dengan intoleransi
aktivitas. Tujuan sudah sesuai yaitu Kebutuhan perawatan diri terpenuhi. Kriteria hasil sudah
sesuai yaitu Klien dapat melakukan perawatan diri tanpa bantuan. Perencanaan yang ada pada
teori dan kasus yaitu kaji kemampuan klien dalam beraktivitas makan, eliminasi, mobilisasi,
kebersihan perawatan diri. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan diri dimana klien belum
mampu melakukan sendiri. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah beraktivitas.
Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan. Tingkatkan aktivitas pasien secara
bertahap sesuai indikasi / kemampuan. Berikan istirahat yang cukup dan libatkan keluarga dalam
perencanaan aktivitas klien.
Dalam membuat perencanaan faktor pendukung yang penulis dapatkan yaitu tersediannya
referensi asuhan keperawatan pada klien dengan TB Paru serta bimbingan yang intensif dari
dosen serta dari CI di Ruang Kenanga sehingga memudahkan penulis dalam menyusun
perencanaan keperawatan. Faktor penghambat yang penulis temukan yaitu terbatasnya
pengalaman dalam membuat perencanaan keperawatan pada klien dengan TB Paru.
D. Pelaksanaan Keperawatan
Pada tahap pelaksanaan diagnosa prioritas Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan
dengan sputum sulit dikeluarkan. Pelaksanaan yang sesuai dengan kasus yaitu mengukur tandatanda vital setiap jam 05.00, 11.00, 15.00, 19.00, 23.00 atau bila diperlukan sewaktu-waktu.
memberikan 02 2 liter/menit jika diperlukan. Memberikan minum air hangat. menganjurkan
kepada klien untuk batuk efektif. Memberikan obat fartolin syr 1 sdm jam 08.00,13.00, dan
18.00 WIB. Sedangkan perencanaan yang belum penulis laksanakan yaitu kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian obat inhalasi karena klien bisa mengeluarkan sputum sendiri.

Diagnosa kedua, Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, Pelaksanaan yang sesuai dengan kasus yaitu mengkaji tingkat nutrisi klien, intake
oral, jumlah kalori, makanan yang disukai, pola makan. Menganjurkan makan sedikit tapi sering
dalam keadaan hangat dan bervariasi. Memberikan perawatan mulut sebelum dan sesudah
makan. Menimbang berat badan tiap minggu satu kali sesuai kondisi klien. Melibatkan keluarga
dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien. Memberikan obat-obat sesuai indikasi 1 tab Hp Pro
dan 1 tab Curliv. Kolaborasi pemeriksaan sampel darah SGOT/SGPT, albumin, globulin,
billirubin dan PTT. Sedangkan perencanaan yang belum penulis laksanakan yaitu kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi diit yang tepat pada penyakit TB (TKTP).
Diagnosa ketiga, Resiko tinggi penularan penyakit berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.
Pelaksanaan yang sesuai dengan kasus yaitu mengkaji jenis TB fase akut (tidak aktif) untuk
mencegah penularan. Menganjurkan bila batuk atau bersin menutup mulut dengan tissue dan
mengeluarkan secret pada tempat yang tertutup. Menganjurkan klien untuk membuang secret /
ludah tempat yang tertutup yang telah diisi oleh cairan desinfektan. Mengidentifikasi orang lain
yang beresiko tertular penyakit. Kolaborasi pemeriksaan laboratotium BTA. Berikan 1 tab
Ofloxacin 400 mg. Sedangkan perencanaan yang belum penulis laksanakan yaitu melakukan
perawatan isolasi seperti memakai masker.
Diagnosa keempat, Gangguan pemenuhan kebersihan diri berhubungan dengan intoleransi
aktivitas. Pelaksanaan yang sesuai dengan kasus yaitu mengkaji kemampuan klien dalam
beraktivitas makan, eliminasi, mobilisasi, kebersihan perawatan diri. Membantu klien dalam
memenuhi kebutuhan diri dimana klien belum mampu melakukan sendiri. Mengobservasi tandatanda vital sebelum dan sesudah beraktivitas. Menganjurkan klien untuk melakukan aktivitas
sesuai kemampuan. Meningkatkan aktivitas pasien secara bertahap sesuai indikasi / kemampuan.
Memberikan istirahat yang cukup dan libatkan keluarga dalam perencanaan aktivitas klien.
Perencanaan yang penulis rencanakan sudah dapat dilaksanakan semua.
Faktor pendukung yang penulis temukan yaitu klien dan keluarga kooperatif dalam setiap
pelaksaan yang penulis laksanakan. Faktor penghambat yang penulis temukan yaitu adanya
perencanaan yang penulis rencanakan yang tidak bisa dilaksanakan karena keterbatasan waktu
dalam memberikan asuhan keperawatan.
E. Evaluasi Keperawatan
Pada tahap evaluasi penulis membuat berdasarkan tujuan dan kriteria hasil yang terdapat pada
perencanaan selama dalam melakukan asuhan keperawatan selama 3 hari dari tanggal 19 21
Oktober 2011 penulis mengevaluasi tiap-tiap diagnosa. Untuk diagnosa pertama Tidak efektif
bersihan jalan napas berhubungan dengan sputum sulit dikeluarkan, tujuan tercapai sebagian
ditandai dengan sesak tidak ada, batuk kadang-kadang masih ada, slym bisa keluar. Pada

diagnosa kedua, Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, tujuan tercapai sebagian ditandai dengan mual dan muntah sudah tidak ada, makan
habis 1 porsi, SGOT 29 u/l, SGPT 61 u/l Albumin 3.7 g/dl. Diagnosa ketiga, Resiko tinggi
penularan penyakit berhubungan dengan kurangnya pengetahuan,tujuan tercapai sebagian
ditandai dengan klien sudah menutup mulut saat batuk, dan membuang sputum pada tempat yang
tertutup. Diagnosa keempat, Gangguan pemenuhan kebersihan diri berhubungan dengan
intoleransi aktivitas. tujuan tercapai ditandai dengan klien dapat memenuhi kebutuhan perawatan
diri tanpa bantuan perawat dan keluarga.
Faktor pendukung yang penulis temukan yaitu adanya keterbukaan dari klien mengenai kondisi
yang dirasakan dan kemampuan klien dalam mengekspresikan keluhan yang dirasakan. Pada
tahap ini penulis tidak menemukan hambatan.

