Disusun Oleh:
Pratiwi Diah Adi Ningsih WAKWAW
X-IIS 3
SMA NEGERI 60
PROGRAM STUDI IPA
JAKARTA
DESEMBER 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3
1.1 Latar Belakang...............................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................4
1.3 Tujuan.............................................................................................................4
1.4 Sistematika Penulisan....................................................................................4
BAB II STUDI PUSTAKA DAN PEMBAHASAN.............................................5
2.1 Bahan Makanan Nabati dan Hewani..............................................................5
2.2 Produk Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani.............................................6
2.3 Tujuan Pengawetan Makanan........................................................................6
2.4 Manfaat Pengawetan Makanan......................................................................7
2.5 Teknik Pengawetan Makanan Nabati dan Hewani.........................................7
2.6. Proses dan Alat Pengawetan Bahan Makanan Nabati dan Hewani..............7
2.6.1 Pengawetan Secara Alami (Fisika).........................................................7
2.6.2 Pengawetan Secara Biologis...................................................................9
2.6.3 Pengawetan Secara Kimia.......................................................................9
2.7 Cara merancang Pengawetan Melalui Proses Pengalengan.........................10
2.7.1 Proses Pengalengan Bahan Pangan Nabati...........................................10
2.7.2 Proses Pengawetan Bahan Pangan Hewani (ikan Sardens)..................17
2.8 Pengemasan dan Perawatan Produk Pengawetan Bahan Makanan.............20
2.8.1 Fungsi Bahan Pengemasan Produk Pengawetan Bahan Makanan........20
2.8.2 Jenis Bahan Pengemasan Produk Pengawetan Bahan Makanan..........20
2.8.3 Persyaratan Pengemasan dan Pelabelan................................................23
2.9 Jenis-jenis Bahan Berbahaya pada Makanan..............................................26
BAB III KESIMPULAN......................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Produk Pengawetan Makanan................................................................6
Gambar 2 Pengawetan secara fisika.......................................................................8
Gambar 3 Pengawetan secara biologis...................................................................9
Gambar 4 Pengawetan secara kimiawi.................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara umum, bahan hasil pertanian, peternakan, dan perikanan setelah
dipanen akan mudah mengalami kerusakan sehingga terjadi penurunan mutu.
Untuk menjaga kualitas bahan pangan dan produknya, maka bahan pangan
tersebut perlu dilakukan pengolahan dan pengawetan. Ada beberapa metode
pengawetan pangan yaitu dengan cara menonaktifkan, menghambat dan
mencegah faktor-faktor penyebab kerusakan pangan. Setiap metode pengawetan
pangan hanya akan berhasil jika mekanisme pengawetannya tepat dan sesuai.
Bahan pangan hasil pertanian dan peternakan masing-masing mempunyai sifatsifat yang berbeda-beda yang penting untuk diketahui untuk digunakan sebagai
dasar saat proses penanganan dan pengolahan.
Pengawetan makanan/minuman dapat dilakukan dengan berbagai macam
cara:
pendinginan/pembekuan,
pengeringan,
pengasapan,
penggaraman,
proses pengalengan?
5. Pengemasan dan perawatan produk hasil pengawetan bahan nabati dan
hewani melalui proses pengalengan?
6. Apakah bahan makanan buatan?
1.3 Tujuan
1.
2.
3.
4.
proses pengalengan
5. Mengetahui pengemasan dan perawatan produk hasil pengawetan bahan
nabati dan hewani melalui proses pengalengan
6. Mengetahui apakah bahan makanan buatan
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dilakukan dengan membagi menjadi tiga bab, antara
lain:
BAB I:
PENDAHULUAN
BAB II:
BAB II
STUDI PUSTAKA DAN PEMBAHASAN
kimia
makanan.
Dalam
melakukan
pengawetan
makanan
perlu
memperhatikan beberapa hal, yaitu jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan
bahan makanan, cara pengawetan yang dipilih dan daya tarik produk pengawetan
makanan. Gambar 1 menunjukan produk hasil pengawetan makanan sehingga
makanan memiliki jangka waktu simpan yang lama.
pemanasan dalam autoklaf. Setelah bahan disortasi, bahan kemudian dicuci atau
dibersihkan dengan menggunakan air bersih. Hal ini dilakukan untuk
menghilangkan kotoran yang melekat pada bahan sehingga diharapkan akan
menurunkan populasi mikroba, menghilangkan sisa-sisa insektisida, mengurangi
atau menghilangkan bahan-bahan sejenis malam yang melapisi kulit buah-buahan.
b. Proses pengupasan kulit, pembuangan biji dan pemotongan
Bagian yang akan dikalengkan adalah bagian buah yang lazim dimakan/
dikonsumsi, yang biasanya berupa daging buah. Oleh karena itu, bagian-bagian
yang tidak berguna, seperti kulit, biji, bongkol, dsb dilakukan pembuangan.
