Anda di halaman 1dari 19

KELOMPOK 1

Pengertian Jual Beli


Jual beli Adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak lain dengan
menggunakan uang sebagai alat tukarnya.
Menurut etimologi, jual beli adalah pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain).
Kata lain dari jual beli adalah al-bai, asy-syira, al-mubadah, dan at-tijarah. Menurut
terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain :
1. Menurut ulama Hanafiyah : J u a l b e l i a d a l a h p e r t u k a r a n h a r t a ( b e n d a ) d e n g a n
h a r t a berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan).
2. Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu : Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta
untuk kepemilikan.
3.

Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab Al-mugni : Jual beli adalah pertukaran harta dengan

harta, untuk saling menjadikan milik. Pengertian lainnya jual beli ialah persetujuan saling
mengikat antara penjual ( yakni pihak yang menyerahkan/menjual barang) danpembeli
(sebagai pihak yang membayar/membeli barang yang dijual). Pada masa Rasullallah
SAW harga barang itu dibayar dengan mata uangyang terbuat dari emas (dinar) dan mata
uang yang terbuat dari perak(dirham).
2.2 Landasan atau Dasar Hukum Jual Beli
Landasan atau dasar hukum mengenai jual beli ini disyariatkan berdasarkan Al-Quran,
Hadist Nabi, dan Ijma Yakni :
1. Al Quran
Yang mana Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa : 29
Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang
bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu
(QS. An-Nisa : 29).
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS. Al-Baqarah : 275).
2. Sunnah
Nabi, yang mengatakan: Suatu ketika Nabi SAW, ditanya tentang mata pencarian yang paling
baik. Beliau menjawab, Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli
yang mabrur. (HR. Bajjar, Hakim yang menyahihkannya dari Rifaah Ibn Rafi).
Maksud mabrur dalam hadist adalah jual beli yang terhindar dari usaha tipu-menipu dan
merugikan orang lain.

3. Ijma
Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia
tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun
demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan
barang lainnya yang sesuai. Mengacu kepada ayat-ayat Al Quran dan hadist, hukum jual beli
adalah mubah (boleh). Namun pada situasi tertentu, hukum jual beli itubisa berubah menjadi
sunnah, wajib, haram, dan makruh.
Berikut ini adalah contoh bagaimana hukum jual beli bisa berubah menjadi sunnah, wajib,
haram, atau makruh. Jual beli hukumnya sunnah,m i s a l n y a d a l a m j u a l b e l i b a r a n g
y a n g h u k u m m e n g g u n a k a n b a r a n g yang diperjual-belikan itu sunnah seperti minyak
wangi. Jual beli hukumnya wajib, misalnya jika ada suatu ketika para pedagang
menimbun beras, sehingga stok beras sedikit dan mengakibatkan harganya pun
melambung tinggi. Maka pemerintah boleh memaksa para pedagang beras untuk
menjual beras yang ditimbunnya dengan harga sebelum terjadi pelonjakan harga.
Menurut Islam, para pedagang beras tersebut wajib menjual beras yang ditimbun sesuai dengan
ketentuan pemerintah. Jual beli hukumnya haram, misalnya jual beli yang tidak memenuhi rukun
dan syarat yang diperbolehkan dalam islam, juga mengandung unsur penipuan. Jual beli
hukumnya makruh, apabila barang yang dijual-belikan ituhukumnya makruh seperti rokok.
2.3 Rukun dan Syarat Jual Beli
Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus
dipenuhi agar jual belinya sah menurut syara (hukum islam).
Rukun Jual Beli:

Dua pihak membuat akad penjual dan pembeli

Objek akad (barang dan harga)

Ijab qabul (perjanjian/persetujuan)

a. Orang yang melaksanakan akad jual beli ( penjual dan pembeli )


Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh penjual dan pembeli adalah :
1. Berakal, jual belinya orang gila atau rusak akalnya dianggap tidak sah.

2. Baligh, jual belinya anak kecil yang belum baligh dihukumi tidak sah. Akan tetapi, jika anak
itu sudah mumayyiz (mampu membedakan baik atau buruk), dibolehkan melakukan jual beli
terhadap barang-barang yang harganya murah seperti : permen, kue, kerupuk, dll.
3. Berhak menggunakan hartanya. Orang yang tidak berhak menggunakan harta milik
orang yang sangat bodoh (idiot) tidak sah jual belinya. Firman Allah ( Q.S. An-Nisa(4): 5)
b. Sigat atau Ucapan
Ijab dan Kabul. Ulama fiqh sepakat, bahwa unsur utama dalam jual beli adalah kerelaan antara
penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka harus diwujudkan melalui
ucapan ijab (dari pihak penjual) dan kabul (dari pihak pembeli).
Adapun syarat-syarat ijab kabul adalah :
1. Orang yang mengucap ijab kabul telah akil baliqh.
2. Kabul harus sesuai dengan ijab.
3. Ijab dan kabul dilakukan dalam suatu majlis.
c.

Barang Yang Diperjual Belikan

Barang yang diperjual-belikan harus memenuhi syarat-syarat yang diharuskan, antara lain :
1.

Barang yang diperjual-belikan itu halal.

2.

Barang itu ada manfaatnya.

3.

Barang itu ada ditempat, atau tidak ada tapi ada ditempat lain.

4.

