Lalu Lintas Jalan Raya 2
Lalu Lintas Jalan Raya 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan pada dasarnya bersumber pada rasio dan fakta. Mereka yang
berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan faham yang disebut
rasionalisme. Sedang mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap lewat
pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran mengembangkan paham empirisme.
Kaum rasionalisme menyatakan alam nyata dan gaib adalah ilmu pengetahuan, sedang
kaum empirisme menganggap bahwa yang nyata saja yang termasuk ilmu pengetahuan
sedang yang gaib bukan ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan berdasarkan obyek dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Obyek vertikal (trancendental) menyangkut sang pencipta dan sifat-sifatnya, kata-kata
sang pencipta
b) Obyek horisontal menyangkut ciptaanNya seperti manusia, alam binatang, alam
tumbuh-tumbuhan, alam benda materi, dan alam jagad raya,
c) Obyek alam rekayasa merupakan buatan manusia.
Dari obyek-obyek diatas dibuat kajian sebagai berikut:
a) Religious studies
b) Science
c) Engineering and Technology.
Pengertian teknologi yang tertua, sangat sederhana dan paling umum dikenal orang ialah
barang buatan manusia, konsep kedua pengertian teknologi adalah kegiatan manusia yang
efisien dan bertujuan. Efisiensi adalah konsep yang menunjukkan perbandingan terbaik
antara suatu kerja dengan hasilnya. Bertujuan berarti kegiatan manusia itu dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah atau mengatasi kesulitan tertentu.
Konsep ketiga tentang teknologi adalah kumpulan pengetahuan.
kompensasi akibat adanya rasa sakit, takut dan penderitaan namun diharapkan pedoman
ini sebagai salah satu metode yang disepakati dapat menjadi acuan bagi para perencana
transportasi atau ekonomi transportasi dalam memprakirakan besaran biaya kecelakaan
lalu-lintas Indonesia, dalam mengestimasi kerugian akibat kecelakaan lalu-lintas.
Dengan adanya pedoman ini perhitungan besaran biaya kecelakaan lalu lintas pada ruas
jalan kota dan jalan antar kota menjadi lebih mudah dan dapat diseragamkan. Dengan
demikian, perselisihan dalam penentuan manfaat suatu usulan upaya penanganan ataupun
perbaikan infrastruktur dalam kerangka peningkatan keselamatan lalulintas dapat
dihindarkan.
B. Masalah Penulisan
Adapun beberapa masalah dalam penulisan ini :
1.
2.
3.
C. Tujuan Penulisan
Beberapa masalah diatas dapat kita selesaikan dengan tujuan yang akan kita bahas yakni :
1.
2.
3.
D. Metode Penulisan
Penulis menggunakan metode kepustakaan dimana data diambil dari referensi
yang berguna untuk memperkuat usaha penyempurnaan karya tulis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teknik Transportasi
1.
Pengertian Umum
Teknik Transportasi menurut kamus adalah penerapan dari sains dan matematika dimana
sifat-sifat zat dan sumber-sumber energi alami ini dipakai untuk mengangkut penumpang
dan barang dengan suatu cara yang berguna bagi manusia. Teknik transportasi saat ini
dapat digolongkan sebagai suatu bidang tunggal tertentu dengan metode dan pendekatan
yang tertentu pula.
Teknik transportasi menggabungkan banyak disiplin ilmu yang mempunyai karakteristik
dan pendekatan yang berlainan, walaupun keseluruhannya tergabung menjadi satu dengan
pemakaian metode ilmiah dan aturan-aturan dasar tertentu. Para insinyur yang
berkecimpung dalam aktifitas berbeda dapat menggolongkan dirinya sebagai insinyur
transportasi, insinyur perkerasan jalan, pelabuhan udara, dan jembatan merasa
bertanggung jawab atas desain yang ditujukan untuk transportasi itu, begitu pula para
insinyur yang mendesain saluran/terusan, jalan kereta api, pelabuhan laut, mesin
kendaraan, lokomotif dan kereta penumpang.
Walaupun banyak cara untuk mengatur dan menghubungkan bidang-bidang yang
tercakup dalam teknik transportasi suatu cara terbaik adalah membagi ruang lingkup
teknik transportasi dalam dua kategori, kategori pertama adalah insinyur system
transportasi yang biasa disebut perencana sistem,umumnya mereka tidak berhubungan
langsung dengan desain spesifik ataupun data operasi dari sistem transportasi tapi
memfokuskan perhatian pada hubungan antara sistem. Kategori kedua adalah mereka
yang disebut insinyur komponen system yang mencurahkan perhatian pada rincian
spesifik dari system transportasi. Hubungan antara kedua kategori dapat dilihat pada
gambar 1 berikut.
