Anda di halaman 1dari 22

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................................

ii

DAFTAR ISI..............................................................................................................

iii

BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................

2.1 Definisi...........................................................................................................

2.2 Epidemiologi..................................................................................................

2.3 Etiologi...........................................................................................................

2.4 Patogenesis.....................................................................................................

2.5 Klasifikasi.......................................................................................................

2.6 Kriteria Diagnosis.........................................................................................

10

2.7 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................. 12


2.8 Penatalaksanaan............................................................................................... 12
2.9 Komplikasi....................................................................................................... 15
BAB IV. KESIMPULAN...........................................................................................

26

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................

27

BAB I
PENDAHULUAN
Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genital. Kejadian ini
merupakan salah satu komplikasi dari tindakan abortus yang paling sering terjadi
apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis.
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kemampuan kandungan, dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat badan anak kurang dari 500 gram. Diperkirakan frekuensi
keguguran spontan berkisar antara 10-15 %. Lebih dari separuh atau 57% wanita pelaku
aborsi, adalah mereka yang berusia dibawah 25 tahun. Bahkan 24% dari mereka adalah
wanita remaja berusia dibawah 19 tahun. Penyebab abortus dipengaruhi oleh faktor
janin, faktor maternal ataupun faktor eksternal. Untuk penatalaksanaan abortus,
disesusaikan dengan diagnosisnya.
Abortus Infeksiosus perlu segera mendapat pengelolaan yang adekuat kerena
dapat menjadi infeksi yang lebih luas selain di sekitar alat genitalia juga ke rongga
peritoneum, bahkan dapat ke seluruh tubuh (sepsis) dan dapat jatuh ke dalam syok
septik.
Kami memilih kasus ini, karena insidensi dari abortus di Indonesia masih sangat
tinggi. Berdasarkan perkiraan dari BKBN, ada sekitar 2.000.000 kasus aborsi yang
terjadi setiap tahunnya di Indonesia. Oleh karena itu, sebagai tenaga medis perlu untuk
lebih mengerti kasus ini sehingga dapat memberikan edukasi yang tepat pada wanita
usia 18-29 tahun yang paling banyak mengalami abortus, khususnya abortus
infeksiosus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
diluar kemampuan kandungan, dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari
20 minggu atau berat badan anak kurang dari 500 gram. (terakhir, WHO/FIGO 1998 :
22 minggu)

1,2,

Penghentian kehamilan pada usia janin di atas itu tidak lagi disebut

aborsi, tetapi infantisida, atau pembunuhan bayi, yang di negara mana pun pasti
dilarang.
Sedangkan Aborsi tidak aman didefinisikan sebagai terminasi (penghentian)
kehamilan yang dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih atau di tempat yang tidak
memenuhi standar minimal medis, atau keduanya (WHO, 2000). Atau suatu prosedur
penghentian kehamilan oleh tenaga dengan ketrampilan yang kurang memadai atau
dilakukan di lingkungan yang kurang memenuhi syarat kesehatan atau keduanya.
Abortus Infeksiosus adalah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.1,2
2.2 Epidemiologi
Diperkirakan frekuensi keguguran spontan berkisar antara 10-15 %. Namun
demikian, frekuensi seluruh keguguran yang pasti sukar ditentukan, karena abortus
buatan banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila telah terjadi komplikasi. Juga karena
sebagian keguguran spontan hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga wanita
tidak datang ke dokter atau rumah sakit.3,4,5
Lebih dari separuh atau 57% wanita pelaku aborsi, adalah mereka yang berusia
dibawah 25 tahun. Bahkan 24% dari mereka adalah wanita remaja berusia dibawah 19
tahun. Insidensi abortus menurut umur :

Tabel 2.1 Insidensi abortus menurut umur


No.

