untuk Mengidentifikasi Air Tanah Tercemar Lindi (Berdasarkan jurnal ANALISA PENCEMARAN AIR TANAH BERDASARKAN METODE GEOLISTRIK STUDI KASUS TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH MUARA FAJAR KECAMATAN RUMBAI oleh Juandi M, Universitas Riau, 2009)
Pencemaran lingkungan merupakan masalah yang selalu ada di
semua wilayah, khususnya di Indonesia. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari aktivitas manusia sehari-hari. Kegiatan industri, pertambangan, maupun rumah tangga, semua berujung pada pembuangan limbah yang dikumpulkan di suatu tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. TPA yang biasanya memiliki area yang sangat luas ini, berpotensi mencemari lingkungan sekitarnya apabila tidak dikelola secara rapi dan benar. Hal ini perlu disoroti mengingat letak TPA biasanya berada di antara pemukiman. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Juandi tahun 2009, telah terjadi pencemaran air tanah di sekitar TPA Muara Fajar, Rumbai, oleh cairan lindi (leachet). TPA Muara Fajar memiliki luas 9 Ha yang telah beroperasi sejak beberapa tahun sebelum 2009. Pembuangan yang dilakukan mencapai 1800 m3 per hari. TPA ini dilengkapi oleh kolam lindi yang diduga bocor dan rembesannya mencemari tanah di sekitar TPA. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi sebaran lindi tersebut pada air tanah. Akan sangat berbahaya jika air tanah yang telah terkontaminasi cairan lindi digunakan dan dikonsumsi oleh warga sekitar Muara Fajar. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode geofisika tahanan jenis. Metode ini dilakukan dengan melakukan injeksi arus ke bawah permukaan bumi untuk mengukur respon tegangan /beda potensial dari lapisan-lapisan tanah dan batuan bawah permukaan melalui elektroda-elektroda yang ditancapkan di permukaan tanah. Dari respon tegangan tersebut, dapat dihitung variasi nilai tahanan jenis (resistivitas) masing-masing lapisan tanah di bawah permukaan. Nilai tahanan jenis menggambarkan ketahanan suatu medium saat dialirkan arus listrik, kebalikan dari konduktivitas. Sebagai contoh, logam memiliki sifat yang konduktif akan memiliki nilai konduktifitas yang tinggi dan nilai resistivitas yang rendah. Pengukuran resistivitas dilakukan di 5 titik, yaitu di utara TPA, Selatan TPA, timur TPA, barat TPA, serta di tengah TPA. Berdasarkan hasil pengukuran dan pengolahan data, semua wilayah terukur telah tercemar oleh rembesan cairan lindi. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai resistivitas yang dominan di bawah ambang fresh water (< 10 ohm.m).
Untuk area yang paling luas tercemar adalah di sebelah utara dan barat dari TPA.
Artikel 2
Aplikasi Metode Geolistrik
untuk Mengidentifikasi Air Tanah Tercemar Limbah Tekstil (Berdasarkan jurnal STUDI POLA SEBARAN DAN KEDALAMAN POLUSI AIR TANAH BERDASARKAN NILAI RESISTIVITAS DISEKITAR SALURAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH INDUSTRI RANCAEKEK KABUPATEN BANDUNG oleh Bambang Wijatmoko dan Hariadi, Universitas Padjadjaran, 2008)
Suatu wilayah industri akan sangat berpotensi mencemari lingkungan
sekitar melalui limbah-limbah hasil produksinya. Termasuk salah satunya adalah industri tekstil. Dalam aktivitasnya, industri tekstil menghasilkan limbah berupa bahan-bahan kimia dan logam berat. Limbah tersebut akan sangat berbahaya apabila mengotori lingkungan sekitar, khususnya air tanah yang digunakan oleh warga sekitar. Pada umumnya, limbah dibuang ke suatu aliran sungai di sekitar wilayah industri sehingga sungai tercemar. Air sungai yang tercemar akan berbahaya bila merembes mengotori air tanah (ground water) yang biasa digunakan oleh warga sekitar. Indikasi sungai tercemar oleh limbah industri tekstil telah diteliti pada beberapa tahun terakhir. Sungai Cikijing terindikasi tercemar oleh industri tekstil di wilayah Kabupaten Bandung karena baunya yang menyengat dan warna airnya yang hitam pekat. Air dari sungai tersebut ternyata digunakan oleh warga sekitar untuk mengairi sawah padi. Terdata ada 4 desa di sekitar sungai tersebut yang mengggunakan air sungai untuk mengairi sawah sehingga menurunkan kualitas padi. Isu pencemaran ini menjadi masalah yang disoroti oleh penelitipeneliti di berbagai instansi di Jawa Barat. Termasuk penelitian yang dilakukan oleh Pak Bambang Wijatmoko dan Hariadi dari Universitas Padjadjaran pada tahun 2008. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode geofisika tahanan jenis untuk mengetahui sebaran air tanah yang tercemar oleh rembesan sungai Cikijing. Metode ini dilakukan dengan melakukan injeksi arus ke bawah permukaan bumi untuk mengukur respon tegangan /beda potensial dari lapisanlapisan tanah dan batuan bawah permukaan melalui elektroda-elektroda yang ditancapkan di permukaan tanah. Dari respon tegangan tersebut, dapat dihitung variasi nilai tahanan jenis (resistivitas) masing-masing lapisan tanah di bawah permukaan. Nilai tahanan jenis menggambarkan ketahanan suatu medium saat dialirkan arus listrik, kebalikan dari konduktivitas. Sebagai contoh, logam memiliki sifat yang konduktif akan memiliki nilai konduktifitas yang tinggi dan nilai resistivitas yang rendah. Di samping itu, dilakukan juga pengukuran kemagnetan batuan untuk mengetahui nilai suseptibilitas magnetik dari limbah sebagai indikasi terdapatnya logam berat. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa struktur perlapisan batuan daerah penelitian terdiri atas lapisan penutup, lapisan kedap air, dan lapisan akuifer. Keberadaan air tanah tercemar diindikasikan oleh lapisan konduktif dengan resistivitas kurang dari 8 ohm.meter. Pada daerah yang dekat dengan saluran,
penyebarannya diduga merata ke seluruh lapisan air tanah permukaan hingga
kedalaman lapisan kedap. Sedangkan pada daerah yang jauh dari saluran penyebarannya tidak terlalu merata, melainkan setempat-setempat dan tidak terlalu dalam.