Barang itu merupakan milik si penjual atau dibawah kekuasaanya.

5.

Barang itu hendaklah diketahui oleh pihak penjual dan pembeli dengan

jelas, baik zatnya, bentuknya dan kadarnya, maupun sifat-sifatnya.


d.

Nilai tukar barang yang dijual (pada zaman modern sampai sekarang ini berupa

uang).
Adapun syarat-syarat bagi nilai tukar barang yang dijual itu adalah :
1. Harga jual disepakati penjual dan pembeli harus jelas jumlahnya.
2. Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli, walaupun secara
hukum, misalnya pembayaran menggunakan kartu kredit.
3. Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-muqayadah (nilai tukar barang yang
dijual bukan berupa uang tetapi berupa uang).
2.4 Hal-hal Yang Terlarang Dalam Jual Beli

Jual beli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain ditinjau dari segi sah atau tidak
sah dan terlarang atau tidak terlarang.
1. Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun dan syaratsyaratnya.
2. Jual beli yang terlarang dan tidak sah (bathil) yaitu jual beli yang salah satu rukun atau
syaratnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan
(disesuaikan dengan ajaran islam).
3. Jual beli yang sah tapi terlarang ( fasid ). Jual beli ini hukumnya sah, tidak membatalkan
akad jual beli, tetapi dilarang oleh Islam karena sebab-sebab lain.
4. Terlarang sebab Ahliah (Ahli Akad). U l a m a t e l a h s e p a k a t b a h w a j u a l b e l i
dikategorikan sah apabila dilakukan oleh orang yang baliqh, berakal,
d a p a t m e m i l i h . M e r e k a yang dipandang tidak sah jual belinya sebagai berikut :
Jual beli yang dilakukan oleh orang gila.
Jual beli yang dilakukan oleh anak kecil. Terlarang dikarenakan anak kecil belum
cukup dewasa untuk mengetahui perihal tentang jual beli.
Jual beli yang dilakukan oleh orang buta. Jual beli ini terlarang karena ia tidak
dapat membedakan barang yang jelek dan barang yang baik.
Jual beli terpaksa
5. Jual beli fudhul adalah jual beli milik orang lain tanpa seizin pemiliknya.
6. Jual beli yang terhalang. Terhalang disini artinya karena bangkrut, kebodohan, atau pun
sakit.
7. Jual beli malja a d a l a h j u a l b e l i o r a n g y a n g s e d a n g d a l a m b a h a y a , y a k n i
u n t u k menghindar dari perbuatan zalim.
8. Terlarang Sebab Shigat. Jual beli yang antara ijab dan kabulnya tidak ada kesesuaian maka
d i p a n d a n g t i d a k s a h . B e b e r a p a j u a l b e l i y a n g t e r m a s u k t e r l a r a n g sebab shiqat
sebagai berikut :
Jual beli Muathah. Jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad, berkenaan dengan barang
maupun harganya, tetapi tidak memakai ijab kabul.
Jual beli melalui surat atau melalui utusan dikarenakan kabul yang melebihi tempat,
akad tersebut dipandang tidak sah, seperti surat tidak sampai ketangan orang yang dimaksudkan.
Jual beli dengan syarat atau tulisan. Apabila isyarat dan tulisan tidak dipahami dan tulisannya
jelek (tidak dapat dibaca), maka akad tidak sah.
Jual beli barang yang tidak ada ditempat akad. Terlarang karena tidak memenuhi
syarat iniqad (terjadinya akad). Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan kabul.
Jual beli munjiz adalah yang dikaitkan dengan suatu syarat atau ditangguhkan pada waktu
yang akan datang.

9.

Terlarang Sebab Maqud Alaih (Barang jualan) Maqud alaih a d a l a h h a r t a y a n g

dijadikan alat pertukaran oleh orang yang akad, yang biasa disebut m a b i
(barang jualan) dan harga. Tetapi ada beberapa masalah yang disepakati oleh
sebagian ulama, tetapi diperselisihkan, antara lain :
Jual beli benda yang tidak ada atau dikhwatirkan tidak ada.
Jual beli yang tidak dapat diserahkan. Contohnya jual beli burung yang ada di udara,
dan ikan yang ada didalam air tidak berdasarkan ketetapan syara.
Jual beli gharar adalah jual beli barang yang menganung unsur menipu (gharar)..
Jual beli barang yang najis dan yang terkena najis. Contohnya : Jual beli bangkai,
babi, dll.
Jual beli air
Jual beli barang yang tidak jelas (majhul). Terlarang dikarenakan akan mendatangkan
pertentangan di antara manusia.
Jual beli yang tidak ada ditempat akad (gaib) tidak dapat dilihat. Jual beli
sesuatu sebelum dipegangi . J u a l b e l i b u a h - b u a h a n a t a u t u m b u h a n apabila
belum terdapat buah, disepakati tidak ada akad. Setelah ada buah, tetapi belum matang,
akadnya fasid.
10. Terlarang Sebab Syara. Jenis jual beli yang dipermasalahkan sebab syara nya diantaranya
adalah :
jual beli riba
Jual beli dengan uang dari barang yag diharamkan. Contohnya jual beli khamar,
anjing, bangkai.
Jual beli barang dari hasil pencegatan barang yakni mencegat pedagang dalam
perjalanannya menuju tempat yang dituju sehingga orang yang mencegat barang itu
mendapatkan keuntungan.