Usia

Jumlah

Dibawah 15 tahun

14.200

0.9

15-17 tahun

154.500

9.9

3
4
5
6
7
8

18-19 tahun
20-24 tahun
25-29 tahun
30-34 tahun
35-39 tahun
40 tahun keatas

224.000
527.700
334.900
188.500
90.400
23.800

14.4
33.9
21.5
12.1
5.8
1.5

Jika terjadi kehamilan diluar nikah, 82% wanita di Amerika akan melakukan aborsi.
Jadi, para wanita muda yang hamil diluar nikah, cenderung dengan mudah akan
memilih membunuh anaknya sendiri.
Untuk di Indonesia, jumlah ini tentunya lebih besar, karena didalam adat Timur,
kehamilan diluar nikah adalah merupakan aib, dan merupakan suatu tragedi yang sangat
tidak bisa diterima masyarakat maupun lingkungan keluarga, maka kasus ini jarang
dilaporkan. Akan tetapi, berdasarkan perkiraan dari BKBN, ada sekitar 2.000.000 kasus
aborsi yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia.6,7,8,9
Data statistik mengenai kasus aborsi di luar negeri, khususnya di Amerika
dikumpulkan oleh dua badan utama, yaitu Federal Centers for Disease Control (CDC)
dan Alan Guttmacher Institute (AGI). Hasil pendataan mereka menunjukkan bahwa
jumlah nyawa yang dibunuh dalam kasus aborsi di Amerika, yaitu hampir 2 juta jiwa
lebih banyak dari jumlah nyawa manusia yang dibunuh dalam perang manapun dalam
sejarah negara itu. WHO memperkirakan dari 200 juta kehamilan per tahun, sekitar
38%(75 juta) merupakan kehamilan tak diinginkan (KTD).3,4
Sebanyak dua per tiga perempuan di dunia yang mengalami KTD (50 juta) akan
berakhir dengan aborsi disengaja (induced abortion), di mana 60% (30 juta) diantaranya
dilakukan secara aman dengan bantuan tenaga professional yang terlatih, sedangkan
sisanya 40% (20 juta) dilakukan secara tidak aman oleh tenaga yang tidak berkompeten
di tempat-tempat yang tidak memenuhi persyaratan medis.

Menurut estimasi WHO sekurangnya 78.000 (estimasi lain menyebutkan sebanyak


150.000 200.000) perempuan setiap tahunnya meninggal karena komplikasi akibat
aborsi yang tidak aman.3,4,5,6
2.3 Etiologi
a. Faktor janin
1)

Faktor genetik
a) Paling sering menimbulkan abortus spontan adalah abnormalitas
kromosom pada janin. Lebih dari 60% abortus spontan yang terjadi pada
trimester pertama menunjukkan beberapa tipe abnormalitas genetik
b) Kelainan telur, blighted ovum, kerusakan embrio
c) Embrio dgn kelainan lokal
d) Kelainan pada plasenta
Endometritis dapat terjadi dalam villi korialis dan menyebabkan oksigenasi
plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan
kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya
karena hipertensi menahun.10,11,12

2)

Faktor maternal
a) Kelainan anatomis ibu
Abnormalitas anatomi maternal yang dihubungkan dengan kejadian
abortus spontan yang berulang termasuk inkompetensi serviks,
kongenital dan defek uterus yang didapatkan (acquired). Lingkungan di
endometrium disekitar tempat implansasi kurang sempurna sehingga
pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu.
b) Infeksi
Infeksi intrauterin sering dihubungkan dengan abortus spontan berulang.
Organisme-organisme yang sering diduga sebagai penyebab antara lain
Chlamydia,

Ureaplasma,

Mycoplasma,

Cytomegalovirus,

monocytogenes dan Toxoplasma gondii.


b. Faktor Endokrin
Hipertiroidismus, diabetes melitus dan defisisensi progesteron.

Listeria

c. Penyakit kronis yang melemahkan, misalnya penyakit tuberkulosis atau


karsinomatosis, namun keadaan ini jarang menyebabkan abortus; sebaliknya
pasien meninggal dunia karena penyakit ini tanpa melahirkan. Penyakit kronis
lain (diabetes melitus, hipertensi kronis, penyakit liver/ ginjal kronis).
d. Nutrisi
Malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar menjadi
predisposisi abortus. Meskipun demikian, belum ditemukan bukti yang
menyatakan bahwa defisiensi salah satu / semua nutrien dalam makanan
merupakan suatu penyebab abortus yang penting.
e. Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus
spontan yang berulang antara lain: antibodi antinuklear, antikoagulan lupus dan
antibodi cardiolipin. Inkompatibilitas golongan darah A, B, O, dengan reaksi
antigen antibodi dapat menyebabkan abortus berulang, karena pelepasan
histamin mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan fragilitas kapiler.
f. Psikologis
Dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus yang berulang dengan keadaan
mental akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya. Yang peka terhadap
terjadinya
dan

abortus ialah

sangat

penting

wanita yang belum matang secara

emosional

dalam menyelamatkan kehamilan.

