Anda di halaman 1dari 319

Rekam Jejak Terengi

Ningsi
Roland Ngeolima
Sutamin Hamzah
Lestari Handayani

Rekam Jejak Terengi


2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan
dan Pemberdayaan Masyarakat
Penulis
Ningsi
Roland Ngeolima
Sutamin Hamzah
Lestari Handayani
Editor
Lestari Handayani
Desain Cover
Agung Dwi Laksono

Cetakan 1, November 2014


Buku ini diterbitkan atas kerjasama
PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN
DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Badan Penelitan dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Jl. Indrapura 17 Surabaya
Telp. 031-3528748, Fax. 031-3528749
dan
LEMBAGA PENERBITAN BALITBANGKES (Anggota IKAPI)
Jl. Percetakan Negara 20 Jakarta
Telepon: 021-4261088; Fax: 021-4243933
e mail: penerbit@litbang.depkes.go.id

ISBN 978-602-1099-07-0
Hak cipta dilindungi undang-undang.
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
dengan cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis
dari penerbit.

ii

Buku seri ini merupakan satu dari dua puluh buku hasil
kegiatan Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2014 di 20 etnik.
Pelaksanaan riset dilakukan oleh tim sesuai Surat Keputusan
Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat Nomor HK.02.04/1/45/2014, tanggal 3 Januari 2014,
dengan susunan tim sebagai berikut:
Pembina

: Kepala Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI.

Penanggung Jawab

: Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan


Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat

Wakil Penanggung Jawab : Dr. dr. Lestari H., MMed (PH)


Ketua Pelaksana

: dr. Tri Juni Angkasawati, MSc

Ketua Tim Teknis

: dra. Suharmiati, M.Si

Anggota Tim Teknis

: drs. Setia Pranata, M.Si


Agung Dwi Laksono, SKM., M.Kes
drg. Made Asri Budisuari, M.Kes
Sugeng Rahanto, MPH., MPHM
dra.Rachmalina S.,MSc. PH
drs. Kasno Dihardjo
Aan Kurniawan, S.Ant
Yunita Fitrianti, S.Ant
Syarifah Nuraini, S.Sos
Sri Handayani, S.Sos

iii

Koordinator wilayah

1. dra. Rachmalina Soerachman, MSc. PH : Kab. Boven Digoel


dan Kab. Asmat
2. dr. Tri Juni Angkasawati, MSc : Kab. Kaimana dan Kab. Teluk
Wondama
3. Sugeng Rahanto, MPH., MPHM : Kab. Aceh Barat, Kab. Kep.
Mentawai
4. drs. Kasno Dihardjo : Kab. Lebak, Kab. Musi Banyuasin
5. Gurendro Putro : Kab. Kapuas, Kab. Landak
6. Dr. dr. Lestari Handayani, MMed (PH) : Kab. Kolaka Utara,
Kab. Boalemo
7. Dr. drg. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes : Kab. Jeneponto, Kab.
Mamuju Utara
8. drg. Made Asri Budisuari, M.Kes : Kab. Sarolangun, Kab.
Indragiri Hilir
9. dr. Betty Roosihermiatie, MSPH., Ph.D : Kab. Sumba Timur.
Kab. Rote Ndao
10. dra. Suharmiati, M.Si : Kab. Buru, Kab. Cirebon

iv

KATA PENGANTAR

Mengapa Riset Etnografi Kesehatan 2014 perlu dilakukan ?


Penyelesaian masalah dan situasi status kesehatan
masyarakat di Indonesia saat ini masih dilandasi dengan
pendekatan logika dan rasional, sehingga masalah kesehatan
menjadi semakin komplek. Disaat pendekatan rasional yang sudah
mentok dalam menangani masalah kesehatan, maka dirasa perlu
dan penting untuk mengangkat kearifan lokal menjadi salah satu
cara untuk menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat. Untuk
itulah maka dilakukan Riset Etnografi sebagai salah satu alternatif
mengungkap berbagai fakta kehidupan sosial masyarakat terkait
kesehatan.
Dengan mempertemukan pandangan rasional dan
indigenous knowledge (kaum humanis) diharapkan akan
menimbulkan kreatifitas dan inovasi untuk mengembangkan caracara pemecahan masalah kesehatan masyarakat. Simbiose ini juga
dapat menimbulkan rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa
kebersamaan (sense of togetherness) dalam menyelesaikan
masalah untuk meningkatkan status kesehatan di Indonesia.
Tulisan dalam buku seri ini merupakan bagian dari 20 buku
seri hasil Riset Etnografi Kesehatan 2014 yang dilaksanakan di
berbagai provinsi di Indonesia. Buku seri ini sangat penting guna
menyingkap kembali dan menggali nilai-nilai yang sudah tertimbun
agar dapat diuji dan dimanfaatkan bagi peningkatan upaya
pelayanan kesehatan dengan memperhatikan kearifan lokal.
Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh informan,
partisipan dan penulis yang berkontribusi dalam penyelesaian buku
seri ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan-Kementerian Kesehatan

RI yang telah memberikan kesempatan pada Pusat Humaniora


untuk melaksanakan Riset Etnografi Kesehatan 2014, sehingga
dapat tersusun beberapa buku seri dari hasil riset ini.

Surabaya, Nopember 2014


Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat
Badan Litbang Kementerian Kesehatan RI.

drg. Agus Suprapto, M.Kes

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR GAMBAR

v
vii
xi
xii
xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


1.2. Tujuan
1.3. Metode

1
11
12

BAB II ASPEK SOSIAL BUDAYA SUKU GORONTALO DI DESA


DULUPI

17

2.1. Sejarah Desa Dulupi


2.2. Geografi dan Kependudukan
2.2.1. Geografi
2.2.2. Kependudukan dan Keadaan Lingkungan Desa Dulupi
2.2.3. Pola Tempat Tinggal
2.3. Sistem Religi
2.3.1. Agama dan Tradisi Adat Istiadat Masyarakat Dulupi
2.3.2. Adat Molubingo
2.3.3. Organisasi Hui Illomata
2.3.4. Kepercayaan Tradisional Masyarakat Dulupi
2.4. Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan
2.4.1. Sistem Sosial dan Sistem Kemasyarakatan
2.4.2. Permasalahan Sosial
2.5. Pengetahuan
2.5.1. Konsep Sehat-Sakit

17
23
23
29
38
47
47
54
59
61
73
73
78
83
83

vii

2.6. Bahasa
2.7. Kesenian
2.8. Mata Pencaharian Hidup
2.8.1. Kondisi Sosial Ekonomi
2.9 Teknologi dan Peralatan

91
93
97
97
108

BAB III POTRET KESEHATAN MASYARAKAT DULUPI

115

3.1. Status Kesehatan Ibu dan Anak


3.1.1. Pra Hamil
3.1.2. Masa Kehamilan
3.1.3. Persalinan oleh Bidan dan Hulango
3.1.4. Masa Nifas
3.1.5. Pemberian ASI Eksklusif dan makanan Tambahan
untuk Anak
3.1.6. Pantangan dan Cara Orang TuaMenjaga Kesehatan
Anak
3.1.7. Penimbangan Bayi dan Balita
3.2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
3.2.1. CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun)
3.2.2. Ketersediaan Jamban dan Fungsinya
3.2.3. Ketersediaan Air Bersih
3.2.4. Tidak Merokok di Dalam Rumah
3.2.5. Pemberantasan Jentik nyamuk
3.3. Budaya Kesehatan Masyarakat Dulupi
3.3.1. Huyula dalam Cermin Kesehatan
3.3.2. Kepercayaan Datangnya Sakit
3.3.3. Tradisi Mongambu Manusia
3.3.4. Sehat untuk Semua
3.4. Ancaman Penyakit Bagi Masyarakat
3.4.1. Kusta
3.4.2. Malaria
3.4.3. TB (Tuberculosis)

115
115
115
127
137
140

viii

146
148
151
151
153
157
160
164
165
165
168
172
173
175
175
179
188

3.5. Sarana Pelayanan Kesehatan


3.6. Perilaku Pencarian Pengobatan (Health Seeking
Behavior)

190
197

BAB IV REKAM JEJAK TERENGI DI DESA DULUPI

201

4.1. Sekilas Tentang Terengi


4.2. Jejak Kasus TB Paru di Desa Dulupi
4.3. Tenaga Kesehatan TB
4.4. Peran Tenaga Kesehatan Menangani Program TB di
Puskesmas Dulupi
4.5. Alat Kesehatan yang Tersedia di Laboratorium TB
4.6. Rumah Penderita TB paru
4.7. Sanitasi Rumah Penderita TB Paru
4.8. Interaksi Sosial Penderita TB Paru
4.9. Terengi atau Penyakit TB Paru Menurut Penderita
4.9.1. Pengetahuan dan Perilaku Penderita TB Paru
4.9.2. Kata Hati Penderita TB Paru
4.9.3. Perilaku Penderita TB Paru
4.9.4. Penderita TB Paru Mendambakan Kesembuhan
4.10. Peran PMO (Pengawas Minum Obat)
4.11. Pengetahuan Tentang Penyebab TB Paru
4.11.1. Akibat Kerja Berat
4.11.2. Perokok dan Mantan Perokok
4.12. Cara Pencegahan
4.13. Pola Pengobatan di Puskesmas Dulupi
4.13.1. Kisah Mantan Penderita TB Paru yang Dinyatakan
Sembuh
4.14. Pola Pengobatan Dengan Cara Swamedikasi
4.15. Pengobatan Tradisional TB Paru (Terengi)
4.15.1. Peran dan Promosi Dukun terhadap Pengobatan
Tradisonal

201
203
206
208

ix

209
210
213
216
221
223
229
231
236
239
241
243
244
246
248
254
257
260
262

4.15.2. Pengobatan Penyakit TB Paru dengan Bahan Obat


Tradisional

267

BAB V KESIMPULAN

279

5.1. Kesimpulan
5.2. Saran

279
282

INDEKS
GLOSARIUM
DAFTAR PUSTAKA

285
291
299

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Nama-nama Camat yang Pernah Menjabat di


Kecamatan Dulupi
Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Masing-masing Dusun di Desa
Dulupi
Tabel 2.3. Luas Lahan di Wilayah Desa Dulupi
Tabel 3.1. Data Malaria di Wilayah Puskesmas Dulupi Tahun
2013-2014
Tabel 3.2. Temuan Jenis Parasit Berdasarkan Desa Tahun
2013-2014 (tri-1)
Tabel 3.3. Jumlah Fasilitas Kesehatan di Wilayah Puskesmas
Dulupi
Tabel 4.1. Data Kasus TB Paru Tahun 2012
Tabel 4.2. Jumlah Penderita di Desa Dulupi Tahun 2013

xi

28
32
98
183
184
192
204
206

DAFTAR GRAFIK

Grafik 3.1 . Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan


Tahun 2013
Grafik 3.2. Cakupan Persalinan oleh Dukun Tahun 2013

xii

128
133

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Nama-nama Mantan Pemimpin Kampung/


Desa Dulupi, Tahun 1864 sampai dengan Tahun 2013
Gambar 2.2. Jembatan Peninggalan Belanda di Wilayah
Kecamatan Dulupi
Gambar 2.3. Peta Provinsi Gorontalo
Gambar 2.4. Peta Wilayah Kabupaten Boalemo
Gambar 2.5. Peta Desa Dulupi
Gambar 2.6. Tugu sebagai Tempat Interaksi Sosial
Masyarakat
Gambar 2.7. Tempat Mandi Warga pada Umumnya di
Dusun Batupotong-Langge-Sambati
Gambar 2.8. Sarana MCK dan Air Minum di Dusun Langge
Gambar 2.9. Bangunan Poskesdes di Dusun Batupotong
yang Belum Difungsikan
Gambar 2.10. Rumah dengan Sebutan Rumah Surabaya
Gambar 2.11. Bentuk Rumah Huruf A.
Gambar 2.12. Ritual Mopolihu Lo Limu
Gambar 2.13. Bahan Adat Mopolihu lo Limau dan
Molubingo
Gambar 2.14. Alat yang Digunakan Saat Ritual Dayango
Gambar 2.15. Bahan yang Digunakan Saat Ritual Dayango
untuk Mengobati Pasien yang Sakit
Gambar 2.16. Huyula pada Saat di Kebun
Gambar 2.17. Alat Pertanian Kopra
Gambar 2.18. Buah Kelapa Siap Dijadikan Kopra
Gambar 2.19. Lahan Jagung Warga Saat Musim Tanam
Gambar 2.20. Merk Racun Rumput yang Digunakan Petani
Jagung
xiii

19
20
25
25
27
31
35
36
38
40
41
56
57
65
66
80
101
101
103
104

Gambar 2.21. Alat yang Digunakan Petani Jagung


Gambar 2.22. Tungku Api (Tempat Masak), Lisung (Alat
untuk Menumbuk Rempah-rempah)
Gambar 2.23. Roda (Gerobak Sapi)
Gambar 3.1. Ramuan Adat Tubolo dan Persiapan Ritualnya
Gambar 3.2. Ritual Adat Tubolo
Gambar 3.3. Model Timbangan Saat Kegiatan Posyandu
Gambar 3.4. Sarana MCK Warga di Desa Dulupi
Gambar 3.5. Sungai sebagai Tempat MCK Warga di Dusun
Langge
Gambar 3.6. Sungai, Air Sumur (Alli), Air Hujan, Sumber Air
Bersih Warga Dulupi
Gambar 3.7. Haulalahe Jenis Rokok Tradisional Para Orang
Tua (Pria) di Desa Dulupi
Gambar 3.8. Akses Jalan di Dusun Sambati dan Langge
Gambar 3.9. Salah Seorang Penderita Kusta
Gambar 4.1. Wadah, Slide Dahak dan Beberapa Botol
Cairan yang Ada di Ruangan Lab. TB Puskesmas
Dulupi.
Gambar 4.2. Tipe Rumah dan Kondisi Kamar Tidur
Penderita TB Paru
Gambar 4.3. Tipe Rumah Papan dan Lampu Botol sebagai
Alat Penerang Malam Hari
Gambar 4.4. Kondisi Rumah Penderita TB Paru.
Gambar 4.5. Tipe Rumah Permanen Penderita TB Paru
Saling Berdekatan
Gambar 4.6. Aktivitas Penderita TB Paru Saat Dikunjungi
Gambar 4.7. Petugas Puskesmas Memberikan Pelayanan di
Puskesmas Dulupi
Gambar 40. Daun Bohito dan Tembakau di Pasar Dulupi
Gambar 41. Penderita TB Merokok dengan Daun Bilalahe
(Enau)
xiv

105
109
111
124
132
150
154
156
159
161
167
177
210

211
212
215
216
219
222
245
245

Gambar 4.10. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Penderita TB


Gambar 42. Obat Anti Tuberculosis yang Sudah Diberi
Nama, Umur Penderita dan Kartu Indentitas Pasien
TB
Gambar 43. Obat-obat Warung yang Sering Dibeli
Masyarakat
Gambar 44. Obat-obat yang Dijual Bebas di Pasar

xv

249
250

258
259

xvi

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Sektor kesehatan merupakan salah satu elemen penting


yang mendasari kemajuan pembangunan suatu bangsa. Ditinjau
dari segala aspek, peran kesehatan menjadi penentu
keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan bahkan
menjadi investasi yang tidak ternilai harganya. Cita-cita UUD
1945 untuk memakmurkan dan mensejahterakan rakyat
Indonesia tentunya akan tercapai jika seluruh penduduknya
sehat, baik secara fisik, mental sosial sehingga mampu dan
produktif (Dinkes Provinsi Gorontalo , 2013).
Kesehatan sangat berperan dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia (SDM) yang merupakan salah satu upaya
untuk mengatasi berbagai masalah. Kesehatan merupakan faktor
yang memberikan konstribusi terhadap Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) yang menyatakan IPM tinggi apabila masyarakat
mempunyai status kesehatan yang baik. Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) merupakan salah satu indikator penting dalam
mengukur tingkat keberhasilan kemajuan pembangunan kualitas
hidup manusia dalam suatu daerah. Dalam menilai derajat
kesehatan masyarakat, digunakan beberapa indikator yang
mencerminkan kondisi mortalitas (kematian), status gizi dan
morbiditas (kesakitan). Derajat kesehatan di Indonesia
digambarkan melalui angka mortalitas, terdiri atas angka
kematian bayi (AKB), angka kematian balita (AKABA), dan angka
1

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

kematian ibu (AKI), angka morbiditas, angka kesakitan beberapa


penyakit serta status gizi balita dan dewasa (Profil Dinkes Kab
Bolaemo, 2013).
Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka kematian Bayi (AKB)
di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan Negara ASEAN
lainnya. Survei Demografi Indonesia (SDKI) 2012 memberikan
data bahwa AKI 359 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB 32 per
1000 kelahiran hidup. Berdasar kesepakatan global MDGs
(Millenium Development Goal) tahun 2000, diharapkan tahun
2015 terjadi penurunan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran
hidup dan AKB menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup. Berbagai
upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dilakukan untuk mengatasi
perbedaan yang sangat besar antara AKI dan AKB di Negara maju
dan di negara berkembang seperti Indonesia.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sangat
menentukan kesehatan individu. Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2010 provinsi dengan persentase tertinggi
rumah tangga yang menggunakan fasilitas buang air besar milik
sendiri adalah Riau sebesar (84,3%), Lampung (80,4%), dan
Kepulauan Bangka Belitung (79,0%), sedangkan terendah adalah
Provinsi Gorontalo (32,1%), Kalimantan Tengah (49,4 %), dan
Maluku Utara (49,6 %) (Kemenkes, 2011).
Salah satu hal yang terkait dengan PHBS adalah perilaku
pembuangan kotoran (feaces dan urine) yang tidak pada
tempatnya. Buang Air Besar (BAB) disembarang tempat sangatlah
berbahaya, karena akan memudahkan penyebaran penyakit baik
lewat udara, air dan lalat.
Situasi derajat kesehatan masyarakat di Provinsi
Gorontalo tahun 2012 masih belum mencapai target yang
diharapkan, terbukti angka kematian ibu (AKI), Angka Kematian
Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA) masih tinggi dan
status gizi masyarakat yang rendah. Penyebab tingginya indikator
2

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

utama bidang kesehatan tersebut sangat beragam, seperti faktor


dari individu, lingkungan masyarakat, ekonomi, sosial budaya
maupun program-program pemerintah yang ditujukan untuk
masyarakat (Profil Dinkes Provinsi Gorontalo, 2013).
Berdasarkan rangking Indeks Pembangunan Kesehatan
Masyarakat (IPKM) tahun 2007, kabupaten yang memiliki IPKM
rendah berada di Kabupaten Boalemo yaitu urutan 411 kategori
(KaA) masuk dalam urutan 10 dari 20 kabupaten di Indonesia.
Namun tahun 2009 IPM Provinsi Gorontalo mengalami
peningkatan yaitu 69,79% (2009) dan tahun 2010 meningkat
70,28%.
Human Development Index (HDI) adalah ukuran
keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa yang dilihat
dari parameter pembangunan ekonomi, kesehatan dan
pendidikan yang berarti Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
tinggi dapat dicapai apabila masyarakat mempunyai status
ekonomi, kesehatan dan pendidikan yang baik. Kesehatan
merupakan faktor penentu dalam pencapaian IPM karena
kesehatan merupakan faktor yang memberikan konstribusi besar
sehingga lemahnya sektor kesehatan berakibat terhadap
peningkatan atau penurunan capaian IPM di Provinsi Gorontalo
maupun Indonesia (Profil Dinkes Prov Gorontalo, 2013).
Masih tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi,
balita, kejadian penyakit menular dan tidak menular serta status
kurang gizi menjadi indikator atau gambaran bahwa
sesunggunnya derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten
Boalemo masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan angka
kesakitan (mortalitas) AKB (angka kematian bayi) sebelum
mencapai usia 1 tahun di Kabupaten Boalemo tahun 2011 adalah
18,7/1000 kelahiran hidup, kemudian meningkat di tahun 2012
adalah 31,3/1000 kelahiran hidup. Ini menunjukan angka
kematian bayi meningkat pada tahun sebelumnya, sedangkan
3

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

target MDGS tahun 2015 di mana AKB sebesar 17/1000 kelahiran


hidup (Profil Dinkes Kab Boalemo, 2013).
Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang
meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun pada tahun 2012
adalah 3,5/1000 kelahiran hidup atau 9 balita mati dari 2.556
kelahiran hidup. Target MDGS 2012 adalah 10/1000 kelahiran
hidup. Jumlah kematian bayi 965 bayi, anak balita 9 orang dan
balita 89 orang. Angka kematian yang dilaporkan belum dapat
menggambarkan AKB/AKABA yang sebenarnya dari populasi
(Profil Dinkes Kabupaten Boalemo).
Kematian Ibu sepanjang tahun 2011 ada 9 kematian,
begitu pula tahun 2012 ada 4 kematian dari 2.556 kelahiran
hidup (AKI 157/100.000 kelahiran hidup). Target Indonesia tahun
2012 adalah 118/100.000 kelahiran hidup. Hal ini menunjukan
bahwa AKI di Kabupaten Boalemo mengalami penurunan yang
signifikan. Jumlah kematian ibu tertinggi berada di wilayah
Puskesmas Dulupi dengan penyebab pendarahan dan infeksi.
Selain AKI, AKB dan AKABA yang masih menjadi masalah
kesehatan di Kabupaten Boalemo, penyakit menular ikut
berperan dalam menurunkan derajat kesehatan masyarakat di
Indoensia. Salah satu penyakit menular yang menjadi perhatian
dan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia maupun
diberbagai belahan dunia adalah Tuberkulosis (TBC) paru.
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang
kejadiannya paling tinggi dijumpai di India sebanyak 1,5 juta
orang, urutan kedua di Cina 2 juta orang dan di Indonesia urutan
ketiga dengan penderita 583.000 orang. Tuberkulosis adalah
penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil)
yang di kenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis.
Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak
penderita yang mengandung basil tuberculosis paru. Tingkat
prevalensi penderita TBC di Indonesi diperkirakan sebesar 289
4

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

per 100 ribu penduduk dan insidensi sebesar 189 per 100.000
penduduk dan insidensi sebesar 189 per 100.000 penduduk,
bahkan 27 dari 1.000 penduduk terancam meninggal
(http//gejalapenyakit tuberculosis.com).
Penyakit TBC mulai merebak dan meluas setelah tahun
1985, saat HIV/AIDS mulai dikenal dan diketahui menyebar di
masyarakat. HIV/AIDS adalah penyakit yang mengganggu sistem
kekebalan tubuh, sehingga tubuh mudah terserang penyakit dan
tidak mampu melawan kuman yang jinak sekalipun. Kuman yang
biasanya menjadi sahabat manusia pun dapat berbalik menjadi
musuh pada orang yang terinfeksi HIV/ AIDS. TBC juga lebih
mudah menyerang orang dengan kekebalan tubuh lemah lainnya,
seperti penyandang diabetes, lansia, bayi dan anak-anak.
Penderita penyakit kronik, kanker, minum obat-obatan steroid
atau pencegah reaksi transplantasi, dan kekurangan gizi
(malnutrisi) juga rentan tertular. Pada orang-orang ini, kontak
lama dan dekat dengan penderita TBC dapat segera membuat
mereka tertular dan biasanya lebih sulit diobati.
Prevalensi nasional Tuberkulosis Paru (berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan responden) adalah
0,99%. Sebanyak 17 Provinsi mempunyai prevelansi nasional
yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, DKI
Jakarta, Jawa Tengah, Di Yogyakarta, Banten, Nusa Tenggara
Barat, NTT, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua.
(MediaKom, Edisi XV, Desember, 2008)
Hasil survei Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
menggambarkan kasus TB paru yang terdeteksi secara nasional
tahun 2012 periode Juni di Provinsi Gorontalo menduduki
peringkat 3 dengan presentase 43,40. Sedangkan menurut
Indikator Sehat 2010 mengharapkan angka kesembuhan TB Paru
tahun 2010-2015 mencapai 85%. Persentase TB Paru sembuh
5

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

pada tahun 2012 Provinsi Gorontalo mencapai 868 kasus atau


sebanyak 63,36%. Angka Penemuan Kasus meskipun sempat
mengalami fluktuasi, tapi sejak tahun 2009 angka penemuan
kasus baru TB BTA + terus meningkat tahun 2011 dari angka
79,6% menjadi 84,5% (Profil Dinkes Prov Gorontalo, 2013).
Kabupaten Boalemo merupakan salah satu Kabupaten
yang memiliki kasus TB Paru cukup tinggi dibandingkan dengan
kabupaten lain yang ada di wilayah Provinsi Gorontalo.
Berdasarkan profil Dinkes Provinsi Gorontalo tahun 2012
menunjukkan, kasus TB Paru di Kabupaten Boalemo baik kasus
baru dan lama berjumlah 431 orang atau 326,3/100.000
penduduk yang tersebar di 11 wilayah Puskesmas, salah satunya
adalah wilayah Puskesmas Dulupi.
Jumlah kasus TB Paru berada di wilayah Puskesmas Dulupi
tahun 2012 prevalensi 197/100.000 penduduk atau 15 penderita.
Jumlah kasus di wilayah Puskesmas Dulupi lebih sedikit dibanding
dengan Wilayah Puskesmas Paguyaman 67 penderita atau
438/100.000 penduduk, namun wilayah Puskesmas Dulupi masih
cukup bermasalah kesehatan baik AKI, AKB, AKABA, penyakit
menular dan penyakit tidak menular lainnya.
Penelitian etnografi kesehatan terkait dengan AKI, AKB
dan AKABA telah dilakukan di Kabupaten Pohuwato tahun 2012.
Hasil penelitian di Kabupaten Pohuwato desa Imbodu
menunjukkan masih banyaknya masyarakat melakukan
pengobatan ke Hulango (dukun) yang sangat dipecaya dalam
menyembuhkan penyakit serta ibu hamil lebih percaya pada
Hulango baik dalam hal perawatan selama kehamilan sampai
proses persalinan (Srihandayani dkk, 2012).
Wilayah Puskesmas Dulupi dipilih berdasarkan data dan
informasi dari penentu kebijakan kesehatan di Dinas Kesehatan
Kabupaten Boalemo, di mana kasus penyakit menular masih
cukup tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
6

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

di Kabupaten Boalemo. Selain itu, masih kurangnya data terkait


dengan budaya/tradisi menyangkut perilaku, kepercayaan dan
pengetahuan yang dapat mempengaruhi status kesehatan
individu/masyarakat khususnya penyakit menular seperti
tuberculosis, hal ini sangat menarik untuk di analisis dan dapat
dijadikan sebagai bahan rujukan program kesehatan dalam
memberantas penyakit menular di wilayah Kabupaten Boalemo.
Semakin disadari bahwa budaya tidak bisa diabaikan
dalam mempengaruhi status kesehatan masyarakat, karena itu
riset tentang budaya kesehatan masyarakat dalam upaya
peningkatan status kesehatan sangatlah penting untuk dilakukan.
Konsekuensi logis harus disadari bahwa keanekaragamannya
budaya yang ada di wilayah Indonesia memerlukan pemahaman
yang cermat untuk setiap daerah dengan etnis yang ada di
wilayah tersebut. Pemahaman budaya secara spesifik, dengan
menggali kearifan lokal akan dapat digunakan sebagai strategi
upaya kesehatan dengan tepat secara lokal spesifik.
Masalah kesehatan tidak terlepas dari faktor-faktor sosial
budaya dan lingkungan di dalam masyarakat di mana mereka
berada. Faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti
konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan
sebab-akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan
dan pengetahuan tentang kesehatan, dapat membawa dampak
positif maupun negatif terhadap kesehatan. Faktor tersebut
merupakan potensi dan kendala yang perlu digali.
Penelitian terkait dengan kejadian tuberkulosis masih
sangat jarang dilakukan khususnya menyangkut budaya
masyarakat terkait dengan penyakit ini. Selain penyakit menular
seperti TB paru, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
gambaran secara holistik aspek sejarah, geografis, dan sosial
budaya terkait dengan kesehatan masyarakat.

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Kearifan lokal masyarakat yang masih menjadi budaya


merupakan fenomena tersendiri yang belum termakan arus
modernisasi saat ini. Budaya masyarakat yang menjadi ciri khas
pola kehidupan, dan yang telah menjadi tradisi turun temurun,
memiliki potensi yang besar untuk mempengaruhi kesehatan
baik dari sisi negatif maupun positif. Memahami status kesehatan
masyarakat berdasarkan budaya merupakan salah satu upaya
meningkatkan status kesehatan itu sendiri.
Dapat
dikatakan
bahwa
kebudayaan
dapat
mempengaruhi seluruh pola hidup manusia khususnya terkait
dengan kesehatan dan penyakit. Goodenough (Casson, 1981)
mengemukakan kebudayaan adalah suatu sistem kognitif- suatu
sistem yang terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, dan nilai-nilai
yang berada dalam pikiran anggota-anggota individual
masyarakat. Kebudayaan menurut pandangan ini berada dalam
tatanan kenyataan ideasional atau kebudayaan merupakan
perlengkapan mental yang oleh anggota-anggota masyarakat
dipergunakan dalam proses orientasi, transaksi, pertemuan,
perumusan gagasan, penggolongan, dan penafsiran perilaku
sosial nyata dalam masyarakat (Kalangie , 1993).
Dalam setiap masyarakat etnik dapat dijumpai tiga sistem
atau sumber pelayanan atau perawatan kesehatan, yaitu sistem
keprofesionalan, sistem tradisional atau keprametraan, dan
sistem kerumahtanggaan. Dalam konteks Indonesia, sistem
profesional adalah pelayanan dan perawatan kesehatan melalui
pranata-pranata medis modern yang ditangani oleh dokter dan
paramedik, sedangkan keprametraan diberikan oleh praktisipraktisi medis tradisional dengan berpegang pada kepercayaan,
pengetahuan, serta praktek pencegahan dari penyakit serta
pengobatan yang diperoleh dalam pewarisan tradisi dari generasi
ke generasi dalam bentuk-bentuk personalitik atau naturalistik,
atau kedua-duanya (Kalangie N., 1993).
8

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Dalam perawatan kesehatan rumah tangga khusus


masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan, masih
mengandalkan pengobatan tradisional, adapula perawatan
kesehatan dengan membeli obat secara bebas di apotek, kios
atau warung. Kenyataan menunjukkan beberapa kelompok
masyarakat menggabungkan dua metode pengobatan baik
secara medis modern dan tradisional.
Pada masa lalu, pengetahuan masyarakat tentang
kesehatan masih belum berkembang, sehingga kebudayaan
memaksa masyarakat untuk menggunakan teknik pengobatan
tradisional, dalam menyembuhkan penyakit ataupun menjaga
kesehatan, meskipun belum ada yang dapat membuktikan
apakah pengobatan tradisional tersebut dapat menyembuhkan
penyakit. Unsur-unsur dalam pengobatan tradisional tentunya di
pengaruhi oleh kebudayaan suatu masyarakat itu.
Selain itu pula masalah kesehatan masyarakat pada
dasarnya menyangkut dua aspek utama. Pertama adalah aspek
fisik, seperti tersedianya sarana kesehatan dan pengobatan
penyakit, sedangkan aspek kedua adalah aspek non-fisik yang
menyangkut perilaku kesehatan. Faktor perilaku mempunyai
pengaruh yang besar terhadap status kesehatan individu maupun
masyarakat (Sarwono, 2004).
Perlunya memahami konsep akan budaya masyarakat
terkait dengan kesehatan dan penyakit. Sehat tidak sekedar
dilihat dari aspek penampilan fisik, fisiologis, fungsi sosial, akan
tetapi juga aspek yang dapat memberikan pengaruh pada kondisi
kesehatan individu seperti pengetahuan, sikap, persepsi dan
perilaku masyarakat yang dikondisikan dengan pola budaya yang
sangat perlu untuk diketahui, dan bagaimana upaya-upaya
masyarakat dalam pencegahan penyakit (Boedihartono dalam
Masinambow, 1997).

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Kemudian, harus disadari bahwa individu dari kelompok


masyarakat berbeda dapat mengganggap dirinya sehat sekalipun
sebenarnya tidak sehat, atau sebaliknya dapat menganggap
dirinya sakit sekalipun sebenarnya hasil pemeriksaan kedokteran
sama sekali tidak sakit. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan
konsep hidup masyarakat yang berbeda, sehingga tidak
mengherankan jika ada anggota masyarakat yang teridentifikasi
penyakit masih dapat bergerak dan menjalankan aktivitas
sosialnya tanpa merasa sakit, sedangkan dipihak masyarakat lain,
ataupun petugas kesehatan, dianggap sebagai beban yang
memerlukan penanganan cepat. Perbedaan terjadi karena sakit
dan sehat adalah konsep yang diciptakan oleh masyarakat dan
tidak lepas dari persepsi masyarakat yang dikondisikan oleh
kebudayaan dan pola perilaku yang dipelajari (Boedihartono,
1997).
Kenyataan yang ada pada masyarakat di Desa Dulupi
Kabupaten Boalemo terkait dengan kesehatan adalah, keadaan
ekonomi dan kepercayaan tradisional dalam hal pengobatan
menjadi hal yang paling dominan dan merupakan salah satu
kendala dalam pengambilan keputusan terhadap perawatan
kesehatan, khususnya perawatan dengan menggunakan fasilitas
kesehatan. Dapat dianalogikan yang mampu bertindak cepat,
sementara yang kurang mampu bertindak lambat, yang mampu
segera bergerak dan yang kurang mampu bergerak segera.
Dengan analogi ini membuktikan bahwa faktor ekonomi sangat
berpengaruh terhadap status kesehatan individu/masyarakat.
Salah satu faktor penting yang merupakan permasalahan
dalam pencapaian sasaran program kesehatan yaitu kebijakan
kesehatan yang masih dalam level kuratif (pengobatan). Kondisi
ini sangat bertentangan dengan paradigma sehat yang lebih
mengutamakan terbangunnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya hidup sehat, sehingga upaya peningkatan status
10

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

kesehatan lebih ditujukan untuk peningkatan promotif dan


preventif. Upaya ini perlu dikedepankan melihat masih banyak
masyarakat yang belum memiliki pengetahuan yang
komprehensif mengenai pola hidup yang sehat, pencegahan
penyakit maupun menghindari risiko kematian yang disebabkan
oleh kesehatan.
Ditinjau dari segala aspek, peran kesehatan menjadi
penentu keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan
kesehatan bahkan menjadi investasi yang tidak ternilai harganya.
Cita-cita UUD 1945 untuk memakmurkan dan mensejahterakan
rakyat Indonesia tentunya akan tercapai jika seluruh
penduduknya sehat, baik secara fisik, mental sosial sehingga
mampu dan produktif. Tujuan dan cita-cita pemerintah bisa
bertepuk sebelah tangan, tidak seiring dengan apa yang terjadi di
kalangan masyarakat yang masih memegang nilai-nilai dan
kepercayaan tradisional dalam menjaga kesehatan dan
penyembuhan penyakit (Profil Dinkes Prov. Gorontalo, 2013).
Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat
mengkaji aspek sosial budaya masyarakat di Desa Dulupi terkait
dengan kejadian TB Paru, serta dapat memberikan masukan
kepada penentu kebijakan kesehatan baik di tingkat pusat
maupun di daerah. Pelayanan kesehatan bukan hanya
menyangkut kuratif, promotif dan preventif, melainkan lebih
memahami apa yang menjadi keinginan dan kendala yang sering
dihadapi masyarakat sehingga enggan untuk menggunakan
pelayanan fasilitas kesehatan.
1.2. Tujuan
Buku ini bertujuan untuk menggambarkan secara holistik
aspek sosial budaya terkait kesehatan masyarakat. Gambaran
secara menyeluruh tentang aspek kesehatan masyarakat seperti
11

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

data tentang kesehatan ibu dan anak, PHBS, penyakit menular


dan tidak menular, dan aspek sosial budaya lainnya terkait
dengan sejarah, geogarfi, kepercayaan, pengetahuan masyarakat
ditampilkan, sedangkan permasalahan TB Paru menjadi fokus
pendalaman kajian pada masyarakat di Desa Dulupi Kabupaten
Boalemo.
1.3. Metode
Riset Etnografi Kesehatan (REK) dilakukan di Desa Dulupi
Kecamatan Dulupi Kabupaten Boalemo Propinsi Gorontalo,
selama dua bulan yaitu pada bulan Mei sampai Juli tahun 2014.
Penentuan Kabupaten Boalemo sebagai lokasi penelitian
berdasarkan hasil analisis data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas
2007) yang menunjukan IPKM di Kabupaten Boalemo urutan ke
10 dari 20 Kabupaten di Indonesia, dengan kategori kabupaten
bermasalah kesehatan miskin (KaA) dengan rangking IPKM 411.
Dasar Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan data
kasus penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di wilayah Kabupaten Boalemo yaitu dipilih kasus TB
Paru di Wilayah Puskesmas Dulupi Desa Dulupi. Serta beberapa
masalah kesehatan lainnya seperti kesehatan ibu dan anak, PHBS
dan penyakit tidak menular, yang semuanya akan digambarkan
secara keseluruhan dalam buku ini.
Riset ini didisain sebagai riset khusus kesehatan nasional
denga disain eksploratif dengan metode etnografi. Dalam
metode etnografi, peneliti langsung terjun ke lapangan mencari
data melalui informan. Menurut Spradley (1997) etnografi adalah
suatu kebudayaan yang mempelajari kebudayaan lain, etnografi
merupakan suatu bangunan pengetahuan yang meliputi teknik
penelitian, teori etnografi dan berbagai macam deskriptif
kebudayaan. Etnografi berulangkali bermakna untuk membangun
12

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

suatu pengertian yang sistematik mengenai semua kebudayaan


manusia dan perspektif orang yang telah mempelajari
kebudayaan itu. Tujuan utama etnografi adalah memahami suatu
pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli,
sebagaimana pandangan Malinowski (1922) dalam Spradley
1997, bahwa tujuan etnografi adalah memahami sudut pandang
penduduk asli, hubungannya dengan kehidupan, untuk
mendapatkan pandangannya mengenai dunianya.
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini, yakni deskripsi tentang aspek sosial
budaya terkait dengan masalah kesehatan masyarakat
khsususnya terkait dengan TB Paru, maka penelitian ini dirancang
sebagai penelitian kualitatif etnografi. Pemaparan data dilakukan
secara deskriptif dalam bentuk narasi dan sistematis mengenai
fakta-fakta yang ditemukan selama penelitian berlangsung.
Data dikumpulkan sesuai dengan masalah dan tujuan
penelitian melalui pengamatan dan wawancara mendalam.
Populasi penelitian adalah seluruh masyarakat di Desa
Dulupi. Teknik pengambilan secara Purpossive Sampling yaitu
sengaja memilih informan yang dianggap dapat memberikan
informasi mengenai keadaan sosial budaya dan gambaran terkait
dengan permasalahan kesehatan masyarakat.
Warga desa adalah sasaran pengamatan dan wawancara
mendalam dilakukan terhadap informan yang terdiri dari remaja,
ibu rumah tangga yang sedang atau pernah hamil dan bersalin,
suami, anggota keluarga lainnya. Pengamatan dan wawancara
mendalam juga dilakukan pada penderita atau mantan penderita
yang pernah didiagnosis TB Paru dan informan terkait dengan
penyakit menular lainnya serta penyakit tidak menular lainnya.
Gambaran tentang pola pencarian pengobatan juga
ditampilkan sehingga sasaran pengamatan juga dilakukan
terhadappetugas kesehatan Puskesmas dan jaringannya,
13

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

pengobat tradisional seperti dukun atau pengobatan alternatif


lainnya, dan pengobatan sendiri yang dilakukan di tingkat rumah
tangga.
Tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, kades
(kepala desa), kadus (kepala dusun) serta masyarakat biasa yang
dapat memberikan informasi baik budaya maupun kesehatan
masyarakat pada umumya merupakan bagian dari sosial
masyarakat yang diamati di Desa Dulupi.
Pengamatan atau observasi dilakukan untuk memperoleh
gambaran secara utuh dan menyeluruh tentang aspek sosial
budaya terkait dengan kondisi geografi, kebiasaan/pola hidup
masyarakat, dan fenomena kesehatan masyarakat. Pengamatan
di lingkungan sekitar pemukiman warga melengkapi kegiatan
observasi.
Wawancara mendalam (indepth Interview) dilakukan
dengan tujuan menjaring data tentang pendapat dan pandangan
informan terkait dengan permasalahan dan tujuan penelitian.
Wawancara dilakukan menggunakan pedoman pengumpulan
data riset etnografi kesehatan. Dilakukan pencatatan hasil
wawancara dan merekam suara informan.
Kajian pustaka atau bahan dokumen lain dilakukan guna
memperkaya dan memperluas wawasan dan pengetahuan
peneliti tentang objek atau masalah yang akan dikaji dalam
penelitian ini. Kajian pustaka atau dokumen lainnya di peroleh
dari bahan bacaan atau referensi dan profil Dinkes Kabupaten
Boalemo dan Puskesmas Dulupi, serta gambar atau foto hasil
pemotretan dan pengambilan video yang diperoleh di lokasi
penelitian
Semua data yang dikumpulkan mempunyai nilai penting.
Data yang berhasil dikumpulkan baik data primer dan sekunder
selama penelitian ini berlangsung, dianalisis dengan

14

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

menggunakan teknik kualitatif deksriptif. Penelitian ini bersifat


kualitatif, sehingga tidak dilakukan pengujian hipotesis

15

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

16

BAB 2
ASPEK SOSIAL BUDAYA
ETNIK GORONTALO DI DESA DULUPI

2.1. Sejarah Desa Dulupi


Pada zaman dahulu sebelum Hindia Belanda, Desa Dulupi
belum mempunyai nama yang resmi, karena waktu itu wilayah ini
masih diselubungi oleh hutan dan pohon-pohonan. Di dalam
hutan tersebut terdapat macam-macam pohon yang disebut
pohon mangiti yang getahnya dapat digunakan sebagai air tinta
atau tinta jaman dahulu.
Menurut kisah dan sejarah, terbentuknya Desa Dulupi
sekitar tahun 1782, berawal dari datangnya orang-orang dari
Boalemo Sulawesi Tengah yakni keturunan Raja Hurumani yang
asalnya dari daerah Duluwo Limo Lopohalaa, yang sekarang ini
disebut Dua Lima Pohalaa Gorontalo. Pada waktu itu Raja
Hurumani tidak mendapat tempat atau kedudukan di Duluwo
Limo Lopohalaa Gorontalo yang saat ini termasuk dalam
kampung Tenda seperti Suwawa Bulano, Huwango Botu, Tenilo
dan Sabua. Melihat hal ini raja Hurumani merantau dan pindah
ke Boalemo dengan menggunakan perahu kecil. Setelah
beberapa tahun lamanya di Boalemo maka raja Hurumani kawin
dengan seorang wanita yang bernama Nurumani dan dikaruniai
beberapa orang anak yang diantaranya adalah Palowa.
Nama Boalemo berasal dari sebuah lemon yang hanyut dan
terdampar di salah satu tempat, yang buahnya sangat harum
17

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

maka raja Hurumani berangkat bersama anaknya dengan maksud


mencari pohon lemon dengan menggunakan perahu. Dalam
pencarian sekian lama mereka melihat sebuah pantai yang
sangat indah sehingga tergugah hati mereka untuk singgah
pertama kali di daratan, ternyata pantai itu adalah pantai Dulupi
yang saat ini berada di dusun Batu Potong.
Perjalanan yang jauh membuat Raja Hurunami dan
anaknya, berniat untuk sementara tinggal beberapa lama di
tempat pemukiman pinggiran pantai tersebut. Akhirnya daerah
tersebut dibuka dan makin lama makin diperluas, sehingga
disebut dengan Dulu Pilih (kampung pilihan raja). Menelusuri
asalnya buah lemon maka raja Hurumani meneruskan perjalanan
ke Tilambuta (Tilamuta) dan Tulo-Tulo (Tutulo). Pohon lemon
yang di telusuri ternyata ditemukan mulai dari Tangkobu sampai
dengan Salilama (Mananggu).
Pada tahun 1820 raja Palowa (anak Hurumani)
memperluas daerahnya ke Tabongo, Paria, Bualo, Olingia, Dulupi
Hulu dan sebahagian Pangi serta menentukan pertengahan
wilayahnya yaitu Olingia Kotaraja. Pada tahun 1864 terbentuklah
pemerintahan yang diakui oleh masyarakat dan perkampungan
tersebut dipimpin oleh Tahele Matowa. Beliau mulai mengatur
penghidupan orang terutama dibidang tanah, pertanian dan
kepercayaan.
Menjelang pemerintahan Jepang sekitar tahun 1942
sampai 1945, pada waktu itu Jepang kalah, mulai tersiarlah nama
Duluh Pilih lalu diperbaiki menjadi Dulupi. Wilayah Dulupi duku
sangat luas, maka desa-desa lain seperti Olingia Kotaraja, Dulupi
Hulu yang sekarang disebut Polohungo dan Pangi terpisah
dengan Desa Dulupi.
Sebagai bukti nyata adalah sebuah jembatan peninggalan
Belanda yang menghubungkan antara Dulupi Kotara dan
Polohungo. Nama jembatan tersebut adalah Hulude Seni. Pada
18

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

tahun 1936 muluslah pemerintahan di kampung Dulupi dan


tahun 1974 kampung ini menjadi sebuah desa dengan nama
Dulupi (Sumber: Arsip desa dan hasil wawancara dengan toma
setempat).
Nama-nama mantan kepala desa dan masa jabatannya
tertera dalam gambar yang ditampilkan di bawah ini.

Gambar 2.1.
Nama-nama mantan pemimpin kampung/Desa Dulupi,
mulai tahun 1864-2013 sekarang
Sumber: Arsip Desa

Salah satu peninggalan Belanda yang memiliki sejarah


adalah sebuah Jembatan yang terletak di dekat jalan trans yang
menghubungkan antara desa Polohungo dengan Kotaraja,
Tabongo dan Desa Dulupi.

19

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Gambar 2.2.
Jembatan Peninggalan Belanda di Wilayah Kecamatan Dulupi
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Sejarah merupakan hal yang sangat penting untuk


diketahui, menurut Boas, kehidupan yang tampak pada suatu
masyarakat, adalah sebagai akibat di masa lalu telah terjadi suatu
peristiwa tertentu yang mungkin tak terduga, dengan kata lain
bahwa pemahaman atas suatu kebudayaan hanya dipahami
sebagai suatu perkembangan dalam sejarah. Penjelasan
rangkaian peristiwa unik dan keterkaitan dengan kondisi suatu
kebudayaan pada masa kini, diperlukan interferensi suatu teori.
Dapat dibayangkan, alangkah sukarnya merekonstruksi suatu
peristiwa unik di masa lalu tanpa ada bahan dokumen yang
menceritakan suatu interaksi spesifik seseorang dalam
masyarakatnya di masa lalu (Poerwanto, 2000).

