Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Manusia memiliki sepasang ginjal. Dua ginjal terletak pada dinding posterior
abdomen, diluar rongga peritoneum. Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah
lekukan yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan limfatik,
suplai saraf , dan ureter yang membawa urine akhir dari ginjal ke kandung kemih,
tempat urine disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal dilengkapi oleh kapsul fibrosa yang
keras untuk melindungi struktur dalamnya yang rapuh. Posisi ginjal kanan sedikit
lebih rendah dari posisi ginjal kiri karena ginjal kanan tertekan oleh organ hati. Kedua
ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3, sebagian dari bagian atas ginjal
terlindungi oleh iga ke sebelas dan dua belas.
Bentuk makroskopis ginjal pada orang dewasa, bentuknya seperti kacang
polong dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1
inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar 125- 150
gram, kira-kira seukuran kepalan tangan. Masing-masing ginjal manusia terdiri dari
kurang lebih satu juta nefron, masing-masing mampu membentuk urine. Ginjal tidak
dapat membentuk nefron baru. Oleh karena itu, pada trauma ginjal, penyakit ginjal,
atau proses penuaan yang normal5 akan terjadi penurunan jumlah nefron secara
bertahap. Bentuk makroskopis ginjal pada orang dewasa, bentuknya seperti kacang
polong dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1
inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar 125- 150
gram, kira-kira seukuran kepalan tangan.
Masing-masing ginjal manusia terdiri dari kurang lebih satu juta nefron,
masing-masing mampu membentuk urine. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru.
Oleh karena itu, pada trauma ginjal, penyakit ginjal, atau proses penuaan yang normal
akan terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap. Setiap nefron terdiri dari
glomerulus dan tubulus.
Glomerulus terdiri dari sekumpulan kapiler glomerulus yang dilalui sejumlah
besar cairan yang difiltrasi dari darah. Glomerulus tersusun dari suatu jaringan kapiler
glomerulus yang bercabang dan beranastomosis, yang mempunyai tekanan hidrostatik
tinggi (kira-kira 60 mmHg) bila dibandingkan dengan kapiler lainnya. Kapiler
glomerulus dilapisi oleh sel- sel epitel, dan keseluruhan glomerulus dibungkus dalam
kapsula bowman. Sedangkan tubulus merupakan tempat cairan hasil filtrasi diubah
menjadi urin dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal.
Meskipun setiap nefron mempunyai semua komponen seperti yang
digambarkan diatas, tetapi tetap terdapat beberapa perbedaan, bergantung pada
seberapa dalam letak nefron pada massa ginjal. Nefron yang memiliki glomerulus dan
terletak di korteks sisi luar disebut nefon kortikal; nefron tersebut mempunyai ansa
henle pendek yang hanya sedikit menembus ke dalam medula. Kira-kira20-30%
nefron mempunyai glomerulus yang terletak di korteks renal sebelah dalam dekat
medula, dan disebut nefron jukstamedular; nefron ini mempunyai ansa henle yang
panjang dan masuk sangat dalam ke medula.
2) Fisiologi
Pada manusia, ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi vital
yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh. Ginjal melakukan
fungsinya yang paling penting ini dengan cara menyaring plasma dan memisahkan
zat filtrat dengan kecepatan yang bervariasi, brgantung pada kebutuhan tubuh.
Kemudian zat- zat yang dibutuhkan oleh tubuh akan dikembalikan ke dalam darah
dan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh akan dikeluarka melalui urine.
Selain fungsi yang telah dijelaskan, ginjal juga mempunyai fungsi multiple
yang lainnya, diantaranya yaitu mengeksresikan produk sisa metabolik dan bahan
kimia asing, pengaturan keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan osmolalitas
cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit, pengaturan tekanan arteri, pengaturan
keseimbangan asam-basa, sekresi, metabolisme, dan eksresi hormon serta untuk
proses glukoneogenesis.