J u a l b e l i w a k t u a d z a n j u m a t . Terlarang dikarena bagi laki-laki yang melakukan


transaksi jual belid a p a t m e n g g a n g g u k a n a k t i f i t a s k e w a j i b a n n y a s e b a g a i m u s l i m
dalam mengerjakan shalat jumat.
Jual beli anggur untuk dijadikan khamar .
Jual beli barang yang sedang dibeli oleh orang laing. Jual beli hewan ternak
yang masih dikandung oleh induknya.
2.5 Barang Yang Dilarang Diperjual Belikan Dalam Islam
Islam melarang bentuk jual beli yan mengandung tindak bahaya bagi yang lain semacam
jika BBM naik, sebagian pedagang menimbun barang sehingga membuat warga sulit mencari
minyak dan hanya bisa diperoleh dengan harga yang relatif mahal. Begitu pula segala bentuk

penipuan dan pengelabuan dalam jual beli menjadikannya terlarang. Saat ini kita akan melihat
bahasan sebagai tindak lanjut dari tulisan sebelumnya mengenai bentuk jual beli yang terlarang.
Sebagai agama yang lengkap telah memberikan petunjuk lengkap tentang perdagangan,
termasuk didalamnya barang-barang yang tidak boleh diperjualbelikan. Sebagai pengusaha
muslimsudah sepantasnya kita mempelajari masalah ini agar terhindar dari perniagaan yang
haram dan tidak di ridhoi allah.
Islam adalah agama yang syamil, yang mencangkup segala permasalahan manusia, tak
terkecuali dengan jual beli. Jual beli telah disyariatkan dalam Islam dan hukumnya mubah atau
boleh, berdasarkan Al Quran, sunnah, ijma dan dalil aqli. Allah SWT membolehkan jual-beli
agar manusia dapat memenuhi kebutuhannya selama hidup di dunia ini.
Namun dalam melakukan jual-beli, tentunya ada ketentuan-ketentuan ataupun syaratsyarat yang harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar. Seperti jual beli yang dilarang yang akan
kita bahas ini, karena telah menyelahi aturan dan ketentuan dalam jual beli, dan tentunya
merugikan salah satu pihak, maka jual beli tersebut dilarang. Diantara jual beli yang dilarang
dalam islam tersebut antara lain:
1. Jual beli yang diharamkan
Tentunya ini sudah jelas sekali, menjual barang yang diharamkan dalam Islam. Jika Allah
sudah mengharamkan sesuatu, maka Dia juga mengharamkan hasil penjualannya. Seperti
menjual sesuatu yang terlarang dalam agama. Rasulullah telah melarang menjual bangkai,
khamr, babi, patung dan lain sebagainya yang bertentangan dengan syariah Islam.
Begitu juga jual beli yang melanggar syarI yaitu dengan cara menipu. Menipu barang
yang sebenarnya cacat dan tidak layak untuk dijual, tetapi sang penjual menjualnya dengan
memanipulasi seakan-akan barang tersebut sangat berharga dan berkualitas. Ini adalah haram dan
dilarang dalam agama, bagaimanapun bentuknya.
2. Barang yang tidak ia miliki.
Misalnya, seorang pembeli datang kepadamu untuk mencari barang tertentu.Tapi barang
yang dia cari tidak ada padamu. Kemudian ksmu/ente dan pembeli saling sepakat untuk
melakukan akad dan menentukan harga dengan dibayar sekian, sementara itu barang belum
menjadi hak milik ente (kamu) atau si penjual. Kemudian ent pergi membeli barang dimaksud
dan menyerahkan kepada si pembeli.

Jual beli seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang menjual sesuatu yang
barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya, Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang cara berjual beli seperti ini. Istilah kerennya
reseller.
Dalam suatu riwayat, ada seorang sahabat bernama Hakim bin Hazam Radhiyallahu 'anhu
berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm : Wahai, Rasulullah. Seseorang datang
kepadaku. Dia ingin membeli sesuatu dariku, sementara barang yang dicari tidak ada padaku.
Kemudian aku pergi ke pasar dan membelikan barang itu. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda :


Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu. [HR Tirmidzi].

3. Jual beli Hashat.


Yang termasuk jual-beli Hashat ini adalah jika seseorang membeli dengan menggunakan
undian atau dengan adu ketangkasan, agar mendapatkan barang yang dibeli sesuai dengan undian
yang didapat. Sebagai contoh: Seseorang berkata: Lemparkanlah bola ini, dan barang yang
terkena lemparan bola ini kamu beli dengan harga sekian. Jual beli yang sering kita temui
dipasar-pasar ini tidak sah. Karena mengandung ketidakjelasan dan penipuan.
4. Jual beli Mulamasah.
Mulamasah artinya adalah sentuhan. Maksudnya jika seseorang berkata: Pakaian yang
sudah kamu sentuh, berarti sudah menjadi milikmu dengan harga sekian. Atau Barang yang
kamu buka, berarti telah menjadi milikmu dengan harga sekian.
Jual beli yang demikian juga dilarang dan tidak sah, karena tidak ada kejelasan tentang
sifat yang harus diketahui dari calon pembeli. Dan didalamnya terdapat unsur pemaksaan.
5. Jual Beli Najasy
Bentuk praktek najasy adalah sebagai berikut, seseorang yang telah ditugaskan menawar
barang mendatangi penjual lalu menawar barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari
yang biasa. Hal itu dilakukannya dihadapan pembeli dengan tujuan memperdaya si pembeli.