MAKALAH PENGANTAR TEKNIK TRANSPORTASI
Tujuan utama teknik sistem transportasi adalah untuk menemukan dan menentukan
kombinasi yang optimum dari sarana transportasi dan metode untuk pengopersian pada
suatu daerah tertentu.
Salah satu pendekatan yang sering digunakan dalam perencanaan sistem atau proses
desain adalah:
a) Defenisi masalah,
b) Kebutuhan atau tujuan yang hendak dicapai dengan perbaikan desain,
c) Spesifikasi alternatif penyelesaian masalah,
d) Evaluasi alternatif penyelesaian masalah
e) Pemilihan alternatif yang terbaik.
Autoriti lokal pada umumnya berhadapan dengan peningkatan masalah kemacetan dan
polusi berkaitan dengan pertumbuhan tetap dari populasi lalu-lintas kendaraan bermotor.
Masyarakat berpindah keluar kota berkaitan dengan buruknya kondisi lingkungan,
peningkatan pemilik kendaraan, dan perjalanan yang lebih cepat telah memberikan
kenaikan untuk menyebarkan struktur urban, didominasi volume besar lalu-lintas motor.
Akan tetapi transport juga merupakan tantangan dalam hal perlindungan iklim: pada
2010, transport akan menjadi konstributor tunggal terbesar untuk emisi gas rumah kaca.
Transportasi adalah diantara masalah yang tak terbendung yang harus dihadapi dan
diperlukan, terlibat dan mengejut dalam kehidupan modern. Karena itu sering berperan
penting bagi orang yang Auto-Mobilitasnya tinggi: pengemudi kendaraan barang,
kendaraan pribadi dengan sendirinya ikut berperan membuat keadaan macet dimanamana.
Transport juga membebankan kebisingan, polusi asap dan keadaan jalan yang berbahaya
bagi manusia yang hidup, tinggal, kerja, berbelanja di dalam kota.
Untuk didalam kota kini kendaraan telah menyebabkan beban polusi nomor satu. Namun
demikian, tanpa kendaraan kehidupan tidak bergerak lagi. Kendaraan membuat kota
rusak, tetapi apakah kota tanpa kenderaan masih dapat berfungsi?
Sejak abad ke 19 sampai dengan perang dunia kedua, keterkaitan ruang hidup dan kerja
di berbagai kota dan desa telah terbuka dengan adanya sarana angkutan massal,
khususnya jalan raya, perkereta-apian serta angkutan laut dan sungai serta udara.
Hal ini telah memungkinkan terbangunnya transportasi dari struktur daerah tradisional
dalam rangka penelusuran angkutan produk pertanian dan industri. Lebih lanjut jaringan
rel sudah lama berfungsi sebagai angkutan umum dan juga angkutan barang.
Namun demikian dalam dekade terakhir, sekitar tahun tujuh puluhan perkereta-apian di
Aceh di musnahkan, jaringan rel dan stasiun yang ada di bongkar. Sampai saat ini tidak
terkesan jejaknya, sehingga dinamika perpindahan barang logistik di Aceh di dominasi
oleh angkutan jalan raya (transportasi monokultur).
Sejak tahun 1950 transportasi kota tumbuh berlomba secara tidak seimbang antara
kenderaan individu dan kenderaan umum. Dengan berkembangnya penggunaan motor
secara massal, pembangunan jaringan jalan dan perubahan struktur pemukiman dan
penggunaan lahan telah membuat angkutan umum tradisional tersingkir.
Hari ini, hidup dan berkerja di kota dalam banyak hal telah di dominasi kendaraan,
pemukiman di sekitar kota dan desa tanpa kendaraan hampir sama sekali tak dapat
dicapai.150 perjalanan hidup harian dan style hidup manusia menjadi berbeda dan lebih
bersendirian dan kemampuan mobilitas tumbuh pesat, sehingga pertumbuhan pendapatan
dan waktu luang dalam ruang waktu dan finansial dapat di organisir. Struktur pemukiman
kampung dan perkotaan terasa perlu dirancang padu dengan dinamika transportasi.