Proses pembentukan urine juga dilakukan oleh nefron yang merupakan bagian
dari ginjal. Proses pembentukan urine terjadi melalui tiga tahapan yaitu filtrasi di
glomerulus, reabsorpsi di tubulus dan eksresi di tubulus. proses pembentukan urin
yaitu Pada saat cairan, darah, serta zat-zat masuk ke dalam ginjal, semua bahan-bahan
itu akan difiltrasi di dalam glomerulus dan selanjutnya akan mengalir ke dalam
kapsula bowman dan masuk ke tubulus proksimal yang terletak di dalam korteks
ginjal. Dari tubulus proksimal, cairan akan mengalir ke ansa henle yang masuk ke
dalam medula renal, cairan masuk ke makula densa dan kemudian ke tubulus distal,
dari tubulus distal cairan masuk ke tubulus renalis arkuatus dan tubulus koligentes
kortikal dan masuk ke duktus yang lebih besar yaitu duktus koligentes medula.
Duktus koligentes bergabung membentuk duktus yang lebih besar yang mengalir
menuju pelvis renal melalui papila renal. Dari pelvis renal, urine akan terdorong ke
kandung kemih melalui saluran ureter dan dikeluarkan melalui uretra. Dibawah ini
adalah gambaran tentang proses pembentukan urine.
2.2 Definisi Gagal Ginjal Kronik ( GGK )
Gagal ginjal kronis (Chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif
yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (Urea dan limbah nitrogen lainnya
yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau
transplantasi ginjal) (Nursalam, 2009:47).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal
yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (Toksik uremik) di
dalam darah (Muttaqin, 2011:166).
Menurut Mary Baradero, (2008:124) gagal ginjal kronik terjadi apabila kedua
ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk
kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal ireversibel, kerusakan vaskular
akibat diabetes melitus, dan hipertensi yang berlangsung terus menerus dapat
mengakibatkan pembentukan jaringan parut pembuluh darah dan hilangnya fungsi
ginjal secara progresif.
Menurut Muhammad, (2012:16) menyatakan gagal ginjal kronis adalah proses
kerusakan ginjal selama rentang waktu lebih dari 3 bulan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Gagal Ginjal Kronik
(Chronic renal failure) adalah perkembangan gagal ginjal yang progresif dan ditandai
dengan fungsi nefron yang berkurang. Dapat disimpulkan pula bahwa pada penderita
gagal ginjal kronis terjadi penurunan fungsi ginjal secara perlahan-lahan. Dengan
demikian, gagal ginjal merupakan stadium terberat dari ginjal kronis. Oleh karena itu,
penderita harus menjalani terapi pengganti ginjal, yaitu cuci darah (Hemodialisis)
atau cangkok ginjal yang memerlukan biaya mahal.
2.2.1 Etiologi
Menurut Muttaqin, (2011:166) begitu banyak kondisi klinis yang bisa
menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis. Akan tetapi, apa pun sebabnya, respons
yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang
memungkinkan dapat mengakibatkan Gagal Ginjal Kronis adalah:
2.1.3.1 Penyakit dari ginjal
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
2.2.2 Patofisiologi
Menurut Smeltzer (2001:1448) patofisiologi gagal ginjal kronik dimulai dari
fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
Gangguan Klirens renal, banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai
akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan
urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus
(Akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurun dan kadar
kreatinin serum akan meningkat.Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya
meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi
renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya
dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme (Jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
Retensi cairan dan natrium, ginjal juga tidak mampu mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang
sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema,
gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi
aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.
Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetus risiko
hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan
natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
Asidosis, dengan semakin berkembangnya penyakit renal terjadi asidosis
metabolik sering denga ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam yang
berlebihan.Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal
untuk menyekresi amonia dan mengabsorpsi natrium bikarbonat. Penurunan ekskresi
fosfat dan asma organik lain juga terjadi.
10
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Eritropoetin, suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal,
menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal
ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan,
angina, dan sesak napas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, abnormalitas utama yang lain pada
gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum
kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya
meningkat maka yang lain akan turun. Menurunnya filtrasi melelui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum
kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari
kelenjar paratiroid. Namun demikian, pada gagal ginjal tubuh berespons secara
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan akibatnya, kalsium ditulang
menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang. Selain itu,
metabolit aktif vitamin D yang secara normal dibuat di ginjal menurun seiring dengan
berkembang gagal ginjal. Penyakit tulang uremik, sering disebut osteodistrofi renal,
terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.
Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan
gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi. Pasien
yang mengekskresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami
peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada mereka yang
tidak mengalami kondisi ini.
