Anda di halaman 1dari 12

BALANCED SCORECARD

Oleh:

ANDINI UTARI PUTRI


01022681519002
KELAS BKU AKUNTANSI REGULER PAGI
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU EKONOMI

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS EKONOMI
2016

PENDAHULUAN

I.

Konsep Balanced Scorecard telah lama dikembangkan oleh Robert S.Kaplan dan David
P.Norton (HBR, January,1992). Konsep Balanced Scorecard ini dikembangkan untuk
melengkapi pengukuran kinerja finansial (atau dikenal dengan pengukuran kinerja tradisional)
dan sebagai alat yang cukup penting bagi organisasi perusahaan untuk merefleksikan
pemikiran baru dalam era competitiveness dan efektivitas organisasi.
Pada awalnya, balanced scorecard ditujukan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja
eksekutif. Sebelum tahun 1990-an eksekutif hanya diukur kinerjanya dari aspek keuangan,
akibatnya fokus perhatian dan usaha eksekutif lebih dicurahkan untuk mewujudkan kinerja
keuangan dan kecendrungan mengabaikan kinerja nonkeuangan. Pada tahun 1990, Nolan
Norton Institute, bagian riset kantor akuntan publik KPMG, mensponsori study tentang
Mengukur Kinerja Organisasi Masa Depan(Kaplan and Norton ,1996: vii). Studi ini didorong
oleh kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh semua
perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai. Balanced scorecard
digunakan untuk menyeimbangkan usaha dan perhatian eksekutif ke kinerja keuangan dan
nonkeuangan, serta kinerja jangka pendek. dan kinerja jangka panjang.
Bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif masa depan, diperlukan ukuran yang
komprehensif yang mencakup empat perspektif: keuangan, customer, proses bisnis/intern, dan
pembelajaran dan pertumbuhan. Ukuran ini disebut dengan balanced scorecard.
II.

KAJIAN TEORI
1. Definisi Balance Scorecard
Balance Scorecard (secara literal berarti kartu skor berimbang) terdiri atas kumpulan

ukuran kinerja yang terintegrasi yang diturunkan dari strategi perusahaan dan mendukung
strategi perusahaan secara keseluruhan. Strategi pada dasarnya adalah suatu teori tentang
bagaimana mencapai sasaran perusahaan. Sebagai contoh, strategi Southwest Airlines adalah
menawarkan

harga

rendah

pada

penumpang

dan

pelayanan

penerbangan

yang

menyenangkan. Harga rendah tersebut dimungkinkan karena tidak adanya biaya tambahan lain
seperti makanan, tempat duduk khusus, dan pengecekan bagasi antarbagian. Menurut
pendekatan balance scorecard, manajemen puncak menerjemahkan strategi mereka kedalam
ukuran kinerja yang dapat dipahami dan dilakukan oleh para karyawan. Sebagai contoh, jumlah
waktu yang dibutuhkan oleh penumpang untuk antre menunggu pengecekan bagasi dapat
merupakan ukuran kinerja bagi supervisor yang memimpin counter check-in Southwest Airlines

