Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit penyakit
kedalam tubuh seseorang. Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan
dan kematian di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bagi penderita, selain menyebabkan
penderitaan fisik, infeksi juga menyebabkan penurunan kinerja dan produktifitas, yang pada
gilirannya akan mengakibatkan kerugian materil yang berlipat-lipat. Bagi Negara, tingginya
kejadian infeksi di masyarakat akan menyebabkan penurunan produktifitas nasional secara
umum, sedangkan dilain pihak juga menyebabkan peningkatan pengeluaran yang berhubungan
dengan upaya pengobatannya.
Sebagaimana diketahui, infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, maupun jamur, dan
dapat terjadi di masyarakat (community acquired) maupun di rumah sakit (hospital acquired).
Pasien yang sedang dalam perawatan di rumah sakit memiliki resiko tertular infeksi lebih besar
dari pada di luar rumah sakit. Lingkaran infeksi dapat terjadi antara pasien, lingkungan/vektor,
dan mikroba.
Sebagaimana uraian diatas, maka dalam makalah ini kami akan membahas mengenai
salah satu masalah yang diakibatkan oleh terjadinya inveksi terhadap jaringan otak oleh virus,
bakteri, cacing, protozoa, jamur, atau ricketsia, yang biasa disebut dengan ensefalitis.
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing,
protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000). Ada banyak tipe-tipe dari ensefalitis,
kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi yang disebabkan oleh virus-virus.
Ensefalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan dari
otak.
Dengan gejala-gejala seperti panas badan meningkat, sakit kepala, muntah-muntah
lethargi, kaku kuduk, gelisah, serta gangguan pada penglihatan, pendengaran, bicara dan
kejang. Virus atau bakteri memasuki tubuh melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna,
setelah masuk ke dalam tubuh, virus dan bakteri akan menyebar ke seluruh tubuh dengan
beberapa cara. Salah satunya adalah pada jaringan otak yang nantinya akan menyebabkan
ensefalitis.
Berdasarkan faktor penyebab yang sering terjadi maka ensefalitis diklasifikasikan menjadi
enam tipe, yaitu : ensefalitis supurativa, ensefalitis siphylis, ensefalitis virus, ensefalitis karena
fungus, ensefalitis karena parasit, dan riketsiosa serebri. Adapun pelaksanaan yang bisa
dilakukan untuk menangani masalah ensefalitis adalah dengan pemberian antibiotik, isolasi
untuk mengurangi stimuli dari luar, terapi anti mikroba, mengontrol terjadinya kejang dan lainlain.

Encephalitis Herpes Simplek merupakan komplikasi dari infeksi HSV ( Herpes Simplek
Virus ) yang mempunyai mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama pada neonates. EHS
(Encephalitis Herpes Simplek ) yang tidak diobati sangat buruk dengan kematian 70-80%
setelah 30 hari dan meningkat menjadi 90% dalam 6 bulan. Pengobatan dini dengan asiklovir
akan menurunkan mortalitas menjadi 28%. Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat
pada kasus yang tidak diobati. Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan
prognosis buruk, demikian juga koma, pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau
sembuh sengan gejala sisa yang berat

1.2 Rumusan Masalah


a.

Apa yang dimaksud dengan ensefalitis ?

b.

Apa saja yang bisa menjadi faktor penyebab, tanda dan gejala, serta proses terjadinya
ensefalitis ?

c.

Bagaimana penatalaksanaan terhadap pasien dengan masalah ensefalitis ?

d.

Asuhan keperawatan apa saja yang bisa dilakukan terhadap pasien dengan masalah
ensefalitis ?

e.

Apa yang dimaksud dengan legal etis dalam keperawatan serta prinsip-prinsip apa saja
yang harus dipegang sebagai seorang perawat?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
a.

Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai ensefalitis serta mampu menerapkan asuhan


keperawatan yang dilakukan pada masalah ensefalitis.

1.3.2 Tujuan Khusus


a.

Mahasiswa mampu mengetahui definisi dari ensefalitis.

b.

Mahasiswa mampu mengetahui faktor penyebab, tanda dan gejala, serta proses terjadinya
ensefalitis.

c.

Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan


masalah ensefalitis.

d.

Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan yang bisa dilakukan terhadap pasien
2

dengan masalah ensefalitis.


e.

Mahasiswa mampu memahami pengertian dari legal dan etis dalam keperawatan serta
mengetahui prinsip-prinsip yang harus dipegang sebagai seorang perawat profesional.

BAB II
3

LANDASAN TEORI
2. 1 DEFINISI
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai sistem saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh
virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. (Arif Muttaqin, 2008).
Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS dan biasanya disebabkan oleh virus atau
mikroorganisme lain yang nonpurulen. Encephalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai
macam mikroorganisme.
Sedangkan menurut Soedarmo dkk,(2008) Ensefalitis adalah suatu penyakit yang
menyerang susunan syaraf pusat di medula spinalis dan meningen yang di sebabkan oleh
japanese ensefalitis virus yang ditularkan oleh nyamuk.
2.2 ETIOLOGI
Namun encephalaitis yang paling sering terjadi disebabkan oleh virus, kemudian herpes
simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovirus, mumps, dan adenovirus.
Ensefalitis bisa juga terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pasca vaksinasi
pertussis. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau karena adanya reaksi
radang akut, baik akibat infeksi sistemik maupun vaksinasi. Encephalitis juga dapat disebabkan
oleh invasi langsung cairan serebrospinal selama pungsi lumbal.Ensefalitis supuratif akut
dengan bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus, E.Coli,
Mycobacterium, dan T. Pallidum. Sedangan ensefalitis virus dengan virus penyebab adalah
virus RNA (parotitis), virus morbili, virus rabies, virus Rubella, virus dengue, virus polio,
cockscakie A dan B, herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella.
2.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi penyebab ensefalitis menurut Robin:
a. Infeksi virus yang bersifat epidemic
1. Golongan anterovirus, yaitu Poliomyelitis, virus Coxcaskie, virus Echo
2. Golongan virus arbo, yaitu Western Equire encephalitis, St. Louis encephalitis,
Eastern Equire encephalitis, Russian spring summer encephalitis, dan Murray
valley encephalitis.
b. Infeksi virus yang bersifat sporadic, misalnya rabies, herpes simpleks, herpes zoster,
limfogranuloma, mumps, lymphocytic choriomeningitis.
4

c. Encephalitis pascainfeksi, misalnya pascamorbili, pascavarisela, pascarubella,


pascavaksinia,pascamononukleosis, infeksious, dan jenis yang mengiuti infeksi
traktus respiratorius tapi tidak spesifik.
2.4 MANIFESTASI KLINIS
1. Perubahan status mental (gelisah sampai koma)
2. Kejang
3. Gejala fokal neurologis seperti paralisis
4. Nyeri kepala
5. Demam
6. Disfungsi SSP berat
7. Disfasia, hemiparesis
8. Muntah
9. Lethargi
10. Fotofobia
11. Bila mengenai meningen, disertai kaku kuduk
12. Gangguan penglihatan, pendengaran,dan bicara
13. EEG sering menunjukkan aktivitas listrik yang menurun
14. Kelemahan otot, diplopia, konvulsi, iritabilita
2.5 PATOFISIOLOGI
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas dan saluran cerna. Setelah
masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
1. Lokal: virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ
tertentu.
2. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah, kemudian menyebar ke
organ dan berkembang biak di organ tersebut.
3. Penyebaran melalui saraf-saraf: virus berkembang biak di permukaan selaput lendir
dan menyebar melalui sistem persarafan.
Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis ensefalitis. Masa
prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah,
nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu badan meningkat,
fotofobia, sakit kepala, muntah-muntah, letargi, kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi
mengenai meningen. Pada anak, tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku.
Dapat disertai gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, serta kejang. Gejala lain berupa
gelisah, rewel, perubahan perilaku, gangguan kesadaran, kejang. Kadang-kadang disertai
tanda neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksi, dan paralisis saraf
otak.

