MODUL
: Analisis BOD
PEMBIMBING
Oleh :
Kelompok
: IV
Nama
: 1. Harindiarto Rahmaana
141411013
2. Intan Larasati Dewi 141411014
3. Khoirin Najiyyah Sably
141411015
4. Lutfi Arif Rachman
141411016
Kelas
: 3A
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Air Limbah
Air limbah yaitu air dari suatu daerah permukiman yang telah
dipergunakan untuk berbagai keperluan, harus dikumpulkan dan dibuang untuk
menjaga lingkungan hidup yang sehat dan baik. Faktor penting yang harus
diperhatikan dalam sistem pengolahan air limbah yaitu jumlah dan mutu
(Simanungkalit,2010).
2.1.1 Ciri Ciri Air Limbah
Menurut Simanungkalit (2010), air limbah mengandung tambahan
kotoran akibat pemakaian untuk keperluan rumah tangga, komersial dan
industri. Beberapa analisis yang dipakai untuk penentuan ciri ciri fisik,
kimiawi, dan biologis dari kotoran yang terdapat dari air limbah.
a. Ciri Ciri Fisik
Ciri ciri fisik utama air limbah adalah kandungan padat, warna, bau, dan
suhunya.
Bahan padat total terdiri dari bahan padat tak terlarut atau bahan padat
yang terapung serta senyawa senyawa yang larut dalam air. Kandungan
bahan padat terlarut ditentukan dengan mengeringkan serta menimbang
residu yang didapat dari pengeringan.
Warna adalah ciri kualitatif yang dapat dipakai untuk mengkaji kondisi
umum air limbah. Jika warnanya coklat muda, maka umur air kurang dari
6 jam. Warna abu abu muda sampai setengah tua merupakan tanda
bahwa air limbah sedang mengalami pembusukanatau telah ada dalam
sistem pengumpul untuk beberapa lama. Bila warnanya abu abu tua atau
hitam, air limbah sudah membusuk setelah mengalami pembusukan oleh
bakteri dengan kondisi anaerobik.
Penentuan bau menjadi semakin penting bila masyarakat sangat
mempunyai kepentingan langsung atas terjadinya operasi yang baik pada
sarana pengolahan air limbah. Senyawa utama yang berbau adalah
hidrogen sulfida, senyawa senyawa
lain seperti indol skatol, cadaverin dan mercaptant yang terbentuk pada
kondisi anaerobik dan menyebabkan bau yang sangat merangsang dari
pada bau hidrogen sulfida. Suhu air limbah biasanya lebih tinggi dari pada
air bersih karena adanya tambahan air hangat dari pemakaian perkotaan.
Suhu air limbah biasanya bervariasi dari musim ke musim, dan juga
tergantung pada letak geografisnya.
2.1.2 Jenis Limbah
Berdasarkan karakteristiknya, limbah dapat digolongkan menjadi 4 macam,
yaitu :
1. Limbah cair
Limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang
berwujud cair (PP 82 thn 2001 dalam Simanungkalit, 2010).
2. Limbah Padat
Limbah padat berasal dari kegiatan industri dan domestik. Limbah
domestik pada umumnya berbentuk limbah padat rumah tangga, limbah
padat kegiatan perdagangan, perkantoran, peternakan, pertanian serta dari
tempat-tempat umum. Jenis-jenis limbah padat: kertas, kayu, kain,
karet/kulit tiruan, plastik, metal,gelas/kaca, organik, bakteri, kulit telur, dll
3. Limbah gas dan partikel
Polusi udara adalah tercemarnya udara oleh berberapa partikulat zat
(limbah) yang mengandung partikel (asap dan jelaga), hidrokarbon, sulfur
dioksida, nitrogen oksida, ozon (asap kabut fotokimiawi), karbon monoksida
dan timah.
4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan
berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung
maupun tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan
hidup atau membahayakan kesehatan manusia. Yang termasuk limbah B3
antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak
digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli
bekas kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahanbahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih
karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif,
beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila
diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.
Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi:
Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada
pemisahan awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang
flokulasi.
Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan
dengan lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa
dan/atau
kegiatan
permukiman,
rumah
makan,
perkantoran,
Gambar 2.1.4.1 Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan
Domestik
(Sumber : PERMEN-LH No.5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah)
2.2 Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya
oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik,
pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwabahan organik
ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh
dari proses oksidasi (Pescod,1973 dalam Salmin, 2005).