di bandara Phoenix. Ukuran kinerja ini mudah untuk dipahami dan diperbaiki oleh tindakan
supervisor.
Konsep balance scorecard memperkenalkan suatu sistem pengukuran kinerja
perusahaan dengan menggunakan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria tersebut sebenarnya
merupakan penjabaran dari apa yang menjadi misi dan strategi perusahaan dalam jangka
panjang, yang digolongkan menjadi empat perspektif yang berbeda yaitu :
1. Perspektif finansial
2. Perspektif customer
3. Perspektif proses, bisnis internal
4. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran.
Dalam Balanced Scorecard, keempat persektif tersebut menjadi satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan. Keempat perspektif tersebut juga merupakan indikator pengukuran
kinerja yang saling melengkapi dan saling memiliki hubungan sebab akibat.
2. Karakteristik Umum Balanced Scorecard
Ukuran kinerja yang digunakan oleh pendekatan balance scorecard dapat dibagi
menjadi 4 kelompok (seperti yang digambarkan pada gambar 1) yaitru: keuangan, pelanggan ,
proses bisnis internal, dan pembelajaran serta pertumbuhan. Proses bisnis internal adalah
segala sesuatu yang dilakikan perusahaan dalam usahanya memuaskan pelanggan. Sebagai
contoh, di perusahaan manufaktur, perakitan suatu produk merupakan proses bisnis internal.
Sedangkan dalam perusahaan penerbangan, penanganan bagasi merupakan proses bisnis. Ide
yang mendasari pengelompokan ini adalah bahwa pembelajaran penting untuk memperbaiki
proses bisnis internal, memperbaiki proses bisnis adalah penting untuk meningkatkan kepuasan
pelanggan, dan meningkatkan kepuasan pelanggan akan memperbaiki kondisi keuangan.
Pada akhirnya, sebagian besar perusahaan hidup untuk memberikan imbalan kepada
pemiliknya. Tidak ada pengecualian. Namun demikian, karena beberapa alas an, ukuran kinerja
keuangan tidaklah mencukupii dengan sendirinya melainkan harus diintegrasikan dengan
ukuran non keuangan di dalam balance scorecard yang dirancang dengan baik.
Pertama, ukuran keuangan merupakan indicator jasa dalam artian melaporkan hasil tindakan
di masa lampau. Sebaliknya, ukuran nonkeuangan yang merupaan beberapa factor
keberhasilan utama seperti kepuasan pelanggan merupakan indicator pengarah (leading
indicator) dari kinerja keuangan di masa akan dating. Kedua, manajer puncaklah yang
umumnya bertanggung jawab atas ukuran kinerja keuangan bukan manajer pada tingkatan
yang lebih rendah. Penyelia bertanggung jawab atas beberapa lama para penumpang harus

menunggu dalam antrean. Namun demikian, penyelia ini tidak bertanggung jawab terhadap
keseluruhan laba perusahaan. Ini merupakan tanggung jawab manajer puncak maskapai
penerbangan itu.
3. Perspektif Keuangan dalam Balance Scorecard
Pendekatan perspektif keuangan dalam balanced scorecard merupakan hal yang sangat
penting, hal ini disebabkan ukuran keuangan merupakan suatu konsekwensi dari suatu
keputusan ekonomi yang diambil dari suatu tindakan ekonomi. Ukuran keuangan ini
menunjukkan adanya perencanaan, implementasi. serta evaluasi dari pelaksanaan strategi
yang telah ditetapkan. Evaluasi ini akan tercermin dari sasaran yang secara khusus dapat
diukur melalui keuntungan yang diperoleh, seperti contohnya Return on investment.
Selanjutnya Kaplan ( 1996) menjelaskan bahwa ada 3 tahapan siklus bisnis yang harus
dilalui oleh suatu perusahaan yaitu pertumbuhan (growth), bertahan (sustain) dan panen (
harvest). Pertumbuhan merupakan tahap pertama yang harus dilalui oleh perusahaan dari
siklus kehidupan bisnis, dimana pada saat ini perusahaan memiliki produk yang berpotensi
memiliki tingkat pertumbuhan yang baik sekali. Dalam tahap ini perusahaan beroperasi dalam
cashflow yang negatif dan tingkat pengembalian yang rendah. Investasi yang dilakukan oleh
perusahaan pada tahap ini relatif besar dengan biaya yang besar. Hal ini disebabkan produk
atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan mempunyai pasar yang masih sangat terbatas.
Pada tahap ini lebih ditekankan

pada pertumbuhan penjualan dengan mencari pasar dan

konsumen baru. Selanjutnya Blocher (2000, 188) menjelaskan bahwa siklus kehidupan
penjualan (sales life cycle) dari suatu produk terdiri dari 4 fase yaitu: (1) Pengenalan Produk, (2)
Pertumbuhan, (3) kematangan, (4)Penurunan.
Tahap siklus kedua yaitu bertahan ( sustain), dimana pada tahap ini perusahaan masih
melakukan investasi dan reinvestasi untuk mempertahankan pangsa pasar yang telah ada.
Investasi umumnya dilakukan untuk memperlancar kemacetan operasi dan memperbesar
kapasitas produksi serta meningkatkan operasionalisasi. Sasaran keuangan lebih banyak
diarahkan pada tingkat kembalian investasi yang telah dilakukan, dengan demikian sasaran
tidak lagi diarahkan pada strategistrategi jangka panjang. Pengukuran pada tahap ini bisa
diukur dengan return on invesment, economic value added. Tahap ketiga yaitu tahap
kematangan (mature). Pada tahap ini perusahaan sudah mulai memanen apa yang telah
dilakukan selama ini. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi kecuali untuk pemeliharaan
dan perbaikan fasilitas yang telah dimiliki, sedangkan tujuan utama tahap ini adalah
memaksimalkan arus kas ke dalam perusahaan.