Dalam perancangan jaringan transportasi, daerah dijadikan konsentrasi titik antara
pengamatan sebagai bagian yang akan mengoptimalkan dan memampukan pembangunan
sistem angkutan. Pembangunan jalan-jalan memperkuat percampuran bangunan-jalan dan
konsentrasi pemadatan ruang struktur pemukiman.
Hal ini tidak hanya menyebabkan meningkatnya kemampuan transport, melainkan dalam
waktu yang sama menguatkan terbukanya ruang berlalu lalang yang berbentuk gang
untuk angkutan antara satu bangunan ke bangunan yang lain. Apabila tidak dirancang
dengan baik, akan mengakibatkan khaosnya aliran transportasi dan tata ruang struktur
pemukiman juga akan mengalami gangguan kecelakaan.
10
Indonesia, dan karenanya hanya sedikit berpengaruh pada kecepatan arus bebas.
d) Hambatan samping; banyaknya kegiatan samping jalan di Indonesia sering
menimbulkan konflik, hingga menghambat arus lalu lintas.
e) Perilaku pengemudi dan populasi kendaraan; manusia sebagai pengemudi kendaraan
merupakan bagian dari arus lalu lintas yaitu sebagai pemakai jalan. Faktor psikologis,
fisik pengemudi sangat berpengaruh dalam menghadapi situasi arus lalu lintas yang
dihadapi.
Geometrik suatu jalan terdiri dari beberapa unsur fisik dari jalan sebagai berikut :
a) Tipe jalan; berbagai tipe jalan akan menunjukan kinerja berbeda pada pembebanan
lalulintas tertentu, misalnya jalan terbagi, jalan tak terbagi, dan jalan satu arah.
b) Lebar jalur; kecepatan arus bebas dan kapasitas meningkat dengan pertambahan lebar
jalur lalu-lintas.
c) Bahu/Kereb; kecepatan dan kapasitas jalan akan meningkat bila lebar bahu semakin
lebar. Kereb sangat berpengaruh terhadap dampak hambatan samping jalan.
Hambatan samping sangat mempengaruhi lalu lintas. Faktor-faktor yang
mempengaruhi hambatan samping adalah :
a) Pejalan kaki atau menyebrang sepanjang segmen jalan.
b) Kendaraan berhenti dan parkir.
c) Kendaraan bermotor yang masuk dan keluar ke/dari lahan samping jalan dan jalan
sisi.
d) Kendaraan yang bergerak lambat, yaitu sepeda, becak, delman, pedati, traktor, dan
sebagainya.
1. Parameter Arus Lalu Lintas
Berdasarkan MKJI 1997 fungsi utama dari suatu jalan adalah memberikan pelayanan
transportasi sehingga pemakai jalan dapat berkendaraan dengan aman dan nyaman.
Parameter arus lalu lintas yang merupakan faktor penting dalam perencanaan lalu lintas
adalah volume, kecepatan, dan kerapatan lalu lintas.
11
1.
Volume (Q)
Volume adalah jumlah kendaraan yang melewati satu titik pengamatan selama
periode waktu tertentu. Volume kendaraan dihitung berdasarkan persamaan :
Q
N
T
dengan :
Q = volume (kend/jam)
N = jumlah kendaraan (kend)
T = waktu pengamatan (jam)
Penggolongan tipe kendaraan untuk jalan dalam kota berdasarkan MKJI 1997 adalah
sebagai berikut:
a)
Kendaraan bermotor beroda empat, dengan dua gandar berjarak 2,0 3,0 m (termasuk
kendaraan penumpang, opelet, mikro bis, angkot, mikro bis, pick-up, dan truk kecil)
b)
Kendaraan bermotor dengan jarak as lebih dari 3,50 m, biasanya beroda lebih dari
empat, (meliputi : bis, truk dua as, truk tiga as dan truk kombinasi sesuai sistem
klasifikasi Bina Marga)
c)
Kendaraan bermotor dengan dua atau tiga roda (termasuk sepeda motor, kendaraan roda
tiga sesuai sistem klasifikasi Bina Marga)
d)
Kendaraan bertenaga manusia atau hewan di atas roda (meliputi sepeda, becak, kereta
kuda dan kereta dorong sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).
