Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
2.1
Geologi Regional
Kondisi geologi pulau jawa dikontrol oleh aktifitas tektonik. Dalam hal ini,
aktifitas tektonik yang diakibatkan oleh tumbukan antara Mikroplate Sunda yang
merupakan bagian dari Lempeng Eurasia yang bergerak cenderung kearah timur, dan
Lempeng Indo-Australia yang bergerak cenderung kearah utara ( A.J Barber, M.J .
Crow,
Eurasia yang tergolong lempeng benua dan lempeng Indo-Australia yang tergolong
lempeng samudra. Tumbukan antara dua lempeng yang berbeda jenis ini berimplikasi
pada keterbentukan zona subduksi yang memiliki ciri geologi yang unik.
Mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Van Bemmelen (1949) kondisi
geologi Pulau Jawa mirip dengan Kondisi Geologi Pulau Sumatra karena keduanya
dipengaruhi oleh interaksi lempeng-lempeng yang sama. Perbedaannya adalah bidang
tumbukan lempeng di Pulau Jawa cenderung tegak lurus sedangkan di Pulau Sumatra
tidak tegak lurus.
17
Gambar 2.1 Ilustrasi tumbukan antara lempeng Eurasia dan Indo-Australia. Pulau
Jawa dan Sumatra dikontrol oleh proses tumbukan antara lempeng tersebut. (Sumber:
Geology & Oceanograph: http://thejavatrench.weebly.com)
18
3. Batuan dasar di Pulau jawa terdiri dari komplek mlange berumur KapurTersier Awal
4. Di Pulau jawa tidak dijumpai adanya tanda-tanda unsur kerak benua
Van Bemmelen juga menyatakan bahwa zona subduksi di pulau jawa mengalami
beberapa kali pergeseran. Berbeda dengan di pulau Sumatra yang cenderung tetap.
Sujanto dan Sumanri (1977) mengatakan ada beberapa unsur tektonik yang
membentuk Pulau Jawa antara lain:
1. Jalur subduksi berumur Kapur-Paleosen yang memotong Jawa Barat, Jawa
Tengah, dan terus ke timur laut menuju Kalimantan Tenggara.
2. Jalur magma berumur Kapur di bagian utara Pulau Jawa.
3. Jalur subduksi berumur Tersier yang meliputi sepanjang pulau jawa
terletak agak kebagian selatan.
4. Jalur magma berumur Tersier yang menempati punggungan bawah laut di
selatan pulau jawa.
5. Jalur subduksi dan magma berumur kuarter (resen) terletak dibagian
selatan pulau jawa
19
Gambar 2.2 Evolusi Jalur Subduksi dan Jalur Magmatik di Jawa (Sumber: Sujanto dan Sumantri,
1977)
Dari segi tatanan tektonik, Van Bemmelen menyatakan bahwa Pulau Jawa
secara geologi merupakan suatu kompek sejarah penurunan basin, pensesaran
perlipatan dan vulkanisme di bawah pengaruh rezim tekanan yang berbeda dari waktu
ke waktu.
Dalam subbab ini akan dibahas lebih fokus kepada regional daerah penelitian
yang terletak di Kecamatan Langkaplancar dan Parigi Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Pembahasan meliputi aspek Fisiografi/Geomorfologi, Stratigrafi, Struktur Geologi,
dan Sejarah Geologi.
20
2.1.1
Fisiografi Regional
Dari segi aspek fisiografi, Van Bemmelen membagi Jawa bagian barat
21
22
Gambar 2.3 Pembagian Zona Fisiografi Pulau Jawa bagian barat dan posisi relatif daerah penelitian
(Sumber: Van Bemmelen,1949. Sedikit mengalamai modifikasi)
2.1.2
Stratigrafi Regional
Daerah Penelitian termasuk kedalam Peta Geologi Regional Lembar
Karangnunggal (Supriatna, Sarmili, Sudana & Koswara, 1992) serta Peta Geologi
Regional Lembar Pangandaran (Simadjuntak, 1992). Adapun Peta Geologi Regional
Daerah penelitian dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut.
23
Gambar 2.4 Peta Geologi Regional Daerah Penelitian (Modifikasi dari Supriyatna
dkk. (1992) dan Simadjuntak (1992).
24
1. Formasi Jampang
Formasi ini diperkirakan berumur Oliogosen-Miosen yang tersusun
atas breksi aneka bahan, tuff sisipan lava, batupasir, batulanau, dan
batulempung. Di beberapa tempat ditemukan pula lensa batugampig.
Umumnya berwarba kelabu kehitaman, padat, dan keras.
Breksi aneka bahan, berwarna kelabu tua sampai hitam kehijauan,
terpilah buruk, ukuran komponen 0,5-20 cm, bentuk komponen menyudut,
teriri dari andesit, basal, rijang, batugamping, dan tuf hablur yang terkersikkan
dan terpropilitikan. Massa dasar berupa pasir gampingan. Bagian bawahnya
mempunyai perselingan batupasir kelabu dengan struktur perlapisan bersusun.
Tuf, berwarna putih ungu dan biru terang, pejal, terkersikkan, Di
beberapa tempat menunjukkan perlapisan yang baik.