B
B-2
5,6
10
N
V
Berikut ini adalah tabel nilai DO dan BOD untuk tingkat pencemaran
perairan.
Tabel 2.2.1 Tingkat pencemaran perairan berdasarkan nilai DO den BOD
Parameter
Tingkat Pencemaran
DO (ppm)
BOD
Rendah
>5
0-10
Sedang
0-5
10-20
Tinggi
0
25
Sumber : WIROSARJONO (1974) dalam Salmin, 2005
2.3 Metode Penentuan BOD
Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu
mengukur kandungan oksigen terlarut awal (DO0) dari sampel segera setelah
pengambilan contoh, kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut pada
sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap
(20oC) yang sering disebut dengan DO 5. Selisih DO0 dan DO5 (DOo- DO5)
merupakan nilai BOD yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/L).
Pengukuran oksigen dapat dilakukan secara analitik dengan cara titrasi (metode
Winkler, iodometri) atau dengan menggunakan alat yang disebut DO-meter
yang dilengkapi dengan probe khusus. Jadi pada prinsipnya dilakukan dalam
kondisi gelap, yaitu agar tidak terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan
oksigen, dan dalam suhu yang tetap selama lima hari, diharapkan hanya terjadi
proses dekomposisi oleh mikroorganime, sehingga yang terjadi hanyalah
penggunaan oksigen, dan oksigen tersisa ditera sebagai DO5. Yang penting
diperhatikan dalam hal ini adalah mengupayakan agar masih ada oksigen tersisa
pada pengamatan hari kelima sehingga DO5 tidak bernilai nol. Bila DO5 bernilai
nol maka nilai BOD tidak dapat ditentukan (Hariyadi, 2004).
Menurut
Hariyadi
(2004),
Pada
prakteknya,
pengukuran
BOD
BOD7,
BOD10)
agar
tidak
salah
dalam
interpretasi
atau
Hariyadi, 2004) dimana teori BOD ini berasal. Untuk daerah tropik seperti
Indonesia, bisa jadi temperatur inkubasi ini tidaklah tepat. Temperatur perairan
tropik umumnya berkisar antara 25 30oC, dengan temperatur inkubasi yang
relatif lebih rendah bisa jadi aktivitas bakteri pengurai juga lebih rendah dan
tidak optimal sebagaimana yang diharapkan. Ini adalah salah satu kelemahan
lain BOD selain waktu penentuan yang lama tersebut.
2.4 Dissolve Oxygen (DO)
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen=DO) dibutuhkan oleh semua jasad
hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian
menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu,
oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik
dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari
suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup
dalam perairan tersebut (Salmin, 2000 dalam Salmin, 2005). Kecepatan difusi
oksigen dari udara, tergantung dari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu,
salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang
surut. Menurut ODUM dalam Salmin (2005) menyatakan bahwa, kadar oksigen
dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang
dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen
akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas
serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi
penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang
dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi
bahan-bahan organik dan anorganik. Keperluan organisme terhadap oksigen
relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan
oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relatif lebih sedikit apabila
dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau memijah. Jenis-jenis ikan
tertentu yang dapat menggunakan oksigen dari udara bebas, memiliki daya tahan
yang lebih terhadap perairan yang kekurangan oksigen terlarut (Wardoyo, 1978
dalam Salmin, 2005). Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm
dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik).
Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan
organisme (Swingle, 1968 dalam Salmin, 2005). Idealnya, kandungan oksigen
terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya
pada tingkat kejenuhan sebesar 70 % (HUET, 1970 dalam Salmin, 2005). KLH
menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan
wisata bahari dan biota laut (Anonimous, 2004 dalam Salmin,2005).