Berbagai jenis kendaraan diekivalensikan ke satuan mobil penumpang dengan
menggunakan faktor ekivalensi mobil penumpang (emp), emp adalah faktor yang
12
menunjukkan berbagai tipe kendaraan dibandingkan dengan kendaraan ringan. Nilai emp
untuk berbagai jenis tipe kendaraan dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Ekivalensi Kendaraan Penumpang (emp) untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi
emp
Tipe Jalan Tak Terbagi
Dua-lajur tak-terbagi
(2/2 UD)
Empat-lajur tak-terbagi
(4/2 UD)
HV
MC
Lebar jalur lalu-lintas Wc
(m)
<6m
>6m
0,40
1,3
0,50
1800
0
1,2
1,3
0,35
3700
1,2
0,25
0,40
0,25
HV
emp
MC
0
1050
1.3
1.2
0.4
0.25
0
1100
1.3
1.2
0.4
0.25
d
t
dengan:
U = Kecepatan (km/jam)
MAKALAH PENGANTAR TEKNIK TRANSPORTASI
13
titik/lokasi jalan
b)
3.6nd
i
t
n 1
dengan :
Us = kecepatan rata rata ruang (km/jam)
t = waktu perjalanan (detik)
d = jarak (meter)
n = banyaknya kendaraan yang diamati
c)
Kecepatan rata-rata waktu (Time Mean Speed) adalah kecepatan rata-rata yang
menggambarkan kecepatan rata-rata dari seluruh kendaraan yang melewati satu titik
pengamatan pada waktu tertentu
i
Ut
U
n 1
dengan :
Ut
= jumlah kendaraan
d)
Waktu perjalanan adalah total waktu tempuh kendaraan untuk suatu segmen jalan yang
ditentukan. Waktu jalan adalah total waktu ketika kendaraan dalam keadaan bergerak
(berjalan) untuk menempuh suatu segmen jalan tertentu.
e)
14
Operating speed adalah kecepatan aman maksimum kendaraan yang dapat ditempuh
kendaraan tanpa melampaui kecepatan rencana suatu segmen jalan.
50 percentile speed adalah kecepatan dimana 50% kendaraan berjalan lebih cepat dan
50% kendaraan berjalan lebih lambat. 85 percentile speed adalah kecepatan kritis
kendaraan dimana kendaraan yang melewati batas ini dianggap berada di luar batas aman.
15 percentile speed adalah batas kecepatan minimum suatu kendaraan dimana kendaraan
yang berjalan dengan kecepatan lebih rendah dari ini cenderung menjadi hambatan pada
arus lalu lintas dan dapat menyebabkan kecelakaan.
3
Kerapatan (D)
Kerapatan adalah jumlah kendaraan yang menempati panjang jalan yang diamati
dibagi panjang jalan yang diamati tersebut. Kerapatan sulit untuk diukur secara pasti.
Kerapatan dapat dihitung berdasarkan kecepatan dan volume. Hubungan antara volume,
kecepatan, dan kerapatan adalah sebagai berikut :
D
Q
U
dengan :
D = kerapatan lalu lintas (kend/km)
Q = volume lalu lintas (kend/jam)
U = kecepatan lalu lintas (km/jam)
II. Metode Pos Pengamat Tetap
Pengukuran volume dengan metode pos pengamat tetap dilakukan dengan cara pengamat
berada di pos pengamat yang telah di tentukan. Setiap orang dalam pos pengamat
menghitung kendaraan yang lewat di depan pos yang telah ditentukan dan
mengklasifikasikan jenis kendaraan sesuai dengan klasifikasi kendaraan yang diperlukan.
III. Kinerja Jalan Berdasarkan MKJI 1997
Tingkat kinerja jalan berdasarkan MKJI 1997 adalah ukuran kuantitatif yang
menerangkan kondisi operasional. Nilai kuantitatif dinyatakan dalam kapasitas, derajat
15
kejenuhan, derajat iringan, kecepatan rata rata, waktu tempuh, tundaan, dan rasio
kendaraan berhenti. Ukuran kualitatif yang menerangkan kondisi operasional dalam arus
lalu lintas dan persepsi pengemudi tentang kualitas berkendaraan dinyatakan dengan
tingkat pelayanan jalan.
1.