1) Faktor eksternal
a) Radiasi
Dosis 1-10 rad bagi janin UK 9 minggu pertama dapat merusak janin,
dan pada dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan kematian.
b) Obat-obatan
Antagonis asam folat, antikoagulan, dll.
c) Bahan kimia lain (arsen & benzena) 2,4,6,7
2.4 Patogenesis
Pada permulaan terjadi perdarahan dalam desidua basalis, diikuti oleh nekrosis
jaringan sekitarnya, kemudian sebagian atau seluruh hasil konsepsi terlepas. Karena
dianggap benda asing, maka uterus akan berkontraksi untuk mengeluarkannya. Saat
kantung gestasi terbuka, biasanya ditemukan cairan di sekitar janin yang maserasi atau

tidak ditemukan janin ( disebut Blighted Ovum ). Pada kehamilan di bawah 8 minggu,
hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya, karena vili korialis belum menembus desidua
terlalu dalam, sedangkan pada kehamilan 8-14 minggu, telah masuk agak dalam,
sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan tertinggal. Hilangnya kontraksi yang
dihasilkan dari aktivitas kontraksi dan retraksi miometrium menyebabkan banyak terjadi
perdarahan.13,14,15,16
Bila terjadi pada umur kehamilan yang lebih tua, janin mungkin mengalami
maserasi, dimana tulang tengkorak kolaps, distensi abdomen, dengan cairan bercampur
darah dan degenerasi organ dalam. Kulit menjadi melepuh dan terkelupas. Dapat juga
ditemukan cairan amnion terabsorbsi sehingga terjadi kompresi janin.17,18,19,20
Infeksi yang terjadi pada abortus infeksiosus biasanya disebabkan karena tindakan
aborsi yang tidak aman, karena kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis. Jika
jaringan tersisa di dalam rahim, muncul luka, cerukan, dikhawatirkan bisa memicu
terjadinya infeksi. Sebab, kuman senang sekali dengan daerah-daerah yang basah oleh
cairan seperti darah.3,13 Karena sisa jaringan biasanya menyebabkan perdarahan.
Mekanisme perdarahan pada kasus keguguran adalah dengan adanya sisa jaringan
menyebabkan rahim tidak bisa berkontraksi dengan baik sehingga pebuluh darah pada
lapisan dalam rahim tidak dapat tertutup dan menyebabkan perdarahan.21,22,23
Mediator-mediator yang berperan dalam terjadinya infeksi dan sepsis antara lain,
TNF-, interleukin 1-6, PAF, leukotriene, tromboxane A2, kinin, trombin, MDF dan endorfin. Peranan Struktur organisme patogen dan juga aktivasi endotel pembuluh
darah.24,25,26

Gambar 2.1 Bagan proses terjadinya abortus


2.5 Klasifikasi
a. Menurut jenisnya
1) Abortus spontan
Merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan secara alamiah
tanpa intervensi luar. Terminologi umum untuk masalah ini adalah
keguguran atau miscarriage.

2) Abortus buatan
Merupakan tindakan pengakhiran kehamilan sebelum umur 20 minggu
akibat intervensi tertentu.
i.

Abortus provokatus terapeutik adalah abortus buatan yang


dilakukan atas indikasi medik.

ii.

Abortus provokatus kriminalis adalah abortus buatan yang


dilakukan tanpa indikasi medik.

Terminasi untuk masalah ini adalah pengguran, aborsi, atau abortus


provokatus.
b.