BAB V
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan selama 3 hari pada klien dengan Tuberculosis
Paru diruang Kenanga Rumah Sakit PELNI Jakarta dari tanggal 19 Oktober 2011 maka penulis
dapat menarik kesimpulan dan memberikan saran sebagai berikut.
Dari hasil pengkajian penyebab dari TB Paru adalah kuman mycrobakterium tuberculosis.
Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak/ lipid. Lipid inilah yang membuat kuman menjadi
tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisisk. Kuman dapat tahan
hidup pada udara kering/ dingin. Atau dapat bertahan bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini
terjadi karena kuman berada dalam sifat dorman, dari sifat dorman ini kuman dapat bangkit
kembali dan menjadi tuberculosis aktif lagi. Manifestasi klinis pada teori dan kasus sama yaitu
penurunan berat badan, batuk, penurunan napsu makan (anoreksia), kelemahan, mual dan
muntah. Pemeriksaan diagnostic pada TB paru adalah BTA 3 kali, DPL, LED, Na, K, Cl,
Albumin, Globulin, foto thorax. Farmakoterapi yang diberikan, klien saat ini dalam pengobatan
hepatitis karena hasil SGOT 236 u/L, SGPT 123 u/L, sementara untuk obat OAT ditunda
menunggu hasil SGOT dan SGPT turun. Pada non farmakoterapi diit tinggi kalori tinggi protein
(TKTP) tidak diberikan karena pada kasus klien masih ada mual, hasil SGOT 236 u/L, SGPT
123 u/L, dan diit yang diberikan yaitu diit DH III, klien tidak merokok dan minum alcohol, klien
sudah istirahat yang cukup, bisa melakukan batuk efektif. Klien tidak olahraga karena klien
mengeluh lemas dan merasa sesak setelah beraktivitas dan tidak ada pengawas minum obat
karena klien belum diprogramkan mendapat obat OAT.

Diagnosa Keperawatan prioritas yaitu tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan
sputum sulit dikeluarkan. Diagnosa kedua resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia. Diagnosa ketiga resiko tinggi penularan penyakit berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan. Diagnosa keempat gangguan pemenuhan kebersihan diri
berhubungan dengan intoleransi aktivitas. Pelaksanaan dari keempat dignosa sudah sesuai
dengan rencana tindakan yang disusun yaitu mulai dari persiapan, intervensi dan dokumentasi.
Pelaksanaan yang dilakukan pada diagnosa prioritas penulis melaksanakan rencana tindakan
yang sudah disusun sesuai dengan teori dan dengan tahapan sesuai yaitu mulai dari persiapan,
intervensi dan evaluasi.
Pada evaluasi keperawatan dilakukan dengan menggunakan metode atau system SOAP dalam
mengevaluasi dari proses keperawatan dan hasil kwalitas pelayanan keperawatan dalam 4
diagnosa keperawatan, penulis mendapatkan tiga masalah teratasi sebagian yaitu tidak efektif
bersihan jalan napas berhubungan dengan sputum sulit dikeluarkan, Resiko perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. Resiko tinggi penularan penyakit
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan. sedangkan satu diagnosa teratasi yaitu gangguan
pemenuhan kebersihan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
B.
1.
2.
3.

4.
5.
6.
7.

Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas penulis memberikan saran sebagai berikut :
Dalam memberikan asuhan keperawatan sebaiknya penulis lebih teliti lagi dalam mengkaji
masalah yang ada dan masalah yang mungkin muncul pada klien.
Penulis dan perawat ruangan agar lebih memonitoring hasil laboratorium untuk menunjang
dalam menegakan diagnosa.
Penulis dan perawat dapat lebih meningkatkan kwalitas asuhan keperawatan yang lebih baik
untuk klien dan keluarga dalam memberikan pelayanan secara komprehensif serta dapat
bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya.
Perawat dan penulis khususnya harus lebih meningkatkan pengetahuan agar dapat meningkatkan
kwalitas asuahan keperawatan yang lebih baik untuk klien dan keluarga.
Perawat dapat memotivasi pada klien untuk melakukan diit, olahraga sesuai dengan kemampuan
klien.
Perawat memberikan saran kepada klien untuk minum obat teratur (tidak terputus) dan control
ke dokter secara teratur.
Perawat memberikan pembelajaran kepada klien dan keluarga untuk memperhatikan lingkungan
(rumah ada jendela, menjemur kasur minimal 1 kali dalam seminggu)

DAFTAR PUSTAKA
Arjatmo Tjokronegoro, dkk. (2003) Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Jakarta: FKUI
Aru, W Sudoyo. (2007). Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III. Jakarta: FKUI
Doenges, Marilyn. (2000). Alih Bahasa : I Made Kariasa. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi
3. Jakarta : EGC
James, Chin. (2006). Manual Pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17. Jakarta : EGC
Ni Luh Gede Yasmin Asih, Skp. (2004). Keperawatan Medical Bedah Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : EGC
Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan : konsep dan Edisi Pertama.Jakarta:
Salemba Medika
Smeltzer, Suzane. (2000). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Soeparman Sarwono Waspadji. (1998). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Somantri Irman. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta. Penerbit Salemba Medika
Sylvia A. Price dan Mary P. Standridge. (2005). Alih Bahasa : Brahm N. Pendit.Patofisiologi. Jakarta :
EGC
http://akperpelni-choerudin.blogspot.com/2011/11/asuhan-keperawatan-pada-kliendengan.html

ASUHAN KEPERAWATAN TBC


ASUHAN KEPERAWATAN TUBERCULOSIS PARU (TBC)

A. Konsep Dasar Medik


1. Definisi
Tuberkulosis (TB) Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. (Mansjoer, 2009: hal 472).

Tuberkulosis adalah penyakit infeksius yang disebabkan Mycobacterium Tuberkulosis