Bagian daging buah yang akan dimakan kemudian dilakukan proses pemotongan,
sesuai dengan ukuran yang dikehendaki dan ukuran kaleng. Pemotongan atau
pengecilan ukuran dilakukan dengan untuk mempermudah pengisian bahan ke
dalam kaleng dan menyeragamkan ukuran bahan yang akan dimasukan. Selain itu,
pengecilan ukuran juga bertujuan untuk mempermudah penetrasi panas. Jika
pemotongan dilakukan dengan sembarangan, maka akan mengakibatkan
diskolorisasi, yaitu timbulnya warna yang gelap atau hilangnya warna asli
maupun pemucatan warna.
c. Proses blansir
Pemblansiran merupakan cara lain yang dapat digunakan untuk
membunuh mikroba patogen. Blansir adalah suatu cara perlakuan panas pada
bahan dengan cara pencelupan ke dalam air panas atau pemberian uap panas pada
suhu sekitar 82-93 derajat Celsius. Waktu blansir bervariasi antara 1-11 menit
tergantung dari macam bahan, ukuran, dan derajat kematangan. Blansir
merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan yang biasanya dilakukan untuk
makanan sebelum dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan. Proses blansir ini
berguna untuk:
10
kontaminasi
mikroba
juga
dapat
dilakukan
dengan
penyimpanan bahan pangan dengan baik. Bahan baku segar seperti sayuran,
daging, susu sebaiknya disimpan dalam lemari pendingin. Proses pemasakan juga
dapat membunuh mikroba yang bersifat patogen.
Proses blansir dapat dilakukan dengan cara mencelup potongan-potongan
buah dalam air mendidih selama 510 menit. Lama pencelupan tergantung jenis
dan banyak sedikitnya buah yang akan diolah. Secara umum, proses blansir perlu
memperhatikan hal-hal berikut :
Proses blansir harus dilakukan sesuai dengan suhu dan waktu blansir yang
telah ditetapkan
Air yang digunakan untuk proses blansir harus diganti secara rutin
Suhu akhir produk setelah blansir harus sudah mencapai suhu yang telah
ditetapkan; dan
Produk yang telah diblansir tidak boleh dibiarkan melebihi waktu
maksimum yang diijinkan.
Proses pengisian
Pembuatan medium
Medium yang dipergunakan untuk pengalengan ini ada 2 macam, yaitu
medium larutan gula yang dipergunakan untuk pengalengan buah dan cincau.
11
Medium yang dipergunakan untuk untuk sop sayur adalah kuah sop yang telah
dimasak dengan rempah-rempah. Medium digunakan dapat berupa sirop, larutan
garam, kaldu atau saus tergantung produk yang akan dikalengkan. Penambahan
medium ini dilakukan untuk mempercepat penetrasi panas dan mengurangi
terjadinya korosi kaleng dengan berkurangnya akumulasi udara.
d. Proses memasukkan potongan buah ke dalam kaleng
Potongan buah yang telah diblansir kemudian dimasukkan ke dalam
kaleng. Penyusunan buah dalam wadah diatur serapi mungkin dan tidak terlalu
penuh. Pada saat pengisian perlu disisakan suatu ruangan yang disebut dengan
head space.
Proses pengisian medium
Kemudian dituangkan larutan sirup, larutan garam, kaldu atau saus. Sama
halnya dengan pada saat pengisian buah, pengisian sirop juga tidak
dilakukan sampai penuh, melainkan hanya diisikan hingga setinggi sekitar
1-2 cm dari permukaan kaleng. Perlu diusahakan bahwa pada saat
pengisian larutan tersebut, semua buah dalam kondisi terendam.
Proses exhausting
Kaleng yang telah diisi dengan buah (dan sirop) kemudian dilakukan
proses exhausting. Tujuan exhausting adalah untuk menghilangkan
sebagian besar udara dan gas-gas lain dari dalam kaleng sesaat sebelum
dilakukan penutupan kaleng. Exhausting penting dilakukan untuk
memberikan kondisi vakum pada kaleng setelah penutupan, sehingga:
12
13
digunakan uap air panas atau air digunakan sebagai media pengantar panas,
sterilisasi ini termasuk kedalam sterilisasi basah.sterilisasi komersial harus disertai
dengan kondisi tertentu yang mungkin mikroba masih hidup dan dapat
berkembang didalamnya.
