NIM
: 13714022
Kelompok
:5
: 12 Oktober 2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Logam merupakan salah satu material yang dapat dijumpai dalam kehidupan
sehari-sehari. Kontruksi bangunan, mesin perkakas, alat bangunan, kendaraan
merupakan salah satu produk yang memakai material logam. Dalam proses
pembuatan logam dibagi menjadi beberapa tahap antara lain :
1. Proses pengecoran dan metalurgi serbuk (primer)
2. Proses pemesinan (sekunder)
3. Proses pembentukan (sekunder)
4. Proses penyambungan (assembly)
5. Proses perubahan sifat (finishing)
Salah satu sifat logam yang sering digunakan adalah sifat kekuatannya.
Kekuatan logam sering kali disejajarkan dengan kekerasannya. Dalam
meningkatkan sifat kekuatan dan kekerasan dari logam dan paduan harus diatur
unsur-unsur yang terkandung dalam logam tersebut pada saat proses pengecoran.
Akan tetapi cara ini tidak efektif karena memakan biaya yang mahal dan
prosesnya memakan waktu yang lama.
Dikarenakan hal tersebut maka diperlukan metode lain untuk meningkatkan
sifat kekuatan dan kekerasan logam dan paduan. Metode lain adalah dengan cara
perlakuan panas, strain hardening, dan grain refinement. Metode perlakuan panas
dan grain refinement sering kali digunakan karena tidak perlu mengubah dimensi
benda kerja.
Ketika logam dinaikkan kekuatannya seringkali keuletannya diabaikan. Salah
satu cara perlakuan panas yang digunakan untuk mengeraskan baja adalah
quenching. Untuk mengembalikan keuletan logam yang telah diberi perlakuan
quenching adalah dengan cara annealing. Parameter temperatur dan waktu ketika
proses pemanasan dan pendinginan pada perlakuan panas sangatlah penting untuk
menentukan kekuatan dari logam. Oleh sebab itu diperlukanlah studi lebih lanjut
mengenai metode pengerasan baja dengan cara perlakuan panas dan grain
refinement.
1.2 Tujuan
1. Menentukan kadar karbon pada peningkatan kekerasan baja karbon.
2. Menentukan aging time yang optimal pada paduan Al-Cu.
3. Menentukan temperatur rekristalisasi dan durasi pemanasan terhadap nilai
kekerasan Cu.
BAB II
TEORI DASAR
Gambar 2.12 Efek kenaikan temperatur terhadap proses penguatan paduan AlCu.
2.3 Rekristalisasi
Spesimen logam polikristalin yang telah terdeformasi plastis pada temperatur
dibawah temperatur rekristalisasi mengalami perubahan mikrostruktur dan perubahan
sifat yang meliputi : bentuk butir, fenomena strain hardening, dan peningkatan
jumlah dislokasi.
Sifat dan struktur logam dapat diubah kembali menjadi seperti semula dengan
perlakuan panas yang sesuai (terkadang disebut annealing treatment). Hasil
pemulihan dari dua proses pada temperatur diatas temperatur rekristalisasi adalah
recovery, recrystallization, dan diikuti oleh grain growth.
Ketika tahap recovery, energi regangan dalam dalam dilepaskan dengan cara
pergerakan dislokasi. Hasilnya adalah peningkatan difusi atom pada temperatur diatas
temperatur rekristalisasi. Terdapat penurunan jumlah dislokasi dan konfigurasi
dislokasi menyebabkan rendahnya energi regangan dalam. Sifat fisik seperti elektrik
ataupun konduktivitas thermal pulih seperti sebelum pengerjaan dingin.
Rekristalisasi adalah pembentukan butir ekuiaksial baru yang memiliki densitas
dislokasi yang rendah dan memiliki karakter seperti sebelum pengerjaan dingin. Sifat
mekanik yang diubah antara lain : lebih lunak, kekuatannya lebih rendah, akan tetapi
lebih ulet. Rekristalisasi merupakan proses yang tergantung pada temperatur
rekristalisasi. Temperatur rekristalisasi adalah temperatur dimana rekristalisasi telah
terjadi seluruhnya pada waktu 1 jam. Besar temperatur rekristalisasi biasanya
sepertiga sampai setengah temperatur cair absolut. Proses rekristalisasi terjadi lebih
cepat pada logam murni daripada logam paduan. Ketika rekristalisasi, pergerakan
batas butir muncul sebagai bentuk inti butir baru lalu tumbuh. Ketidak murnian atom
mengakibatkan segregasi dan berinteraksi dengan batas butir. Sehingga menghentikan
pergerakan batas butir, menurunkan kecepatan rekristalisasi, dan meningkatkan
temperatur rekristalisasi. Untuk logam murni temperatur rekristalisasinya biasanya
0,3 Tm, dimana Tm merupakan temperatur cair absolut. Untuk logam paduan
komersil dapat mencapai 0,7 Tm.