20

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Masing-masing dusun yang ada di Desa Dulupi memiliki


sejarah. Ada enam (6) dusun yang memiliki cerita berbeda-beda
seperti diuraikan sebagai berikut.
Dusun satu (1) adalah dusun Jambura yaitu, bermula dari
adanya sebuah pohon jambura yang sifatnya angker, secara
kebetulan tumbuh di sebuah rawa kecil dekat sebuah lapangan
sepak bola bernama lapangan jambura. Sehingga orang-orang
tua dulu yang tinggal di dusun Jambura menamakannya Dusun
Jambura. Kepala kampung yang pertama menjabat di dusun ini
adalah bapak Abdulah Hamsah yang menjabat mulai tahun 1920
sampai dengan tahun 1960. Kebiasan yang sering dilakukan oleh
warga dusun Jambura sampai saat ini adalah kegiatan kerja bakti
setiap hari jumat.
Dusun dua (2) adalah dusun Teratai yang nama awalnya
bernama Malahu. Karena orang-orang tua dulu atau tokoh-tokoh
masyarakat di dusun tersebut mengatakan bahwa Malahu bukan
dari bahasa Indonesia, kemudian pada tahun 1961-1962 diganti
dalam bahasa Indonesia dengan sebutan Teratai, yang berasal
dari salah satu danau yang banyak ditumbuhi bunga Teratai.
Dusun tiga (3) adalah dusun Sambati, terletak 5 Km dari
arah desa induk Dulupi, dapat ditempuh 30 menit dengan
menggunakan sepeda motor melalui jalan bebatuan tidak
beraspal. Dusun sambati merupakan dusun ke 3 yang letaknya
paling jauh dari dusun-dusun lainnya yang ada di Desa Dulupi.
Sambati yang artinya tempatku dari data yang kami dapatkan
bahwa dusun Sambati menurut cerita orang tua dulu adalah
tempat tinggalnya Lati Moohe (setan yang paling ganas). Konon
dulunya dusun Sambati merupakan hutan belantara yang banyak
ditumbuhi pohon-pohon besar sebagai tempat warga untuk
mencari kayu bakar, namun ada pula yang membuka lahan
pertanian. Menurut informan RK bahwa saat mengambil kayu,
warga selalu dihantui dengan setan penjaga hutan. Ada
21

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

kepercayaan bahwa dalam hutan ada penjaganya atau disebut


dengan mahluk halus. Tahun 1961 namanya diganti menjadi
Sambatiu atau tempat tinggalku. Selanjutnya berubah nama
menjadi Sambati. Dulunya nama seorang kepala dusun atau
pemimpin desa di sebut jegugu.
Dusun empat (4) adalah dusun Batu Potong, dusun yang
sangat dekat dari areal pantai dan letaknya cukup dekat dari arah
desa induk Desa Dulupi. Menurut sejarahnya dulunya ada sebuah
batu yang menghalangi aliran air sungai, kemudian masyarakat
membongkar batu tersebut, sehingga jalan air bisa terbuka.
Menurut sejarah dulunya dusun batu potong dihuni oleh orang
Mangginano artinya orang jahat yang suka membunuh orang
yang melewati kawasan itu, sehingga ada warga yang meninggal
bernama Oli Haji.
Kemudian tahun 1960 muncul seorang yang bernama
Timbi Dai, datang untuk mengusir orang Mangginano. Sebelum
Timbi Dai meninggal, beliau berpesan jika mati nanti agar dikubur
di gunung Batu Potong yang ada kaitan dengan Oli Haji. Gunung
tersebut berada di kawasan dusun Langge. Beliau dikuburkan di
kaki gunung, akan tetapi tujuh hari setelah dimakamkan,
kuburan Timbi Dai tersebut sudah berpindah berada di atas
gunung Haidu Bandera artinya gunung bendera. Warga Dulupi
kemudian menyebutnya dengan kuburan Aulia yang dianggap
keramat. Penamaan tersebut timbul terkait adanya cerita bahwa
kuburan tiba-tiba pindah sendiri tanpa ada yang memindahkan.
Masih ada warga yang percaya bahwa kuburan Aulia
dapat mendatangkan kebaikan. Jika kampung mereka kena
musibah, maka mereka akan menziarahi kuburan tersebut.
Seiring dengan waktu, kebiasaan tersebut lambat laun mulai
berkurang, karena warga mulai menyadari bahwa apa yang
mereka lakukan dapat mendatangkan kesyirikan kepada Tuhan.

22

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Sampai saat ini Kuburan Aulia tersebut masih dianggap angker


sehingga ditandai dengan sebuah bendera.
Dusun lima (5) adalah dusun Langge, menurut sejarahnya
dusun Langge berasal dari salah satu nama seorang kakek atau
biasa disebut dengan opa, yang kebiasaan hari-harinya bekerja
sebagai petani sagu dan meramu sagu. Dulunya dusun Langge
banyak sekali ditumbuhi pohon sagu, maka secara spontan opa
tersebut dipanggil dengan sebutan opa sagu atau biasa disebut
dengan labia, seperti juga sebutan nama salah satu sungai di
dusun Langge yaitu Sungai Labia. Selain itu menurut informan RL
bahwa dulunya dusun Langge banyak sekali ditumbuhi pohon
nangka hingga sampai sekarang menyebutnya dengan Langge
artinya nangka. Kepala dusun yang pertama menjabat adalah
bapak Marice Nasaru pada tahun 1971.
Dulunya warga dusun Langge hanya menggunakan lampu
botol (Tohe Butulu), namun sejak awal tahun 2013 sudah
menggunakan lampu listrik PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga
Surya). Penduduk harus membayar biaya listrik sesuai
kesepakatan dengan setoran iuran perbulan untuk setiap rumah
yang menggunakan PLTS sebesar Rp. 15.000,-.
Dusun enam (6) adalah dusun Huwata, salah satu dusun
yang dekat dari areal pantai. Dusun ini merupakan pecahan
dusun Jambura. Huwata dalam bahasa Gorontalo, berarti tempat
tambatan perahu/tempat bersandarnya perahu.
2.2. Geografi dan Kependudukan
2.2.1 Geografi
Kabupaten Boalemo dibentuk pada tanggal 12 Oktober
1999 dengan ibu kota Tilamuta, merupakan kabupaten hasil
pemekaran Kabupaten Gorontalo. Pada waktu diresmikan
sebagai kabupaten yang mandiri, Kabupaten Boalemo terdiri atas
23

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

5 kecamatan yaitu Marisa, Paguat, Paguyaman dan Popayato dan


Tilamuta, dengan 95 desa dan luas 6.761,67 km2. Jumlah
penduduk adalah 190.279 jiwa pada tahun 1999, dengan tingkat
kepadatan pendududuk 28,14 jiwa/km2 (id.wikipedia.org/wiki/
kabupatenBoalemo).
Pada tahun 2001 beberapa kecamatan di Kabupaten
Boalemo dimekarkan sehingga jumlah kecamatan yang semula
hanya 5, kini menjadi 10 kecamatan dengan tambahan 5
kecamatan baru yaitu Dulupi (pecahan dari Tilamuta), Lemito
(pecahan dari Popayato), Mananggu (pecahan dari Paguat),
Randangan (pecahan dari Marisa) dan Wonosari (pecahan dari
Paguyaman). Pada tahun 2003 Kabupaten Boalemo dimekarkan
menjadi dua kabupaten yaitu, Boalemo dengan ibu kota Tilamuta
(induk) dan Pohuwato dengan ibu kota Marisa (hasil pemekaran).
Lima kecamatan yaitu Dulupi, Mananggu, Paguyaman,
Paguyaman Pantai, Tilamuta dan Wonosari masuk dalam wilayah
Kabupaten Boalemo. Sedangan lima kecamatan lainnya yaitu
Lemito, Marisa, Paguat, Popayato dan Randangan masuk dalam
wilayah Kabupaten Pohuwato.
Akibat pemekaran tahun 2003, Kabupaten Boalemo yang
semula mencakup wilayah dengan luas 6.761,67 km2, menciut
menjadi 2.517,36 km2. Kabupaten Boalemo memiliki 7
kecamatan yaitu Botumoito dengan ibukota Tutulo, Dulupi
dengan ibukota Dulupi, Mananggu dengan ibukota Tabulo,
Paguyaman, Paguyaman Pantai dan Tilamuta sebagai Ibukota
Kabupaten (mydulupi.wordpress.com.kab-Boalemo).
Keadaan geografis Kabupaten Bolemo terdiri dari daerah
pegunungan, pertanian dan pesisir pantai. Kabupaten Boalemo
terletak 0,27-1,01 Lintang Utara dan 121,23-122,44 Bujur Timur
dengan batas-batas wilayah sebelah Utara berbatasan dengan
Laut Sulawesi, sebelah Timur masih berbatasan dengan
Kabupaten Gorontalo, sebelah selatan berbatasan dengan Teluk
24

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Tomini, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pohuwato.


http://www.depnakertrans.go.id/microsite/KTM/uploads/PAWO
NSARI.pdf).

Gambar 2.3.
Peta Provinsi Gorontalo
Sumber: www.gorontaloprov.go.id

Gambar 2.4.
Peta wilayah Kabupaten Boalemo
Sumber: www.boalemokab.go.id

25

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Berdasarkan status hutan, wilayah Kabupaten Bolaemo


terdiri atas hutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan
produksi tetap, dan kawasan areal penggunaan lain.
Dengan adanya transmigran di Kabupaten Boalemo
menjadikan jumlah penduduk terus mengalami peningkatan,
seperti Etnik Jawa dan Bali yang berada di Kecamatan Paguyaman
dan Wonosari. Program pemerintah daerah Kabupaten Boalemo
yang saat ini dipadukan dengan pengembangan kawasan
transmigran diantaranya adalah :
1) Pengembangan agropolitan berbasis jagung
2) Pengembangan tanaman jarak sebagai bahan baku
biodiesel
3) Reboisasi hutan sebagai daerah resapan untuk mengganti
pemanfaatan kayu dan pembanfaatn sumber daya alam
secara optimal
4) Peningkatan kemampuan petani agar memiliki daya saing
berproduksi dengan memanfaatkan potensi pertanian
5) Intensifikasi dan ekstensifikasi areal persawahan dengan
memanfaatkan pengairan dari irigasi Paguyaman.
Salah satu kecamatan yang masuk dalam wilayah
Kabupaten Boalemo adalah Kecamatan Dulupi, terbagi menjadi 8
desa dengan ibukota kecamatan berada di Desa Dulupi. Masingmasing wilayah administrasi terbagi-bagi menjadi beberapa
wilayah administrasi yaitu dusun. Status hukum semua desa di
Dulupi sudah tergolong desa definitif. Desa-desa yang merupakan
bagian dari kecamatan Dulupi adalah Desa Dulupi, Pangi, Tangga
Jaya, Polohungo, Kotaraja, Tabongo, Tanah Putih, dan Tangga
Barito. Desa yang sangat berdekatan dengan Desa Dulupi adalah
desa Tabongo dan Kotaraja. Ibukota Kecamatan Dulupi menuju
ke Desa Dulupi dapat dicapai melalui transportasi darat baik dari
arah ibu kota Provinsi Gorontalo maupun dari ibu kota
26

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Kabupaten Boalemo- Tilamuta, dengan jarak 160 km dari arah


kota Gorontalo dan 40 km dari arah kota Tilamuta. Perjalanan
dari arah kota Gorontalo menuju Desa Dulupi bisa ditempuh
dengan waktu 4 jam, sedangkan dari ibukota kabupaten Boalemo
Tilamuta dapat ditempuh dengan waktu 50 menit.
Posisi Desa Dulupi sebagai lokasi penelitian tidak akan
nampak dari kawasan jalan trans Sulawesi. Letak Desa Dulupi
berada pada bagian dalam dekat pada kawasan pantai dan areal
pegunungan. Jarak Desa Dulupi dari jalan trans Sulawesi 10 km,
desa pertama yang akan dilewati sebelum memasuki Desa
Dulupi adalah Desa Kotaraja dan Desa Tabongo. Di bawah ini
adalah gambar peta Desa Dulupi.
Sebutan pemimpin yang sementara menjabat ataupun
mantan pejabat disebut dengan Ayahanda, dan istri seorang
pemimpin atau mantan pemimpin desa disebut dengan Bunda.
Peran ayahanda dan bundaria memberikan pengaruh yang
sangat besar terhadap kemajuan desa. Mereka sangat disegani
dan dihormati oleh warga. Setiap kegiatan terkait dengan
pembangunan atau aktifitas sosial desa selalu melibatkan peran
dari ayahanda.

Gambar 2.5.
Peta Desa Dulupi

Sumber: Kantor Desa Dulupi

27

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Berikut daftar nama mantan camat yang pernah menjabat


di Kecamatan Dulupi. Berikut nama-nama camat yang pernah
menjabat di Kecamatan Dulupi.
Tabel 2.1.

Nama-nama Camat yang Pernah Menjabat di Kecamatan


Dulupi

Nama

Lama Bertugas

1.

Mahyudin Ahmad, SP

31 Desember 2001/01 Mei 2003

2.

Sumardi Kamumu

02 Mei 2003 / 19 April 2005

3.

Abu Bakar Nahu

20 April 2005 /30 Maret 2006

4.

Abdul Wahid Lahuo

01 April 2006 / 01 April 2007

5.

Mursalin Saidi

02 April 2007 / 01 Mei 2008

6.

Nurdin Jaini. S.Pd

02 Mei 2008 / 01 Januari 2010

7.

Drs. Hidayat Lamsu

02 Januari 2010 / 7 Maret 2012

8.

Dorci Pauweni S. Sos

08 Maret 2012 / 31 Desember 2013

9.

Abd Mutalib Mursai, S.Pd

01 Januari 2014 / sekarang

Sumber: Profil Kecamatan Dulupi 2013

Luas wilayah Kecamatan Dulupi secara keseluruhan


adalah 326,3 km2, jika dibandingkan dengan wilayah Kabupaten
Boalemo luas wilayah kecamatan ini sebesar 14,18%. Wilayah
Kecamatan Dulupi memiliki topografi yang bervariasi. Ketinggian
rata-rata wilayah adalah 101 m di atas permukaan laut (BPS Kab.
Bualemo Tahun 2013).
Luas wilayah Desa Dulupi adalah 41,77 km dengan
ketinggian 15 m di atas permukaan laut. Sebagian dusun-dusun
yang masuk dalam wilayah Desa Dulupi berada dekat dari areal
pegunungan seperti Dusun Langge dan Sambati, sedangkan
Dusun Teratai, Huwatta, Batupotong dan Jambura dekat areal
pinggiran pantai.
Suhu Kecamatan Dulupi bisa dikategorikan sama dengan
wilayah Kecamatan Paguyaman Pantai dan Wonosari. Kategori
28

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

iklim Oldeman tipe E1, curah hujan rata-rata tahunan 1.508 mm,
curah hujan rata-rata bulanan 160,50 mm, suhu harian rata-rata
26,50 C, suhu maksimum 27,10 C (bulan Juni), suhu minimum
25,80 C (bulan Desember-Januari), kelembaban minimum 75,9%
(www.selayang pandang. kab Boalemo).
2.2.2. Kependudukan dan Keadaan Lingkungan Desa Dulupi
Awal cerita Desa Dulupi dimulai dari 150 tahun yang lalu
pada waktu itu masih oayuwa (hutan belantara), rimbun dan
warna hijaunya pohon yang melintang luas di desa kecil ini,
penghuninya masih dapat dihitung dengan jari. Setiap kehidupan
terus berputar mengikuti perkembangan jaman, namun adat dan
budaya masyarakatnya masih belum berubah. Kekayaan alam
masih nampak dan jarang tersentuh dengan keragaman
modernisasi disaat sekarang ini, terbayang desa ini dahulu kala
tentunya nampak asri nan indah.
Perjalanan menuju Desa Dulupi dari arah Kota Gorontalo
dapat ditempuh selama 3 jam 20 menit dengan jarak tempuh
160 Km melalui jalan Trans Sulawesi. Antrian kendaraan yang
panjang sepanjang 20 km lebih menjadi perhatian peneliti,
dengan kondisi jalan yang rusak, berdebu akibat perbaikan,
pelebaran jalur sisi kiri dan kanan bahu jalan.
Sesampai di ibu kota Kabupaten Boalemo maka yang akan
kita akan melihat jembatan dengan konstruksi besi meruncing
menjulang tinggi yang di bagian atas bertuliskan Selamat
Datang di Kabupaten Boalemo, menyambut setiap kendaraan
yang melewatinya. Sebutan khas untuk Kabupaten Boalemo
adalah kota idaman yang merupakan slogan Kabupaten
Boalemo, singkatan dari Indah, Damai, Amanah, Mandiri, Agamis
dan Nyaman. Udara kota Boalemo terasa panas di bulan Mei-Juli
2014 saat penelitian dilaksanakan.
29

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Mobil angkutan umum dalam kota tampak hilir mudik


mengangkut penumpang. Tepat di persimpangan jalan yang
ditandai dengan papan arah penunjuk jalan ke Kecamatan Dulupi
mulai terdengar suara dari Sopir yang memberitahukan bahwa
Bolo Ngopee ma maso to kambungu Dulupi (Tinggal dekat
masuk di Desa Dulupi). Keberadaan mobil asing menjadi
perhatian beberapa warga yang sedang duduk di degu-degu
(tempat duduk depan rumah) disertai percakapan kecil diantara
mereka.
Memasuki wilayah Desa Dulupi kita akan menjumpai
pertama adalah desa Kotaraja, Tabongo, dengan kondisi jalan
yang berbelok-berbelok beraspal dan sedikit jalan yang rusak
berlubang, akibat seringnya hujan di wilayah tersebut. Di setiap
pinggiran jalan menuju desa ini akan nampak terlihat kebun
jagung dan kelapa serta rumah-rumah warga tepat di pinggiran
jalan. Tidak banyak kendaraan yang lewat hanya ada satu dua
sepeda motor dan bentor (becak motor), banyaknya pepohonan
dan jarak rumah penduduk yang letaknya berjauhan membuat
pemandangan begitu hijau dipandang mata, kendaraan
tradisional pedati/roda yang menggunakan tenaga sapi masih
digunakan oleh segelintir warga untuk memuat hasil bumi
mereka.
Desa yang di kenal dengan sebuah tempat yang di sebut
Sudut Indah, dan tepat di desa Induk Dulupi akan kita jumpai
Tugu yang berada di tengah-tengah jalan perempatan desa. Di
sekitar Tugu biasanya digunakan warga untuk berkumpul
khususnya anak-anak muda. Di sisi kanan jalan terdapat satu
bangunan Poskamling tepat di jalan perempatan Desa Dulupi.
Poskamling dan tugu sebagai tempat persinggahan dan
dilakukannya interaksi sosial antar sesama masyarakat yang
berada di tempat itu.

30

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Gambar 2.6.
Tugu sebagai Tempat Interaksi Sosial Masyarakat
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Jumlah penduduk Kecamatan Dulupi tahun 2013 adalah


16.620 jiwa, terdiri dari laki-laki 8.409 jiwa dan perempuan 8.211
jiwa. Rasio jenis kelamin penduduk Kecamatan Dulupi adalah
102, berarti bahwa untuk setiap 100 penduduk perempuan
terdapat 102 penduduk laki-laki, atau dapat dikatakan jumlah
penduduk wanita di Dulupi lebih sedikit daripada jumlah
penduduk laki-laki. Kepadatan penduduk terbanyak berada di
Desa Tanah Putih dengan 110 orang per km2. Sedangkan wilayah
dengan kepadatan penduduk terkecil adalah Desa Tangga Barito
yaitu hanya 26 orang per km2 .
Berdasarkan data BPS Kabupaten Boalemo jumlah
penduduk Desa Dulupi tahun 2013 adalah 3.849 jiwa, terdiri dari
laki-laki 1893 jiwa dan perempuan 1956 jiwa. Jumlah KK (kepala
keluarga) 1.191 dengan jumlah rumah 847 buah dalam bentuk
rumah permanen, semi permanen, dan sebagian pula rumah

31

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

warga terbuat dari papan kayu. Berikut tabel dari jumlah


penduduk di masing-masing dusun di Desa Dulupi.
Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Masing-Masing Dusun di Desa Dulupi
Desa

Dulupi

Dusun
I (Teratai)
II (Jambura)
III (Sambati)
IV (Batu
Potong)
V (Langge)
VI (Huata)

Jumlah

Jumlah
Penduduk

Berdasarkan
Jenis Kelamin

657
799
526
1024

L
283
391
280
506

P
374
408
246
518

425
418
3849

222
211
1893

203
207
1956

Jmh
KK

Jumlah
Rumah

233
235
143
345

205
193
107
165

117
118
1191

82
95
847

Sumber: Kantor Desa Dulupi

Dari Tabel 2.2 nampak dusun yang terbanyak


penduduknya adalah Dusun Batupotong dengan jumlah
penduduk 1024 jiwa dengan jumlah 345 KK (kepala keluarga).
Tahun ke tahun kondisi pemukiman warga mulai berubah, Desa
Dulupi yang dulunya ditutupi oleh hutan dan perkebunan ladang
tradisional (allengi) sudah berubah. Kondisi saat ini telah banyak
warga yang tinggal di Desa Dulupi, ada juga pendatang yang
sudah cukup lama tinggal di desa ini. Rumah penduduk tertata
rapi berada tepat di pinggiran jalan, dan jika kita ke arah Dusun
Langge dan Sambati akan kita jumpai beberapa lahan
perkebunan warga seperti jagung dan kelapa. Hal itu
diungkapkan oleh salah satu tokoh masyarakat ABJ sebagai
berikut :
Dulu sebelum ada jalan sekarang ini jalan ke Dulupi
masih hutan, kalau mo (mau) ke Tilamuta harus jalan
kaki biasa juga naik kuda atau sapi, baru lewat koala
(sungai) sampai berapa kali penyeberangan, ada juga
32

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

yang naik perahu, rumah-rumah waktu jaman dulu


berjauhan yang ada hanya hutan dengan kebunnya
orang, dulu masih rumah panggung, pake atap ombullo
(atap dari daun nibong), daunnya lebar kalau ada acara
pesta cuma itu yang dipake ba atap, habis ombullo baru
pindah di atap dari daun kelapa orang sini bilang
watoppo.

Ungkapan informan bisa menjadi salah satu contoh


bahwa setiap desa memiliki sejarah dan lambat laun berkembang
mengikuti jamannya dan secara administrasi akan berubah.
Budaya setiap masyarakat tidak pernah bersifat statis semua
masyarakat/kebudayaan mempunyai dinamika (berubah).
Perubahan terjadi karena adanya interaksi sosial dan interaksi
sosial terjadi karena adanya kontak sosial dan komunikasi.
Perubahan sosial dan budaya akan mengalami dinamika
mengikuti pola pengetahuan masyarakat tentang apa yang dilihat
dirasakan dan di amati, dan secara lambat laun kehidupan sosial
dan budaya masyarakat akan berubah.
Desa Dulupi terdiri dari 6 dusun yaitu Dusun Sambati,
Langge, Jambura, Huatta, Batupotong dan Teratai. Dusun yang
dekat dari areal pantai adalah Dusun Batupotong, Teratai,
Jambura dan Huatta, sedangkan dusun yang dekat dengan areal
perkebunan dan pegunungan adalah dusun Langge dan Sambati.
Klasifikasi kondisi fisik bangunan rumah masyarakat di
Desa Dulupi umumnya permanen ada pula yang semi permanen.
Rata-rata penduduk sudah memiliki sarana MCK (mandi cuci
kakus) di rumah masing-masing, namun beberapa dusun yang
ada di wilayah Desa Dulupi seperti Dusun Langge, Sambati dan
Batupotong sebagian besar warganya tidak mempunyai jamban
keluarga. Beberapa sarana MCK telah dibangun melalui dana
PNPM (program nasional pemberdayaan masyarakat) tahun
2010, namun masih banyak masyarakat yang mempunyai
33

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

kebiasaan mandi, mencuci dan buang air besar di sungai. Hasil


observasi seperti di Dusun Batupotong, ada sarana MCK namun
tidak layak lagi digunakan karena keadaan WC umum tersebut
tidak terawat kebersihannya dengan baik, sehingga banyak warga
di dusun Batupotong mengambil alternatif lain dengan istilah
WC putar artinya buang air besar dipinggir pantai sambil
pindah-pindah tempat. Beberapa kutipan hasil wawancara
dengan beberapa informan di Dusun Batupotong, dusun yang
dekat dari areal pantai sebagai berikut :
Ada wc dibelakang rumah, cuman tidak ta urus baku
harap bakase bersih, tapi torang semua jaga berak disitu,
kalau antrian baru lari ka pinggir pantai, biasa orang
bilang sini wc putar,he,,,he,,he, kalau untuk mandi
disumur, so ada juga air PAM.
WC putar itu maksudnya pindah-pindah kalau beol
dipinggir pantai, kalau waktu BAB pagi dengan siang
BAB di dalam plastik baru plastiknya sambil diputarputar baru dibuang ke laut, sengaja di buang supaya
orang tidak lihat.

Berikut penuturan informan HRY sebagai berikut:


Torang pe tampa berak cuman di pinggir laut di bawah
pohon bakau, soalnya WC umum kotor, biasa orang
berak dorang tidak siram, kalau berak siang digaruk
pasirnya ditutup dengan pasir itu kotoran, kalau malam
tidak ada karena sudah terbawa air laut, kalau mo cebo
pigi di sumur milik tetangga, tidak bacebo dengan air
laut, juga sumur sini rasanya asin jadi cuma mo pake
mandi dengan bacuci.

Salah satu tempat mandi dan mencuci (cebok) setelah


selesai BAB (buang air besar)warga dusun Batupotong, adalah
pinggiran pantai sebagai alernatif untuk buang air besar seperti
tampak pada gambar 2.7.
34

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Gambar 2.7.
Tempat Mandi Warga pada Umumnya di Dusun Batupotong -Langge-Sambati
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Berbagai macam cerita beberapa informan yang tinggal di


Dusun Batupotong tentang perilaku masyarakat. Sebagian warga
yang lebih senang BAB (buang air besar) di pinggiran pantai,
adapula yang BAB di WC umum, dan jika WC nya kotor ataupun
antrian lama mereka lari ke pinggiran pantai. Beberapa sumur
warga khususnya yang sangat dekat dari pinggiran pantai airnya
sangat asin, meskipun asin ada beberapa informan yang masih
tetap menggunakannya. Selain itu warga yang tinggal di Dusun
Langge memiliki kebiasaan mandi mencuci, buang air besar di
sungai dan mengambil air pada sumur kecil yang biasa disebut
dengan Alli. Berikut gambar aktifitas warga di dusun Langge saat
mandi di sungai.
Sejak tahun 2013 beberapa rumah warga di dusun
Batupotong sudah mendapatkan air dari sumber air PAM, namun
tidak keseluruhan rumah warga terpasang kran air tergantung
pemesanan warga. Adapula sistem patungan antar tetangga atau
35

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

kerabat, jika salah satu kerabat dekat rumah yang memasang


kran air PAM sedangkan rumah disampingnya tidak memasang,
maka dalam sistem pembayaran dibagi dua. Setiap pemakaian 10
kubik air PAM biasanya dibayar dengan harga Rp. 38.000,- jika 30
kubik dengan harga Rp. 70.000,-. Kebiasaan warga di Dusun
Batupotong, jika air PAM tidak mengalir mereka dengan terpaksa
mandi dan mencuci menggunakan air sumur yang asin.

Gambar 2.8.
Sarana MCK dan Air Minum di Dusun Langge
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Hampir sebagian besar masyarakat di Desa Dulupi dalam


hal kebutuhan air minum rata-rata mengkonsumsi air minum isi
ulang dengan harga per galon Rp. 3.000,- dan jika sistem antar
harganya Rp. 5.000,- sampai Rp. 6.000,-/galon tergantung jarak
rumah, semakin jauh semakin mahal.
Khusus warga yang tinggal di ibukota Desa Dulupi rata-rata
sudah memiliki jamban keluarga untuk keperluan BAB, mandi
dan mencuci rata-rata menggunakan air sumur. Khusus warga
yang tinggal di Dusun Langge untuk keperluan MCK sebagian
besar masih menggunakan sumber air sungai. Sungai Labia
menjadi salah satu tempat aktifitas warga Dusun Langge dalam
36

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

keperluan BAB, mandi, mencuci pakaian dan mencuci hewan


ternak seperti sapi.
Selain dusun Langge dan Batupotong, peneliti juga fokus
disalah satu dusun yaitu Dusun Sambati yang memiliki luas 20-25
km2. Jalan ke arah dusun penuh dengan tikungan dengan sedikit
menanjak, jalan belum beraspal sama dengan kondisi jalan di
Dusun Langge, sehingga jika musim hujan jalan menuju ke dusun
ini sulit untuk dilewati. Sarana air yang tersedia adalah sumur
umum, dan rata-rata warga yang tinggal di dusun Langge dan
Sambati memiliki kebiasaan menampung air hujan jika datangnya
hujan lebat.
Sarana kesehatan yang ada di wilayah Kecamatan Dulupi Desa Dulupi adalah satu bangunan Puskesmas yang dibangun
tahun 2004. Puskesmas induk ini sebelumnya adalah pustu
(Puskesmas pembantu) yang masuk dalam wilayah kecamatan
Tilamuta. Terdapat dua unit bangunan pustu di Dusun Sambati
dan Langge serta 1 bangunan poskesdes (Pondok Kesehatan
Desa) terdapat di Dusun Batupotong. Sarana kesehatan seperti
pustu dan poskesdes untuk saat ini hanya digunakan pada saat
kegiatan Posyandu dan pengobatan gratis. Petugas kesehatan
yang dulunya ditugaskan di Pustu Sambati, saat ini telah
dipindahkan ke Puskesmas Dulupi. Selain kurangnya sarana yang
memadai seperti air dan lampu, petugas tersebut dipindahkan
karena keterbatasan tenaga kesehatan yang masih sangat minim.
Semenjak tahun 2013 perawat yang ditugaskan di Pustu
Sambati telah dipindahkan di Puskesmas Dulupi menjadi
bendahara. Poskesdes yang dibangun tahun 2012 yang berada di
Dusun Batupotong, sampai saat ini belum difungsikan karena
fasilitas poskesdes tersebut belum lengkap seperti tidak ada
sarana air bersih dan lampu penerangan.
Sampai saat ini Poskesdes yang dibangun oleh PNPM
tahun 2009 terletak di Dusun Batupotong, belum dapat
37

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

difungsikan, alasan salah satunya adalah tidak tersedianya


sarana pendukung seperti lampu dan air. Kondisi tersebut
menyebabkan petugas belum bersedia tinggal di poskesdes ini,
didukung pula oleh kepercayaan masyarakat bahwa poskesdes ini
angker karena dekat dari rawa-rawa, khususnya bagi ibu yang
melahirkan mempercayai bahwa melahirkan di poskesdes akan
sangat mengganggu ibu saat proses melahirkan.

Gambar 2.9.
Bangunan Poskesdes di Dusun Batupotong yang Belum Difungsikan
Sumber: Dokumentasi Peneliti

2.2.3. Pola Tempat Tinggal


Rumah merupakan salah satu kebutuhan primer karena
merupakan tempat tinggal dan berteduh manusia. Seiring
dengan berjalan waktu dan perkembangan jaman, bentuk
perumahan mengalami perubahan. Pada jaman purba manusia
hidup berkelompok dan tinggal dalam gua, kemudian mendirikan
rumah tempat tinggal di atas dan bawah pohon yang terletak di
hutan-hutan. Kadang manusia jaman dulu hidup berpindah38

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

pindah tempat demi mencari makan, sistem kekeluargaan masih


dipertahankan.
Alur hidup manusia terus berputar mengikuti
perkembangan jaman, dengan adanya interaksi sosial dan
masuknya budaya baru, seiring itupula pola tempat tinggal
manusia akan mengikuti perkembangan jaman. Sejak jaman
dahulu manusia telah mencoba mendesain rumahnya, dengan
ide mereka masing-masing yang dengan sendirinya berdasarkan
kebudayaan masyarakat setempat dan membangun rumah
mereka dengan bahan yang ada di sekitar lingkungan alamnya,
tetapi kadang desainnya masih mewarisi kebudayaan generasi
sebelumnya (Notoatmodjo, 2011).
Selain model rumah yang mengalami perubahan, bentuk
pemukiman warga ikut berubah. Dulunya jumlah penduduk Desa
Dulupi masih sangat sedikit, jarak antara rumah satu dengan yang
lainnya masih berjauhan, mereka hidup di areal perkebunan, hutan dan
sungai. Sebelum masuknya model bangunan baru, bentuk pemukiman
warga yang tinggal di Desa Dulupi masih dalam bentuk rumah papan
dengan atap dari daun nibong daunnya lebar biasa disebut ombullo.
Ahirnya lambat laun dibuat dari daun kelapa yang biasa disebut
watoopo. Seperti ungkapan salah satu tokoh masyarakat.
Dulu Dulupi ini masih hutan, kebun-kebun jalan-jalan
masih kecil, biasa mau pigi (pergi) di kota Tilamuta mo
naik perahu, menyebrang sungai ada juga jalan kaki
biasa juga pakai kuda atau sapi. Rumah dulu atapnya
dari daun nibong, kalau untuk acara-acar pesta pakau
daun nibong daunnya lebar biasa disebut ombullo.
Ahirnya lambat laun dibuat dari daun kelapa yang biasa
disebut watoopo, kemudian sekarang atap dengan seng,
tergantung dari ekonomi orang kalau dia mampu pakai
atap seng.

Bentuk perumahan yang ada di Desa Dulupi terdiri dari dua


model yaitu model Surabaya dan model huruf A. Bentuk rumah
39

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

tersebut sejak dulu sudah ada di Desa Dulupi. Bentuk rumah


Surabaya berbentuk rumah permanen dengan atap seng, model
jendela berukir dengan desain warna putih. Sedangkan bentuk
rumah warga dengan model huruf A, berbentuk rumah papan
dan semi permanen yaitu setengah bagian rumah sudah dibeton
dan setengahnya masih menggunakan papan, dengan atap
rumbia dan seng. Bentuk rumah yang umumnya ada di Desa
Dulupi dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.10.
Rumah dengan Sebutan Rumah Surabaya
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Rumah Surabaya bentuk jendela terbuat dari papan


dengan lubang angin berbentuk seperti ukiran dengan lubanglubang kecil. Beberapa Informan memberikan penjelasan singkat
tentang ukuran dan bentuk pola bangunan rumah, berikut
pernyataannya,
Dimulai dari galian pondasi 50 cm ke bawah sekalian
dengan selopnya. Ukuran rumah berdiri 5 x 7 yang terdiri
dari 2 kamar, 1 ruang tamu wc dan dapur dibagian
belakang masing-masing 1 buah. Paling banyak
40

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

masyarakat di sini membuat rumah seperti itu. Dan tidak


ada pengaruhnya dengan kesehatan kalau sudah
dibangun rumah.

Gambar 2.11.
Bentuk Rumah Huruf A
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Informan menjelaskan pula model-model rumah yang


paling banyak di Desa Dulupi, berikut ungkapan informan:
Di Dulupi, paling banyak rumah model A yang tinggi
tiang rajanya 2 meter dan model Surabaya yang tiang
rajanya 2,25 meter. Ukuran dari bagian-bagian rumah
Kamar tamu 2,5 x 2,25 meter, Kamar besar 3 x 2,5,
Kamar mandi 1,5 x 2, WC 1,5 x 2,5, Dapur 4 x 7, Pintu
lebar 80cm dan tinggi 180cm.Sekarang sudah banyak
macam model sehingga ukurannya pun di tambah.
Tetapi hampir semua masih tetap sama modelnya .

Luas rumah bervariasi ada yang besar namun ada pula


yang kecil. Berikut penjelasan informan tentang luas rumah,
Dulu ada yang 6 x 4, 4 x 5, 5 x 7 sekarang sudah ada
yang 15 x 8 sampai 20 x 9 kalau yang model A 6 meter
sebaliknya yang model Surabaya 4 setengah meter.
41

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Bahan yang digunakan untuk membangun rumah pada


saat dulu adalah kapur, batang kelapa dengan panjang 5 m, kayu
ukuran (lata) 5x5 dengan panjang 4m. Lantai terbuat dari semen
atau istilah lantai semen, dan ada sebagian rumah warga yang
sudah ditekel. Atap terbuat dari seng dan daun rumbia (katu).
Tradisi masyarakat saat pindah ke rumah baru dengan
istilah pobotula lo tahuuwo liyo (naik rumah pertama bagi tuan
rumah). Pertama dengan membaca doa yang dilakukan oleh
seorang imam. Bahan yang harus disiapkan adalah buah pisang
yang digunakan saat pembacaan doa, dan buah pisang yang
digantung di atas tiang raja rumah, parutan kelapa, tapisan beras,
jagung (milu) dan beberapa jenis kue seperti cucur dan baje dan
lain-lain.
Rumah di daerah pedesaan, sudah barang tentu
disesuaikan dengan kondisi sosial budaya pedesaan misalnya
bahannya, bentuk, arah menghadap rumah. Rata-rata posisi
rumah warga di Desa Dulupi menghadap jalan dan berjajar di
sepanjang tepi jalan dan di belakang rumah terdapat kebunkebun tradisional, kandang ayam, genangan-genangan air,
tempat pembuangan sampah.
Ada beberapa lahan pekarangan rumah warga masih
nampak luas, di samping perumahan warga ada beberapa tempat
pembakaran kelapa (kopra), pekarangan di hiasi dengan bungabunga seperti bunga puring, polohungo (bunga adat), pinang, dan
beberapa tanaman buah seperti mangga, pisang, nangka dan
pohon kelapa. Letak rumah satu dengan yang lainnya saling
berdekatan adakalanya mereka adalah satu kerabat. Antara
rumah satu dengan yang lainnya ada yang menggunakan
pembatas seperti pagar yang terbuat dari kayu biasa disebut
dengan papan pagar ada pula yang tidak menggunakan
pembatas. Ada cara yang dilakukan oleh beberapa warga untuk
menandai batas kepemilikan lahan yaitu, dengan menanam
42

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

pohon pisang atau kelapa sebagai tanda atau batas pekarangan


rumah.
Hampir sebagian besar warga khususnya yang tinggal di
Dusun Sambati dan Langge tidak membuat pagar rumah, karena
bagi mereka tetangga sudah merupakan kerabat dekat yang
masing-masing sudah mengetahui batas pekarangannya. Luas
rumah warga di Desa Dulupi bervariasi tergantung luas tanah,
ada yang membangun sesuai dengan ukuran luas tanah adapula
yang pekarangannya lebih luas dari pada luas rumahnya. Alasan
yang dikemukakan oleh warga yang tidak membuat pagar dan
ukuran rumah yang tidak terlalu luas padahal halaman
pekarangan sangat luas adalah alasan ekonomi. Adapula warga
yang ekonominya mampu mereka sengaja membuat pagar dari
beton dan rumah yang lebih bagus dan luas.
Rumah warga di Desa Dulupi yang dibangun secara
permanen, semi permanen atau yang hanya terbuat dari papan,
semua tidak terlepas dari kondisi sosial ekonomi warga.
Bangunan rumah permanen membutuhkan dana sangat besar,
sehingga banyak kita jumpai bentuk rumah papan dan semi
permanen khususnya yang tinggal di Dusun Sambati, Langge,
Batupotong.
Letak dusun Sambati dan Langge cukup jauh dari desa
induk Dulupi, jarak antar rumah satu dengan lainnya ada yang
berdekatan adapula yang berjauhan. Bangunan dapur ada yang
hanya terbuat dari papan meskipun rumah induk bersifat
permanen atau semi permanen. Ruang dapur tidak terpisah dari
rumah induk. Menurut salah satu informan tokoh masyarakat,
ada 2 jenis tipe rumah khas Etnik Gorontao yaitu 1) Rumah
Beleseni yaitu rumah untuk kelas atas, bentuk rumah panggung,
atap dari seng, dinding dari bahan kayu papan; 2) Wombohe
yaitu tempat tinggal pondok-pondok kecil dengan atap dari daun

43

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

woka yang disebut Pitate dinding terbuat dari Katu (kayu pohon
enau).
Tata cara pembangunan rumah di Desa Dulupi sebagai
berikut.
1) Peletakan batu pertama pembangunan sebuah rumah di
awali dengan Doa Shalawat.
2) Pembangunan pondasi rumah biasanya dibiayai dengan
menyisihkan uang koin-logam Rp.500,-, 1.000,- atau emas
(anting-anting emas bekas yang tidak terpakai lagi/patah)
atau isi kelapa yang sudah bercampur dengan gula merah
yang di letakan di setiap sudut rumah huk-huk rumah
dengan maksud agar supaya rejeki bisa masuk. Maksud dari
kelapa yang sudah dicampur dengan gula merah tujuannya
adalah, manis dicampur dengan gula merah, manis supaya
semut mendekat, di mana ada gula disitu semut ada.
Artinya rumah memiliki daya tarik orang akan senang
melihatnya.
3) Tiang Raja merupakan tiang utama atau tiang induk rumah
yang posisinya berada di atas bumbungan rumah, atau
penyangga utama atap. Tiang raja tidak boleh sejajar dengan
pintu masuk (pintu depan rumah) atau tepat berada di atas
tengah-tengah pintu karena dapat menyebabkan orang
dalam rumah itu semuanya kurang sehat.
4) Letak kamar wanita diharuskan berada di sebelah kiri pintu
masuk rumah dengan asumsi kiri itu kedudukan
perempuan, sebaliknya letak kamar laki-laki di posisi kanan
yang melambangkan pekerja keras.
5) Pintu utama rumah (pintu depan) harus menghadap ke jalan
6) Setelah pembangunan rumah selesai, sebelum tuan rumah
(pemilik rumah dan keluarga) masuk/tinggal di dalam rumah
tersebut ungkap informan TY:

44

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Malamnya harus ada orang tua datang tidur di dalam


rumah tersebut (orang tua dari keluarga yang bisa
melihat dan merasakan, sendirian) untuk merasakan
adanya roh-roh berupa mimpi, ada aman, ada gangguangangguan.

Jika ada gangguan-gangguan/mimpi buruk tentang rumah


ungkap informan
Tidak bisa buka rahasia, orang tua tidak akan bilang, jika
di beritahukan tuan rumah/pemilik rumah bersama
keluarga tidak akan tinggal di situ.

7) Saat pemilik rumah dan anggota keluarga masuk dan tinggal


di rumah baru tersebut ungkap informan,
Selama satu minggu tidak boleh mo minta-minta di
tetangga supaya tidak jadi pengemis, tidak terus-terus
baminta (tidak boleh meminta apapun di tetangga).

8) Saat membuat selamatan rumah baru, tuan rumah wajib


menyediakan bahan-bahan berupa jagung, kacang yang telah
dikupas dan dimasak, pisang sebanyak satu tandang, kelapa
yang sudah di parut dan kapur di dalam sebuah wadah yang
diletakan/digantungkan di pintu masuk rumah,
Itu merupakan doa selamat seperti nasi tumpeng agar
tetangga atau masyarakat yang datang bisa mencicipi
makanan tersebut.

Bagi seorang laki-laki yang sudah mapan ekonominya dan


cukup untuk membangun rumah, biasanya mereka sudah
memiliki rumah sendiri namun sebagian besar masih tinggal
dengan orang tua atau mertua. Istri mengikuti di mana suami
tinggal kerena belum mempunyai rumah pribadi/rumah sendiri
dengan istilah masih tetap nempel dengan orang tua .
Menurut Informan tokoh masyarakat AN, mantan camat
dan kepala desa yang memimpin desa selama 11 tahun
45

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

menyatakan bahwa mulai tahun 1987 sampai tahun 1998,


tatacara pembangunan sebuah rumah baru dengan aturan, 1)
Pintu depan rumah harus menghadap ke Timur kata orang tua
dulu, ambil sinar pagi supaya sehat sekalian jendela kecil; 2)
Letak kamar menghadap ke bagian utara, letak dapur menghadap
ke barat; 3) Ukuran pintu rumah di ukur dengan telapak tangan
yang diletakan terbuka, rapat/berjejer dengan secara bergantian
diangkat bersilang, jika sejajar telapak tangan itu baik, saat
telapak tangan bersilang itu tidak boleh katanya orang tua tua
dulu nanti lamalama orang itu diborgol.
Dari hasil pengamatan khususnya di Dusun Langge ada
salah satu rumah warga, di mana ruang tamu dan teras dari
rumah informan di hiasi dengan kertas warna-warni (kertas
minyak). Menurut informan bahwa kondisi rumah yang dihiasi
dengan kertas warna warni dapat disimpulkan menandakan
status sosial ekonomi, sebagai tanda/simbol warga yang kurang
mampu. Kertas warna-warni yang diikatkan diantara sudut-sudut
ruangan, hanya sebagai hiasan ruangan yang bagi informan
adalah tanda status sosial ekonomi masyarakat setempat, jika
orang kaya menandakan plafon rumah yang dihiasi dengan
lampu. Hal ini diungkapkan sendiri oleh informan RA sebagai
berikut,
Ini tandanya saya orang miskin kertas warna-warni
(dullu) dibuat dari kertas minyak, yang tergantung di
ruang tamu dan teras itu menandakan status orang
miskin, biasanya banyak di tiap-tiap rumah itu kalau mo
lebaran idul fitri. Kalau orang kaya ada plafon dengan
lampu-lampu yang cantik dalam rumahnya, tv di taruh di
atas buffet .

Hasil observasi, rumah-rumah warga di dusun Langge


sangat sederhana sebagian besar semi permanen, hanya ruang
tamu saja yang berdinding batako, jarang yang menggunakan
46

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

plafon. Jendela tidak tertutup rapat hanya terbuat dari kayu


bentuk memanjang. Terdapat dua kamar keluarga di ruang
tengah, dapur terlihat dari ruang tengah. Dapur masih dalam
kondisi kurang baik, beratap rumbia dinding papan banyak celah
bahkan penghuni rumah bisa kelihatan dari arah luar. Atap dapur
telah hitam karena asap dari tungku masak karena mereka masih
memasak dengan menggunakan tungku (tempat masak
tradisional dari batu) dan kompor gas. Kalau kita mengamati
kondisi bangunan rumah seperti ini bisa memudahkan nyamuk
untuk masuk ke dalam rumah.Seperti ungkapan informan tokoh
masyarakat RA,
Disini rata-rata rumah banyak bolong-bolong apalagi
jendela, jarang yang kaca, pakai plafon, paling banyak
nyamuk kalau malam hari .

Kebiasaan masyarakat malam hari menonton televisi


seperti ungkapan informan,
Sering nonton tivi, bacerita dengan teman, pigi di
rumah lain, dulu saya pe tivi masih bagus jadi semua
orang nonton di rumah ini sekarang so rusak jadi orang
nontong di rumah lain .