4. Perspektif Pelanggan dalam Balance Scorecard


Perspektif customer dalam Balanced Scorecard mengidentifikasi bagaimana kondisi
customer mereka dan segmen pasar yang telah dipilih oleh perusahaan untuk bersaing dengan
kompetitor mereka. Segmen yang telah mereka pilih ini mencerminkan keberadaan customer
tersebut sebagai sumber pendapatan mereka. Dalam perspektif ini, pengukuran dilakukan
dengan lima aspek utama; yaitu:
(1) pengukuran pangsa pasar
Pengukuran terhadap besarnya pangsa pasar perusahaan mencerminkan proporsi bisnis
dalam satu area bisnis tertentu yang diungkapkan dalam bentuk uang, jumlah customer,
atau unit volume yang terjual atas setiap unit produk yang terjual.
(2) customer retention
Suatu tingkat tertentu dimana perusahaan dapat hubungan dan mempertahankan
konsumennya. Pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya prosentase
pertumbuhan bisnis dengan jumlah customer yang saat ini dimiliki oleh perusahaan.
(3) Customer Acquisition
Suatu tingkat tertentu dimana perusahaan mampu menarik konsumen baru. Pengukuran
dapat

dilakukan

melalui

prosentase

jumlah

penambahan

customer

perbandingan total penjualan dengan jumlah customer baru yang ada.


(4) customer satisfaction

baru

dan

Tingkat kepuasan konsumen terhadap criteria kinerja tertentu. Pengukuran terhadap


tingkat kepuasan pelanggan ini dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik
diantaranya adalah : survei melalui surat (pos), interview melalui telepon, atau personal
interview.
(5) customer profitability
Suatu tingkat laba bersih yang diperoleh perusahaan dari suatu target segmen tertentu.
Pengukuran terhadap customer profitability dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
Activity Based-Costing (ABC).

5. Perspektif Proses Bisnis Internal


Dalam perspektif ini, perusahaan melakukan pengukuran terhadap semua aktivitas yang
dilakukan oleh perusahaan baik manajer maupun karyawan untuk menciptakan suatu produk
yang dapat memberikan kepuasan tertentu bagi customer dan juga para pemegang saham.
Dalam hal ini perusahaan berfokus pada tiga proses bisnis utama yaitu: proses inovasi, proses
operasi, proses pasca penjualan.
(1) Proses Inovasi
Dalam proses penciptaan nilai tambah bagi customer, proses inovasi merupakan salah
satu kritikal proses, dimana efisiensi dan efektivitas serta ketepatan waktu dari proses
inovasi ini akan mendorong terjadinya efisiensi biaya pada proses penciptaan nilai
tambah bagi customer. Secara garis besar proses inovasi dapat dibagi menjadi dua yaitu:
(1) Pengukuran terhadap proses inovasi yang bersifat penelitian dasar dan terapan, (2)
Pengukuran terhadap proses pengembangan produk.
(2) Proses Operasi
Pada proses operasi yang dilakukan oleh masing-masing organisasi bisnis, lebih
menitikberatkan pada efisiensi proses, konsistensi dan ketepatan waktu dari barang dan
jasa yang diberikan kepada customer. Pada proses operasi, pengukuran terhadap kinerja
dilakukan terhadap tiga dimensi yaitu; time measurement, quality process measurement
dan process cost measurement.
(3) Pelayanan Purna Jual
Tahap terakhir dalam pengukuran proses bisnis internal adalah dilakukannya pengukuran
terhadap pelayanan purna jual kepada customer. Pengukuran ini menjadi bagian yang
cukup penting dalam proses bisnis internal, karena pelayanan purna jual ini akan
berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pelanggan. Yang termasuk dalam aktivitas purna
jual diantaranya adalah : garansi dan aktivitas reparasi, perlakuan terhadap produk cacat
atau rusak, proses pembayaran yang dilakukan oleh customer pada transaksi penjualan
yang dilakukan secara kredit.

6. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan


Dalam perspektif ini, terdapat tiga dimensi penting yang harus diperhatikan untuk
melakukan pengukuran yaitu; kemampuan karyawan, kemampuan sistem informasi, adanya
motivasi, pemberian wewenang dan pembatasan wewenang kepada karyawan.
a) Kemampuan karyawan
Dalam melakukan pengukuran terhadap kemampuan karyawan, pengukuran dilakukan
atas tiga hal pokok yaitu pengukuran terhadap kepuasan karyawan, pengukuran
terhadap

perputaran

karyawan

dalam

perusahaan,

dan

pengukuran

terhadap

produktivitas karyawan. Pengukuran terhadap tingkat kepuasan karyawan meliputi antara


lain tingkat keterlibatan karyawan dalam proses pengambilan keputusan, pengakuan
akan hasil kerja yang baik, kemudahan memperoleh informasi sehingga dapat
melakukan pekerjaannya sebaik mungkin, keaktifan & kreativitas karyawan dalam
melakukan pekerjaannya, tingkat dukungan yang diberikan kepada karyawan, tingkat
kepuasan karyawan secara keseluruhan terhadap perusahaan. Produktivitas karyawan
dalam bekerja dapat diukur melalui berbagai cara, antara lain melalui gaji yang diperoleh
tiap-tiap karyawan, atau bisa juga diukur dengan menggunakan rasio perbandingan
antara kompensasi yang diperoleh oleh karyawan dibandingkan dengan jumlah
karyawan yang ada dalam perusahaan.
b) Kemampuan Sistem Informasi
Peningkatan kualitas karyawan dan produktivitas karyawan juga dipengaruhi oleh akses
terhadap sistem informasi yang dimiliki oleh perusahaan. Semakin mudah informasi
diperoleh maka karyawan akan memiliki kinerja yang semakin baik. Pengukuran
terhadap akses sistem informasi yang dimiliki perusahaan dapat dilakukan dengan
mengukur prosentase ketersediaan informasi yang diperlukan oleh karyawan mengenai
pelanggannya, prosentase ketersediaan informasi mengenai biaya produksi dan lain-lain.
c) Motivasi, Pemberian Wewenang, dan Pembatasan Wewenang Karyawan
Meskipun karyawan sudah dibekali dengan akses informasi yang begitu bagus tetapi
apabila karyawan tidak memiliki motivasi untuk meningkatkan kinerjanya maka semua itu
akan sia-sia saja. Sehingga perlu dilakukan berbagai usaha untuk meningkatkan motivasi
karyawan dalam bekerja. Pengukuran terhadap motivasi karyawan dapat dilakukan
melalui beberapa dimensi, yaitu:
(1) Pengukuran terhadap saran

yang

diberikan

kepada

perusahaan

dan

diimplementasikan. Dilakukan melalui pengukuran berapa jumlah saran yang


disampaikan

oleh

masing-masing

karyawan

kepada

perusahaan

terutama

pengukuran terhadap saran-saran yang mendukung peningkatan kualitas perusahaan


dan peningkatan income perusahaan dan berhasil diterapkan periode tertentu.
(2) Pengukuran atas perbaikan dan peningkatan kinerja karyawan.
Pengukuran dapat dilakukan dengan mendeteksi seberapa besar biaya yang
terbuang akibat dari adanya keterlambatan pengiriman, jumlah produk yang rusak,
bahan sisa dan kehadiran karyawan (absenteeism).

7.

Keunggulan Balanced Scorecard


Menurut Mulyadi (2001:18), keunggulan pendekatan balanced scorecard dalam sistem

perencanaan strategik adalah mampu menghasilkan rencana strategik yang memiliki


karakteristik sebagai berikut:
Komprehensif
Balanced scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan strategik,
dari yang sebelumnya hanya terbatas perspektif keuangan, meluas ke tiga perspektif yang
lain: pelanggan, proses bisnis/intern, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Dengan
mengarahkan

sasaran-sasaran

strategik

ke

empat

perspektif,

rencana

strategik

perusahaan mencakup lingkup yang luas, yang memadai untuk menghadapi lingkungan

bisnis yang kompleks.


