PENDAHULUAN
Encephalitis Herpes Simplek merupakan komplikasi dari infeksi HSV ( Herpes Simplek
Virus ) yang mempunyai mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama pada neonates. EHS
(Encephalitis Herpes Simplek ) yang tidak diobati sangat buruk dengan kematian 70-80%
setelah 30 hari dan meningkat menjadi 90% dalam 6 bulan. Pengobatan dini dengan asiklovir
akan menurunkan mortalitas menjadi 28%. Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat
pada kasus yang tidak diobati. Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan
prognosis buruk, demikian juga koma, pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau
sembuh sengan gejala sisa yang berat
b.
Apa saja yang bisa menjadi faktor penyebab, tanda dan gejala, serta proses terjadinya
ensefalitis ?
c.
d.
Asuhan keperawatan apa saja yang bisa dilakukan terhadap pasien dengan masalah
ensefalitis ?
e.
Apa yang dimaksud dengan legal etis dalam keperawatan serta prinsip-prinsip apa saja
yang harus dipegang sebagai seorang perawat?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
a.
b.
Mahasiswa mampu mengetahui faktor penyebab, tanda dan gejala, serta proses terjadinya
ensefalitis.
c.
d.
Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan yang bisa dilakukan terhadap pasien
2
Mahasiswa mampu memahami pengertian dari legal dan etis dalam keperawatan serta
mengetahui prinsip-prinsip yang harus dipegang sebagai seorang perawat profesional.
BAB II
3
LANDASAN TEORI
2. 1 DEFINISI
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai sistem saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh
virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. (Arif Muttaqin, 2008).
Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS dan biasanya disebabkan oleh virus atau
mikroorganisme lain yang nonpurulen. Encephalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai
macam mikroorganisme.
Sedangkan menurut Soedarmo dkk,(2008) Ensefalitis adalah suatu penyakit yang
menyerang susunan syaraf pusat di medula spinalis dan meningen yang di sebabkan oleh
japanese ensefalitis virus yang ditularkan oleh nyamuk.
2.2 ETIOLOGI
Namun encephalaitis yang paling sering terjadi disebabkan oleh virus, kemudian herpes
simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovirus, mumps, dan adenovirus.
Ensefalitis bisa juga terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pasca vaksinasi
pertussis. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau karena adanya reaksi
radang akut, baik akibat infeksi sistemik maupun vaksinasi. Encephalitis juga dapat disebabkan
oleh invasi langsung cairan serebrospinal selama pungsi lumbal.Ensefalitis supuratif akut
dengan bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus, E.Coli,
Mycobacterium, dan T. Pallidum. Sedangan ensefalitis virus dengan virus penyebab adalah
virus RNA (parotitis), virus morbili, virus rabies, virus Rubella, virus dengue, virus polio,
cockscakie A dan B, herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella.
2.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi penyebab ensefalitis menurut Robin:
a. Infeksi virus yang bersifat epidemic
1. Golongan anterovirus, yaitu Poliomyelitis, virus Coxcaskie, virus Echo
2. Golongan virus arbo, yaitu Western Equire encephalitis, St. Louis encephalitis,
Eastern Equire encephalitis, Russian spring summer encephalitis, dan Murray
valley encephalitis.
b. Infeksi virus yang bersifat sporadic, misalnya rabies, herpes simpleks, herpes zoster,
limfogranuloma, mumps, lymphocytic choriomeningitis.
4
Terapi asiklovir juga memberikan manfaat pada kasus ensefalitis EBV dan VZV. Belum
ada terapi terkini untuk ensefalitis enterovirus, parotitis epidemika, atau measles. Ribavirin
intravena (15-25 mg/kg per hari yang diberikan dalam dosis terbagi 3) mungkin bermanfaat
untuk ensefalitis arbovirus berat.
Ensefalitis CMV sebaiknya diterapi dengan gansiklovir, foscarnet atau kombinasi dari
kedua obat ini. Cidofovir dapat memberikan alternatif untuk pasien yang tidak memberi
respon. Belum ada terapi yang terbukti untuk ensefalitis WNV.