Sementara ia sendiri tidak berniat untuk membelinya, namun tujuannya semata-mata ingin
memperdaya si pembeli dengan tawarannya tersebut. Ini termasuk bentuk penipuan.
Dan Rasullulah S.A.W. telah melarang perbuatan najasy ini seperti yang terdapat di
dalam hadist :
"Janganlah kamu melakukan praktek najasy, janganlah seseorang menjual di atas
penjualan saudaranya, janganlah ia meminang di atas pinangan saudaranya dan janganlah
seorang wanita meminta (suaminya) agar menceraikan madunya supaya apa yang ada dalam
bejana (madunya) beralih kepadanya," (HR Bukhari [2140] dan Muslim [1413]).
Tentunya masih banyak sekali contoh-contoh atau model jual beli yang dilarang dalam
agama, seperti jual-beli yang menghalangi orang untuk melakukan sholat, khususnya diwaktu
jumat setelah adzan kedua sholat jumat, juga menjual barang sebelum diterima, kemudian
makelar atau calo yang menjual barang dengan harga yang lebih tinggi dari harga sekarang. Itu
semua merupakan jual-beli yang dilarang dalam Islam.
Semoga kita semua senantiasa terjaga dalam bermuamalah dengan sesama, selalu
waspada dan berhati-hati dalam bertindak khususnya dalam berdagang. Mari kita mensuri
tauladani Nabi kita Muhammad SAW dalam berdagang, beliau selalu dipercayai dalam setiap
ucapan, dan perbuatannya
Barang yang tidak boleh diperjualbelikan:
1.

Khamer (Minuman Keras)

2.

Bangkai, Babi dan Patung

3.

Anjing

4.

Gambar yang Bernyawa

5.

Buah-Buahan yang Belum Nyata Jadinya

6.

Biji-Bijian yang Belum Mengeras

KELOMPOK 2
A. Pengertian Al-Qardh
Qardh secara etimologi merupakan bentuk masdar dari qaradha asy-syai- yaqridhuhu, yang
berarti dia memutuskanya.
[1]

.
:









Qardh adalah bentuk masdar yang berarti memutus. Dikatakan qaradhtu asy-syaia bilmiqradh, aku memutus sesuatu dengan gunting. Al-Qardh adalah sesuatu yang diberikan oleh
pemilik untuk dibayar.
1

Adapun qardh secara terminologis adalah memberikan harta kepada orang yang akan
memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya dikemudian hari.2[2] Menurut Firdaus at al.,
qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. Dalam
literature fikih, qardh dikategorikan dalam aqad tathawwui atau akad saling membantu dan
bukan transaksi komersil.3[3]
Menurut ulama Hanafiyah:

Artinya:
Qaradh adalah harta yang diberikan seseorang dari harta mitsil (yang memiliki perumpamaan)
untuk kemudian dibayar atau dikembalikan. Atau dengan ungkapan yang lain, qaradh adalah
suatu perjanjian yang khusus untuk menyerahkan harta (mal mitsil) kepada orang lain untuk
kemudian dikembalikan persis seperti yang diterimanya.4[4]
Sayyid Sabiq memberikan definisi qardh sebagai berikut:

Artinya:
Al-qardh adalah harta yang diberikan oleh pemberi hutang (muqrid) kepada penerima utang
(muqtarid) untuk kemudian dikembalikan kepadanya (muqridh) seperti yang diterimanya, ketika
ia telah mampu membayarnya.5[5]
Hanabilah sebagaimana dikutip oleh ali fikri memberikan definisi qardh sebagai berikut:

Artinya:
Qardh adalah memberikan harta kepada orang yang memanfaatkannya dan kemudian
mengembalikan penggantinya.6[6]
Adapun pendapat Syafiiyah adalah sebagai berikut:




.

:






Artinya:
Syafiiyah berpendapat bahwa qaradh dalam istilah syara diartikan dengan sesuatu yang
diberikan kepada orang lain (yang pada suatu saat harus dikembalikan).7[7]
2
3
4
5
6
7

B. Landasan Hukum Al-Qardh


Dasar disyariatkannya qardh (hutang piutang) adalah al-quran, hadits, dan ijma:
1. Dasar dari al-Quran adalah firman allah swt:

Artinya:
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada allah pinjaman yang baik (menafkahkan harta
di jalan allah), maka allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda
yang banyak. (Q.S Al-Baqarah :245)
Sisi pendalilan dari ayat diatas adalah bahwa allah swt menyerupakan amal salih dan memberi
infaq fi sabilillah dengan harta yang dipinjamkan. Dan menyerupakan pembalasannya yang
berlipat ganda dengan pembayaran hutang. Amal kebaikan disebut pinjaman (hutang) karena
orang yang berbuat baik melakukannya untuk mendapatkan gantinya sehingga menyerupai orang
yang menghutangkan sesuatu agar mendapat gantinya.8[8]
2. Dasar dari as-sunnah :








:










)