Sterilisasi total adalah sterilisasi yang bertujuan untuk membunuh
mikroorganisme sehingga mikroba tidak lagi dapat berkembangbiak didalam
suatu wadah/bahan pangan. Pada sterilisasi total ini jika dilaksanakan maka tidak
akan terdapat lagi mikroba-mikroba yang berbahaya terutama pada Clostidium
botilinum (Winarno, 1994). Selain bertujuan untuk mematikan semua mikroba
penyebab kerusakan, proses sterilisasi ini juga bertujuan untuk memasakkan
bahan sehingga bahan mempunyai tekstur, rasa dan kenampakan yang diinginkan.
Bahan dengan keasaman tinggi (acid food) tidak memerlukan suhu sterilisasi yang
terlalu tinggi, untuk itulah pada pengalengan koktail buah dan cincau suhu
sterilisasi yang dipergunakan adalah 100oC dengan tekanan 0,8 bar, pada kondisi
asam tersebut, mikroorganisme pembusuk dapat dimatikan. Berbeda halnya
dengan sayuran yang mempunyai pH > 4,5 atau bahan makanan dengan keasaman
rendah (low acid food) yang dimana sterilisasi pada suhu 100C tidak akan efektif
mematikan semua mikroba. Oleh karena itu digunakan suhu 121C dengan
tekanan 1,05 bar. Pada suhu dan tekanan tersebut maka semua mikroorganisme
patogen dan pembusuk akan mati. Kondisi proses sterilisasi sangat tergantung
pada berbagai faktor, antara lain :
o kondisi produk pangan yang disterilisasikan (nilai pH, jumlah
mikroorganisme awal, dan lain-lain)
o jenis dan ketahanan panas mikroorganisme yang ada dalam bahan
pangan.
o karakteristik pindah panas pada bahan pangan dan wadah (kaleng).
o Medium pemanas.
o Kondisi penyimpanan setelah sterilisasi
g. Proses pendinginan
Setelah proses sterilisasi, kaleng kemudian didinginkan dengan air dingin.
Pendinginan pasca sterilisasi menjadi penting karena timbul perbedaan tekanan
yang cukup besar yang dapat menyebabkan rekontaminasi dari air pendingin ke
14
dalam produk. Untuk itu perlu dipastikan bahwa air pendingin yang digunakan
memenuhi persyaratan mikrobiologis. Untuk industri besar, proses pendinginan
biasanya dilakukan secara otomatis di dalam retort, yaitu sesaat setelah katup uap
dimatikan maka segera dibuka katup air dingin. Untuk ukuran kaleng yang besar,
maka tekanan udara dalam retort perlu dikendalikan sehingga tidak menyebabkan
terjadinya kaleng-kaleng yang menggelembung dan rusak. Pendinginan dilakukan
secepatnya setelah proses sterilisasi selesai untuk mencegah pertumbuhan kembali
bakteri, terutama bakteri termofilik. Pendinginan dimulai dengan membuka
saluran air pendingin dan menutup keran - keran lainnya.
Air pendingin dapat dialirkan melalui dua saluran, yaitu bagian bawah dan
bagian atas retort. Pemasukan air mula-mula dilakukan secara perlahanlahan agar
tidak terjadi peningkatan tekanan secara drastis. Peningkatan tekanan secara
drastis tersebut harus dicegah karena dapat menyebabkan kaleng menjadi penyok
atau rusak pada bagian pinggirnya disebabkan kaleng tidak mampu menahan
kenaikan tekanan tersebut. Air dialirkan dari bagian bawah dahulu agar secara
bertahap dapat meng-kondensasikan sisa uap yang ada dan baru bagian atas
dibuka. Pada saat retort telah penuh dengan air, aliran dapat lebih deras dialirkan.
Selama proses pendinginan berlangsung, perlu dilakukan pengontrolan tekanan
secara terus menerus untuk mencegah terjadinya koleps pada kaleng, yaitu
terjadinya penyok pada kaleng disebabkan tekanan yang terlalu tinggi. Proses
pendinginan dinyatakan selesai bila suhu air dalam retort telah men-capai 3842C. Aliran air pendingin kemudian dihentikan dan air dikeluarkan. Tutup retort
dibuka dan keranjang diangkat dari retort.
h. Proses Pengeringan
Setelah kaleng dikeluarkan dari retort, maka kaleng dikeringkan dan
dibersihkan, untuk mencegah korosi atau pengkaratan pada sambungan kaleng.
