JURNAL
JURNAL
3.2.1. Konduksi
Perpindahan kalor secara konduksi
adalah proses perpindahan kalor dimana kalor
mengalir dari daerah yang bertemperatur
tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah
dalam suatu medium (padat, cair atau gas) atau
antara medium-medium yang berlainan yang
bersinggungan secara langsung sehingga
terjadi pertukaran energi dan momentum.
Perpindahan panas secara konduksi ini termuat
dalam hukum Fourier yaitu:
Qk =kA
[ ]
dT
dX
Keterangan :
Q
: Laju Perpindahan Panas (kj / det,W)
k
: Konduktifitas Termal (W/m.C)
A
: Luas Penampang (m)
dT
: Perbedaan Temperatur ( C, F )
dX
: Perbedaan Jarak (m / det)
T
: Perubahan Suhu ( C, F )
3.2.2.Konveksi
Konveksi adalah perpindahan panas
karena adanya gerakan/aliran/ pencampuran
dari bagian panas ke bagian yang dingin.
Menurut cara menggerakkan alirannya,
perpindahan panas konveksi diklasifikasikan
menjadi dua, yakni konveksi bebas (natural
convection) dan konveksi paksa (forced
convection). Bila gerakan fluida disebabkan
T4 : temperature touch
T5 : temperature udara
Dengan diperoleh masing-masing heat
transfer konveksi dan radiasi maka heat
transfer koefisien total adalah:
3.3.
htotal = hr+hk
Kombinasi system transfer panas
pada dindingDinding dalam susunan
seri pada keadaan steady state dan satu
dimensi mempunyai koefisien material
yang konstan, sehingga didapatkan nilai
transfer panas:
Bebas :
0.25
hk=
0.555 (GrPr )
1
Ku
2/ 3
Paksa : hk=
0.2 ( ) Ku
D
3.2.3. Radiasi
Perpindahan panas radiasi adalah
proses di mana panas mengalir dari benda
yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu
rendah jika benda-benda itu terpisah di dalam
ruang. Energi radiasi dikeluarkan oleh benda
karena temperature, yang dipindahkan melalui
ruang antara, dalam bentuk gelombang
elektromagnetik Bila energi radiasi menimpa
suatu bahan, maka sebagian radiasi
dipantulkan , sebagian diserap dan sebagian
diteruskan.Heat
transfer
radiasi
pada
penelitian ini terjadi di sekitar permukaan
benda dan temperature udara luar. Heat
transfer radiasi koefisien(hr) dapat dihitung
dengan:
T4
5.67 108 ( 4T 5 4)
0.85
T 4T 5
q r=
Keterangan:
qk=
T 1T 4
L
L B L C
( ) +( ) +( )
kA
kA
kA
A
L
kA
( )
qk=
[3]
B
( T 1T 2 ) L ( T 2T 3 ) L
kA
kA
( )
( ) (T 3T 4
3.4. Insulasi
Insulasi termal (isolasi termal, isolasi
panas) adalah metode atau proses yang
digunakan untuk mengurangi laju perpindahan
panas/kalor. Panas atau energi panas (kalor)
bisa dipindahkan dengan cara konduksi,
konveksi, dan radiasi atau ketika terjadi
perubahan wujud. Mengenai insulasi termal,
hanya dibicarakan perpindahan panas secara
konduksi, konveksi, dan radiasi. Bahan yang
digunakan untuk mengurangi laju perpindahan
panas itu disebut isolator atau insulator. Panas
dapat lolos meskipun ada upaya untuk
menutupinya, tapi isolator mengurangi panas
yang lolos tersebut.
1.
Analisa Data
Q=
Q=
T 1T 5
R 2+ R 3+ R 4+ R 5
T 1T 5
L2
L3
L4
L5
+
+
+
K2A K3A K4 A K5A
T 2=T 1Q
L2
K2
T 3=T 2Q
L3
K3
T 4=T 3Q
L4
K4
4.