Menurut derajatnya
1) Abortus iminens
Abortus tingkat permulaan, dimana terjadi pendarahan pervaginam atau
perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 20
minggu, ostium msih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam
kandungan/uterus dan tanpa adanya dilatasi serviks. Dalam keadaan ini
kehamilan masil mungkin berlanjut atau dipertahankan.
2) Abortus insipiens
Abortus yang sedang mengancam dimana serviks telah mendatar atau
adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat dan ostium uteri telah
terbuka terjadi perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu,
akan tetapi hasil konsepsimasih daam kavum uteri. Kondisi ini
menunjukkan proses abortus sedang berlangsung dn akan berlanjut
menjadi abortus inkomplit atau komplit.
3) Abortus inkompletus
Merupakan pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih ada sisa yang tertinggal di dalam kavum uteri.
4) Abortus kompletus
Merupakan pengeluaran seluruh hasil konsepsi dari kavum uteri pada
kehamilan kurang dari 20 minggu.
5) Missed abortion
Kematian embrio atau fetus/janin sebelum kehamilan 20 minggu, tetapi
konsepsi seluruhnya tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Hal

ini dapat bermanifestasi berupa kehamilan anembriogenik (kantung


kehamilan kosong atau blighted ovum) atau kehamilan fetus sebelum
usia kehamilan 20 minggu.
6) Abortus habitualis
Merupakan keadaan dimana terjadinya abortus tiga kali berturut-turut
atau lebih.
7) Abortus infeksiosus
Abortus yang disertai infeksi pada genital, adanya penyebaran kuman
atau toksin ke dalam sirkulasi atau kavum peritoneum yang dapat
menimbulkan septikemi, sepsis atau peritonitis.
8) Abortus septik
Abortus infeksiosus berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke
dalam peredaran darah atau peritoneum. Infeksi dalam uterus atau
sekitarnya dapat terjadi pada setiap abortus, tetapi biasanya ditemukan
pada abortus inkomplit dan lebih sering pada abortus buatan kriminalis.
Infeksi pada abortus infeksiosus terbatas pada desidua, sedangkan pada
abortus septik, infeksi menyebar ke miometrium, tuba, parametrium. Jika
infeksi menyebar lebih jauh lagi, dapat terjadi peritonitis dan sepsis
bahkan syok.
Diagnosis :
a) Tanda infeksi alat genital :
-

Panas, takikardi

Perdarahan pervaginam berbau

Uterus membesar, lembek, nyeri tekan

Leukositosis

b) Tanda sepsis
-

Demam tinggi, menggigil

Tekanan darah menurun 2

Gambar 2.2 gambaran uterus saat terjadi abortus


2.6 Kriteria Diagnosis
Tabel 2.2 Kriteria diagnosis Abortus8
Diagnosis

Perdarahan

Serviks

Besar
uterus

10

Gejala lain

Abortus

Sedikit-

Tertutup Sesuai

- PP test (+)

iminens

sedang

dengan

- Kram perut bawah

warna merah

usia

- Uterus lunak

dan cepat

kehamila

- Mules sedikit atau tidak sama sekali

berhenti

USG:Produkkehamilandalam
batasnormal

Abortus

Sedang-

Terbuka

Sesuai

- PP test (+)

insipiens

banyak,

dan

atau lebih

- Kram perut bawah

kecil

- Uterus lunak

warna merah, teraba


dengan

Hasilkonsepsimasihberadadalam

ketuban

gumpalan
Abortus

banyak
Sedang-

inkomplit

kavumuteri
Terbuka

Lebih

- PP test (+)

banyak,

kecil dari

- Kram perut bawah

warna merah,

usia

- Uterus lunak

disertai

kehamlan

- Keluar jaringan, tapi masih ada sisa

gumpalan

jaringan yang tertinggal dalam uterus

darah dan
jaringan
konsepsi,
sering
menyebabka
Abortus

n syok
Sedikit atau

Lunak

Lebih

- PP test (+)

komplit

tidak ada,

(terbuka

kecil dari

- Sedikit atau tidak ada kram

warna merah

atau

usia

- Keluar massa kehamilan

tertutup

kehamila

- Uterus kenyal

n
Lebih

- Menghilang sebagian gejala

Missed

Sedikit,

)
Agak

abortion

warna

kenyal

kecil dari

kehitaman

dan

usia

tertutup

kehamila

11

kehamilan
- Uterus tidak
Membesar

- USG:Hasilkonsepsi

masihdalamuterus
namuntakadatanda
kelangsungan
Abortus

Bisa banyak

Lunak

Sesuai

hidupnya
Tanda infeksi genitalia:

Infeksios

atau sediki

(terbuka

atau lebih

Panas

(tergantung

atau

besar

Takikardi

(abortus

sisa

tertutup

masa

Nyeri tekan

septic)

jaringan),

kehamila

Leukositosis

Tanda sepsis

berbau

Demam , mengigil
Penurunan tekanan darah
Peritonitis syok
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Diperlukan pada abortus infeksiosus
a. Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah terdapat sisa jaringan.
b. Pemeriksaan laboratorium khususnya darah lengkap untuk mengetahui
adanya leukositosis dan penurunan kadar Haemoglobin akibat perdarahan.
2.8 Penatalaksaan
Penatalaksanaan dikelompokan berdasarkan jenis abortus yang terjadi9,10,11,12,
Tabel 2.3 Penanganan Abortus
No.
1.