(

Artinya:
Dari Ibn Masud bahwa Rasulullah SAW, bersabda, tidak ada seorang muslim yang
menukarkan kepada seorang muslim qarad dua kali, maka seperti sedekah sekali. (HR. Ibn
Majah dan Ibn Hibban)9[9]
3. Ijma
Kaum muslimin sepakat bahwa qarad dibolehkan dalam islam. Hukum qarad adalah dianjurkan
(mandhub) bagi muqrid dan mubah bagi muqtarid, berdasarkan hadits diatas.
C. Hukum Al-Qardh
Hukum qardh (hutang piutang) mengikuti hukum taklifi: terkadang boleh, terkadang makruh,
terkadang wajib, dan terkadang haram. Semua itu sesuai dengan cara mempraktekannya karena
hukum wasilah itu mengikuti hukum tujuan.
Jika orang yang berhutang adalah orang yang mempunyai kebutuhan sangat mendesak,
sedangkan orang yang dihutangi orang kaya, maka orang yang kaya itu wajib memberinya
hutang.
Jika pemberi hutang mengetahui bahwa penghutang akan menggunakan uangnya untuk berbuat
maksiat atau perbuatan yang makruh, maka hukum memberi hutang juga haram atau makruh
sesuai dengan kondisinya.
Jika seorang yang berhutang bukan karena adanya kebutuhan yang mendesak, tetapi untuk
menambah modal perdagangannya karena berambisi mendapat keuntungan yang besar, maka
hukum memberi hutang kepadanya adalah mubah.
Seseorang boleh berhutang jika dirinya yakin dapat membayar, seperti jika ia mempunyai harta
yang dapat diharapkan dan mempunyai niat menggunakannya untuk membayar hutangnya. Jika
hal ini tidak ada pada diri penghutang. Maka ia tidak boleh berhutang.
8
9

Seseorang wajib berhutang jika dalam kondisi terpaksa dalam rangka menghindarkan diri dari
bahaya, seperti untuk membeli makanan agar dirinya tertolong dari kelaparan.10[10]
D. Rukun dan Syarat Al-Qardh
Rukun qardh (hutang piutang) ada tiga, yaitu (1) shighah, (2) aqidain (dua pihak yang
melakukan transaksi), dan (3) harta yang dihutangkan. Penjelasan rukun-rukun tersebut beserta
syarat-syaratnya adalah sebagai berikut.
1. Shighah
Yang dimaksud shighah adalah ijab dan qabul. Tidak ada perbedaan dikalangan fuqaha bahwa
ijab itu sah dengan lafal hutang dan dengan semua lafaz yang menunjukkan maknanya, seperti
kata,aku memberimu hutang atau aku menghutangimu.
Demikian pula qabul sah dengan semua lafal yang menunjukkan kerelaan , seperti aku
berhutang atau aku menerima atau aku ridha dan lain sebagainya.
2. Aqidain
Yang dimaksud dengan aqidain (dua pihak yang melakukan transaksi) adalah pemberi hutang
dan penghutang. Keduanya mempunyai beberapa syarat berikut.
a. Syarat-syarat bagi pemberi hutang
Fuqaha sepakat bahwa syarat bagi pemberi hutang adalah termasuk ahli tabarru (orang yang
boleh memberikan derma), yakni merdeka, baligh, berakal shat, dan pandai (rasyid, dapat
membedakan yang baik dan yang buruk). Mereka berargumentasi bahwa hutang piutang adalah
transaksi irfaq (memberi manfaat). Oleh karenanya tidak sah kecuali dilakukan oleh orang yang
sah amal kebaikannya, seperti shadaqah.
Syafiiyyah berargumentasi bahwa al-qardh (hutang piutang) mengandung tabarru (pemberian
derma), bukan merupakan transaksi irfaq (memberi manfaat) dan tabarru.
Syafiiyah menyebutkan bahwa ahliyah (kecakapan, keahlian) memberi derma harus dengan
kerelaan, bukan dengan paksaan. Tidak sah berhutang kepada orang yang dipaksa tanpa alasan
yang benar. Jika paksaan itu ada alasan yang haq. Seperti jika seseorang harus berutang dalam
keadaan terpaksa, maka sah berhutang dengan memaksa.
Hanafiyah mengkritisi syarat ahliyah at-tabarru (kecakapan member derma) bagi pemberi
hutang bahwa tidak sah seorang ayah atau pemberi wasiat menghutangkan harta anak kecil.
Hanabilah mengkritisi syarat ahliyah at-tabarru (kelayakan member derma) bagi pemberi
hutang bahwa seorang wali anak yatim tidak boleh menghutangkan harta anak yatim itu dan
nazhir (pengelola) wakaf tidak boleh menghutangkan harta wakaf.
Syafiiyah merinci permasalahan tersebut. Mereka berpendapat bahwa seorang wali tidak boleh
menghutangkan hartaorang yang dibawah perwaliannya kecuali dalam keadaan darurat jika tidak
ada hakim. Adapun bagi hakim boleh menghutangkannya meskipun bukan dalam kondisi
darurat.
b. Syarat bagi penghutang
1) Syafiiyah mensyaratkan penghutang termasuk kategori orang yang mempunyai ahliyah almuamalah (kelayakan melakukan transaksi) bukan ahliyah at-tabarru (kelayakan member
derma). Adapun kalangan ahnaf mensyaratkan penghutangkan mempunyai ahliyah at-tasharrufat
(kelayakan memberikan harta) secara lisan, yakni merdeka, baligh, dan berakal sehat.
2) Hanabilah mensyaratkan penghutang mampu menanggung karena hutang tidak ada kecuali
dalam tanggungan. Misalnya, tidak sah member hutang kepada masjid, sekolah, atau ribath
(berjaga diperbatasan dengan musuh) karena semua ini tidak mempunyai potensi menanggung.
10