Ada sebuah danau/rawa di Dusun Langge, di danau


tersebut banyak di tumbuhi kangkung. Warga Langge tidak lagi
membeli sayur karena ada istilahnya kebun bersama yaitu
tanaman kangkung.
2.3. Sistem Religi
2.3.1 Agama dan Tradisi Adat Istiadat Masyarakat Dulupi
Secara umum 99 % masyarakat di Desa Dulupi mayoritas
beragama islam, jika ada yang beragama lain seperti agama
Kristen, mereka adalah Etnik pendatang. Sebagai masyarakat
47

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

religius, mereka sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama,


khususnya dalam tatanan hari-hari besar agama islam seperti
Maulid Nabi Muhamad SAW, Isra Miraj, Hari Raya Idul Fitri dan
Idul adha. Tokoh-tokoh masyarakat seperti imam dan warga yang
sering aktif dalam kegiatan keagamaan, memiliki kebiasaan
melakukan zikir (dikili) Khususnya memasuki bulan suci
Ramadhan, Maulid Nabi Muhamad, dan Isra Miraj. Kebiasaan
melakukan zikir (dikili) sudah turun temurun dilakukan, Dikilli di
mulai jam 8 malam sampai jam 3 Subuh.
Provinsi Gorontalo termasuk ke 9 dari 19 wilayah
kesatuan RI yang memiliki hukum adat. Etnik Gorontalo punya
falsafah di mana adat bersendikan syariah dan syarah
bersendikan alquran atau kitabullah. Secara keseluruhan Etnik
Gorontalo memiliki adatbudaya yang sama. Adat Gorontalo
yang mejadi filosofi bukan sekedar seremoni, dan semua telah
diatur dalam tatanan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan
dan sosial kemasyarakatan.
Peran dari adat/pemangku adat ibarat 3 serangkai yang
memiliki peran masing-masing yaitu :
1) Lembaga adat-Dewan adat bertanggung jawab terkait
dengan adat budaya,
2) Peran Religius/Keagamaan di sebut
Kodhi
dalam
hubungannya dengan religius peran Kodi sangat tinggi,
Semua urusan yang terkait dengan agama di bawah
tanggung jawab Kodi,
3) Pimpinan Pemerintahan disebut Tauwa seperti Gubernur,
Bupati, Walikota.
Hubungan antara agama, adat dan budaya Etnik
Gorontalo memiliki keterikatan yang sulit untuk dipisahkan.
Keterkaitan antara adat dan agama dapat dilihat dalam
pelaksanaan ritual-ritual adat seperti perkawinan, acara arwah,
adat Molubingo, ritual ibu hamil tujuh bulan, mandi lemon, beati
48

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

(adat untuk anak gadis yang baru pertama haid), dan ritual adat
lainnya.
Salah satu aspek sosial budaya yang memiliki dampak
positif terhadap perilaku masyarakat di Desa Dulupi yakni nuansa
agama/religinya. Suasana Islami di Desa Dulupi dapat
tergambarkan lewat kegiatan atau acara memperingati hari-hari
besar Agama Islam yang sering dilaksanakan oleh masyarakat
seperti yang diutarakan oleh Informan IP selaku Tokoh Agama di
Desa Dulupi. Beliau mengutarakan,
Masyarakat disini masih sangat antusias dalam rangka
memperingati hari-hari besar agama, masih tetap
dilestarikan dari jaman nenek moyang .

Beberapa kegiatan/acara Islami yang masih turun


temurun dilaksanakan di Desa Dulupi antara lain perayaan Isra
Miraj dan Maulid Nabi Muhaman SAW. Etnik Gorontalo adalah
salah satu Etnik yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama
dan memelihara adat budaya, tradisi dan adat istiadat yang
bersendikan syara dan syara bersendikan kitabullah. Perayaan
Isra Miraj dan Maulid Nabi Muhamad SAW, bagi masyarakat
Gorontalo merupakan tradisi budaya Islam lokal yang
membedakan bentuk perayaan peringatan Isra Miraj antara
masyarakat Etnik Gorontalo dengan masyarakat Etnik lainnya.
Budaya yang terkait dengan kegiatan kegamaan adalah Walima
dan Dikili.
1. Walima dalam Perayaan Maulid Nabi Muhammad S.A.W
Setiap tanggal 12 Rabiul Awal Tahun Hijriah masyarakat
Gorontalo di Desa Dulupi sangat mengenal perayaan Maulid
Nabi. Setiap warga ikut dalam kegiatan Maulid Nabi. Di rayakan
dengan membuat Walima dan setiap rumah tangga aktif
memberikan sumbangan baik dalam bentuk uang maupun
makanan. Setiap masjid yang ada di Desa Dulupi semua
49

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

merayakannya. Satu hari sebelum perayaan Maulid Nabi, para


tokoh-tokoh masyarakat seperti iman dan pengurus-pengurus
masjid lainnya melakukan zikir bersama atau yang biasa disebut
dengan Dikilli (zikir). Warga meramaikan masjid dengan berzikir
dimulai setelah isya sampai jam 11 pagi.
Setiap perayaan Maulid Nabi warga di Desa Dulupi
bergotong royong untuk merayakan dan menyambutnya
biasanya rasa solidaritas itu muncul pada saat hari puncaknya
maulid nabi Muhamad SAW. Setiap warga punya kewajiban
membawa Walima. Walima adalah makanan berupa kue, telur
rebus, nasi ketan campur daging ayam atau ikan, dan makanan
tradisional lainnya. Menurut informan ADJ Walima merupakan
ungkapan rasa syukur masyarakat dalam menyambut Maulid
Nabi. Setelah hari puncaknya Maulid Nabi, doa zikir dilakukan
oleh warga muslin yang datang ke masjid dan para pengunjung
dan pezikir mendapatkan Walima.
Walima dalam bahasa Arab yang artinya perayaan oleh
masyarakat Gorontalo umumnya dikenal sebagai wadah yang
berisi berbagai jenis kue basah atau kering yang diarak ke masjid
pada setiap Maulid Nabi, bahkan di beberapa tempat di
Gorontalo walima juga diisi dengan bahan makanan pokok hasil
kebun,
ternak
dll
yang
disiapkan
apa
adanya.
(http://walimagorontalo.blogspot.com/).
Bagian-bagian dalam Walima,
a) Tolangga yaitu Bambu, rotan atau kayu yang paten dapat
dipergunakan bertahun tahun, disimpan oleh masyarakat
untuk dipakai pada saat perayaan Maulid Nabi.
b) Kertas warna yaitu bahan kertas warna yang digunakan
untuk menghiasi bambu, rotan atau kayu pada Tolangga.
(hasil observasi di masjid bekas tempat walima dengan
warna kertas berwarna biru, putih, merah, kuning.

50

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

c)

d)

e)
f)
g)

h)

Bendera besar sesuai keinginan pemilik walima dengan


guntingan berbagai bentuk, dipasang dari ujung walima
sampai ke bawah. Bendera kecil warna-warni jumlah tidak
tetap tergantung keinginan pemilik walima, diletakkan
disetiap sisi tengah walima, bahan bendera terbuat dari
kertas atau kain.
Kolombengi terbuat dari tepung, gula dan telur. Kue ini
dapat ini dapat disimpan berbulan-bulan dan tidak mudah
rusak, inilah kue khas Walima.
Tusuk Kue terbuat dari bambu untuk tusukan kue
kolombengi panjang sesuai ukuran Tolangga.
Plastik bening biasanya untuk melindungi kue Kolombengi
setelah ditusuk.
Lilingo terbuat dari daun kelapa muda dibuat bulat seperti
tempat nasi, fungsinya adalah wadah tempat nasi kuning,
pisang, ayam bakar/goreng, ikan laut asap, kue basah, dll.
Makanan berupa nasi kuning, ikan bakar, ayam bakar &
pisang.

Salah satu tokoh masyarakat menggagas kegiatan


keagamaan (Tadarus Al-Quran) setiap malam Jumat di Dusun
Sambati. Kegiatan ini berkaitan erat dengan nuansa religi yang
masih sangat kental di dusun. Terbukti dari antusias para ibu dan
bapak yang mengikuti kegiatan tersebut, seperti penuturan
informan,
Ada tadarus Al-Quran tiap malam Jumat, kalau sudah
selesai 30 jus, langsung dihatam. Yang ikut Ibu-Ibu dan
Bapak-Bapak. Selain itu di Dusun kami juga ada kegiatan
memperingati hari besar agama Islam, seprti: zikir
bersama (modikili) dalam rangka memperingati Maulid
Nabi Mohammad S.A.W. yang biasa dibawa macam
Tolangga
begitu.
Banyak
masyarakat
yang
mempersiapkan pada saat hari H. Tolangga itu terbuat
51

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

dari kayu yang diisi dengan makanan (nasi kuning,


bilinthi) dan berbagai macam bentuk kue tradisional.
Tolangga dikhususkan untuk para pezikir yang dari
malam berzikir di masjid. Paginya baru masayarakat
berdatangan membawa tolangga ke masjid. Ini
kebiasaan orang Gorontalo, masih mentradisi sampai
dengan sekarang.

Kegiatan lain yang dilakukan oleh umat Islam di Desa


Dulupi di mana setiap hari Jumat di masjid-masjid istilahnya
Jumat Bersih dalam rangka membersihkan tempat ibadah.
Kegiatan ini masih kental dengan gotong-royongnya dalam
istilah gorontalo Mohuyula. Selain itu kegiatan lain yang
bernuansa islami yang masih menjadi tradisi di desa ini pada
saat peringatan 10 Muharam. Seperti ungkapan informan TA
sbb:
Kalau di Maulid Nabi membawa walima dalam kegiatan
ini yang di bawa adalah Toyopo yang terbuat dari daun
kelapa muda yang dibuat dengan sedemikian rupa
berfungsi sebagai wadah untuk tempat makanan,
prosesnya hampir sama dengan peringatan maulid nabi,
hanya berbeda setelah dilaksanakannya doa, makanan
yang di bawa langsung dimakan bersama dengan
Jamaah yang hadir dalam masjid.

Pengurus masjid bertugas sebagai imam dan pengurus


kegiatan yang berhubungan dengan keagamaan biasa disebut
ketua ta merul seperti mengumukan kerja bakti bersama untuk
kegiatan keagamaan, dan desa, penyambutan Isra miraj, Maulid
nabi dan zikir bersama (dikilli).
2. Dikili
Dikili diperdengarkan dalam Bahasa Gorontalo biasanya
dikenal pada saat Maulid dan perayaan Isra Miraj, dalam Bahasa
Indonesia lebih kurang artinya adalah zikir. Dikili ini dilagukan
52

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

dalam irama yang sama oleh banyak orang yang dimulai oleh
pemimpin Agama setelah sholat Isya dan berakhir sebelum sholat
Dzuhur atau lebih kurang 15 jam. Bagi warga yang mengiktui zikir
ini mereka menikmatinya dengan penuh kerinduan dan berdoa
semoga Allah dapat memberikan kebaikan dunia akhirat.
Kegiatan perayaan Isra Miraj dan Maulid Nabi dilaksanakan
secara tradisional oleh masyarakat Dulupi, khususnya pada acara
dikilli (zikir) bersama, di mana setiap masjid yang ada di Desa
Dulupi memiliki jadwal masing-masing dalam melakukan zikir ini.
Jika acara Maulid Nabi dikilli dilakukan sebelum atau satu hari
sebelum menjelang perayaan Maulid Nabi. Zikir ini dipandu oleh
pengurus-pengurus masjid dan warga lainnya yang sering terlibat
dalam acara puncak dikilli. Setiap warga yang mengikuti zikir
diberikan sedekah dengan jumlah Rp. 25.000 Rp. 50.000,- .
Pelaksanaan dikilli untuk perayaan Isra Miraj di mulai setelah
selesai mengerjakan shalat Isha, dilanjutkan dengan pencerahan
agama (tauziah), kemudian zikir bersama, waktunya sampai jam 3
subuh, adapula yang melaksanakan zikir ini sampai pagi. Begitu
pula dalam perayaan Maulid Nabi dikilli dilakukan mulai jam 9
malam sampai jam 10 pagi.
Dikili (zikir) dilaksanakan setiap tahun selama menjelang
Maulid Nabi selama satu bulan. Setiap masjid yang ada di
Kecamatan Dulupi sudah memiliki jadwal masing-masing untuk
melaksanakan zikir. Orang yang menghadiri zikir tersebut
biasanya berjumlah 100 sampai 200 orang. Selama berzikir
mereka diberi minuman teh dan kue. Setiap warga memiliki
naskah panduan zikir yang mereka dapatkan dari guru/imam
dulu. Menurut informan WR,
Bacaan zikir sudah disediakan oleh guru/imam yang
dulunya bertugas memandu zikir, zikir dimulai satu hari
sebelum Maulid Nabi biasanya jam 10 malam sudah
bazikir sampai jam 10 pagi.
53

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Hasil pengamatan kami terhadap buku/naskah panduan


zikir, ada perpaduan bacaan zikir dalam bentuk Bahasa Arab dan
Bahasa Gorontalo yang ditulis dalam Bahasa Indonesia. Adapula
doa zikir dalam Bahasa Gorontalo, saat kami tanyakan arti doa
tersebut, informan tidak mengetahui arti tulisan tersebut karena
menurutnya mereka menggunakan Bahasa Gorontalo kuno.
Hampir secara keseluruhan akivitas keagamaan seharihari, dari enam dusun yang ada di Desa Dulupi semuanya aktif
khususnya dalam pelaksanaan shalat Jumat dan perayaan harihari besar agama Islam. Beberapa informan mengatakan zikir
selain mendapatkan pahala dan sedekah, adapula yang pernah
merasakan sakit karena secara rutin mengikuti zikir ini Seperti
penuturan informan ADJ sebagai berikut :
Saya pernah masuk rumah sakit sering mual, pusing
karena sering ikut zikir siang hari malam di masjid, ratarata kami membawa makanan dari rumah sendiri, yang
disediakan di masjid berupa teh dan kue.

2.3.2. Adat Molubingo (Sunat/Khitan untuk Anak Perempuan)


Salah satu doktrin yang sampai saat ini masih
diperdebatkan dan dipertanyakan oleh berbagai kalangan baik
(khususnya ahli kesehatan) karena dipraktekkan di dunia Islam
khususnya di Indonesia, adalah praktek sirkumsisi perempuan
atau sunat/khitan bagi perempuan. Salah satu tradisi masyarakat
Dulupi terkait dengan religi adalat adat Molubingo-Kubingo yaitu
ritual/adat sunat untuk bayi/anak perempuan.
Apabila diteliti lebih seksama, sepanjang sejarah hukum
Islam tidak ditemukan dalil yang sahih atau akurat yang
bersinggungan dengan sirkumsisi baik di Alquran maupun dalam
lembaran-lembaran hadist. Akan tetapi, praktek tersebut dalam
kebanyakan umat muslim di berbagai negara tetap dijadikan
54

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

sebagai bagian dari ajaran agama, terutama karena pengaruh


doktrin dari tokoh-tokoh agama. Tradisi sirkumsisi tetap hidup
turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya,
meskipun ritual tradisi sirkumsisi tersebut sudah nyata-nyata
menandakan penindasan hak reproduksi dan seksualitas
perempuan bahkan tergolong bentuk penindasan bagi
perempuan (Husein Muhamad, 2011).
Di Indonesia istilah sirkumsisi lebih dikenal dikalangan
medis namun masyarakat umum mengenalnya dengan khitan
atau sunat perempuan. Dalam dunia internasional dikenal
dengan Fomale circumcision atau FGM (Female genital
mutilation) atau perusakan organ kelamin perempuan.
Definisi sirkumisi perempuan menurut Elga Sarapung
adalah tindakan medis berupa pembuangan sebagian dan
keseluruhan preputium (kulub atau kulit yang melingkupi glans
penis atau kulit penis), bagi perempuan adalah memotong atau
membuang sebagian klitoris, bahkan ada yang membuang labio
minora atau bibir vagina. Menurut definisi WHO (Word Health
Organisation) sirkumsisi adalah semua tindakan atau prosedur
yang meliputi pengangkatan sebagian atau total dari organ
genitalia eksternal perempuan atau bentuk perlukaan lain
terhadap organ genitalia perempuan dengan alasan budaya atau
alasan non medis lainnya (Elga Sarapung, dkk., 1999).
Budaya/tradisi Gorontalo, anak perempuan usia 5 bulan
sampai dua tahun akan menjalani adat yang disebut dengan adat
Mopolihu Lo Limu (mandi air ramuan limau/lemon dan
mongubingo yaitu, mencubit daging yang menempel pada
klitoris). Tradisi ini masih dijalankan turun temurun dan sangat
dipercaya jika tidak dilakukan maka anak yang dilahirkan masih
tetap membawa sesuatu yang haram atau najis dalam hidupnya.
Sunat/khitan untuk anak perempuan yang berlaku pada
masyarakat Gorontalo di Desa Dulupi disebut adati Molubingo,
55

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

dengan usia anak berkisar 1 sampai 2 tahun. Kemudian


dilanjutkan dengan ritual adat Mopolihu Lo Limu (Mandi lemon).

Gambar 2.12.
Ritual Mopolihu Lo Limu
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Ritual Molubingo sejak dulu sudah dilakukan oleh


masyarakat Gorontalo di Desa Dulupi dan merupakan kewajiban
orang tua untuk melaksanakan. Berikut bahan yang menjadi
ritual Molubingo (sunatan anak perempuan) dan Mopolihu Lo
Limu (ritual mandi lemon setelah sunatan).
Bahan yang disiapkan saat prosesi adat Molubingo dan
Mopolihu Limau adalah,
1) 4 lembar kain putih dengan ukuran masing-masing 2
meter, kain putih tersebut dialaskan ke lantai dalam
bentuk memanjang kemudian dihiasi dengan bunga
warna-warni
2) Telur mentah sebanyak 7 biji
3) Cengkeh (bunga) 7 biji
56

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

4) Pala (biji) 7 biji


5) Uang logam 7 biji
6) 7 buah bambu (bulu) yang berukuran kecil, bambu
tersebut di isi air kemudian dimasukkan beberapa batang
pohon kecil bunga terdiri dari bunga Tabongo, Polohungo,
bunga Puring, dan beberapa uang logam
7) 7 buah piring putih, berisi perhiasan kalung dan uang
logam
8) Ke 7 piring tersebut ada yang berisi hiasan kalung, uang
logam dan satu buah piring yang berisi rumput.
9) Alat khitan berupa pisau kecil, kapas, lampu botol, air satu
gelas
10) Pelepah Pinang muda atau disebut dengan Bulewe
11) Satu buah piring berisi peralatan molubingo terdiri dari
lampu botol (tohe butulu), pisau kecil, air satu gelas,
kapas, jeruk nipis)

Gambar 2.13.
Bahan Adat Mopolihu Lo Limau dan Molubingo
Sumber: Dokumentasi Peneliti

57

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Semua bahan disiapkan, satu baki berisi beras kemudian


di atas beras tersebut dihiasi dengan bunga cengkeh, biji pala,
buah jeruk purut (Limau Tutu), dan telur masing-masing
berjumlah 7 buah. Tujuh piring diisi beras dengan satu buah telur
di atasnya dan masing masing diberi cengkeh, pala dan uang
logam. Telur ayam dan jeruk purut berada dengan posisi berdiri
di atas beras. Disediakan satu buah piring berisi satu genggam
rumput yang disebut rumput Manggata atau disebut Illohulo
alibumbu (nama sebuah piring yang berisi rumput). Satu buah
Baki yang berisi batang pinang yang masih mudah berwarna
kekuning-kuningan yang biasa disebut dengan Bulewe.
Bulewe (pelepah pinang muda) fungsinya adalah untuk
mengetahui jodoh kelak dari si bayi/anak perempuan. Selain
adat mandi lemon untuk anak perempuan, adapula ritual mandi
lemon untuk anak gadis yang baru pertama haid biasa disebut
dengan adat Beati. Ungkap informan HDJ:
Kalau Bulewe pas dipecahkan dengan telapak tangan
lambat terbuka (pecah) itu tanda ini anak lambat jodoh,
kalau Bulewenya cepat terbuka anak itu cepat jodohnya,
kemudian anak/gadis yang ikut adat mandi lemon
dikasih minum telur, telur dipecahkan tepat di depan
muka anak/gadis. Adat Beat itu untuk anak gadis
menginjak remaja pas baru dapat haid itu wajib di Beat
biasa pas kasih pecah Bulewe baru itu momakan kuning
telur mentah langsung ditelan, dari telur itu mo dapa
tahu jodohnya lambat atau tidak mo dapa calon yang
baik atau tidak, itu semua adat semua untuk kebaikan
sudah temurun orang-orang tua dulu begitu semua .

Peneliti melakukan obervasi di salah satu kios barang


harian. Hasil pengamatan, mereka selain menjual barang harian,
terdapat juga bahan ritual mandi lemon atau mopolihu Lo Limu,
dalam satu buah kantong plastik dibungkus kertas, di dalamnya
58

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

terdiri dari kemenyan dan bahan lainnya. Pemilik kios tidak


mengetahui bahan-bahan tersebut, ia membelinya dari Pasar
Bongo desa sebelah. Harga satu bungkus bahan ritual tersebut
Rp. 25.000,-. Bahan mandi lemon di gunakan untuk acara beat
(ritual untuk anak gadis yang baru mendapat haid). Selain itu
digunakan untuk acara sunatan anak bayi perempuan, dan ibu
hamil .
2.3.3. Organisasi Hui Illomata
Salah satu organisasi yang terkait dengan religi di Desa
Dulupi yaitu Himpunan Ukhuwah Islamiyah Illomata bertujuan:
1) sebagai sarana pembinaan kader umat dan bangsa yang
berpegang teguh pada dua kalimat syahadat tidak ada
tuhan selain Allah dan Nabi Muhamad utusan Allah.
2) Sebagai wadah yang mengemban misi keagamaan,
keutamaan dan kebangsaan yang dilandasi oleh semangat
nasionalisme, persatuan dan kesatuan serta menjunjung
tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
3) Melindungi dan memayungi umat dari segala bentuk
pembuatan yang baik dan memerangi segala perbuatan
mungkar serta senantiasa meningkatkan pemahaman
anggota terhadap isi alguran dan Al-Hadits dengan
memberi batasan yang tegas antara yang baik dan yang
bathil.
Fokus kegiatan yang dilakukan oleh HUI Illomata adalah
untuk mengobati penyakit (menyembuhkan penyakit),
membantu masyarakat memberikan sedekah dan zakat bagi
orang yang tidak mampu. Sebelum terbentuk Hui Illomata
dulunya merupakan organisasi Toppohuli yang didirikan oleh

59

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Nusi Bakari alias Palli Rani berasal dari Desa Ulapato-A


Kecamatan Talaga Kabupaten Gorontalo.
Kelompok Illomata melakukan pengobatan tidak
memberikan ramuan, hanya dilakukan dengan meniup air
kemudian tangan menyentuh di gelas dengan istilah kontak air.
Ungkap informan,
Kalau mo ba obat cuman di kontak pake tangan saja,
gelas yang ada isi air mo dikontak (pegang ) inshaAllah
sembuh itu atas kehendak Allah.

Hari lahir Hui Illomata di tetapkan pada tanggal 17 Syafar


tahun 1375 H, dan diperingati setiap tahun berpusat di Kota
Gorontalo pada tanggal 7 Februari tahun 2000. Anggota Hui
Illomata diharapkan untuk menghadiri acara doa akbar yang
dilaksanakan setiap tahun sekali.
Jenis kegiatan dari Hui Illomata:
1) Meningkatkan pembinaan keimanan dan ketakwaan
kepada Allah SWT melalui kegiatan arisan dakwah
islamiyah dan menggalakkan majelis talim
2) Menggalakkan pengajian dan belajar Al-Quran serta
mengadakan majelis pengkajian Alquran
3) Meningkatkan peranan dan partisipasi warga Hui Illomata
untuk berkarya nyata meningkatkan usaha pembangunan
ekonomu menuju pada kesejahteraan lebih baik
4) Mengupayakan peran aktif dalam mengadakan/
membantu sarana-sarana ibadah dan pendidikan Islam
5) Melakukan kerja-kerja sosial keagamaan seperti Dakwah
serta usaha-usaha lainnya berdasarkan hokum yang
berlaku.

60

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

2.3.4. Kepercayaan Tradisional Masyarakat Dulupi


Sistem kepercayaan merupakan bagian dari budaya
masyarakat Gorontalo. Membahasa tentang budaya atau
kebiasaan-kebiasaan hidup tentunya saat ini telah banyak
perubahan dan pergeseran mengikuti perkembangan jaman,
dibandingkan pada jaman dahulu di mana individu masyarakat
masih memegang nilai-nilai leluhur yang berlaku dalam
masyarakat. Namun demikian masih ada kepercayaankepercayaan tradisional yang masih menjadi pegangan hidup
oleh sebagian masyarakat di Desa Dulupi.
Mayoritas penduduk Desa Dulupi menganut agama islam,
namun kepercayaan terhadap hal-hal yang ghaib masih tetap
ada. Masing-masing individu ataupun masyarakat masih ada yang
mempertahankan nilai-nilai leluhur yang berlaku sejak turun
temurun. Masih ada kepercayaan masyarakat yang terus
dipelihara sehari-hari, termasuk kebiasaan dalam membersihkan
rumah, perkawinan, ataupun kepercayaan terkait dengan
keselamatan hidup.
Salah satu kepercayaan dan masih dilakukan oleh
sebagian warga di Desa Dulupi khususnya di Dusun Langge
adalah Modaha Wawalo Hulande (orang yang sudah meninggal
bisa berkumpul lagi dengan cara menyalakan lampu botol atau
Tohe Butulu), sebagai tanda berkumpulnya keluarga. Orang
Gorontalo yang masih percaya akan tradisi nenek moyang ini,
mereka dengan patuh melaksanakannya seperti menyalakan
lampu botol (lampu tradisional dari sumbu dan botol pakai
minyak tanah) disimpan dalam kamar atau ruangan tertentu
dalam rumah, sebagai simbol masih adanya hubungan orang tua
kakek, nenek yang sudah meninggal datang untuk melihat
keluarganya yang masih hidup. Waktu menyalakan lampu botol
tersebut setelah membersihkan rumah pada waktu menjelang
61

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

sore atau magrib, waktunya hanya 10-20 menit setelah itu


dimatikan.
Selain kepercayaan Modaha Wawalo Hulande adapula
kepercayaan yang masih menjadi tradisi turun-temurun yaitu
tradisi menyalakan lampu botol di dalam kamar saat bersihbersih kamar seperti memindahkan arah/posisi tempat tidur atau
lemari. Bersih-bersih lawa-lawa (kotoran rumah di atas palfon,
belakang lemari dan di bawah tempat tidur). Lampu botol
tersebut dinyalakan sejak mulai membersihkan kamar tidur
sampai selesai. Hal ini wajib dilakukan jika dilanggar maka
wawalo (penghuni/penjaga rumah) akan mengganggu orang
yang tinggal dalam rumah dengan kegelisahan tidak bisa tidur
dan tidak sehat
Kepercayaan masyarakat terhadap mahluk-mahluk halus
(setan) penghuni sungai, hutan dan jalan masih ada sampai saat
ini. Seperti tidak boleh melempar batu jika sore menjelang
magrib atau siang hari. Larangan menggunakan baju terang atau
yang berwarna merah, dan tidak boleh keluar rumah jika hujan
datang sedangkan matahari masih terang. Ungkap informan KLP
sebagai berikut :
Orang sini masih percaya kalau setan ada di manamana seperti di sungai, hutan dan jalan, tidak boleh
sembarang lempar batu jika hujan rintik-rintik apalagi
mo masuk-masuk magrib, karena biasa habis ba lempar
atau pulang dari sungai langsung sakit. Begitu juga tidak
boleh pakai baju yang terlalu terang seperti warna
merah. Sakit karena gangguan setan seperti tiba-tiba
pusing, muntah, sakit perut, leher terasa tercekik dan
kesurupan. Jika itu terjadi maka dukun yang akan
bertindak mengobatinya.

62

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Masyarakat Dusun Langge khususnya sampai saat ini


sangat patuh pada budaya/tradisi seperti pantangan-pantangan
yang tidak boleh dilanggar ungkap informan AGS sebagai berikut :
Orang gorontalo itu percaya dengan pesanan orang
tua/nenek torang dulu dan jika dilanggar pasti kena
sama orang itu, contoh ada ibu hamil mandi di koalla
(sungai) sudah waktu sore menjelang maghrib, pas
sampai di rumah tiba-tiba langsung sakit perut padahal
belum waktunya melahirkan dan besoknya meninggal,
itu dicekik setan karena setan itu suka waktu sore,
magrib dan tengah hari tua (siang) jam setan keluar dari
tempatnya, pokoknya tidak boleh mandi sore dengan
siang. Tidak boleh melempar batu di sungai pada siang
atau sore menjelang magrib, tidak boleh memakai baju
berwarna merah terang apalagi saat hujan rintik-rintik
(ada matahari tapi hujan), tidak boleh berteriak tengah
malam orang sini bilang Manguwatio huidaa.

Tradisi/ritual yang masih ada saat ini untuk mengobati


orang sakit adalah Dayango dan orang yang memimpin ritual ini
disebut Talenga. Dayango adalah tarian untuk menyembuhkan
penyakit dan penolak bala/bencana. Ungkap informan KPLS
sebagai berikut:
Tradisi orang Gorontalo untuk kesembuhan penyakit
biasa
dengan
cara
Dayango
(tarian
untuk
menyembuhkan penyakit), biasanya dukun yang bisa ba
Dayango caranya setelah baca doa-doa (mantra) dukun
mulai menari-nari istilahnya cuman pinjam jasad saja,
jadi yang sebetulnya menari-nari itu bukan dukunnya
tapi setan yang masuk dalam tubuh dukun/orang yang
baDayango, biasanya yang masuk dalam tubuh itu somo
babilang kamari apa penyebab sakitnya orang itu,
Dayango itu somo mulai ba obat biasanya yang dia mo
63

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

minta kuning (kunyit), jahe (goraka), bawang putih,


bawang merah dengan satu gelas air, kemudian di
usapkan ke orang sakit, rata-rata orang sakit sembuh
kalau sudah diDayango.

Berikut ungkapan informan RM ,


Dayango masih ada sampai sekarang, 5 bulan yang lalu
bulan Desember 2013) ada ritual Dayango di Sambati ini
selama 7 hari lamanya bertempat di rumah tokoh adat
yang bernama Pakio Bakai sambil bermain rebana
dikelilingi oleh penari yang tidak henti hentinya menari
dari sore hari sampai pagi menjelang kalau itu manusia
biasa tidak mungkin bisa menari dari pagi sampai sore,
selama 7 hari itu banyak warga yang datang untuk
meminta kesembuhan dari Hulango (dukun-dukun yang
ada saat upacara ritual itu) banyak warga yang
membawa uang, beras, ayam menurut keterangan pak
kepala dusun sendiri ada warga yang sembuh saat itu
juga dan ada yang beberapa hari kemudian. Saya orang
asli , dari kecil sampai besar hidup disini jadi saya
percaya akan hal ini sebab saya juga pernah
disembuhkan seminggu yang lalu, waktu itu saya
meriang badan menggigil tiap sore selama 4 hari saya ke
Puskesmas Dulupi, setelah dikasih obat, periksa darah,
saya
melakukan
hal
tersebut
tapi
masih
meriang/menggigil badan saya akhirnya saya ke tante
saya di desa Tenilo yang berprofesi sebagai Hulango
(dukun). Hanya dikasih air putih terus dibaca doa, saya
pulang sampai rumah, malamnya badan saya tidak
menggigil, meriang lagi saya tidur enak sekali lagi. tutur
nya lagi saat upacara ritual itu berlangsung kepala desa
dan polsek datang untuk menegur upacara itu karena
mengganggu ketenangan warga sekitar.

64

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Alat dan bahan yang digunakan tersimpan lengkap di


rumah salah satu informan yang merupakan ajaran turun
temurun dari orang tuanya. Upacara Dayango biasa dilakukan
selama 1 bulan dengan tujuan mengamankan kampung dari
gangguan setan. Berikut bahan dan alat yang digunakan Talenga
(pemimpin ritual Dayango) saat ritual penyembuhan penyakit
secara Dayango atau penolak bala/musibah.
Gendang disebut Towohu biasa di mainkan dengan cara
di pukul oleh dua (2) orang dukun dengan menggunakan 3 stik
kayu (kayu biasa) sambil duduk, yang satu (1) orang pemukul di
depan Towohu dengan memegang dua (2) buah stik kayu dan
satu (1) orang di bagian belakang Towohu memegang satu (1)
buah stik kayu secara bergantian memukul gendang/towohu
tersebut sambil bernyanyi berzikir dari jam 6 sore sampai jam 1
malam, jika banyak orang yang datang terkadang upacara
Dayango dilakukan sampai siang.

Gambar 2.14.
Alat yang Digunakan saat Ritual Dayango
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Bunyi atau suara gendang/towohu untuk mengiringi para


penari baik laki laki atau perempuan yang sudah ditunjuk
sebelumnya oleh pemimpin Dayango (para penari adalah dukun
65

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

yang ada di Dusun Langge dan dusun tetangga). Semua warga


akan berkumpul baik yang diundang atau yang datang ketika
mendengar bunyi/suara gendang yang dimainkan. Para penari
menarikan tarian Jin sambil memegang daun woka yang disebut
ombulo yang telah di persiapkan sebelumnya.
Kumpulan daun woka kering itu dilipat-lipat kemudian di
luruskan kembali sehingga terlihat tanda lipatan. Selain daun
woka ada juga yang memegang kipas merah bermotif, pinggir
kipas dijahit dengan kain putih seperti kelambu dan di kayu
pegangan kipas terdapat 1 kerincing besar dan 2 kerincing kecil
yang dapat berbunyi saat digoyangkan mengikuti gerakan tangan.
Informasi lain yang disampaikan oleh informan bahwa jika alat
gendang/ towohu tidak ada, bisa juga menggunakan kecapi dua
tali yang berjumlah 4 sampai dengan 8 buah. kecapi.

Gambar 2.15.
Bahan yang Gunakan saat Ritual Dayango untuk Mengobati Pasien yang Sakit
Sumber: Dokumentasi Peneliti

66

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Semua bahan ritual Dayango yang terdapat di atas meja


disebut Hulande. Minyak dalam botol berwarna bening yaitu
minyak gandapura cara pemakaian dioleskan seperti minyak
rambut di bagian kepala disertai doa dengan kasiat untuk
mengobati sakit kepala dan bagian belakang, bagian kaki dan
semua bagian tubuh yang sakit. Tali hutan biasa disebut Bindolo
di ikat (dianyam) bersambung dipakai/di lilit di bagian pinggang.
Gumpalan damar hutan, 2 batu kemenyan, dupa (dalam bentuk
remah-remah halus) di taruh dalam wadah/tempat untuk di
bakar yang disebut Polutube. Uang logam pecahan seratus 100
rupiah, gunting, sisir, cermin, gelang dan anting sebagai
persembahan telah disediakan oleh dukun di atas meja
digunakan untuk penebusan permintaan dukun yang kerasukan.
Bahan yang digunakan untuk pengobatan saat
upacara atau ritual Dayango berlangsung adalah bawang merah,
bawang putih, pala, kunyit, goraka (jahe). Bungkusan daun woka
berisi akar tumbuhan disebut Butolo, di celupkan ke dalam
loyang besar yang berisi air untuk dipercikan kepada dukun
sebelum upacara Dayango berlangsung. Parang disebut sumala
dipakai untuk menjaga diri saat ke hutan bersama tali Bindolo.
Tongkat yang disebut Tunggudu dipakai untuk berjalan, dan
menurut informan hewan yang terkena pukulan tongkat tersebut
bisa mati.
Warga yang masih percaya dengan ritual Dayango,
tentunya akan melaksanakannya. Dayango dilakukan sesuai
dengan kemampuan keluarga, jika berasal dari keluarga secara
ekonomi mampu/kaya maka Dayango dilaksanakan secara besarbesaram. Ritual ini juga dapat dilakukan secara sederhana, agar
menyulitkan pihak keluarga yang sakit. Ritual Dayango saat ini
mulai berkurang dilakukan, biasanya hanya dilakukan oleh pihak
Talenga dan keluarga tanpa diketahui oleh warga lain. Pernah
suatu ketika ada warga melaksanakan ritual ini secara besar67

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

besaran sehingga mengganggu ketenangan warga lain, akhirnya


kepala desa dan polisi tak segan-segan datang untuk menegur
ritual.
Beberapa informan mengatakan ritual Dayango adalah
upacara yang menimbulkan kesyirikan dan kemusyrikan kepada
Allah SWT. Orang yang melakukan dayango sudah kemasukan
setan, sehingga apapun yang diminta oleh jin (orang yang
kemasukan) di penuhi oleh kerabat-keluarga yang sakit.
Adapula kepercayaan kena Tinggabu artinya anak
dimakan sendiri/jin pengambil anak. Ada beberapa kasus lain
yaitu ibu hamil di Desa Dulupi, yang kehilangan bayi di dalam
perutnya menjelang usia kandungan 7-8 bulan dan diketahui saat
pemeriksaan kehamilan di Puskesmas. Ibu yang hamil tersebut
tidak merasakan kehamilannya lagi, dan perut mulai kempis.
Adapula kasus salah satu informan Sk, yang anaknya meninggal
secara berturut-turut. Ungkap informan sebagai berikut,
Sape anak meninggal secara berturut-turut yang kakak
usia 2 bulan, anak ke dua usia 2 tahun meninggal dalam
ayunan, anak ke 2 umur 4 tahun meninggal saat tidur
padahal baru habis bermain, anak ke 4 umur 7 bulan,
saya sempat stress tidak sakit anak meninggal tiba-tiba,
padahal imunisasi lengkap dan waktu hamil saya jaga
baperiksa terus. Orang Gorontalo bilang kena Tinggabu
atau karena pengaruh tanda lahir di kemaluan bapak
dengan dalam lidahnya kata orang tua, kalau ada tanda
dilidah anak sendiri di makan terus, trus saya punya ini
tahi lalat di bawa mata, kata orang tua air mata menetes
terus (Tullupongu), ini juga ada tanda lahir di belakang
lutut dan tahi lalat dipaha katanya kalau begitu dia gepe
(jepit) anak, makanya meninggal tiba-tiba, pas anak ke 4
meninggal saya so pi di dukun di luar kampung, gantiganti dukun, saya dikasih mandi dengan dikasih minum

68

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

air putih, dari itu sampe sekarang sape anak tidak matimati lagi.

Tidak semua warga yang tinggal di Desa Dulupi percaya


akan hal-hal yang dapat mendatangkan kemusyrikan/kesyirikan
pada tuhan. Masyarakat Gorontalo di Desa Dulupi pemeluk
agama Islam yang sangat kuat, Agama menjadi pilar dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari, namun simbol akan
kepercayaan yang selalu bersifat ghaib masih tetap ada. Terdapat
beberapa tempat yang masih dianggap keramat oleh warga di
sekitar Desa Dulupi.
1) Kuburan Aulia
Kuburan Aulia awalnya berada di bawah kaki gunung patua
bandera, di dalamnya terkubur seorang yang bernama Timbi
Dai. Beberapa waktu kemudian secara mengejutkan, kuburan
berpindah di atas gunung patua bandera yang ditemukan
secara tidak sengaja oleh seorang petani yang sedang berjalan
melintasi gunung tersebut. Kuburan tersebut dipercaya warga
sekitar sering memberikan tanda-tanda adanya peristiwa alam
seperti akan terjadi bencana alam atau kejadian yang akan
terjadi dengan adanya kibaran bendera yang tampak dilihat
orang atau masyarakat sekitar.
2) Kompleks SMUN 1 Dulupi
Dulu tumbuh banyak pohon jambura (jambu) di wilayah
seputaran SMUN 1 Dulupi, dipercaya banyak setan karena
belum ada penerangan lampu cahaya di desa tersebut, baru
baru (2 minggu lalu) ada kerasukan siswa SMUN 1 Dulupi
(goyang goyang badan) disebabkan melanggar aturan yaitu
berupa makan nasi kuning sembarangan (tempat kantin harus
tersembunyi dan siswa harus makan di kantin), terlalu
berteriak/beribut di sekolah nama setan tersebut yang
dikenal dengan nama Tewonduo.

69

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Ritual/adat masih dikenal. Beberapa diantaranya masih


dilakukan oleh sebagian warga di Desa Dulupi antara lain ritual
memanggil roh, minta hujan, tolak bala, kematian, keagamaan.
Ritual minta hujan atau biasa disebut Mohile Didi yang
dilakukan di gunung patua bandera. Ritual tersebut dilakukan
oleh petani yang telah selesai menanam jagung/milu, tetapi
belum mendapatkan hujan. Adapun pesyaratan yang harus
dibawa oleh petani ialah rempah rempah seperti bawang merah,
bawang putih, rica jawa, kunyit, geraka, cengkeh (ditaruh di
sebuah piring) dan air putih (di dalam sebuah botol), saat
berlangsungnya ritual, Tetua adat akan duduk bersama dengan
para petani mengelilingi kuburan milik Timbi Dai duduk
bersama membaca doa shalawat, mantera untuk mengundang
roh Wali dan roh Walijula (roh yang ada di atas). Selain untuk
meminta hujan di dalam doanya tersebut juga terselip
permintaan lain seperti minta rezeki, minta umur panjang bagi
manusia, bagi hewan, bagi tumbuh-tumbuhan. Setelah doa
selesai, rempah-rempah dan air putih yang dibawa petani di
bawa kembali ke rumah masing-masing untuk dijadikan obat
menyembuhkan penyakit yang dialami oleh anggota keluarga
saat sakit. Ungkap salah satu informan IN sbb:
Sakit panas dingin, penyakit koro-koro (batuk) diobati
dengan air putih (yang sudah di doakan), Kuning (kunyit)
yang sudah dikikis dicampur di dalam air untuk
selanjutnya diminum sebagian dibasuh di bagian
muka/wajah, kaki dan tangan. Selain itu bawang putih,
bawang merah dikikis untuk digosokan di bagian kaki
dan tangan dan di cium (dihirup aroma/baunya melalui
hidung).

Ritual memanggil roh, diikuti dengan persyaratan puasa


29-30 hari, makan jam 6 pagi dan jam 6 sore, orang yang mau
ikut ritual harus mandi jam 5 sore, selain membakar kemenyan
70

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

juga harus menyediakan air putih/teh dengan tujuan supaya


orang yang mati tidak kasih sakit puru orang yang hidup.
Ritual/adat minta aman atau tolak bala dilaksanakan
setiap hari Jumat pagi. Dulu, ritual Hui Lou Tolohui dilakukan di
tepat di pusat jalan Desa Dulupi. Sejak tahun 2011 sampai
sekarang sudah dilaksanakan di masjid. Acara diisi dengan doa
shalawat, dan doa menurut ajaran agama Islam kemudian
dilanjutkan dengan pembagian aneka kue (tutulu, cucur,
kolambengi, sakade diletakkan dalam baki)
yang telah
dipersiapkan oleh masyarakat dan membawanya ke masjid.
Ritual keagamaan terkait dengan orang yang telah
meninggal disebut hilea, hari pertama kematian disebut Hui Lou
Ngolui, hari ke tiga kematian yang disebut Hui Lou Tolohui, hari
ke lima kematian disebut Hui Lou Limohui, hari ke tujuh kematian
Hui Lou Pituhui, hari ke empat puluh kematian disebut Hui Lou
Wolotopolohui, hari ke seratus kematian dikenal dengan sebutan
Hui Lou Mohetutuhu. Agenda Tajiah berupa ceramah agama dan
doa arwah. Doa arwah dilakukan dengan berzikir.
Acara-acara kematian baik hari pertama orang meninggal,
ke dua, tiga dan seterusnya, bahkan acara satu tahun orang yang
meninggal masih tetap dilakukan oleh pihak keluarga. Hal ini
dilakukan untuk menghibur keluarga yang berduka. Selain baca
doa arwah juga dilakukan acara makan bersama biasanya
tersedia nasi ketan, nasi kuning, baje (nasi ketan dicampur
dengan gula aren), kue cucur, daging ayam,nasi,ikan dll.
Adat pernikahan di Gorontalo yang diawali dengan
Tolobalang (Lamaran) secara adat. Dalam prosesi ini ada
pembicara di pihak laki-laki (Utolia Botulo) dan pihak perempuan
(Utolia Wolato) dengan saling berbalasan pantun. Dalam prosesi
tolobalango tujuan utamanya adalah membicarakan biaya
pernikahan sekaligus menjalin tali silaturahmi secara adat dan
agama antara kedua belah pihak.
71

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Ritual Kematian. Kejadian kematian secara tiba-tiba


menurut pemahaman orang tua dulu disebabkan oleh santet,
gangguan setan/iblis masih di percaya oleh sebagian masyarakat
di Desa Dulupi. Orang yang diupacarakan dalam adat kematian
biasanya hanya orang-orang tertentu seperti : kepala desa, tokoh
masyarakat, imam artinya yang pernah memegang jabatan biasa
disebut dengan Ayahanda. Prosesi ini biasanya ditandai dengan
adanya tangga Tolitihu yang terbuat dari bulu/bambu kuning
setinggi 1 meter. Tepat di depan pintu masuk terdapat pohon
pinang kecil sebanyak 2 pohon dan selama acara adat kematian
di lantunkan ayat-ayat suci Al-Quran dan syair islam Tujai yang
dibacakan/dibawakan langsung oleh imam-imam ataupun tokohtokoh agama setempat.
Pada peringatan 40 hari kematian, tempat batu nisan
dibuat dengan model bentuk seperti kubah masjid berwarna
serba biru yang menandakan bahwa terjadi perpisahan roh yang
tadinya di rumah kini berpindah ke kuburan. Sebelum 40 hari roh
masih dianggap masih berada di dalam rumah, menurut
pandangan orang tua dulu. Selain itu ada yang disiapkan bako
hati yang isinya kue kering, uang koin seribu rupiah yang
dibagikan kepada para hadirin atau undangan yang hadir. Hal ini
berarti penumpahan rasa kasih sayang terakhir dari keluarga
yang berduka sebab yang menerima bako hati tersebut
utamanya anak-anak sangat gembira. Disitulah letak pahala yang
dapat diperoleh bagi yang telah meninggal dunia.
Pemakaman diistilahkan Molutulo artinya perpisahan
antara orang yang sudah meninggal dengan yang masih hidup.
Motalkin mayat di atas kubur yang dibacakan oleh
imam/pegawai syarii bersamaan dengan bacaan tahlilan. Dalam
peringatan 40 hari ada juga acara taziah atau ceramah agama.