2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Pemeriksaan LCS
Pemeriksaan LCS memegang peranan penting, profil LCS yang karakteristik
serupa dengan meningitis virus. Pemeriksaan PCR LCS memungkinkan diagnosis yang
cepat dan dapat dipercayai dari HSV, EBV, VZV, CMV, HHV-6, dan enterovirus. Kultur
virus LCS umumnya memberikan hasil yang negatif.
2. Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi juga mempunyai peranan untuk beberapa virus. Penemuan
antibodi IgM MNV bersifat diagnostik untuk ensefelitisWNV.
3. MRI
MRI merupakan prosedur neuroradiologi pilihan dan memperlihatkan area
peningkatan sinyal T2. Area peningkatan sinyal di area bitemporal dan orbitofrontalis
terlihat pada ensefalitis HSV teapi tidak bersifat diagnostik.
4. Pemeriksaan EEG
EEG dapat memberi kesan kearah bangkitan atau menujukkan letupan periodik
listrik beramplitudo rendah dan lambat yang predominanyang memberikan kesan ke
arah ensefalitis HSV.
5. Biopsi Otak
Biopsi otak dewasa ini hanya digunakan bilamana pemeriksaan PCR LCS tidak
berhasil mengidentifikasi penyebabnya, ditemukan kelainan vokal pada MRI dan terjadi
perburukan keadaan klinis yang progresif meskipun telah diberikan terapi asiklovir dan
terapi supartif.

2.7 PENATALAKSANAAN MEDIS


Semua pasien dengan kecurigaan ensefalitis HSV sebaiknya diterapi dengan asiklovir IV
(10 mg/kg setiap 8 jam) selama menunggu hasil pemeriksaan diagnostik. Pasien dengan
diagnosis ensefalitis HSV yang dikonfirmasikan PCR sebaiknya mendapatkan minimum serial
terapi selama 14 hari.
Perlu dipertimbangkan pemeriksaan ulang PCR LCS setelah terapi asiklovir diseleseikan,
pada pasien dengan PCR LCS untuk HSV yang tetap positif setelah menyeleseikan pengobatan
terapi standar, sebaiknya diberikan selama 7 hari terapi tambahan, diikuti dengan pemeriksaan
PCR LCS ulang.

Terapi asiklovir juga memberikan manfaat pada kasus ensefalitis EBV dan VZV. Belum
ada terapi terkini untuk ensefalitis enterovirus, parotitis epidemika, atau measles. Ribavirin
intravena (15-25 mg/kg per hari yang diberikan dalam dosis terbagi 3) mungkin bermanfaat
untuk ensefalitis arbovirus berat.
Ensefalitis CMV sebaiknya diterapi dengan gansiklovir, foscarnet atau kombinasi dari
kedua obat ini. Cidofovir dapat memberikan alternatif untuk pasien yang tidak memberi
respon. Belum ada terapi yang terbukti untuk ensefalitis WNV.

2.8 WOC
Faktor predisposisi : pernah mengalami
campak, cacar air, herpes, dan
bronkopneumonia
Virus, bakteri masuk jaringan
otak secara lokal, hematologi,
dan saraf
Perdaangan otak

Pembentuka
n transudat
dan eksudat

Reaksi
kuman
patogen

Iritasi kortek
serebral
area fokal
7

Kerusakan
saraf kranial
V

Kerusakan
saraf
kranial IX

Edema
serbral

Suhu tubuh
meningkat

Kejang,
nyeri kepala

6. Hipertermi
1. Gangguan
perfusi
jaringan
serbral

4. Resiko
tinggi cedera
5. Nyeri

Kesulitan
mengunyah

3. Pemenuhan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Kesadaran
menurun

Penumpukan
sekret

2. gangguan
berihan jalan
nafas

2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi:
1.
2.
3.
4.
5.

Higroma
Subdural
Hidrosefalus
Infark Serebri
Hiponatremia akibat SIADH (sindroma inap propriate ADH)

Komplikasi akut:

Sulit
makan

1.
2.
3.
4.
5.