terutama menyerang parenkim paru, dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termaksuk
meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe. (Brunner, 2002: hal 349).
Tuberkulosis (TB) penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis
yang mampu menginfeksi secara laten maupun progresif. (Elin, 2009: hal 918).
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis dan biasanya menjangkiti paru. (Esther, 2010: hal 193).
Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh
mikro-organisme Mycobacterium Tuberculosis, yang biasanya ditularkan melalui inhalasi
percikan ludah (droplet), orang ke orang, dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus.
(Elishabeth, 2001: hal 414).
Tuberculosis adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini bisanya mengenai paru, tetapi mungkin menyerang
semua organ atau jaringan di tubuh. (Robins, 2007: hal 544).
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi menular, menyerang pada paru, disebabkan
oleh basil mycobacterium tuberkulosa (Murwani, 2009: hal 11).
2. Klasifikasi
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2233), klasifikasi tuberculosis Paru, yaitu :
a. Pembagian secara patologis:
1) Tuberculosis primer (childhood tuberculosis).
2) Tuberculosis post-primer ( adult tuberculosis)
b. Pembagian secara aktivitas radiologis tuberculosis paru (Koch Pulmonum) aktif , non aktif dan
quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
c. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
1) Tuberculosis minimal, terdapat sebagian kecil infiltrate nonka-vitas pada satu paru maupun
kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2) Moderately advanced tuberculosis, ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. jumlah
infiltrate bayangan halus tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.
3) Far advanced tuberculosis, terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi keadaan moderately
advanced tuberculosis.
Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil
berdasarkan aspek kesehatan masyarakat:
a. Kategori 0: Tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes tuberculin
negatif.
b. Kategori I: Terpajan tuberculosis, tetapi tidak terbukti ada infeksi disini riwayat kontak positif,
tes tuberculin negatif.
c. Kategori II: Terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit, tes tuberculin positif, radiologis dan
sputum negatif.
d. Kategori III: Terinfeksi tuberculosis dan sakit.
Di Indonesia klasifikasi yang banyak di pakai adalah berdasarkan kelainan klinis, dan mikro
biologis:
a. Tuberculosis paru.
b. Bekas tuberculosis paru.
c. Tuberkulosis tersangka .

a.
b.
c.
d.

Tuberculosis tersangka terbagi menjadi tuberculosis tersangka yang diobati, disini sputum BTA
negatif, tetapi tanda-tanda lain positif. dan tuberculosis paru tersangka yang tidak diobati, disini
sputum BTA negatiaf, dan tanda-tanda lain juga meragukan.
Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan apakah termaksuk TB paru aktif atau
bekas TB paru. Dalam klsifikasi ini perlu dicantumkan: status biakan bakteriologi, mikriskopik
sputum BTA, (langsung), biakan sputum BTA, status radiologis, kelainan yang relevan untuk
tuberculosis paru, dan status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberkuosis.
WHO berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yaitu:
Kategori I, ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan bentuk
TB berat.
Kategori II, ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum BTA positif.
Kategori III ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan yang tidak luas dan kasus TB
ekstra paru selain yang disebutkan dalam kategori I
Kategori IV ditujikan kepada : TB kronik.

3. Anatomi dan Fisiologi


Gambar 2.1 Anatomi Paru-paru

(Sumber : Sylvia, Patofsiologi : Konsep klinis Proses-proses penyakit. EGC)

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbon dioksida sebagai sisa dari
oksidasi keluar dari tubuh, penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut
ekspirasi.
Jadi di dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang di tarik dari udara
masuk ke dalam darah CO2 dikeluarkan dari darah secara osmosis . seterusnya CO 2 akan
dikeluarkan melalui traktus respiratorus (jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui

kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian masuk ke sarambi kiri jantung (atrium sinistra) ke
aorta ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel-sel), disini terjadi oksidasi (pembakaran) .
sebagian ampas (sisanya) dari pembakaran adalah CO 2 dan zat ini dikeluarkan melalui peredaran
darah vena masuk ke jantung (serambi kanan / atrium dextra) ke bilik kanan (ventrikel dextra)
dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan
menembus lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO 2 ini adalah sebagian dari sisa
metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui traktus
urogenetalis dan kulit. Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan
panjang menuju paru-paru (sampai alveoli) pada laring terdapat epiglotis yang berguna untuk
menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak masuk ke trakea, sedangkan sewaktu
bernapas epiglotis terbuka begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke dalam laring maka kita
mendapat serangan batuk, untuk mencoba mengeluarkan makanan tersebut dari laring.
Selain itu dibantu oleh adanya bulu-bulu getar silia yaitu untuk menyaring debu-debu,
kotoran dan benda asing. Adanya benda asing / kotoran tersebut memberikan rangsangan kepada
selaput lendir dan bulu-bulu getar sehingga terjadi bersin, kadang terjadi batuk. akibatnya benda
asing/kotoran tersebut bisa dikeluarkan melalui hidung dan mulut. Dari kejadian tersebut diatas
udara yang masuk ke dalam alat-alat pernapasan benar-benar bersih
a. Hidung
Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum
nasi), dipisahkan oleh sekat hidung
(septum nasi). didalamnya terdapat bulu-bulu yang
berguna untuk menyaring udara, debu, kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
Bagian luar hidung terdiri dari kulit, lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan,
lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung
(konka nasalis) yang berjumlah tiga buah yaitu: konka nasalis inferior, konka nasalis media dan
konka nasalis superior.
Diantara konka ini terdapat tiga buah lekukan meatus yaitu meatus superior (lekukan
bagian atas), meatus medialis (lekukan bagian tengah) dan meatus inferior ( lekukan bagian
bawah). Meatus-meatus ini lah yang dilewati oleh udara pernapasan, sebelah dalam terdapat
lubang yang berhubungan dengan tekak, lubang ini disebut kona. dasar dari rongga hidung
dibentuk oleh tulang rahang atas, ke atas rongga hidung berhubungan dengan beberapa rongga
yang di sebut sinus paranasalis, yaitu sinus maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis
pada rongga tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji dan sinus etmoidalis pada
rongga tulang tapis.
Pada sinus etmoidalis, keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju konka nasalis.
Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman sel tersebut terutama terdapat di bagian atas. pada
hidung di bagian mukosa terdapat serabut saraf atau reseptor dari saraf penciuman (nerfus
olfaktorius).
b. Faring
Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan, terdapat di dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas
tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain: ke atas berhubungan dengan rongga
hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, kedepan berhubungan dengan rongga
mulut tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat dua lubang, kedepan
lubang laring, ke belakang lubang esophagus.

c.

d.

e.

f.