Pengeringan dan pembersihan kaleng ini perlu dilakukan untuk mencegah
rekontaminasi (debu atau mikroba) yang lebih mudah menempel pada kaleng
yang basah.
i. Proses Penyimpanan
15
Setelah itu disimpan dalam suhu ruang untuk mengetahui daya simpan dan
efektifitas sterilisasi. Pengamatan dilakukan selama 1 minggu dan kaleng
disimpan pada suhu 40-50oC. Jika dalam 1 minggu tersebut ada kaleng yang
menggembung, maka proses sterilisasi tidak berjalan dengan baik dan hal ini
ditandai dengan masih adanya aktivitas mikroorganisme. Berdasarkan hasil
pengamatan dapat diketahui bahwa sebagian besar produk masih dalam keadaan
baik setelah disimpan selama 1 minggu. Meskipun keseluruhan proses
pengalengan bisa dikatakan aseptis, namun tidak menutup kemungkinan untuk
terjadinya kerusakan, baik karena berlalunya masa simpan (kadaluwarsa) ataupun
karena kurang sempurnanya proses pengalengan. Ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan kerusakan tersebut, yaitu antara lain:
pelepasan hidrogen.
Reaksi kiamia, misalnya reaksi kecoklatan nonezimatis atau pembebasan
tumbuhnya
Clostridium
botulinum.
Clostridium
16
pengolahan dengan cara memanaskan ikan dalam wadah kaleng yang ditutup
rapat untuk menonaktifkan enzim, membunuh mikroorganisme, dan mengubah
ikan dalam bentuk mentah menjadi produk yang siap disajikan tetapi memiliki
kandungan nilai gizi yang sedikit menurun karena proses denaturasi protein akibat
proses pemanasan bila dibandingkan dengan ikan segar, namun lebih tinggi bila
dibandingkan sumber protein nabati seperti tahu dan tempe. Tahapan pengalengan
ikan diantaranya:
A. Pengadaaan Bahan Baku Ikan Segar.
Ikan yang akan dijadikan sarden bisanya didapat dari nelayan ikan, ikan-ikan
dijual langsung oleh pemilik perahu atau dikumpulkan terlebih dahulu oleh
pengepul. Ikan yang digunakan sebagai bahan baku umumnya tergolong ikan
pelagis ukuran kecil yang hidup bergerombol seperti ikan Lemuru, ikan
Sardin, ikan Tamban, ikan Balo, dan ikan Layang.
B. Pengguntingan (cutting). Bahan baku ikan segar yang sudah dibeli pabrik
akan langsung diproses. Tahapan pertama disebut dengan pengguntingan
(cutting) alat yang digunakan adalah gunting besi. Ikan digunting pada bagian
pre dorsal (dekat dengan kepala) kebawah kemudian sedikit ditarik untuk
mengeluarkan isi perut. Ikan balo diberikan sedikit perlakuan khusus yaitu
sebelum digunting sisik-sisik yang terdapat diseluruh badannya dihilangkan
terlebih dahulu dengan menggunakan pisau. Dalam tahapan pengguntingan
juga dilakukan sortasi. Bahan baku ikan disortasi dari campuran ikan yang lain
dan dari sampah serta serpihan karang yang ikut terbawa saat proses
penangkapan ikan. Ikan yang sudah digunting ditempatkan dalam keranjang
plastik kecil. Setelah keranjang penuh, ikan dimasukkan dalam mesin rotary
untuk dilakukan proses pencucian.
C. Pengisian (Filling). Ikan yang keluar dari mesin rotary ditampung dalam
keranjang plastik, lalu dibawa ke meja pengisian untuk diisikan kedalam
kaleng. Diatas meja pengisian terdapat pipa air yang digunakan untuk
melakukan pencucian ulang sebelum ikan diisikan kedalam kaleng. Posisi ikan
didalam kaleng diatur, misalnya untuk membuat produk kaleng kecil setelah
penghitungan rendemen ditentukan bahwa jumlah ikan yang diisikan kedalam
kaleng adalah 4 ekor ikan. Ikan-ikan tersebut diisikan dalam kaleng dengan
17
posisi 2 buah pangkal ekor menghadap kebawah dan 2 ekor lagi menghadap
keatas. Kaleng yang sudah diisi ikan diletakkan diatas conveyor yang terus
berjalan disamping meja pengisian untuk masuk tahapan berikutnya.