2.8 WOC
Faktor predisposisi : pernah mengalami
campak, cacar air, herpes, dan
bronkopneumonia
Virus, bakteri masuk jaringan
otak secara lokal, hematologi,
dan saraf
Perdaangan otak
Pembentuka
n transudat
dan eksudat
Reaksi
kuman
patogen
Iritasi kortek
serebral
area fokal
7
Kerusakan
saraf kranial
V
Kerusakan
saraf
kranial IX
Edema
serbral
Suhu tubuh
meningkat
Kejang,
nyeri kepala
6. Hipertermi
1. Gangguan
perfusi
jaringan
serbral
4. Resiko
tinggi cedera
5. Nyeri
Kesulitan
mengunyah
3. Pemenuhan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Kesadaran
menurun
Penumpukan
sekret
2. gangguan
berihan jalan
nafas
2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi:
1.
2.
3.
4.
5.
Higroma
Subdural
Hidrosefalus
Infark Serebri
Hiponatremia akibat SIADH (sindroma inap propriate ADH)
Komplikasi akut:
Sulit
makan
1.
2.
3.
4.
5.
Kejang
Pembentukan abses
Hidrosefalus
Sekresi hormone anti deuretik yang tidak sesuai
Syok septic
Potensial komplikasi:
1. Edema serebri
2. Hidrosefalus
3. Abses otak
4. Koma
5. Kejang
6. Kehilangan fungsi saraf: perubahan tingkah laku dan perkembangan motorik
7. Kehilangan pendengaran dan penglihatan
8. SIADH
9. Syok
10. KID
11. Henti napas
12. Kematian
Komplikasi ensefalitis:
Inflamasi dan destruksi, terutama pada grey matter (subtansi putiih) melalui suatu
reaksi imunologi terlambat (pasca-infeksi ensefalomielitis).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik,
dan pengkajian psikososial.
1. Anamnesis
Pada seseorang yang terkena meningitis dan ensefalitis, keluhan utama yang sering
dikeluhkan oleh pasien atau orang tua anak ketika memerlukan pertolongan kesehatan adalah
panas badan tinggi, kejang, dan disertai penurunan kesadaran.
2. Riwayat Penyakit Saat Ini
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetaui jenis kuman
penyebab. Di sini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai
serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada pengkajian pasien meningitis dan ensefalitis
biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan
TIK.
Keluhan gejala awal yang muncul biasanya sakit kepala dan demam. Pada meningitis
sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi dari
meningen. Sedangkan pada ensefalitis, sakit kepala diakibatkan oleh ensefalitis yang berat dan
sebagai akibat dari iritasi selaput otak. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalan
penyakit. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian lebih untuk mendapat pengkajian yang
lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan
kejang, dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan kejang tersebut.
Adanya penurunan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan menigitis dan ensefalitis
akibat bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit.
Perubahan yang terjadi tergantung pada beratnya penyakit, demikian pula respon individu
terhadap proses fisiologis. Keluhan perubahan perilaku umunya terjadi. Sesuai perkembangan
penyakit dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma. Pengkajian lainnya yang perlu
ditanyakan adalah riwayat selama mejalani perawatan di RS, pernahkan menjalani tindakan
invasif yang memungkinkan masuknya kuman ke meningen dan selaput otak.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada menigitis, pengkajian penyakit yang pernah dialami klien memungkinkan adanya
hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami
infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit, dan
hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala, adanya pengaruh
imunologis pada masa sebelumnya. Riwayat penyakit TB paru juga perlu ditanyakan untuk
mengidentifikasi terjadinya menigitis tuberkulosa.
Pada ensefalitis, predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah kline mengalami
campak, cacar air, herpes, dan bronkopneumonia. Pengkajian mungkin didapatkan riwayat
penyakit yang disebabkan oleh virus seperti virus influenza, varicella, adenovirus, kokssakie,
ekhovirus atau parainfluenza, infeksi bakteri, parasit, cacing, fungus, riketsia.
Pengkajian obat yang sering digunakan seperti kortikosteroid, pemakaian jenis antibiotik
sdan reaksi lainnya (untuk menilai reaksi resistensi obat) dapat menambah komprehensifnya
pengkajian.
4. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis pasien meningitis dan ensefalitis meliputi beberapa dimensi
penilaian yang memungkinkan perwat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping juga penting untuk menilai
respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta responnya dalam kehidupan sehari-hari. Apakah ada dampak
10
ketakutan, cemas, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secraa noemal dan optimal,
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Karena klien harus menjalani rawat inap, maka apakah ada dampak status ekonomi pada
klien, karena biaya perawatan tidak memerlukan biaya atau dana yang sedikit. Perawat juga
harus melakuakn pengkajian terhadap neurologis pada gaya hidup pasien. Dengan adanya
penyakit apakah mempengaruhi hubungan spiritual klien dengan sang pencipta juga perlu
dikaji.
5. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV). Pada klien
meningitis biasanya terdapat peningkatan suhu lebih dari normal 38-41 oC, dimuali dari fase
sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Sedangkan pada ensefalitis adalah 3941oC. Keadaan ini dihubungkan dengan adanya proses inflamasi atau iritasi pada meningen
yang mengganggu pusat pengaturan suhu tubuh. Penurunan denyut nadi berhubungan dengan
tanda-tanda TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernafasan sering berhubungan
dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada infeksi pada sistem
pernafasan sebelum mengalami meningitis dan abses otak pada ensefalitis. Tekanan darah
normal, atau kadang meningkat karena adanya TIK.
B1 (Breathing)
Inspeksi
: Apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot
bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan yang sering didapatkan pada pasien
meningitis dan ensefalitis.
Palpasi
deformitas tulang dada dengan klien efusi pleura masif (jarang terjadi pada pasien dengan
meningitis). Pada pasien ensefalitis palpasi taktil fremitus.
Auskultasi :
pada meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer paru. Sedangkan pada pasien
ensefalitis auskultasi suara nafas tambahan seperti ronkhi berhubungan dengna akumulasi
sekret dari penurunan kesadaran.
B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler pada pasien menigitis dan ensefalitis biasanya
mengalami renjatan (syok). Pada pasien meningitis infeksi fulminating terjadi sekitar 10 %
klien dengan meningokokus, dengan tanda septikimia; demam tinggi yang tiba-tib muncul, lesi
11
purpura yang mneyebar (sekitar wajah dan akstremitas), syok, dan DIC (Disseminated
Intravascular Coagulation). Kematian mungkin terjadi setelah beberapa jam serangan infeksi.
B3 (Brain)
1. Tingkat Kesadaran
Keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien dengan meningitis dan ensefalitis biasanya
berkisar letargi, stupor, dan semikomatosa. Pengukuran bisa menggunakan GCS.
2. Fungsi Serebri
Pada klien meningitis dan ensefalitis obesrvasi penampilan klien dan tingkah lakunya,
nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang ada pada klien.
3. Pemeriksaan Saraf Kranial
Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan fungsi penciuman pada meningitis dan ensefalitis.
Saraf II. Pada meningitis dan ensefalitis biasanya tes ketajaman penglihatan normal.
Terdapat papiledema.
Saraf III, IV, VI. Pada ensefalitis dan meningitis yang tidak disertai penurunan
kesadaran pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil normal. Tapi jika ada penurunan kesadaran
biasanya mengeluh fotopobia dan lebih sensitif terhadap cahaya.
Saraf V. Pada pasien meningitis tidak ditemukan paralisis otot wajah, refleks kornea
tidak ada kelainan. Pada ensefalitis ditemukan paralisis otot wajah yang mengganggu proses
mengunyah.
Saraf VII. Pada meningitis dan ensefalitis persepsi pengecapan normal. Asimetris wajah
pada ensefalitis. Simetris wajah pada meningitis.
Saraf VIII. Pada meningitis dan ensefalitis tidak ditemukan adanya tulikonduksi dan tuli
persepsi.
Saraf IX, X. Pada meningitis kemampuan menelan baik. Pada ensefalitis kemampuan
menelan kurang baik, sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi secara oral.
12
Saraf XI. Tidak ada trofi otot sternokleidomastoideus dan otot trapezius. Adanya usaha
dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi.
4. Sistem Motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada meningitis dan
ensefalitis tahap lanjut mengalami perubahan.
5. Pemeriksaan Refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat
refleks pada respon normal. Refleks patologis Babinsky (+)
6. Gerakan Involunter
Tidak ditemukan distonia, kedutan ataupun tremor.