Lava, umumnya berwarna kelabu tua sampai kelabu kehijauan,
bersusunan
andesit
dan
basal,
terkersikkan,
terpropilitkan
dan
25
berwarna
kelabu
dan
coklat
kekuningan,
berkomponen
plagioklas, mineral felsic, piroksen, kalsit, oksida besi dan volcanic glass.
Berlapis baik dengan struktur parallel laminasi atau graded bedding.
Batugamping berwarna kelabu, terdapat banyak urat kalsit atau
aragonite, berlapis baik dengan ketebalan 5-30 cm, terdapat sisipan kalkarenit
dengan ketebalan 3-20 cm.
26
27
Globigerina
peripheroacuta.
Dari
fossi-fossil
tersebut,
28
seperti:
Globorrotalia
acostaensis,
Globigerinoides
29
conglobatus,globigerinoides
immaturus,
globoquadrina
altispira,
Gambar 2.5 Stratigraf Regional Daerah Peneitian menurut bebrapa peneliti terdahulu
30
31
dengan perkiraan memiliki umur Eosen Akhir Oligosen Akhir. Van Bemmelen
menyatakan bahwa pola sunda menyebabkan re-aktivasi sesar-sesar pola meratus.
Pola paling muda adalah pola jawa yang diperkiraan terbentuk setelah pola sunda dan
masih aktif hingga sekarang. Pola ini mengaktifkan kembali pola-pola yang sudah
ada sebelumnya.
Sesar Orde 1
Sesar orde3
Sesar orde 2
Gambar 2.5 Sistem wrench-fault tectonic di pulau jawa (Sumber: Situmorang dkk, 1976)
32
33
Daerah Penelitian
Gambar 2.7 Kelurusan punggungan dan gunungapi serta pola pengaliran sungai di Jawa Bagian Barat
yang diintepretasikan sebagai arah struktur geologi (sesar, lipatan, dan kekar) (sumber: Haryanto,
2013)
Menurut Van Bemmelen (1949), Jalur Pegunungan Selatan Jawa Barat bagian
timur telah mengalami dua kali periode tektonik yaitu: (1) Periode Miosen Pliosen
yang mengakibatkan adanya pengangkatan, perlipatan, dan pensesaran pada batuan
berumur lebih tua dari miosen (2) Periode Pliosen Pleistosen yang mengakibatkan
pengangkatan dan disusul oleh kegiatan gunungapi yang diduga berasal dari Gunung
Cikuray.
2.1.4 Sejarah Geologi Regional
Menurut Van Bemmelen (1949) yang dikutip dalam Ardiansyah (2012),
wilayah pegunungan selatan jawa pada Oligosen-Miosen merupakan suatu cekungan
34
yang tengah membentuk siklus sedimentasi pada lingkungan laut. Adanya kegiatan
tektonik mengakibatkan cekungan ini lambat laun mengalami pengangkatan dan
berhenti pada kala Miosen Tengah. Periode tektonik berikutnya mengakibatkan
batuan yang ada pada cekungan ini mengalami perlipatan sehingga membentuk
antiklinorium besar atau disebut Geantiklin jawa bagian selatan yang di berbagai
tempat mengalami pensesaran. Pada periode Oligosen-Miosen, terjadi pula kegiatan
erupsi gunungapi. Tektonik yang terjadi pada Oligosen_miosen menyebabkan
terjadinya eruspi gunung api bawah lau yang menghasilkan Formasi Jampang.
Menjelang Miosen Awal, terjadi kegiatan gunung api yang berbeda, menghasilkan
perselingan endapan gunungapi berkomposisi dasitan, batuan klastika halus, dan
endapan karbonat.
Pada awal Miosen Tengah, daerah ini stabil. Kegiatan gunungapi mulai
mereda dan batugamping Formasi Kalipucang mulai terbentuk. Pembentukan
Formasi Kalipucang diikuti oleh sedimentasi batuan klastika karbonat dan tuf napalan
Formasi Pamutuan yang berlingkungan laut dangkal dan terbuka. Pada umur ini juga
disertai penerobosan granodiorit dan batuan terlipatkan, sebagian terkersikkan dan
termetamorfkan. Proses tersebut mempengatuhi batuan terutama batuan Formasi
Jampang yang terkloritisasikan, terserisitkan, dan terpropilitkan. Sedangkan
batugamping Formasi Kalipucang sebagian terubah menjadi batu pualam (marmer).
Pada awal Miosen Akhir, Wilayah Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat,
terjadi kegiatan erupsi gunungapi bawah laut yang menghasilkan sedimen klastika
35
periode
Pliosen-Pleistosen,
kegiatan
tektonik
dimulai
dengan
pengangkatan yang terjadi pada Pliosen dan disusul oleh kegiatan gunungapi yang
diduga bersumber dari Gunung Cikuray. Pada periode ini diselingi beberapa kali
kegiatan erupsi gunungapi cukup besar yang mengakibatkan sebagian dari hasil
aktifitas tektonik ini tertimbun. Perlipatan dan pesesaran diduga terjadi setelah itu.
36