Anda di halaman 1dari 7

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN MAKROEKONOMI

1. Pemikiran Klasik
Teori makroekonomi yang menjadi pegangan umum para ahli ekonomi
sebelum
tahun
1937
dijuluki
dengan
nama teori
makroekonomi klasik. Kaum klasik secara ideologi percaya bahwa sistem
di mana setiap orang betul-betul bebas untuk melakukan kegiatan ekonomi
apapun bisa mencapai kesejahteraan masyarakat secara otomatis (lassez
faire). Menurut mereka, peranan pemerintah harus dibatasi seminimal
mungkin, sebab apa yang bisa dikerjakan oleh pemerintah dapat dikerjakan
oleh swasta secara lebih efisien. Kegiatan pemerintah haruslah dibatasi pada
macam-macam kegiatan yang betul-betul tidak dapat dilakukan oleh swasta
dengan efisien misalnya di bidang pertahanan, pemerintahan, ataupun
pendidikan. Dengan ciri ideologi ini, kita dapat mengetahui bahwa di bidang
makroekonomi pun mereka tidak menghendaki campur tangan pemerintah. Jadi
esensi
dari
teori
makroekonomi
adalah suatu
perekonomian laissez
faire adalah self-regulating yang artinya mempunyai kemampuan untuk
menghasilkan tingkat kegiatan ekonomi nasional (misalnya GDP) yang efisien
(full employment) secara otomatis.
Menurut kaum klasik, di pasar barang tidak mungkin terjadi kelebihan
produksi atau kekurangan produksi untuk jangka waktu yang lama. Pendapat
semacam itu dilandasi adanya kepercayaan bahwa setiap barang yang
diproduksi selalu ada yang membutuhkan, dan harga-harga adalah fleksibel
yang dapat dengan mudah berubah sehingga kembali pada posisi full
employment. Pada pasar tenaga kerja, bila harga upah cukup fleksibel maka
permintaan tenaga kerja akan selalu seimbang dengan penawaran tenaga
kerja. Jadi pada tingkat upah tersebut tenaga kerja bersedia dibayar sebesar
upah tersebut, dan yang menganggur adalah mereka yang tidak bersedia
dibayar pada tingkat upah tersebut.
Karena uang tidak dapat menghasilkan apa-apa kecuali mempermudah
transaksi, maka uang yang diminta masyarakat hanya sejumlah kebutuhan
akan transaksi. Jadi semakin banyak transaksi yang dilakukan akan semakin
banyak uang tunai yang dibutuhkan masyarakat. Sedangkan esensi teori klasik
di pasar luar negeri adalah bahwa suatu perekonomian nasional tidak perlu
merepotkan diri untuk menyeimbangkan neraca perdagangannya.
2. Pemikiran Keynes

Keynes ada pada posisi yang unik dalam sejarah pemikiran ekonomi
barat, karena pada saat-saat krisis ideologi Keynes dapat menawarkan suatu
pemecahan yang merupakan jalan tengah. Dia berpendapat bahwa untuk
menolong sistem perekonomian negara-negara tersebut, orang harus bersedia
meninggalkan ideologi laissez taire yang murni. Tidak bisa tidak, pemerintah
harus melakukan campur tangan lebih banyak dalam mengendalikan
perekonomian nasional.
Keynes mengatakan bahwa kegiatan produksi dan pemilikan faktor-faktor
produksi masih tetap bisa dipegang oleh swasta, tetapi pemerintah wajib
melakukan kebijakan-kebijakan yang secara aktif akan mempengaruhi gerak
perekonomian. Sebagai contoh, pada saat terjadi depresi,pemerintah harus
bersedia melakukan program atau kegiatan yang langsung dapat meyerap
tenaga kerja (yang tidak tertampung di sektor swasta), meskipun itu
membutuhkan biaya besar.
Inti dari ideologi Keynesianisme adalah Keynes tidak percaya akan
kekuatan hakiki dari sistem laissez faire untuk mengoreksi diri sendiri sehingga
tercapai kondisi efisien (full employment) secara otomatis, tetapi kondisi fullemployment hanya dapat dicapai dengan tindakan-tindakan terencana.
3. Pemikiran Moneteris (Monetarism)
Selama tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, di bawah pimpinan
ekonom terkenal Milton Friedman dari Chicago University (kini hijrah ke
Stanford University) telah berkembang suatu aliran pemikiran (school of thought)
di dalam makroekonomi yang dikenal sebagai aliran moneteris(monetarism).
Para ekonom dari aliran moneteris ini menyerang pandangan dari aliran
Keynesian, terutama menyangkut penentuan pendapatan yang dinilai oleh
mereka sebagai tidak benar. Kaum moneteris menghendaki agar analisis tentang
penentuan pendapatan memberi penekanan pada pentingnya peranan jumlah
uang beredar (money supply) di dalam perekonomian. Perdebatan yang lain
menyangkut : efektifitas antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, peranan
kebijakan pemerintah, dan tentang kurva Phillips (kurva yang
menunjukkan bahwa hubungan antara pengangguran dan inflasi adalah saling
berkebalikan).
Bagi kaum moneteris, jumlah uang beredar merupakan faktor penentu
utama dari tingkat kegiatan ekonomi dan harga-harga di dalam suatu
perekonomian. Dalam jangka pendek (short run), jumlah uang beredar
mempengaruhi tingkat output dan kesempatan kerja; sedangkan dalam jangka
panjang (long run) jumlah uang beredar mempengaruhi tingkat harga atau
inflasi. Menurut Milton Friedman inflasi ada di mana saja dan selalu merupakan
fenomena moneter. Pertumbuhan moneter atau uang beredar yang berlebihan
dalam hal ini bertanggung jawab atas timbulnya inflasi, dan pertumbuhan
moneter yang tidak stabil bertanggung jawab atas timbulnya gejolak atau
fluktuasi ekonomi. Oleh karena pertumbuhan moneter sangat berpengaruh