72

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

2.4. Organisasi Sosial Dan Kemasyarakatan


2.4.1. Sistem Sosial dan Sistem Kekerabatan
Adanya kerajaan pada masa lalu, memunculkan kelas-kelas
dalam masyarakat Gorontalo yaitu kelas raja dan keturunannya
(wali-wali), lapisan rakyat kebanyakan (tuangolipu), dan lapisan
budak (wato). Perbedaan kelas ini semakin hilang seiring dengan
semakin besarnya pengaruh ajaran Islam yang tidak mengenal
kelas sosial. Pandangan tinggi rendah dari satu pihak terhadap
pihak lain masih terasakan sampai saat ini. Dasar pelapisan sosial
seperti ini semakin bergeser oleh dasar lain yang baru, yaitu
jabatan, gelar, pendidikan, dan kekayaan ekonomi
(http://gorontalo-info.20megsfree.com).
Membahas tentang sistem kekerabatan masyarakat
Gorontalo, tentunya menjadi hal yang sangat menarik. Suku
Gorontalo yang beraneka ragam profesi dan tingkat sosial
ekonomi yang berbeda tidak menjadi kendala dalam menjalin
suasana kekeluargaan. Masyarakat Gorontalo hidup rukun dan
jarang terjadi konflik yang berskala besar.
Sistem kekeluargaan sangat dijunjung tinggi oleh
masyarakat Gorontalo di Desa Dulupi. Sebagian warga yang
tinggal di Desa Dulupi masih merupakan satu rumpun keluarga
atau satu garis keturunan. Terbukti dari nama-nama beberapa
informan yang kami wawancarai masih ada hubungan keluarga
dengan informan lainnya atau memiliki marga (fam, dalam
bahasa Gorontalo) yang sama. Nama-nama penduduk di Desa
Dulupi rata-rata diikuti dengan nama marga di belakang namanama mereka dan rata-rata mengikuti marga (fam) dari pihak
ayah (sebe).
Sifat saling menjaga perasaan kerabat lain sangat
dijunjung tinggi, meskipun ada perbedaan dalam hal kebiasaan
hidup atau hal yang menimbulkan konflik. Jika terjadi konflik
73

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

antar keluarga atau kerabat lainnya, penyelesaian pertikaian


diatur secara kekelurgaan oleh kepala keluarga atau orang yang
dianggap disegani dalam suatu hubungan kekerabatan dan
biasanya di tangani oleh kepala dusun. Konflik yang biasanya
sering terjadi adalah pertikaian antar suami istri dan masalah
sengketa lahan. Seperti ungkapan informan RA sebagai berikut :
Selama menjabat sebagai kepala dusun banyak hal yang
sering saya hadapi, terutama permasalahan sosial sering
terjadi pada warga adalah sengketa lahan, contohnya
ada salah satu warga yang membuka lahan dan
berkebun sudah melewati batas lahan warga lainnya
sehingga terjadi perselisihan namun dapat diselesaikan
dengan cara kekeluargaan. Begitu juga perselisihan
antara suami istri seperti perselingkuhan suami atau
istri, atau terjadi pertengkaran, biasanya pengaduan itu
diterima oleh saya itu di musyawarahkan secara
kekeluargaan, jarang terjadi perceraian.
Permasalahan yang sering ada di dusun ini sengketa
lahan kebun, di mana batas lahan sudah melewati batas
lahan orang lain, ada juga persoalan suami istri masalah
sering selingkuh (batunangan), biasanya saya yang
damaikan jarang berakhir dengan cerai semua di
musyawarahkan(informan RA).

Terdapat tingkatan-tingkatan marga yang dianggap


memiliki kedudukan yang tinggi dalam masyarakat Dulupi,
namun dalam kehidupan sosial kemasyarakatan semua memiliki
kedudukan yang sama tidak ada perbedaan. Saat ini orang yang
sangat disegani/dihormati oleh masyarakat adalah ayahanda
yaitu pemimpin desa (camat, kepala desa, dusun, pemangku
adat) atau mantan pemimpin desa. Begitu pula sebaliknya
dengan sebutan bunda (istri pemimpin atau mantan pemimpin
desa, pemangku adat).
74

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Masih dikenal sistem kepemimpinan berdasarkan


keturunan di Desa Dulupi. Seseorang yang dipilih sebagai kepala
desa saat ini, berarti orang tuanya pernah memimpin di desa
tersebut. Istilah Fam di akhir nama masih punya pengaruh dalam
hal kepemimpinan atau status sosial di masyarakat.
Sikap hormat dan segan terhadap pemimpin dan mantan
pemimpin sudah menjadi tradisi masyarakat Dulupi. Pada setiap
acara seperti perkawinan, kematian atau kegiatan desa bagi
Ayahanda dan Bundaria disediakn tempat duduk paling depan.
Begitu pula dalam hal acara perkawinan atau acara hajatan
lainnya, mereka rata-rata diberikan sedekah dalam bentuk uang
yang disisihkan dalam sebuah amplop. Bukan hanya Ayahanda
dan Bundari saja yang mendapatkan sedekah, namun para
undangan yang duduk bersila dilantai turut mendapatkan
sedekah, tentunya dengan jumlah nilai sedekah yang berbeda.
Rata-rata sedekah yang diberikan oleh tuan rumah yang
mengadakan hajatan berkisar Rp. 25.000-30.000,- (untuk
undangan biasa), sedangkan untuk Ayahanda dan Bundaria
berkisar Rp. 100.000--150.000,-. Kewajiban memberikan sedekah
oleh tuan rumah melalui pemangku adat sudah menjadi tradisi
turun temurun dan dianggap wajib oleh tuan rumah, jika tidak
dilakukan akan menimbulkan rasa malu oleh pihak keluarga atau
kerabat lainnya.
Salah satu tradisi yang sampai saat ini masih dipegang
oleh masyarakat Gorontalo di Desa Dulupi adalah Malubo
(permisi- menghormati pemimpin) yaitu, tidak boleh sembarang
langsung duduk atau berdiri tanpa permisi di depan para
pemimpin seperti Bupati, Camat, Kepala desa atau tokoh-tokoh
masyarakat lainnya. Jika ada para undangan yang langsung duduk
atau berdiri pulang tanpa permisi maka dapat dikategorikan tidak
menghormati pemimpin. Jika melanggar akan dikenakan denda
oleh Bate. Denda biasanya ditentukan oleh Bate berkisar Rp.
75

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

15.000/orang. Bate adalah gelar bagi seorang pemangku adat.


Saat acara pesta perkawinan, atau kegiatan-kegiatan desa
lainnya Bate ditugaskan untuk menjamu tamu dan
memperhatikan setiap undangan yang hadir.
Usia pernikahan rata-rata seorang wanita yang terjadi
saat ini di Desa Dulupi adalah usia 15-20 tahun. Ada beberapa
informan yang putus sekolah karena telah menikah di usia muda,
namun adapula karena keterbatasan ekonomi. Dalam adat
Gorontalo tidak ada ketentuan seseorang harus menikah dengan
siapa, atau seseorang menikah dari keturunan yang sama. Orang
tua memiliki hak untuk menilai pasangan anaknya, jika ada
kecocokkan biasanya orang tua mendukung anaknya untuk
menikah dengan wanita atau pria pilihanannya.
Keterlibatan orang tua dari masing-masing pihak sangat
membantu dalam urusan atau keperluan anak. Wanita-pria yang
baru menikah biasanya akan tinggal sementara dengan orang
tua/mertua. Jika ekonomi mereka telah mapan, pasangan suamiistri akan pindah di rumah yang mereka bangun dan rata-rata
rumah tersebut berdekatan dengan orang tua/mertua mereka,
seperti penuturan informan RAS,
Anak saya 6 orang, 2 sudah menikah mereka tinggal di
rumahnya masing-masing baku dekat dengan saya
dorang perumah, yang tinggal di rumah ini sisa anak saya
yang masih gadis satu orang, dan dua orang anak lakilaki kelas enam SD. Yang satunya kelas 5 SD, semua lima
orang.

Jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah


rata-rata berjumlah 5 sampai 6 orang. Jumlah anggota keluarga
bertambah jika anak yang telah menikah dan mempunyai anak
tinggal dengan ibu mertua/orangtua.
Keluarga inti disebut dengan ngalaa terdiri dari ayah, ibu
dan anak-anak. Suami dianggap sebagai pemimpin rumah tangga
76

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

karena sebagai pencari nafkah, sedangkan istri umumnya tinggal


di rumah atau mengurus anak. Namun ada beberapa pasangan
suami istri yang bekerja di luar rumah sehingga anak-anak
mereka di jaga oleh orang tua/mertua mereka.
Penghormatan terhadap orang yang lebih tua adalah hal
yang sangat penting dalam etika masyarakat Gorontalo di Desa
Dulupi. Jika ada orang tua yang sedang berbicara dihadapan
anak-anaknya atau keluarganya, biasanya anak tersebut
manggut-manggut sambil mendengarkan dengan penuh
perhatian ucapan orang tuanya dan biasa diikuti dengan kata
Jo yang artinya ya atau saya. Kata jo melambangkan ketaatan
anak terhadap orang tua, paman (tata), tante (bibi), kakek (opa),
nenek (oma).
Prinsip keturunan yang berlaku dalam masyarakat
Gorontalo adalah bilateral, atau mengenal struktur keluarga dari
pihak perempuan sama luasnya dengan pihak laki-laki. Setiap
individu dalam keluarga luas dianjurkan untuk membantu
saudara-saudara yang memerlukan bantuan, baik dari pihak ibu
maupun ayah, seperti dalam penyelenggaraan pesta perkawinan,
kematian, sunatan, gunting rambut. (http://kebudayaanindonesia.net/id/kekerabatan-masyarakatgorontalo).
Keluarga luas disebut dengan Ungalaa dalam bahasa
Gorontalo, yaitu hubungan antar keluarga dalam satu keturunan
(umumnya mencakup tiga hingga empat generasi), yang saling
menyokong satu sama lain (mohuyula), seperti dalam
pernikahan, kematian, dan sunatan. Dalam lingkaran luas yang
saling berdekatan, tradisi tolong menolong berlangsung bahkan
dalam kehidupan sehari-hari, seperti berbagi beras, lauk-pauk
dan kebutuhan hidup keseharian lainnya, atau dalam
pengelolaan lahan pertanian secara bersama. (http://kebudayaanindoensia.net/id/kekerabatan-masyarakatgorontalo).

77

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Tradisi mohuyula masih ada pada masyarakat Dulupi,


khususnya dalam acara-acara pesta perkawinan, kematian dan
sunatan. Hal yang sama nampak pula adalah pada saat ritual
mandi lemon, Molubingo, Beati (adat untuk gadis baru pertama
haid), semua keluarga ikut terlibat dalam acara ini seperti,
memberikan sumbangan kepada keluarga dalam bentuk
makanan berupa kue, membantu mempersiapkan bahan-bahan
adat sampai proses memasak untuk para undangan yang akan
hadir diacara tersebut.
2.4.1.1. Bentuk Kerjasama Sosial di Desa Dulupi
Huyula menjadi bagian dari sistim sosial dan merupakan
bentuk kebudayaan sejak dahulu yang di kenal sebagai kerja
bakti untuk kepentingan umum tanpa membedakan status
sosialnya. Huyula yang bermakna gotong-royong yakni kerja
sama sosial secara sukarela tanpa pamrih. Adapun beberapa
bentuk implementasi Huyula di Desa Dulupi adalah sebagai
berikut:
a. Hulanga yaitu kesepakatan dari beberapa anggota
masyarakat untuk membuka suatu perkebunan atau
ladang mulai dari memagari, menanam, memelihara
secara bersama dan hasilnya akan dibagi sama
rata.Paalita yaitu kesepakatan berbagi pengolahan
perkebunan atau ladang milik pribadi kepada anggota
masyarakat di sekitarnya dimulai dari pekerjaan
menanam, menjaga, memelihara dilakukan secara
bersama sehingga hasilnya dibagi bersama. Tiayo yaitu
permintaan bantuan dari tetangga, saudara atau sanak
keluarga untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
b. Timoa atau Yilandlalo adalah kegiatan menyumbang
antara sesama masyarakat (muda-mudi), misalnya di
78

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

c.

d.

e.

f.

mana bila ada seorang diantara mereka akan menikah,


maka para sahabatnya mengadakan bingkisan dan orang
yang menerima bingkisan tersebut wajib melakukan hal
yang sama ketika sahabatnya menikah.
Dumbuyo ialah kegiatan saling menyumbang
yang
berlaku dikalangan ibu-ibu yang melahirkan u yilahe lo
putungo bantuan untuk keperluan melahirkan (baju
bayi/makanan)
Heyiya adalah bentuk kegiatan sumbang-menyumbang
berupa uang, bahan makanan kepada yang melaksanakan
hajatan/syukuran seperti acara gunting rambut,
pembeatan, khitanan dan perkawinan. Pihak yang
disumbang wajib membalas dengan hal yang sama
apabila penyumbang membuat acara hajatan/syukuran.
Deepita yaitu saling memberi saat kelebihan kepada para
tetangga atau kerabat keluarga, hal ini masih nampak
pada saat bulan Ramadhan, ketika menjelang berbuka
puasa mereka saling mengantar makanan/kue.
Dembulo
yaitu
kegiatan
menyumbang
tanpa
mengharapkan balasan (berupa bahan makanan) dalam
peristiwa
kedukaan,
musibah
bahkan
pesta
hajatan/syukuran misalnya perkawinan, khitanan, gunting
rambut.

Dari ke Sembilan (9) bentuk kejasama sosial ini, masih


ada sebagian dilakukan oleh masyarakat Gorontalo di Desa
Dulupi. Ada sebagian mulai hilang disebabkan perkembangan
ekonomi seperti pernyataan seorang informan, Sudah hilang
karena kebutuhan jasa dan imbalan, bekerja memakai imbalan.
Berikut salah salah satu gambar bentuk huyula yang
masih ada di Desa Dulupi, mereka bergotong royong menanam
bibit jagung bersama-sama.
79

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Gambar 2.16.
Huyula pada Saat Berkebun
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Desa Dulupi terdiri dari enam dusun dan masing-masing


memiliki Bate (pemangku adat). Ada istilah Sinoman (profesi
pemberi jasa adat) seperti melayani tamu pada saat acara
perkawinan yang istilahnya Mohintha. Mereka biasa ikut
berpartisipasi dalam kegiatan religi dan kesenian Gorontalo yakni
memperingati hari-hari besar Islam, kedukaan, zikir (dikili),
kesenian buruda surunani, alaikaya. Mereka yang berprofesi
sebagai sinoman biasanya saling membuat janji dengan teman
lainnya, biasanya dengan sebuatan mojanjia, patao ma monao
sama-sama timongolio artinya membuat janji, setelah itu mereka
pergi bersama-sama. Sinoman di Desa Dulupi ada 9 orang,
menurut salah satu tokoh masyarakat SKD. Nama-nama ke
sepuluh orang tersebut dengan panggilan nama sehari-hari:
1) Sisa Nabu
80

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)

Kio Hadi
Taci Neni
Tenga Djei
Ta Suri
Ta Pida
Ta Kena
Tante Eti
Pende Acu

Kelompok sinoman sudah ada sejak dulu di Desa Dulupi


dan masih dipercaya masyarakat untuk memakai jasa mereka.
Seperti ungapan informan SKD sebagai berikut,
Sinoman banyak membantu kelancaran adat istiadat
yang masih membudaya disini. Sampai-sampai mereka
biasa jalan kaki, memakai seragamnya, membawa
catatan-catatan doa, dan peralatan lain yang dianggap
perlu untuk dibawa.

2.4.2. Permasalahan Sosial


2.4.2.1. Catatan Konflik
Konflik antar sesama warga Desa Dulupi masih sering
terjadi berupa permasalahan sosial yang ada seperti dalam biduk
rumah tangga, perselingkuhan, perceraian, pembagian harta
gono-gini, dan hak asuh anak. Selain itu juga sering terjadi
perkelahian ketika ada acara/hajatan berlangsung hanya dipicu
persoalan kecil yang menjadi besar. Salah satu faktor yang
mengakibatkan adanya konflik adalah karenamengkonsumsi
minuman keras. Rata-rata di setiap Dusun ada kedai tempat
menjual minum minuman keras yang sudah menjadi tradisi
masyarakat. Mereka sebahagian belum mengetahui bahaya
kesehatan yang mengancam dari minuman keras tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa warga selain
81

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

perkelahian akibat dari minuman keras, kejadian kecelakaan


berkendaraan pun sering terjadi dan akhirnya harus segera
mendapatkan penanganan khusus dari petugas kesehatan.
2.4.2.2. Resolusi Konflik
Kepala Desa yang menjadi pimpinan tertinggi di Desa
sering bertindak tegas dengan adanya persoalan sosial ataupun
konflik yang terjadi di lingkungan masyarakat. Resolusi yang
diambil oleh kepala desa diantaranya melibatkan pihak
keamanan/Hansip (Pertahanan Sipil) yang di tugaskan untuk
menjaga serta menjadi pengaman saat berlangsung
acara/hajatan. Selain itu kepala desa selalu memberikan
kewenangan penuh kepada kepala dusun agar bisa
menyelesaikan konflik internal yang ada di dusun dan kalau
sudah tidak bisa teratasi maka kepala desa yang akan bertindak
untuk menyelesaikan konflik tersebut. Resolusi lain yang sering
dilakukan oleh kepala desa untuk mendamaikan suasana konflik
dengan mengundang secara langsung di rumah kepala desa yang
nanti akan diberikan nasehat, arahan dan pesan agar tidak
mengulangi perbuatan negatif tersebut. Kalau ada masyarakat
yang melawan maka persoalan akan dilimpahakan ke pihak yang
berwenang dalam hal ini polisi,. Lalu POLISI sangat ditakuti oleh
masyarakat oleh karena biasa menangkap orang dan dipenjara.
Pandangan masyarakat kepada polisi bisa diistilahkan sebagai
Destroyer dengan adanya peranan Ayahanda yang selalu
berkoordinasi dengan Kepolisisan maka keamanan dan
permasalahan social bisa teratasi.
Berikut kutipan informan (Toma) :
Kalau permasalahan yang ditemui di masyarakat
mereka pada saat dinasehati di tempat mereka akan
sadar dengan sendirinya, sebagai ayahanda harus tegas
82

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

karena waktu dulu belum ada polisi masih di Tilamuta.


Terpaksa kita harus bertindak, saya bilang kalau tidak
mau di damaikan disini maka berarti kamu mau masalah
ini dilimpahkan ke polsek yang ada di Tilamuta.
kemudian mereka kita kasih arahan karena waktu lalu
masyarakat takut dengan POLISI karena waktu dulu
masyarakat tau bahwa polisi ini bukan hanya bertugas
sebagai pengaman tetapi biasa ba tangkap orang ada
masalah apa semua ditangkap. Biasanya juga kita tidak
kase selesai di kantor desa hanya di kase selesai dirumah
kase minum kopi apa semua nanti mereka akan sadar
sendiri. Jadi kalau ada acara hiburan ada pesta pasti mo
baribut waktu itu juga saya perintahkan hansip untuk
menjaga jalannya acara dan kepala dusun diberikan
kewenanngan untuk menyelesaikan masalah kalau
belum selesai kepala desa yang diundang. Diberikan
nasehat ngoni ini cuman satu kampung satu rumpun
keluarga tidak harus berbuat masalah-masalah seperti
ini artinya saya menasehati sekaligus memberikan
arahan agar mereka nanti akan sadar sendiri.

Salah satu yang dapat menjadi penengah dalam setiap


perselisihan antar warga maupun antar keluarga, adalah peran
ayahanda. Ayahanda adalah sosok orang yang sangat disegani,
dihormati, yang memiliki kedudukan yang cukup tinggi
dikalangan masyarakat Dulupi. Sampai saat ini Desa Dulupi jauh
dari konflik antar warga.
2.5. Pengetahuan
2.5.1. Konsep Sehat-Sakit
Persepsi sehat dan sakit beserta perawatan kesehatan
pada umumnya ditentukan oleh pengetahuan, kepercayaan, nilai
dan norma. Kebudayaan yang menentukan apa yang
83

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

menyebabkan orang menderita sebagai akibat dari perilakunya


dan mengapa perawatan medis mengikuti cara tertentu dan
bukan cara lainnya (Logant dalam Kalangie, 1993).
Sejak tahun 1871, E.B Taylor mendefinisikan kebudayaan
sebagai keseluruhan yang kompleks meliputi pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, hukum, moral, adat dan berbagai
kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Manusia memiliki pengetahuan secara
turun temurun, berdasarkan apa yang dirasakan dilihat dan
didengar. Hal ini tercermin dalam kehidupan sehari hari,
bagaimana masyarakat mempersepsikan konsep sehat dan sakit
menurut pengetahuan yang mereka miliki (Poerwanto, 2000).
Konsep sehat dan sakit adalah bagian dari kebudayaan
yang
tercemin
dalam
pengetahuan
atau
persepsi
individu/masyarakat tersebut. Konsep sehat sakit yang
diutarakan oleh beberapa informan adalah sesuatu yang pernah
mereka lihat, rasakan atau alami dalam hidup sehari-hari.
Informan yang kami tanyakan dapat memberikan pengertian
tentang arti sehat dan sakit menurut pengetahuan ataupun
pandangan mereka.
Hasil wawancara menunjukkan bahwa konsep sehat atau
pengetahuan mereka tentang sehat beranekaragam. Secara
umum sehat menurut informan adalah sehat dari fisik kalau fisik
masih kuat berarti sehat, kalau sudah tua tidak sehat. Meskipun
dari hasil pengamatan peneliti menunjukan bahwa orang dengan
usia 60-75 tahun masih dapat bekerja di kebun. Menurut
informan orang yang sudah tua, fisiknya sangat lemah sehingga
tidak dapat menjalankan aktifitas sehari-hari. Selain itu ada yang
mengatakan,
Sehat bagi saya itu kalau pikiran tenang pasti sehat,
orang yang masih bisa bekerja itu badannya masih sehat,
kalau sakit hanya berbaring di tempat tidur so tidak bisa
84

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

ba apa-apa (tidak bisa kerja), diaa mowali monga (susah


makan), susah tidur, tenaga lemah.

Informan lain (Ibu NI) mengatakan sebagai berikut :


Sehat itu sehat jasmani dan rohani, sakit itu ketika
orang tidak bisa melakukan aktifitasnya dan cara
memperlakukan orang sakit dilayani dengan baik,
dirawat, bersih itu bersih diri, bersih lingkungan, bersih
badan, bersih hati. Kotor Itu kotor pikiran, kotor diri,
kotor makanan. Keselamatan itu selamat dunia akhirat.
Sakit, itu badan lesu, tidak semangat, kurang nafsu
makan, kurang tidur .

Sementara itu informan lain (Bapak FM) menambahkan


seperti kutipan di bawah ini :
Sehat itu penuh semangat, badan segar bisa
beraktivitas setiap hari, nyaman. Sedangkan sakit karena
terus terus bekerja, sekarang musim panas sibuk, masuk
angin, sakit itu badan tidak semangat, nafsu makan
menurun, rasa letih, nyeri, gelisah tidur .

Berikut ungkapan salah satu


masih duduk di bangku SMA (AN) :

informan yang

Sehat adalah bisa berolah raga, dan untuk menjaga


kesehatan dengan cara melakukan aktivitas fisik dan
suka berolah raga dapat membuat tubuh menjadi fit.
Sedangkan sakit adalah rasa lumpuh badan, sakit badan,
sakit kepala.

Tentunya, informan mengatakan dengan ungkapan


seperti di atas berdasarkan pengetahuan dan kepercayaan yang
dimilikinya. Pengetahuan didefinisikan sebagai hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
85

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh


melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (over behavior) (Notoatmodjo, S. 2011).
Selanjutnya (Marimbi, H. 2009) menjelaskan, bahwa
pengetahuan dipengaruhi oleh pengalaman seseorang, faktorfaktor di luar orang tersebut seperti lingkungan fisik maupun
nonfisik dan sosial budaya dan kemudian pengalaman tersebut
diketahui, dipersepsikan dan diyakini sehingga menimbulkan
motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya menjadi perilaku.
Berdasarkan teori Marimbi, bahwa pengetahuan
dipengaruhi oleh pengalaman yang pernah dialami oleh
seseorang sehingga membentuk suatu perilaku/tindakan baik
untuk mencegah maupun mengobati penyakit. Berbagai macam
ungkapan informan tentang konsep sehat dan sakit serta
penyakit berat dan ringan adalah menurut pengetahuan mereka.
Hasil wawancara dengan beberapa informan, anggapan sakit
ringan jika mereka masih mampu bekerja itu dianggap penyakit
ringan meskipun mereka merasakan keluhan seperti sakit
kepala, sakit kaki (buku-buku,-lutut), sakit perut, gatal-gatal,
bidul, luka. Penyakit berat menurut jika orang sudah tidak
mampu melaksanakan aktivitas hari-hari seperti memasak, kerja
dikebun dan sebagian besar waktu hanya terbaring di tempat
tidur, seperti ungkapan informan Bapak Abd sebagai berikut,
Orang yang sakit tapi belum tentu sakit seperti penyakit
ringan flu, batuk-batuk, gatal-gatal, bisul. Sedangkan
penyakit berat, orang yang sudah mau sakaratul maut,
biarpun muntah darah karena TBC kalau masih bisa jalan
itu bukan sakit berat, begiu juga kusta biarpun penyakit
berat kalau masih bisa disembuhkan dan orangnya
masih bisa jalan itu bukan penyakit berat. Sedangkan
cirri-ciri orang kurang sehat biasanya nafsu makan
86

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

berkurang, tidur berkurang, bergerak malas, sakit


kepala.
Saya ini sudah usia 75 tahun tapi masih kerja di kebun,
masih kuat kerja, urus cucu, orang dulu kuat-kuat.

Dari ungkapan-ungkapan informan di atas nampak semua


dapat mempersepsikan sehat, sakit, penyakit berat dan ringan,
berdasarkan pengetahuan mereka, yang kemungkinan pernah di
alami sendiri di lingkungan keluarga ataupun tetangga. Pada
masa lalu, sebagian besar individu dan masyarakat memandang
sehat sakit sebagai sesuatu hitam atau putih. Kesehatan
merupakan kondisi kebalikan dari penyakit atau kondisi terbebas
dari penyakit. Anggapan atau sikap sederhana ini tentu dapat
diterapkan dengan mudah, akan tetapi mengabaikan adanya
rentang sehat-sakit.
Saat ini sehat dipandang dengan perspekstif yang lebih
luas. Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya
terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek
kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan
spiritual. Menurut WHO (1974) sehat itu sendiri dapat diartikan
bahwa suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental
dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan
dalam Marimbi H. 2009.
Pengetahuan informan tentang sehat dan sakit yang
pernah dialami tentunya berpengaruh pada perilaku/ tindakan
mereka, bagaimana cara menjaga kesehatan supaya tidak sakit
dan mengobati penyakit jika merasakan sakit, dan bagaimana
keyakinan mereka terhadap penyakit yang diderita serta
pemilihan atau cara pengobatan yang individu lakukan. Menurut
Marimbi H. 2009,terdapat tiga komponen dari model keyakinan
kesehatan antara lain :
1) Persepsi individu tentang kerentanan dirinya terhadap suatu
penyakit.
87

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

2) Persepsi individu terhadap keseriusan penyakit tertentu


dipengaruhi oleh faktor demografi dan sosiopsikologis,
perasaan terancam oleh penyakit, anjuran untuk bertindak.
3) Persepsi individu tentang manfaat yang diperoleh dari
tindakan yang diambil. Seseorang mungkin mengambil
tindakan preventif, dengan mengubaha gaya hidup,
meningkatkan kepatuhan terhadap terapi medis, atau
mencari pengobatan medis.
Dari tiga model keyakinan kesehatan di atas, terjadi pada
beberapa informan. Berdasarkan hasil wawancara dan
pengamatan di Puskesmas, rata-rata masyarakat di Desa Dulupi
punya keyakinan terhadap Hulango (dukun) sebagai penyembuh
penyakit medis (naturalistik) yang disebabkan oleh gangguang
kesehatan berupa faktor makanan, cuaca panas-dingin, maupun
penyakit non medis (personalitik) yang disebabkan oleh
gangguan roh-roh halus, setan dan niat orang jahat. Hulango
sangat dipercaya dapat menyembuhkan segala macam penyakit.
Penyakit yang dianggap serius seperti stroke, diabetes, TBC
adalah jika menyebabkan seseorang tidak bisa berjalan, lumpuh
dan hilang ingatan.
Masyarakat di Desa Dulupi punya keyakinan terhadap
dokter dan pamantri (perawat kesehatan) dalam mengobati
penyakit yang dirasakan, biasanya sebagai tindakan alternatif ke
dua setelah pengobatan oleh Hulango. Seseorang biasanya tidak
memiliki keinginan untuk berobat ke petugas kesehatan
Puskesmas. Mereka dengan sengaja menunda berobat ke
pelayanan kesehatan. Beberapa informan mempunyai kebiasaan
berobat ke Hulango, disamping membeli obat-obat warung yang
mereka tahu dan percaya dapat menghilang gejala sakit yang
dirasakan. Akan tetapi jika gejala itu menetap dan semakin berat
maka mereka segera melakukan kontak dengan petugas di
fasilitas pelayanan kesehatan.
88

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Faktor yang sering mempengaruhi keterlambatan dalam


pemilihan pengobatan ke pelayanan kesehatan adalah kesibukan
dan ekonomi. Rata-rata informan mengeluhkan karena tidak
punya uang, takut dirujuk ke RS Tilamuta di Kabupaten, sibuk
karena sehari penuh bekerja di kebun dan alasan lain karena
penyakit dirasakan tidak terlalu berat.
Seorang informan Bapak AL adalah penderita stroke,
menceritakan riwayat penyakitnya yang sudah 10 tahun tidak
kunjung sembuh. Dahulu bapak AL berprofesi sebagai sopir dan
saat ini setelah sakit hanya bisa bekerja seadanya seperti menjadi
tukang dan membantu kegiatan tetangga. Pada saat bekerja
sebagai sopir, setiap makan di warung informan selalu memesan
makanan yang menurutnya enak seperti cumi, udang atau
kepiting, ikan bakar rica-rica yang dibalur dengan minyak kelapa
kampong. Dia juga sering makan makanan digoreng dan
bersantan yang dimasak oleh istrinya. Dia sama sekali tidak tahu
kalau makanan tersebut dapat memicu hipertensi, kolesterol,
dan dapat mengakibatkan stroke. Informan mengetahui risiko
mengkonsumsi terlalu banyak cumi, udang dan makanan
berminyak dari petugas kesehatan yang menjelasan bahwa
makanan tersebut dapat menyebabkan hipertensi yang berujung
stroke. Informan saat ini berusaha menghindari makanan
gorengan dan santan dalam menu sehari-hari untuk mencegah
agar tekanan darah tinggi tidak kambuh lagi.
Ungkapan
informan
tersebut
menggambarkan
pengetahuan yang kurang tentang faktor mkanan sebagai
penyebab penyakit. Setelah mengalami sakit, mereka baru
memahami dan melakukan tindakan. Upaya pencegahan yang
dilakukan tergantung dari keseriusan atau berat ringan penyakit
yang mereka rasakan. Hasil wawancara dan pengamatan selama
di lapangan menunjukkan bahwa rata-rata masyarakat belum
memiliki pengetahuan tentang makanan yang bisa menjadi
89

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

pemicu terjadinya penyakit. Beberapa informan sudah


mengetahui bahwa makanan tertentu berisiko menyebabkan
penyakit, seperti makanan bersantan, berminyak, dan
menggunakan penyedap rasa yang berlebihan. Pada
kenyataannya mereka sulit untuk mengubah perilaku/kebiasaan
makanan tersebut atau menghindari dengan alasan sudah
menjadi kebiasaan dan makanan tersebut dirasakan enak.
Informasi kesehatan kurang disampaikan oleh petugas
kesehatan setempat , dan masyarakat kurang aktifnya untuk
mencari tahu penyebab penyakit terungkap dari penuturan
informan. Perasaan segan, takut dan malu kepada petugas
kesehatan menyebabkan seseorang kurang mengetahui bahaya
penyakit. Berikut ungkapan informan Ibu RN umur 58 tahun.
Setiap ke Puskesmas saya tidak pernah bertanya
tentang penyebab sakitnya saya, sape penyakit asam
urat dengan tekanan darah tinggi, saya tidak mau
bertanya sama dokter apa penyebab sakit, soalnya
banyak pasien lain antrian nanti cuma habis sama saya
waktunya dokter, yang penting sodikasih obat saya
sopulang ke rumah Dokter tidak ada bakasi (kasih)
arahan/nasehat apa pencegahannya yang tidak boleh
saya makan saya segan malu juga bertanya ke dokter .

Kurangnya informasi kesehatan khususnya pada kalangan


masyarakat bawah, dapat menyebabkan angka kejadian penyakit
di suatu daerah meningkat. Pada kenyataannya masih banyak
masyarakat di Desa Dulupi lebih mengutamakan berobat ke
Hulango, karena bagi mereka pelayanan yang diberikan Hulango
sangat baik, ramah dan mereka bebas bertanya tentang
penyebab sakit dan obat yang diberikan serta dijelaskan manfaat
dan cara penggunaanya. Hulango memberikan pelayanan secara
kekeluargaan, bersahabat sehingga pasiennya merasakan
kenyamanan. Ada kemungkinan faktor ini yang menyebabkan
90

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

tingkat pengobatan ke Hulango lebih mereka prioritaskan, dari


pada ke pelayanan kesehatan.
Saat ini masyarakat di Desa Dulupi masih banyak yang
belum mengetahui penyebab sakit dan ciri-ciri penyakit yang di
akibatkan oleh faktor makanan. Salah satu kejadian penyakit
yang cukup tinggi di Desa Dulupi adalah hipertensi dan stroke.
Peningkatan pengetahuan atau informasi kesehatan terkait
dengan bahaya penyakit yang diakibatkan oleh pola hidup
khususnya kebiasaan makan, penting untuk mengubah pola
makan karena rata-rata para ibu-ibu mempunyai kebiasaan
memasak makanan pilitode (makanan bersantan) dan gorengan.
Peneliti menganalisis bahwa seseorang memiliki
pengetahuan yang baik tentang kesehatan, tentunya akan
mempunyai respon dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka
untuk memelihara kesehatannya. Usaha-usaha itu biasanya
dalam bentuk kebiasaan hari-hari baik pemeliharaan kesehatan
menjaga kesehatan agar tidak sakit, perilaku pencegahan
penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, dan perilaku
peningkatan kesehatan apabila sakit.
2.6. Bahasa
Bahasa pengantar sehari-hari yang digunakan oleh
sebagian besar masyarakat yang tinggal di Desa Dulupi adalah
bahasa Gorontalo. Mereka berinteraksi dengan anggota keluarga
maupun kerabat, tetangga semua menggunakan bahasa
Gorontalo, termasuk digunakan di perkantoran, Puskesmas,
kantor desa, kantor camat. Kurikulum Sekolah Dasar mewajibkan
mata pelajaran bahasa Gorontalo. Penggunaan bahasa Gorontalo
juga dilakukan dalam upacara adat dan upacara pernikahan,
contoh dalam pernikahan di mana pemangku adat saling
berbalas pantun baik dari pihak laki-laki dan wanita. Sebelum
91

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

calon pengantin laki-laki memasuki ruangan prosesi akad nikah,


terlebih dahulu pihak pengantin laki-laki mengucapkan beberapa
pantun dalam bahasa Gorontalo dan kemudian disambut oleh
pemangku adat dari pihak wanita dengan bahasa yang sama.
Sangat jarang mereka menggunakan Bahasa Indonesia, baik pada
anak-anak, remaja maupun orang dewasa. Bahasa Indonesia
difungsikan jika ada warga baru atau pendatang yang tidak
mengerti Bahasa Gorontalo, seperti diungkapkan oleh seorang
informan,
Orang Dulupi kalau bicara hari-hari baik sama anakanak, orang tua, om, tante (bibi), opa dan oma semua
rata-rata pake Bahasa Gorontalo, karena so dibiasakan
dari lahir, ada juga orang tua yang tidak tahu Bahasa
Indonesia, Bahasa Indonesia dipake nanti ada orang baru
yang masuk ke desa ini, kalau dorang (mereka) bertanya
atau bicara dengan torang pake Bahasa Indonesia torang
mo jawab juga dengan Bahasa Indonesia .

Dialek orang Gorontalo jika berbahasa Indonesia mirip


dengan dialek orang Manado pada saat menggunakan bahasa
Indonesia tidak baku. Contohnya sebagai berikut Kamana
ngana uti, (kemana kau - uti panggilan sayang atau meminta
sesuatu untuk anak laki-laki) kiapa nou-nunu (kenapa sayang
untuk anak perempuan). Ini merupakan dialek dalam bahasa
Indonesia, yang tentunya jika dialihbahasakan dalam bahasa
Gorontalo akan berbeda lagi.
Dialek Gorontalo jika diartikan dalam bahasa Indonesia
banyak kata disingkat contoh So itu (sudah itu), Kiapa (kenapa),
Kiapa dorang (Kenapa mereka). Penekanan kalimat atau
singkatan kata dalam bahasa Gorontalo hampir mirip pula
dengan bahasa orang Sulawesi tengah seperti Etnik Kaili dan
Etnik Lauje. Meskipun memiliki bahasa daerah yang berbeda
namun jika berbahasa Indonesia memiliki tekanan kata yang
92

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

hampir sama pada masing-masing Etnik. Contoh bahasa


Indonesia Etnik Kaili dan Lauje yang hampir sama dengan katakata orang Gorontalo saat berbicara dengan menggunakan
bahasa Indonesia mo bili apa (mau beli apa), so di ambe (sudah
diambil), so makan-minum (sudah makan minum).

Etnik Gorontalo memiliki 3 macam bahasa daerah yaitu


bahasa Atinggola, bahasa Bune, dan bahasa Gorontalo. Khusus
warga Dulupi umumnya menggunakan bahasa Gorontalo. Bahasa
Bune atau bahasa Bonda digunakan oleh warga yang tinggal di
Suwawa dan Bone Pantai yang masuk dalam wilayah Kabupaten
Bone Bolango, sedangkan bahasa Atingola berada di kecamata
Atingola Kabupaten Gorontalo Utara. Hampir secara keseluruhan
bahasa yang digunakan oleh masyarakat Gorontalo adalah
bahasa Gorontalo.
Jika kita mengamati dialek atau huruf yang banyak
disebut saat berbicara dengan menggunakan bahasa Gorontalo
terbanyak menggunakan huruf O, contoh Toduollo motihuloo
artinya silahkan duduk dulu, Adati Lomohepo lo Ambongo artinya
adat mo raba perut atau adat pegang perut.
Begitu pula dalam melakukan acara zikir khususnya
Dikilli (zikir) di masjid, hampir sebagian besar dikilli
menggunakan bahasa Gorontalo yang dibaurkan dengan bahasa
Arab.
2.7. Kesenian
Kesenian tradisional yang masih menjadi budaya Etnik
Gorontalo sampai saat ini adalah Tarian Kaccapi, Jambrah/Dana,
dan Saronde. Jenis tarian ini biasanya digunakan untuk
menyambut tamu atau ditampilkan dan hari-hari besar kota
Gorontalo seperti festival atau lomba desa dll. (Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Gorontalo Subdin Kebudayaan kerjasama
Sanggar Budaya. 2013).
93

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Tari Tidi Lo Maluo


Penjelasan singkat Tari Tidi Lo Maluo adalah tari klasik
Gorontalo yang menggambarkan bagaimana menciptakan atau
membina serta memberikan petuah/nasehat kepada remaja
puteri agar menjadi seorang yang rajin, terampil dalam setiap
melaksanakan suatu pekerjaan serta turut beribadah yang di
ibaratkan sebagai ayam yang rajin berkokok dan ulet menempa
diri sendiri dalam menyambut mentari pagi. Tarian ini biasa
ditampilkan dalam acara resmi hiburan atau acara kesenian
lainnya untuk menyambut tamu. Tarian ini menggunakan alat
bulu ayam yang bermakna tentang seseorang memanfaatkan
setiap waktu untuk mendapatkan rezeki dari hasil jerih payahnya
sendiri.
Urutan gerak tari saat masuk arena adalah menghormat,
mengayunkan kaki ke kanan, kiri dan ke depan membentuk
formasi, duduk dengan memegang alat bulu ayam diayunkan ke
depan bergantian tangan kanan dan kiri, berdiri berjalan saling
bertukar tempat membentuk formasi menjadi satu baris.
Selanjutnya, dengan menggoyangkan alat ke depan,
mengibaskan alat ke atas, ke kiri dan ke kanan, bentuk formasi
sambil jalan, memutar badan dengan ke dua tangan memegang
alat ke kiri, ke bawah, ke atas dan ke kanan, membentuk formasi
dengan ke dua tangan memegang alat (tangan kanan ke atas dan
tangan kiri setinggi bahu), menghormat, berjalan keluar arena.
Tari Tidi Lo Oayabu
Tari ini adalah tari klasik Gorontalo yang menggambarkan
betapa pentingnya ketulusan budi seseorang puteri dalam
menerima atau menerima tamu, baik dari kalangan atas maupun
kalangan bawah. Alat yang digunakan adalah kipas. Penari
mengibaskan kipas yang mengandung makna
melangkah
94

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

mengarungi kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.


Tarian ini di khususkan untuk menyambut tamu atau upacara
pemberian gelar adat.
Tari Tidi Lo Tonggalo
Tari Tidi Lo Tonggalo adalah tari klasik Gorontalo yang di
tampilkan untuk mengantar tamu dari dalam daerah maupun
luar daerah, sebagai suatu ikatan kerjasama, saling mendukung
dan saling menghargai.
Tari Tidi Lo Polopalo
Dilaksanakan dengan gaya klasik penuh kelembutan
terpateri sifat keluhuran, keyakinan yang mantap serta kemauan
berbuat sesuatu demi kelangsungan rumah tangga mawadah
warahmah yang berisi petuah dan nasehat bagaimana rumah
tangga menjadi langggeng yang di pandu oleh seorang ibu yang
sukses dan berhasil membina rumah tangganya.
Tari Tidi Lo Polopalo ini dilaksanakan malam hari
menjelang upacara perkawinan yang di sebut dengan Hui Lou
Mopotilantahu atau Molile Huwali ditarikan di depan pelaminan
yang bermakna sebagai alat penangkis segala godaan selama
mengarungi bahtera rumah tangga dan juga menggunakan
Ladenga yang berbentuk segi empat sebagaimana rumah
tangga yang akan di bangun dari segala arah.
Urutan gerakan dimulai dari penari yang berjalan masuk
ke arena, pembawa papan/ladenga meletakannya di depan
pelaminan, pengantin atau pendamping masuk menuju
pelaminan. Selanjutnya, pembawa baki (polopalo dan bunga)
menuju pelaminan menyerahkan alat, pembawa baki berjalan
bersamaan dengan pendamping lain masuk arena. Mereka
memberikan, hormat, jalan ke 4 sudut papan, naik papan,
gerakan pendayung berbalasan, turun dari papan, gerakan
95

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

menangkis ke 4 sudut, jalan ke 4 sudut, memberi hormat, dan


diakhiri
dengan
pembawa
baki/papan
masuk,
pendamping/pengantin ke luar arena.
Tari Tidi Lo Tihuo
Tari ini adalah tari klasik Gorontalo yang yang ditampilkan
sebagai tanda syukur seseorang memasuki usia remaja, untuk
memperoleh berkah dari maha pencipta, agar diberikan
kehalusan budi pekerti buhuta wawu walama antara orang tua,
masyarakat lingkungan, saling menghormati dan saling
menghargai yang dilambangkan dengan untaian mutiara yang
menjadi satu keputusan dalam satu ikatan.
Tari Tidi Lo Bituo
Tarian Tidi Lo Bituo adalah tari klasik Gorontalo yang
menggambarkan tentang hak-hak azasi wanita untuk membela
martabat dan harga dirinya yang tidak dapat didaulati oleh pihak
manapun tanpa mengabaikan rasa persaudaraan, rasa persatuan
maupun rasa cinta terhadap sesama umat yang dilambangkan
oleh sebilah keris dan selendang.
Urutan gerakan dimulai dengan penari masuk arena,
berjalan ke depan, hormat, mundur sambil pegang selendang.
Selendang di ikat di pinggang, duduk sambil lengan diayunkan ke
kiri dan ke kanan, berdiri ke dua tangan ke depan, mencabut
keris sambil maju ke depan. Selanjutnya gerakan maju dan
mundur, mengembalikan keris ke pinggang, mundur berhadapan,
pasangan duduk, memasukan keris ke pinggang, membentuk
formasi terakhir dan hormat.
Kesenian yang berhubungan dengan kesehatan memang
tidak dikenal di Desa Dulupi, namun kesenian-kesenian yang
dimiliki seperti telah diuraikan di atas ini bisa dijadikan media
untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan. Kesenian
96

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

merupakan tradisi yang bisa digunakan sebagai media kesehatan


antara lain tari kaccapi, jambrah/dana, dan saronde. Selama
penelitian berlangsung peneliti memperoleh informasi tentang
kesenian hanya berdasarkan wawancara dengan beberapa tokohtokoh masyarakat, namun belum pernah melihat langsung
kesenian ini.
2.8. Mata Pencaharian
2.8.1. Kondisi Sosial Ekonomi
Tersedianya sarana dan prasarana ekonomi otomatis akan
mendukung aktifitas masyarakat yang bersangkutan. Salah satu
variabel untuk melihat tingkat kemakmuran masyarakat dapat
dilihat dari sarana dan prasarana ekonomi yang mendukung
aktifitas perekonomian masyarakat. Sarana dan Prasarana
ekonomi yang dimaksud tentu erat kaitannya dengan jenis mata
pencaharian masyarakat yang mendiami daerah tertentu.
Mata pencaharian umumnya penduduk di Desa Dulupi
adalah sebagai petani jagung (milu). Ada yang bekerja di lahan
sendiri, adapula yang bekerja dilahan milik orang lain dengan
sistem bagi hasil. Selain jagung ada mengolah lahannya dengan
tanaman campuran seperti sayur-sayuran, Lombok (rica) biji.
Selain bertani ada sebagian warga yang bekerja di perkebunan
kelapa sawit. Semenjak perkebunan kelapa sawit dibuka pada
tahun 2012, banyak warga yang dulunya pengangguran saat ini
sudah disibukkan dengan pekerjaan tersebut.
Bibit jagung menurut informan DJ cukup mahal, satu sak
bibit jagung dengan berat 5 kg harganya Rp. 250.000,-. Panen
jagung dilakukan setiap 4 bulan sekali dengan pendapatan
bersih/bulan Rp. 200.000,- dengan luas lahan dua hektar. Selain
itu ada yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil, nelayan,
pedagang kecil seperti menjual kue dan makanan lainnya.
97

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Aktifitas para petani di Desa Dulupi di mulai dari jam 7


pagi sampai jam 12 siang, setelah istirahat kemudian dilanjut lagi
pada pukul 2 siang sampai menjelang magrib, baru mereka
pulang ke rumah masing-masing. Berdasarkan daftar isian
potensi desa dan kelurahan (data profil Desa Dulupi tahun 2013).
Tabel 2.3. Luas Lahan di Wilayah Desa Dulupi
Jenis Lahan

Luas

Pemukiman

4500 ha/m2

Perkebunan

3020 ha/m2

Persawahan

Kuburan

2 ha/m2

Pekarangan

400 ha/m2

Perkantoran

3 ha/m2

Prasarana umum lainnya

3 ha/ m2

Total

8000 ha/m2

Sumber: Profil Desa Dulupi 2013

Luas lahan terbesar adalah pemukiman warga dan areal


perkebunan. Kepemilikan tanah perkebunan terbagi menjadi
tanah perkebunan rakyat, negara, perorangan dan sebagian
besar tanah ternyata milik rakyat. Terperinci berikut ini adalah
luas tanah perkebunan sebagai berikut:
1) Tanah Perkebunan Rakyat
286 ha/m2
2) Tanah perkebunan Negara
16 ha/m2
3) Tanah perkebunan perorangan
472 ha/m2
Rata-rata warga di desa Dulupi memiliki tanah pertanian
sebesar 990 keluarga dan tidak memiliki lahan pertanian 471
keluarga. Pemilik Lahan Pertanian tanaman pangan
(perkebunan):
1) Keluarga memiliki tanah pertanian
990 Keluarga
2) Tidak memiliki
471 keluarga
3) Memiliki kurang dari 1 ha
102 keluarga
98

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

4) Memiliki 1,0 5,0 ha


5) Memiliki 5,0 -10 ha
6) Memiliki lebih dari 10 ha

224 keluarga
152 keluarga
41 keluarga

Petani Kelapa
Pekerjaan sebagai petani dengan mengolah kebun kelapa
diceritakan oleh informan RM. Sebagai petani kelapa (kopra),
bapak RM memiliki kebun kelapa milik sendiri kurang lebih enam
(6) hektar berisi 400 pohon kelapa. Informan juga menyewa
lahan kelapa milik orang lain yang dihitung sewa per panen Rp.
5.000.000,-, dengan banyaknya pohon kelapa (998 pohon) dalam
satu (1) tahun menghasilkan tiga (3) kali panen (4 bulan sekali
panen).
Riwayat sebagai petani kelapa sudah ditekuninya sejak
tahun 1978 dari lahan kelapa milik sendiri. Informan membayar
pajak per tahun sebesar Rp.34.000,- (untuk 1 lokasi Rp. 10.000,-).
Hasil panen saat ini menghasilkan kurang lebih 43.000 buah
kelapa dengan memakai jasa tenaga orang untuk memanjat per
pohon dengan harga Rp.4.000,- untuk satu (1) orang dengan
asumsi pemilik pohon menanggung makan siang. Mereka juga
menyewa tenaga pengumpul kelapa yang telah dipetik dengan
upah Rp.50.000,- per orang per hari. Pengangkutan buah kelapa
dari dalam kebun dilakukan menggunakan jasa orang yang
mengendarai pedati yang ditarik oleh sapi yang disebut (papa
deo) dengan biaya per buah Rp.100,-.
Cara panen buah kelapa dengan melihat cuaca. Jika panen
kelapa antara musim hujan dan panas maka buah kelapa akan
bagus hasilnya. Namun jika panen pada musim panas buah
kelapa kecil (kurus- kurus) yang di sebut kelapa gros. Proses
panen yaitu kelapa dikumpulkan, di kupas, isinya dikeluarkan dan
dijemur, sampai kering. Hasil panen tersebutdiangkut ke kota
menggunakan mobil truk dengan harga angkut per ton Rp.
99

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

200,000,- sampai dengan Rp.250.000,- dan dijual ke perusahaan


nata de coco yang bernama Paguyaman Raya. Menurut informan
RM saat panen yang terakhir, hasil kebunnya mencapai 21 ton,
per kilo di hargai Rp.1.800,-.
Peralatan yang digunakan oleh petani kelapa yaitu parang
yang di sebut parang mandar (parang dari Mandar Sulawesi
Selatan), parang biasa, korek korek kelapa (alat untuk
mengeluarkan isi kelapa dari tempurung), parang pasungi (alat
untuk mengupas sabuk kelapa), kain bekas dari saku terigu pia
ato digunakan pada kaki untuk memanjat pohon kelapa, celana
panjang karet dan baju lengan panjang sebanyak dua buah dan
penutup kepala untuk membungkus seluruh badan agar
terhindar dari semut saat memanjat.