D. Pemasakan Awal (Pree Cooking). Dengan bantuan conveyor kaleng yang
sudah terisi ikan masuk kedalam exhaust box yang panjangnya +12 m, di
dalam exhaust box ikan dimasak dengan menggunakan uap panas yang
dihasilkan oleh boiler. Suhu yang digunakan + 800C, proses pree cooking ini
berlangsung selama + 10 menit. Setelah proses pemasakan selesai produk
keluar dari exhaust box dilanjutkan dengan tahapan selanjutnya yaitu
penirisan (decanting).
E. Penghampaan (Exhausting). Penghampaan dilakukan dengan menambahkan
medium pengalengan berupa saos cabai atau saos tomat dan minyak sayur
(vegetable oil). Suhu saos dan minyak sayur yang digunakan adalah +80 0C.
Pengisian saos dilakukan secara mekanis dengan menggunakan filler. Pada
prinsipnya proses penghampaan ini dapat dilakukan melalui 2 macam cara,
biasanya pabrik berskala kecil exhausting dilakukan dengan cara melakukan
pemanasan pendahuluan terhadap produk, kemudian produk tersebut diisikan
kedalam kaleng dalam keadaan panas dan wadah ditutup, juga dalam keadaan
masih panas. Cara kerjanya adalah menarik oksigen dan gas-gas lain dari
dalam kaleng dan kemudian segera dilakukan penutupan wadah.
F. Penutupan Wadah Kaleng (Seaming). Penutupan wadah kaleng dilakukan
dengan menggunakan double seamer machine. Seorang karyawan bertugas
mengoprasikan double seamer machine dan mengisi tutup kaleng kedalam
mesin. Kecepatan yang digunakan bervariasi. Double seamer untuk kemasan
kaleng kotak dioprasikan dengan kecepatan penutupan 84 kaleng permenit
(kecepatan maximum 200 kaleng permenit), double seamer untuk kaleng kecil
dioperasikan dengan kecepatan penutupan 375 kaleng permenit (kecepatan
maximum 500 kaleng permenit) sedangkan untuk double seamer kaleng besar
dioperasikan dengan kecepatan 200 kaleng permenit (kecepatan maximum
500 kaleng permenit). Tutup kaleng yang dipakai adalah tutup kaleng yang
sudah terlebih dahulu diberi kode tanggal kedaluwarsa diruang jet print.
G. Sterilisasi (Processing). Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan retort.
Dalam satu kali proses sterilisasi dapat mensterilkan 4 keranjang besi produk
ikan kalengan atau setara dengan +6.800 kaleng kecil atau 3.400 kaleng besar.
18
Suhu yang digunakan antara 115 117 0C dengan tekanan 0,8 atm, selama 85
menit jika yang disterilisasi adalah kaleng kecil dan 105 menit untuk kaleng
besar. Sterilisasi dilakukan dengan memasukkan keranjang besi kedalam
menggunakan bantuan rel. Sterilisasi dilakukan tidak hanya bertujuan untuk
menghancurkan mikroba pembusuk dan pathogen, tetapi berguna untuk
membuat produk menjadi cukup masak, yaitu dilihat dari penampilan, tekstur
H.
19
memperbaiki
sifat bahan
kertas
yang
akan
digunakan
sebagai
polypropylene
(PP),
ethylene vinyl alcohol (EVOH ), dan alumunium foil ataupun wax. Ada beberapa
jenis kertas yang dikenal, yaitu: tissue, kertas kantong, karton lipat, karton
kemasan cairan, kemasan fiberboard korugasi,dan wadah pulp cetak.
Tissue
Di pasaran sering dijumpai kemasan yang berasal dari kertas jenis
tissue, misalnya kantung teh dan kopi. Kertas tissue memiliki banyak pori
dan sangat ringan. Bagian atas biasanya direkatkan dengan sistem heat
sealing agar produk terbungkus dengan baik. Kantung dapat berbentuk
persegi panjang, bundar, atau piramid.
Kertas Kantong
Kertas kantong biasa dipakai untuk mengemas gula dan tepung. Kertas ini
biasanya berwarna coklat.