Kejang
Pembentukan abses
Hidrosefalus
Sekresi hormone anti deuretik yang tidak sesuai
Syok septic

Potensial komplikasi:
1. Edema serebri
2. Hidrosefalus
3. Abses otak
4. Koma
5. Kejang
6. Kehilangan fungsi saraf: perubahan tingkah laku dan perkembangan motorik
7. Kehilangan pendengaran dan penglihatan
8. SIADH
9. Syok
10. KID
11. Henti napas
12. Kematian
Komplikasi ensefalitis:
Inflamasi dan destruksi, terutama pada grey matter (subtansi putiih) melalui suatu
reaksi imunologi terlambat (pasca-infeksi ensefalomielitis).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik,
dan pengkajian psikososial.
1. Anamnesis
Pada seseorang yang terkena meningitis dan ensefalitis, keluhan utama yang sering
dikeluhkan oleh pasien atau orang tua anak ketika memerlukan pertolongan kesehatan adalah
panas badan tinggi, kejang, dan disertai penurunan kesadaran.
2. Riwayat Penyakit Saat Ini
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetaui jenis kuman
penyebab. Di sini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai
serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada pengkajian pasien meningitis dan ensefalitis
biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan
TIK.

Keluhan gejala awal yang muncul biasanya sakit kepala dan demam. Pada meningitis
sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi dari
meningen. Sedangkan pada ensefalitis, sakit kepala diakibatkan oleh ensefalitis yang berat dan
sebagai akibat dari iritasi selaput otak. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalan
penyakit. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian lebih untuk mendapat pengkajian yang
lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan
kejang, dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan kejang tersebut.
Adanya penurunan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan menigitis dan ensefalitis
akibat bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit.
Perubahan yang terjadi tergantung pada beratnya penyakit, demikian pula respon individu
terhadap proses fisiologis. Keluhan perubahan perilaku umunya terjadi. Sesuai perkembangan
penyakit dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma. Pengkajian lainnya yang perlu
ditanyakan adalah riwayat selama mejalani perawatan di RS, pernahkan menjalani tindakan
invasif yang memungkinkan masuknya kuman ke meningen dan selaput otak.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada menigitis, pengkajian penyakit yang pernah dialami klien memungkinkan adanya
hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami
infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit, dan
hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala, adanya pengaruh
imunologis pada masa sebelumnya. Riwayat penyakit TB paru juga perlu ditanyakan untuk
mengidentifikasi terjadinya menigitis tuberkulosa.
Pada ensefalitis, predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah kline mengalami
campak, cacar air, herpes, dan bronkopneumonia. Pengkajian mungkin didapatkan riwayat
penyakit yang disebabkan oleh virus seperti virus influenza, varicella, adenovirus, kokssakie,
ekhovirus atau parainfluenza, infeksi bakteri, parasit, cacing, fungus, riketsia.
Pengkajian obat yang sering digunakan seperti kortikosteroid, pemakaian jenis antibiotik
sdan reaksi lainnya (untuk menilai reaksi resistensi obat) dapat menambah komprehensifnya
pengkajian.
4. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis pasien meningitis dan ensefalitis meliputi beberapa dimensi
penilaian yang memungkinkan perwat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping juga penting untuk menilai
respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta responnya dalam kehidupan sehari-hari. Apakah ada dampak
10

ketakutan, cemas, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secraa noemal dan optimal,
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Karena klien harus menjalani rawat inap, maka apakah ada dampak status ekonomi pada
klien, karena biaya perawatan tidak memerlukan biaya atau dana yang sedikit. Perawat juga
harus melakuakn pengkajian terhadap neurologis pada gaya hidup pasien. Dengan adanya
penyakit apakah mempengaruhi hubungan spiritual klien dengan sang pencipta juga perlu
dikaji.
5. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV). Pada klien
meningitis biasanya terdapat peningkatan suhu lebih dari normal 38-41 oC, dimuali dari fase
sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Sedangkan pada ensefalitis adalah 3941oC. Keadaan ini dihubungkan dengan adanya proses inflamasi atau iritasi pada meningen
yang mengganggu pusat pengaturan suhu tubuh. Penurunan denyut nadi berhubungan dengan
tanda-tanda TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernafasan sering berhubungan
dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada infeksi pada sistem
pernafasan sebelum mengalami meningitis dan abses otak pada ensefalitis. Tekanan darah
normal, atau kadang meningkat karena adanya TIK.
B1 (Breathing)
Inspeksi
: Apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot
bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan yang sering didapatkan pada pasien
meningitis dan ensefalitis.
Palpasi