Koheren
Balanced scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab akibat
(causal relationship) diantara berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam
perencanaan strategik. Setiap sasaran strategik yang ditetapkan dalam dalam perspektif
nonkeuangan harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan, baik secara

langsung maupun tidak langsung.


Seimbang
Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik
penting untuk menghasilkan kinerja keuangan berjangka panjang. Empat sasaran strategik
yang perlu diwujudkan oleh perusahaan diantaranya: (1) financial returns yang
berlipatganda dan berjangka panjang (perspektif keuangan), (2) produk dan jasa yang
mampu menghasilkan value terbaik bagi costumer (perspektif costumer), (3) proses yang
produktif dan cost effective (perspektif proses bisnis/intern), dan (4) sumber daya manusia

yang produktif dan berkomitmen (perspektif pembelajaran dan pertumbuhan).


Terukur
Keterukuran sasaran-sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik
menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem tersebut.
Balanced scorecard mengukur sasaran-sasaran strategik yang sulit untuk diukur.

III.

1.

PEMBAHASAN ARTIKEL
The Balanced Scorecard as a Performance Management Tool for Third Sector
Organizations : the Case of the Arthur Bernardes Foundation, Brazil.
Gomes, C. R. & Liddle, J.
BAR, Curitiba, Vol 6 No. 4, art 5, pp. 354-366, Oct?Dec. 2009
Di Brazil, organisasi ketiga sektor memainkan peran penting dalam membantu

pemerintah untuk merumuskan kebijakan, memberikan layanan dan meningkatkan fleksibilitas


dan kelincahan dalam proses manajemen publik. Untuk alasan ini, ada beberapa jenis
organisasi ketiga sektor melekat pada tiga tingkat pemerintah (federal, negara bagian dan
lokal). Salah satu jenis penting dari pelayanan publik yang disampaikan oleh federal pemerintah
adalah pendidikan tinggi, yang terutama dilakukan oleh perguruan tinggi negeri. Sebagai entitas
publik, lembaga-lembaga ini harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Untuk mendukung mereka dalam kegiatan mereka, mereka membutuhkan mekanisme
dukungan dalam bentuk yayasan untuk membantu mereka, dalam kerangka hukum, untuk
mengamankan dana dari organisasi publik dan swasta, untuk mengelola kontrak, untuk
membeli barang dari pasar internal dan eksternal dan untuk memperhitungkan semua biaya
untuk pendanaan organisasi. Yayasan dukungan ini dapat dilihat sebagai semacam kapal
tunda, membantu perguruan tinggi negeri untuk manuver di perairan terbatas.
Tujuan dari makalah ini adalah untuk memberikan kontribusi pada teori manajemen
publik dengan menghadirkan bukti empiris menggunakan Balanced Scorecard untuk organisasi
sektor ketiga. Penelitian ini dilakukan dalam suatu penafsiran Paradigma menggunakan strategi
penelitian tindakan. Data dikumpulkan melalui kelompok dan wawancara individual dan
dianalisis menggunakan interpretasi dan analisis isi. Keterbatasan utama dari penelitian ini
terletak pada aplikasi untuk jenis yang sangat tunggal organisasi yang beroperasi sebagai sopir
untuk meningkatkan efisiensi dan kegesitan dari lainnya organisasi publik, meskipun metode
yang digunakan di sini sangat mungkin berlaku untuk jenis lain organisasi tanpa merugikan
mempengaruhi hasil. Temuan menguatkan Kaplan dan Norton (2001) saran bahwa organisasi
non-profit harus menempatkan pelanggan di atas peta strategis mereka. Mereka juga
menunjukkan bahwa sponsor harus dianggap sebagai pemangku kepentingan yang kuat dalam
rencana strategis, dan harus dipenuhi dalam memesan untuk memastikan legitimasi dan
keberlanjutan. Meskipun beberapa penulis telah menyarankan bahwa suatu kerangka
menyeluruh

harus

mengembangkan

dirancang
Balanced

untuk

seluruh

Scorecard

organisasi,

tunggal

untuk

bukti

menunjukkan

masing-masing

bahwa

departemen

mempromosikan kerja sama daripada kompetisi dan mengarah ke sinergi daripada fragmentasi.