3. Harta yang dihutangkan


Rukun yang ketiga ini mempunyai beberapa syarat berikut.
a. Harta yang dihutangkan berupa harta yang ada padanannya, maksudnya harta yang satu
sama lain dalam jenis yang sama tidak banyak berbeda yang megakibatkan perbedaan nilai,
seperti uang, barang-barang yang dapat di takar, ditimbang, ditahan, dan dihitung.
Tidak boleh menghutangkan harta yang nilainya satu sama lain dalam satu jenis berbeda-beda.
Yang perbedaan itu mempengaruhi harga, seperti hewan, pekarangan dan lain sebagainya. Hal ini
karena tidak ada cara untuk mengembalikan barang dan tidak ada cara mengembalikan harga
sehingga dapat menyebabkan perselisihan karena perbedaan harga dan taksiran nilainya.
Demikian ini pendapat kalangan hanafiyah.
Malikiyyah dan Syafiiyyah, menurut pendapat yang paling benar di kalangan mereka,
menyatakan bahwa boleh menghutangkan harta yang ada padanya. Bahkan, semua barang yang
boleh ditransaksikan dengan cara salam, baik berupa hewan maupun lainnya, yakni semua yang
boleh diperjual belikan dan dapat dijelaskan sifat-sifatnya meskipun harta itu berupa sesuatu
yang berubah-ubah harganya. Mereka berargumentasi bahwa nabi Muhammad saw pernah
berhutang unta muda sehingga masalah ini dikiaskan dengannya.
Tidak boleh menghutangkan sesuatu yang tidak boleh diperjualbelikan dengan cara salam, yakni
sesuatu yang tidak dapat dijelaskan dengan sifat, seperti permata dan lain sebagainya. Hanya
saja, Syafiiyyah mengecualikan sesuatu yang tidak boleh dijual dengan salam, yakni hutang roti
dengan timbangan karena adanya kebutuhan dan toleransi.
Hanabilah berpendapat bahwa bole menghutangkan semua benda yang boleh dijual, baik yang
ada padanannya maupun yang berubah-ubah harganya, baik yang dapat djelaskan dengan sifat
maupun tidak.
b. Harta yang dihutangkan disyaratkan berupa benda, tidak sah menghutangkan manfaat (jasa).
Ini merupakan pendapat kalangan Mazhab Hanafiyyah dan Hanabilah. Berbeda dengan
kalangan syafiiyyah dan malikiyyah, mereka tidak mensyaratkan harta yang dihutangkan berupa
benda sehingga boleh saja menghutangkan manfaat (jasa) yang dapat dijelaskan dengan sifat.
Hal ini karena bagi mereka semua yang boleh diperjualbelikan dengan cara salam boleh
dihutangkan, sedangkan bagi mereka salam boleh pada manfaat (jasa). Seperti halnya benda
padaa umumnya.
Pendapat yang dipilih oleh ibnu taimiyyah dan ahli ilmu lainnya adalah bolehnya
menghutangkan manfaat (jasa).
c. Harta yang dihutangkan diketahui. Syarat ini tidak dipertentangkan oleh fuqaha karena
dengan demikian penghutang dapat membayar hutangnya dengan harta semisalnya (yang sama).
Syarat ketiga ini mencakup dua hal, yaitu 1) diketahui kadarnya dan 2) diketahui sifatnya.
Demikian ini agar mudah membayarnya. Jika hutang piutang tidak mempunyai syarat ketiga ini,
maka tidak sah.11[11]
E. Waktu dan Tempat Pengembalian Al-Qardh

















12
[12] .





11

Para ulama empat mazhab telah sepakat bahwa pengembalian barang pinjaman hendaknya di
tempat dimana akad qardh itu dilaksanakan. Dan boleh juga di tempat mana saja, apabila tidak
membutuhkan biaya kendaraan, bekal dan terdapat jaminan keamanan. Apabila semua itu
diperlukan, maka bukan sebuah keharusan bagi pemberi pinjaman untuk menerimanya.13[13]
Adapun untuk waktu pengembalian adalah sebagai berikut:


.





14

[14] .











Menurut ulama selain Malikiyah, waktu pengembalian harta pengganti adalah kapan saja
terserah kehendak si pemberi pinjaman, setelah peminjam menerima pinjamannya. Karena qardh
merupakan akad yang tidak mengenal batas waktu. Sedangkan menurut Malikiyah, waktu
pengembalian itu adalah ketika sampai pada batas waktu pembayaran yang sudah ditentukan
diawal. Karena mereka berpendapat bahwa qardh bisa dibatasi dengan waktu.15[15]
F. Harta yang harus dikembalikan
Para ulama sepakat bahwa wajib hukumnya bagi peminjam untuk mengembalikan harta semisal
apabila ia meminjam harta mitsli, dan mengembalikan harta semisal dengan bentuknya (dalam
pandangan ulama selain Hanafiyah) bila pinjamannya adalah harta qimiy, seperti mengembalikan
kambing yang ciri-cirinya mirip dengan domba yang dipinjam.16[16]




.