terhadap variabilitas, baik variabilitas dalam tingkat harga maupun


pertumbuhan output (GNP), maka kebijakan moneter yang diambil pemerintah
sedapat mungkin haruslah dapat menjamin terciptanya suatu tingkat
pertumbuhan moneter atau jumlah uang beredar yang konstan dan tetap
terkendali pada tingkat yang rendah.
Adapun gagasan pokok dari aliran moneteris yang dianggap penting di
antaranya adalah :
1.

Sektor atau perekonomian swasta pada dasarnya adalah stabil.

2. Kebijakan makroekonomi aktif seperti kebijakan fiskal dan moneter hanya


akan membuat keadaan perekonomian menjadi lebih buruk. Bahkan secara
ekstrim mereka mengatakan bahwa kebijakan makroekonomi yang aktif
itu lebih merupakan bagian dari masalah, dan bukan bagian dari
solusi. Dengan perkataan lain, kaum moneteris menghendaki suatu peran
atau campur tangan pemerintah yang seminimum mungkin di dalam
perekonomian.
3. Seperti halnya dengan aliran Klasik, kaum moneteris berpendapat bahwa
harga-harga dan upah di dalam perekonomian adalah relatif fleksibel, yang
akan menjamin keadaan keseimbangan di dalam perekonomian selalu bisa
diwujudkan.
4. Jumlah uang beredar merupakan faktor penentu yang sangat penting dari
tingkat kegiatan ekonomi secara keseluruhan.
Berbagai pendapat atau gagasan kaum moneteris di atas, memiliki
implikasi kebijakan yang penting , yaitu :
1. Stabilitas di dalam pertumbuhan jumlah uang beredarlah yang merupakan
kunci dari stabilitas makroekonomi, dan bukan kebijakan makroekonomi aktif
yang menimbulkan fluktuasi dalam pertumbuhan jumlah uang beredar yang
menjadi penentu kestabilan makroekonomi.
2. Kebijakan fiskal itu sendiri memiliki pengaruh sistematis yang sangat kecil,
baik terhadap pendapatan nasional riil maupun pendapatan nasional nominal;
dan bahwa kebijakan fiskal (fiscal policy) bukanlah suatu sarana atau alat
stabilisasi yang efektif.