Di bawah selaput lendir jaringa ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah bening.
Perkumpulan getah bening ini dinamakan adenoid. Disebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri
dan kanan dari tekak. Di sebelah belakang terdapat epiglotis yang berfungsi menutup laring pada
waktu menelan makanan.
Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di bagian depan faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan
masuk ke dalam trakea di bawahnya. Pangkal tenggorok itu dapat di tutup oleh sebuah empeng
tenggorok yang di sebut epiglotis yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada
waktu kita menelan makanan menutupi laring.
Trakea
Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring yang di bentuk oleh 16
sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda ( huruf
C). Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya
bergerak kea rah luar. panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jaringn ikat
yang dilapisi oleh otot polos.
sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama
dengan udara pernapasan. Yang meisahkan trakea menjadi bronkus kanan dan kiri disebut karina.
Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea, ada dua buah yang
terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea
dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah
tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar
dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6 sampai 8 cincin, mempunyai 3 cabang
bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin
mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus
( bronkioli). Pada bronkiolus tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkiolus terdapat
gelembung paru / gelembung hawa atau alveoli.
Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah bagian tubuh yang sebagian besar teridiri dari gelembung
(gelembung hawa, alveoli). gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika
dibentangkan luas permukaanya lebih kurang 90 m2. Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara,
O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini
kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).
Paru-paru dibagi menjadi dua: Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus, lobus puimo dektra
superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobules. paru-paru kiri, terdiri
dari puimo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang
lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada
lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5
buah segemen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada
segmen inferior. Tiap tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan belahan yang
bernama lobules.
Diantara lobules yang satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi
pembuluh darah getah bening dan saraf, dalam tiap-tiap lobules terdapat sebuah bronkiolus. Di
dalam lobules bronkiolus bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus

g.

a)
b)

h.

alveolus. Tiap tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 0,3
mm.
Latak paru- paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan
terletak jantung. Paru paru dibungkus oleh selaput yang disebut pleuara. Pleura dibagi
menajadi: Pleura visceral yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru dan, pleura
parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keuda pleura ini terdapat
rongga (cavum) yang disebut cavum pleura. Pada keadaan normal kavum plura ini vakum
(hampa udara) sehingga paru-paru dapat kembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan
(eksudat), yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan
antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.
Pembuluh darah paru
Sirkulasi pulmonal berasal dari ventrikel kanan yang tebal dindingnya 1/3 dari tebal
ventrikel kiri. Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan tekanan yang ditimbulkan
jauh lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel kiri.
Selain aliran melalui arteri pulmonal ada darah yang langsung mengalir ke paru-paru dan
aorta melalui arteri bronkialis. Darah ini adalah darah yang kaya oksigen dibandingkan dengan
darah pulmonal yang relative kekurangan oksigen. Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke
atrium kiri. Arteri pulmonalis membawa darah yang sedikit mengandung oksigen dari ventrikel
kanan ke paru-paru.
Cabang-cabang nya menyentuh saluran-saluran bronchial, sampai ke alveoli
halus. Alveoli itu membelah dan membentuk jaringan kapiler, dan jaringn kapiler itu menyentuh
dinding alveoli (gelembung udara). Jadi darah dan udara hanya dipisahkan oleh dinding kapiler.
Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu sampai menjadi vena pulmonalis dan sejajar
dengan cabang tenggorok yang keluar melalui tampuk paru-paru ke serambi jantung kiri (darah
mengandung oksigen), sisa dari vena pulmonalis ditentukan dari setiap paru-paru oleh vena
bronkialis dan ada yang mencapai vena cava inferior maka dengan demikian paru-paru
mempunyai persediaan darah ganda.
Kapasitas paru-paru merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara di
dalamnya, kapasitas paru-paru dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
Kapasitas total yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi sedalamdalamnnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung pada bebrapa hal: kondisi paru-paru,
umur, sikap dan bentuk seseorang.
Kapasitas vital yaitu, jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal. Dalam
keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak kurang lebih 5 liter.
Waktu ekspirasi, di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara pada waktu kita bernapas
bisasa. Udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm 3 (2,5 liter). Jumlah pernapasan dalam
keadaan normal orang dewasa 16-18 kali/ menit. Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut akan
berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit, pernapasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya.
Proses terjadinya pernapasan
Terdiri dalam dua bagian yaitu inspirasi dan ekspirasi. Bernapas berarti melakukan
inspirasi dan ekspirasi secara bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus. Bernapas
merupakan gerak reflek yang terjadi pada otot-otot pernapasan. Reflex bernapas ini diatur oleh
pusat pernapasan yang terletak dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena
seseorang dapat menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa reflex

bernapas juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap
kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan dalam darah. Inspirasi terjadi bila mukulus
diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut datar.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah mendapat rangsangan kemudian
mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarakan antara sternum (tulang
dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik,
yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari
luar.
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi cekung,
muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali,
maka udara didorong keluar. Jadi proses respirasi atau pernapasan ini terjadi karena adanya
perbedaaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru.
Pernapasan dada, pada waktu orang bernapas, rangka dada terbesar bergerak, pernapasan
ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada rangka dada yang lunak, yaitu pada orangorang muda dan pada perempuan.
Pernapasan perut. Jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka ini dinamakan
pernapasan perut. Jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka ini dinamakan
pernapasan perut. Kebanyakan pada orang tua, karena tulang rawannya tidak begitu lembek dan
bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur mengendap di dalamnya dan ini banyak
ditemukan pada pria. (Syaifuddin, 2006: hal 192).
4. Etiologi
Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium Tuberculosis dan
Mycobacterium Bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5 4 mikron x 0,3 0,6 mikron
dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai
selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat).
Bakteri ini mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna
dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap
zat kimia dan fisik. Kuman tuberculosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat
dorman dan anaerob.
Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100 0C selama 5 10 menit atau pada
pemanasan 60 oC selama 30 menit, dan dengan 70 95 % selama 15- 30 detik. Bakteri ini tahan
selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), dapaat
hidup bertahun-tahun di dalam lemari es, hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat
dorman. Dari sifat dorman ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif
lagi, namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan
bahwa untuk mendapatkan 90 % udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali
partukaran udara.
Di dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni di dalam sitoplasma
makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak
mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada
bagian apical paru paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apical ini merupakan
tempat predileksi penyakit tuberculosis. (Widoyono, 2008: hal 15).