2.

Effects of Balanced Scorecard on Performance of Firms in The Services Sector


Kairu, W. E., Wafula, O. M., Okaka, O. Odera, O. & Akerele, K. E.
European Journal of Business and Management Vol. 5 No. 9, 2013. ISSN 2222-1905
Pengukuran pendapatan digunakan oleh hampir semua perusahaan untuk menilai

kinerja. Perusahaan telah menetapkan tujuan relatif terhadap tingkat kepuasan pelanggan, tarif
produk cacat, lead time untuk memasarkan dan tanggung jawab sosial lingkungan. tujuan
tersebut tidak diukur langsung oleh pendapatan. Perusahaan yang memproduksi barang
inferior, memberikan terlambat, menyalahgunakan lingkungan atau secara umum membuat
pelanggan tidak puas akan kehilangan pangsa pasar dan menjadi dipaksa keluar dari bisnis
(Spraakman, 2005). ukuran kinerja non-keuangan dapat dikembangkan untuk menunjukkan
kemajuan (Atau ketiadaan) terhadap pencapaian, jangka panjang faktor penentu keberhasilan
penting dari perusahaan kelas dunia. Penelitian telah menunjukkan bahwa driver terkuat
prestasi kompetitif adalah tidak berwujud, terutama intelektual properti, inovasi, dan kualitas.
Sejak apa yang diukur akan dilakukan, dan karena faktor-faktor ini penting, maka mereka harus
diukur.
Beberapa aset tidak berwujud yang paling penting perusahaan dapat miliki adalah
hubungan dengan pelanggan dan dengan para karyawan. loyalitas karyawan dan loyalitas
pelanggan terkait erat, dan mempertahankan baik sangat penting bagi keberhasilan. Kedua
adalah stakeholder; dan tidak ada konflik antara stakeholder memuaskan dan pemegang
saham. Kualitas penting hubungan harus tercermin dalam kerangka pengukuran kinerja, sering
disebut scorecard. Prestasi langkah-langkah yang biasanya digunakan untuk melacak
kemajuan menuju sasaran. Langkah-langkah yang pengganti untuk target sendiri. Mereka
menentukan bagaimana, dan apa dasar, manajer dan karyawan lainnya memfokuskan waktu
dan upaya mereka. Non-keuangan indikator adalah, pada dasarnya, langkah-langkah pengganti
untuk kinerja keuangan. kinerja keuangan dan non-keuangan langkah-langkah dapat
dikombinasikan melalui BSC yang akhirnya menghubungkan semua aspek kinerja strategi
perusahaan. BSC adalah konseptualisasi pengukuran kinerja yang menerjemahkan strategi
organisasi ke dalam yang jelas tujuan, langkah-langkah, target, dan inisiatif yang
diselenggarakan di empat perspektif: keuangan, pelanggan, proses bisnis, dan sumber daya
manusia atau inovasi dan pembelajaran (Kassahun, 2010). BSC adalah yang paling banyak
diterapkan sistem manajemen kinerja hari ini. Ini pada awalnya dikembangkan sebagai sistem
pengukuran kinerja pada tahun 1992 oleh Dr Robert Kaplan dan David Norton Dr. di Harvard
Business School dan kemudian berkembang menjadi kinerja alat manajemen. Ide dasar dari
BSC adalah bahwa pembelajaran perlu untuk meningkatkan proses bisnis internal; ini
Peningkatan ini diperlukan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan; yang pada gilirannya