4. Pemikiran Rational Expectation (Ratex)


Penganut rational expectation (ratex) tidak lain adalah kelompok klasik
baru (new-classical), karena asumsi ratex dijadikan oleh kaum tersebut sebagai
landasan pokok seluruh analisis dan pemikirannya. John Muth merupakan
pencetus pertama ide ratex dimana pada awal 1960-an ia mengemukan premis
: ekspektasi tiap individu bersifat rasional bila ekspentasi tersebut identik
dengan hasil prediksi model. Premis ini mengandung pengertian bahwa
apabila masyarakat mengetahui benar informasi tentang suatu peristiwa atau
kebijakan maka mereka akan bereaksi dimana reakasi tersebut berciri rasional.
Sebagai gambaran, jika masyarakat mengetahui bahwa jumlah uang beredar
meningkat dan mereka menyadari bahwa dampaknya akan terasa di dalam
peningkatan harga maka ekspektasi harga juga akan ikut meningkat.
Menurut penganut model ratex jika dan hanya jika masyarakat membuat
kesalahan ekspektasi maka kebijakan pemerintah dapat memberi hasil,
contohnya pada kebijakan peningkatan jumlah uang beredar berdampak pada
peningkatan output. Walau demikian, paham klasik tentang kekuatan pasar
nampaknya sangat kuat berakar juga pada penganut model ratex. Menurut
pandangan penganut ratex jika kesalahan terjadi, intervensi pemerintah
semacam contoh di atas tetap tidak diinginkan karena ia justru akan
menghasilkan ketidakpastian yang lebih besar lagi. Berbeda dengan
pandangan kaum monetaris dimana mereka masih memberi ruang untuk
melihat berbagai dampak kebijakan pemerintah melalui perlakuan eksplisit
terhadap faktor adaptive expectation, khususnya dalam jangka pendek.
Memang agak sulit untuk membayangkan suatu keadaan dimana individu
dapat mengetahui semua informasi sehingga ekspektasinya menjadi rasional.
Seperti tidak kurang sulitnya untuk membayangkan situasi dimana dalam
jangka pendek suatu kebijakan seperti menaikkan jumlah uang beredar akan
tidak mempunyai dampak sama sekali terhadap tingkat output. Menurut
jawaban penganut ratex kesalahan ekspektasi karena kesulitan memperoleh
informasi memang tak dapat dihindarkan meskipun yang bersangkutan sangat
rasional dalam pengambilan keputusan. Dengan pengertian lain, menurut
mereka untuk mempunyai ekspektasi rasional tidak harus selalu bebas dari
membuat kesalahan ekspektasi.
5. Pemikiran New Classical
Pada dasarnya munculnya aliran pemikiran ini karena terjadi perubahan
fenomena perekonomian setelah era golden age macroeconomics (1940-1970)
mulai berakhir. Di tahun 70-an (1974-1975) terjadi oil shock dalam
perekonomian dunia dimana harga minyak di pasar dunia meningkat sangat

tinggi (oil boom) sehingga harga-harga meningkat (inflasi) yang sangat


mempengaruhi kondisi ekonomi Amerika.
Aliran pemikiran ini mengkombinasikan pemikiran monetaris dengan
beberapa ide yang dulu telah dikemukakan oleh aliran klasik, yakni : pasar
tenaga kerja dan pasar kapital akan menyesuaikan secara penuh. Untuk itu,
berdasarkan asumsi bahwa individu mampu mengefisienkan penggunaan
informasi yang tersedia dalam membuat peramalan. Dengan menggunakan
tiga alat dari monetaris, market clearing (mekanisme pasar), dan rational
expectation (ekspektasi rasional). Pemikiran ini melumpuhkan pemikiran
Keynesian, dengan menekankan lagi pada tidak perlunya intervensi pemerintah
seperti yang dikemukakan aliran klasik sebelumnya (Galbraith dan Darity,
1994).
Pemikir pada aliran ini yang terkenal adalah Edward Prescott. Ia dan
pengikutnya mengembangkan model yang dikenal dengan model siklus bisnis
riil (Real Business Cycle Model atau Model RBC). Model ini mengasumsikan
bahwa output selalu akan berada pada tingkat natural. Jadi semua fluktuasi
output hanyalah pergerakan dari dan ke tingkat output natural atau dalam
kondisi full employment (tidak ada pengangguran).
Pergerakan output disebabkan karena adanya kemajuan teknologi
(technological progress). Apabila ada penemuan baru, produktivitas akan
meningkat dan menyebabkan output akan meningkat pula. Peningkatan
produktivitas akan meningkatkan upah yang akan membuat tenaga kerja
semakin giat bekerja. Dengan demikian produktivitas akan meningkatkan
output dan kesempatan kerja.
6. Pemikiran New Keynesian
Penganut aliran New Keynesian berpendapat bahwa sintesis yang timbul
sebagai respon terhadap kritik ekspektasi rasional pada dasarnya adalah benar,
yakni asumsi yang menyatakan bahwa nilai-nilai ekspektasi perlu menjadi
pertimbangan dalam menentukan perekonomian nasional, dimana nilai
tersebut harus serasional mungkin berdasarkan informasi yang tersedia.
Mereka juga berargumentasi bahwa masih cukup banyak yang harus dipelajari
tentang sifat-sifat dan karakteristik yang tidak selalu sempurna dalam kondisi
pasar yang berbeda, disamping juga tentang implikasi dari ketidak-sempurnaan
tersebut bagi evolusi makroekonomi.
Salah satu kajiannya berfokus pada aspek menentukan tingkat upah
dalam pasar tenaga kerja. Tingkat upah yang efisien muncul dari suatu
gagasan yang apabila upah yang diterima oleh pekerja adalah terlalu rendah
mengakibatkan hal-hal seperti (a) pekerja tidak termotivasi untuk