5. Patofisiologi
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2232), proses perjalanan penyakit tuberculosis Paru,
yaitu :
a. Tuberkulosis primer
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar menjadi
droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas
selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam suasana yang lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari - hari sampai
berbulan bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada
saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofi, kemudian baru oleh makrofag.
Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan
trakeobronkial bersama dengan gerakan silia bersama sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringn paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini
ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan
berbentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer atau
sarang (focus) ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar
sampai ke pleura, maka akan terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran
gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulait, terjadi limfedenopati regional kemudian
bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal,
tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluaruh bagian paru menjadi
TB milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis
lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang
primer limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer (ranke). Semua proses ini
memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya menjadi :
1) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi di hilus,
keadaan ini terdapat pada lesi pnemunia yang luasnya > 5 mm dan 10 % diantaranya dapat
terjadi reaktivitas lagi karena kuman yang dormant.
3) Berkomplikasi dan menyebar secara: perkontinuitatum, yakini menyebar ke sekitarnya. Secara
bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya, kuman dapat juga dapat
tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus. Secara limfogen ke organ tubuh
lain- lainya. Secara hematogen ke organ tubuh lainnya. Semua kejadian di atas tergolong dalam
perjalanan tuberculosis primer.
b. Tuberculosis pasca primer (sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan mucul bertahun tahun kemudian
sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%.
Tuberculosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alcohol, penyakit
maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberculosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini
yang berlokasi di region atas paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior).
Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu
sarang ini menjadi tuberkel yakini suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel

datia-langerhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai
jaringan ikat.
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia
tua tergantung dari jumlah kuman, virulensi nya dan imunitas pasie, sarang dini ini dapat
menjadi :
1) Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2) Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis.
Ada yang membungkus diri menjdai keras, menimbulakan perkapuran. Sarang dini yang meluas
sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya
mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukan
keluar maka akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama
dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar, sehingga menjadi
kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid
dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin
dengan TNF nya. Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic dissesminaate TB yang
terjadi pada immunodifisiensi dan usia lanjut.
Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak kavitas dapat
1) meluas kembali dan menimbulakan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk ke dalam
peredaran darah arteri, maka akan teradi TB Milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau
tertelan masuk ke lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya
mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan
TB endotrakeal atau empiema bila rupture ke pleura .
2) Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma ini dapat mengapur dan
menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik
kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma .
3) Bersih dan menyembuh disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan
membungkus diri menjadi kecil. kadang-kadang berkahir sebagai kavitas yang terbungkus,
menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.
Secara keseluruhan akan terdapat tiga macam sarang yakini :
1) Sarang yang sudah sembuh, sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi.
2) Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna.
3) Sarang yang berada diantara aktif dan sembuh , sarang bentuk ini dapat sembuh spontan tetapi
mengingat kemungkinan eksaserbasi kembali, sebaiknya di berikan pengobatan yang sempurna
juga.
6. Manifestasi Klinis
Menurut Sudoyo, dkk (2009: hal 2234), Tanda dan gejala tuberculosis Paru, yaitu :
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza tetapi panas badan kadang-kadang dapat
mencapai 40-41 oC. serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat
timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influsnza ini, sehingga pasien
merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi
oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
b. Batuk atau batuk darah

Gejala ini banyak di temukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-prosuk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus di setiap
penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah batuk berkembang dalam jaringan paru
yakini setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai
dari batuk kering (non Produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat
pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas,
tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian
paru-paru.
d. nyeri dada
gejala ini agak jarang ditemukan, nyeri dada tibul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau
melepaskan napasnya.
e. Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat randang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa
aneroksia, tidak ada nafsu maka, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang,
nyeri otot, keringat malam dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi
hilang timbul secara tidak teratur.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Mansjoer, dkk (1999 : hal 472), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada
klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :
a. Laboratorium darah rutin : LED normal / meningkat, limfositosis.
b. Pemeriksaan sputum BTA : untuk memastikan diagnostik TB paru, namun pemeriksaan ini tidak
spesifik karena hanya 30 70 % pasien yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
c. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan
adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
d. Tes Mantoux / Tuberkulin
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan
adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
e. Tehnik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu
mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
f. Becton Dickinson diagnostic instrument Sistem (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh
mikobakterium tuberculosis.
g. MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada suatu alat berbentuk
seperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam jumlah memadai memakai warna sisir akan
berubah.
h. Pemeriksaan radiology : Rontgen thorax PA dan lateral

1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
a.

Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu :


Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment apikal lobus bawah
Bayangan berwarna ( patchy ) atau bercak ( nodular )
Adanya kavitas, tunggal atau ganda
Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru
Adanya klasifikasi
Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
Bayangan millier
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2235), pemeriksaan diagnostic
yang dapat dilakukan pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :
Pemeriksaan radiologis (Photo Thorax)
Lokasi lesi tuberculin umumnya di daerah apex paru (segmen apical lobus atas atau
segmen apical lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di
daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis endobronkial).
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran
radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi
sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi
ini dikenal dengan tuberkuloma .
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. lama-lama
dinding menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang
bergaris-garis. Pada klasifikasi bayangannya tambak sebagai bercak-bercak padat dengan
densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat
terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.
Gambaran tuberculosis millier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar
merata pada seluruh lapang paru.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis paru adalah penebalan pleura
(pleuritis), massa cairan dibagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radioulsen
di pinggir paru/pleura (pnemothorax)
Pada satu foto dada sering di dapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada
tuberculosis yang sudah lanjut) seperti infiltrate, garis-garis fibrotik, klasivikasi kavitas (non
sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema.

b. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)


Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak dipakai di
rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CT-Scan). Pemeriksaan ini lebih
superior dibandingkan dengan radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas
dan sayatan dapat dibuat transversal.
c. Magnetic Resonsnce Imaging ( MRI )
Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT-Scan, tetapi dapat mengevalusai proses-proses dekat
apek paru, tulang belakang, perbatasan dada perut. Sayatan dapat dibuat transversal, segital dan
koronal.
d. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan,
hasilnya tidak sensitive dan tidak spesifik. Pada saat tuberculosis baru mulai aktif akan
didapatkan jumlah leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah

e.
f.

1)
2)
3)

limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh
jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi, laju endap darah mulai turun
kearah normal lagi.
Sputum (BTA)
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA
pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.
Tes tuberculin/ tes mantoux
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakan diagnosis tuberculosis
terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes mantoux yakini dengan menyuntikan 0,1
cc tuberculin P.P.D (purified protein derivative).
Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U ( first
strength). kadang-kadang bila dengan 5 T.U masih memberikan hasil negative, berarti
tuberculosis dapat disingkirkan , umumnya tes mantoux dengan 5 T.U. Sudah cukup berarti. Tes
tuberculin hanya menyatakan apakah seorang individu sedang atau pernah terserang
Mycobacterium tuberculosis, mycobacterium bovis.
Tes mantoux ini dapat dibagi kedalam beberapa kategori yaitu :
Indurasi 0-5 mm (diameternya ) mantoux negative = golongan non sensitivity.
Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini peran antibody
normal masih menonjol.
Indurasi 10-15 mm: mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity disini peran antibody
selular paling menonjol.