Variable perubah
Variable perubah yang diberikan untuk
mengetahui tebal insulasi terdiri dari:
Temperature ambient (20,32,40 0C)
Heat Loss (150,230,300)
Wind velocity (0; 0,25 ;1)
2.
Heat transfer
Heat transfer yang diperlukan dalam
perhitungan insulasi ini terdiri dari dua macam
yaitu konveksi dan radiasi. Hal ini dilakukan
Heat Loss
Heat
loss
diperlukan
untuk
mendapatkan tebal insulasi setiap bagian.
Persamaan heat loss sebagai berikut:
Q2=ho A (T 4T 5)
Table 4.1 Tebal Insul Berdasar Perubahan
Ambient Temperature
Touch
Ambient
tebal insul
Temperature(Tc) temperature(Ta
)
T4
T5
L3
(deg.K)
(deg.k)
(mm)
311.3
293.0
748
322.2
305.0
735
329.4
313.0
727
748
Duct 2
748
Casing 1
748
Casing 2
375
Casing 3
202
Casing 4
113
Casing 5
55
Superwool 607
10pcf
1200F MF
BLANKET, Type
VII, C553-11
2.
0.15
632
0.25
1039
Pembahasan
Dengan adanya analisa data diatas dapat
dijelaskan
secara
terperincihasil
yang
didapatkan. Pada table 4.1; 4.2; 4.3 terjadi
pada bagian duct 1 dengan material insulasi
mineral wool. Table 4.1 menjelaskan
mengenai perbedaan
tebal insulasi
berdasarkan perbedaan ambient temperature
dengan touch temperature. Variable yang sama
pada peritungan ini terletak pada nilai heat
loss sebesar 150 W/m2 dan tanpa adanya
pengaruh wind velocity (0 m/s2). Terlihat
bahwa semakin besar ambient temperature dan
touch temperature maka tebal insulasi semakin
besar pula. Table 4.2 menjelaskan perbedaan
insulasi
dengan
pengaruh
Touch
temperature dan heat loss. Variable
yang sama pada peritungan ini terletak pada
nilai Ambient temperature sebesar 313 deg.K
dan pengaruh wind velocity sebesar 1 m/s2.
Terlihat bahwa semakin besar Touch
temperature,wind velocity kecil maka
insulasi akan semakin tipis dan
dampaknya adalah heat loss akan
semakin besar.
Table 4.3 menjelaskan perbedaan
insulasi
dengan
pengaruh
Touch
temperature dan perubahan kecepatan
angin. Variable yang sama pada peritungan ini
terletak pada nilai Ambient temperature
sebesar 313 deg.K dan heat loss sebesar 150
W/m2. Sehingga terlihat bahwa semakin besar
kecepatan angin maka semakin besar pula
tebal insulasi hal ini tidak sesuai kondisi nyata
seharusnya semakin besar kecepatan angin
maka semakin tipis tebal insulasi akan tetapi
pada kasus ini terjadi sebaliknya hal ini
dikarenakan besar heat loss yang dijaga.
Pada table 4.4 telihat bahwa semakin di
luar bagian casing maka semakin tipis pula
tebal insulasi yang didapatkan. Pada table 4.5
terlihat bahwa material insulasi untuk casing
yang baik digunakan adalah 1800F MF
BOARD, Type V, C612-11 karena mempunyai
nilai konduktifitas bahan terkecil 0,113 maka
kemampuan menyalurkan panas meningkat
akibatnya insulasi pun semakin tipis dan biaya
untuk insulasi akan semakin kecil.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang didapati pada
perhitungan tebal insulasi casing dan duct di
HRSG diantaranya:
a. Untuk mencegah heat loss yang tinggi,
dibutuhkan insulasi yang semakin
tebal.
b. Jika konveksi lebih bagus maka surface
temperature menjadi lebih rendah
sehingga heat loss semakin tinggi.
c. Material insulasi pada casing dan duct
berurutan dari insulasi tipis sampai
tebal adalah : 1800F MF BOARD,
Type V, C612-11; Mineral Wool;
Calcium Silicate BLK+PIPE, Type I,