7. Sistem Sensorik
Pada ensefalitis dan meningitis didapatkan sensari rada, nyeri, suhu normal. Tidak ada
perasaan abnormal dipermukaan tubuh. Sensasi proprioseptik dan diskriminatif normal.
Ditemukan kaku kuduk pada ensefalitis dan meningitis. Tanda kernig (+) dan Brudzinski (+)
pada meningitis.
B4 (Bladder)
Pada meningitis dan sensefalitis ditemukan berkurangnya volume haluaran urine hal ini
berhubungan denga penurunan perfusi dan curah jantung ke ginjal.
B5 (Bowel)
Mual dan muntah karena peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi
berkurang karena anoreksia dan kejang.
B6 (Bone)
Pada meningitis ditemukan adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya
lutut dan pergelangan kaki). Petekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam. Klien sering
13
mengalami penurunan kekakuan otot, dan penurunan kelemahan fisik secara umum sehingga
mengganggu aktivitas sehari-hari (ADL) sama hal nya dengan ensefalitis.
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan pasien ensefalitis
1. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema pada
otak dan selaput otak..
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan
batuk menurun akibat penurunan kesadaran.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
menelan, keadaan hipermetabolik.
4. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.
5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema pada
otak dan selaput otak..
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Perfusi jaringan
cerebral tidak efektif
b/d peradangan dan
edema pada otak dan
selaput otak.
DO
- Gangguan status
mental
- Perubahan
perilaku
- Perubahan respon
motorik
- Kelemahan atau
paralisis ekstrermitas
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
NOC :
NIC :
Monitor TTV
C
Monitor AGD,
irculation status
ukuran pupil, ketajaman,
Monitor adanya
eurologic status
diplopia, pandangan kabur,
nyeri kepala
T
Monitor level
issue Prefusion :
kebingungan dan orientasi
cerebral
Setelah dilakukan
asuhan selama 1 X 24
jam ketidakefektifan
perfusi jaringan cerebral
teratasi dengan kriteria
hasil:
T
ekanan systole dan
14
Monitor tekanan
intrkranial dan respon
nerologis
Catat perubahan
pasien dalam merespon
- Abnormalitas
bicara
diastole dalam
rentang yang
diharapkan
stimulus
cairan
idak ada
ortostatikhipertensi
Monitor status
Pertahankan
parameter hemodinamik
Sarankan pemberian
Green Tea Gargling (Kumuran
teh hijau)
omunikasi jelas
enunjukkan
konsentrasi dan
orientasi
P
upil seimbang dan
reaktif
B
ebas dari aktivitas
kejang
T
idak mengalami
nyeri kepala
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan
batuk menurun akibat penurunan kesadaran.
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria
Hasil
15
Intervensi
NOC:
R
espiratory status :
Ventilation
R
espiratory status :
Airway patency
spiration Control
penurunan kesadaran.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1 x 24 jam
- Dispneu
pasien menunjukkan
keefektifan jalan nafas
DO:
dibuktikan dengan
- Penurunan suara
kriteria hasil :
nafas
Mendemonstrasikan
- Orthopneu
batuk efektif dan
suara nafas yang
- Cyanosis
bersih, tidak ada
sianosis dan
- Kelainan suara
dyspneu (mampu
nafas (rales, wheezing)
mengeluarkan
- Kesulitan
sputum, bernafas
berbicara
dengan mudah,
tidak ada pursed
- Batuk, tidak
lips)
efeketif atau tidak ada
Menunjukkan jalan
- Produksi sputum
nafas yang paten
(klien tidak merasa
- Gelisah
tercekik, irama
nafas, frekuensi
- Perubahan
pernafasan dalam
frekuensi dan irama
rentang normal,
nafas
tidak ada suara
nafas abnormal)
DS:
Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah
faktor yang
penyebab.
Saturasi O2 dalam
batas normal
Foto thorak dalam
16
batas normal
A
DO:
lbumin serum
-Diare
P
-Rontok rambut
re albumin serum
yang berlebih
H
-Kurang nafsu
ematokrit
makan
H
-Bising usus
emoglobin
berlebih
T
-Konjungtiva
otal iron binding
17
Intervensi
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian.