8. Penatalaksanaan Medik
a. Pengobatan
Menurut (Widuyono, 2008: hal 18), pengobatan yang dapat diberikan pada klien dengan
tuberculosis Paru, yaitu :
1) Kategori I (2 HRZE/4 H3R3) untuk pasien TBC baru.
2) Kategori II (2 HRZES / HRZE/5 H3R3E3) untuk pasien ulangan (pasien yang pengobatan
kategori 1 nya gagal).
3) Kategori III (2 HR/ 4H3R3) untuk pasien yang baru dengan BTA negative RO positif
4) Sisipan (HRZE) digunakan sebagai tambahan bila ada pemeriksaan akhir tahap intensif dari
pengobatan dengan kategori I atau kategori II ditemuukan BTA positif. Obat diminum sekaligus
1 jam sebelum sarapan pagi.
Dosis pemberian obat kategori 1:
a) Tahap permulaan diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE) :
1) INH (H)
: 300 mg 1 tablet.
2) Rimfapisin (R) : 450 mg - 1 kaplet
3) Pirazinamid (P) :1500 mg - 3 kaplet @ 500 mg
4) Ethambutol (E) : 750 mg 3 kaplet @250 mg
Obat tersebut diminum setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali regimen ini di sebut
kombipak II
b) Tahap lanjutan diberikan tiga kali dalam semingggu selan 4 bulan (4 H3R3) :
1) INH (H)
: 600 mg 2 tablet @ 300 mg
2) Rimfapisin (R) : 450 mg 1 kaplet

Obat tersebut diminum 3 kali dalam seminggu (intermiten) sebanyak 54 kali regimen ini disebut
kombipak III.
Ta

b. Menurut Mansjoer (2000 : hal 474 ), pembedahan pada TB Paru.


Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkembang. Indikasi
pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indikasi relative.
1) Indikasi mutlak pembedahan adalah:
a) semua pasien yang telah mendapat OAT tetapi sputum tetap posoitif.
b) Pasien batuk darah masih tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c) Pasien dengan fisula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif.
2) Indikasi relative pembedahan adalah:
1. Pasien denga sputum negative dan batuk-batuk darah perulang
2. Kerusakan 1 paru atau lobus dengan keluhan
3. Sisa kavitas yang menetap.
9. Komplikasi
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2238), komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan
tuberculosis Paru, yaitu :
a. Pleuritis tuberkulosa
Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening, sebab lain dapat
juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju ronggal pleura, iga atau
columna vertebralis.
b. Efusi pleura
Kelaurnya cairan dari peembuluh darah atau pembuluh limfe ke dalam jaringan selaput paru,
yang disebabkan oleh adanya penjelasan material masuk ke rongga pleura. Material mengandung
bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi inflamasi dan exudat pleura yang kaya akan protein.
c. Empiema
Penumpukann cairana terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas pleura, rongga pleura yang di
sebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri mycobacterium tuberculosis (pleuritis
tuberculosis).
d. Laryngitis
Infeksi mycobacteriym pada laring yang kemudian menyebabkan laryngitis tuberculosis.
e. TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe)
Bakteri mycobacterium tuberculosis bila masuk dan berkumpul di dalam saluran pernapasan
akan berkembang biak terutama pada orang yang daya tahan tubuhnya lemah, dan dapat
menyebat melalaui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, oleh karena itu infeksi
mycobacterium tuberculosis dapat menginfeksi seluruh organ tubuh seperti paru, otak, ginjal,
dan saluran pencernaan.
f. Keruskan parennkim paru berat
Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi parenkim paru, sehingga jika
tidak ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada parenkim yang terinfeksi.
g. Sindrom gagal napas (ARDS)
Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas, menyebabkan gagal napas atau
ketidak mampuan paru-paru untuk mensuplay oksigen ke seluruh jaringan tubuh.

10. Prognosis.
Tuberculosis paru dapat disembuhkan secara total dengan pemberian obat antituberculosis
(OAT) yang di konsumsi selama 6 bulan secara rutin. (Sylvia, 1995 : hal 759)
11. Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi mycobacterium
tuberkuloisi adalah sebagai berikut :
a. Oleh penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk, dan membuang dahak
tidak di sembatang tempat (di dalam larutan disinfektan).
b. Dengan memberikan vaksin BCG pada bayi
c. Disinfeksi, cuci tangan, dan tata rumah tangga dan kebersihan yang ketat, perlu perhatian khusus
terhadap muntahan dan ludah, memperbaiki ventilasi, sirkulasi udara, dan penyinaran matahari di
rumah.
d. Menghindari faktor predisposisi seperti merokok, udara yang lembab dan kotor (polusi).
e. Mencegah kontak langsung dengan penderita tuberculosis paru.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pada konsep dasar asuhan keperawatan ini akan dibahas tentang pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi,implementasi, evaluasi dan perencanaan pulang.
1. Pengakajian
Pengkajian menurut 11 pola Gordon yaitu:
a. Pola pemeliharaan kesehatan
1) Adanya riwayat keluarga yang mengidap penyakit tuberculosis paru
2) Kebiasaan merokok atau minum alcohol
3) Lingkungan yang kurang sehat, pemukiman padat, ventilasi rumah yang kurang.
b. Pola nutrisi metabolic
1) Nafsu atau selera makan menurun
2) Mual
3) Penurunan berat badan
4) Turgor kulit buruk,kering, kulit bersisik
c. Pola eliminasi
1) Adanya gangguan pada BAB seperti konstipasi
2) Warna urin berubah menjadi agak pekat karena efek samping dari obat tuberculosis paru
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Kelemahan umum/ anggota gerak
2) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari terganggu.
e. Pola tidur dan istirahat
1) Kesulitan tidur pada malam hari
2) Mimpi buruk
3) Berkeringat pada malam hari
f. Pola persepsi kognitif
Nyeri dada meningkat karena batuk

g.
1)
2)
h.
1)
2)
i.
j.
1)
2)
3)
k.