11
Phatway
Vesikuler
Infeksi
Arterio
Skerosis
Zat Toksik
Obstruksi Saluran
Kemih
Reaksi Antigen
Antibody
Suplai Darah
Ginjal Turun
Tertimbun
Diginjal
Retensi Urin
GFR Turun
GGK
B1
B2
B3
Retensi Na
Sekresi
eritropoitin
Tek. Kapiler
Produksi Hb
Turun
Beban
Jantung Naik
Tek. Vena
pulmonalis
Kapiler paru
naik
Oksi Hemoglobin
Turun
Vol. Intersial
naik
Vol.
Intersial
Naik
Suplai O2
jaringan turun
Suplai O2
kasar turun
Timb. Asam
Laktat
Mk : Gangguan
Perfusi Jaringan
-Fatigue
-Nyeri sendi
B5
B6
Obstruksi
Ginjal
Sekresi protein
terganggu
Sindrom
Uremia
Fungsi Ginjal
Menurun
Gangguan
Keseimbangan Asam
Basa
Perporasi
Ospaleimia
GFR
Pruritis
Asam Lambung Naik
Mk : Kelebihan
Volume Cairan
Iritasi Labung
Mk : Gangguan
integritas kulit
Mual, muntah
Mk : Gangguan Nutrisi
Edema Paru
Mk.
Gangguan
B4
Mk : Intoleransi
Aktivitas
12
13
2.2.5 Komplikasi
Menurut Smeltzer (2001:1449), komplikasi gagal ginjal kronik yang
memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup:
2.2.5.1 Hiperkalemia
Diakibatkan penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme, dan
masukan diet berlebihan.
2.2.5.2 Perikarditis
Efusi perikardial, dan temponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
2.2.5.3 Hipertensi
Disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta malfungsi sistem renin
angioaldosteron.
2.2.5.4 Anemia
Disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah, dan
pendarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, dan kehilangan darah selama
hemodialisa.
2.2.5.5 Penyakit Tulang
Hal ini disebabkan oleh retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah,
metabolisme vitamin D, abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.
2.2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Muttaqin (2011:172), pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan
gagal ginjal kronik adalah:
1) Laju Endap Darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia,dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit
yang rendah.
2) Uremia dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan
obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil
dari kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang
menurun.
14
15
Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada
insufisiensi koroner.
2.1.9.4 Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus di hindari.natrium
bikarbonat dapat di berikan peroral atau perenteral. Pada permulaan 100 mEq
natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang.
Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
2.1.9.5 Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator dilakukan
mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena
tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
2.1.9.6 Transplantasi ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh faal
ginjal dengan ginjal yang baru.
16
17
gerak.
2. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi lama atau berat
Palpitasi : nyeri dada (Angina)
Tanda: Hipertensi: nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki,
telapak, tangan.
Disritmia jantung.
Nadi lemah halus, hipertensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang
jarang pada penyakit tahap akhir.
Friction rub pericardial (Respons terhadap akumulasi sisa).
Pucat;kulit coklat kehijauan, kuning.
Kecenderungan perdarahan.
3. Integritas Ego
Gejala: Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya Perasaan tak
berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda: Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
4. Eliminasi
Gejala: Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (Gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
18
Tanda: Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan.
Oliguria, dapat menjadi anuria.
5. Makanan/Cairan
Gejala: Peningkatan berat badan cepat (Edema), penurunan berat badan
(Malnutrisi) Anoreksia. Nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak
sedap pada mulut (Pernapasan amonia).
Penggunaan diuretik
Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (Tahap akhir)
Perubahan turgor kulit/kelembaban.
Edema (Umum, tergantung).
Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah.
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak
bertenaga.
6. Neurosensori
Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur.
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian.
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala;kram otot/nyeri kaki (Memburuk saat
malam hari)
Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
8. Pernapasan
Gejala: Napas pendek; dispnea noktural paroksimal; batuk dengan/tanpa
sputum kental dan banyak
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (Pernapasan
kusmaul), Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (Edema
paru).
19
stress serta cemas dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa ini.
Diagnosa keperawatan potensial untuk pasien-pasien ini mencakup yang berikut:
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
6) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.
7) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, pemasangan jarum
infus dan jarum cimino/hemodialisa.
2.3.3 Intervensi
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan
yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosis
keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien
(Mubaraq,
2006:84).