Jenis abortus
Abortus imminens

Penatalaksanaan
Istirahat baring menyebabkan
bertambahnya aliran darah ke uterus dan
berkurangnya rangsangan mekanis
Pertimbangkan infeksi antibiotika,
AKDR ekstraksi AKDR, defisiensi

2.

Abortus insipiens, inkomplit

hormonal (didrogesteron, alilestenol)


Bila kehamilan < 12 minggu

dan missed abortion

pengosongan uterus segera dengan kuret


12

vakum atau cunam ovum disusul kuretase


Bila usia kehamilan > 16 minggu
evakuasi dilakukan dengan cara dilatasi
3.

Abortus komplit

dan kuretase
Bila kondisi baik, cukup beri tablet
ergometrin 3 x 1 mg/hari untuk 3 hari
Bila penderita anemia sulfas ferrosus
600 mg/hari selama 2 minggu atau
transfusi

4.

Abortus habitualis

Bila infeksi antibiotic


Perbaiki keadaan umum
Pemberian makanan bergizi
Istirahat banyak
Larangan coitus dan olahraga
Sesuai dengan etiologi : terapi infeksi,
kelainan endokrin, intervensi
immunologi, perbaikan keadaan anatomi,
donor oocyte dan sperma, konseling
psikologi
Jika penyebabnya serviks inkompetensi
dan saat hamil maka pengecilan serviks
dengan operasi menurut casa Shirodkar
dan Mac Donald (usia kehamilan 12

5.

Abortus terapeutik

minggu)
Terminasi suatu kehamilan atas indikasi
ibu. Jika pengakhiran kehamilan tdk
segera mengancam keselamatan ibu

6.

Abortus Infeksiosa

atau kecacatan yg berat janin.


Pemberian cairan yang hilang dengan NS
atau RL melalui infus dan berikan
antibiotik (ampicillin 4x 1 gram dan
metronidazol 500 mg)
Kuretase

13

Jika ada riwayat abortus kriminalis, beri


7.

Abortus sepsis

ATS dan TT
Terapi suportif tergantung keadaan umum
pasien
Kultur dan tes sensitivitas sebelum
antibiotik diberikan
Antibiotik standart : ampicillin 3 x 1
gram IV/hari selama 3-5 hari, gentamisin
2 x 80 mg, Metronidazol 3 x 500 mg
Kuretase dilakuikan bila temperatr tubuh
normal kembali
Jika ada riwayat abortus kriminalis, beri
ATS dan TT

Pengeluaran jaringan pada abortus :


Setelah serviks terbuka (primer maupun dengan dilatasi), jaringan konsepsi dapat
dikeluarkan secara manual, dilanjutkan dengan kuretase.
1. Sondage, menentukan posisi dan ukuran uterus.
2. Masukkan tang abortus sepanjang besar uterus, buka dan putar 90 o untuk
melepaskan jaringan, kemudian tutup dan keluarkan jaringan tersebut.
3. Sisa abortus dikeluarkan dengan kuret tumpul, gunakan sendok terbesar yang bisa
masuk.
4.. Pastikan sisa konsepsi telah keluar semua, dengan eksplorasi jari maupun kuret.11
Hal-hal yang perlu diperhatikan bila kuretase pada abortus infeksiosus dan abortus
sepsis adalah tindakan kuretase dilakukan bila keadaan tubuh sudah membaik minimal 6
jam setelah antibiotika adekuat diberikan, dan saat tindakan uterus dilindungi dengan
uterotonika. Antibiotika dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2
hari pemberian tidak memberi respon harus diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan sebelum melakukan kuretase antara lain
pemeriksaan USG kembali, mengukur tekanan darah dan kadar Hb, pemeriksaan sistem
pernafasan dan memastikan perdarahan. Hal ini untuk memastikan pasien dalam kondisi
baik untuk tindakan.27,28,29,30

14

Gambar 2.3 Pengeluaran jaringan pada abortus

Gambar. 2.4 Dilatasi dan kuretase


2.9 Komplikasi
Komplikasi terapi kuretase pada abortus infeksiosus sama kemungkinannya seperti
komplikasi kuretase pada umumnya,antara lain
a.