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan,
karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan
organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan khan biologis yang
dilakukan oleh organisme aerobik atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik,
peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik
dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan
kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan
mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk
nutrien dan gas. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen
terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada
perairan secara alami maupun secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk
memurnikan air buangan industri dan rumah tangga. Sebagaimana diketahui
larutan
Mn(OH)2 + 2NaCl
2Mn(OH)2 + O2
2MnO2 + 2H2O
MnO2 + 2KI + 2 H2O
Mn(OH)2 + I2 + 2KOH
I2 + 2Na2S2C3
Na2S4O6 + 2NaI
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
Alat:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Gelas Ukur
Gelas Kimia
Labu Erlenmeyer
Botol BOD
Pipet tetes
Bola hisap
Pipet volume
Buret
Batang pengaduk
Hot plate
Bahan:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
Aquadest
Sample air limbah
Larutan KMnO4 0.01 N
Larutan H2SO4 6 N
Larutan CaCl2
Larutan FeCl3
Larutan MgSO4
Larutan asam oksalat 0.01 N
Larutan buffer fosfat
Cairan bibit seed/mikroba
Larutan MnSO4 0.1 N
Larutan TiSO4
Larutan kanji
Pereaksi O2
3.2 Pereaksi
a. Air suling yang tidak boleh mengandung Cu lebih dari 0.01 mg/L, klor,
kloramin, alkali, zat organik atau asam
b. Larutan buffer posfat
c. Larutan garam-garam berikut secara terpisah dan air suling steril
8.5 gr KH2PO4
21,8 gr K2HPO4
33,4 gr Na2HPO4
3,24 gr KNO3
Larutan-larutan berikut dicampurkan dan diencerkan dengan air suling hingga
d.
e.
f.
g.
h.
1000 mL.
Disimpan di tempat gelas dan dingin. Larutan ini bila keruh atau sudah
10 mL sample
sampai terjadi gelembung cairan
90 mL aquadest
Pemanasan dalam erlenmeyer tadi
10 mL H2SO4 6 N
10 mL Asam oksalat 0,01 N
10 mL KMnO4 0,01 N
Pengenceran
sample
Pengenceran
(P1, P2, P3)
pengencer
Botol pertama:
Botol kedua :
Ditetapkan langsung oksigen terlarutnya
Dimasukan ke dalam inkubator 200C selama 7 ha
dikocok
1 mL pereaksi O2
Biarkan 10 menit
1 mL H2SO4 pekat
1 mL H2SO4 pekat
Titrasi dengan thiosulfate 1/80 N sampai warna cairan menjadi kuning jerami
Penambahan larutan kanji 1% sebanyak 3 tetes dan titrasi sampai tepat warna biru hilang
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
4.1 Data Pengamatan
4.1.1 Pengenceran
Penetapan Angka KmnO4
-
Titrasi
Awal
Ditamba
h
Amilum
Nilai
Akhir
Titrasi
Awal
Ditamba
h
Amilum
Nilai
Akhir
Blanko (1)
16.3
31.7
48
15.8
23.1
38.9
Blanko (2)
8.2 mL
18.8 mL
27 mL
8.2 mL
11.8 mL
26.2 mL
BOD0 (1)
7.8
8.4
16.2
22
25.3
47.3
BOD0 (2)
3.4
15.2
18.6
6.2
17.4
23.6
BOD7 (1)
4.8 mL
0 mL
4.8 mL
0.8 mL
1.3 mL
2.1 mL
BOD7 (2)
3.2 mL
3.1 mL
6.4 mL
3.2 mL
3.2 mL
6.4 mL
mg/lt KMnO4
mg/lt KMnO4
10
14.7
= 0.6803
1000
{ ( 10+a ) f 10 } 0,01 31,6
ml sample
1000
{ ( 10+11.6 ) 0.680310 } 0,0131,6
10
= 148.1408 mg/liter
4.2.2 Pengenceran
Angka KMnO4 = 148.1408 mg/Liter
Karena nilai tersebut dibawah 300 mg/Liter, maka pembagi pengencernya
adalah 3, sehingga:
Pengenceran
= 148.1408/3
= 49.38 yang artinya 1 bagian sampel dan 49.38 bagian
pengencer
Untuk volume 680 mL
mL sampel
= (1/49.38) * 680 mL = 13.77 mL
mL pengencer
= (48.38/49.38) * 680 mL = 666.23 mL
Untuk volume 620 mL
mL sampel
= (1/49.38) * 620 mL = 12.55 mL
mL pengencer
= (48.38/49.38) * 620 mL = 607.444 mL
= 13.994 mg/liter
Erlenmeyer 2
mg/Lt O2 =
Erlenmeyer 2
mg/Lt O2 =
= 0.621 mg/liter
Erlenmeyer 1
mg/Lt O2 =
Erlenmeyer 2
mg/Lt O2 =
Erelenmeyer 2
1000 2,9 0.0125 8
mg/Lt O2 =
(310 ml2ml)
= 0,863 mg/liter
Erlenmyer 2
mg/Lt O2 =
= 8.506 mg/liter