Monitor adanya penurunan
BB dan gula darah
Monitor lingkungan selama
makan
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan kadar
Ht
Monitor mual dan muntah
Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
pucat
capacity
-Denyut nadi
lemah
umlah limfosit
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
NOC :
Pai
n Level,
Intervensi
pai
NIC :
Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
co
n control,
mfort level
Setelah dilakukan
tinfakan keperawatan
selama 1x24 jam Pasien
tidak mengalami nyeri,
dengan kriteria hasil:
18
- Gangguan tidur
(mata sayu, tampak
capek, sulit atau gerakan
kacau, menyeringai)
- Terfokus pada diri
sendiri
- Fokus menyempit
(penurunan persepsi
waktu, kerusakan proses
berpikir, penurunan
interaksi dengan orang
dan lingkungan)
- Tingkah laku
distraksi, contoh : jalanjalan, menemui orang lain
dan/atau aktivitas,
aktivitas berulang-ulang)
- Respon autonom
(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan darah,
perubahan nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
- Perubahan
autonomic dalam tonus
otot (mungkin dalam
rentang dari lemah ke
kaku)
Ma
mpu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
Me
laporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri
Ma
mpu mengenali nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri)
Me
nyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
Tan
da vital dalam rentang
normal
Tid
ak mengalami gangguan
tidur
- Tingkah laku
ekspresif (contoh :
gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam
nafsu makan dan minum
5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria
Hasil
19
Intervensi
Hipertermia
Berhubungan dengan :
proses inflamasi
DO/DS:
kenaikan
suhu tubuh diatas
rentang normal
serangan
atau konvulsi
(kejang)
kulit
kemerahan
pertambah
NOC:
Thermoregulasi
NIC :
Monitor suhu sesering
mungkin
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1x24 jam
pasien menunjukkan :
Suhu tubuh dalam
batas normal dengan
kreiteria hasil:
S
uhu 36 37C
N
adi dan RR dalam
rentang normal
an RR
takikardi
Kulit
teraba panas/ hangat
idak ada
perubahan warna
kulit dan tidak ada
pusing, merasa
nyaman
Monitor hidrasi
seperti turgor kulit, kelembaban
membran mukosa)
3.4 EVALUASI
1. Perfusi jaringan ke otak meningkat
2. Jalan napas kembali efektif
3. Nutrisi klien terpenuhi
20
4. Klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
5. Keluhan nyeri berkurang/rasa sakit teradaptasi
6. Suhu tubuh menurun
BAB IV
PEMBAHASAN JURNAL
21
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai sistem saraf pusat (SSP) yang
disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. (Arif Muttaqin,
2008).
Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS dan biasanya disebabkan oleh
virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Encephalitis adalah infeksi jaringan
otak oleh berbagai macam mikroorganisme.
Sedangkan menurut Soedarmo dkk,(2008) Ensefalitis adalah suatu penyakit
yang menyerang susunan syaraf pusat di medula spinalis dan meningen yang di
sebabkan oleh japanese ensefalitis virus yang ditularkan oleh nyamuk.
B. SARAN
Kepada pembaca diharapkan dengan adanya makalah ini dapat menambah
pengetahuan bahwa green tea gargling (kumuran teh hijau) sangat efektif untuk
mencegah infeksi influenza penyebab ensefalitis dan dalam makalah ini juga dijelaskan
tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ensefalitis. Semoga dapat
bermaanfaat bagi kita semua.
22
DAFTAR PUSTAKA
Greenberg, Cindy Smith. 2008. Nursing Care Plan for Children. USA : William and Wilkins
Harianto, Agus dkk. 2004. Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/ UPF Ilmu Kesehatan Anak.
Surabaya : UNAIR
Mansjoer Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Aesculapius.
Nelson. Ilmu Kesehatan Anak.
Pusat Pendididkan Tenaga Kesehatan. 2009. Perawatan Bayi dan Anak Edisi 1. Jakarta :
Depkes RI
Rillitteri, Adele. 2006. Buku Saku Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak (Alih Bahasa). Jakarta :
EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2005. Buku Kuliah 2 ilmu kesehatan anak cetakan 8
(2004). Jakarta : bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI
Suharso, Darto. 20044. Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab UPF Ilmu Kesehatan Anak.
Surabaya : RSUD dr. Soetomo
23
LAMPIRAN JURNAL
24