Perforasi
Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu ada
kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus ke rongga
peritoneum, ke ligamentum latum, atau ke kandung kencing. Oleh sebab itu, letak
uterus harus ditetapkan lebih dahulu dengan seksama pada awal tindakan, dan pada
dilatasi serviks tidak boleh digunakan tekanan berlebihan. Kerokan kuret dimasukkan
dengan hati-hati, akan tetapi penarikan kuret ke luar dapat dilakukan dengan tekanan
yang lebih besar. Bahaya perforasi ialah perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi
perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi dengan seksama
dengan mengamati keadaan umum, nadi, tekanan darah, kenaikan suhu, turunnya
15

hemoglobin, dan keadaan perut bawah. Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda
bahaya, sebaiknya dilakukan laparatomi percobaan dengan segera
b.

Luka pada serviks uteri


Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat timbul
sobekan pada serviks uteri yang perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium uteri
internum, maka akibat yang segera timbul ialah perdarahan yang memerlukan
pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka panjang ialah
kemungkinan timbulnya incompetent cerviks.

c.

Pelekatan pada kavum uteri


Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-sisa hasil
konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium jangan sampai terkerok,
karena hal itu dapat mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di
beberapa tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila pada suatu
tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.

d.

Perdarahan
Kerokan pada kehamilan yang sudah agak tua atau pada mola hidatidosa terdapat
bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya dilakukan transfusi darah
dan sesudah itu, dimasukkan tampon kasa ke dalam uterus dan vagina.

e.

Infeksi
Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya infeksi
sangat besar. Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran
darah, sehingga menyebabkan kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan antara lain
infeksi pada saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi kehamilan
lagi.

f.

Lain lain
Komplikasi yang dapat timbul dengan segera pada pemberian NaCl hipertonik
adalah apabila larutan garam masuk ke dalam rongga peritoneum atau ke dalam
pembuluh darah dan menimbulkan gejala-gejala konvulsi, penghentian kerja jantung,
penghentian pernapasan, atau hipofibrinogenemia. Sedangkan komplikasi yang dapat
ditimbulkan pada pemberian prostaglandin antara lain panas, rasa eneg, muntah, dan
diare.

16

Bila abortus infeksiosus ini tidak segera mendapat penanganan yang adekuat
dapat menimbulkan syok septik dan kematian pada ibu.14

17

BAB IV
KESIMPULAN
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kemampuan kandungan, dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat badan anak kurang dari 500 gram. Abortus infeksiosus ialah
abortus yang disertai infeksi pada alat genital. Kejadian ini merupakan salah satu
komplikasi dari tindakan abortus yang paling sering terjadi apalagi bila dilakukan
kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis.
Mengingat adanya kemungkinan komplikasi infeksi sistemik, pasien dengan
kasus abortus Infeksiosus perlu segera mendapat pengelolaan yang adekuat kerena dapat
menjadi infeksi yang lebih luas selain di sekitar alat genitalia juga ke rongga
peritoneum, bahkan dapat ke seluruh tubuh (sepsis) dan dapat jatuh ke dalam syok
septik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hanifa W, dkk. 1999. Kelainan Dalam Lamanya Kehamilan. Ilmu Kebidanan.
Edisi 2. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Hal : 302 12
2. Sulaiman S, dkk. 2005. Kelainan Lama Kehamilan. Obstetri Patologi. Penerbit
EGC. Jakarta. Hal 1 9
3. Sarwono P. 2010. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Ilmu Kebidanan Edisi 4.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Hal: 473
4. Anonim, 2007. Abortus inkomplit. www.jevuska.com/2007/04/11/abortusinkomplit.
(Accesed : 6th August 2011)
5. Anonim. 2008. Statistik Aborsi. http://forum.aborsi.org/. (Accesed :