Kapasitas
Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat
dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Untuk jalan dua lajur dua arah,
kapasitas ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi dua arah), tetapi untuk jalan dengan
banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas di tentukan per lajur. Persamaan
dasar untuk menentukan kapasitas adalah sebagai berikut :
C C O FCW FC SP FC SF FC CS
dengan :
C
= Kapasitas (smp/jam)
CO
Kapasitas dasar
(smp/jam)
1650
Catatan
Per lajur
1500
2900
Per lajur
Total dua arah
16
Faktor penyesuaian lebar jalan ditentukan berdasarkan lebar jalan efektif yang dapat
dilihat pada Tabel 4
Tabel 4 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Lebar Jalan (FCW)
Tipe
Empat-lajur terbagi
atau
Jalan satu-arah
Empat-lajur tak-terbagi
Dua-lajur tak-terbagi
FCW
0,92
0,96
1,00
1,04
1,08
Per lajur
3,00
3,25
3,50
3,75
4,00
0,91
0,95
1,00
1,05
1,09
0,56
0,87
1,00
1,14
1,25
1,29
1,34
Dua-lajur (2/2)
50-50
55-45
60-40
65-35
70-30
1,00
0,97
0,94
0,91
0,88
17
Empat-lajur (4/2)
1,00
0,985
0,97
0,955
0,94
Kelas hambatan
samping
4/2 D
VL
4/2 UD
0.94
0.96
0.98
1.00
0.91
0.93
0.95
0.98
0.86
0.89
0.92
0.95
VH
VL
0.81
0.95
0.85
0.97
0.88
0.99
0.92
1.01
0.93
0.95
0.97
1.00
0.90
0.92
0.95
0.97
0.84
0.87
0.90
0.93
VH
VL
0.77
0.93
0.81
0.95
0.85
0.97
0.90
0.99
0.90
0.92
0.95
0.97
0.86
0.88
0.91
0.94
0.78
0.81
0.84
0.88
VH
0.68
0.72
0.77
0.82
18
Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio arus jalan terhadap kapasitas,
yang digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan
segmen jalan. Nilai DS menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah
kapasitas atau tidak. Persamaan dasar untuk menentukan derajat kejenuhan adalah
sebagai berikut:
DS
Q
C
dengan :
DS
= Derajat kejenuhan
= Kapasitas (smp/jam)
Kecepatan arus bebas (FV) didefinisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus nol
yaitu kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan bermotor tanpa
dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain di jalan. Persamaan untuk penentuan kecepatan
arus bebas mempunyai bentuk umum berikut
19
dengan :
FV
FV0
= Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan yang diamati
(km/jam).
FVW
FFVSF
FFVCS
Kecepatan arus bebas ditentukan berdasarkan tipe jalan dan jenis kendaraan sesuai
dengan Tabel 8
Tabel 8. Kecepatan Arus Bebas Dasar untuk Jalan Perkotaan (FV0)
Tipe jalan/ Tipe alinyemen (kelas
jarak pandang)
Enam-lajur terbagi (6/2 D) atau
Tiga-lajur satu-arah (3/1)
Empat-lajur terbagi (4/2 D) atau
Dua-lajur satu-arah (3/1)
Empat-lajur tak terbagi (4/2 UD)
Dua-lajur tak-terbagi (2/2 UD)
50
47
55
53
44
46
40
43
40
51
42
20
Tabel 9. Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Lebar Jalur Lalu-Lintas (FVW)
Tipe Jalan
Empat-lajur terbagi
atau Jalan satu arah
-4
3.25
-2
3.50
3.75
4.00
Empat-lajur tak-terbagi
FV
2
4
Per lajur
3,00
-4
3,25
-2
3,50
3,75
0
2
4,00
4
Dua-lajur tak-terbagi
Total
5
-10
-3
7
8
0
3
9
10
11
4
6
7
21
Tabel 10. Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Hambatan Samping
dengan Jarak Kerb Penghalang (FFVSF)
Tipe jalan
Kelas hambatan
samping (SFC)
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Kecepatan Tempuh
22
MKJI 1997 menggunakan kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan,
karena mudah dimengerti dan diukur, dan merupakan masukan yang penting untuk biaya
pemakai jalan dalam analisis ekonomi. Kecepatan tempuh ditentukan dengan
menggunakan grafik pada Gambar 1.
Gambar 1. Kecepatan sebagai fungsi DS untuk jalan banyak lajur dan satu Arah
5.
Hambatan Samping
Hambatan samping, yaitu aktivitas samping jalan yang dapat menimbulkan konflik dan
berpengaruh terhadap pergerakan arus lalu lintas serta menurunkan kinerja jalan.
Adapun tipe kejadian hambatan samping, adalah :
a)
b)
c)
Jumlah kendaraan bermotor yang masuk dan keluar dari lahan samping jalan dan
jalan samping.
