Liberalisme Telah Masuk Ke Dalam Semua Kelompok Masyarakat Manusia
Liberalisme Telah Masuk Ke Dalam Semua Kelompok Masyarakat Manusia
Sejarah Liberalisme
Sejarah kemunculan liberalisme terbentang dari sejak abad ke-15,
saat Eropa memulai era kebangkitan (Renaissance) mereka sampai
sekitar abad ke-18 masehi, setelah sebelumnya dari sejak abad ke5, orang-orang Eropa hidup dalam era kegelapan (Dark Ages).[2]
Dr. Abdurrahim Shamyil mengatakan, Liberalisme secara teori
politik, ekonomi dan sosial tidak terbentuk dalam satu waktu dan
oleh satu tokoh pemikir, akan tetapi ia dibentuk oleh sejumlah
pemikir. Liberalisme bukan pemikiran John Luke (w 1704), bukan
pemikiran Rousseau (1778), atau pemikiran John Stuart Mill (w
1873), akan tetapi setiap dari mereka memberikan konstribusi yang
sangat berarti untuk ideologi liberalisme.[3]
Kebebasan Individu
Setiap orang bebas berbuat apa saja tanpa campur tangan siapa
pun, termasuk negara. Fungsi negara adalah melindungi dan
menjamin kebebasan tersebut dari siapapun yang mencoba untuk
merusaknya. Oleh karena itu, liberalisme sangat mementingkan
kebebasan dengan semua jenisnya. Kekebasan berkreasi,
berpendapat, menyampaikan gagasan, berbuat dan bertindak,
bahkan kebebasan berkeyakinan adalah tema yang mereka ingin
wujudkan dalam kehidupan ini.
Kebebasan dalam pandangan mereka tidak berbatas, selama tidak
merugikan dan bertabrakan dengan kebebasan orang lain. Kaidah
kebebasan mereka berbunyi, Kebebasan Anda berakhir pada
permulaan kebebasaan orang lain.[15]
Rasionalisme
kebenaran adalah akal atau rasio. Karakter ini sangat kentara dalam
pemikiran liberal. Rasionalisme diantaranya nampak pada:
Pertama, keyakinan bahwa hak setiap orang bersandar kepada
hukum alam. Sementara hukum alam tidak dapat diketahui kecuali
dengan akal melalui media indera/materi atau eksperimen. Dari sini
kita mengenal aliran filsafat materialisme (aliran filsafat yang
mengukur setiap kebenaran melalui materi) dan empirisme (aliran
filsafat yang menguji setiap kebenaran melalui eksperimen).
Kedua, negara harus bersikap netral terhadap semua agama.
Karena tidak ada kebenaran yang bersifat yakin atau absolut, yang
ada adalah kebenaran yang bersifat relatif. Ini yang dikenal dengan
relatifisme kebenaran.
Ketiga, perundang-undangan yang mengatur kebebasan ini sematamata hasil dari pemikiran manusia, bukan syariat agama.[16]
Perspektif Islam
Dari latar belakang sejarah liberalisme yang telah dipaparkan di
atas, kita dapat menilai bahwa liberalisme jelas sangat bertolak
belakang dengan ajaran Islam. Sejarah kemunculannya yang sangat
dipengaruhi oleh situasi sosial-politik dan problem teologi Kristen
ketika itu dapat kita jadikan alasan bahwa Islam tidak perlu, dan
tidak akan perlu menerima liberalisme. Karena sepanjang
sejarahnya, Islam tidak pernah mengalami problem sebagaimana
yang dialami oleh agama Kristen. Oleh karena itu, tidak ada alasan
mendasar bagi Islam untuk menerima konsep liberalisme dengan
semua bentuknya.
Apalagi jika ditilik dari konsep pokoknya, pemikiran liberalisme
sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Kebebasan mutlak ala
liberalisme adalah kebebasan yang mencederai akidah Islam, ajaran
paling pokok dalam agama ini. Liberalisme mengajarkan kebebasan
menuruti semua keinginan manusia, sementara Islam mengajarkan
untuk menahannya agar tidak keluar dari ketundukan kepada Allah.
Hakikat kebebasan dalam ajaran Islam adalah, bahwa Islam
membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama
makhluk, kepada penghambaan kepada Rabb makhluk.
Begitu pun dengan otoritas akal sebagai sumber nilai dan kebenaran
dalam ajaran liberalisme. Sumber kebenaran dalam Islam adalah
wahyu, bukan akal manusia yang terbatas dalam mengetahui
kebenaran. Dengan demikian, menerima liberalisme berarti menolak
Islam, dan tunduk kepada Islam berkonsekwensi menanggalkan
faham liberal.
Wallhu alam wa shallallhu ala nabiyyin Muhammad.