Karton Lipat
Terdapat berbagai macam desain kemasan yang dapat dibuat dengan
karton lipat, namun umumnya berbentuk kotak kardus. Karton lipat yang
dibuat dalam bentuk kotak akan mempermudah pemindahan dan
penanganan, khususnya ketika produk sedang dikemas atau pada saat
20
pendistribusian.
produk pangan seperti: gula, kue, biskuit, kopi, teh, sereal, pangan beku
dan dingin, es krim, coklat, dsb.
Karton Kemasan Cairan
Prinsip dari bentuk pengemasan ini adalah penggabungan antara
kertas karton dengan bahan tambahan yang bersifat tahan air. Bahan
ini biasanya digunakan untuk mengemas produk cair, contohnya: susu
pasteurisasi dan UHT.
Kemasan Fiberboard Korugasi
Jenis kemasan ini banyak dipakai untuk pengemasan bahan dalam
jumlah banyak dalam industri pangan. Sifat kemasan ini relatif kuat
menahan
beban sehingga
cocok
untuk
produk
pangan
selama
Biasa
digunakan
polikondensasi,
dan
poliadisi
dari
senyawa-senyawa
UV,
dikategorikan menjadi
termoplastis
dan
termosetting.
Kebanyakan
21
banyak
dipakai
untuk
Mudah dibentuk.
Termoplastis, yakni mudah direkatkan menggunakan panas.
Inert (antistatik), yakni tidak mudah menghantarkan listrik.
Kuat namun ringan.
Tahan dari berbagai jenis komponen (asam, basa, pelarut organik).
Memberikan perlindungan dari kebusukan bagi produk yang dikemas
akibat mikroorganisme.
Dapat diperoleh berbagai macam bentuk dan desain pengemasan dengan
biaya rendah
3. Kaleng/ logam
Pengalengan merupakan perlakuan pengawetan makanan, penyegelan
dalam kaleng atau botol steril, dan di didihkan pada wadah untuk membunuh atau
melemahkan bakteri yang tersisa sebagai bentuk sterilisasi. Atau memasukkan
kedalam kaleng alumunium atau bahan logam lainnya, lalu diberi zat kimia
sebagai pengawet seperti : garam, asam, gula, dsb. Bahan yang dikalengkan
biasanya sayur-sayuran, daging, ikan, buah-buahan, susu, kopi, dsb. Teknik
pengalengan termasuk paduan teknik kimiawi dan fisika. Teknik kimiawi yaitu
dengan member zat pengawet, sedangkan teknik fisika dengan dikalengi dalam
ruang hampa udara.
2.8.3 Persyaratan Pengemasan dan Pelabelan
Dalam
pengemasan
produk
pangan,
aspek
penting
yang harus
22
2.
3.
4.
5.
6.
7.
utama dan tambahan/ isi. Bagian utama label biasanya diletakkan di bagian
muka kemasan agar mudah dilihat dan dibaca. Bagian utama label meliputi:
nama produk, nama dan alamat produsen, berat bersih/ netto, dan nomor
pendaftaran/ perizinan. Sedangkan bagian tambahan/ isi dapat diletakkan di
samping atau bagian belakang kemasan. Bagian tambahan/ isi meliputi:
komposisi bahan, informasi nilai gizi, petunjuk penyimpanan, tanggal dan
kode
produksi,
tanggal
kadaluarsa,
serta
nomor
lay anan
konsumen
itu,
masih
ada
beberapa
aturan
penting
yang
harus
23
tambahan
makanan (pengawet,
pewarna,
antioksidan,
dicantumkan
pada
bagian
komposisi
dan
tidak
boleh
dari
bulan,
harus
24
ini
gangguan
karena komposisi
pencernaan
dikhawatirkan
akan
mengalami
penyusunnya
tidak
25
BAB III
KESIMPULAN
makanan.
Manfaat :
o Menjamin tersedianya berbagai pangan dalam jumlah yang cukup
o Penganekaragaman pangan
o Kualitas pangan lebih baik
o Penyiapan makanan lebih singkat
o Makanan akan bertahan lebih lama
Teknik Pengawetan Makanan Nabati dan Hewani diantaranya:
o Pengawetan Secara Alami (Fisika)
o Pengawetan Secara Biologis
o Pengawetan Secara Kimia
Proses pengalengan terdiri atas: Sortasi, Pencucian, Pengupasan,
Pemotongan, Blanching, Pengisian, Exhausting, Penutupan, Processing
26
2010.
Pengawetan
Makanan
Secara
Fisika.
http://my1sttea.blogspot.com/2010/07/pengawetan-makanan-secara-fisika.html.
(Diakses: 12/2/2014)
27