23
d)
Arus kendaraan lambat, yaitu arus total (kend/ jam) sepeda, becak, delman,
pedati,traktor dan sebagainya.
Tingkat hambatan samping dikelompokkan ke dalam lima kelas dari yang rendah
sampai sangat tinggi sebagai fungsi dari frekuensi kejadian hambatan samping sepanjang
segmen jalan yang diamati. Menurut MKJI 1997 kelas hambatan samping dikelompokkan
seperti yang ada pada Tabel 12
Tabel 12. Kelas Hambatan Samping
Kelas
(SFC)
samping
Kode
Sangat rendah
Rendah
VL
L
Jumlah berbobot
kejadian per 200 meter
per (dua sisi)
< 100
100 - 299
Sedang
300 499
Tinggi
500 899
Sangat tinggi
VH
> 900
Kondisi Khusus
Daerah pemukiman ; jalan
dengan jalan samping
Daerah
pemukiman
;
beberapa kendaraan umum
Dsb
Daerah industri, beberapa
toko di sisi jalan
Daerah komersial, aktivitas
disisi jalan tinggi
Daerah komersil dengan
aktivitas pasar di
jalan
24
1.
Ruang lingkup
Acuan normatif
Pedoman ini disusun dengan merujuk dan memperhatikan acuan normatif berikut :
a)
b)
c)
3.
Istilah dan definisi yang digunakan dalam pedoman ini sebagai berikut :
3.1 biaya kecelakaan lalu lintas
biaya yang ditimbulkan akibat terjadinya suatu kecelakaan lalu lintas, biaya tersebut
meliputi : biaya perawatan korban, biaya kerugian harta benda, biaya penanganan
kecelakaan lalu lintas, dan biaya kerugian produktivitas sorban
3.2 besaran biaya kecelakaan lalu lintas (BBKE)
biaya kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas yang terjadi
pada suatu ruas jalan, persimpangan atau suatu wilayah per tahun
3.3 besaran biaya korban kecelakaan lalu lintas (BBKO)
biaya korban kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas yang
terjadi pada suatu ruas jalan, persimpangan, atau suatu wilayah per tahun
25
26
korban yang tidak termasuk dalam katagori korban mati dan korban luka berat (PP No 43
Th l993, Pasal 93)
4.
Ketentuan-ketentuan
biaya-biaya yang diakibatkan atas hilangnya sumber daya pada saat kecelakaan
terjadi
b.
biaya-biaya yang diakibatkan atas hilangnya produktivitas pada masa yang akan
datang
kecelakaan fatal
b.
kecelakaan berat
c.
kecelakaan ringan
d.
korban mati
b.
c.
4) Tahun dasar perhitungan biaya-biaya yang digunakan pada pedoman ini adalah tahun
2003 (T0)
5) Untuk mengestimasi biaya satuan pada tahun perhitungan tertentu, biaya-biaya satuan
yang didasarkan pada pedoman ini dapat digunakan dalam perhitungan biaya
kecelakaan dalam periode l0 tahun kedepan
6) Perhitungan biaya kecelakaan pada suatu ruas jalan, persimpangan atau wilayah
dilakukan berdasarkan klasifikasi kecelakaan, sedangkan perhitungan biaya korban
27
kecelakaan pada suatu ruas jalan, persimpangan atau suatu wilayah dilakukan
berdasarkan kategori korban kecelakaan
4.2 Ketentuan teknis
4.2.1 Jumlah kecelakaan lalu lintas jalan (JKEi) dan korban (JKOj)
Perolehan data jumlah kecelakaan lalu lintas untuk setiap kelas kecelakaan disuatu ruas
jalan, persimpangan atau suatu wilayah per tahun didapat dari kepolisian setempat.
Perolehan data jumlah korban kecelakaan lalu lintas untuk setiap kategori korban
disuaturuas jalan, persimpangan, atau suatu wilayah per tahun didapat dari kepolisian
setempat.
4.2.2 Biaya satuan korban kecelakaan dan biaya satuan kecelakaan lalu lintas
4.2.2.1 Biaya satuan korban kecelakaan lalu lintas (BSKOj)
Biaya satuan korban kecelakaan lalu lintas (BSKOj) adalah biaya yang diperlukan untuk
perawatan korban kecelakaan lalu lintas untuk setiap tingkat kategori korban, sedangkan
T0 adalah tahun dasar perhitungan biaya, yaitu tahun 2003. Besar biaya satuan korban
kecelakaan lalu lintas pada tahun 2003, BSKOj(T0), dapat diambil dari Tabel 1.