Pada pasien meningitis, palpasi thoraks hanya dilakukan ketika ada

deformitas tulang dada dengan klien efusi pleura masif (jarang terjadi pada pasien dengan
meningitis). Pada pasien ensefalitis palpasi taktil fremitus.
Auskultasi :

Pada pasien meningitis auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhi

pada meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer paru. Sedangkan pada pasien
ensefalitis auskultasi suara nafas tambahan seperti ronkhi berhubungan dengna akumulasi
sekret dari penurunan kesadaran.
B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler pada pasien menigitis dan ensefalitis biasanya
mengalami renjatan (syok). Pada pasien meningitis infeksi fulminating terjadi sekitar 10 %
klien dengan meningokokus, dengan tanda septikimia; demam tinggi yang tiba-tib muncul, lesi
11

purpura yang mneyebar (sekitar wajah dan akstremitas), syok, dan DIC (Disseminated
Intravascular Coagulation). Kematian mungkin terjadi setelah beberapa jam serangan infeksi.
B3 (Brain)
1. Tingkat Kesadaran
Keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien dengan meningitis dan ensefalitis biasanya
berkisar letargi, stupor, dan semikomatosa. Pengukuran bisa menggunakan GCS.

2. Fungsi Serebri
Pada klien meningitis dan ensefalitis obesrvasi penampilan klien dan tingkah lakunya,
nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang ada pada klien.
3. Pemeriksaan Saraf Kranial
Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan fungsi penciuman pada meningitis dan ensefalitis.
Saraf II. Pada meningitis dan ensefalitis biasanya tes ketajaman penglihatan normal.
Terdapat papiledema.
Saraf III, IV, VI. Pada ensefalitis dan meningitis yang tidak disertai penurunan
kesadaran pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil normal. Tapi jika ada penurunan kesadaran
biasanya mengeluh fotopobia dan lebih sensitif terhadap cahaya.
Saraf V. Pada pasien meningitis tidak ditemukan paralisis otot wajah, refleks kornea
tidak ada kelainan. Pada ensefalitis ditemukan paralisis otot wajah yang mengganggu proses
mengunyah.
Saraf VII. Pada meningitis dan ensefalitis persepsi pengecapan normal. Asimetris wajah
pada ensefalitis. Simetris wajah pada meningitis.
Saraf VIII. Pada meningitis dan ensefalitis tidak ditemukan adanya tulikonduksi dan tuli
persepsi.
Saraf IX, X. Pada meningitis kemampuan menelan baik. Pada ensefalitis kemampuan
menelan kurang baik, sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi secara oral.

12

Saraf XI. Tidak ada trofi otot sternokleidomastoideus dan otot trapezius. Adanya usaha
dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi.
4. Sistem Motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada meningitis dan
ensefalitis tahap lanjut mengalami perubahan.

5. Pemeriksaan Refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat
refleks pada respon normal. Refleks patologis Babinsky (+)
6. Gerakan Involunter
Tidak ditemukan distonia, kedutan ataupun tremor.
7. Sistem Sensorik
Pada ensefalitis dan meningitis didapatkan sensari rada, nyeri, suhu normal. Tidak ada
perasaan abnormal dipermukaan tubuh. Sensasi proprioseptik dan diskriminatif normal.
Ditemukan kaku kuduk pada ensefalitis dan meningitis. Tanda kernig (+) dan Brudzinski (+)
pada meningitis.
B4 (Bladder)
Pada meningitis dan sensefalitis ditemukan berkurangnya volume haluaran urine hal ini
berhubungan denga penurunan perfusi dan curah jantung ke ginjal.
B5 (Bowel)
Mual dan muntah karena peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi
berkurang karena anoreksia dan kejang.
B6 (Bone)
Pada meningitis ditemukan adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya
lutut dan pergelangan kaki). Petekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam. Klien sering
13