Pola persepsi dan konsep diri


Perasaan isolasi/ penolakan karena panyakit menular
Perasaan tidak berdaya
Pola peran hubungan dengan sesama
Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
Frekuensi ineraksi antara sesame jadi kurang.
Pola reproduksi seksualitas
Gangguan pemenuhan kkebutuhan biologis dengan pasangan
Pola meknisme koping dan toleransi terhadap stress
Menyangkal (khususnya selama hidup ini)
Ansietas
Perasaan tidak berdaya
Pola sistem kepercayaan
Kegiatan beribadah terganggu

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan
aktual dan potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi : pertama adanyanya masalah actual
berdasarkan respon klien terhadap masalah atau penyakit. Kedua faktor-faktor yang
berkontribusi atau penyebab adanya masalah. Ketiga kemampuan klien untuk mencegah atau
menghilangkan masalah.
Menurut Donges, (1999: hal 241), diagnosa yang sering muncul pada kasus tuberculosis
paru adalah:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan secret kental, atau secret darah,
kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakeal/ faringeal.
b. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan/ tambahan
infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen.
c. Gangguan pertukaran gas O2 edan CO2 berhubungan dengan penurunan permukaan efektif
paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler dan secret kental, tebal.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubah berhubungan dengan kelemahan, sering batuk/
produksi sputum, dispnea dan anorexia.
e. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan kurang
informasi / salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif dan tak akurat / tak lengkap
informasi yang ada.
3. Intervensi Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perncanaan keperawatan atau
intervensi keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan
mencegah maslah keperawatan klien. Tahap perencanaan adalah penentuan prioritas diagnosa,
penetapan sasaran (goal) dan tujuan , penetapan tujuan, penetapan kriteria evaluasi dan
merumuskan intervensi keperawatan.(Nursalam, 2001: hal 53)
Setelah menyusun prioritas perencanaan di atas maka langkah selanjutnya adalah
penyusunan rencana tindakan. Adapun rencana tindakan dari diagnosa keperawatan yang muncul
pada Tuberkulosis Paru adalah sebagai berikut : (Doenges , 1999 : hal 244).

a.

Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan secret kental, atau secret darah,
kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakeal/ faringeal.
Tujuan
: Mempertahankan jalan napas
Kriteria Hasil : mengelaurkan secret tanpa bantuan, menunjukan
perilaku mempertahankan jalan napas.
Rencana Tindakan:
1) Kaji pungsi pernapasan seperti bunyai napas, irama, kedalaman.
Rasiainal : Penurunan bunyi napas dapat menunjukan atelektasis, ronchi menunjukan akumulasi
secret.
2) Catat kemampua untuk mengeluarkan dahak dan batuk efektif.
Rasional :Pengeluaran secret sulit jika secret kental, sputum berdarah, diakibatkan oleh
kerusakan paru-paru.
3) Ajarkan pasien tekhnik napas dalam dan cara melakkukan batuk efektif.
Rasional :Batuk efektif membantu pengeluaran sputum, napas dalam mambantu ventilasi
maksimal meningkatkan gerkan secret
4) Anjurkan pasien untuk banyak minum air putih 2000-2500 cc.
Rasional :Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan secret.
5) Berikan pasien posisi yang nyaman, posisi semifowler.
Rasional : semifoweler membantu memaksimalkan ekpansi paru dan meminimalkan upaya
pernapasan
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian agen mucolitik, brochodialator, kortikosteroid.
Rasional : Menurunkan kekentalan dan merangsang pengelauran secret.
b. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan/ tambahan
infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen.
Tujuan
: dapat menentukan intervensi mencegah / menurunkan
resiko penyebaran infeksi
Kriteria hasil : melakukan perubahan pola hidup untuk
meningkatkan lingkungan yang aman.
Rencana Tindakan :
1) Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan dilakukan.
Rasional : Mengurangi resiko kontaminasi silang.
2) Berikan ruangan yang bersih dan berventilasi baik.
Rasional : Mengurangi pathogen pada system imun dan mengurangi kemkungkinan pasien
mengalami infeksi nosokomial.
3) Pantau tanda-tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah, frekunesi pernapasan).
Rasional : Memberikan informasi data dasar awitan/ peningkatan suhu secara berulang-ulang
dari demam yang terjadi untuk menunjukan bahwa bereaksi pada proses infeksi yang tidak dapat
disembuhkan.
4) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan , perhatikan batuk spasmodik kering pada inspirasi dalam
perubahan karakteristik sputum, dan adanya mengi / ronchi . lakukan isolasi pernapasan bila
etiolgi batuk produktif tidak diketahui.
Rasional: Kongesti atau distress pernapasan dapat mengidentifikasi perkembangan PCP
penyakit yang paling sering terjadi meskipun demikian , TB mengalami peningkatan an infeksi
jamaur lainnya.
5) Periksa adanya luka/ lokasi alat infasif, perhatikan tanda-tanda infeksi/ inflamasi.

Rasional :Identifikasi / perawatan awal dari infeksi sekunder dapat mencegah terjadinya sepsis.
6) Anjurkan pasien untuk batuk dan bersin menggunakan tissue dan membuang pada tempat,
anjurkan buang dahak pada wadah cairan disinfektan.
Rasional :Mencegah terjadinya penularan nosokomial dari pasien keperawatan atau orang lain.
7) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotic, antijamur, anti agen mikroba.
Rasional :Menghambat proses infeksi beberapa obat di targetkan untuk organsime tertentu
( sistem perusak).
c. Gangguan pertukaran gas O2 edan CO2 berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru,
atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler dan secret kental, tebal.

1)

2)
3)

4)
5)

Tujuan
: bebas dari distress pernapasan
Kriteria Hasil : perbaikan ventilasi dan perbaikan oksigenasi jaringan adekuat dengan gas darah
dalam rentang normal.
Rencana Tindakan :
Kaji disepnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal, meningkatnya respirasi, keterbatasan
ekspansi dada dan fatique.
Rasional : TB paru menyebabkann efek luas pada paru dan bagian kecil bronkopnemonia
sampai inflasmasi, difusi luas, nekrosis, effusi pleura, dan fibrosis luas. Efek pernapasan dapat
ringan sampai dispnea berat sampai distress penapasan.
Evaluasi perubahan tingakat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan kulit, selaput
mukosa dan warna kuku .
Rasional : akumulasi secret dapat mempengaruhi oksigenasi oragan vital
Demonstrasikan atau anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, khususnya
dengan pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional : membantu tahanan melawan udara luar untk mencegah kolaps atau penyempitan jalan
napas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan/menurunkan
napas pendek.
Ajnurkan untuk bed rest / mengurangi aktivitas.
Rasional : menurunkan konsumsi oksigen / kebutuhan selama periode penurunan pernapasan
dapat menurunkan beratnya gejala.
Kolaborasi untuk pemberian oksigen tambahan
Rasional : alat dalam perbaikan hipokalesemia yang dapat terjadi sekunder terhadap ventilasi /
menurunnya permukaan alveolar paru.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubah berhubungan dengan kelemahan, sering batuk/
produksi sputum, dispnea dan anorexia.
Tujuan : meningkatkan perubahan / perilaku pola makan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi
Kriteria hasil: menunjukan peningkatan berat badan dan bebas
dari tanda-tanda malnutrisi.
Rencana Tindakan :
1) Kaji status nutrisi, riwayat mual dan muntah.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat/ luasnya masalah dan pilihan intervensi
yang tepat.
2) Kaji pola diet yang disukai / tidak disukai

3)
4)
5)
6)
7)
e.