Setelah rekristalisasi selesai, butir akan tumbuh jika logam dibiarkan pada
temperatur yang tinggi, fenomena ini dinamakan grain growth. Grain growth timbul
dikarenakan migrasi dari perpindahan batas butir. Proses perpindahan batas butirnya
yaitu butir yang besar akan membesar sedangkan butir yang kecil akan menciut.
Gambar 2.13 Efek dari annealing temperature terhadap sifat mekanik dan
bentuk butir.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Spesimen terdiri dari baja karbon rendah dan tinggi disiapkan dan diukur kekerasan
awalnya.
Proses quenching dilakukan dengan medium pendingin air dan kekerasan akhir
spesimen diukur.
Spesimen dipanaskan lagi pada temperatur 200 C masing masing selama 10, 30, 60
dan 120 menit lalu diquench dengan medium pendingin air.
3.3 Rekritalisasi
Keenam spesimen tembaga dipanaskan terlebih dahulu pada temperatur 800 C, lalu
didinginkan di udara dan dilakukan pengerolan dengan reduksi 50%.
Keenam spesimen diberi tanda dengan nomor 1 sampai 6 dan diukur kekerasan
awalnya
BAB IV
DATA PERCOBAAN
T (C)
Persegi
Lingkara
n
800
800
t (menit)
30
30
H awal (HRA)
H akhir (HRA)
51,25
67,6
Peningkatan
kekuatan (%)
73,83
44,05
76,16
12,66
Kekerasan Akhir
Kekerasan Awal
Gambar 4.1 Kurva perbandingan kekerasan terhadap lama pemanasan paduan Al-Cu.
4.3 Rekristalisasi
Tabel 4.3 Data hasil rekristalisasi pada tembaga
Tembaga
1
2
3
4
5
6
BAB IV
ANALISIS DATA
Pada praktikum kali ini kami melakukan 3 percobaan, yaitu : pengerasan dengan
membentuk fasa martensit pada baja karbon, precipitation hardening pada paduan AlCu dan rekristalisasi pada Cu.
Pada pengerasan dengan membentuk fasa martensit kami menggunakan dua
spesimen yaitu baja silinder dan kotak. Kedua baja tersebut dipanaskan pada
temperatur yang sama dan lama pemanasan yang sama. Setelah dipanaskan kedua
baja didinginkan menggunakan medium pendingin yang sama yaitu air.
Baja
Persegi
Lingkaran
T (C)
800
800
t (menit)
30
30
H awal (HRA)
51,25
67,6
H akhir (HRA)
Peningkatan
kekerasan
(%)
73,83
44,05
76,16
12,66
Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa peningkatan kekerasan pada baja persegi
dan baja lingkaran terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut dapat menggambarkan
bahwa seberapa banyak fasa martensit yang terbentuk pada kedua spesimen. Baja
persegi memiliki peningkatan kekerasan lebih tinggi dibandingkan dengan baja
lingkaran. Sehingga pada baja persegi fasa martensit yang terbentuk lebih banyak
daripada baja lingkaran.
Dapat disimpulkan bahwa diagram CCT kedua spesimen baja tersebut berbeda.
Karena pada cooling rate yang sama jumlah martensit yang dihasilkan berbeda maka
dapat dilihat bahwa kadar karbonnya berbeda. Kadar karbon yang tinggi
menyebabkan austenit sisa pada saat baja mengalami proses quenching. Teori
tetragonalitas dapat menjelaskan fenomena tersebut. Karbon yang berlebih akan
mengisi rongga tetrahedral dan ketika mengalami proses quenching karbon tersebut
akan menjadi austenit sisa. Austenit sisa juga dapat timbul akibat kadar karbon (atau
CE) yang tinggi sehingga menyebabkan garis Ms dan Mf bergeser ke bawah. Cara
mengatasi hal tersebut adalah dengan melakukan sub zero treatment, yaitu
didinginkan sampai temperatur dibawah nol derajat. Kesimpulan dari dua analisa
diatas adalah pada baja lingkaran kadar karbonnya lebih tinggi dibandingkan dengan
baja persegi.
Percobaan kedua adalah precipitation hardening pada paduan Al-Cu. Pada
percobaan ini logam paduan Al-Cu dipanaskan pada temperatur yang sama dengan
durasi pemanasan yang berbeda-beda.
Al-Cu
1
2
3
4
Pada
sebelumnya sehingga fasa yang terbentuk adalah super saturated solid solution.