menyebabkan peningkatan hasil keuangan. BSC menekankan peningkatan dan bukan hanya
pencapaian tujuan tertentu dan jika sebuah organisasi tidak terus-menerus meningkatkan, pada
akhirnya akan kalah dengan pesaing yang melakukan (Kaplan, 2010). Dengan BSC, eksekutif
perusahaan dapat mengukur dan mengelola bagaimana unit bisnis mereka menciptakan nilai
bagi pelanggan saat ini dan masa depan, bagaimana mereka harus membangun dan
meningkatkan kemampuan internal, dan investasi pada orang, sistem, dan prosedur yang
diperlukan untuk meningkatkan masa depan kinerja. Penelitian ini mencoba untuk menyelidiki
efek dari BSC pada kinerja organisasi dalam pelayanan sektor. Hal berikut yang bertahan hidup
di sektor jasa menuntut untuk peningkatan layanan di tingkat unit bisnis. Perusahaan akan
berusaha untuk mempertahankan sistem pengukuran kinerja yang seimbang dengan hubungan
sebab-akibat.
Penelitian ini berusaha untuk membangun efek dari Balanced Scorecard (BSC) pada
kinerja perusahaan dalam layanan sektor. Lokasi penelitian adalah di Kakamega Municipality,
Kenya dan desain penelitian survei yang melibatkan 200 layanan perusahaan yang
menyediakan dipergunakan. Prosedur stratified random sampling diadopsi dengan strata yang
diselenggarakan berdasarkan sifat layanan yang ditawarkan. Setelah stratifikasi, simple random
sampling digunakan untuk memilih perusahaan responden. kuesioner semi-terstruktur
dipekerjakan untuk mengumpulkan data primer yang dianalisis melalui deskriptif statistik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kriteria non-keuangan sama pentingnya dengan kriteria
keuangan dalam sistem pengukuran dan ketika kedua langkah yang terintegrasi dalam sistem,
mereka menyebabkan hasil yang lebih unggul.
IV.

PENUTUP
Balance Scorecard (secara literal berarti kartu skor berimbang) terdiri atas kumpulan

ukuran kinerja yang terintegrasi yang diturunkan dari strategi perusahaan dan mendukung
strategi perusahaan secara keseluruhan. Strategi pada dasarnya adalah suatu teori tentang
bagaimana mencapai sasaran perusahaan. Sebagai contoh, strategi Southwest Airlines adalah
menawarkan

harga

rendah

pada

penumpang

dan

pelayanan

penerbangan

yang

menyenangkan. Harga rendah tersebut dimungkinkan karena tidak adanya biaya tambahan lain
seperti makanan, tempat duduk khusus, dan pengecekan bagasi antarbagian. Menurut
pendekatan balance scorecard, manajemen puncak menerjemahkan strategi mereka kedalam
ukuran kinerja yang dapat dipahami dan dilakukan oleh para karyawan. Sebagai contoh, jumlah
waktu yang dibutuhkan oleh penumpang untuk antre menunggu pengecekan bagasi dapat
merupakan ukuran kinerja bagi supervisor yang memimpin counter check-in Southwest Airlines

di bandara Phoenix. Ukuran kinerja ini mudah untuk dipahami dan diperbaiki oleh tindakan
supervisor.

DAFTAR PUSTAKA
Mulyadi. 2001. Balanced Scorecard Alat Manajemen Kontenporer untuk Pelipatganda Kinerja
Keuangan Perusahaan. Jakarta : Salemba Empat.
Kaplan, R. S., & Norton, D. P. (1996). The balanced scorecard: translating strategy into action.
Boston: Harvard Business School Press.
Kairu, W. E., Wafula, O. M., Okaka, O. Odera, O. & Akerele, K. E. 2013. Effects of Balanced
Scorecard on Performance of Firms in The Services Sector European Journal of
Business

and

Management

Vol.

No.

9,

2013.

(https://eprints.usq.edu.au/23448/2/Kairu_etal_EJBM_v5n9_PV.pdf)

ISSN

2222-1905.

Diakses

Pada

Tanggal 11 Oktober 2016.


Gomes, C. R. & Liddle, J. 2009. The Balanced Scorecard as a Performance Management Tool
for Third Sector Organizations : the Case of the Arthur Bernardes Foundation, Brazil.
BAR,

Curitiba,

Vol

No.

4,

art

5,

pp.

354-366,

Oct?Dec.

2009.

(http://www.scielo.br/pdf/bar/v6n4/v6n4a06.pdf) Diakses Pada Tanggal 11 Oktober 2016.

Anda mungkin juga menyukai