menghasilkan ouput yang optimal (bermalas-malasan), (b) masalah tentang


moral dalam suatu perusahaan, (c) kesulitan didalam mendapatkan dan
mempertahankan pekerja yang berkualitas, dan lain sebagainya. Salah seorang
yang sangat berpengaruh terhadap issue tersebut adalah George Akerlof dari
Berkeley, yang mempunyai gagasan tentang suatu norma, yang mengkaji
apa yang sebenarnya disebut dengan fair dan unfair. Penelitian ini
menggali aspek sosiologi dan psikologi yang selama ini ditinggalkan, serta
menjelaskan implikasinya terhadap dunia makroekonomi.
Hal lain yang juga diteliti oleh aliran New Keynesian adalah peran dari
ketidaksempurnaan dalam pasar kredit. Diasumsikan bahwa dampak dari
kebijakan moneter akan bekerja melalui tingkat suku bunga, dimana
perusahaan atau individu dapat meminjam uang dengan tingkat suku bunga
yang telah ditentukan. Didalam kenyataannya, perusahaan dan individu
tersebut meminjam uang dari bank, dimana bank sering merendahkan potensi
yang dimiliki oleh peminjam dibandingkan dengan keinginan bank untuk
memberikan pinjamannya pada tingkat suku bunga yang telah ditentukan.
Mengapa hal ini dapat terjadi, dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi
pandangan kita tentang bekerjanya suatu kebijakan moneter menjadikan
subyek-subyek kajian dari berbagai penelitian, utamanya oleh Ben
Bernanke dari Princeton.
Hal lain yang juga dikaji adalah tentang kekakuan dari nilai
nominal. Fischer dan Taylor menyatakan bahwa keputusan untuk merubah
tingkat upah atau harga secara tiba-tiba akan mengakibatkan output dapat
menyimpang dari tingkat keseimbangan dalam waktu yang cukup lama.
Kesimpulan ini menimbulkan berbagai isu, apabila perubahan yang tidak
terduga tersebut bertanggungjawab, paling tidak sebagian, terhadap fluktuasi
perekonomian, mengapa penentu tingkat upah atau penentu tingkat harga
tidak dapat mensinkronkan suatu keputusan? Mengapa harga dan upah tidak
disesuaikan lebih sering? Mengapa tidak semua harga dan upah berubah,
katakanlah setiap tanggal 1 setiap bulannya? Didalam menjawab issu-issu
tersebut, Akerlof dan N.
Gregory
Mankiw (Harvard
University)
telah
menurunkan suatu hasil yang sangat penting dan menakjubkan, yang sering
disebut dengan biaya menu untuk menerangkan fluktuasi output, yaitu: Setiap
penentu harga atau upah tidak akan sangat jauh berbeda sebagaimana kapan
dan seberapa seringnya seseorang merubah upah atau harganya sendiri (bagi
pengecer, merubah harga setiap hari atau setiap minggu tidak akan
memberikan perbedaan yang mencolok terhadap keuntungan). Oleh
karenanya, meskipun biaya yang dipergunakan untuk melakukan perubahan
terhadap harga sangat kecil, seperti misalnya biaya untuk mencetak sebuah
menu, akan mengakibatkan penyesuaian harga yang sangat jarang dan tak
terduga. Hal ini secara umum dapat menyebabkan penyesuaian yang sangat
lambat terhadap tingkat harga, dan pada akhirnya kepada fluktuasi agregat

output yang direspon oleh pergerakan permintaan agregat. Singkatnya,


keputusan-keputusan yang tidak banyak berpengaruh pada tingkat individu
(seberapa sering untuk merubah harga atau upah) akan mengakibatkan
dampak yang luas secara agregat (penyesuaian yang lambat dari tingkat
harga, dan karenanya pengaruh yang besar terhadap pergerakan dari
permintaan dan output agregat).
Dapat disimpulkan secara singkat bahwa aliran New Keynesian menggali
lebih dalam kepada isu-isu yang berkaitan dengan peranan dari
ketidaksempurnaan pasar terhadap fluktuasi perekonomian.
SUMBER : http://heroekaputra.blogspot.co.id/2010/12/perkembangan-pemikiranmakroekonomi.html
PENULIS : Hero Eka Putra

Anda mungkin juga menyukai