Artikel 3
Aplikasi Metode Geofisika Kelistrikan Batuan untuk
Mengidentifikasi Pencemaran Sungai Akibat Limbah Pertambangan Emas (Berdasarkan jurnal Analisis Pola Sebaran Unsur-Unsur Logam Berat Menggunakan Metode Kelistrikan Batuan di Daerah Pertambangan Emas Kabupaten Bandung oleh Rhistanto dkk, Universitas Padjadjaran, 2016) Penambangan bijih emas tradisional biasa dilakukan dengan membuat terowongan-terowongan menembus perbukitan untuk mencari urat-urat batuan pembawa emas. Pada proses pemisahan mineral emas dari bijihnya, dilakukan proses penggilingan menggunakan alat amalgamator. Penggilingan dilakukan dengan cara memasukkan bijih-bijih emas ke dalam tabung amalgamator yang diputar menggunakan tenaga dari aliran air sungai. Dalam proses ini, digunakan juga logam merkuri (Hg) dan timbal (Pb) sebagai katalisator. Setelah penggilingan selesai, emas dapat dipisahkan dari bijihnya dengan cara disaring. Logam Hg dan Pb yang telah digunakan dalam proses amalgamasi emas tradisional biasanya langsung dibuang pada aliran sungai. Akan menjadi masalah jika air sungai tempat pembuangan tersebut digunakan oleh warga untuk dikonsumsi ataupun hal lainnya. Hal ini dikarenakan logam Hg dan Pb termasuk ke dalam logam berat yang sama sekali tidak layak untuk dikonsumsi oleh makhluk hidup. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi pencemaran area sekitar sungai di daerah pertambangan emas akibat logam merkuri dan timbal. Seperti penelitian geokimia oleh Denni Widhiyatna dkk dari psdg (2005) di Tasikmalaya atau penelitian geofisika oleh Rhistanto dkk dari Universitas Padjadjaran (2016) di Kabupaten Bandung. Penelitian geokimia biasa dilakukan dengan melakukan analisa pH dan uji konsentrasi di laboratorium. Sementara penelitian geofisika dilakukan dengan menggunakan analisis sifat kelistrikan dan kemagnetan batuan dari sampel lapangan. Penelitian geofisika yang dilakukan oleh Rhistanto dkk berfokus pada sifat kelistrikan batuan daya hantar listrik (Electrical Conductivity). Penelitian dilakukan dengan mengambil conto sedimen sungai menggunakan alat coring, yaitu alat pengambil sampel dengan melubangi tanah seperti pipa sedalam 30 hingga 100 cm. Pengambilan sampel dilakukan pada beberapa titik, diantaranya daerah aliran sungai sebelum pertambangan, daerah aliran sungai pertambangan, dan daerah aliran sungai setelah pertambangan. Sampel yang telah diambil, dicuplik per 5 cm untuk diukur nilai DHL dan kelarutannya (Total Dissolved Solid, TDS) di dalam air aquabidest. Nilai DHL akan meningkat apabila sampel memiliki kandungan logam yang cukup tinggi. Hal serupa juga terjadi pada perubahan nilai TDS. Dari hasil penelitian, diketahui terdapat kontaminasi logam berat yang diindikasikan dengan nilai DHL 77 S/cm pada kedalaman sekitar 10-20 cm. Tidak didapati adanya nilai DHL yang tinggi di dekat permukaan mengindikasikan
tidak adanya logam berat yang terendap dekat permukaan. Hal ini dikarenakan sifat dari merkuri yang mudah menguap apabila bersentuhan dengan udara.