100

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Gambar 2.17.
Alat Pertanian Kopra
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Gambar 2.18.
Buah Kelapa Siap Dijadikan Kopra
Sumber: Dokumentasi Peneliti

101

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Petani Milu (Jagung)


Informan RM juga berkebun jagung dengan luas lahan 6,5
Hektar. Jagung ditanam di kebunnya memakai bibit Hibrida
(merek Bisi 2) dengan menghabiskan 16-17 sak bibit sekali
tanam, Istilah musim tanam jagung dikenal dengan Motuhelo
dengan memakai cangkul Mo Mati.
Alat yang digunakan untuk menanam jagung yaitu Kayu
Tugal (kayu untuk melubangi tanah). Orang yang melubangi
tanah disebut tu tua dan istilah menanam jagung di sebut
momohudu, tengki untuk menyemprot yang terbuat dari bahan
plastik dan alumunium dengan istilah mo basemprot. Petani
menggunakan mesin ketinting dengan piston/selang untuk
menyemprot tanaman jagung yang digunakan oleh petani untuk
lahan jagung di daerah perbukitan/pegunungan. Mesin lotor
(perontok jagung) untuk menggiling milu/jagung dan
memisahkan biji jagung dari tongkolnya.
Cara kerja menanam jagung di awali dengan mematikan
akar rumput dengan cara menyemprot racun merek Pilar Up
selama empat puluh hari. Tanah kemudian disemprot lagi dengan
bahan racun merek Gramaksom sebagai pembakar rumput,
dibiarkan selama satu minggu kemudian dilanjutkan menanam
bibit jagung hibrida (merek Bisi 2 dan atau NK 33). Binita jagung 5
kg dapat dibeli dengan harga Rp. 250.000,-. Tanah lahan
dilubangi terlebih dahulu dengan lebar 80 cm. Jarak antar lubang
ke depan 40 cm, tiap lubang diisi 2 biji jagung (bibit) yang akan
menghasilkan empat tongkol jagung setiap lubangnya. Tanaman
jagung membutuhkan waktu tiga bulan sebelum masuk masa
panen. Jagung yang sudah kering, di potong, kupas (di Lotor).
Setelah paska panen lahan di semprot kembali kemudian siap
ditanami bibit jagung lagi.
Jagung dikupas menggunakan mesin Lotor dengan biaya per
setengah karung Rp. 2.500,-, adapun harga jual di penampung
102

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

jagung pilihan harga per kilo nya Rp. 2.200,- atau 2.100,berdasarkan kadar air yang terkandung dalam biji jagung. Cara
mendetekasi kadar air pada biji jagung dengan cara
menggigitnya. Hasil panen dari 6 sak (kantong) bibit jagung bisa
mengcapai 8 ton atau 967 kg hasil jagung. Gambar berikut
menunjukkan salah satu aktifitas petani saat bekerja dilahan
jagung:

Gambar 2.19.
Lahan Jagung Warga Saat Musim Tanam
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Menanam jagung perlu memperhatikan musim karena


akan mempengaruhi hasil panen. Musim tanam yang
menghasilkan panen yang baik jika dilakukan pada waktu musim
hujan karena tanaman jagung tumbuh subur, sebaliknya jika
ditanam saat musim panas akan kering dan mati. Petani jagung
pada musim panen akan menjual hasil panen kepada penampung
dan hanya menyisakan 1 karung yang disimpan di rumah untuk
dikonsumsi anggota keluarga.
Pengolahan ladang untuk ditanam jagung banyak
memanfaatkan bahan kimia, antara lain untuk mnyemprot dan
mematikan rumput. Bahan racun rumput yang biasa dipakai saat
menyemprot tanaman jagung adalah Pilar Up. Penggunaan
103

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

bahan kimia untuk mematikan rumput ternyata member dampak


terhadap rumput laut. Aliran air yang mengandung racun rumput
yang terbuang ke laut telah mematikan rumput laut.

Gambar 2.20.
Merek Racun Rumput yang Digunakan Petani Jagung
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Menurut Informan RMI menceritakan sebagai berikut,


Racun rumput bahan kimia yang di pakai petani untuk
menyemprot rumput, saat musim hujan akan mengalir
ke sungai dan akan di bawa ke laut sehingga produksi
rumput laut di dusun batu potong sekarang tidak ada
lagi.

Penggunaan bahan kimia dalam bidang pertanian juga


dapat berpengaruh terhadap kejadian penyakit kulit sperti yang
dijumpai seorang petugas Puskesmas. Berikut salah satu
informan yang bertugas di Puskesmas Dulupi menceritakan
pengalamannya.
Racun rumput yang digunakan petani bila tidak
memakai masker dan kontak secara terus-menerus bisa
menjadi penyakit dermatitis kontak iritasi seperti
membentuk kulkus di skrotup karena iritan/iritasi racun
rumput .

104

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Pengolahan lahan petani jagung membutuhkan berbagai


peralatan pertanian dan alat angkut. Berikut ini gambar alat-alat
yang digunakan para petani jagung di Desa Dulupi:

Gambar 2.21.
Alat yang Digunakan Petani Jagung
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Selain sebagai petani jagung dan kopra ada juga yang


bercocok tanam rica (cabe rawit). Cara menanam Lombok
dengan menyebar biji. Bibit diambil dari isi/biji buah rica bijian
dikeluarkan kemudian di cuci atau dibersihkan. Biji-biji di jemur
atau dikeringkan selama satu minggu kemudian biji yang sudah
kering tersebut ditebar di bedeng (tanah yang sudah
dipersiapkan dalam bentuk kotak - kotak memanjang). Setelah
tumbuh dan berumur 45 hari bibit dicabut dan siap dipindahkan
ke lahan yang lebih luas dengan jarak tanam 1 x 1 meter.
Hasil panen lombok di jual dengan harga Rp.75.00080.000,/kg-. Jika musim panas harga lombok biji melonjak naik,
dan sangat menguntungkan para petani rica (lombok biji),
sedangkan pada saat musim hujan harga jatuh menjadi berkisar
antara Rp. 10.000,- - Rp. 15.000,-/kg. Seorang informan
105

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

menceritakan bahwa jika kupu-kupu putih menghisap buah atau


bunga rica maka buah rica tidak akan bagus hasilnya seperti yang
diungkapkannya, Depe buah dan bunga jatuh, buahnya tidak
bagus karena kupu kupu putih dorang mo isap depe buah.
Mata pencaharian sebagai Nelayan
Warga yang tinggal di Dusun Batupotong umumnya bekerja
sebagai nelayan tradisional. Bapak UMR yang usianya sudah 70
tahun adalah salah satu penduduk yang, pekerjaan sehari-hari
sebagai nelayan tradisional. Bekerja sebagai nelayan sudah
ditekuninya sejak masih muda (informan lupa awal mula kerja
jadi nelayan). Bekerja mencari ikan di laut dilakukan mulai pukul
6 sore sampai jam 8 pagi, seperti ungkapan informan berikut ini
Saya mo turun laut jam 6 sore, cuma sendiri tidak ada
yang bataman so teada anak-anak babantu, cuma pake
parahu biasa kecil, dayung, dan tali urat (alat pancing
oaillo).

Kehidupan sebagai nelayan yang telah mengarungi laut


bertahun-tahun membuat para nelayan memiliki pengetahuan
tentang waktu waktu yang baik untuk melaut guna menangkap
ikan. Menurut informan, perlu mempertimbangkan kondisi cuaca
bila akan pergi melaut karena ada waktu yang tidak baik untuk
turun ke laut yaitu jika musin Timur (pancaroba).
Sekarang ini somo masuk musim Timur, biasa torang
temo barani turun ka laut apalagi kalau so rasa angin
kencang terus diujung laut so gelap hitam, teada yang
berani moturun laut.

Banyak risiko yang harus dihadapi para nelayan saat


berada di tengah laut. Upaya untuk keselamatan diri antara lain
adalah dengan selalu berdoa setiap kali akan naik perahu seperti
diungkapkan informan UMR.
106

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Doa yang saya baca setiap turun dari rumah dengan mo


naik perahu bismillahirahmannirahim tidak ada yang lain
cuman doa itu.

Di usianya yang sudah tua, informan hanya mencari ikan


sekedar memenuhi keperluan sehari-hari saja. Ikan hasil
tangkapan tersebut hanya untuk kebutuhan makan hari-hari dan
selebihnya dijual ke konsumen langsung. Pengejer ikan yang
sudah menunggu di darat. Harga 1 cucu (ikat) ikan di jual Rp.
10.000,-15.000,/ikat. Dalam satu ikat terdapat 7 sampai 10 ekor
ikan denga jenis ikan yang bervariasi seperti ikan cakalang, batu
(ikan merah, sunu) dan ikan katombo. Biasa pula informan tidak
mendapatkan ikan banyak, sehingga ikan yang di dapat hanya
untuk di konsumsi sendiri. Pendapatan hasil menjual ikan dapat
memperoleh satu hari Rp 50.000,- 60.000,-.Informan yang saat
ini sering sakit-sakitan, sehingga harus membatasi aktifitasnya di
laut. Penyakit yang diderita adalah hipertensi dan keluhan yang
sering dirasakan aalah nyeri pinggang. Ungkap infroman UMR
berikut ini :
Kalau masih muda dulu semua bisa dikerja tapi
sekarang sotebisa sotua, baru-baru ini saya pusing abis
makan kasan rono (ikan teri halus) langsung ka
Puskesmas diukur darah naik 170 (kata dokter waktu di
Puskesmas) .

Informan HS seorang nelayan tradisional, sehari-hari


bekerja menangkap ikan kemudian hasil tangkapan langsung
dijual kepada penampung biasa disebut Ahenar atau bos.
Kebiasaan menangkap ikan sudah dilakukan sebelum menikah.
Perahu yang digunakan mencari ikan di laut adalah perahun milik
orangtua informan. Aktifitas menangkap ikan di laut mulai pukul
6 sore sampai jam 8 pagi. Di tengah laut informan sudah memiliki
bagang (bahan-alat penangkap/penampung ikan yang telah siap
107

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

di panen) ikan masuk ke dalam bagang kemudian informan


memasukkan jala (rirang)
biasa di bilang tagahu, untuk
menjaring ikan-ikan tersebut. Jenis ikan yang masuk kedalam
rirang rata-rata ikan teri putih (rono halus), ada juga cakalang
kecil biasa disebut dengan deho.
Informan biasa menangkap ikan mulai jam 7/8 malam.
Jika perahu sudah terisi ikan, akan di bawah kembali ke darat
untuk ditampung dan diberi es. Informan kemudian balik lagi ke
bagang tersebut dan pulang membawa ikan lagi jam 8 pagi.
Begitulah kehidupan informan selama ini. Malam hari hanya
dihabiskan di tengah laut dan semalam suntuk informan tidak
tidur. Musim ombak menjadi waktu yang mengkhawatirkan
seluruh nelayan di dusun Batu Potong Desa Dulupi.
Jenis ikan yang sering ditangkap yaitu ikan teri (rono)
putih. Teri halus disebut teri/rono super, dengan harga jual teri
kering sebanyak 1 keranjang kayu ukuran sedang adalah Rp.
150.000 ,-, sedangkan Teri/rono kasar-besar dihargai Rp. 70.000,. Adapula ikan yang digunakan sebagai makanan ternak seperti
campuran ikan kecil butiti, cumi halus, panda pandala dengan
harga satu keranjang Rp. 50.000,-. Informan hanya menjual ikan
teri mentah/basah kepada penampung. Mengelola menjadi teri
kering dianggap sulit oleh informan karena harus menjemur
sedangkan alat menjemur tidak dimiliki seperti jaring (bahan
untuk menjemur ikan teri basah).
2.9. Teknologi dan Peralatan
Masyarakat yang tinggal di Desa Dulupi sebagian telah
mengenal perkembangan teknologi dan peralatan seperti alat
dan bahan untuk pertanian. Teknologi modern dan sistem
informasi bisa diakses seperti televisi, internet dan telepon
seluler. Alatalat yang digunakan untuk mempermudah
108

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

pekerjaan baik dalam rumah maupun di luar rumah telah dipakai


masyarakat dalam kehidupannya. Petani telah menggunakan alat
penyemprot tanaman jagung yang dulunya tidak ada. Pengolahan
lahan jagung yang luas menggunakan mesin ketinting telah
meringnkan pekerjaan petani. Dahulu, petani menumbuk jagung
dan memisahkan biji jagung dari tongkolnya dengan
menggunakan tangan namun saat ini sudah menggunakan mesin
perontok jagung. Alat angkut yang digunakan petani sampai saat
ini sebagian besar menggunakan gerobak sapi, walaupun
sebagian sudah menggunakan mobil truk untuk mengangkut hasil
panen.

Gambar 2.22.
Tungku Api (Tempat Masak), Lisung (Alat untuk Menumbuk RempahRempah)
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Peralatan sederhana yang digunakan para ibu-ibu rumah


tangga sampai saat ini adalah parutan kelapa atau pasunggi
yang dipakai untuk mencukur kelapa guna keperluan
109

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

memperoleh santan kelapa. Selain itu, alat masak masih banyak


yang menggunakan tungku api (tempat masak dari batu) dengan
menggunakan bahan dari kayu, sabut dan tempurung kelapa.
Sebagian warga ada yang sudah menggunakan kompor gas. Alat
dapur tradisional yaitu lisung (alat tumbu rempah) sampai saat
ini masih digunakan dan dijumpai di dapur. Berikut gambar
tempat masak dan alat lisung yang dipakai saat menumbuk
rempah-rempah.
Desa Dulupi telah berkembang dalam berbagai bidang.
Kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekarang berbeda dengan
dulu yang masih sangat tradisional. Penggunaan kendaraan
sebagai alat transportasi menunjukkan perkembangan tersebut
seperti diungkap informan ADB berikut ini.
Dulu kalau mau pigi ke luar Desa Dulupi harus
menyebrang sungai dengan mengendarai sapi atau kuda.
Desa Dulupi dulunya masih hutan yang ada hanya
sungai, hutan dan kebun disebut dengan ilengi (ladang
tradisional), rumah-rumah berjauhan, BAB orang dulu
cuma disemak-semak, sungai dan pinggiran pantai, hasil
panen jagung, ubi, pisang di muat di gerobak sapi, tapi
sekarang sudah mulai berkembang buktinya kalau mo ke
Kota Gorontalo atau ke Kabupaten sudah banyak mobil
angkut.

Sarana transportasi modern seperti mobil, sepeda motor,


mobil truk, bentor (beja motor), dan alat tranportasi berat
lainnya yang digunakan untuk memperbesar wilayah perkebunan
sawit yang ada di desa ini. Kondisi ini berbeda dengan masa 10
tahun yang lalu, hal di sampaikan oleh informan AN sebagai
berikut :
Waktu lalu saya masih kepala desa sudah ada oto
(mobil) juga tetapi karena pengaruh jalan masih aspal

110

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

biasa, jadi masyarakat masih memilih roda (gerobak)


sebagai alat transportasi tradisional .

Sejak dulu warga Dulupi masih menggunakan gerobak


sapi (kendaraan alat angkut beroda yang ditarik oleh sapi) untuk
mengangkut alat pertanian dan hasil panen. Sampai saat ini roda
sapi (istilah setempat untuk gerobak sapi) masih digunakan. Alat
transportasi yang digunakan warga Dulupi jika akan bepergian
keluar dari desa adalah menggunakan motor, bentor (becak
motor), mobil. Angkutan umum (mikrolet) sudah masuk ke Desa
Dulupi meskipun hanya setiap hari sabtu, bertepatan dengan hari
pasar tradisional. Berikut gambar salah satu alat angkut yang
banyak digunakan warga dulupi.

Gambar 23.
Roda Sapi (Gerobak Sapi)
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Roda (istilah lokal untuk gerobak) adalah alat transportasi


tradisional berbahan dasar kayu ini ditarik oleh sapi, sering
digunakan masyarakat khususnya di dusun-dusun untuk
mengangkut hasil pertanian, barang bawaan dari kampung dan
111

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

hasil alam lainnya. Roda merupakan alat transportasi tradisional


yang sudah turun temurun menjadi warisan orang tua, memiliki
roda sepasang ditarik hewan sapi sepasang masih menjadi
kebanggaan bagi warga yang memilikinya. Rata-rata masyarakat
yang tinggal di dusun seperti Dusun Sambati dan Langge,
khususnya para petani, masih menggunakan alat transportasi ini.
Selain alat transportasi, masa sekarang komunikasi di
Desa Dulupi sudah menggunakan teknologi yakni telepon
genggam (handphone) sebagai media untuk memberi kabar
kepada sanak keluarga yang berada jauh di kampung lain.
Informan AY mengungkapkan penggunaan handphone atau
telepon seluler yang sudah banyak dipakai sebagai berikut ini.
Tahun 2000 kita sudah punya handpone tetapi susah
jaringan, biasa mocari di pinggir pantai atau di gunung
jadi mo hubungi keluarga susah terkecuali lewat radio
tapi waktu itu Desa Dulupi sudah jadi kecamatan sudah
ada juga SSB yang menghubungkan komunikasi antara
kantor camat disini dengan kantor camat lain, sampai ke
kantor bupati. Ada operatornya lalu atau yang ba pegang
itu ti pacii sehingga komunikasi sudah mulai lancar
dengan bantuan alat tersebut.

Sebelum ada telepon seluler warga di Desa Dulupi sangat


sulit melakukan kontak dengan sanak keluarga di luar desanya,
namun keadaan sekarang ini rata-rata warga desa ini sudah
memiliki telepon seluler, baik anak muda maupun orangtua.
Masyarakat Desa Dulupi saat ini sudah menggunaan
penerangan lampu listrik kecuali di Dusun Sambati yang masih
menggunakan lampu botol menggunakan bahan bakar minyak
tanah, dan ada sebagian warga di Dusun Sambati
menggunanakan listrik dengan mesin jenset. Dahulu warga
Dulupi masih menggunakan lampu botol (Tohe Butulu), namun
aliran listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) sudah masuk
112

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

desa sejak desa ini menjadi ibu kota kecamatan. Begitupun warga
di Dusun Langge sejak awal tahun 2013 sudah menggunakan
lampu listrik PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya).

113

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

114

BAB 3
POTRET KESEHATAN MASYARAKAT DULUPI

3.1. Status Kesehatan Ibu dan Anak


3.1.1. Pra Hamil
Masa pra hamil merupakan salah satu bagian siklus hidup
perempuan yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan
karena akan dilanjutkan dengan masa hamil dan melahirkan
bayinya. Pengetahuan perempuan turut berpengaruh terhadap
perilaku merawat kandungan serta menerapkan pola asuh
terhadap anak-anaknya (Lusi Kristiana, 2012: 49). Kondisi
kesehatan seorang ibu dan anak tidak terlepas dari masa
prahamil. Masa pra hamil dimulai sejak seorang wanita
memasuki usia remaja.
Masa remaja dimulai saat seorang wanita mendapat haid.
Wanita-wanita di Desa Dulupi rata-rata mendapatkan menstruasi
umur 13-14 tahun, bahkan ada yang masih duduk di bangku kelas
6 SD sudah menstruasi. Rata-rata wanita di Desa Dulupi yang
belum menikah, menyatakan bahwa menjaga kesehatan sebelum
masuk pada jenjang pernikahan dinyatakan dengan istilah
perawatan diri, supaya tetap cantik, jaga kesehatan tubuh.
Keputusan untuk menentukan calon pasangan hidup,
rata-rata tergantung dari anak-anak mereka dan orangtua hanya
tinggal merestui dan mengikuti kemauan anak bila mereka sudah
suk sama suka. Salah satu penilaian orangtua dalam memilihkan
calon pasangan hidup untuk anak perempuannya adalah
115

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

beragama Islam, sudah memiliki pekerjaan tetap, dan berasal


dari keluarga dan keturunan yang baik. Jika pekerjaannya baik
dan dari keluarga yang baik-baik maka orangtua menyetujui
menikahkan anak perempuannya dengan laki-laki tersebut.
Kriteria tersebut tidak pula menjamin orangtua untuk tidak
menyetujui keputusan anaknya dalam memilih calon
pendamping karena tidak sesuai dengan keinginan orangtua
mereka. Jarang terjadi konflik antara orangtua dan anak dalam
hal penentuan pasangan hidup. Jika dibelakang hari terjadi
perceraian, jarang seorang wanita atau pria yang mengeluh
kepada orangtua, karena orangtua sudah melarang untuk tidak
menikah dengan pria atau wanita pilihannya.
Pernikahan usia dini atau dalam usia masih sangat muda
sering terjadi pada wanita-wanita di Desa Dulupi. Sangat jarang
wanita dan pria yang menikah diusia 25 tahun ke atas. Rata-rata
usia pernikahan antara umur 15-17 tahun, bahkan ada yang
masih duduk dibangku kelas 1 SMP sudah menikah. Faktor
penyebab kawin usia muda antara lain karena putus sekolah atau
berhenti sampai dengan pendidikan SMP disebabkan karena
faktor ekonomi yaitu ketidakmampuan orangtua mereka dalam
membiayai sekolah. Selain itu ada keinginan untuk menikah di
usia muda dan pergaulan yang semakin tidak menentu, walaupun
orang tua sering dan selalu memberikan nasehat agar bisa
menjaga kehormatan diri sebagai wanita, namun karena faktor
pergaulan muda mudi menyebabkan wanita terpaksa harus
menikah dengan usia yang masih sangat muda. Seperti
penuturan informan RN berikut ini :
Sekarang ini yang terjadi, umur 13-14 tahun sudah
menikah, alasannya karena suka jaga anak, suka kawin,
suka punya laki, Mahila mo nika tiali, donggo tahangialo
eyi (suka kawin, masih mo ditahan, biasanya yang kawin
muda anaknya sudah 2 orang.
116

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Rata-rata wanita yang menikah di usia 16 -17 tahun sudah


memiliki anak lebih dari satu orang, sedang usia pernikahan
mereka baru 3 tahun. Hal ini diakibatkan karena mereka masih
belum mengerti cara ber KB yang baik. Alat kontrasepsi yang
sering digunakan untuk para ibu di Desa Dulupi adalah Pil KB
yang mereka beli dari seorang bidan dan adapula membeli Pil KB
di pasar.
3.1.2. Masa Kehamilan
Masa kehamilan adalah masa ketika ibu hamil menjalani
proses awal hamil hingga menjelang kelahiran. Kehamilan adalah
masa yang paling diidam-idamkan bagi pasangan yang baru
menikah atau yang belum memiliki keturunan. Pasangan yang
belum mempunyai anak biasanya akan berusaha melakukan
upaya untuk mendapatkan anak. Semua yang menjadi anjuran
orangtua, mertua atau keluarga menjadi patokan pasangan
suami istri untuk melakukan upaya guna mendapatkan
keturunan.
Ibu SRI umur 25 tahun, setelah menikah hampir 4 tahun
baru memiliki keturunan. Menikah sejak tahun 2010, dan hamil
pada tahun 2013 setelah berbagai usaha dilakukannya yaitu
mendapat pijatan pada seorang Hulango (dukun), berikut
penuturan informan (ibu SRI),
Saya kawin tahun 2010 nanti tahun 2013 baru bisa
hamil hampir 4 tahun, tidak ada pigi di dokter cuma bo
pigi di dukun saja, 7 kali dia urut saya hamil, saya
percaya betul sampe sekarang saya di urus trus sama
bibi (panggilan untuk Hulango) mulai kandungan 1
sampai 8 bulan sekarang ini.

117

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Rata-rata warga Desa Dulupi khususnya para ibu lebih


percaya pada Hulango (dukun) untuk mendapatkan keturunan
atau melakukan pijatan selama masa kehamilan, persalinan dan
masa nifas.
Usia ibu pada kehamilan pertama di Desa Dulupi masih
belasan tahun yaitu antara 15 sampai 18 tahun. Ibu-ibu yang
sudah berpengalaman melahirkan, tidak terlalu khawatir lagi jika
hamil atau melahirkan. Orangtua atau mertua yang membantu
mereka untuk membawa ke Puskesmas saat akan melahirkan dan
tak lepas dari peran dukun yang selalu mendampingi ibu hamil.
Informan SLM seorang isteri berumur 19 tahun
pendidikan tamat SMP, tidak merencanakan untuk menikah
diusia muda, namun karena sudah sangat menyukai pasangannya
dan atas kesepakatan bersama akhirnya SLM menikah diusia 15
tahun. Informan sudah dikaruniai anak dua, usia anak pertama 3
tahun dan anak keduanya usia 10 bulan. Saat masa kehamilan
informan selalu mengikuti anjuran dari dukun
seperti
menghindari pantangan yang akan membahayakan dirinya dan
janin yang dikandungnya. Pantangan yang dikenal yaitu larangan
ibu hamil mandi pada sore hari menjelang magrib atau melempar
batu di sungai karena setan sangat suka dengan ibu hamil.
Menurut Hulango, ibu hamil memiliki bau sangat harum sehingga
ibu hamil dianjurkan membawa paku atau peniti yang dikaitkan
dibaju saat tidur atau bepergian untuk menghindari dari
gangguan setan.
Ibu hamil di Desa Dulupi
rutin memeriksakan
kehamilannya di Puskesmas atau di setiap kegiatan Posyandu
untuk menjaga kesehatan diri dan janinnya selama masa
kehamilan. Ada pula ibu hamil yang enggan memeriksakan
kehamilannya sejak usia kandungan 1 sampai 8 bulan, namun
mendekati persalinan baru ibu tersebut mau memeriksakan
kehamilannya. Ada beberapa kasus di mana ibu hamil sampai
118

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

dengan melahirkan tidak diketahui oleh bidan. Menurut bidan


setempat, kasus tersebut sering terjadi disebabkan wanita
tersebut hamil di luar nikah, faktor lain adalah karena jauh dari
fasilitas kesehatan, sehingga mereka lebih memilih dukun dalam
pemeriksaan kehamilan sampai persalinan.
Salah satu masalah yang dialami para bidan di Puskesmas
adalah ketika seorang ibu hamil di luar nikah. Ada dua kasus
hamil di luar nikah yang akan diwawancarai sebagai informan
namun mereka menolak. Berdasarkan keterangan dari temannya
dan dukun, diperoleh informasi bahwa saat itu wanita tersebut
memeriksakan kehamilannya pada Hulango (dukun) secara rutin
pada saat usia kehamilan sudah 5 bulan. Wanita tersebut
berusaha menyembunyikan kandungannya dan tidak mau
memeriksakan kehamilannya jika ada kegiatan Posyandu di
pustu. Kasus lain diungkapkan oleh bidan saat menemui seorang
ibu hamil di rumahnya. Ibu hamil menolak bidan dan marah
pada orangtua dan bidan yang berusaha ke rumah untuk
memeriksa kehamilannya.
Masih banyak para ibu di Desa Dulupi yang kurang
memperhatikan kesehatan diri dan janin yang dikandungnnya,
begitu pula dalam hal memberikan asupan makanan yang baik
untuk anaknya. Perubahan perlu dilakukan terhadap sikap para
ibu yang mengambil keputusan salah dalam menjaga
kehamilannya. Pemberian pengetahuan, pemahaman tentang
kesehatan, motivasi, diharapkan akan merubah perilaku
kesehatan.
Sebagian warga mengenal kepercayaan terkait kehamilan
dan persalinan seperti dianjurkan ibu hamil tidak boleh berdiri
lama-lama di depan pintu agar persalinan lancar, bangun pagi
harus awal dianjurkan pukul 5 saat subuh. Informan SRI
mempunyai kebiasaan bangun pagi pada pukul 5. Saat bangun
pagi ibu hamil wajib membuka semua pintu dan jendela agar saat
119

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

melahirkan bayi cepat keluar. Membersihkan tempat masak


(tungku) dipercaya akan kelancaran melahirkan. Kebiasaan untuk
melindungi diri dari bahaya selama masa kehamilan-bersalin
adalah membawa peniti atau kain tirai yang diikatkan dipinggang
namanya Bendolo untuk menghindari gangguan setan atau
pongko (manusia jadi-jadian). Isi dari Bendolo adalah cengkeh,
pala, bawang putih, bawang merah, goraka (jahe). Menurut
dukun (Hulango) jika semua bahan tersebut di pegang oleh ibu
hamil dan bersalin, pongko (manusia jadi-jadian), setan dan
orang jahat tidak akan mampu mendekati ibu hamil atau ibu
yang akan melahirkan. Artinya, bahan-bahan bumbu masakan
tersebut dipercaya sebagai pengusir setan atau menghindari
gangguan mahluk lainnya. Menurut informan (dukun) orang
hamil baunya selalu tercium oleh setan atau pongko. Selain itu
informaan SRI mempunyai kebiasaan menyisipkan satu buah
pisau kecil di bawah bantal tidurnya saat tidur siang dan malam
hari.
Informan mengaku bahwa sejak pertama ngidam sampai
usia kandungan 8 bulan informan mempercayakan pemeriksaan
kehamilannya ke dukun dekat rumah. Alasan tidak ke Posyandu
untuk memeriksakan kehamilan karena letaknya jauh dari rumah.
Pemeriksaan baru dilakukan setelah kehamilan di atas 7-8 bulan
seperti diungkapkan informan SR.
Saya pe tante yang jaga akan ba kase tahu jadwal
Posyandu, nanti sokandungan 7-8 bulan ini baru saya
pigi di Posyandu selama ini tidak pernah ke Posyandu,
disuntik baru satu kali, saya malas ke Posyandu jauh dari
rumah, kalau dukun cuman dekat rumah .

Informan (SR) memperoleh vitamin dan tablet besi (Fe)


saat memeriksakan kehamilan di Posyandu.

120

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Nama obat saya tidak tahu warna bungkus obat putih


obatnya warna merah diminum satu hari satu biji, tapi
sejak dikasih 1 bulan lalu ( masih kandungan 7 bulan),
saya tidak minum baru 3 biji di minum, saya rasa tidak
sakit tidak rasa pusing.

Selama dua bulan ini (usia kandungan 8 bulan), informan


hanya minum obat vitamin tiga butir dengan alasan merasa baikbaik saja dan alasan kedua tidak biasa minum obat dokter. Dari
hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa informan lebih
percaya pada dukun sehingga obat yang diberikan dari petugas
kesehatan tidak diminum karena merasa tubuh masih kuat dan
tidak merasakan pusing selama hamil.
Rata-rata informan (ibu rumah tangga) di Desa Dulupi
belum mengetahui asupan gizi yang baik untuk kesehatan
kandungannya. Informan SLM tidak pernah minum susu untuk
menjaga kesehatan janinnya, sehari-hari hanya mengkonsumsi
sayur kangkung, kacang panjang dan ikan, kadang-kadang makan
dabu-dabu (sambal), sayur santan (pilitode). Sangat Jarang ibu
hamil di Desa Dulupi mengkonsumsi susu dan buah. Susu
biasanya hanya diminum oleh ibu yang menerima susu gratis dari
bidan karena ibu hamil yang memiliki berat badan rendah yang
tidak sesuai dengan usia kehamilannya.
Salah satu adat/ritual yang sering dilakukan oleh dukun
(Hulango) saat masa kehamilan pertama sampai proses
persalinan adalah adat tubolo yaitu adat goyang perut, adapula
Adati Lomohepo lo Ambongo artinya adat mo raba perut di usia
kandungan 7 bulan untuk ibu yang pertama hamil. Adat raba
perut bertujuan meluruskan posisi bayi dan agar posisi kepala
bayi tetap di bawah dan ritualnya dimaksudkan agar ibu
melahirkan dengan cepat dan selamat. Informan SRM
menceritakan tentang adat tubolo sebagai berikut :

121

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Adat Tubolo ini untuk meluruskan posisi bayi supaya


kepala bayi tetap posisi di bawah, ibu gampang
melahirkan, bukan cuma itu supaya selamat melahirkan,
pokoknya semua untuk keselamatan ibu hamil, jauh dari
segala gangguan setan.

Bu sarmin yang biasa disapa nanalio (Sebutan masyarakat


setempat) berprofesi sebagai dukun bayi sejak tahun 1978.
Profesi sebagai dukun didapatkan dari orangtua dan ajaran turun
temurun dari kakek neneknya. Informan pernah mengikuti
pelatihan dukun selama satu hari di Kecamatan Tilamuta pada
tahun 2000, saat pelatihan informan diberikan alat penolong
persalinan (partus kit). Ungkap informan sebagi berikut :
Saya sudah lama jadi dukun semenjak memiliki anak
tiga, warisan dari nenek saya dan orang tua saya yang
semuanya sebagai dukun .

Bahan yang di sediakan pada saat adat Tibollo adalah


selembar kain putih ukuran 3 meter, satu buah piring yang berisi
cengkeh, pala, bawang merah, bawang putih, kayu manis, dua
potong kayu berukuran kurang lebih 15 cm yang biasa mereka
sebut dengan kayu palangi, satu gelas air putih, satu buah cincin
putih dan garpu plastik berwarna putih.
Adat Tibollo dimulai dengan dukun menyuruh ibu hamil
untuk berbaring di tempat yang telah disiapkan terdiri dari tikar
dan bantal. Saat berbaring tepat dibelakang pinggang ibu hamil
di selipkan sehelai kain panjang berwarna putih. Dukun
mengaitkan kedua ujuang kain sambil menggoyang-goyangkan
ujung kain tersebut, sambil berdoa dan membaca manteramantera. Perut pasien ikut bergoyan, dimulai dari bagian
belakang posisi atas, kemudian berpindah sampai ke bawah
belakang perut. Setelah goyang perut dukun melakukan pijatan
perut namun sebelumnya dukun membacakan salam dengan
sebutan Assalamualaikum sambil memegang pusar pasien.
122

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Dukun melanjutkan dengan membaca mantera, setelah itu


pijatan mulai dilakukan dan hanya di bagian perut.
Setelah itu Hulango mencelupkan cincin yang dikaitkan
dengan garpu ke dalam air, selanjutnya memutar-mutarkan
garpu dengan meniup air sambil membaca mantera. Setelah
selesai melakukan ritual goyang perut, air dalam gelas tersebut di
gunakan untuk membasuh perut dan muka pasiennya (ibu
hamil). Fungsi memutar-mutar air dengan menggunakan garpu
dan cincin adalah sebagai perantara doa untuk kesembuhan serta
agar ibu hamil selamat saat melahirkan, berikut ungkapan
informan,
Cincin sebagai perantara doa, jadi setiap mau bikin adat
atau baca mantera harus di taruh cincin untuk
kesembuhan supaya selamat ibunya yang mau
melahirkan.

Saat ritual berlangsung disiapkan satu buah piring kecil


berisi minyak kelapa dan di dalam minyak kelapa itu ada tiga
buah cincin putih yang berfungsi sebagai persyaratan saat
mulai proses urut ibu hamil seperti yang diungkapkan informan
berikut ini, Kalau setiap mo ba uru harus di kasih cincin dalam
minyak kelapa, supaya orang yang di uru (pijat) sembuh sehat
kuat .
Ramuan berisi kayu manis, jahe, bawang putih, bawang
merah, cengkeh, pala digunakan Hulango pada saat
melaksanakan adat Tubolo bertujuan untuk memberikan
mempermudah ibu hamil saat proses persalinan dan menjaga ibu
hamil dari segala macam gangguan mahluk ghaib. Berikut gambar
bahan ramuan yang digunakan Hulango saat adat Tubolo.

123

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Gambar 3.1.
Ramuan Adat Tubolo dan Persiapan Ritualnya
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Ritual dilanjutkan di sungai (Koalla) Labia yang terletak


tepat di samping rumah informan (dukun). Hulango membawa
pasiennya ke tengah sungai dengan kedalam sungai kurang lebih
sebatas lutut orang dewasa. Pasien duduk dengan posisi kaki
lurus ke depan. Hulango pada tahap awal menghadap ke arah
depan ibu hamil sambil memutar-mutar air menggunakan tangan
kanan sambil membaca mantera. Setelah itu air sungai di
percikkan beberapa kali ke muka pasien. Gerakkan dukun
(Hulango) tersebut dilakukan berulang dengan posisi berlainan
arah, yaitu setelah arah depan kemudian kebelakang, kanan, kiri
badan pasien.
Selain itu nana lio (sebutan nama Hulangodukun) air sungai dimasukkan ke dalam mulut dan membuang
kembali. Tindakan tersebut dilakukan sebanyak 3 kali terlihat
mulutnya komat kamit mengucapkan beberapa kata, membelah
air ke samping kiri 3 kali dan ke kanan 3 kali, dengan
menggunakan ujung telapak tangan kanan, memutar mutar air
sebanyak 25 kali. Selanjutnya air yang diputar putar itu diambil
untuk dipercikkan ke wajah ibu hamil dengan tangan kanan
124

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

sebanyak 45 kali. Setelah itu nana lio berdiri di belakang


pasien kemudian tangan kanan membelah air sebanyak 2 kali ke
arah kiri dan kanan diteruskan memutar mutar air sungai
sebanyak 135 kali dan air disiram 37 kali ke belakang tubuh
pasien yang membelakanginya. Hal yang sama juga dilakukan
kembali dari arah samping kiri dan kanan ibu hamil tetapi tidak
dilakukan gerakan memutar air oleh nana Lio.

Gambar 3.2.
Ritual Adat Tubolo
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Ritual dilanjutkan, dukun dengan tangan kanan


memegang ubun ubun ibu hamil sambil membaca manteramantera, kemudian tangan kanan nana lio mengusap-usap perut
pasiennya sambil memutar tangannya sebanyak 37 kali dan
dibagian akhir ritual nana lio mengambil pece (lumpur
berwarna hitam) yang terdapat di tepian koala (sungai) diberikan
kepada pasien yang duduk melawan aliran air sungai. Lumpur
tersebut dioleskan ke perut pasien dengan tujuan supaya anak
cepat kaluar tutur nana lio. Lumpur (pece) bahasa Gorontalo
latao tersebut dioleskan ke bagian bawah perut ibu hamil.
Menurut informan supaya Mopoolipa o dodomi maksudnya
adalah supaya air ketuban cepat pecah sehingga bayi cepat
125

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

keluar dari perut ibu, dan bertujuan untuk menipiskan Dodomi


(plasenta), atau disebut Tunnuhu. Setelah itu pasien mandi
dengan menggunakan sabun mandi (berdasar pengamatan
peneliti, ibu hanya menggosok badan bagian atas, tanpa
membersihkan secara keseluruhan badannya).
Pelaksanaan ritual mandi dan memeriksakan kehamilan
ke dukun hanya boleh dilakukan pada hari Kamis atau Jumat,
diungkapkan informan SRI sebagai berikut :
Hari lain tidak boleh bo hari Kamis atau Jumat saja.
Kalau waktu lain cuman bisa ba uru biasa, kalau mandi
adat harus hari Jumat atau Kamis.

Saat ritual berlangsung, nanalio (sebutan nama dukun)


tidak memperhatikan kondisi kebersihan air sungai, padahal
bertepatan dengan kegiatan MCK (mandi cuci kakus) warga di
Dusun Langge yang rata-rata dilakukan pada pagi hari.
Ritual/adat tubolo di mulai pada pagi hari sekitar jam 7 pagi.
Nana lio saat melakukan ritual di sungai tidak mengindahkan
kesehatan dan kebersihan ibu hamil. Tindakan berbahaya
tersebut adalah memasukkan segengam lumpur yang diambil
dipinggiran sungai kemudian digosokan ke perut ibu hamil
sampai mendekati bagian kemaluan ibu hamil dengan posisi
duduknya melawan aliran air sungai yang mengalir melewati
kedua celah kakinya yang belum tentu bersih, durasi pasien
berada di dalam sungai dengan posisi badan basah dalam waktu
cukup lama dengan suhu air koala (sungai) saat pagi hari cukup
dingin. Saat itu aliran air sungai membawa beberapa lembar
daun pohon dan warna air sungai sedikit keruh karena dasar
sungai terdiri dari tanah berwarna cokelat dan berpasir.
Pelayanan kesehatan ibu hamil mencakup pemeriksaan KI
dan K4. Jumlah kunjungan KI merupakan gambaran besaran ibu
hamil yang telah melakukan kunjungan pertama ke fasilitas
126

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal.


K4 adalah gambaran ibu hamil yang mendapatkan pelayanan
antenatal sesuai standar paling sedikit empat kali, dengan
distribusi pemberian pelayanan adalah minimal satu kali pada
triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua dan dua kali
pada triwulan ke tiga umur kehamilan (Juknis SPM, Kemenkes
2008 dalam Profil Dinkes Provinsi Gorontalo, 2013).
Cakupan kunjungan ibu hamil di wilayah PKM Dulupi tahun
2012 berjumlah 151 ibu hamil dengan K1 139 (92,1%) dan K4 111
(73,5%). Berbagai faktor yang menghambat ibu hamil
memeriksakan kehamilan di Puskesmas salah satunya adalah
jarak, waktu dan biaya yang dikeluhkan oleh beberapa ibu-ibu di
desa ini. Faktor lain, ibu hamil di luar nikah enggan
memeriksakan diri karena stigma sosial di kalangan masyarakat
Dulupi, dan tingkat kepercayaan ibu hamil terhadap Hulango
(dukun) masih sangat besar khususnya dalam pemeriksaan
kehamilan.
3.1.3. Persalinan oleh Bidan dan Hulango (Dukun Beranak)
Berdasarkan Profil Dinkes Kabupaten Boalemo diketahui
bahwa sebanyak 2.386 orang dari 2.588 orang ibu bersalin atau
sebesar 96,6% ditolong oleh tenaga kesehatan di Kabupaten
Boalemo. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di wilayah
Puskesmas Dulupi merupakan yang terendah yaitu 76.4 %.
Keadaan ini dipengaruhi oleh letak geografis yang sulit, serta
masih tingginya kepercayaan dan berobat dukun dibanding
tempat pelayanan kesehatan (Profil Dinkes Kab Boalemo, 2012).
Wilayah kerja Puskesmas Dulupi terdiri dari 3 desa yaitu
Desa Dulupi, Kotaraja dan Tabongo. Desa Dulupi yang terdiri dari
6 dusun. Bidan yang bertugas di Puskesmas Dulupi berjumlah 5
orang, namun tidak semua melakukan pekerjaannya sebagai
127

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

bidan, hanya 2 orang bidan yang menangani pasien ibu hamil


dan melahirkan. Tiga orang bidan lain menangani pasien lain atau
membantu kedua bidan tersebut dalam mempersiapkan alat-alat
persalinan.
Puskesmas Dulupi memiliki 2 ruangan KIA yang digunakan
sebagai tempat untuk melakukan salah satu kegiatan yaitu
pemeriksaan kehamilan, pengontrolan dan pengawasan ibu
hamil. Di ruangan ini pula dilakukannya pertolongan persalinan
kepada ibu hamil yang datang melahirkan di fasilitas kesehatan.
Masyarakat Desa Dulupi hampir sebahagian besar
melakukan pertolongan persalinan di fasilitas kesehatan, akan
tetapi masih ada di temukan pertolongan persalinan yang di
tangani sendiri dan juga di bantu oleh Hulango (dukun bayi).