Atas dasar itu, ulama hanafiyah tetap mewajibkan mengembalikan harta qimiy sesuai dengan apa
yang sebelumnya dipinjam.
G. Hikmah disyariatkan Al-Qardh
Hikmah disyariatkannya Al-Qardh dapat dilihat dari dua sisi, sisi pertama dari orang yang
berhutang (muqtaridh) yaitu membantu mereka yang membutuhkan, dan sisi kedua adalah dari
orang yang yang memberi hutang (muqridh) yaitu dapat menumbuhkan jiwa ingin menolong
orang lain, menghaluskan perasaan sehingga ia peka terhadap kesulitan yang dialami oleh orang
lain.17[17]

12
13
14
15
16

Adapun hikmah disyariatkannya Al-Qardh (hutang piutang) menurut Syekh Sayyid Tanthawi
dalam kitabnya, Fiqh al-Muyassar adalah sebagai berikut:18[18]


,




:
,





1. Memudahkan kepada manusia (


) .

2. Belas kasih dan kasih sayang terhadap mereka (

) .



3. Perbuatan yang membuka lebar-lebar (menguraikan) kesulitan yang mereka hadapi (

) .




4. Mendatangkan kemaslahatan bagi mereka yang berhutang (

) .



H. Problematika terkait Al-Qardh pada masa sekarang
Para Ulama Fiqh sepakat bahwa akad qardh dikategorikan sebagai akad Taawuniy (akad saling
tolong menolong), bukan transaksi komersil. Maka, dalam perbankan syariah akad ini dapat
digunakan untuk menjalankan kegiatan sosial bank syariah. Yaitu dengan memberi pinjaman
murni kepada orang yang membutuhkan tanpa dikenakan apapun. Meskipun demikian nasabah
tetap berkewajiban untuk mengembalikan dana tersebut, kecuali jika bank mengikhlaskannya.19
[19]
Jika dengan pinjaman ini nasabah berinisiatif untuk mengembalikan lebih dari pinjaman pokok,
bank sah untuk menerima, selama kelebihan tersebut tidak diperjanjikan di depan. Bahkan jika
terjadi hal yang demikian, maka hal tersebut merupakan wujud dari penerapan hadits Rasulullah
SAW berikut ini:



:













:
















:
















:




20
[20] ( )



:




Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim dari Sufyan dari Salamah dari Abu Salamah dari
Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Ada seorang laki-laki pernah dijanjikan seekor anak
unta oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu orang itu datang kepada Beliau untuk
menagihnya. Maka Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Berikanlah". Maka orangorang mencari anak unta namun mereka tidak mendapatkannya kecuali anak unta yang lebih
tua umurnya, maka Beliau bersabda: "Berikanlah kepadanya". Orang itu berkata: "Anda telah
17
18
19
20

memberikannya kepadaku semoga Allah membalas anda". Maka Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Sesungguhnya yang terbaik diantara kalian adalah siapa yang paling baik
menunaikan janji".














21
[21] ( ) .

Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki' dari Ali
bin Shalih dari Salamah bin Kuhail dari Abu Salamah dari Abu Hurairah ia berkata;
Rasulullah SAW meminjam (berhutang) kepada seseorang seekor unta yang sudah berumur
tertentu. Kemudian beliau mengembalikan pinjaman tersebut dengan unta yang telah berumur
yang lebih baik dari yang beliau pinjam. Dan beliau berkata, sebaik-baik kamu adalah mereka
yang mengembalikan pinjamannya dengan sesuatu yang lebih baik (dari yang dipinjam).
Hadits tersebut menunjukkan bahwa seorang peminjam sebaiknya mengembalikan pinjamannya
lebih dari apa yang dia pinjam.
Dalam perbankan syariah, akad ini dijalankan untuk fungsi sosial bank. Dananya bisa diambil
dari dana zakat, infaq, dan sedekahyang dihimpun oleh bank dari para aghniya atau diambilkan
dari sebagian keuntungan Bank. Bank kemudian membuat kriteria tertentu kepada nasabah yang
akan mendapatkan qardh. Kriteria tersebut berlandaskan berlandaskan pada tingkat kemiskinan
dan kekurang mampuan nasabah. Akan jauh lebih efektif jika pinjaman yang diberikan adalah
dipergunakan untuk kepentingan produktif, bukan untuk konsumtif. Adapun cara
pengembaliannya dengan cara diangsur, maupun dibayar sekaligus. Jika pinjaman sudah
dikembalikan, bank dapat memutar kembali secara bergulir.22[22]