mengalami penurunan kekakuan otot, dan penurunan kelemahan fisik secara umum sehingga
mengganggu aktivitas sehari-hari (ADL) sama hal nya dengan ensefalitis.
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan pasien ensefalitis
1. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema pada
otak dan selaput otak..
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan
batuk menurun akibat penurunan kesadaran.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
menelan, keadaan hipermetabolik.
4. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.
5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema pada
otak dan selaput otak..
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Perfusi jaringan
cerebral tidak efektif
b/d peradangan dan
edema pada otak dan
selaput otak.

DO
- Gangguan status
mental
- Perubahan
perilaku
- Perubahan respon
motorik
- Kelemahan atau
paralisis ekstrermitas

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
NOC :
NIC :

Monitor TTV
C

Monitor AGD,
irculation status
ukuran pupil, ketajaman,

kesimetrisan dan reaksi


N

Monitor adanya
eurologic status
diplopia, pandangan kabur,

nyeri kepala
T

Monitor level
issue Prefusion :
kebingungan dan orientasi
cerebral
Setelah dilakukan
asuhan selama 1 X 24
jam ketidakefektifan
perfusi jaringan cerebral
teratasi dengan kriteria
hasil:

T
ekanan systole dan
14

Monitor tonus otot


pergerakan

Monitor tekanan
intrkranial dan respon
nerologis

Catat perubahan
pasien dalam merespon

- Abnormalitas
bicara

diastole dalam
rentang yang
diharapkan

stimulus

cairan

idak ada
ortostatikhipertensi

Monitor status

Pertahankan
parameter hemodinamik

Tinggikan kepala 045 tergantung pada konsisi


pasien dan order medis

Sarankan pemberian
Green Tea Gargling (Kumuran
teh hijau)

omunikasi jelas

enunjukkan
konsentrasi dan
orientasi

P
upil seimbang dan
reaktif

B
ebas dari aktivitas
kejang

T
idak mengalami
nyeri kepala
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan
batuk menurun akibat penurunan kesadaran.
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria
Hasil

15

Intervensi

Bersihan Jalan Nafas


tidak efektif Bersihan
Jalan Nafas tidak efektif
berhubungan dengan
akumulasi sekret,
kemampuan batuk
menurun akibat

NOC:

R
espiratory status :
Ventilation

R
espiratory status :
Airway patency

spiration Control

penurunan kesadaran.

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1 x 24 jam
- Dispneu
pasien menunjukkan
keefektifan jalan nafas
DO:
dibuktikan dengan
- Penurunan suara
kriteria hasil :
nafas
Mendemonstrasikan
- Orthopneu
batuk efektif dan
suara nafas yang
- Cyanosis
bersih, tidak ada
sianosis dan
- Kelainan suara
dyspneu (mampu
nafas (rales, wheezing)
mengeluarkan
- Kesulitan
sputum, bernafas
berbicara
dengan mudah,
tidak ada pursed
- Batuk, tidak
lips)
efeketif atau tidak ada
Menunjukkan jalan
- Produksi sputum
nafas yang paten
(klien tidak merasa
- Gelisah
tercekik, irama
nafas, frekuensi
- Perubahan
pernafasan dalam
frekuensi dan irama
rentang normal,
nafas
tidak ada suara
nafas abnormal)
DS:

Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah
faktor yang
penyebab.
Saturasi O2 dalam
batas normal
Foto thorak dalam
16

Pastikan kebutuhan oral /


tracheal suctioning.
Berikan O2 1- 3 l/mnt,
metode nasal kanul.
Anjurkan pasien untuk
istirahat dan napas dalam
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
Berikan bronkodilator sesuai
preskripsi dokter.
Monitor status hemodinamik
Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab
Berikan antibiotik sesuai
preskripsi dokter.
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status
O2
Pertahankan hidrasi yang
adekuat untuk mengencerkan sekret
Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang penggunaan
peralatan : O2, Suction, Inhalasi.

