Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara dengan multi agama, yaitu negara
majemuk yang memiliki banyak kepercayaan. Misalnya, Hindu, Budha,
Konghucu, Kristen Protestan, Katolik dan agama Islam. Namun
demikian, agama Islam memilki jumlah pemeluk yang paling banyak
dari agama-agama lainnya di Indonesia. Alhasil, di Indonesia memiliki
banyak tempat ibadah, seperti masjid-masjid, musola, langgar, surau
dan lain sebagainya. Hal inilah yang memicu perhatian dari masyarakat
untuk menghidupkan (memakmurkan) masjid-masjid itu dengan
kegiatan-kegiatan, demi tegaknya masyarakat yang agamis, khususnya
di Indonesia dan umumnya di seluruh bumi Tuhan.
Kehadiran masjid yang begitu banyak itu, sebagai sarana
ibadah khususnya bagi agama Islam. Hal ini bertujuan untuk
mempermudah akses untuk melakukan ritual kepada Sang Kholiq.
Menurut Dewan Masjid Indonesia (DMI), dewasa ini tercatat di
Indonesia sekitar 700 ribu masjid dan musala yang tersebar di berbagai
tempat di penjuru Tanah Air.1 Mengingat jamaah penduduk Muslim
semakin bertambah, dari masa ke masa dan tahun ke tahun masjid pun
semakin bertambah, baik jumlahnya maupun bangunan fisiknya yang
semakin besar dan luas.
Jika dilihat dari kacamata semiotika, keadaan di atas
menandakan sebuah cerminan dari semangat religius dari masyarakat
Indonesia. Namun demikian, semangat dan tanda itu akan mempunyai
kesan dan nilai, manakala bangunan berupa fisik itu (masjid) dihiasi
dengan ayat-ayat-Nya, diwarnai dengan kajian-kajian, disinari dengan
1

Ahmad Yani, Panduan Mengelola Masjid Sebagai Pusat Kegiatan Umat


(Jakarta: Pustaka Intermasa, 2007), vii

pancaran-pancaran salat dan ditata dengan rapi dengan bersih dan


seindah mungkin, dan yang tidak kalah penting adalah masjid dijadikan
sebagai sentral persatuan umat Islam. Dengan begitu, peranan masjid
akan menjadi maksimal.
Di era yang tren ini, yaitu era dimana gaya hidup (life style)
modern yang ditandai dengan beragam ornamen yang super canggih.
Misalnya, gadget, mobile, kendaraan, televisi dan berbagai jenis alatalat modern lainnya yang kesemuanya dapat membuat orang terlena
sehingga lupa dengan ibadah dan tanggungjawabnya. Tidak sedikit
ditemukan di lapangan dari berbagai lapisan masyarakat, baik dari
anak-anak, remaja, orang dewasa dan orang tua yang sibuk dengan
berbagai media yang dimilikinya, sehingga melupakan kewajiban
kepada Tuhan, khususnya salat.
Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) mencatat
pengguna smartphon, Indonesia termasuk pada peringkat keempat
terbesar setelah negara Cina, Amerika dan India. Bahkan dikatakan
akan terus berkembang pesat dari tahun ke tahun semakin banyak
pengguna smartphon. Lembaga riset digital marketing Emarketer
memperkirakan pada tahun 2018 pengguna smartphon akan terus
bertambah lebih dari 100 juta jiwa.2
Sudah menjadi tugas dan tanggungjawab sebagai seorang
Muslim untuk memakmurkan tempat ibadah. Memakmurkan masjid
tidak hanya dengan mengadakan salat berjamaah lima waktu saja,
melainkan banyak hal lain yang belum terealisasikan pada masjidmasjid. Misalnya, menggemakan bacaan Al-Quran, mengadakan
kajian rutinitas, berbuka bersama, santunan, dan proses belajar
mengajar lainnya. Sehingga dengan demikian, masjid akan tampak
lebih hidup dan ekspresif dalam membangun aura-aura positif dari
dalam masjid. Walhasil, peran manusia sebagai makhluk individual

https://kominfo.go.id/content/detail/6095/indonesia-raksasa-teknologidigital-asia/0/sorotan_media (diakses 12 Mei 2016)

dan makhluk sosial dapat terealisasi dalam penghayatan terhadap ajaran


agama dalam bentuk sikap dan perilaku.3
Husain Fadlullah memberikan komentar, bahwa selain dua
unsur yang dimiliki manusia yaitu manusia sebagai makhluk sosial dan
makhluk individual, manusia juga makhluk moral. Manusia adalah
makhluk moral yang dilahirkan dengan bekal fitrah atau nature yang
suci, suka pada kesucian dan menginginkan segala bentuk kesucian.4
Salah satu keterangan yang dijadikan dalil dalam al-Quran
untuk senantiasa menghidupkan masjid adalah disinyalir dari surat anNur: 36



Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah
diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di
dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, (QS. an-Nur/24:
36)
Semestinya masjid menjadi pusat spiritual dan tempat
membangun persatuan. Melalui berbagai kegiatan silaturrahmi untuk
meningkatkan sikap kepedulian, baik sebagai hamba Tuhan ()
maupun sebagai anggota masyarakat () . Dua sisi kehidupan
manusia tersebut (hubungan manusia dengan Allah dan hubungan
manusia dengan sesama) sepantasnya berjalan dalam satu rel.
Meskipun kesadaran diri sebagai hamba Allah Swt dan anggota
masyarakat juga merupakan dalil untuk senantiasa meramaikan dan
memakmurkan masjid. Selain itu, keberadaan masjid bisa mewujudkan
tujuannya yakni membangun sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan

Dadang Ahmad, Sosiologi Agama (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2000), 53
4

Sayyid Muhammad Husain Fadlullah, Etika Ukhuwah menurut Islam


(Jakarta: fathu Makkah, 2004), 9

kesehatan. Sebab masjid merupakan tempat untuk menempa ibadah


ritual dan ibadah sosial.5
Baik di pelosok-pelosok desa, perkampungan, ataupun
perkotaan, tentu banyak warga masyarakat yang bertetangga rumahnya
dengan masjid yang masih enggan dan acuh terhadap keberadaan
masjid. Belum tahu alasan secara pasti, akan tetapi ini merupakan
problem yang harus diatasi oleh pengurus-pengurus DKM. Fenomena
ini tidak mengherankan, masjid belum bisa mengoptimalkan fungsinya.
Bahkan terkadang ditemukan masjid yang terbuka hanya waktu-waktu
salat saja, sedangkan diluar waktu salat masjid tampak sepi dari
kegiatan-kegiatan yang bernuansa Islami. Akan kelihatan ramai pada
saat-saat tertentu saja misalkan, saat salat jumat, perayaan hari-hari
besar Islam (salat ied dan peringatan hari-hari besar lainnya).6
Gambaran-gambaran yang kurang elok dipandang di atas,
menurut Ahmad Yani dalam pendahuluan bukunya menyatakan bahwa
pemicu dari itu semua adalah: pertama, struktur pengurus yang kurang
jelas. Kedua, kurang kejeliannya DKM dalam memprogram kegiatan
masjid. Ketiga, kurangnya sikap tanggung jawab atau kepedulian dari
pengurus DKM. Keempat, kurangnya keikhlasan dari pengurus DKM
itu sendiri.
Kaitannya dengan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM),
seharusnya DKM menjadi pelopor ukhuwah bagi masyarakat. Dengan
memanfaatkan keberadaan masjid sebagai salah satu sarana memupuk
ukhuwah Islamiah, sehingga diharapkan masjid tidak hanya sebagai
sarana salat saja, melainkan sarana untuk merajut tali persatuan dan
persaudaraan antar sesama Muslim.

Ajat Sudrajat dkk, Din Al Islam Pendidikan Agama Islam di Perguruan


Tinggi Umum (Yogyakarta : UNY Press, 2009), 232 233
6
Ahmad Yani, Panduan Mengelola Masjid Sebagai Pusat Kegiatan Umat,
viii

B. Fokus Penelitian
Pada penelitian ini akan difokuskan pada masalah yang akan
dikaji terkait pendekatan sosial dalam meningkatkan ukhuwah
islamiah. Fokus masalahnya adalah Peran Dewan Kemakmuran
Masjid Baiturrahmah (MBR) dalam Meningkatkan Ukhuwah Islamiah.
C. Rumusan Masalah
Setelah menguraikan latar belakang masalah di atas, maka
rumusan masalah yang ingin diangkat sebagai berikut:
1. Bagaimanakah bentuk-bentuk program yang disajikan DKM
Baiturrahmah?
2. Apakah program-program DKM Baiturrahmah mampu
menciptakan ukhuwah islamiah?
D. Tujuan Penelitian
a. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri peran atau kontribusi
DKM Baiturrahmah (MBR) dalam upaya meningkatkan
ukhuwah antar masyarakat
b. Menggali data-data tentang Masjid Baiturrahmah kaitannya
dengan program-program yang disajikan
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah selain memberikan
informasi dalam bentuk teoritis juga terdapat manfaat praktis.
1. Manfaat teoritis
a. Diharapkan penelitian ini bisa memberikan manfaat pada
dunia akademisi
b. Penelitian ini nantinya diharapkan bisa dijadikan sumber
rujukan
2. Manfaat praktis
a. Diharapkan pembaca bisa meningkatkan kepedulian terhadap
pentingnya ukhuwah
b. Diharapkan akan terlahir remaja-remaja yang senantiasa
terpaut hatinya untuk memakmurkan masjid

c. Memberikan dorongan kepada masyarakat untuk ikut andil


dalam memakmurkan masjid
d. Hasil penelitian diharapkan bisa menjadi studi banding untuk
masjid-masjid yang lain.

Anda mungkin juga menyukai