Tabel 1 Biaya satuan korban kecelakaan lalu lintas BSKOj (T0)
No
1
2
3
Katagori korban
Korban mati
Korban luka berat
Korban luka ringan
28
Biaya satuan kecelakaan lalu lintas pada tahun dasar 2003 BSKEi (T0) untuk jalan antar
kota dapat diambil dari Tabel 2, sedangkan BSKE i (T0) untuk jalan kota dapat diambil
dari Tabel 3.
Tabel 2 Biaya satuan kecelakaan lalu lintas di jalan antar kota BSKEi (T0)
No
1
2
3
4
Klasifikasi Kecelakaan
Fatal
Berat
Ringan
Kerugian Harta Benda
Tabel 3 Biaya satuan kecelakaan lalu lintas di jalan kota BSKEi (T0)
No
1
2
3
4
4.2.3
Klasifikasi Kecelakaan
Fatal
Berat
Ringan
Kerugian Harta Benda
Estimasi biaya satuan korban dan biaya satuan kecelakaan lalu lintas
Biaya satuan korban kecelakaan Lalu Lintas untuk tahun tertentu (T n) dapat dihitung
menggunakan persamaan sebagai berikut :
BSKO j Tn BSKO T0 1 g
............................................................................ (1)
dengan pengertian :
BSKOj (Tn) = biaya satuan korban kecelakaan lalu lintas pada Tahun n untuk setiap
kategori korban, dalam rupiah/korban
BSKOj (T0)
default g =11%)
Tn
T0
= kategori korban
29
Biaya Satuan Kecelakaan Lalu Lintas untuk tahun tertentu (Tn) dapat dihitung
menggunakan persamaan sebagai berikut :
BSKE i Tn BSKE T0 1 g
........................................................................... (2)
dengan pengertian :
BSKEi (Tn)
BSKEi (T0)
Tn
T0
= kelas kecelakaan
j 1
............................................................................ (3)
dengan pengertian :
BBKO
JKOj
BSKOj (Tn)
30
= kategori korban
........................................................................... (4)
dengan pengertian:
BBKE
Untuk menghitung besaran biaya kecelakaan lalu-lintas dan biaya korban kecelakaan
secara garis besar digunakan dalam bagan alir berikut :
31
Gambar 1. Bagan Alir Perhitungan Biaya Kecelakaan Lalu lintas dan Biaya Korban
Kecelakaan
5.1 Persiapan
Persiapan yang dilakukan meliputi :
a.
tentukan lokasi kecelakaan yang akan dihitung biaya kecelakaannya (ruas jalan,
persimpangan atau wilayah)
32
c.
t Tn T0
....................................................................................(5)
dengan pengertian :
t
Tn
= Tahun perhitungan
To
d. kumpulkan data kecelakaan lalu lintas dan korban dari kepolisian setempat
5.2 Analisis perhitungan
5.2.1
a.
b.
Hitung biaya satuan korban pada tahun ke n untuk masing-masing kategori korban
dengan menggunakan rumus 1 dan tabel 1
c.
5.2.2
a.
b.
c.
33
LAMPIRAN-A
Informatif
Metode the Gross Output (Human Capital)
Metode perhitungan satuan biaya kecelakaan lalu lintas dengan pendekatan, The Gross
Output atau Human Capital, terdiri dari dua biaya utama yaitu :
a.
b.
b.
c.
Biaya perbaikan dan penggantian kerusakan kendaraan dan atau materi dapat diperoleh
melalui survai tentang biaya perbaikan kendaraan akibat kecelakaan lalu lintas di tempat
perbaikan kendaraan (bengkel). Biaya tersebut dikumpulkan untuk perbaikan kendaraankendaraan yang terlibat pada setiap kelas kecelakaan (fatal, berat, ringan, kerugian
material).
Biaya perawatan korban dapat diperoleh melalui informasi yang ada di rekaman medis
rumah sakit. Untuk mengetahui kategori korban harus dicatat juga lama perawatan
korban dirumah sakit. Disamping itu diperlukan juga informasi tentang lama waktu
istirahat yang diperlukan sejak di rawat sampai dengan dapat melakukan aktifitas atau
bekerja kembali untuk menghitung waktu produktif yang hilang.