Grafik 3.1.
Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Tahun 2013
Sumber: Puskesmas Dulupi tahun 2014

Grafik 3.1 menggambarkan cakupan persalinan oleh


tenaga kesehatan pada bulan Januari sampai Desember tahun
2013. Nampak cakupan persalinan oleh nakes terbanyak di Desa
128

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Dulupi yaitu 74,32 % , di mana rata-rata para ibu hamil sudah


melakukan persalinan dan percaya pada petugas kesehatan
setempat.
Rata-rata wanita di Desa Dulupi hamil di usia yang masih
sangat muda, sehingga risiko tinggi pada saat kehamilan bisa
terjadi. AKI (Angka Kematian Ibu) terjadi di tahun 2011 dengan
satu kasus akibat pendarahan karena keterlambatan penanganan
disebabkan oleh jarak antara rumah pasien ke fasilitas kesehatan
cukup jauh. Kasus kematian ibu hamil terjadi juga di tahun 2013
dengan satu kasus akibat eklampsi dengan protein urine positif.
Kematian ibu bersalin disebabkan oleh pengetahuan masyarakat
tentang kesehatan masih kurang serta kesadaran dari masyarakat
itu sendiri masih rendah terhadap persalinan oleh tenaga
kesehatan. Mereka masih terpengaruh oleh budaya dan kebiasan
persalinan oleh dukun dibanding pelayanan oleh tenaga
kesehatan, sehingga pihak keluarga tidak mau dirujuk. Seperti
ungkapan informan (bidan) sebagai berikut :
Kasus kematian ibu hamil tahun 2012 karena usia ibu
itu masih muda 17 tahun, keluarga menyembunyikan
kehamilannya, karena faktor malu hamil tanpa bapak,
pasien tidak melakukan pemeriksaan K1, K2, K3, nanti
sudah mau melahirkan dan kejang-kejang papanya
bukan bawa ke Puskesmas hanya di bawa ke kantor
polisi karena mau melapor orang yang menghamili
anaknya, waktu itu masih sempat dirujuk ke RS Tilamuta
di Kabupaten Boalemo namun tidak tertolong karena
sudah kejang-kejang dan tensinya naik.

Pada tahun 2014 terjadi satu kasus kematian bayi saat


lahir akibat retensio plasenta. Meskipun sempat dirujuk, tetapi
akhirnya ibu meninggal dunia setelah pulang paksa akibat tidak
ada lagi cukup dana untuk rawat inap di rumah sakit. Ungkap
informan (bidan ) sebagai berikut,
129

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Begitu juga baru-baru ini (bulan Juni 2014) minggu lalu


ada ibu partus ditolong sama orang tuanya sendiri
melahirkan, waktu torang pigi ke rumahnya dia marah
dia bilang tidak hamil perutnya katanya ambou
(pengaruh lemak), nanti so sakit perut baru dia tahu
hamil, dukun so cukup kasih nasehat untuk melahirkan
di Puskesmas, tapi pasien menolak, akhirnya plasenta
(dodomi) tidak keluar, tiga hari plasenta tidak keluar,
ahirnya kami rujuk ke RS Tilamuta, di RS Tilamuta
plasenta tidak keluar akhirnya di rujuk ke RS Pohuwato,
belum terlalu pulih badanya pasien dan keluarganya
minta pulang paksa, dengan alasan pasien sudah tidak
mampu tinggal lama-lama di RS badannya terasa berat,
dengan alasan yang juga tidak ada uang lagi, orang susah
juga kasihan waktu dirujuk kami ada kasih uang Rp
250.000,-.

Fenomena ini memberikan gambaran bahwa tindakan


oleh sebagian ibu yang tidak memilih fasilitas kesehatan sebagai
tempat melahirkan akan memberikan pengaruh yang besar
terhadap keselamatan ibu hamil-melahirkan. Saat ini persalinan
oleh tenaga kesehatan di Desa Dulupi mencapai 74,32 yang
artinya 27 % masih memakai jasa non medis yaitu dukun
beranak. Hal ini perlu di waspadai dan perlunya program
kemitraan bidan dan dukun di setiap wilayah. Berdasarkan SDKI
yang dilakukan tahun 2012 cakupan persalinan oleh tenaga
kesehatan nasional sudah mencapai 89,68 %, angka ini sudah
mencapai target nasional yang tertuang dalam Renstra
Kementerian sebesar 88%.
Terkait pelayanan KIA, informan (bidan) selama
melaksanakan tugasnya
sangat aktif dalam memberikan
pelayanan yang baik kepada pasien-pasiennya. Meskipun di Desa
Dulupi banyak dukun namun menurut informan dukun yang
bermitra dengannya hanya 5 orang. Upaya untuk meningkatkan
130

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

kinerja dukun dilakukan dengan memberikan dana transport


kepada dukun sebesar Rp. 25.000,-/orang bila memberikan
informasi atau membawa pasien ibu yang akan melahirkan. Hal di
ungkapkannya sebagai berikut :
Saya kalau ada ibu hamil dan sampai proses partus,
selalu saya kontrol dan kerjasama dengan dukun, kalau
dukun bawa pasien ibu hamil ada kita kasih uang
transport Rp. 25.000,- lima orang dukun di sini semua
bakasih informasi kalau ada ibu hamil dengan yang mo
melahirkan.

Menurut informan (bidan) saat ini pembiayaan persalinan


dengan dana Jampersal (Jaminan persalinan) sudah tidak berlaku
lagi. Pasien risti (risiko tinggi) yang akan di rujuk ke RS Tilamuta
dan tidak memiliki kartu Jamkesmas, maka secara langsung
informan menguruskan kartu Jamkesda, ungkap informan :
Saya biasa lihat pasien biasanya dorang tidak punya
kartu jamkesmas. Kalau ekonominya tidak mampu
apalagi kalau mo dirujuk saya uruskan dia punya kartu
jamkesda, yang penting mereka ada KTP, yang susahnya
kalau tidak ada KTP, dan rata-rata biasa kesulitan di situ
KTP, Baru mominta surat keterangan tidak mampu dari
kepala desa. Kalau yang tidak ada kartu jamkesmas atau
jamkesda terpaksa harus bayar kalau pas mo
melahirkan,
biasanya
Rp.
500-600.000/partus,
melahirkan di Puskesmas kami tidak melayani partus di
rumah, kecuali dalam keadaan terpaksa pasien yang
rumahnya jauh dari fasiliats kesehatan dan sudah tidak
mampu ke Puskesmas kecuali risiko tinggi kami harus
rujuk .

Kesulitan yang sering dihadapi adalah pasien tidak mau


dirujuk dan bila akan dirujuk harus menunggu hasil perundingan
keluarga yang menyebabkan keterlambatan rujukan. Salah satu
131

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

pertimbangan tidak mau dirujuk adalah masalah ekonomi,


seperti diungkap informan :
Biasanya torang mau bantu dorang (ibu hamilmelahirkan) biasa dorang sendiri yang tidak mau, apalagi
kalau mo dirujuk, nanti somo parah pasien baru ada
keputusan keluarga, biasa pasien sendiri yang tidak mau
mo dirujuk, mungkin dorang bapikir ekonomi. sekarang
ini persalinan harus di Puskesmas kalau di rumah harus
dibayar. Kalau ada yang melahirkan di rumah biasanya
dukun yang tidak bermitra dengan torang yang kasih
melahirkan, nanti kalau ada apa-apanya baru torang
dipanggil.

Dilakukan wawancara kepada seorang dukun beranak di


Dusun Batupotong. Informan bekerja sebagai dukun beranak
sudah cukup lama, dan sudah lupa awal mulanya jadi dukun
beranak. Profesi sebagai dukun di peroleh dari orang tuanya
secara turun temurun. Selain berprofesi sebagai dukun beranak,
informan juga sebagai pengobat tradisional, pijat tradisional
khususnya untuk anak-anak bayi dan ibu hamil. Sejak 4 tahun
terakhir ini Informan bermitra dengan bidan di Puskesmas
Dulupi. Informan menceritakan tentangpola kerja dukun dalam
menolong ibu bersalin setelah bermitra dengan bidan. Dukun
dilarang menolong persalinan dan akan kena sangsi berupa
denda sebesar 500 ribu rupiah bila melanggar Hal-hal yang tidak
boleh dilanggar dalam upaya kerjasama tersebut diungkap
informan sebagai berikut:
Saya tidak boleh bakasih melahirkan di rumah ibu
hamil, kalau saya langgar saya kena denda RP, 500.00,begitu juga kalau ada ibu hamil yang bersalin di rumah
kena denda RP, 500.000,-. Makanya saya anjurkan dan
selalu bawa pasien ibu hamil sama ses bidan di
Puskesmas.
132

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Menurut informan (dukun) untuk menjalin kerjasama


tersebut dukun hanya diberikan sosialisasi tata cara pemeriksaan
ibu hamil dan persalinan dilengkapi dengan alat partus. Terkait
intensif/imbalan yang diberikan sampai saat ini tidak ada
pembicaraan mengenai dana bantuan untuk seorang dukun
dalam memberikan informasi atau saat membawa pasien.
Ungkap informan,
Torang cuma dikasih kayak pelatihan begitu, tidak ada
bicara dana berapa yang mo dikasih kalau mo antar
orang melahirkan atau ba kasih informasi, biasa kasihan
torang cuma mo dapa dari ibu hamil itu biasa dikasih Rp
200.000, sampai dengan 250.000,- Dulu ada di kasih
sama ses astri pas dia so pindah ke Paguyaman, tapi
sejak tahun 2013 so teada torang dapa bantuan itu,
biasa ses astri kasih torang kalau mo babantu antar
pasien dengan bantu-bantu di ruangan bersalin biasanya
Rp. 50.000,-.

Grafik 3.2.
Cakupan Persalinan oleh Dukun Tahun 2013
Sumber : Puskesmas Dulupi 2014

133

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Grafik 3.2 menunjukkan bahwa masih banyak para ibu


yang menaruh kepercayaan pada Hulango (dukun bayi),
khususnya di Desa Dulupi yang memiliki persentase persalinan
dukun yaitu sebesar 6.8%, lebih tinggi di banding dengan desadesa lain yang ada di wilayah Puskesmas Dulupi. Saat ini
persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan di Puskesmas
dan ibu hamil/melahirkan akan memperoleh buku KIA untuk
kontrol. Buku KIA tempat mencatat data ibu dan bayi. Berikut
penuturan informan RA yang pernah membantu istrinya
melahirkan sendiri di rumahnya sebagai berikut :
Anak ke enam saya lahirkan sendiri di rumah dibantu
oleh Hulango. Tapi sekarang sudah harus di RS (RS yang
dimaksud oleh informan adalah sarana kesehatan dasar
yakni Puskesmas), karena kalau di rumah itu akan
didenda. Melahirkan di RS bagus terjamin. Kalau mau ba
kontrol juga dikasih buku KIA, ada diisi data agar supaya
sehat bayi dan ibunya. Ada juga petugas yang
mengingatkan untuk rajin datang ke Imunisasi tiap
bulan.

Ketergantungan ibu hamil kepada dukun karena dukun


dapat memberi pelayanan terkait ritual, mau menjaga selama
hamil sampai melahirkan, membantu ibu bersalin termasuk
merawat dn memandikan. Informan juga tahu bahwa dukun
harus memberitahu bidan bila ada yang mau melahirkan seperti
pernyataan informan RMA berikut ini :
Kalau mau melahirkan ke dukun dulu. soalnya masih dia
mo tondhaloliopo (adat dalam ritual raba-raba perut
supaya ta jaga terus ibu dan bayi di dalam perut. Tidak
ada yang ba ganggu. Dukun yang somo dapa rasa semua,
dorang yang mo b jaga dari hamil sampai melahirkan.
Mo ba rawat, mo kase mandi, mo kase pake, sampe ada
yang mo kase tidur atiolo (kasihan) dorang dukun yang
134

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

biasa jaga ba bantu. Tapi sekarang so harus ba kase tau


sama ti ses (bidan) kalau ada yang mo melahirkan.

Dari ungkapan informan di atas nampak warga sudah


mulai menyadari dan menaruh kepercayaan penuh akan
pelayanan kesehatan saat mulai pemeriksaan kehamilan sampai
persalinan. Hulango tetap mendampingi pasiennya (ibu hamil)
pada saat proses persalinan berlangsung. Hal yang sering
dilakukan Hulango saat persalinan di Puskesmas adalah
memberikan air yang telah didoakan kemudian diminumkan pada
ibu yang akan melahirkan dengan tujuan agar proses persalinan
cepat dan selamat. Dukun juga membantu bidan menyiapkan
keperluan ibu seperti menyiapkan pakaian ibu dan bayi. Ibu
merasa nyaman dengan adanya Hulango yang mendampinginy
saat persalinan berlangsung. Pandangan lain diutarakan oleh
informan KA selaku suami yang menyatakan bahwa:
Waktu itu saya bawa istri saya sedang hamil anak kedua
kami. Dan yang saya tau kalau sekarang-sekarang ini
orang yang melahirkan harus di Puskesmas tapi biasanya
saya, melalui dukun bayi dulu yang tugasnya
mendampingi untuk mengatasi kalau ada roh/setan yang
mengganggu kan kalau bidan tidak bisa mengatasi hal
tersebut. Karena biasa dukun yang membaca doa untuk
keselamatan ibu hamil dan cabang bayi yang ada di
dalam perut.

Aksesbilitas jalan dan sarana transportasi merupakan


segelintir persoalan yang dihadapi oleh ibu hamil untuk
memperoleh pertolongan persalinan dengan baik dan selamat.
Keluhan disampaikan oleh ibu-ibu hamil secara langsung ketika
peneliti mengikuti kegiatan Posyandu khususnya di dusun
terpencil seperti Sambati dan Langge adalah jalan dan sarana
transportasi sebagai kendala utama dalam melakukan
pemeriksaan kesehatan di Puskesmas.
135

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Ibu hamil yang berada di Dusun Sambati sebahagian besar


memilih untuk melakukan persalinan di fasilitas kesehatan, tetapi
terkendala oleh jauhnya akses ke tempat pelayanan kesehatan
akibat kondisi jalan yang sulit. Berdasarkan pengalaman yang ada
di tahun-tahun sebelumnya ibu yang tinggal menghitung hari
untuk melahirkan masih tetap bertahan di rumahnya, ungkap
informan YA sbb :
Mau ke kampung setengah mati dengan kondisi jalan
dan biaya juga berat bagi kita biasa ongkos pulang pergi
Rp. 15.000,0 naik bentor. Dengan keadaan ini banyak
yang bersalin di rumah dengan undang Hulango.

Keadaan seperti ini sudah sering kali terjadi. Akan tetapi


sekarang dukun diharuskan untuk dapat menginformasikan ke
bidan desa apabila ada ibu hamil atau yang akan melahirkan.
Menurut beberapa informan, sekarang peraturannya semua
dukun yang bermitra wajib untuk memberikan informasi ke
bidan. Salah satu keinginan masyarakat khususnya warga yang
tinggal di Dusun Sambati dan Langge adalah disediakan rumah
tunggu seperti ungkap informan KDR sebagai berikut :
Paling baik ada rumah tunggu di dusun ini yang
difungsikan untuk para ibu hamil yang akan
melangsungkan persalinan yang usia kandungannya
sudah menginjak 9 bulan. Dengan rumah tunggu akan
mengurangi kejadian persalinan di rumah dan dibantu
oleh Hulango. Di rumah tunggu nanti akan ada warga
yang menjaga (Informasi saran ini diperoleh kader dari
kepala Desa Dulupi).

Menurut informan AY (Bidan), saat ini akan diterapkan


aturan oleh Puskesmas Dulupi yaitu setiap ibu hamil dan
memeriksakan kehamilannya di Puskesmas akan diberikan
seperti surat perjanjian (kontrak) dengan petugas kesehatan
136

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

(bidan) bahwa ibu hamil akan memilih tempat persalinan di


fasilitas kesehatan. Isi perjanjian tersebut akan ditandatangani
oleh pihak keluarga seperti suami atau orang tua dari ibu hamil.
3.1.4. Masa Nifas
Perawatan ibu setelah melahirkan/masa nifas tetap
dilakukan oleh seorang bidan dan dukun beranak di Desa Dulupi.
Ibu yang melahirkan di Puskesmas, jika tidak ada masalah dalam
persalinannya biasanya setelah melahirkan langsung pulang hari
itu juga bersama keluarganya. Jika terjadi masalah seperti
pendarahan atau bayi masih membutuhkan penanganan serius,
bidan belum memberikan izin pulang dan semua tergantung
kondisi pasien.
Pasca melahirkan, bidan memberikan obat ketika ibu
melahirkan akan pulang. Pemantauan terus dilakukan oleh bidan
biasanya selama 3 hari pasca melahirkan. Selain bidan, dukun
memiliki peran yang lebih besar saat pasca melahirkan, yaitu
merawat ibu dan bayi dengan baik di rumah. Seorang dukun akan
melakukan perawatan berupa memandikan ibu selang dua hari
setelah melahirkan, yaitu dengan cara memandikan dengan
ramuan. Dukun memandikan ibu dengan air hangat yang diberi
daun pisang kering dan daun jarak (balacai) yang digosokkan
ketubuh ibu. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan tenaga atau
urat yang sempat terbuka saat persalinan. Selain itu, ibu nifas
harus duduk di batu yang panas/hangat yang telah disiapkan
dukun untuk merapatkan jalan lahir.
Memandikan dengan air hangat, memijat ibu dan bayi
setelah melahirkan, sudah merupakan tradisi turun temurun. Ibu
dan bayi dipijat sebanyak 3 kali dalam seminggu oleh dukun bayi.
Pijatan di badan berguna untuk membuat sang ibu rileks dan
badan terasa segar kembali. Pantangan ibu setelah melahirkan
137

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

adalah dilarang bekerja khususnya memasak, mencuci dan


melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya. Menurut dukun, ibu
yang istilahnya bapaksa kerja setelah melahirkan akan kena
penyakit bantahan, dan penyakit itu jika dibiarkan atau tidak
diobati bisa bahaya. Ciri-ciri penyakit tersebut adalah sakit kepala
terus menerus, pusing, badan lemah, dan semakin hari berat
badan menurun atau semakin kurus dan bisa mengakibatkan
kematian. Oleh karena itu, rata-rata ibu nifas sangat menjaga
kesehatannya, aktifitas setelah melahirkan dikurangi. Peran
suami dan keluarga sangat membantu untuk memulihkan tenaga
ibu setelah masa melahirkan.
Terkait dengan kunjungan ibu nifas ke pelayanan
kesehatan di wilayah Puskesmas Dulupi, dari 151 ibu hamil yang
ditolong oleh petugas kesehatan saat melahirkan hanya 110
orang (76,4%) dari ibu nifas yang mendapatkan pelayanan
kesehatan. Rata-rata pemeriksaan ibu nifas dilakukan di
Posyandu yang dilaksanakan setiap bulannya di tiap-tiap dusun.
Seorang bidan setelah memberikan pelayanan selama
masa nifas sering mengingatkan tentang pelayanan keluarga
berencana (KB). Setiap ibu yang telah melahirkan dianjurkan oleh
bidan untuk ber KB dengan menggunakan alat kontrasespsi. Alat
kontrasepsi yang diminati oleh ibu-ibu di Desa Dulupi adalah pil
KB, suntik dan susuk KB (implant). Metode KB menggunakan
spiral (IUD) tidak digunakan karena hampir seluruh ibu-ibu di
Desa Dulupi takut untuk pemasangan spiral. Pil KB diperoleh dari
bidan desa tetapi biasa juga dibeli di pasar tradisional Dulupi
seperti diungkap oleh informan AY (bidan) sbb:
Dalam hal KB rata-rata ibu-ibu disini KB implant (susuk)
dan KB pil sama suntik. Kalau KB spiral dorang tidak mau
alasannya takut. Kalau ada yang sudah cocok dengan KB
pil dorang tidak mau mo rubah-rubah lagi.

138

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Ada beberapa
ibu yang diwawancara mengaku
menggunakan alat kontrasepsi KB implant. Saat itu masa berlaku
KB implant tersebut sudah habis dan seharusnya dilepas tapi
belum dilakukan karena tidak memiliki uang untuk biaya melepas
implant. Berikut ungkapan informan ibu SKO,
Saya pasang KB susuk (implant) sejak sape anak umur 1
tahun, sekarang sape anak itu so umur 9 tahun kelas 2
SD, sedangkan batas susuk hanya 3 tahun, ini so lewat 4
tahun saya belum kase keluar, ini saya si tidak dapa haid
somo satu tahun umur baru 44 tahun. Takut saya kong
mo bayar lagi katanya kalau bakase kaluar tidak tahu
berapa mo diminta itu kalau bakase kalura, pestengah
mati uang sape laki tebisa bekerja ada kena penyakit
usus turun, jadi saya yang mencari uang sendiri untuk
keperluan hari-hari.

Kasus lainya terkait dengan penggunaan alat kontrasepsi


KB implant terjadi pada informan ibu ASN. Pemasangan KB
implant dilakukan pada tahun 2006 saat anak dari informan ASN
berusia 1 bulan. KB implant dipasang pada bagian atas tangan kiri
dengan pemasangan gratis di Puskesmas. Batas pemakaian KB
implant hanya 2 tahun, yang sebelumnya juga informan pernah
memasang KB implant namun hingga pemakaian 6 tahun belum
dilepas dan diganti baru karena masalah biaya. Ungkap informan
ASN sebagai berikut:
Saya KB implant sudah dua kali dulu pasang pas waktu
ada anak ke-dua itu saya lepas dan hamil anak ke tiga
tahun 2006. Saya ba pasang yang kedua sampe sekarang
saya belum lepas, kalau mo dilepas bayar 50 ribu, yang
mahal kalau mo ba pasang ulang Rp.150.000, itu yang
saya pikir tapi saya tidak apa juga sampe sekarang, tidak
hamil-.

139

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Pemasangan implant sudah berlangsung lebih dari 6


tahun, tetapi informan ASN tidak merasa khawatir dan tidak
mengeluh sedikitpun. Informan lebih memikirkan tentang biaya
yang harus dikeluarkan saat pelepasan implant dan pemasangan
kembali yang menurutnya terlalu berat untuk kondisi
ekonominya.
Sekarang ini anjuran program berbasis gender bidang
kesehatan yang mengikutsertakan pria dan wanita dalam
program KB sangat diharapkan dan sudah disosialisasi di tiap
kesempatan. Keluarga berencana intinya untuk mengantisipasi
segala kemungkinan yang berkaitan dengan masalah dan beban
keluarga jika kelak memiliki anak. Dulu di kalangan masyarakat
Dulupi masih ada istilah banyak anak banyak rezeki, namun saat
ini masyarakat mulai disibukkan dengan aktifitas masing-masing
khususnya terkait ekonomi keluarga. Warga Dulupi lebih
memperhatikan kebutuhan dasar rumah tangga sehingga harus
bekerja dan beraktifitas lebih banyak di kebun, sehingga para ibuibu memutuskan untuk ber KB demi membantu para suami
dalam memenuhi kebutuhan keluarga.
3.1.5. Pemberian ASI Ekslusif dan Makanan Tambahan untuk
Anak
Ibu-Ibu di Desa Dulupi sangat menginginkan anaknya
diberi Air Susu Ibu (ASI) langsung setelah melahirkan. Mereka
ratarata memiliki pengetahuan bahwa air susu ibu (ASI)
sangatlah berguna untuk kesehatan seorang anak. Jika ASI belum
keluar mereka akan berusaha membeli susu formula, walaupun
keadaan ekonomi pas-pasan. Air Susu Ibu bisanya akan keluar
langsung atau satu dua sampai tiga hari pasca melahirkan.
Namun ada ibu yang mengeluhkan ASI nya tidak keluar, dan

140

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

biasanya setelah mengkonsumsi kacang tanah yang digoreng,


dan seringnya makan ikan kua asam merangsang ASI bisa keluar.
Sebelum ASI keluar, orangtua atau mertua dari ibu yang
melahirkan akan memberikan madu atau air gula pada bayi yang
baru lahir. Ibu nifas seringkali tidak makan makanan yang bergizi,
bahkan hanya makan pisang rebus sehingga ASI tidak keluar,
seperti ungkapan informan JH di bawah ini:
Anak kedua saya, yang kurang lebih umurnya 11 bulan
pertama itu belum ASI yang dikasih air gula baru itu di
beri Tabulo tutu (Air Susu Ibu). Biasanya isteri saya
memberikan ASI pagi, siang dam malam. Setelah itu
isteri saya juga biasa membawa julu (anak bayi) ke
Posyandu, rutin tiap bulan. Waktu lalu itu te Julu masih
dalam kandungan dan pas somo melahirkan saya yang
menggantikan posisi ibu artinya saya yang urus
persiapan semua, dari pakaian sampai makanan. Kalau
orang yang baru melahirkan kan tidak bisa mengangkat
yang berat-berat, makan yang keras tidak bisa kalau
cuman pisang rebus yang di makan isteri saya itu tidak
ada yang masuk ke ASI. Depe apa begitu, gizinya.
Pokoknya saya berusaha untuk memberikan asupan ASI
yang pas untuk kesehatan isteri dan anak saya te Julu.

Masyarakat Dulupi mengenal dari orang tua ramuan


tradisional yang turun temurun di gunakan oleh para ibu untuk
melancarkan ASI yaitu,
1) Omu adalah campuran Kelapa muda dengan gula serta
garam. Cara membuatnya buah kelapa muda yang berwarna
orange di lubangi, dicampurkan dengan gula pasir-gula
merah/aren dan garam sesuai dengan ukurannya, biasanya
satu sendok makan untuk gula dan garam, kemudian
diminumkan pada ibu setelah melahirkan.

141

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

2) Tondolo terdiri dari daun pisang kering, daun lemon, daun


jarak (daun balacai atau daun bindalo). Cara membuat,
bahan yang disebutkan tersebut di rebus kemudian disaring
dan airnya diminum sebanyak satu gelas setiap hari, serta
ampasnya di pakai untuk memijat badan ibu setelah
melahirkan.
3) Kuah asam ikan yaitu terdiri dari ikan mentah, daun lemon,
air dan rempah- rempah terdiri dari buah cengkeh, merica,
bawang merah, bawang putih, jahe, pala, tomat.
4) Kuah asam sayur yaitu terdiri dari sayur jantung pisang, daun
lemon, air putih dan rempah-rempah yang sama dengan
rempah ikan kuah asam.
5) Minuman teh dan kacang goreng dan pemberian makanan
tambahan seperti bubur kacang hijau untuk ibu hamil,
melahirkan, menyusui dan balita yang datang berkunjung di
Posyandu. Bubur kacang hijau sangat bermanfaat untuk
kebutuhan gizi anak
dan balita diantaranya untuk
perkembangan janin dalam kandungan bagi bumil, dan bagi
balita untuk tumbuh kembang anak.
Hasil wawancara mendalam dengan beberapa informan,
menunjukkan masih kurangnya pengetahuan ibu tentang
makanan yang baik dan bergizi untuk diberikan ke anak-anak
mereka. Rata-rata informan menyatakan jarang memberikan
makanan bergizi untuk anaknya seperti buah, sayur dan susu dan
biasanya makanan bergizi itu hanya dirasakan pada saat kegiatan
Posyandu. Seperti Ibu Slm umur 18 tahun, anak pertama usia 3
tahun dan anak keduanya berusia 9 bulan. Anak keduanya sejak
usia dua bulan sudah diberi makanan beras dan jagung halus.
Pengetahuan informan tentang makanan bergizi untuk anaknya
terbatas disamping kemampuan secara ekonomi untuk membeli
bahan makanan. Dia hanya memberi makan anaknya dengan
beras halus dan Jagung (milu) halus atau istilah alus jagung yang
142

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

dimasak dengan air seperti bubur dicampur dengan garam dan


gula merah (aren) tanpa ada tambahan seperti sayur atau ikan.
Makanan seperti ini sudah sering diberikan oleh informan,
dengan alasan tidak memiliki uang lebih untuk membeli susu
atau makanan yang bergizi. Bagi mereka, yang terpenting anak
mau makan dan sehat. Disamping makan jagung halus anaknya
masih diberi ASI. Ketidak mampuan untuk membeli susu
terungkap dari informan SLM sebagai berikut :
Kami mau memberikan susu tambahan buat torang pe
anak tapi te bisa karena teada uang, suami cuman petani
jagung yang untungan-untungan dalam sebulan bisa
dapat uang, jadi sape anak cuman minum toto
(menetek) .

Selain itu informan IL yang mempunyai anak satu orang


dengan usia 7 bulan menyampaikan bahwa bayinya telah diberi
tepung beras sejak usia satu bulan dan kemudian diganti dengan
tepung jagung, Berikut pernyataan ibu IL,
Saya pe anak dari satu bulan saya sokasih makan
tepung beras yang saya tumbuh sendiri dibikin bubur
campur garam, sekarang saya soganti denga alus jagung
(tepung jagung ) pake masako dengan garam .

Pola makan anak bayi di Desa Dulupi bervariasi, namun


rata-rata sudah diberi makanan tambahan sejak usia 1-4 bulan,
bahkan mereka juga memberikan ikan kuah asam kepada bayinya
seperti disampaikan oleh informan lainnya (ibu INA) sebagai
berikut,
Kebiasaan saya hari-hari memasak, mengurus anak,
sejak usia 4 bulan anak saya sudah beri makanan
tambahan seperti makanan bayi merek sun (sun pisangberas merah) dengan bubur yang dicampur dengan ikan
kuah asam. Sape anak baru lahir cuman minum tete
143

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

(ASI) nanti sudah 4 bulan saya kasih makan bubur


campur ikan kuah asam biasa juga sun pisang atau beras
merah.

Hasil pengamatan peneliti, para ibu memiliki kebiasaan


memasak makanan dibubuhi penyedap rasa seperti Masako dan
vitsin pada setiap menu makanan. Bahkan yang memprihatinkan,
ada salah seorang informan mengatakan bahwa anaknya sering
mengkonsumsi penyedap rasa saja sebagai cemilan. Orang tua
(informan) sudah berusaha menyembunyikan penyedap rasa
tersebut, namun anaknya dapat mengetahui tempat
penyimpanan. Menurut informan mungkin terpicu oleh
kebiasaan mengkonsumsi makanan yang banyak menggunakan
penyedap rasa seperti vitsin. Sampai saat ini petugas kesehatan
setempat belum mengetahui, bahwa beberapa anak-bayi di Desa
Dulupi khsususnya anak balita masih sering diberi makanan alus
jagung dan alus beras yang dicampurkan dengan penyedap rasa
makanan.
Penggunaan penyedap rasa dalam makanan sudah sangat
meluas. Salah satu informan YRN memiliki tiga orang anak, anak
kedua kembar hanya diberi susu Energen rasa coklat. Sejak usia
anaknya tiga bulan, ASI dari informan sudah tidak keluar lagi dan
mulai usia 3 bulan anaknya sudah diberi susu Energen. Saat ini
anak kembarnya sudah berusia 1,5 bulan. Minuman Energen
diberikan sebanyak dua sampai tiga bungkus dalam sehari. YRN
mempunyai kebiasaan menambahkan penyedap rasa berupa
vitsin pada setiap menu makanan setiap kali memasak.
Pada pagi hari informan YRN sering memberikan nasi bubur
pada anak kembarnya, siang makan nasi dan ikan serta sayur
kangkung yang di tumis, dan biasanya juga memasak terong
santan, dan kuah asam. Menu makanan tidak menentu, kadangkadang hanya makan sayur kangkung atau ikan dan sangat jarang
makan buah. Buah yang tersedia di Desa Dulupi khususnya di
144

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

pasar tradisional Dulupi terbanyak pisang, papaya dan rambutan,


itupun YRN tidak pernah memberikan buah pada anaknya.
Kebiasaan ini sudah berlangsung dalam keseharian pola makan
keluarga mereka.
Ada sebagian ibu yang mempunyai anak balita di Desa
Dulupi mengatakan bahwa ASI bukan hanya air susu ibu yang
berasal dari air susu ibu (toto), namun ASI yang dimaksudkan
adalah makanan seperti bubur, nasi, halus milu (jagung) adalah
bagian dari makanan ASI untuk bayi-anak. Hasil pengamatan
peneliti menunjukkan bahwa makanan bayi yang paling umum
dan utama adalah bubur nasi, beras halus, jagung halus yang
dicampur dengan gula atau garam. Makanan tersebut diberika
pada bayi mulai usia 2 bulan sampai 2 tahun. Pola makan seperti
ini sudah turun temurun dilakukan oleh orangtua-mertua
mereka. Sebagian ibu di Desa Dulupi beranggapan bahwa
makanan yang disebutkan tersebut adalah makanan bergizi dan
susu formula hanya mampu dibeli oleh orangtua yang memiliki
ekonomi lebih.
Hasil observasi menggambarkan pola asuh anak di desa
Dulupi. Sebagian ibu menitipkan anaknya pada kakek dan
neneknya yang juga memiliki kesibukan baik di kebun maupun di
rumah sehingga pola makan atau pola pengasuhan anak kurang
diperhatikan. Begitu pula para ibu yang memiliki anak balita
masih kurang memperhatikan menu makanan yang diberikan
pada anaknya. Ketika balita sudah mulai bisa makan sendiri,
orang tua tidak melakukan pengawasan jenis makan yang
dikonsumsi, yang penting sudah makan dan tidak menangis. Hal
ini jika terus berlanjut maka akan mempengaruhi pertumbuhan
anak.
Indikator utama derajat kesehatan masyarakat adalah
angka kematian bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR). Hasil
penelitian yang ada menyatakan bahwa angka kematian bayi ini
145

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

tidak berdiri sendiri melainkan terkait dengan faktor-faktor lain,


terutama gizi. Status gizi ibu pada waktu melahirkan, dan gizi bayi
itu sendiri sebagai faktor tidak langsung maupun langsung
penyebab kematian bayi. Bayi atau anak balita yang kekurangan
gizi sangat rentan terhadap penyakit infeksi, termasuk diare dan
infeksi saluran akut, utamanya pneumonia. Oleh sebab itu
perbaikan gizi masyarakat yang difokuskan pada perbaikan bayi
dan anak balita merupakan awal dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat ( Notoatmodjo, S. 2011).
Berdasarkan pemantauan tentang presentase balita yang
mengalami gizi buruk di Kabupaten Boalemo pada tahun 2012
adalah 122 balita, terdapati 9,119 balita yang datang ke tempat
pos penimbangan dan ditimbang. Cakupan penimbangan balita
82.83 % dan presentase BB (berat badan) naik 79.18% sedangkan
BB tetap 20.82%. Ada 3 kecamatan yang rawan gizi (gizi kurang
dn gizi buruk) di Kabupaten Boalemo yaitu Kecamatan
Paguyaman Pantai, Mananggu, Paguyaman (Wil Puskesmas
Bongo Nol) dan gizi buruk terdapat di Kecamatan Mananggu.
(Profil Dinkes Kab Boalemo, 2013).
Bayi yang memiliki berat badan lahir rendah di wilayah
Puskesmas Dulupi berdasarkan data Dinkes Kabupaten Boalemo
tahun 2012, yaitu jumlah lahir hidup 130 bayi, dan bayi baru lahir
ditimbang 2 orang ( 1,5 %), BBLR 2 orang.
3.1.6. Pantangan dan Cara Orang Tua Menjaga Kesehatan Anak
Masyarakat Desa Dulupi sangat percaya dengan penyakit
yang diakibatkan oleh agen personalitik yaitu penyakit yang
disebabkan oleh gangguan mahluk halus, setan penghuni sungai,
laut, hutan, serta penyakit akibat sihir. Pengamatan peneliti,
jarang menemui anak-anak bayi diberi jimat atau pegangan
seperti yang dilakukan oleh ibu hamil jika akan bepergian. Rata146

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

rata bayi yang baru lahir jika mereka tidur selalu diletakkan Quran, gunting di bawah bantal atau samping bantal guling anaknya,
hal itu dilakukan guna melindungi anak dari gangguan setan atau
mahluk lain seperti pongko (mahluk jadi-jadian).
Pantangan untuk anak bayi adalah tidak boleh diajak pergi
jalan-jalan jika hujan rintik-rintik pada siang, sore atau malam
hari dengan istilah dilanggu. Setiap anak yang keluar rumah pada
saat mendekati magrib akan sering ditegur banyak orang,
menurut orangtua dulu biasanya akan kena Langgu penyakit
keteguran setan, orang hidup atau orang yang sudah meninggal.
Sehingga untuk menjaga anak balitanya dari ilanggu (keteguran
setan) ibu-ibu di Desa Dulupi berusaha untuk menjaga anaknya
dari gangguan mahluk-mahluk halus dengan mengurangi aktivitas
bermain anak balita di luar rumah, kecuali jika ada kegiatan
Posyandu. Informan RM mengungkapkan sebagai berikut,
Tempat pelarian masyarakat sini jika anak sakit seperti
panas, ada tanda tanda sarampa (bintik bintik merah di
kulit di semua tubuh), biasanya ke dukun. Kalau
pengobatan anak anak yang sakit biasa mengobati anak
anak yang ketakutan yang sudah mendalam duito anak
panas karena kaget seperti takut dengan anjing, takut
orang, kaget, biasa diobati dengan cara di pici pici
(pijat) di cari bagian-bagian (pos pos) urut kaki dan
tangan baru dikasih air doa, di minum, dibasuh di bagian
muka, kaki dan tangan. Dukun cuma menolong
tergantung orang yang diobati karena masyarakat tidak
punya uang, dokter mengobati pake uang .

Kebiasaan turun temurun yang dilakukan oleh para ibu


yang memiliki anak balita di Desa Dulupi adalah membawa anak
mereka ke dukun beranak untuk dipijat (istilah bahasa Gorontalo
diurut), baik pada anak yang sehat maupun yang sedang sakit.
Kebiasaan pijat (urut) ini dilakukan sejak bayi baru lahir.
147

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Menurut sebagian informan (para ibu) kalau anak jatuh, malas


makan, tidak bersemangat maka hal yang pertama dilakukan oleh
para ibu adalah membawa anaknya ke dukun untuk diurut (pijat).
Ibu-ibu di Desa Dulupi memiliki kebiasaan memandikan
anak-balita sehari dua kali yaitu pada pagi hari mulai jam 8 pagi
dan jam 4 sore. Ada istilah ba cuci badan atau ba lap, yaitu
memandikan anak hanya dibasuh dengan sedikit air, dilakukan
jika anak mereka kurang sehat. Kebiasaan mandi masyarakat
Dulupi adalah di sumur atau pergi ke sungai bila malas menimba
air, dan menggosok gigi, diungkapkan oleh informan SLM berikut
ini,
Saya biasa mandi di sumur dengan anak-anak, dan
biasa juga di koala (sungai), kalau malas ba timba air,
mandi pakai sabun Nuvo biasa juga Lifebuoy, yang
pentin pakai sabun. Gosok gigi biasa satu hari sampai
dua kali juga, pakai pepsodent kalau ada.

3.1.7. Penimbangan Bayi dan Balita


Berdasarkan data Dinkes Kab Boalemo tercatat bahwa
balita yang datang ke Posyandu (D/S) dari tahun 2002 sampai
tahun 2011 terjadi kenaikan yang signifikan, namun pada tahun
2012 agak menurun. Sedangkan balita yang ditimbang dan naik
berat badannya (N/D) bersifat fluktuatif. Keadaan ini disebabkan
balita yang alamatnya tidak menetap atau hanya berdomisili
sehingga mempengaruhi D/S. Demikian pula dengan jumlah
sasaran proyeksi balita yang cukup tinggi dibanding hasil capaian
data riel yang ada sehingga mengakibatkan cakupan sangat
rendah. Tentang jumlah Posyandu di Kabupaten Boalemo dari
pemantauan di tahun 2012 adalah 155 Posyandu, dengan kriteria
Madya 55 (35.95%), Purnama 94 (61.44%) dan 4 (2.61%) kriteria
Mandiri.
148

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Posyandu merupakan wadah pemeliharaan kesehatan


yang dilakukan dari oleh dan untuk masyarakat yang dibimbing
petugas kesehatan. Posyandu menurut kalangan masyarakat
Dulupi adalah tempat berobat/pemeriksaan bagi Ibu-Ibu, Bumil,
oma (pengasuh anak), bayi, balita. Kegiatan yang dilaksanakan di
Posyandu yakni penimbangan secara rutin setiap bulan yang
dilaksanakan guna melihat status pertumbuhan bayi dan balita.
Desa Dulupi memiliki 5 Posyandu yakni Posyandu induk yang
menaungi dua dusun yaitu Dusun Jambura dan Teratai, Posyandu
Sambati, Langge, Batupotong dan Posyandu di Dusun Huwata. Ke
lima Posyandu ini difasilitasi oleh Puskesmas Dulupi dengan
diberi alat timbangan.
Berdasarkan data Dinkes Kabupaten Boalemo tahun 2012,
jumlah sasaran balita ditimbang di wilayah Puskesmas Dulupi
sebanyaki 638 balita, jumlah yang ditimbang 563 (88,2%) balita,
dan jumlah balita dengan berat badan naik 379 balita (67,3%).
Mayoritas ibu sudah sadar kepentingan mengetahui tumbuh
kembang anak sehingga jumlah balita yang datang ke Posyandu
cukup banyak. Meski demikian masih ada ibu yang tidak memiliki
waktu untuk membawa anaknya ke Posyandu karena kesibukan
dengan pekerjaan rumah tangga atau
bekerja di kebun
membantu para suami, selain itu faktor jarak dan dan kurangnya
alat trasnportasi untuk ke tempat Posyandu cukup jauh.
Alat timbangan yang sering digunakan menimbang bayi
dan anak balita pada saat kegiatan Posyandu adalah timbangan
jagung 100 kg. Alat timbangan ini dipinjam dari penampung
jagung yang bertempat di samping poyandu. Penggunaan alat
timbangan ini dilakukan secara insidentil jika petugas Posyandu
yang tinggal di desa induk atau dari Puskesmas tidak sempat
datang ke dusun tersebut. Alat-alat Posyandu Sambati berupa 1
buah timbangan dacin dan kain, tidak ada timbangan anak

149

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

(timbangan berdiri). Ungkap alah satu informan RK sebagai


berikut:
Menurut informasi yang saya terima melalui Hp
(handphone) petugas kesehatan dan kader desa lainnya
tidak datang disebabkan tidak ada kendaraan
operasional (mobil), mau naik motor tapi takut
sendirian. Timbangan tidak bisa diambil karena terkunci
dalam ruangan, kunci ada sama petugas.

Gambar 3.3.
Model Timbangan Saat Kegiatan Posyandu
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Setiap dusun memiliki satu orang kader Posyandu. Sebut


saja RN biasa disebut Ma Uko sebagai kader di Dusun Langge
umur 41 tahun, telah bekerja sebagai kader sejak tahun 2013.
Menurut informan, ada 45 ibu bayi dan balita yang tercatat di
buku register Posyandu, jumlah ibu hamil 8 orang dan yang
sudah melahirkan 4 orang. Jadwal pelaksanaan kegiatan
Posyandu setiap bulan berubah biasanya tanggal 1, 3, 5, 6.
Kegiatan yang sering dilakukan pada saat pelayanan Posyandu
adalah penimbangan bayi-balita, penyuluhan, dan pemberian
PMT (Pemberian Makanan Tambahan) berupa kacang hijau,
telur, beras dan susu bagi anak dan ibu hamil yang memiliki berat
badan rendah tidak sesuai dengan umur kandungannya. Kegiatan
Posyandu dibarengi dengan pelayanan kesehatan lainnya bagi
warga yang ingin berobat.
150

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Dua orang tenaga kesehatan dari Puskesmas Dulupi dan


kader 5 orang dari dusun lain datang pada setiap kegiatan
Posyandu , mereka bekerja melayani masyarakat dan saling
bantu membantu. Pustu Langge dibangun tahun 2013, namun
sejak pustu tersebut berdiri belum ada tenaga kesehatan yang
menempati pustu tersebut karena sarana seperti air dan aliran
listrik untuk penerangan lampu belum tersedia. Pustu tampak
bersih dan terawat karena ada petugas yang membersihkan
secara rutin.
Para kader Posyandu saling membantu melayani ke
dusun-dusun lainnya. Lokasi Posyandu ditempuh dengan berjalan
kaki atau menggunakan ojek berupa bentor. Para kader telah
diberikan perhatian dari pemerintah desa setempat berupa gaji
per bulan sebesar Rp.250.000,-/orang. Kendala yang sering
dihadapi para kader adalah tidak semua ibu yang mempunyai
bayi -balita yang tercatat di Posyandu datang setiap bulannya.
Keadaan ini disebabkan karena banyak ibu-ibu yang sibuk
berkebun membantu suaminya di ladang jagung dan rica (cabe
rawit).
3.2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
3.2.1. CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun)
Dewasa ini masyarakat di Desa Dulupi telah mengetahui
bahwa mencuci tangan sebelum makan dapat menjaga
kesehatan tubuh dan terhindar dari segala macam penyakit.
Salah satu penyakit yang menurut sebagian informan akibat
kelalaian tidak mencuci tangan sebelum makan adalah
kecacingan dan sakit perut. Kejadian penyakit tersebut terutama
pada anak-anak yang memiliki kebiasaan makan tanpa mencuci
tangan terlebih dahulu. Perilaku mencuci tangan sudah
dipraktekan masyarakat terutama sebelum makan dan setelah
151

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

bekerja di kebun karena mereka sadar bahwa mereka terpapar


dengan zat kimia beracun yang dipergunakan dalam bidang
pertanian. berikut ungkapan informan AN,
Saya juga biasa cuci tangan pakai sabun, pake air koala
(sungai) yang jaga ambe di sumur dekat koala situ. Kan
kita itu harus cuci tangan pakai sabun dulu sebelum
makan to itu juga untuk kebersihan supaya tidak
mudah kena penyakit, apalagi baru habis bekerja di
kebun, tangan kan biasa kotor ada racun. Jadi harus, mo
cuci tangan dulu sebelum makan, sesudah makan,
sesudah BAB (buang air besar). Ya kalau kita cuci tangan
kan nanti bisa sakit gatal-gatal atau sakit kepala, Itu saja
yang saya tahu .

Pengetahuan bahwa sabun akan membunuh kuman telah


dikenal seperti dikatakan oleh informan RE sebagai berikut:
Iya, saya menggunakan air yang di sumur, tapi pake
sabun. Kalau tidak cuci tangan pakai sabun kan nanti
sakit perut, karena ada kuman-kuman ditangan.
Kebiasaan di sini kalau biasa di Doa makan wajib
memakai tangan karena orang tua dulu bilang supaya
bisa ditahu tulang halus dan kalau pakai sendok biasa
tidak mo dapa tahu.