1)
2)
3)

4)
5)

6)
4.

Rasional: membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/ kekuatan khusus. Pertimbangan


keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.
Monitor intake dan output secara periodik
Rasional: berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
Dorong klien untuk makan sedikit tapi sering dengan makan tinggi protein karbohidrat.
Rasional: Memaksimalakan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang perlu/kebutuhan energi dari
makanan yang banyak menurunkan iritasi gaster.
Rujuk keahli diet untuk menentukan komposisi diet
Rasional: memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan
metabolic
Berikan obat penetralisir asam lambung sesuai indikasi
Rasional : dapat membantu menurunkan insiden mual dan muntah sehingga dengan obat atau
efek pengobatan pernapasan perut yang penuh.
Berikan terapi parenteral sesuai indikasi
Rasional: membantu terpenuhinya kebutuhan cairan dan pengobatan parenteral.
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan kurang
informasi / salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif dan tak akurat / tak lengkap
informasi yang ada.
Tujuan : menunjukan perubahan perilaku untuk memperbaiki
kesehatan
Kriteria Hasil : Klien menyatakan pemahaman proses penyakit/
prognosis kebuthan pengobatan.
Rencana Tindakan :
Kaji tingkat pengetahuan pasien.
Rasional :Menentukan tingkat pengetahuan pasien.
Kaji kemampuan belajar pasien
Rasional : Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahap
individu.
Beri penyuluah tentang penyakit TB Paru ( pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).
Rasional : Agar pasien dapat mengerti tentang penyakit yang di TB Paru ( pengertian, penyebab,
tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).
beri kesempatan untuk bertanya dan jawab pertanyaan pasien.
Rasional :Meningkatkan pemahaman tentang penyakitnya.
Evaluasi kembali tingkat pemahaman pasien tentang penyakit TB Paru ( pengertian, penyebab,
tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).
Rasional :Mengetahui tingkat pemahaman pasien tentang penyakit TB Paru (( pengertian,
penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).
Anjurkan pada pasien untuk mengunjungai petugas kesehatan bila ada keluhan.
Rasional : agar petugas kesehatan dapat mengatasi masalah kesehatan yang terdapat pada
pasien.
Implementasi Keperawatan
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan di susun dan
dilanjutkan pada nursing orders untuk membantu klien tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu

rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang


memperngaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pecegahan
penyakit, pemuliahan kesehatan dan memanifestasi koping. Perencanaan tindakan keperawatan
akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk beradapatasi dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan. Selama tahap pelaksanaan, perawat harus melakukan
pengumpulan data dan memilih tinakan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien.
Semua tindakan keperwatan di catat dalam format yang telah ditetapkan oleh semua institusi.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan Tuberkulosis Paru yang
perlu diperhatikan adalah memperhatikan jalan napas, pencegahan tahap penularan karena
penyakit ini sangat berpotensi untuk menularkan kepada orang lain melalui udara ( born I
nfection), bebas dari geala distress pernapasan, nyeri berkurang / hilang, mempertahan kan berat
badan ideal dan menunjukan prubaha perilau dalam meningkatkan kesehatan.
Dalam memberikan asuhan keperwatan, perawat harus mampu bekerja sama dengan klien,
keluarga, serta anggota tim kesehatan yang lain sehingga asuhan yang diberikan dapat optimal
dan komprehensif. (Nursalam, 2001: hal 63).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah
berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor kealpaan yang
terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan dan pelaksanaan tindakan.
Evaluasi yang digunakan mencakup dua bagian yaitu evaluasi proses (formatting) dan
evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan secara terus-menerus terhadap
tindakan yang telah dilakukan . sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi tindakan secara
keseluruhan untuk menilai keberhasilan tindakan yang dilakukan dan menggambarkan
perkembangan dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Adapun evaluasi yang diharapkan pada penyakit Tuberkulosis Paru berdasarkan diagnosa
yang muncul adalah mempertahankan jalan napas, mencegah/menurunkan resiko penyebaran
infeksi, bebas dari distress pernapasan, nyeri berkurang / hilang , bebas dari tanda-tanda
malnutrisi dan berat badan menjadi ideal, melakukan perubahan perilaku dan pola hidup untuk
meningkatkan kesehatan dan menurunkan resiko pengaktifan ulang penyakit Tuberculosis Paru.
(Nursalam, 2001 : hal 71)
6. Perencanaan Pulang
Perencanaan pulang atau discharger planning pada pasien dengan tuberculosis paru adalah:
a. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi obat OAT secata teratur sesuai dengan instruksi dokter.
b. Mencegah penyebaran infeksi, contoh membuang dahak ditempat yang tertutup dan tidak
disembarang tempat bila perlu diberi larutan desinfektan
c. Istirahat yang cukup.
d. Menghidari suhu udara yang terlalu dingin dan lembab.
e. Memperbaiki sirkulasi udara di rumah dengan ventilasi rumah yang memadai.
f. Memberikan penyinaran matahari yang baik di rumah.
g. Menghindari faktor predisposisi seperti merokok, udara yang lembab dan kotor (polusi).

h. Makanan yang dianjurkan Diet tinggi protein (Hewani : Daging, susu, telur, ikan. Nabati :
Kacang-kacangan, tahu, tempe), Diet tinggi vitamin : Buah-buahan dan sayuran
i. Makanan yang harus dihindari adalah alcohol
http://arizhandhy.blogspot.com/2012/10/asuhan-keperawatan-tbc.html

Anda mungkin juga menyukai