6th August

2011)
6. Anonim. 2008. Abortus Incomplete.
http://www.duniasex.com/forum/archive/index.php. (Accesed : 6th August 2011)
7. Martin L. Pernoll. 2001. Early Pregnancy Complication. Benson and Pernolls
Handbook of Obstetri and gynecology. Chapter 10. 10th Ed. McGraw-Hill Company.
New York. Pp 295 307
8. Cuningham, M. G., et al. 2005. Abortion. Williams Obstetrics. Section 3. 22nd Ed.
McGraw Hill Company. New York. Pp: 231 52
9. Yosef. 1996. Perdarahan Selama Kehamilan. Cermin Dunia Kedokteran, nomor:
112, Jakarta. Hal 32 5
10. Anonim. 2008. Abortus. www.rofiqahmad.wordpress.com. (Accesed : 6th August
2011)
11. Anonim. 2008. Gugur Kandungan. www. wikipedia.org/wiki/gugurkandungan.
(Accesed : 31th October 2016)
12. Gulardi H, Norovono W. 1999. Kelainan pada Lamanya Kehamilan. Cakul Obgyn
Plus. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
13. Yasin S. 2006. Penanganan Kebidanan Abortus Inkomplit. www.siaksoft.net.
(Accesed : 6th August 2011)

14. Anonim. 2011. Kuretase. http://galleries-askeb.blogspot.com/2011/05/makalahkuretase.html. (Accesed : 31th October 2016)


15.

McPhee S, Obsterics and obstretrics disoders,Current medical diagnosis and


treatment, 2009 edition, Mc Graw Hill, 2008

16.

Standard Pelayanan Medis Ilmu Kebidanan dan Kandungan, RS Efarina


Etaham, 2008, ms 33-35

17.

Abortus Incomplete. Available at http://www.jevuska.com/2007/04/11/abortusinkomplit

18.

Hadijanto

B.

Perdarahan

pada

kehamilan

muda.

Dalam:

Sarwono

Prawirohardjo. Ilmu Kandungan. Edisi ke-4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo; 2009 : 460-73.
19.

Trupin SR. Abortion. Emedicine Health. Editor: Stoppler MC. Available at


http://www.emedicinehealth.com/abortion/article_em.htm. Accessed on October 31st
2016.

20.

Griebel CP, et all. Management of Spontaneous Abortion. University of

21.

Illinois College of Medicine. Peoria.


Ware Branch, M.D. Recurrent Miscarriage. N Engl J Med 2010; 363: 17401747.

Available

at

http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp1005330.

Accessed on October 31st 2016.


22.

Pranata S, Sadewo FS. Kejadian Keguguran, Kehamilan Tidak Direncanakan


dan Pengguguran Di Indonesia [Artikel Serial Online]. Surabaya: Pusat Humaniora,
Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Date Review: February 11,
2012
[cited
May
30,
2015].
Available
from:
http://bpk.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/view/2992/2225.

23.

Azhari. Seminar: Kelahiran tidak diinginkan (aborsi) dalam kesehatan


reproduksi remaja. Palembang: Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNSRI/ RSMH.
June,
25
2002
[cited
May
30,
2015].
Available
from:
http://digilib.unsri.ac.id/download/MASALAH%20ABORTUS%20DAN
%20KESEHATAN.pdf

24.
25.

Mochtar R. Sinopsis Obstetri Jilid 2. Jakarta: EGC; 2010.


Manuaba IBG, Chandranita IA, Fajar IBG. Pengantar Kuliah Obstetri.
Jakarta: EGC; 2007.

26. Anonim, 2007. Abortus inkomplit. www.jevuska.com/2007/04/11/abortus-inkomplit.


(Accesed : 8th Januari 2012)

27. Anonim. 2008. Statistik Aborsi. http://forum.aborsi.org/. (Accesed :

8th Februari

2012)
28. Anonim. 2008. Gugur Kandungan. www. wikipedia.org/wiki/gugurkandungan.
(Accesed : 6th August 2011)
29. Yasin S. 2006. Penanganan Kebidanan Abortus Inkomplit. www.siaksoft.net.
(Accesed : 10th indria a-Februari 2011)
30.

Hanifa W, dkk. 1999. Kelainan Dalam Lamanya Kehamilan. Ilmu


Kebidanan. Edisi 2. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Hal :
302 1

Anda mungkin juga menyukai