KELOMPOK 4
Pengertian Syirkah
Syirkah atau yang juga disebut dengan Musyarakah mempunyai
pengertian atau definisi secara bahasa adalah campuran dua bagian
atau lebih sehingga tidak dapat lagi dibedakan antara yang satu
dengan yang lainnya. Sedangkan pengertian syirkah secara istilah
adalah suatu akad yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang telah
bersepakat dalam melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh
keuntungan bersama. Landasan hukum syirkah terdapat dalam Al
Quran surat 38 ayat 34 yang artinya adalah Sesungguhnya
kebanyakan orang-orang yang berserikat itu sebagian dari mereka itu
21
22

berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang


beriman dan beramal shaleh, dan amat sedikitlah mereka ini. Dan
dalam sabda Rasulullah yang artinya Aku ini ketiga dari dua orang
yang berserikat, selama salah seorang mereka tidak mengkhianati
temannya. Apabila salah seorang telah berkhianat terhadap temannya,
aku keluar dari antara mereka.
Islam sangat menganjurkan bagi para pemilik modal untuk melakukan
syirkah. Hal ini dikarenakan diantara pekerjaan atau proyek-proyek ada
yang sangat membutuhkan modal yang tidak sedikit, baik itu modal
yang berupa uang, tenaga, pikiran dan lain sebagainya. Modal yang
besar tersebut tentunya tidak dapat ditanggung oleh seorang saja,
tetapi dibutuhkan banyak orang untuk saling bekerja sama agar hasil
dari usaha tersebut baik dan maksimal.

B.Rukun
Rukun Syirkah
Terdapat tiga rukun syirkah sebagai berikut :
1. Dua belah pihak yang berakad (aqidani).
2. Persyaratan orang yang melakukan akad adalah harus memiliki

kecakapan (ahliyah) melakukan tasharruf (pengelolaan harta).


3. Akad (ijab qabul) atau sighat dengan syarat ada aktifitas
pengelolaan.Objek akad yang disebut juga maqud alaihi
mencakup pekerjaan atau modal. Adapun persyaratan pekerjaan
atau benda yang boleh dikelola dalam syirkah harus halal dan
diperbolehkan dalam agama dan pengelolaannya dapat
diwakilkan. Akad atau yang disebut juga dengan istilah shigat.
Adapun syarat sah akad harus berupa tasharruf, yaitu harus
adanya aktivitas pengelolaan.
4.

Syarat Syirkah

Syarat-syarat syirkah menurut Hanafiyah adalah:


1. Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan
harta maupun yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat, yaitu:

Yang berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat


diterima sebagai perwakilan.
Yang berkenaan dengan keuntungan yaitu pembagian keuntungan
yang elas dan diketahui orang pihak-pihak yang bersyirkah.
2. Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal ( harta ) dalam hal ini
terdapat dua perkara yang harus dipenuhi yaitu:
Bahwa modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah dari alat
pembayaran ( nuqud ).
Yang dijadikan modal ( harta pokok ) ada ketika akad syirkah
dilakukan.
Menurut Malikiyah syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang
melakukan akad adalah merdeka, baligh dan pintal.
Syarat-syarat Syirkah menurut Idris Ahmad adalah:
1. Mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan izin masing-masing
anggota serikat kepada pihak yang akan mengendalikan harta itu.
2. Anggota serikat itu saling mempercayai, sebab masing-masing
mereka adalah yang lain.
3. Mencampurkan harta sehingga tidak dapat dibedakan hak masingmasing, baik berupa mata uang maupun bentuk yang lain.

D.Macam-macam
Macam-macam syirkah
1. Syirkah Amlak
Ialah bahwa lebih dari satu orang memiliki suatu jenis barang tanpa
akad. Adakalanya bersifat ikhnari atau jabari.
2. Syirkah Uqud
Ialah bahwa dua orang atau lebih melakukan akad untuk bergabung
dalam suatu kepentingan harta dan hasilnya berupa keuntungan.
Rukunnya adalah adanya ijab dan qabul. Hukumnya menurut mazhab

hanafi membolehkan semua jenis syirkah apabila syarat-syarat


terpenuhi.
Macam-macam Syirkah Uqud adalah:
a) Syirkah Inan, adalah persekutuan dalam urusan harta oleh dua
orang bahwa mereka memperdagangkan dengan keuntungan dibagi
dua
b) Syirkah Mufawadhah, adalah bergabungnya dua orang atau lebih
untuk melakukan kerja sama dalam suatu urusan, dengan syaratsyarat:
Samanya modal masing-masing
Mempunyai wewenang bertindak yang sama
Mempunyai agama yang sama
Bahwa masing-masing menjadi si penamin lainnya atas apa yang
dibeli dan yang dijual.
Syirkah baru dikatakan berlaku jika masing-masing berakad untuk itu.
Dan sifat-sifat syirkah Mufawadhah ini menurut Malik adalah bahwa
tiap-tiap partner menegosiasikan temannya akan tindakannya, baik
waktu adanya kehadiran partner atau tidak.
c) Sirkah Wujuh, adalah bahwa dua orang atau lebih membeli sesuatu
tanpa permodalan yang ada hanyalah berpegang kepada nama baik
mereka dan kepercayaan para pedagang terhadap mereka dengan
catatan bahwa keuntungan untuk mereka. Syirkah ini adalah syirkah
tanggung jawab tanpa kerja atau modal.
d) Syirkah Abdan, adalah bahwa dua orang berpendapat untuk
menerima pekerjaan, dengan ketentuan upah yang mereka terima
dibagi menurut kesepakatan. Argumentasi yang memperbolehkan
syirkah ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ubaidah dari
Abdullah yaitu Aku dan Amar serta Said pernah bersyirkah dalam

memperbolehkan perolehan perang badar, lalu Said dating mambawa


dua orang tawanan, sedang aku dan Amar tak membawa apa-apa.

Anda mungkin juga menyukai