Jeremy PKN
Jeremy PKN
Pembantaian Rawagede
Pada 9 Desember 1947, sehari setelah perundingan Renville dimulai, tentara
Belanda di bawah pimpinan seorang mayor mengepung Dusun Rawagede dan
menggeledah setiap rumah. Namun mereka tidak menemukan sepucuk senjata pun.
Mereka kemudian memaksa seluruh penduduk keluar rumah masing-masing dan
mengumpulkan di tempat yang lapang. Penduduk laki-laki diperintahkan untuk
berdiri berjejer, kemudian mereka ditanya tentang keberadaan para pejuang
Republik. Namun tidak satu pun rakyat yang mengatakan tempat persembunyian
para pejuang tersebut.
Pemimpin tentara Belanda kemudian memerintahkan untuk menembak mati semua
penduduk laki-laki, termasuk para remaja belasan tahun. Beberapa orang berhasil
melarikan diri ke hutan, walaupun terluka kena tembakan. Saih, kini berusia 83
tahun menuturkan bahwa dia bersama ayah dan para tetangganya sekitar 20 orang
jumlahnya disuruh berdiri berjejer. Ketika tentara Belanda memberondong dengan
senapan mesin istilah penduduk setempat: "didrdt"- ayahnya yang berdiri di
sampingnya tewas kena tembakan, dia juga jatuh kena tembak di tangan, namun dia
pura-pura mati. Ketika ada kesempatan, dia segera melarikan diri.
Hari itu tentara Belanda membantai 431 penduduk Rawagede. Tanpa ada
pengadilan, tuntutan ataupun pembelaan. Seperti di Sulawesi Selatan, tentara
Belanda di Rawagede juga melakukan eksekusi di tempat (standrechtelijke
excecuties), sebuah tindakan yang jelas merupakan kejahatan perang. Diperkirakan
korban pembantaian lebih dari 431 jiwa, karena banyak yang hanyut dibawa sungai
yang banjir karena hujan deras.
Faktor penyebab pembantaian ini adalah, tidak ada satupun warga yang mau
menjawab pertanyaan serdady Belanda tentang keberadaan Lukas dan para
pejuangnya, walaupun mereka mengetahuinya.
mengenai kompensasi bagi para korban dan keluarga korban yang tewas dalam
pembantaian akibat agresi militer, yang baru pada 16.8.2005 diakui oleh Menlu
Belanda, bahwa agresi militer tersebut telah menempatkan Belanda pada sisi
sejarah yang salah.
Ditjen
Pajak
tersangka
tak
jugamelakukanpembayaran.
Untuk itu, tersangka diserahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat agar
diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Konsekuensinya kami memang harus
kehilangan
Rp1,6
miliar
dari
pajak
tersebut,
paparnya.
Kepala Kejari Bekasi Didik Istiyanta menambahkan, berkas pelimpahan dari penyidik
Ditjen pajak sudah lengkap. Sehingga, tak lama lagi kasus itu akan disidangkan di
Pengadilan Negeri (PN) Bekasi. Tersangka saat ini sudah dititipkan di Lapas Bulak
Kapal,tambahnya.
Didik mengatakan, meskipun tersangka membayar pajaknya, tak mempengaruhi
proses hukum yang berlaku dan hukumnya terus berlanjut hingga nantinya
diselesaikan sampai adanya keputusan di Pengadilan Negeri.