Sehingga pada percobaan yang diperlukan hanyalah memberi precipitation heat
treatment. Karena temperetur aging berada diatas temperatur kamar maka dinamakan
artificial aging. Karena pada proses aging yang dicari adalah peningkatan kekerasan
terhadap waktu, maka praktikan harus dapat menentukan berapa waktu aging yang
meningkatkan kekerasan secara optimal.
Spesimen nomor 1 mengalami penurunan kekerasan, hal ini dapat terjadi karena
kesalahan praktikan dalam melakukan pengujian keras. Baja nomer 2 sampai 4
mengalami peningkatan kekerasan, akan tetapi baja nomer 3 mengalami peningkatan
kekerasan paling tinggi. Dari situ dapat disimpulkan bahwa aging time yang optimal
adalah 60 menit.
Percobaan ketiga adalah melakukan rekristalisasi pada logam Cu. Spesimen
dipanaskan pada temperatur yang berbeda dan waktu yang berbeda pula untuk
mengetahui efek temperatur dan waktu pemansan terhadap proses rekristalisasi.
Untuk mengetahui efek temperatur terhadap proses rekristalisasi dapat dilihat pada
spesimen dengan temperatur pemanasan yang sama pada waktu pemansan yang
berbeda.
Tembaga
1
2
3
4
5
6
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Baja persegi memiliki kadar karbon lebih rendah dibandingkan baja lingkaran.
2. Aging time yang optimal adalah selama 60 menit.
3. Semakin tinggi temperatur pemanasan dan lama pemanasan maka logam akan
semakin lunak.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
4. Kapan terbentuk austenit sisa pada proses quenching dan apa pengaruhnya
terhadap kekerasan?
5. Jelaskan cara yang dilakukan untuk mengurangi keberadaan austenit sisa!
Jawaban
1. Dikarenakan fasa martensit yang terbentuk lebih banyak pada baja karbon tinggi
dibandingkan dengan baja karbon rendah.
2. Pada proses quenching terjadi fenomena transformasi fasa dari fasa austenit
menjadi fasa martensit yang memiliki kekerasan hampir sama seperti senyawa.
Semakin cepat laju pendinginannya maka semakin tinggi kekuatan dan kekerasan
baja ketika di-quenching.
3. Mekanisme terbentuknya martensit adalah mekanisme geser. Difusi tidak bisa
terjadi ketika baja karbon di-quench sehingga atom-atom pada baja bergerak
secara bersamaan dan membentuk martensit. Ketika terjadi mekanisme geser
kristal FCC bergabung dan membentuk kristal BCT yang merupakan sel satuan
dari martensit. Martensit memiliki kekerasan yang tinggi pada baja karena terdapat
atom C diantara atom Fe.
4. Austenit sisa terbentuk ketika terdapat atom C di rongga tetrahedral pada kristal
FCC. Austenit sisa dapat mengakibatkan turunnya kekerasan dari baja.
5. Cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi keberadaan austenit sisa adalah ada
medium pendingin diatur pada temperatur dibawah 0 C sehingga laju pendinginan
mencapai garis M finish.
Jawaban
1. Semakin lama waktu aging maka semakin tinggi kekerasannya selama masih di
GP zone.
2. Kekerasan atau kekautan logam didefinisikan sebagai mudah tidaknya dislokasi
bergerak. Presipitasi merupakan salah satu hal yang dapat menghambat dislokasi.
3. Natural aging merupakan aging yang dilakukan dengan menggunakan temperatur
kamar. Artificial aging merupakan aging yang dilakukan diatas temperatur kamar.
Over aging merupakan aging yang melewati batas kekuatan dan kekerasan yang
dapat diperoleh, sehingga kekerasannya malah menurun.
4. GP zone adalah daerah dimana terbentuknya cluster partikel presipitat, dimana
cluster tersebut masih koheren dengan atom-atom solvent.
C. Rekristalisasi
Soal
1. Buatlah analisis antara temperatur pemanasan pada T=800 C, 400 C dan 100 C
terhadap kekerasan material! Adakah hubungannya dengan struktur mikronya?
Jelaskan!
2. Temperatur rekristalisasi dipakai sebagai batas antar cold working dan hot
working. Jelaskan mengapa pemberian deformasi pada hot working tidak
meningkatkan kekerasan?
3. Jelaskan pengaruh cold working terhadap temperatur rekristalisasi material?
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan cold working dan hot working! Apa masingmasing kelebihan dan kekurangannya dan berikan contohnya!
5. Jelaskan pengaruh recovery, recrystallization, dan grain growth terhadap sifat
mekanik material!
Jawaban