Biaya penanganan dan administrasi kecelakaan dapat diperoleh melalui wawancara atau
pengumpulan data di kepolisian setempat. Biaya ini antara lain meliputi :
a.
34
b.
c.
d.
Informasi biaya-biaya tersebut dikumpulkan untuk setiap kelas kecelakaan (fatal, berat,
ringan, kerugian material).
Nilai produktifitas yang hilang dialami oleh korban kecelakaan lalu lintas dihitung
berdasarkan lama waktu korban kecelakaan tidak dapat berproduksi dan tingkat
pendapatan rata-rata masyarakat (nilai produktifitas). Untuk korban mati lama waktu
tidak berproduksi diasumsikan berdasarkan selisih antara rata-rata usia harapan hidup
(BPS) dan rata-rata usia korban mati akibat kecelakaan (POLRI). Sedangkan nilai
produktifitas dapat dihitung berdasarkan PDRB per kapita (BPS).
Sebagai ilustrasi pada gambar berikut disajikan skema perhitungan satuan biaya korban
kecelakaan dan satuan biaya kecelakaan.
35
36
Lampiran-B
Informatif
1.
Contoh penggunaan 1
Perhitungan besaran biaya korban kecelakaan lalu lintas di suatu kota pada tahun tertentu
a.
Lokasi
: Kota B
b.
Tahun Perhitungan
: 2005;
c.
Jumlah korban
= 2005 2003 = 2
e.
Besaran biaya korban kecelakaan lalu lintas di Kota B Tahun pada Tahun 2005 adalah :
Rp. 8.307.311.200,-/tahun (delapan milyar tiga ratus tujuh juta tiga ratus sebelas ribu dua
ratus rupiah)
2.
Contoh penggunaan 2
Perhitungan besaran biaya kecelakaan lalu lintas di suatu ruas jalan antar kota pada tahun
tertentu
a.
b.
c.
Jumlah kecelakaan :
- Kecelakaan fatal
t = 2006 2003 = 3
= 2 kecelakaan/tahun
37
- Kecelakaan berat
= 5 kecelakaan/tahun
- Kecelakaan ringan
= 10 kecelakaan/tahun
e.
Besaran biaya kecelakaan lalu lintas di Jalan A Tahun pada Tahun 2006 adalah :
Rp. 1.076.998.469,-/tahun (satu milyar tujuh puluh enam juta sembilan ratus sembilan
puluh delapan ribu empat ratus enam puluh sembilan rupiah)
38
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Masalah transportasi khususnya di Indonesia masih sangat kompleks dan hasus ada
penanganan yang lebih.
2. Jalan perkotaan adalah jalan yang terdapat perkembangan secara permanen dan
menerus di sepanjang atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, baik
berupa perkembangan lahan atau bukan yang termasuk dalam kelompok jalan
perkotaan adalah jalan yang berada didekat pusat perkotaan dengan jumlah penduduk
lebih dari 100.000 jiwa.
3. Keuntungan dari metode the Gross Output (Human Capital) :
a.
Biaya perbaikan dan penggantian kerusakan kendaraan dan atau materi dapat
diperoleh melalui survai tentang biaya perbaikan kendaraan akibat kecelakaan
lalu lintas di tempat perbaikan kendaraan (bengkel)
b.
Biaya perawatan korban dapat diperoleh melalui informasi yang ada di rekaman
medis rumah sakit
c.
B. Saran
Dari hasil pembahasan di atas dapat diambil saran :
Walaupun banyak kendala dalam masalah transportasi yang terus meningkat dari tahun ke
tahun tetapi kita sebagai masyarakat dan pemerintah seharusnya sadar akan keterpurukan
ini dan mau membangun.
39
DAFTAR PUSTAKA
, Badan Litbang PU Departemen Pekerjaan Umum (Pd. T-02-2005-B).
Tan Lie Ing, ST., MT., Dosen Tetap, Jurusan Teknik Sipil Universitas Kristen
Maranatha. Indra Rachman Efendi, ST., Alumnus Jurusan Teknik Sipil Universitas
Kristen Maranatha. Evaluasi Kinerja Jalan Jendral Ahmad Yani Depan Pasar
Kosambi Bandung (HTM File).
Misliah, Filsafat Ilmu Sebuah pengantar popular. Penerbit Pustaka, Pengantar Teknik dan
Perencanaan Transportasi.(HTM File).
40