batas normal

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Ketidakseimbangan
NOC:
a
Nutritio
nutrisi kurang dari
nal status:
kebutuhan tubuh
Adequacy of
nutrient
Berhubungan dengan :
b
Nutritio
ketidakmampuan
nal Status : food
menelan, keadaan
and Fluid Intake
hipermetabolik
DS:
c
Weight
-Nyeri abdomen
Control
-Muntah
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
-Kejang perut
selama.nutrisi
-Rasa penuh tiba- kurang teratasi dengan
indikator:
tiba setelah makan

A
DO:
lbumin serum
-Diare

P
-Rontok rambut
re albumin serum
yang berlebih

H
-Kurang nafsu
ematokrit
makan

H
-Bising usus
emoglobin
berlebih

T
-Konjungtiva
otal iron binding
17

Intervensi
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian.
Monitor adanya penurunan
BB dan gula darah
Monitor lingkungan selama
makan
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan kadar
Ht
Monitor mual dan muntah
Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva

Monitor intake nuntrisi

pucat

capacity

-Denyut nadi
lemah

umlah limfosit

Informasikan pada klien dan


keluarga tentang manfaat nutrisi
Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang adekuat
dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan
Kelola pemberan anti emetik
sesuai preskripsi dokter.
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila lidah
dan cavitas oval

4. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.


Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Nyeri akut berhubungan
dengan:
iritasi selaput dan jaringan
otak.
DS:
- Laporan secara
verbal
DO:
- Posisi untuk
menahan nyeri
- Tingkah laku
berhati-hati

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
NOC :

Pai
n Level,

Intervensi

pai

NIC :
Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi

co

Observasi reaksi nonverbal dari


ketidaknyamanan

n control,
mfort level
Setelah dilakukan
tinfakan keperawatan
selama 1x24 jam Pasien
tidak mengalami nyeri,
dengan kriteria hasil:
18

Bantu pasien dan keluarga untuk


mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu

- Gangguan tidur
(mata sayu, tampak
capek, sulit atau gerakan
kacau, menyeringai)
- Terfokus pada diri
sendiri
- Fokus menyempit
(penurunan persepsi
waktu, kerusakan proses
berpikir, penurunan
interaksi dengan orang
dan lingkungan)
- Tingkah laku
distraksi, contoh : jalanjalan, menemui orang lain
dan/atau aktivitas,
aktivitas berulang-ulang)
- Respon autonom
(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan darah,
perubahan nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
- Perubahan
autonomic dalam tonus
otot (mungkin dalam
rentang dari lemah ke
kaku)

Ma
mpu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)

Me
laporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri

Ma
mpu mengenali nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri)

Me
nyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang

Tan
da vital dalam rentang
normal

ruangan, pencahayaan dan kebisingan


Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non
farmakologi: napas dala, relaksasi,
distraksi, kompres hangat/ dingin
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri sesuai preskripsi
dokter.
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik pertama
kali

Tid
ak mengalami gangguan
tidur

- Tingkah laku
ekspresif (contoh :
gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam
nafsu makan dan minum
5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria
Hasil

19

Intervensi

Hipertermia
Berhubungan dengan :
proses inflamasi
DO/DS:
kenaikan
suhu tubuh diatas
rentang normal
serangan
atau konvulsi
(kejang)
kulit
kemerahan
pertambah

NOC:
Thermoregulasi

NIC :
Monitor suhu sesering
mungkin

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1x24 jam
pasien menunjukkan :
Suhu tubuh dalam
batas normal dengan
kreiteria hasil:
S
uhu 36 37C
N
adi dan RR dalam
rentang normal

an RR

takikardi

Kulit
teraba panas/ hangat

idak ada
perubahan warna
kulit dan tidak ada
pusing, merasa
nyaman

Monitor warna dan


suhu kulit
Monitor tekanan
darah, nadi dan RR
Monitor penurunan
tingkat kesadaran
Monitor WBC, Hb,
dan Hct
Monitor intake dan
output
Berikan anti piretik:
Kelola Antibiotik
sesuai preskripsi dokter.
Selimuti pasien
Berikan cairan
intravena
Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi
udara
Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi

Monitor TD, nadi,


suhu, dan RR

Catat adanya fluktuasi


tekanan darah

Monitor hidrasi
seperti turgor kulit, kelembaban
membran mukosa)

3.4 EVALUASI
1. Perfusi jaringan ke otak meningkat
2. Jalan napas kembali efektif
3. Nutrisi klien terpenuhi
20

4. Klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
5. Keluhan nyeri berkurang/rasa sakit teradaptasi
6. Suhu tubuh menurun

BAB IV
PEMBAHASAN JURNAL

Penulis melakukan tahap pengkajian antara lain : Anamnesis, Riwayat Penyakit


Saat Ini, Riwayat Penyakit Dahulu, Pengkajian Psiko-sosio-spiritual, Pemeriksaan
Fisik, Tingkat Kesadaran, Fungsi Serebri, Pemeriksaan Saraf Kranial, Sistem Motorik,
Pemeriksaan Refleks, Gerakan Involunter dan Sistem Sensorik
Setelah mendapatkan data dari pengkajian, selanjutnya data tersebut
diinterpretasikan dan dianalisa untuk mengetahui masalah keperawatan yang muncul.
Kemudian penulis menentukan dan menegakkan diagnosa keperawatan.
Dalam hal ini penulis mengangkat diangnosa keperawatan perubahan perfusi
jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput
otak dengan indikator yang tertuang dimana terdapat pengaruh green tea gargling untuk
mencegah infeksi influenza.
Jurnal dari Kazuki Ide1, Hiroshi Yamada1*, Kumi Matsushita2, Miki Ito1, Kei
Nojiri1, Kiichiro Toyoizumi1,Keiji Matsumoto1, Yoichi Sameshima dengan judul
Effects of Green Tea Gargling on the Prevention of Influenza Infection in High School
Students: A Randomized Controlled Study Tahun 2014 menjelaskan bahwa green tea
gargling dapat mencegah infeksi influenza penyebab Ensefalitis pada siswa sekolah
tinggi di Jepang. Dalam jurnal dijelaskan bahwa Catechins merupakan komponen
yang ada pada green tea sangat efektif untuk mencegah infeksi influenza.
Jadi penulis menyarankan kepada klien untuk melakukan green tea gargling
supaya perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan
edema pada otak dan selaput otak dapat di minimalkan.

21

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai sistem saraf pusat (SSP) yang
disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. (Arif Muttaqin,
2008).
Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS dan biasanya disebabkan oleh
virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Encephalitis adalah infeksi jaringan
otak oleh berbagai macam mikroorganisme.
Sedangkan menurut Soedarmo dkk,(2008) Ensefalitis adalah suatu penyakit
yang menyerang susunan syaraf pusat di medula spinalis dan meningen yang di
sebabkan oleh japanese ensefalitis virus yang ditularkan oleh nyamuk.
B. SARAN
Kepada pembaca diharapkan dengan adanya makalah ini dapat menambah
pengetahuan bahwa green tea gargling (kumuran teh hijau) sangat efektif untuk
mencegah infeksi influenza penyebab ensefalitis dan dalam makalah ini juga dijelaskan
tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ensefalitis. Semoga dapat
bermaanfaat bagi kita semua.

22

DAFTAR PUSTAKA

Greenberg, Cindy Smith. 2008. Nursing Care Plan for Children. USA : William and Wilkins
Harianto, Agus dkk. 2004. Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/ UPF Ilmu Kesehatan Anak.
Surabaya : UNAIR
Mansjoer Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Aesculapius.
Nelson. Ilmu Kesehatan Anak.
Pusat Pendididkan Tenaga Kesehatan. 2009. Perawatan Bayi dan Anak Edisi 1. Jakarta :
Depkes RI
Rillitteri, Adele. 2006. Buku Saku Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak (Alih Bahasa). Jakarta :
EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2005. Buku Kuliah 2 ilmu kesehatan anak cetakan 8
(2004). Jakarta : bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI
Suharso, Darto. 20044. Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab UPF Ilmu Kesehatan Anak.
Surabaya : RSUD dr. Soetomo

23

LAMPIRAN JURNAL

24

Anda mungkin juga menyukai