Hasil pengamatan dan wawancara menunjukkan bahwa


masyarakat di Desa Dulupi rata-rata memiliki kebiasaan mencuci
tangan sebelum makan dan mereka memiliki kebiasaan makan
dengan menggunakan tangan langsung tanpa sendok karena
merasa lebih enak.
Program kesehatan sekolah yang saat ini dilakukan oleh
petugas Puskesmas Dulupi adalah program Usaha Kesehatan
Sekolah (UKS) terkait kesehatan gigi dan mulut untuk siswa kelas
1 SD. Ada pula program kesehatan lainnya yang mulai dilakukan
pertengahan tahun 2014 yaitu binkes (bimbingan kesehatan)
152

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

atau perawatan kesehatan masyarakat mencakup gizi, kesehatan


lansia (lanjut usia), PHBS dan asuhan keperawatan semua
penyakit, dengan cara menjaring, dan kunjungan minimal 6 kali
ke rumah pasien untuk mendata, mencari permasalahn pasien
sampai pada penyakitnya, pemeriksaam fisik pasien sakit.
3.2.2. Ketersediaan Jamban dan Fungsinya
Ketersediaan jamban keluarga di rumah sangatlah
penting, namun bagi masyarakat Dulupi dengan status ekonomi
kurang, mereka lebih mengutamakan mengalokasikan dana
untuk kebutuhan hidup lainnya dari pada membangun jamban
keluarga. Warga yang tinggal di Dusun Batupotong, Langge dan
Sambati, hampir sebagian besar warga tidak memiliki jamban
keluarga, sehingga kegiatan MCK (mandi cuci kakus) mereka
memilih alternatif melakukan di sungai, pantai, sumur dan WC
umum. Jamban umum telah tersedia di dusun tetapi sebagian
orang memilih sungai sebagai tempat buang air besar. Hal ini
dilakukan karena alasan praktis tidak perlu menimba air, seperti
diungkap oleh Informan SAM berikut ini :
Di sini ada Jamban bantuan, baru-baru dibangun, tapi
saya tidak tau ba pakai karena lalu tidak ada kakus disini,
semua orang BAB di sungai. Kalau di sungai kan langsung
mengalir, kalau di kakus lagi mo ba timba air. Saya so
tidak kuat begini jadi memilih ke Sungai saja. Dari dulu
sampai sekarang juga saya BAB di sungai .

Jamban umum kurang diminati antara lain karena kurang


pemeliharaan (kotor), sehingga mereka beralih ke sungai, seperti
dikatakan oleh Informan AGD sbb :
Terbantukan dengan adanya wc umum walaupun
masyarakat jarang menggunakan dan membersihkan
sarana tersebut/kurang dipelihara. Olehnya masyarakat
153

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

memilih untuk BAB di sungai. Kalau ada banjir susah


sekali orang BAB, karena waktu itu belum ada wc umum,
apalagi kalau mandi karena sumber airnya hanya dari
koala (sungai) saja.

WC dan kamar mandi umum telah dibangun di beberapa


tempat dengan pembiayaan oleh program PNPM tahun 2009.
Keberadaan WC dan kamar mandi umum tidak mengurangi
kebiasaan masyarakat menggunakan sungai (koala) sebagai
tempat mandi, mencuci dan buang air besar terutama pada
warga yang tinggal di Dusun Langge.

Gambar 3.4.
Sarana MCK Warga di Desa Dulupi
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Warga yang tinggal di desa induk Dulupi, hampir sebagian


besar memiliki jamban keluarga, yang rata-rata berada di dalam
rumah berdekatan dengan ruang dapur. Aktifitas mencuci
pakaian, mandi dan buang air besar warga biasanya dilakukan
pada pagi hari. Hal ini dilakukan mengingat air sungai pada waktu
pagi dianggap masih bersih. Kebiasaan mandi, mencuci dan
buang air besar di sungai atau dipinggiran pantai sudah
merupakan kebiasaan turun temurun dan sangat sulit untuk
dihilangkan. Perilaku ini didorong oleh ketidaktahuan cara
menggunakan WC sehingga seringkali mereka tidak menyiram
setelah digunakan BAB, dan sifat malas menyediakan air. WC
154

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

membutuhkan pemeliharaan dan ketersediaan air yang harus


ditimba dari sumur, sedangkan BAB di sungai dianggap lebih
praktis karena air sungai mengalir sehingga tidak perlu lagi susah
payah mengambil air. Informan HN menceritakan perilaku BAB
masyarakat pada umumnya,
Di sungai yang airnya mengalir, soalnya kalau airnya
tenang tidak gaga mo berak akan, yang saya lihat kalau
ada perempuan yang buang air besar yang laki-lakinya
pulang ke rumah menunggu aatau mencari tempat yang
jauh dari tempatnya perempuan artinya tidak samasama begitu. Sekarang ini masih banyak yang BAB di
sungai sekitar 99%. Banyak tapi baku-baku jauh, tidak
ada orang yang BAB rame-rame karena yang lain
kegiatannya mencuci, batimba air, mandi. Anak-anak,
orang besar atau orang tua yang paling banyak dan tidak
biasa dorang di wc. Karena nanti itu dapa lia wc,
mungkin belum dorang tahu tata cara sebelah mana
menghadap, jangan sampe tainya (tinja) tidak masuk di
lubang, atau habis BAB langsung pergi. Begitu karena
mereka sudah biasa di sungai, disini juga cuman 3 wc
umum, itupun kurang pemeliharaan dari masyarakat.
Ada wc umum, biasa dipakai tapi WC nya sempit atapnya
seng dan tidak baek embernya masing-masing banyak
yang menggunakan, tapi biasanya tidak di siram karena
mereka belum tau cara pakainya. Sudah biasa berak di
sungai. Syukur dengan sungai ini, jadi masyarakatnya
membiasakan diri untuk memanfaatkan kekayaan alam
ini.

Alasan lain beberapa informan tidak BAB di jamban


karena tidak memiliki jamban keluarga. Jamban umum tersedia
terbatas sehingga harus antri dan jaraknya jauh dari rumah
disamping harus mengambil air dari sumur. BAB di sungai dinilai

155

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

lebih praktis karena tidak perlu menyediakan air seperti


ungkapan informan HNU sebagai berikut :
Tidak ada WC di rumahnya saya, rata-rata di sini tidak
memiliki WC, kalau tidak salah ada 5 WC umum di dusun
ini (Langge), yang lain masih bisa di gunakan dan yang
lain sudah tidak bisa lagi digunakan. Sebenarnya bisa
saya pergi ke tempat yang ada WCnya tetapi, saya
biasanya malas terlalu jauh, batunggu (antrian) dan
masih mengambil air di sumur lagi bedanya kalau di
sungai enak, sudah ada air tidak perlu lagi batimba air di
sumur, dan paling penting saya bebas menghayal (sambil
tertawa). Saya biasa berhayal jadi orang kaya (tertawa
terbahak-bahak). Kebiasaan ini sudah lama, jadi saya
tidak malu. Laki-laki dan perempuan kan semua manusia
mempunyai pantat (sambil tertawa lagi).

Gambar 3.5.
Sungai sebagai Tempat MCK Warga di Dusun Langge
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Sebagian warga di Desa Dulupi sangat bergantung pada


sungai dan laut sebagai sarana MCK sehari-hari mereka, namun
demikian masih adapula warga yang menyukai BAB di WC umum
terutama warga yang tinggal berdekatan dengan WC dan sumur
umum tersebut. Kebutuhan air minum untuk kebutuhan

156

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

memasak rata-rata warga mengambil air dari sumur umum dan


sumur Alli (sumur kecil dipinggiran sungai).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010
provinsi dengan presentase tertinggi rumah tangga yang
menggunakan fasilitas buang air besar milik sendiri adalah Riau
sebesar (84,3%), Lampung (80,4%), dan kepulauan Bangka
Belitung (79,0%), sedangkan terendah adalah Provinsi Gorontalo
(32,1%), Kalimantan Tengah (49,4 %), dan Maluku Utara (49,6 %)
(Kemenkes, 2011).
Berdasarkan data Dinkes Kabupaten Boalemo tahun 2012,
persentase keluarga yang memiliki jamban di Wilayah Kabupaten
Boalemo adalah 20,318 KK dari 35.188 KK (97,7%) yang
memenuhi syarat kesehatan adalah 14.158 KK atau 69,70%.
Untuk wilayah Puskesmas Dulupi, keluarga dengan kepemilikan
sarana sanitasi 1,872 KK dan yang memiliki jamban 1.243
(66,4%). Terdiri dari jamban sehat 840 (67,6%). Sedangkan yang
memiliki tempat sampah 382 (20, 4 %) dengan jumlah tempat
sampah sehat 112 (29,3 %).
3.2.3. Ketersediaan Air Bersih
Air merupakan kebutuhan pokok masyarakat Dulupi, dan
semua mahluk hidup untuk kehidupan sehari-harinya. Setiap
individu sangat membutuhkan air untuk minum, mandi, mencuci,
masak dan keperluan lainnya. Akses air bersih yang diperiksa dan
memenuhi standar Kementerian Kesehatan adalah tidak berasa,
tidak berbau, tidak berwarna dan tidak mengandung logam
berat. Air tersebut dapat bersumber dari ledeng, SPT, SGL, PAH,
kemasan, sungai, curah hujan yang airnya sudah melalui
penyaringan dan lain-lain (Profil Dinkes Provinsi Gorontalo).
Jenis sarana air bersih yang digunakan oleh masyarakat di
Kecamatan Dulupi dari 1.872 keluarga yang diperiksa sumber
157

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

bersihnya yang menggunakan air ledeng 242 (12.9%) RT, SPT 23


rumah tangga atau (1.2%), SGL 1.272 (67.9%) RT, mata air 207
(11.1%) RT, lainnya 128 (6.8%) RT (Profil Dinkes Kab
Boalemo.2013).
Faktor geografis dan demografis bisa menjadi salah satu
yang dapat mempengaruhi masyarakat untuk mendapatkan air
bersih. Sebagian wilayah Desa Dulupi sangat susah untuk
mendapatkan air bersih, khususnya warga di Dusun Sambati,
Langge, dan Batupotong. Rata-rata warga yang tinggal di ketiga
dusun ini hanya mengandalkan air sungai, hujan, PAM dan
sumur. Sumur umum digunakan untuk mandi, dan jarang
digunakan untuk keperluan air minum. Khusus di dusun Sambati
air sumur terasa asin sehingga tidak bisa di fungsikan untuk air
minum. Rasa asin pada air sumur kemungkinan dipengaruhi oleh
letak sumur berdekatan dengan areal pantai. Sebagian warga
menggunakan air minum isi ulang yang dijual di kios-kios
terdekat dengan harga Rp 5000,- /galon. Sarana air bersih
bantuan Negara Australia saat ini sudah tidak bagus sehingga
tidak bisa memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti diuraikan
oleh informan RM yang tinggal di Dusun Sambati sbb:
Sarana air bersih yang ada masih menggunakan sumur
dan sungai sambati. Tahun 2011 ada bantuan Negara
Australia yakni air yang di tempatkan ke penampungan.
Dulu masih bagus, tapi kalau sekarang sudah tidak bagus
lagi, artinya ada tersumbat perpipanya. Jadinya
masyarakat, memilih untuk kembali ke sumur dan masih
ada juga yang beralih ke sungai.

Air isi ulang merupakan salah satu sumber air untuk


keperluan minum, disamping itu air galian dari tpi sungai menjadi
alternatif lain pemenuhan kebutuhan air minum. Masyarakat
merebus terlebih dahulu air dari galian sumur kecil di tepi sungai
seperti yang dilakukan oleh Informan Ibu AB.
158

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Kalau air untuk diminum beli di kampung yang isi ulang,


biasa juga mengkonsumsi air minum dari galian dekat
sungai, tapi dimasak dulu di belanga. Selain itu di pake
cuci, mandi. airnya tidak berbau dan berwarna, bersih
dan jernih airnya .

Pemanfaatan air bersih dari galian sumur kecil (alli) di tepi


sungai rupanya juga dilakukan beberapa warga seperti diakui
oleh informan SM sebagai berikut,
Saya mengkonsumsi air di galian sumur kecil (Alli) dekat
koala, ada sumur tetangga, cuman tidak kuat lagi mo ba
bawa dengan ba timba. Air dari galian itu saya jaga pake
untuk memasak, diminum setelah di panaskan, pake
untuk cuci piring juga. Saya dengan bapak kalau mandi,
mencuci pakaian, BAB di Koala (ungai).

Gambar 3.6.
Sungai, Air Sumur (Alli), Air Hujan, Sumber Air Bersih Warga Dulupi
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Alli (sumur kecil) di pinggiran sungai berupa galian kecil


yang dibuat di tepi sungai, air yang keluar dalam galian tersebut
diambil menggunakan gayung. Sedikit demi sedikit dikeluarkan
air yang kotor dari dalam galian tersebut, dan selanjutnya
menunggu sampai air terlihat jernih yang kemudian diambil dan
dimasukan ke jerigen yang sudah disiapkan. Air dari Alli di

159

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

manfaatkan masyarakat untuk memasak, mencuci bahan


masakan seperti beras dan sayur.
3.2.4. Tidak Merokok di Dalam Rumah
Perilaku hidup bersih dan sehat adalah sekumpulan
perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran pada diri
individu, keluarga maupun masyarakat, yang menjadikan
seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang
kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan
lingkungannya. Salah satu PHBS adalah tidak merokok di dalam
rumah.
Tahun 2012 presentase rumah tangga ber PHBS di wilayah
Puskesmas Dulupi dengan jumlah KK 2286 yang ber PHBS 51 KK,
dan persentase rumah sehat dari 1.574 jumlah rumah sehat 645
(41,0%). Ini menunjukkan masih banyaknya rumah tangga yang
tidak berperilaku hidup bersih dan sehat di wilayah Puskesmas
Dulupi. Secara rata-rata belum maksimal dan beberapa indikator
belum tercapai yaitu diantaranya tidak merokok di dalam rumah
dan pemberian ASI eksklusif (Dinkes Kab Boalemo, 2013).
Masyarakat Dulupi khususnya kaum pria hampir sebagian
besar memiliki kebiasaan merokok baik pada orang tua maupun
anak-anak usia remaja. Selain itu hasil pengamatan menemukan
beberapa ibu-ibu di Desa Dulupi yang punya kebiasaan merokok.
Merokok di dalam dan di luar rumah merupakan kebiasaan para
perokok di Desa Dulupi. Jenis rokok yang dihisap adalah filter
merek Viper, Gudang Garam Merah, Surya 16, Class Mild.
Sompoerna Mild, dan rokok yang dilinting sendiri dengan daun
enau kering yang biasa disebut haulalahe.

160

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Gambar 3.7.
Haulalahe Jenis Rokok Tradisional Para Orang Tua (Pria) di Desa Dulupi
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Bapak RA dan AL mempunyai kebiasan merokok sejak


masih muda saat duduk dibangku SD. Kebiasaan merokok ini
diakibatkan oleh pergaulan dengan teman diawali dengan cobacoba yang akhirnya menjadi kebiasaan dan menjadi ketagihan
bila tidak merokok. Sebagian besar para remaja sudah mengenal
rokok karena pengaruh lingkungan sekitarnya.
Perokok aktif di Desa Dulupi sangat menyadari dan tahu
bahwa merokok dapat mengganggu kesehatan. Penyakit yang
mereka kenal sebagai akibat merokok adalah penyakit asma
(bahosa-mopongo). Kebiasaan merokok sangat sulit dihilangkan
karena mereka sudah merasa ketagihan, bahkan mereka memilih
tidak makan daripada tidak merokok, biar tidak makan yang
penting merokok. Merokok dilakukan sejak pagi hari saat
mereka bangun dari tempat tidur dan sampai menjelang malam
saat mau tidur. Rata-rata perokok aktif bisa menghabiskan dua
bungkus rokok dalam sehari. Informan RA dan istrinya (hasil
pengamatan) merokok dihadapan anak dan cucunya, sambil
161

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

terbatuk-batuk mereka tetap merokok di hadapan kami dan anak


cucunya. Informan RA bisa menghabiskan 8 batang rokok dalam
sehari dan biasanya satu bungkus rokok habis dalam sehari.
Harga rokok Viper yang dihisap informan adalah Rp.
10.000,/bungkus,- dan jika diperhitungkan maka biaya belanja
rokok dalam seminggu adalah sebesar Rp. 70.000,- . Waktuwaktu yang biasa digunakan untuk merokok adalah setelah
makan, saat bekerja, berkumpul dengan teman. Merokok
membuat pekerjaan lancer, seperti diungkapkan oleh informan
RA sebagai berikut.
Saya perokok itu merek Viper (sambil menunjuk
rokoknya yang sampulnya berwarna biru tua), harganya
10 ribu/bungkus kalau dihitung-hitung uangnya 1
minggu 70 ribu, sobisa beli akan sembako ikan, sobiasa
merokok kalau tdak merokok sape mulut bau busuk
tidak enak depe rasa, Biasa waktu merokok kalau habis
makan dengan bekerja, bacerita dengan teman-teman,
kalau merokok pekerjaan lancar, istilahnya 10 kali
merokok lebih bagus dari pada hirup asapnya, sudah
kebiasan susah mo hilang, kalau satu hari tidak merokok
kayag tidak makan.

Menurut pemahaman informan RA, bahaya yang


ditimbuIkan akibat merokok berupa penyakit batuk-batuk, dan
asma (hosa). Informan memiliki riwayat penyakit asma dan jika
sakitnya kambuh ia jarang ke Puskesmas, lebih memilih
membeli di kios obat karena kecewa dengan obat Puskesmas
yang dianggap sebagai obat curah berbau busuk yang dianggap
kurang berkhasiat. Berikut penuturannya :
Saya lebih suka beli obat sendiri di kios-kios, malas saya
pigi di Puskesmas karena pengalaman kemarin kurang
baik cuman dikasih obat curah yang baunya busuk saya
lebih suka obat yang di bungkus, yang sebutannya obat
162

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

ada mereknya yang ba strip-strip kalau obat begitu yang


dikasih pasti cepat sembuh, kalau obat curah terlalu
banyak saya tidak minum ada juga yang saya habiskan
tapi panyakit masih kambuh-kambuh.

Pengetahuan informan RA tentang penyebab


merokok dan gejala penyakit yang dirasakan akibat merokok,
berdasarkan pada pengalamannya selama ini. Seperti
ungkapan informan di berikut, Penyebab hosa (asma) biasa
kalau sering kena dingin, panas matahari, kerja berat, hisap
abu pasti mo kambuh.
Beberapa informan perokok aktif merasakan banyak
manfaat dengan merokok antara lain menghilangkan stres, dan
tidak merasa ada keluhan akibat merokok meskipun
mengkonsumsi 1 sampai 2 bungkus setiap hari, seperti informan
AS mengatakan,
Kalau yang biasa merokok paling bagus habis makan
dengan duduk melamun. Kalau sudah biasa rasanya
tidak ada, tidak pedas. Merokok itu menghilangkan
stress kalau ada beban hutang. 1 hari dua bungkus saya
habiskan, harganya tergantung merek rokok, kalau disini
Surya 16 ribu, Viper 10 rb. Tapi tidak hari-hari merokok
Surya. Kalau ada uang saya beli Surya. Tidak ada keluhan
di dalam tubuh kesehatan saya, tapi di luar tubuh ada
istilahnya kanker (kantong kering) (sambil tertawa).

Kebiasaan merokok dijumpai dimana-mana bahkan di


tempat fasilitas kesehatan seperti Puskesmas dan rumah sakit.
Berikut ungkapan informan bapak KL seorang perokok,
Kalau perokok berat seperti orang-orang tua biasa
merokok tabako kelas 1 yang dirasakan sakit dada kalau
rokok biasa tidak ada. Kalau saya ini merokok di mana
saja, kecuali di Pertamina (sambil tertawa terbahakbahak) saya lihat juga pernah ada yang merokok di
163

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Puskesmas/RS tapi tidak di dalam ruangan pasien.


Diperkantoran juga ada. Saya kalau tidak merokok bosan
hidup pernah ada larangan dari orang tua dan istri tapi
itu dulu masih sekolah, umur 14 tahun, karena masih
muda masih sekolah. Di rumah juga biasa istri sedikitsedikit melarang. Tapi, biasanya juga jarang. Di manapun
saya berada sering bawa rokok, sampai pernah juga ke
Puskesmas saya bawa rokok .

Perilaku merokok tidak hanya dilakukan kaum pria di Desa


Dulupi, beberapa wanita juga terlihat merokok meskipun jumlah
perempuan merokok tidak sebanyak pria. Berikut ini ungkapn
istri RA yang juga merokok sejak masih muda sebagai berikut :
Selain bapak (paitua), saya juga merokok. Tidak
merokok kecuali di rapat kalau ada pertemuan. Saya
merokok waktu masih cewek, kalau pagi saya minum air
dulu baru merokok begitu juga malamnya 1 bungkus
rokok Viper yang biasa saya habiskan .

3.2.5. Pemberantasan Jentik Nyamuk


Rumah/bangunan bebas jentik nyamuk aedes di Wilayah
Kabupaten Boalemo tahun 2012 dari 25.281 yang diperiksa
terdapat 14.771 (58,43%) yang bebas jentik. Sedangkan
Kecamatan Dulupi dari 1.574 rumah, yang diperiksa bebas jentik
645 (40,98%) (Dinkes Kabupaten Boalemo, 2013).
Pemberantasan jentik nyamuk dilakukan guna
menghindari warga dari gigitan nyamuk. Salah satu penyakit yang
diakibatkan oleh gigitan nyamuk adalah malaria, chikungunya
dan filariasis. Sebagian masyarakat di Desa Dulupi telah
mengetahui bahwa penyebab malaria adalah, karena gigitan
nyamuk. Kebiasaan masyarakat Dulupi pada umumnya adalah
membersihkan genangan air (selokan/got), sangat jarang yang
menampung air, jika ada yang menampung air, air tersebut
164

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

dengan cepat mereka gunakan sehingga tidak ditemukan jentik


nyamuk di rumah warga.
Pada tahun 2011, Desa Dulupi di landa banjir dan hampir
sebagian besar rumah warga tergenang air serta rusak parah.
Berdasarkan wawancara dengan petugas kesehatan setempat
diperoleh informasi bahwa kejadian banjir tahun 2011
menyebabkan banyak warga yang tertular malaria. Petugas
Puskesmas melakukan penyemprotan sarang nyamuk di seluruh
rumah warga dilakukan pada tahun 2014 dan dilakukan
penyuluhan melalui pengeras suara. Seperti ungkapan salah satu
informan RA berikut ini:
Pada waktu itu sekitar tahun 2011 Dusun ini kena
banjir. Kami sekeluarga mengungsi ke atas gunung
karena rumah hanyut. Pada awalnya setengah jam hujan
rintih-rintih, baru jam 9 pagi sudah banjir, tingginya
batas buku-buku (lutut). Baru-baru ini juga ada
penyemprotan dari petugas untuk memberantas
Malaria. Ada juga penyuluhan lewat pengeras suara
tentang berantas malaria.

Upaya pemberantasan sarang nyamuk yang


dilakukan oleh petugas kesehatan setempat salah satunya
adalah pemberatasan jentik nyamuk dan penyemprotan
sarang nyamuk, hal ini dilakukan guna menjaga warga dari
gigitan nyamuk yang bisa menyebabkan malaria.
3.3. Budaya Kesehatan Masyarakat Dulupi
3.3.1. Huyula dalam Cermin Kesehatan
Masyarakat Gorontalo Dulupi sangat kental dengan
kepedulian antar sesama umat beragama, dibuktikan dengan
bentuk kerjasama atau dalam istilah Gorontalo yakni Huyula.
Dilihat dari segi Ada keterkaitan budaya kesehatan dengan tradisi
165

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

masyarakat yang sudah ada sejak zaman nenek moyang. Huyula


mempunyai banyak tujuan yang diantaranya bentuk kepedulian
antar keluarga untuk menjenguk sanak saudara yang terkena
musibah seperti sakit dan kematian. Masyarakat Dulupi masih
menjalankan tradisi ini sampai dengan sekarang. Kebiasaan ini
dipercaya dapat mempererat tali silaturahmi, kekeluargaan,
kepedulian, serta kerukunan antar sesama keluarga baik dikala
susah maupun senang. Sanak keluarga dekat maupun jauh
berdatangan untuk menjenguk dengan membawa bantuan
berupa dana untuk pengobatan, makanan dan minuman, hasil
kebun di berikan kepada bagi yang sakit untuk menyenangkan
hati keluarga. Tradisi ini pernah dan sering dilakukan oleh
informan AWL selaku mantan camat Dulupi yang menceritakan.
Di dalam keluarga saya masih ada huyula, itu kalau
orang tua sakit mereka anak-anaknya berkumpul di
rumah untuk melihat kondisi orang tua. Ada yang
membantu untuk biaya pengobatan, membawa
makanan dan minuman untuk orang tua yang sakit.
Huyula dalam hal keluarga yang terkena musibah di
keluarga saya masih ada musyawarah untuk
memutuskan tempat pengobatan yang terbaik bagi
orang tua kami, semua anak-anaknya bersuara dan
memang disadari yang memperlambat keputusan
karena pandangan yang berbeda dari anak-anak. Apa
harus berobat ke Puskesmas/Rumah sakit atau ke
dukun

Musyawarah keluarga baik yang sedang terkena musibah


atau dalam upaya mencari kesembuhan bagi sanak keluarga yang
sedang sakit merupakan kegiatan rembuk bersama yang sudah
menjadi kebiasaan masyarakat Gorontalo di Dulupi. Pelayanan
kesehatan yang paling baik dan bisa menyembuhkan akan dicari

166

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

oleh keluarga baik dengan bantuan dokter, dukun dan dengan


pengobatan lainnya seperti Dayango.
Huyula bagi sebagian kecil warga yang tinggal di dusun
Sambati dan Langge sangat berpengaruh terhadap interaksi sosial
antar sesama keluarga. Interaksi sosial yang dimaksud seperti
berkumpulnya keluarga, terpanggil hati yang dalam istilah
Gorontalonya Mamoambua (bersatu/berkumpul), masih sering
terlihat di dua dusun ini. Masyarakat Gorontalo menganggap
bahwa mendatangi orang yang sakit perlu dibiasakan, agar
mendapatkan pahala dan menjadi sebuah pembelajaran
sekaligus introspeksi diri untuk menjaga kesehatan, dan semakin
mendekatkan diri kepada sang maha pencipta. Kesehatan dirasa
penting untuk diperoleh akan tetapi aksebilitas ke fasilitas
kesehatan karena faktor ekonomi dan transportasi sampai saat
ini masih menjadi hambatan bagi warga masyarakat di dusun ini.

Gambar 3.8.
Akses Jalan di Dusun Sambati dan Langge
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Desa Dulupi terbagi menjadi


enam dusun, dan
diantranya dua dusun lokasinya terpencil dan jauh dari
Puskesmas Dulupi. Masyarakat memilih untuk berjalan kaki, naik
roda, ojek motor bagi yang mampu. Keadaan seperti ini sering
dialami oleh masyarakat yang tingkat ekonominya lemah.
Menerima kenyataan dan bersabar adalah kata-kata yang sering
167

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

dilontarkan oleh beberapa masyarakat dalam menghadapi situasi


tersebut. Mereka beranggapan bahwa sehat pasti bisa dicapai
asalkan ada usaha dan doa. Keadaan ini dipertegas oleh informan
MD selaku mantan kepala Desa Dulupi tahun 2001 sampai
dengan 2005. Bapak MD menceritakan sebagai berikut,
Jalan itu hari kan harus jalan kaki jadi susah, kadangkala
itu hari kalau mantri masih di pustu waktu itu, kalau hari
sabtu sebelumnya saya jadi kepala Desa di Pustu rame
dengan orang yang datang dari limba naik perahu. Ada
juga yang datang ba panggil di rumah kalau sudah sakit
berat tetapi karena susah jalan jadi biasa naik roda.

Ungkapan informan tersebut terkait kondisi lingkungan


khususnya akses transportasi dan infrastruktur jalan pada waktu
itu. Sekitar tahun 1980 informan menjelaskan bahwa sarana
kesehatan yang tersedia baru sebatas Puskesmas pembantu.
Kondisi Desa yang belum banyak dihuni oleh masyarakat
menggambarkan lingkungan pada saat itu masih asli dengan
keberagaman kekayaan alam, menambah pesona desa pada
zaman itu. Dengan adanya huyula sangat berperan penting dalam
situasi seperti ini oleh karenanya masyarakat Gorontalo Dulupi
tetap menjaga dan selalu melaksanakan tradisi huyula dalam
keadaan apapun selagi masih bisa membantu kepada sanak
keluarga yang membutuhkan, walaupun tantangan dan
hambatan seringkali menjadi masalah yang dihadapi oleh
masyarakat di saat sekarang dan di zaman sebelum adanya
perkembangan.
3.3.2. Kepercayaan Datangnya Sakit
Desa Dulupi masih terlihat alamiah di era sekarang
dengan berbagai perkembangan teknologi. Kepercayaan akan
kehadiran orang terdahulu/orang yang sudah meninggal dunia
168

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

menjadi hal yang patut untuk dijaga agar supaya tidak


menggangu kehidupan masyarakat. Masyarakat Dulupi memiliki
kepercayaan tentang hal-hal yang dapat mempengaruhi
kesehatan seseorang, yakni gangguan dari mahluk ghaib. Mereka
mempercayai bahwa penyakit yang ada di masyarakat bisa
disembuhkan oleh tenaga kesehata, namun adapula penyakit
yang hanya bisa diatasi oleh pengobat tradisional seperti
gangguan/keteguran dari mahluk halus/ghaib. Informan AD
mempertegas akan hal ini dari keterangannya atas perbedaan
salah satu penyakit yakni malaria dan gangguan setan/mahluk
ghaib.
Kalau sakit malaria, belum langsung sakit. Biasa kaki
tangan dingin, sakit kepala, sakit badan, panas kalau so
tengah hari, berkeringat. Saya pernah kena malaria
waktu banjir disini. Kalau sakit karena setan, itu langsung
sakit, sakit mendadak, panas, tangannya menari, mata
ke atas (kejang) tanpa reaksi apa-apa. Kalau gangguan
setan di tiup dukun langsung sembuh, pake air doa dan
rempah-rempah. Kalau sakit malaria di suntik dokter
tanpa pake air doa bisa sembuh. Saya sudah
mengalaminya.

Penuturan lain disampaikan oleh informan RA sebagai


kepala dusun Langge yang menyatakan,
Saya tahu mana penyakit dokter atau keteguran setan.
Kalau keteguran setan biasa dada, kepala, atau pinggang
seperti ditusuk-tusuk itu gangguang setan, apalagi kalau
sudah minum obat dokter tidak sembuh itu kerjanya
setan.

Keadaan ini menyebabkan masyarakat Dulupi memilih


dan mengambil keputusan untuk segera berobat. Beragam
upaya dilakukan untuk mendapatkan kesehatan secara utuh dan
terhindar dari sakit, baik yang ditimbulkan oleh keadaan tubuh
169

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

maupun yang berasal dari gangguan setan/roh. Pengobatan


dilakukan salah satu informan RA adalah membakar kain warna
putih, hitam dan merah jika menganggap penyakit tersebut
disebabkanoleh gangguan/ keteguran setan. Kain putih dipercaya
melambangkan kesucian, kain hitam simbol setan, dan merah
keberanian, ketiga kain ini disiapkan bersama dengan dammar
dan seluruhnya dibakar dengan menggunakan sabuk kelapa
(gonopu). Asap hasil pembakaran dihirup orang yang sakit
bersamaan dibacakannya doa-doa. Orang yang sakit biasanya
segera merasa sehat tidak lama setelah menghirup asap.
Cara lain yang dilakukan seorang individu yang merasakan
sakit ataupun pengobatan Hulango (dukun) yaitu dengan
menggunakan cengkeh, kayu manis, jahe (goraka), bawang
merah, dan satu gelas air minum. Semua bahan tersebut ditiup
sambil dibacakan doa kemudian di minumkan kepada orang yang
sakit. Ada juga yang menggunakan media tumbuhan alam lainnya
seperti lemon (jeruk nipis) dan minyak kelapa kampung untuk
mengobati penyakit. Cara pengobatan yaitu lemon diperas
kemudian dioleskan/teteskan tepat dibagian pusar si pasien.
Proses
pengobatan
dilanjutkan
dengan
pengurutan
menggunakan minyak kelapa kampung. Selang satu sampai dua
hari, orang yang sakit tersebut akan sembuh dan tidak
merasakan gangguan apapun. Keadaan seperti ini biasa disebut
masyarakat etnik Gorontalo dengan Maloluli, artinya keadaan
seseorang yang berada dalam fase bebas dari sakit yang
dialaminya.
Peran pengobat tradisional dalam hal penyembuhan
penyakit yang disebabkan oleh roh atau gangguan setan menjadi
sangat penting, dibanding dengan kehadiran tenaga kesehatan
dalam hal ini dokter dan mantri/perawat. Dokter,
mantri/perawat melakukan tindakan medis kepada pasien sesuai
dengan prosedur pengobatan. Ada pendapat warga bahwa
170

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

penyakit tertentu yang diketahui oleh dukun belum tentu


diketahui oleh dokter, begitupun pula sebaliknya masing-masing
memiliki keahlian di bidangnya yang saling menopang dalam hal
penyembuhan penyakit. Mereka menyadari bahwa sakit tidak
selamanya diakibatkan oleh perilaku manusia akan tetapi bisa
disebabkan kerena tidak patuh dan taat kepada aturan atau
pantangan-pantangan yang di serukan oleh leluhur dimasa dulu.
Kewajiban bagi mereka untuk menjaga dan menghindari hal-hal
yang akan membawa mala petaka bagi yang melanggarnya.
Beberapa larangan masih menjadi kepercayaan
masyarakat di Desa Dulupi yaitu tidak boleh makan nasi kuning
karena dianggap bisa mengundang kehadiran setan, berteriak
atau melakukan keributan di tempat-tempat yang menjadi rumah
bagi roh/setan, mandi hujan yang berlebihan, bermain pada
waktu siang hari Rabu dan Sabtu karena dianggap Lowanga yaitu
hari saat setan berkeliaran. Mereka mempercayai larangan ini
seharusnya tidak dilanggar dan harus diingatkan kepada semua
orang untuk menjaga dan menghindar dari gangguan mahluk
ghaib. Pelanggaran akan metimbulkan hal-hal yang tidak
diinginkan masyarakat seperti keteguran setan (langgu).
Ada macam-macam roh/setan yang dipercayai
masyarakat Dulupi, seperti yang diutarakan oleh salah seorang
pengobat tradisional berinisial SP yang pernah dan sering
berjumpa atau memanggil roh tersebut.
Roh/setan di kampung ini macam roh wali/walijula
artinya roh yang sudah melenyap ke atas, roh rohani
artinya roh yang dari badan sendiri, roh jasmani atau
Imani Idapi, roh kudus artinya roh yang dari agama
Kristen. Roh/setan ini yang biasanya ada di kampung,
saya disaat mengundang roh pake kemenyan dan
rempah-rempah. Setan yang saya lihat rupanya seperti
manusia.
171

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Kepercayaan akan hadirnya roh/setan yang sering


mengganggu aktifitas kehidupan masyarakat Dulupi sudah bukan
wacana lagi. Masyarakat mempercayainya dalam kondisi apapun
baik sehat maupun sakit, atau panen raya maupun gagal panen
bagi para petani. Tradisi yang terlahir dari leluhur di zaman
dahulu kala merupakan kewajiban bagi masyarakat untuk selalu
menjaga dan melestarikan budaya tersebut.
3.3.3. Tradisi Mongambu Manusia
Ritual Mongambu Manusia masih dipercaya dan
dilakukan masyarakat di Desa Dulupi setiap tahun. Ritual ini
artinya mengumpulkan masyarakat di salah satu tempat, yakni di
perempatan jalan desa yang sekarang telah berdiri tugu. Mereka
mempercayai tempat ini menjadi titik pertemuan antara manusia
dan mahluk ghaib dan juga menjadi tempat persinggahan
roh/setan yang datang dari laut menuju ke hutan dan kembali
lagi dari hutan menuju ke laut. Ritual ini biasa dilakukan pada
akhir tahun atau seminggu sebelum menyambut tahun baru
hijriah atau tahun baru Islam dengan harapan agar mahluk ghaib
tidak mengganggu kehidupan manusia di tahun yang akan
datang. Ritual yang dilakukan berupa membaca shalawat yang
dipimpin oleh pegawai syari/imam. Masyarakat membawa air
dan rempah-rempah, untuk didoakan oleh pegawai syari. Bahan
yang tersedia tadi di bagi-bagikan ke orang yang hadir pada saat
ritual untuk digunakan saat mandi rempah-rempah untuk
disimpan dirumah sebagai bekal/penangkal.
Tujuan lain dari dilaksanakannya ritual ini adalah untuk
mensyukuri nikmat kesehatan, rejeki dan keselamatan yang telah
diberikan oleh Sang Maha Pencipta. Ritual tersebut juga
dilakukan untuk menghindari wabah penyakit yang berbahaya
dan menyerang banyak orang. Desa Dulupi terkena musibah
172

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

banjir pada tahun 2011, sehingga banyak orang terserang


penyakit malaria.
Mereka menyadari bahwa dunia ini bukan hanya diisi
mahluk yang secara kasat mata yang bisa dilihat akan tetapi ada
mahluk lain yang tidak bisa dilihat dengan alat indera
penglihatan. Oleh karena itu,wajib bagi mereka untuk melakukan
ritual ini sebagai media penghubung dengan mahluk ghaib agar
mereka tidak mengganggu kehidupan manusia.
Hal yang paling mendasar dalam kebiasaan hidup
Masyarakat Gorontalo memiliki kebiasaan mendasar yakni
membawa keluarga dengan sakit yang semakin parah ke fasilitas
pelayanan kesehatan terdekat dan tidak sedikit juga yang
memilih untuk berobat ke tamotota (orang tua
berilmu/pengobat tradisional). Beberapa langkah ini seringkali
dilakukan oleh masyarakat Dulupi untuk mencapai keadaan sehat
dan menghindari sakit yang bisa mengakibatkan kematian.
3.3.4. Sehat untuk Semua
Tidak hanya orang yang berkecukupan bisa sehat dan
orang melarat cepat kena sakit, stigma ini sering menjadi topik
bahasan masyarakat ketika hendak berobat atau sekedar
bercengkrama di selasar rumah mereka. Masyarakat etnik
Gorontalo mempercayai hal ini sudah sejak lama yaitu sebelum
adanya fasilitas pelayanan kesehatan yang lengkap, tenaga
kesehatan yang memadai dan ketersediaan pasokan obat yang
cukup. Seruan seperti ini sudah banyak dilupakan dan hanya
menjadi ingatan bagi para pendahulu. Masyarakat Dulupi dengan
rata-rata ekonomi menengah ke bawah terbantukan lewat
program pemerintah dalam bidang kesehatan yang
mengupayakan pemerataan kesejahteraan masyarakat untuk
hidup sehat. Salah satu jaminan kesehatan yang ada di
173

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

masyarakat yakni Jamkesda atau Jaminan Kesehatan Daerah dan


khusus untuk Kabupaten Boalemo dinamakan dengan program
Jamkes Idaman atau Jaminan Kesehatan Idaman.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama sampai pada
tingkat lanjutan terbantukan lewat Jamkes Idaman yang dimiliki
oleh sedikit masyarakat Dulupi. Program kesehatan ini
membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tingkat
bawah. Pemerataan akses terhadap pelayanan kesehatan butuh
waktu lama, tidak semua masyarakat memiliki jamkesda idman.
Berikut penuturan informan SM terkait Jamkes Idaman:
Tidak ada jaminan kesehatan saya, kalau ada uang saya
naik motor kalau tidak ada jalan kaki. Tapi waktu saya
masih kuat, kalau sekarang saya sudah tidak kuat lagi.
Tinggal tunggu petugas yang mo datang.

Kondisi seperti ini sudah lama dialami oleh sebagian


masyarakat yang berada di Dusun terpencil Desa Dulupi. Warga
Dusun Langge dan Sambati sering kali harus berjalan kaki
menuju ke fasilitas pelayanan kesehatan. Rata-rata masyarakat
menggunakan kartu Jamkesda idaman untuk berobat ke
Puskesmas, sebagian lagi menggunakan kartu Jamkesmas,
Jamkesta dan ada pula yang tidak memiliki jaminan kesehatan.
Pelayanan kesehatan di Puskesmas diberikan sama bagi yang
memiliki kartu jaminan kesehatan ataupun yang tidak memiliki.
Masyarakat non jaminan kesehatan masuk dalam kategori pasien
umum dikenai biaya jasa pelayanan sebesar Rp. 7000/ pasiennya
sesuai dengan peraturan pemerintah daerah.
Beragam program kesehatan sudah dirasakan dan
diterima sebahagian masyarakat. Pelayanan kesehatan yang
diberikan tanpa pandang bulu baik kepada si miskin dan si kaya
sama-sama bisa merasakan pelayanan kesehatan. Sebahagian
masyarakat masih belum puas dan mengeluh serta menginginkan
mendapatkan pelayanan kesehatan secara maksimal.
174

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Kesadaran masyarakat untuk melahirkan ditolong oleh


bidan sudah cukup baik. Pelayanan gratis diperoleh bagi yang
memiliki kartu jaminan kesehatan sedangkan bagi yang belum
memiliki berusaha mendapat Surat Keterangan Tidak Mampu
(SKTM). Contoh berdasarkan fakta di lapangan dalam upaya
pemilihan sarana kesehatan seperti yang terjadi pada Informan
LM yang berencana melahirkan ke tenaga kesehatan. Informan
LM mengungkapkan bahwa saat tiba persalinan nanti ia akan
tinggal dengan keluarganya yang dekat dari fasilitas kesehatan,
karena dengan begitu ia merasa aman dekat dari fasiliats
kesehatan. Selain itu informan mendapatkan informasi bahwa
sebahagian ibu bersalin membayar dan sebagiannya lagi tidak
membayar kepada bidan yang menolong. Informan LM
berencana akan segera mengurus jaminan persalinan dengan
mengurus Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Informan
mengetahui informasi tentang SKTM dari seorang bidan di
Puskesmas Dulupi. Menurut keterangan bidan setempat, biaya
melahirkan di fasilitas kesehatan kurang lebih Rp.500.000,-.
Selain itu ibu yang melahirkan yang telah mengurus SKTM akan
di gantikan biaya persalinan oleh petugas kesehatan berdasarkan
jaminan kesehatan yang sudah diurus.
Masyarakat rata-rata mempercayai bahwa melahirkan di
fasilitas pelayanan kesehatan lebih terjamin kondisi kesehatan
ibu dan sang anak. Sehat memang penting bagi semua orang
sehingga segala macam cara akan di tempuh untuk memperoleh
kesehatan secara utuh.
3.4.

Ancaman Penyakit bagi Masyarakat

3.4.1. Kusta
Penyakit Kusta dalam istilah daerah Gorontalo Dulupi
disebut Hutungo. Dusun Batu Potong dengan jumlah jiwa kurang
175

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

lebih 1024 penduduk terbanyak dari enam dusun Desa Dulupi ini
menjadi satu-satunya dusun yang teridentifikasi terdapat
penderita kusta/hutungo. Masyarakat menganggap sebagai
ancaman besar karena dipercaya penyakit ini bisa menular
melalui kontak langsung dengan para penderita. Penderita kusta
hidup terasing hanya dengan lingkungan keluarganya akibat sikap
masyarakat yang takut tertular. Salah satu penderita kusta sebut
saja bapak AS, menceritakan riwayat penyakit yang dideritanya
sehingga merasa diasingkan oleh tetangga bahkan masyarakat
Dulupi.
Pada tahun 2002 lalu, informan bekerja sebagai penebang
kayu dengan menggunakan mesin chainsaw (gergaji listrik) di
areal pegunungan. Pekerjaan ini dilakukan bersama dengan
beberapa temannya di dalam hutan yaitu di wilayah Paguyaman
Pantai. Jarak tempat kerjanya sangat jauh masuk ke dalam
hutan. Informan bercerita bahwa kejadian sakitnya bermula saat
kakinya tertusuk sepotong kayu tajam sehingga kami terluka dan
bengkak. Kaki kemudian dikompres dengan air panas saja dan ia
tidak bekerja selama empat hari karena bengkak di kakinya
semakin hari semakin besar. Dia selama satu bulan di dalam
hutan tanpa memperoleh pengobatan karena jarak ke Puskesmas
sangat jauh. beberapa waktu berselang Luka yang di deritanya
tak kunjung membaik sampai akhirnya berkat dorongan istri
tercinta, pada tahun 2003 memutuskan untuk berobat ke
Puskesmas Dulupi. Dokter Puskesmas waktu itu mengatakan dan
mendiagnosa bahwa penyakit tersebut sudah terinfeksi kusta.
Informan AS menjalani pengobatan selama satu tahun
sampai 2004. Informan menerima obat terbungkus dalam
kemasan aluminium berwarna coklat berbentuk kecil seperti biji
lombok (rica). Obat berwarna merah tersebut dikonsumsi tiga
kali 3 butir obat dalam sehari dan diminum setelah makan. Pada
tahun 2005 istri informan membeli obat herbal merek Propolis
176

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

dengan harga Rp. 203.000,-, dalam sehari mengkonsumsi 1 satu


kali. Khasiat tentang Propolis di ketahuinya dari penjual obat di
desa Paguyaman. Informan merasakan ada perubahan setelah
minum Propolis yaitu keluar tetesan darah kotor dari luka
selama tiga hari di bagian kakinya dan dibersihkan dengan air
hangat. Luka di bagian kaki mulai mengering tepatnya di bagian
ibu jari dan kuku mulai tumbuh. Penyakit yang diderita bukan
penyakit kusta menurut informan dan keluarga karena tidak
sesuai dengan gejala penyakit kusta seperti yang diketahui.
Berikut penuturan informan mengenai hal ini:
Penyakit kusta itu barangkali telinganya bengkak,
badannya juga, baluka, tangan kaki (keram seperti
mencakar), bulu-bulu mata sudah mulai hilang, badan
jadi kurus.

Ciri-ciri kusta juga disebutkan oleh istri informan


Adanya bulu bulu kuning atau alis mata hilang. Saya
sudah 12 tahun mendampingi suami saya tapi tidak kena
(tidak menular ke saya dan keluarga lain).