Menurut
Smeltzer,
(2001:1452-1454)
perencanaan
Kriteria hasil:
Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine >600
ml/hari.
Intervensi:
1. Kaji status cairan:
1) Timbang berat badan harian.
2) Keseimbangan masukan dan haluaran.
3) Turgor kulit dan adanya edema.
4) Distensi vena leher.
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
20
21
berikan
untuk
mencapai
medikasi
sebelum
makan
menyebabkan
22
kulit
terhadap
perubahan
warna,
turgor, perhatikan
kemerahan, eksoriasi.
Rasional: Menandakan area sirkulasi buruk, yang dapat menimbulkan
dekubitus.
2) Kaji keadaan kulit terhadap kemerahan dan adanya eksoriasi.
Rasional: Sirkulasi darah darah yang kurang menyebabkan kulit
mudah rusak dan memudahkan timbulnya dekubitus/infeksi.
3) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit, membran mukosa.
Rasional: Deteksi adanya dehidrasi yang mempengaruhi integritas
jaringan pada tingkat seluler.
4) Ganti posisi tiap 2 jam sekali beri bantalan pada tonjolan tulang,
pelindung siku dan tumit.
Rasional: Mengurangi/menurunkan tekanan pada daerah yang edema.
Daerah yang perfusinya kurang baik untuk mengurangi/menurunkan
iskemia jaringan.
5) Jaga keadaan kulit tetap kering dan bersih.
Rasional: Kulit yang basah terus-menerus memicu terjadinya
dekubitus.
6) Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian tipis dan kering
yang menyerap keringat dan bebas keriput.
Rasional: Mencegah iritasi kulit dan meningkatkan evaporasi.
7) Anjurkan pasien gunakan kompres lembab dan dingin.
23
perubahan
akibat
penyakit
dan
penanganan
yang
mempengaruhi hidupnya.
Rasional: Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus
berubah akibat penyakit.
4. Sediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat
tentang:
1) Fungsi dan kegagalan renal.
2) Pembatasan cairan dan diet.
3) Medikasi.
4) Melaporkan masalah, tanda dan gejala.
24
25
26
2.2.4 Implementasi
Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan
yang telah disusun (Mubaraq, 2006:87).
2.2.4.1 Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine
>600 ml/hari.
Implementasi:
1. Mengkaji status cairan:
1) Timbang berat badan harian.
2) Keseimbangan masukan dan haluaran.
3) Turgor kulit dan adanya edema.
4) Distensi vena leher.
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
2. Membatasi masukan cairan.
3. Mengidentifikasi sumber potensial cairan:
1) Medikasi dan cairan yang digunakan.
2) Makanan
3) Menjelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.
4) Membantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat
pembatasan cairan.
5) Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering.
2.2.4.2 Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
Tujuan: mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil:
Asupan nutrisi tubuh pasien terpenuhi dengan baik.
Implementasi:
1. Mengkaji status nutrisi:
1) Perubahan berat badan.
2) Pengukuran antropometrik.
3) Nilai laboratorium (elektrolit serum,BUN, kreatinin, protein,
tranferin, dan kadar besi).
27
kemerahan, eksoriasi.
Mengkaji keadaan kulit terhadap kemerahan dan adanya eksoriasi.
2. Memantau masukan cairan dan hidrasi kulit, membran mukosa.
3. Mengganti posisi tiap 2 jam sekali beri bantalan pada tonjolan tulang,
2.
28
pemahaman
mengenai
penyebab
gagal
ginjal,
29
hubungan seksual.
6. Mendiskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan,
dan kemesraan.
2.3.4.7 Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (Jarum infus, jarum
cimino/hemodialisa).
Tujuan:pasien tidak mengalami infeksi.
30
Kriteria hasil:
Leukosit dalam batas normal dan Pasien tidak mengalami infeksi.
Implementasi:
1. Melakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan invasif baik itu
infus dan jarum cimino (Jarum hemodialisa).
2. Mengobservasi tanda-tanda vital.
3. Mengobservasi daerah pemasangan infus dan jarum cimino (Jarum
hemodialisa) apakah adanya tanda-tanda infeksi.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi
memuat
keberhasilan
proses
dan
keberhasilan
tindakan
31
2.2.5.7 Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (Jarum infus, jarum
cimino/hemodialisa).
Kriteria hasil: Leukosit dalam batas normal dan pasien tidak mengalami
infeksi.