Gambar 3.9.
Salah Satu Penderita Kusta
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Penyakit kusta sudah diderita informan kurang lebih 13


tahun. Bapak dengan profesi sebagai nelayan ini tidak hanya sakit
secara fisik karena kusta, akan tetapi sering pula menerima dan
177

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

mendengar ocehan dari tetangga. Penyakitnya tersebut


menyebabkan tidak ada warga yang datang/membeli ikan di
rumahnya, berbeda dengan dahulu saat informan masih belum
menderita kusta.Masyarakat setempat menganggap bisa tertular
bila membeli ikan dari penderita kusta, sehingga masyarakat
enggan untuk datang ke rumah informan.
Penderita kusta lainnya (bapak ES) merasakan kaki sakit
sejak tahun 1982, menyatakan bahwa penyebab penyakit yang
dideritanya akibat guna-guna (opo-opo) hasil kiriman seseorang
yang iri tehadap usahanya. Informasi mengenai penyebab
penyakitnya di dapatkan dari dukun/pengobat tradisional.
Peneliti mengamati terdapat luka di lutut dan beberapa jari
kakinya sudah tidak lengkap lagi (putus).
Informan memiliki kebiasaan menutupi luka dikakinya
dengan cara menggunakan sepatu tanpa menggunakan kaus kaki
atau perban. Luka di bagian lutut sering berdarah dan dihinggapi
lalat, sesekali informan menggaruk lukanya. Tigapuluh tahun
lamanya informan harus bersabar melawan penyakit. Saat
menceritakan kisah hidupnya, informan mulai mengecilkan
suaranya dan sesekali melihat ke atas sambil meneteskan air
mata. Pengobatan sudah pernah dijalaninya sebanyak 4 kali, satu
kali ke Puskesmas Tilamuta dan 3 kali ke Puskesmas Dulupi. Pada
tahun 1985, informan mengobati diri sendiri dengan jahe
(goraka) dan kuning (kunyit) yaitu dengan cara dikikis dan di
campurkan dengan air kemudian di minum. Saat ini, informan
mengobati dengan ramuan tradisional tersebut dan obat
ampisilin dan mixagrib yang dibelinya di warung-warung dekat
rumah.
Berbagai macam usaha sudah dijalani oleh beberapa
penderita kusta di Desa Dulupi. Cemohan dan interaksi sosial
yang serba terbatas seringkali menjadi faktor di mana para
penderita kusta hanya bisa menerima kenyataan pahit dan
178

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

menyembunyikan diri di dalam rumah. Kehadiran keluarga dan


petugas kesehatan menjadi penyemangat hidup bagi mereka.
Bagai pribahasa menyebutkan sudah jatuh tertimpa tangga
merupakan gambaran kondisi para penderita kusta yang harus
menderita akibat penyakitnya ditambah penderitaan secara
social akibat dikucilkan masyarakat.
3.4.2. Malaria
Malaria adalah salah satu penyakit menular yang dapat
menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi
yaitu bayi, anak balita dan ibu hamil. Malaria menjadi masalah
kesehatan di Indonesia karena mengakibatkan dampak yang luas
dan berpeluang menjadi penyakit emerging (KLB) dan reemerging
(peningkatan kasus kembali). Kondisi ini dapat terjadi, karena
adanya kasus impor, resitensi terhadap obat, resistensi terhadap
insektisida yang digunakan dalam pengendalian vector, serta
adanya vector potensial, didukung pula oleh karakteristik
lingkungan fisik, sosial dan budaya masyarakat Indonesia yang
berbeda-beda baik dalam hal pengetahuan (kognitif), sikap dan
perilaku terkait kesehatan dan etiologi penyakit.
Berdasarkan (API), dilakukan stratifikasi dan Indonesia
bagian Timur masuk dalam stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi
sedang di beberapa wilayah Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera.
Menurut perhitungan para ahli berdasarkan teori ekonomi
kesehatan, dengan jumlah kasus malaria sebesar tersebut dapat
menimbulkan kerugian ekonomi mencapai 3 triliun rupiah lebih.
Kerugian tersebut dapat berpengaruh terhadap pendapatan
daerah (Helper Sahat P Manalu dkk, 2011).
Rencana strategis Kementerian Kesehatan tahun 20102014 menentukan bahwa malaria merupakan salah satu sasaran
strategis dalam pembangunan kesehatan dengan indikator
179

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

tercapainya sasaran hasil adalah angka penemuan kasus malaria


1 per 1.000 penduduk. Malaria merupakan salah satu penyakit
selain TB dan HIV/AIDS yang menjadi komitmen Global Millenium
Development Goals (MDGS) target ke-6 yaitu ditargetkan untuk
menghentikan penyebaran dan mengurangi insiden malaria pada
tahun 2015 yang dilihat dari indikator menurunnya prevalensi
dan kematian akibat malaria (Kemenkes, 2010). Malaria adalah
penyakit yang disebabkan oleh parasit malaria dan ditularkan
melalui gigitan nyamuk Anopheles sp. Gejala umum yang ditandai
dengan panas tinggi yang dapat naik turun secara berkala disertai
dengan salah satu atau lebih gejala seperti menggigil, muka
pucat, kepala sakit, pusing, tidak nafsu makan, mual, muntah,
nyeri otot dan pegal-pegal.
Angka kesakitan dan kematian akibat malaria di wilayah
Provinsi Gorontalo, tertinggi berada di wilayah Kabupaten
Boalemo yaitu 11/1000 penduduk. Data tahun 2012, hasil
pemeriksaan darah di 11 Puskesmas Kabupaten Boalemo
ditemukan positif malaria berjumlah 1.397 dan penderita
meninggal sebanyak 2 orang, CFR (0,1). Angka positif malaria
tertinggi terdapat di Kecamatan Paguyaman Pantai, Kecamatan
Dulupi Puskesmas Pangi, Kecamatan Dulupi. Jumlah penderita
malaria di wilayah Puskesmas Dulupi kecamatan Dulupi sebanyak
183 penderita (Dinkes Kab Boalemo, 2013).
Masyarakat Dulupi pada umumnya mengetahui bahwa
malaria merupakan penyakit yang di sebabkan oleh nyamuk dan
juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan yakni cuaca. Di saat
musim hujan pasti banyak genangan air menurut masyarakat
menjadi sarang perindukan nyamuk yang bisa menyebabkan
penyakit malaria. Gejala awal yang dirasakan seperti panas,
demam menggigil, kurang makan dan susah tidur sering kali
dialami oleh warga yang pernah menderita penyakit ini. Gejala
tersebut dialami oleh informan SM yang pernah didiagnosis
180

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

malaria oleh petugas kesehatan setempat dan diungkapkan


sebagai berikut,
Kalau sudah sore banyak nyamuk di sungai. Soalnya
saya lalu pernah digigit nyamuk, gejalanya biasa panas,
menggigil, tidak suka makan dengan susah tidur. Tidak
tau kalau malaria atau apa. Cuman kata orang gejala
malaria, kalau sakit saya biasa beli obat di kios. Obat
malaria yang di beli yang ada gambar malaria. obatnya
Resohin dan Retokuin.

Informan AN adalah salah satu pasien positif malaria yang


di diagnosis di Puskesmas Dulupi dan pernah dirawat di IGD
(Instalasi Gawat Darurat) Puskesmas Dulupi. Informan
menceritakan tentang kebiasaan dan gejala yang timbul pada
saat terkena penyakit malaria. Berikut kutipan informan AN :
Saya biasa tidak memakai baju sepulang dari kebun dan
duduk di depan rumah sampai-sampai larut malam
karena rasa panas atau gerah begitu. Saat tidur malam
pun hanya memakai sarung, tidur pakai obat nyamuk
merek manguni dengan harga Rp. 3.000,- tidak mempan
karena nyamuknya banyak di rumah dari situ saya mulai
dapa rasa panas, pusing, rasa lumpuh, tidur gelisah
semenjak 5 hari yang lalu sudah saya alami, sampai
akhirnya di bawa ke puskemas.

Informan RDH selaku tenaga kesehatan di Puskesmas


Dulupi dan merupakan pemegang program malaria menyatakan
bahwa penemuan kasus malaria dimulai sejak tahun 2011.
Temuan kasus malaria terus berlanjut khususnya di Dusun
Langge, seperti menyampaikan informan berikut ini.
Dulu tidak ada kasus malaria di Dulupi, nanti tahun
2011 setelah ada salah satu anggota keluarga dari
perawat yang bertugas di sini, melaporkan kalau ada
anggota keluarganya yang panas sudah berapa hari,
181

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

setelah itu kami periksa melalui mikroskopis dan


ternyata positif falciparum, dari situ saya terus
melakukan pemantaun dan kunjungan ke dusun Langge,
ternyata setelah itu ada beberapa warga lain yang
panas, demam pas diperiksa positif malaria.

Data yang diperoleh dari petugas program malaria


menggambarkan bahwa adanya peningkatan temuan ataupun
indikasi masyarakat Dulupi tertular malaria. Menurut informan
RDH hal ini karena Desa Dulupi pernah dilanda banjir sehingga
terbentuk sebuah rawa tepat di dipemukiman penduduk di
Dusun Langge. Ada indikasi penderita malaria tertular dari
tempat penambangan di kota Marisa serta adanya genangan air
di depan dan belakang rumah warga.
Kasus malaria mulai ditemukan di tahun 2011 dengan
menggunakan pemeriksaan RDT, namun jumlah kasus kurang
diketahui oleh petugas Puskesmas. Tahun 2013 terdapat 3 kasus
positif falciparum, dan sampai saat ini kasus malaria mengalami
peningkatan di tahun 2013 dengan target temuan penderita
positif 25 orang dan hasil di lapangan di peroleh sebanyak 28
penderita positif malaria. Di tahun 2014 target 30 orang dan baru
di triwulan I sudah ditemukan 4 penderita positif malaria. Hal ini
yang akan menjadi tanggung jawab besar yang dialami oleh
petugas kesehatan di Puskesmas Dulupi. Data malaria tahun 2013
sampai dengan tahun 2014 (triwulan 1) di Puskesmas Dulupi
dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Upaya kesehatan dalam hal pengobatan kepada penderita
positif malaria di wilayah Puskesmas Dulupi dengan cara
pemantauan ke rumah yang teridentifikasi, kemudian melakukan
pengamatan terhadap tempat-tempat yang menjadi sarang
perindukan jentik nyamuk. Petugas memberikan penyuluhan
sekilas kepada keluarga penderita untuk menjaga kebersihan
lingkungan
dan
sesegera
mungkin
memeriksakan
182

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

pasien/penderita ke sarana fasilitas kesehatan. Upaya medis yang


di lakukan ada dua tahap yaitu pertama menggunakan RDT
(Rapid test diagnostic) dan mikroskopis. Penggunaan RDT di
mulai tahun 2012 dan mikroskopis tahun 2011.
Tabel 3.1. Data Malaria di Wilayah Puskesmas Dulupi Tahun 2013-2014
Desa
Tahun 2013
Januari
Pebruari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
Septemb
Oktober
Nopember
Desember
Jumlah
Tahun 2014
Januari
Pebruari
Maret
Jumlah

Hasil Pemeriksaan

Dulupi

Tabongo

Kotaraja

Negatif

Positif

27
42
13
13
31
12
14
10
8
5
10
18
203

3
6
2
7
3
2
3
1
2
1
11
3
44

0
1
0
2
0
0
0
1
0
0
0
2
6

28
39
14
19
33
11
13
10
8
6
21
23
225

2
10
1
3
1
3
4
2
2
0
0
0
28

Jumlah
Suspek
Diperiksa
30
49
15
22
34
14
17
12
10
6
21
23
253

7
38
16
61

0
6
7
13

0
0
0
0

7
42
21
70

0
2
2
4

7
44
23
74

Sumber : Puskesmas Dulupi, 2014

Menurut petugas kesehatan di Dulupi, gejala yang sering


dirasakan oleh pasiennya adalah panas/demam dan sakit kepala.
Petugas seringkali bingung menentukan diagnosis terhadap
penderita karena hasil pemeriksaan RDT positif malaria namun
hasil mikroskopis negatif, namun ada pula hasil RDT dan
mikroskopis semuanya positif. Setelah diberikan pengobatan
pasien diperiksa kembali melalui RDT dan mikroskopis, dan
biasanya setelah pengobatan hasil RDT positif dan hasil
mikroskopis negatif (tidak tampak parasit). Penderita yang
dinyatakan positif baik melalui RDT dan negatif hasil pemeriksaan
183

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

mikroskopis tetap diberikan pengobatan. Merek obat yang


diberikan kepada penderita malaria adalah Arsuamoon dan
Primaguin kedua obat tersebut diberikan pada penderita positif
falciparum, vivax dan mix. Pemberian obat kepada penderita
malaria sesuai dengan jenis plasmodium/parasit yang diderita.
Temuan kasus malaria terbanyak berdasarkan jenis
parasit yaitu malaria mix, yakni gabungan antara falsifarum dan
vivax. Di tahun 2013 ditemukan 11 penderita mix dan satu kasus
di tahun 2014 triwulan 1.
Tabel 3.2.

Temuan Jenis Parasit berdasarkan Desa Tahun 2013 dan


2014 (tribulan-1)
Desa
Falsifarum
Vivax
Mix
Jumlah
Dulupi
10
2
11
23
Tabongo
0
1
2
3
Kotaraja
1
0
1
2
Jumlah
11
3
14
28
Tahun 2014 Tribulan -1
Dulupi
1
1
1
3
Tabongo
1
0
0
1
Kotaraja
0
0
0
0
Jumlah
2
1
1
4
Sumber : Puskesmas Dulupi, 2014

Desa Dulupi khususnya di dusun terpencil Langge


merupakan salah satu penyumbang terbanyak penderita malaria.
Dusun ini secara geografis merupakan wilayah hutan, pertanian
dan rawan banjir karena memang sepanjang dusun ini di aliri
oleh sungai labia. Hal ini diutarakan oleh informan RDH (petugas
kesehatan) menyebutkan bahwa :
Kasus malaria terjadi setelah banjir bandang yang
menimpa warga dusun Langge tahun 2011 dan kasus
impor yang di bawa oleh warga yang bekerja ditambang
Kota Marisa.
184

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Beberapa orang dari Dusun Langge dan Sambati mengais


rejeki sebagai penambang emas di Kota Marisa, dan beberapa
diantaranya teridentifikasi positif malaria berdasarkan hasil
pemeriksaan Laboratorium Puskesmas Dulupi seperti diuraikan
seorang informan.
Ada beberapa orang di dusun Langge kebiasaan hariharinya bekerja di kota Marisa sebagai penambang emas
sampai berminggu-minggu dorang tinggal disana, pas
pulang kampung so sakit, kalau diperiksa biasanya positif
malaria.

Rata-rata gejala yang dirasakan berupa demam, panas


dan sakit kepala. Gejala ini dirasakan setelah pulang dari areal
tambang. Tinggal dan kadang menetap sampai bermingguminggu sudah merupakan kebiasaan para penambang emas ini,
dan jika sudah merasakan kondisi badan tidak sehat mereka
kembali ke Desa Dulupi. Tindakan pertama dilakukan setelah
merasakan gejala sakit adalah berobat ke dukun, membeli obat di
kios-kios, dan jika tidak merasakan kesembuhan baru memilih
Puskesmas sebagai alternatif terakhir.
Keadaan ekonomi yang memaksa masyarakat untuk
beralih dan memilih pekerjaan di pertambangan Kota Marisa.
Daerah tersebut sering turun hujan, berbeda dengan Sambati.
Masyarakat tetap bekerja di pertambangan meskipun berisiko
sakit malaria karena tidak ada lagi mata pencaharian lain yang
dapat diandalkan. Hal ini pula yang pernah dialami oleh informan
EA masyarakat di dusun Sambati, berikut ungkapannya :
Pada waktu itu saya didiagnosanya sama pamantri
adalah malaria. Setelah berobat sama pamantri saya
merasa. Selama sakit saya hanya di dalam rumah, Cuma
makan, minum obat dan tidur. Udara di Marisa yang
menyebabkan saya kena malaria sering hujan, beda
dengan di Sambati tidak sama dengan cuaca yang ada di
185

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Marisa. Saya tetap mo mendulang emas. Wanu Jamo


pehu, patao ma monga wolo (Kalau tidak mencari, baru
mo makan apa).

Informan EA memilih untuk mengobati sendiri


penyakitnya sesuai dengan kemampuannya. Informan memilih
pengobatan ke pamantri (perawat kesehatan) kalau ada
kelebihan uang, akan tetapi kalau tidak ada maka dia akan
mengobati sendiri dengan obat yang dibeli di kios. Informan
pernah berobat ke Puskesmas Tilamuta dengan membawa
jamkesmas model lama secara gratis (tidak membayar). Informan
juga pernah ke desa Tangga Jaya berobat kepada seorang
perawat dan diobati dengan cara di suntik dan kemudian di beri
obat.
Informan EA sering berobat ke dukun (penyembuh
tradisional) sekaligus ke tenaga kesehatan setelah mendapat sran
dari dukun. Bagi informan berobat ke nakes atau dukun sama
saja. Berikut ungkapan informan :
Pelayanan kesehatan sudah bagus, karena kalau sakit
dan pergi berobat ke dukun di kasih air doa kalau tidak
sembuh dianjurkan untuk pergi ke petugas kesehatan
yang bisa saja setelah minum obat langsung sembuh.
Jadi harus dikase ba jalan kedua-duanya.

Pengobatan oleh petugas kesehatan atau pengobat


tradisional (dukun) dengan cara mendatangi langsung sering
dilakukan oleh penderita malaria. Terlebih saat mereka dalam
keadaan parah atau dalam kondisi sudah tidak bisa bangun dari
tempat tidur. Mereka mengganggap bahwa dua cara pengobatan
ini merupakan langkah yang paling ampuh untuk mengatasi
penyakit malaria. Pandangan masyarakat tentang malaria adalah
penyakit yang berbahaya yang bisa mengakibatkan kematian
sama halnya dengan penyakit kusta dan TB yang masih menjadi
ancaman bagi masyarakat Dulupi.
186

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Petugas kesehatan setempat telah melakukan


pemberantasan malaria berupa penyemprotan (IRS) di seluruh
rumah warga Desa Dulupi pada bulan Maret tahun 2014.
Terdapat 874 rumah yang tersebar di enam dusun wilayah Desa
Dulupi menjadi sasaran dilaksanakan kegiatan ini. Masyarakat
Dulupi menyebutkan bahwa kurang lebih satu minggu rumah
mereka tidak dihinggapi nyamuk usai penyemprotan, namun
kondisi ini hanya bertahan satu minggu karena setelah itu
masyarakat merasa nyamuk mulai datang lagi dan berterbangan
di rumah mereka. Penyemprotan bertujuan untuk meminimalisir
angka kejadian malaria di wilayah Puskesmas Dulupi dan
penyemprotan ini akan berlanjut di bulan September tahun 2014,
dengan sasaran yang sama yakni di 874 rumah warga.
Upaya yang dilakukan oleh petugas kesehatan setempat
dan masyarakat adalah membentuk Posmaldes (Pos Malaria
Desa) tepatnya di Dusun Langge, sejak ditemukannya kasus
malaria pada tahun 2011. Posmaldes sudah tidak dijalankan lagi
karena kekurangan sarana dan prasarana yang memadai dan juga
kerjasama antara masyarakat dan petugas yang berada di
posmaldes tidak terjalin lagi. Beragam macam upaya sudah
ditempuh dan masih ditemukan peningkatan kasus malaria yang
akan terus menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat di Desa
Dulupi.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian akibat malaria yang meliputi kegiatan
penemuan dan pengobatan penderita, dan upaya perlindungan
diri terhadap gigitan nyamuk melalui pemakaian kelambu
berinsektisida. Pembagian kelambu telah dilakukan oleh petugas
kesehatan di Desa Dulupi khususnya bagi wanita hamil dan
mempunyai balita. Dulunya kelambu berinsektisida yang
dibagikan berwarna putih, namun karena persepsi masyarakat
bahwa kelambu berwarna putih seperti tidur dengan mayat atau
187

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

seperti orang mati, sehingga upaya lain dilakukan pemerintah


yaitu menggantikan warna kelambu dengan warna merah muda.
3.4.3. TB (Tuberkulosis)
Kuman penyebab TBC adalah mycobacterium tuberculosis
ditemukan pertama kali pada tahun 1882 oleh Robert Koch.
Penyakit TBC muncul kembali ke permukaan dengan
meningkatnya kasus TBC di Negara-negara maju atau industri
pada tahun 1990. Saat ini diseluruh dunia terdapat 8 juta kasus
terinfeksi dan 3 juta kasus meninggal dunia. (Notoadmodjo,
2011).
Penyakit TBC di Desa Dulupi sudah ditemukan sejak tahun
2003 yaitu pada saat Puskesmas Dulupi baru saja diresmikan.
Upaya penyuluhan dan pelacakan secara dini telah dilaksanakan
oleh petugas Puskesmas pada saat itu. Ketersediaan sarana dan
prasarana menjadi kendala yang mengakibatkan proses
pelacakan kasus terhenti. Data tentang penderita TBC sekaligus
penanganan lanjutan pada saat itu dialihkan ke Puskesmas
Tilamuta. Pendataan TBC mulai dilakukan kembali di Puskesmas
Dulupi pada tahun 2009 sampai dengan saat sekarang.
Keberadaan data hanya diperoleh mulai tahun 2011 triwulan 4,
dan alasan yang dikemukakan petugs bahwa data rusak akibat
musibah banjir yang menimpa Puskesmas dan wilayah
sekitarnya.
Istilah penyakit TB menurut sebagian masyarakat yang
berada di Desa Dulupi disebut dengan Terengi. Sejak dari dulu
sampai dengan sekarang masyarakat mempercayai bahwa
terengi merupakan salah satu penyakit bawaan ataupun
keturunan dan menular. i Terengi dianggap oleh masyarakat
Dulupi sebagai penyakit yang berbahaya karena bisa
menyebabkan kematian terhadap penderitanya. Jejak terengi di
188

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

desa ini mengalami peningkatan setiap tahunnya, oleh karenanya


masih menjadi ancaman besar bagi masyarakatnya karena belum
mendapatkan perhatian dari semua pihak. Terengi sebagai istilah
bagi penderita TB yang sering disebut oleh masyarakat Desa
Dulupi dibenarkan oleh salah seorang informan yang sekaligus
sebagai pemegang program TB Puskesmas Dulupi berinisial YD,
mengatakan dalam wawancara,
Istilah penyakit TB di Gorontalo Terengi o terengi taliti.
Begitu biasa masyarakat bilang ke penderita TB. Dari
tahun 2011 saya petugas TB, ikhlas dan merasa
terpanggil tidak ada paksaan. Karena saya sayang
melihat pasien TB, sayangnya saya karena melihat
dorang pe kondisi badan kurus, sakit-sakit terus, batukbatuk terus. Saya punya harapan Dulupi bisa bebas TB,
saya jaga sholat Ya, Allah sembuhkanlah pasienku
Berikan mereka kesehatan dan sembuh dari penyakitnya
doa itu yang selalu saya haturkan.

Penderita TB/terengi sering mengunjungi Puskesmas


Dulupi dengan berjalan kaki untuk mendapatkan pengobatan
secara rutin. Mereka berharapan untuk lekas sembuh dari
penyakitnya seperti yang sering disampaikan oleh para penderita
TB. Rasa malu kadang sudah tidak dipedulikan lagi dengan satu
tujuan untuk mendapatkan kesembuhan. Penderita TB memiliki
ciri badan kurus, sesekali batuk dan mengeluarkan dahak,
terlihat dari penderita yang mengunjungi Puskesmas. Mereka
tidak hanya pergi ke sarana fasilitas pelayanan kesehatan saja,
akan tetapi sering melakukan pengobatan secara tradisional
dengan bantuan dukun penyembuh atau dengan cara meracik
bahan alam yang dijadikan sebagai obat penghilang batuk.
Pengobatan sendiri dengan obat-obatan yang dibeli di pasar
Dulupi dan di warung-warung, sudah menjadi kebiasaan para
penderita TB.
189

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Raut wajah para penderita TB menggambarkan harapan


mereka terhadap perhatian dan bantuan dari semua pihak
utamanya keluarga terdekat. Fakta di lapangan mengindikasikan
bahwa pengawasan minum obat bagi para penderita TB masih
kurang, tugas yang seharusnya menjadi tanggungjawab keluarga
untuk membantu kesembuhan mereka. Seorang informan (SL)
penderita TBC di Dusun Sambati menceritakan bahwa penyakit
tersebut juga diderita sanak saudara di kampung yang pernah
ditinggali. Penyebab TB menurut dugaan informan adalah akibat
tidur dekat obat nyamuk bakar. Berikut kutipan wawancara
dengan informan SL, yang menceritakan perjalanan penyakit
TB/terengi yang dideritanya hingga sekarang.
Tidak sehat saya ini sudah 2 bulan, batuk-batuk selalu
sampai pernah di rawat ke Rumah Sakit selama dua
bulan. Mungkin pengaruh so kerja berat dalam rumah,
pernah juga saya tinggal di pa saya pe kampung di
Gagese disana dingin dekat laut saya masuk angin dan
sudah mulai batuk-batuk, 2 tahun kalau tidak salah saya
juga pernah tinggal di Tenilo sama keluarga ada saya pe
anak basudara di sana sementara perawatan juga kena
TB juga dia kasian. Cuman jarang minum obat merah itu
saya yang biasa jaga ba kase nasehat dengan ba awasi
dia kalau minum obat. Cuman saya pe kira ini saya kena
TB gara-gara waktu itu saya ada tidur dekat dengan anti
nyamuk bakar besoknya saya langsung sesak nafas
begitu baru tidak lama so batuk-batuk sampe so jadi
begini .

3.5. Sarana Pelayanan Kesehatan


Salah satu indikator penting dalam pembangunan
kesehatan jangka panjang ialah dengan perbaikan sistem
pelayanan kesehatan yang memadai dan sesuai dengan
190

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

mekanisme Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Banyak faktor yang


mempengaruhi tidak efektif dan efisiennya pelayanan kesehatan
khususnya yang berada di pelosok tanah air. Persoalan masalah
kesehatan semakin hari menjadi bumerang, yang harus
diselesaikan oleh semua pihak. Fasilitas pelayanan kesehatan
tidak selalu tersedia, sumber daya manusia (tenaga kesehatan)
terbatas, peran aktif masyarakat untuk menjaga dan
berkontribusi dalam pemenuhan kesehatan masyarakat yang
masih kurang.
Ketersediaan sarana pelayanan kesehatan menjadi cermin
kesehatan bagi masyarakatnya. Keberdaan sarana pelayanan
kesehatan dasar akan sangat membantu masyarakat Gorontalo
Dulupi untuk memenuhi keadaan sehat yang seutuhnya.
Puskesmas Dulupi menjadi satu-satunya sarana kesehatan dasar
bagi masyarakat Dulupi untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
Puskesmas Dulupi di bangun ditahun 2002 dan diresmikan pada
tahun 2003. Puskesmas tersebut merupakan pengembangan dari
Puskesmas pembantu yang sudah ada sejak tahun 1960. Pada
tahun 2004 dengan kapasitas tenaga kesehatan yang masih
minim Puskesmas Dulupi sudah berfungsi dengan status
Puskesmas rawat jalan.
Keadaan ini diceritakan oleh informan AWL yang
menyampaikan bahwa,
Waktu itu tahun 2004 fasilitas pelayanan kesehatan
belum sepenuhnya ada, makannya masyarakat banyak
yang memilih pengobatan yang mereka percayai.
Puskesmas kecamatan tahun 2004 sudah jadi Puskesmas
Dulupi, sebelumnya pustu yang sudah ada sejak tahun
1960. Fasilitas pelayanan kesehatan masih sangat
dibutuhkan oleh masyarakat dari sisi pelayanan,
petugas, alat kesehatan karena Puskesmas sini yang saya
tahu belum rawat inap.
191

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Desa Dulupi merupakan salah satu wilayah Kabupaten


Boalemo yang termasuk dalam kategori bermasalah berat
kesehatan miskin (KaA). Memiliki sarana pelayanan kesehatan.
Dapat di lihat pada tabel 3.3.
Tabel 3.3. Jumlah Fasilitas Kesehatan di Wilayah Puskesmas Dulupi
Nama
Dusun
Jambura

Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
Puskesmas Dulupi

Tahun
Pembangunan
2003

Teratai
Sambati

Pustu

2011

Batu
Potong

Poskedes

2012

Langge

Pustu

2013

Huwata
Sumber: Profil Puskesmas Dulupi 2013

Keterangan
Difungsikan sbg Pusat
Kesehatan Masyarakat
Difungsikan Untuk
Pelayanan Posyandu &
Posbindu
Belum Difungsikan
(Pelayanan Posyandu
dan Posbindu di Rumah
Warga/Kader)
Difungsikan untuk
Pelayanan Posyandu &
Posbindu
-

Sentral pelayanan kesehatan masyarakat di Desa Dulupi


yakni terfokus di Puskesmas Dulupi, dengan wilayah kerja 18
Dusun (3 Desa) yang rata-rata kunjungan pasien per bulannnya
kurang lebih 100 orang dengan tenaga kesehatan medis maupun
non medis 23 Orang. Fakta di lapangan tersebut menunjukkan
bahwa Puskesmas sebagai sarana kesehatan dasar kurang
dimanfaatkan dan hanya diminati oleh mereka yang sadar untuk
menjaga kesehatannya.
Jumlah tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas masih
dirasa kurang untuk menjalankan tugas dan tanggungjawab
pelaksanaan program kesehatan. Beban kerja dan tugas rangkap
harus dilakukan oleh hmpir semua petugas seperti yang di
192

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

utarakan oleh informan


berikut,

ODC (petugas kesehatan)

sebagai

Di Puskesmas ini ada tenaga medis 2 orang, paramedik


10 orang : 5 orang perawat, 5 orang bidan tetapi 5 bidan
tidak semuanya termasuk di bidang paramedis karena 1
bidan sebagai bendahara, 1 bidan pemegang pustu, 1
bidan pemegang program dan 1 bidan lagi pemegang
pustu dan program jadi kalo dari masalah juknisnya
sudah tumpang tindih semua.

Tidak didukung dengan Jumlah tenaga kesehatan yang


kurang menyebabkan mereka bekerja tidak sesuai dengan
kompetensinya dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Kekurangan tenaga kesehatan menjadi penyebab dua Pustu dan
satu Poskesdes terbengkalai (Pustu di Dusun Sambati dan Langge,
Poskesdes di Dusun Batu Potong). Keberadaan pustu tanpa ada
kegiatan pelayan menjadi pemicu kekecewaan masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan bahkan terbesit keinginan untuk
membakarnya. Seorang tokoh masyarakat perempuan (RU) yang
bertempat tinggal di Dusun Sambati mengungkapkan harapan
dan kekecewaan mereka terhadap keberadaan pustu.
Saya memilih untuk berobat ke Puskesmas, dilayani
dengan bagus, perhatian sudah baik ke masyarakat yang
mo berobat. Karena memang itu yang dibutuhkan
masyarakat. Hanya saja, kesadaran untuk mendatangi
tempat ini (menetap) masih belum ada. Sampe-sampe
pernah masyarakat sampaikan kalau perlu dibakar.
Karena sudah dibangun Pustu tapi belum ditempati.
Saya tidak bisa berbuat apa-apa. Karena memang fakta
seperti itu. Kami masyarakat Sambati hanya bisa berdoa
untuk kesembuhan.

Sarana infrastruktur seperti jalan sangat dibutuhkan


untuk mempermudah akses ke pelayanan kesehatan. Pandangan
193

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

dan harapan terkait upaya pelayanan kesehatan diutarakan oleh


Kepala Dusun Langge berinisial RA yang diwawancara.
Dusun ini masih perlu untuk mendapatkan bantuan
pemerintah terlebih daerah. Sudah sumber kehidupan
masyarakatnya yang menopang di Sungai, jalan yang
berbatu, komunikasi yang sulit dijangkau, sarana
kesehatan yang sudah di bangun dan difungsikan tetapi
masyarakat
yang
masih
belum
sepenuhnya
memanfaatkan tempat ini untuk meningkatkan
kesehatan mereka. Hanya karena persoalan harus jalan
kaki dan menempuh jalan dengan jarak yang beragam.
Ini baru awal kesulitan kami di dusun ini, dan masih ada
lagi kesulitan-kesulitan ke depan yang harus segera saya
pecahkan.

Gambaran di atas tentang keluh dan kesah masyarakat


yang berharap untuk memperoleh pelayanan kesehatan dasar
yang optimal ternyata sejalan dengan realita yang dihadapi
petugas kesehatan. Keluhan petugas tentang kondisi jalan ke
dusun-dusun terpencil menjadi salah satu penyebab
terhambatnya operasional pelayanan kesehatan ke masyarakat.
Kendaraan dinas yang kurang terawat menambah permasalahan
upaya petugas untuk menjangkau masyarakat yang sangat
membutuhkan pelayanan kesehatan.
Hasil pengamatan diketahui bahwa kondisi jalan rusak
semakin sulit dilalui ambulan Puskesmas di saat musim hujan.
Salah satu kegiatan yang terhambat dengan adanya kondisi
seperti ini ialah kegiatan Posyandu dan Posbindu di dusun-dusun.
Kader Posyandu langsung menuju ke Puskesmas untuk bersamasama tenaga kesehatan yang bertugas memberikan pelayanan
berdasarkan jadwal yang sudah ada. Dua belas (12) Posyandu
yang ada di dusun tidak seluruhnya buka setiap bulan karena
tidak dikunjungi oleh petugas kesehatan dan kader. Hambatan
194

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

kondisi jalan ketika hujan merupakan hal yang selalu menjadi


kendala berlangsungnya kegiatan, yang akhirnya berakibat pada
ketidakpercayaan dan kekecewaan masyarakat dusun. Ibu-Ibu
yang berdatangan di Posyandu pernah mengutarakan keluhan
tentang ketidak hadiran petugas sebagai berikut,
Mamohualingo ito saja, donggo mohiheo mayi
timongolio uamu (sudah mo pulang saja kita, paling
mereka masih lama datang).

Seruan ini sering terdengar ketika adanya hambatan yang


selalu di alami oleh para petugas kesehatan dan kader Posyandu
yang ada. Beban tugas rangkap merupakan keluhan petugas yang
menjdi penghambat dalam melaksanakan seluruh rogram
pelayanan. Sejak pustu pertama dibangun tahun 2011 saat itu
petugas kesehatan datang silih berganti sampai tahun 2013.
Tidak ada lagi petugas tinggal di pustu sejak September tahun
2013, sehingga kegiatan yang ada hanya pelayanan Posyandu
yang diselenggarakan setiap bulan. Seperti ungkapan salah satu
petugas kesehatan yang pernah bertugas di Dusun Sambati,
Kebetulan sering menggunakan pustu itu kalau tidak
ada Posyandu, ibu-ibu hamil mo kemana lagi, sementara
jauh yang mopigi akan, masih untung kalau ada sewa
ojek atau naik roda, susahnya disitu makanya banyak
yang mengeluh kesaya.

Sebagian masyarakat lebih memilih berobat ke pustu


Dusun Langge karena sudah ada sarana transortasi ojek. Berikut
pernyataan informan AN,
Saya biasa juga ke pustu Langge untuk berobat bawa
anak, biasa di kasih obat tapi kalau panas, sakit, bayinya
tidak disuntik. Kalau sekarang ini sudah senang ke Pustu,
ada ojek. Kalau lalu kami jalan kaki.

195

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Kepala dusun maupun tokoh masyarakat lainnya selalu


mengumumkan kepada masyarakat tentang pelaksanaan
kegiatan Posyandu khususnya di Dusun Langge dan Sambati
melalui kegiatan di masjid. Berikut ungkapan informan toma
bapak RA di Dusun Langge,
Kebiasaan

sini kalau kegiatan Posyandu atau


penyuluhan kesehatan dan kegiatan desa selalu di
umumkan di masjid. Sudah banyak warga ke Puskesmas
kalau berobat, masih ada juga yang ke dukun jadi
seimbang banyak juga, alasannya karena Puskesmas
jauh, belum ada juga petugas kesehatan yang tinggal
disini sudah ada pustu tapi belum ditempati.

Kekecewaan masyarakat terhadap pelayanan di


Puskesmas Dulupi Pustu Sambati karena ketiadaan petugs
kesehatan. Sebagai gantinya, mereka pergi berobat ke Puskesmas
Tilamuta dengan kendaraan ojek. Berikut ungkapan informan RU
(toma) sbb :
Ada pustu tetapi lalu Ses Atin sudah tidak tinggal di
Pustu lagi, tapi Alhamdulillah sekarang ini sudah ada
Pamantri Abi, walaupun sudah ada Nakes yang datang
berkunjung di Pustu Sambati, tetapi masih ada
pengeluhan dari masyarakat Sambati kerena tenaga
kesehatannya belum tinggal menetap di Pustu. Saya
berusaha untuk memberikan pengertian kepada
masyarakat, makannya banyak yang sakit hanya lari ke
Tilamuta, sementara setengah mati kenderaan. Biasanya
ada yang naik ojek Rp. 35.000. walaupun sebenarnya
lebih dekat ke Dulupi, cuman masyarakat sudah terbiasa
ke Tilamuta, mereka lebih memilih kesana karena tenaga
kesehatannya.

Salah satu yang menghambat masyarakat untuk


mendapatkan pelayanan kesehatan khususnya warga yang
196

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

tinggal di Dusun Langge dan Sambati adalah faktor geografis yang


mnyebabkan Puskesmas jauh dari rumah penduduk. Lokasi ini
menjadi kendala biaya transportasi yang cukup mahal. Bangunan
Pustu yang ada di dusun ini tidak dilengkapi dengan sarana
sanitasi dasar, alat kesehatan dasar tidak lengkap dan tidak
memiliki jaringan listrik, sehingga petugas kesehatan pustu
mempunyai alasan yang mendasar untuk tidak menempati pustu
tersebut.
3.6. Perilaku Pencarian Pengobatan (Health Seeking Behavior)
Perilaku pencarian pengobatan pada masyarakat Desa
Dulupi meliputi tiga tahap yaitu mencari pengobatan tradisional
ke dukun, mencari pengobatan dengan membeli sendiri obat di
warung, setelah itu baru mencari pengobatan ke fasilitsas
kesehatan dan tenaga kesehatan yang bisa dijangkau.
Upaya pencarian pengobatan orang Dulupi di Dusun
Langge, Sambati, Batu Potong terkait pengobatan tradisional ke
dukun di dasari oleh tingkat ekonomi masyarakat dengan
penghasilan rendah. Dukun di mata masyarakat Desa Dulupi
adalah orang yang mengobati atau membantu mereka saat kena
penyakit terungkap dari tokoh masyarakat RM,
Cuma menolong tergantung orang yang diobati karena
masyarakat tidak punya uang, sedangkan dokter
mengobati pake bayar dan dukun merupakan tempat
pelarian utama untuk mempercepat masyarakat
berobat

Pengobatan melalui perantaraan dukun dilakukan guna


mengobati penyakit akibat gangguan mahluk halus/setan dan
sebagainya. Adapun pengertian dukun menurut sebagian warga
adalah orang yang bisa mengobati penyakit gangguan setan/iblis,
namun ada pula penyakit medis yang dapat disembuhkan oleh
197

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

dukun seperti sakit perut, sakit kepala dan sakit dada. Menurut
beberapa informan termasuk dukun RM bahwa penyakit iblis itu
hanya bisa di sembuhkan oleh dukun yang mempunyai ilmu
pengobatan dan sudah pernah berhasil mengobati pasien
sebelumnya.
Alternatif lain ketika warga sakit dan membutuhkan
pengobatan adalah ke tenaga kesehatan atau membeli obat di
kios-kios terdekat. Obat yang paling banyak di konsumsi warga
berdasarkan hasil survei di kios-kios dan pasar tradisional Dulupi
adalah M**agrib (batuk-flu), B**rex flu (sakit kepala-flu),
P**amex (sakit kepala), P**er ampuh (obat asam urat bagi warga
yang merasakan nyeri kaki), N**acin (obat hosa-asma),
Paracetamol (obat panas demam), A**icilin (untuk luka-luka
infeksi), I**ana (obat panas untuk anak-anak). Beberapa
informan yang sering menggunakan obat-obatan mampu
menyebutkan nama-nama obat tersebut beserta khasiatnya.
Pengobatan yang memanfaatkan jasa dokter sangat
jarang dilakukan kecuali warga yang memiliki ekonomi lebih.
Penggunaan jasa mantri lebih sering mereka dilakukan dengan
istilah masyarakat Dulupi panggilan Paman. Masyarakat sangat
menginginkan pelayanan oleh dokter saat berobat di Puskesmas.
Dokter adalah orang yang dianggap paling mengetahui keluhan
penyakit yang mereka rasakan.
Kebiasaan masyarakat mencari pengobatan ke dukun juga
didasari oleh tidak adanya tenaga kesehatan yang tinggal
menetap di fasilitas kesehatan yang telah dibangun di dusun
mereka. Seperti ungkapan salah satu petugas kesehatan
setempat AB sebagai berikut,
Pustu Sambati misalnya di bangun pada awal 2011,
Poskesdes Batu Potong pada tahun 2012 dan Pustu
Langge pada bulan juni 2013. Pustu yang dibangun di
dusun lama dibekukan, lama ndak terpakai, tidak
198

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

terawat, dulu kak Suhartin di tempatkan di Sambati


tetapi karena dia di tarik jadi bendahara pokoknya sudah
2 tahun lepas dari sana, dijadikan bendahara otomatis
mengunci dia di ruang lingkup, tidak bisa ditugaskan
kemana-mana lagi. Untuk pelayanan kesehatan khusus
di Desa Dulupi sendiri pandangan secara pribadi belum
maksimal, termasuk saya sendiri untuk melayani
sepenuhnya tidak ada karena tidak ada dukungan
operasional. Kalau jadwal untuk dusun sambati sendiri
sebenarnya di jadwal itu pustu buka 5 hari dalam
seminggu, tapi tidak ada operasional, bayangkan jalan ke
pustu sambati itu bagaimana, kamu sudah lihat
sendirikan jalan batu batu rusak, bayangkan kalo pakai
motornya kesana, kalo motor yang kredit sudah gajinya
tidak seberapa, jadi seminggu sekali Posyandu dan baru
2 kali saya turun .

Pencarian pengobatan ke dukun sudah dilakukan


masyarakat sejak lama karena ketiadaan petugas kesehatan
semenjak dibangunnya fasilitas kesehatan. Jumah dukun yang
sering didatangi warga dusun Langge berjumlah 3 orang dan satu
orangnya sebagai Hulango (dukun beranak), dukun di dusun
Sambati terdapat 3 orang dukun pengobatan dan 1 orang
Hulango (dukun beranak) sementara dukun (pengobatan) yang
ada di Dusun Batu Potong berjumlah 2 orang dan dukun beranak
1 orang.

199

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

200

BAB 4
REKAM JEJAK TERENGI DI DESA DULUPI

4.1. Sekilas tentang Terengi


Terengi merupakan istilah lokal penyakit yang disebutkan
oleh masyarakat Dulupi, baik oleh orang tua-tua maupun tenaga
kesehatan di Puskesmas dulupi. dengan gejala muntah darah
(motuo lo duhu), batuk terus menerus-kambuhan (tembedu
oonuwa), sesak nafas (bahosa), rasa panas dingin (hehuhu lolio),
nafsu makan berkurang (kurangi monga), dahak banyak (dadata
alao), badan menurun (molalahu ilanggango), dan berkeringat
(basuar). Seperti ungkapan Ibu Y di bawah ini :
Kalo dia babatuk balender berarti dia terengi basah itu,
klo terengi kering dia babatuk tidak balender, sudah
mulai kurus, kalo babatuk balender bacampur dengan
darah itu sudah terengi, di puskes itu dinamakan terengi
basah dan terengi kering

Sedangkan menurut keterangan petugas kesehatan di


Puskesmas Dulupi (informan AN), terengi adalah batuk lama yang
lebih dari dua minggu.
Terengi itu Bahasa Gorontalo, ya batuk kalo sudah dua
minggu, orang puskes bilang itu sudah masuk terengi,
bukan batuk biasa namanya, perlu di bawa ke puskes
dan dokter untuk pemeriksaan lab.

Warga
yang
menderita terengi memeriksakan
kesehatannya di Puskesmas Dulupi. Terengi memiliki gejala201

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

gejala yang mirip dengan penyakit TB (tuberculosis) berdasarkan


pemeriksaan medis. Hasil pemeriksaan dahak di laboratorium TB
dengan menggunakan sistem rujukan ke Puskesmas Pangi dan
Puskesmas Tilamuta yang berada di Kabupaten Boalemo,
membuktikan hal ini. Hasil laboratorium diketahui satu minggu
kemudian. Penderita terengi dinyatakan TB dengan status
spuktum BTA (Basil Tahan Asam) positif.
Salah satu gejala utama TBC paru adalah batuk lama lebih
dari satu bulan. Saat penderita TB batuk, kuman tuberkulosis
akan menyebar melalui droplet atau dahak dan kemudian
terhirup oleh orang lain. Bersin juga dapat mengandung kuman
TBC dan menular ke orang lain. Pada orang yang sehat, sistem
kekebalan tubuh akan membunuh bakteri TBC sehingga tidak
timbul gejala, sementara jika tubuh lemah tidak akan mampu
membunuh dan gagal mencegah penyebaran kuman. Kuman
dapat menginfeksi paru atau organ lain di seluruh tubuh dan
menimbulkan gejala dalam hitungan minggu atau bulan. Inilah
yang dikenal dengan TBC aktif. Kuman TBC kadang gagal
diberantas, tetapi penyebarannya ke seluruh tubuh dapat
dicegah. Dengan demikian gejala TBC tidak akan muncul, meski
sebenarnya kuman masih ada di dalam tubuh. Hal seperti ini
dikenal sebagai TBC laten (www.sehatraga.com/melawan
penyakit tbc).
Departemen Kesehatan RI (tahun 2008) menyebutkan
bahwa Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit menular
langsung yang disebabkan oleh kuman TB Paru (mycobacterium
tuberculosis) dengan gejala batuk selama dua minggu atau lebih,
batuk disertai dengan gejala tambahan yaitu dahak, dahak
bercampur darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari satu bulan.

202

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Berdasakan keterangan di atas, patut diduga bahwa


penyakit terengi adalah penyakit TB Paru. Hal ini juga dipertegas
oleh pernyataan tenaga kesehatan yang menangani laboratorium
TB dan Kusta (informan YD) yang menyatakan terengi adalah
bahasa lokal Etnik Gorontalo di Desa Dulupi yang bisa diartikan
dengan penyakit TB Paru.
4.2. Jejak Kasus TB Paru di Dulupi
Penjaringan suspek TB yang dilaksanakan dalam kurun
waktu 2011 meliputi 3 desa yaitu Desa Dulupi, Tabongo dan
Kotaraja diperoleh dua penderita yang positif secara medis
mengidap penyakit TB Paru. Penderita suspek TB atau diduga
menderita TB akan dilakukan pemeriksaan, seperti dijelaskan
oleh petugas kesehatan berinisial RK yang melakukan kegiatan
penjaringan. Dahak tersangka diambil dan diperiksa secara medis
menggunakan mikroskop. Pengambilan dahak berdasarkan
keluhan pasien, seperti batuk terus menerus walaupun pertama
kalinya sudah minum obat batuk baik yang dibeli di kios-kios
terdekat maupun berobat ke Puskesmas, namun tidak merasakan
kesembuhan.
Program TB paru di pegang oleh petugas kesehatan
bernama YD, dialihkan dari pengelola bernama RK. Semenjak
awal tahun 2012, RK ditugaskan untuk memegang program
kesehatan masyarakat di Puskesmas Dulupi. Pengambilan data TB
paru saat penelitian berlangsung peneliti mengalami kesulitan,
karena sebagian data TB tahun 2011 tidak lengkap. Menurut
informan RK dia tidak mengingatnya lagi berapa jumlah kasus TB,
termasuk identitas nama dan alamat rumah penderita. Peristiwa
tersebut sudah lama dan waktu itu Puskesmas terendam banjir
termasuk kertas-kertas laporan sehingga data-data Puskesmas
rusak ikut terendam air. Jumlah penderita TB Paru hanya
203

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

diketahui berdasarkan laporan rekapan data TB Paru Puskesmas


Dulupi bulan Oktober sampai dengan bulan Desember tahun
2011.
Berdasarkan profil Dinkes Kabupaten Boalemo Tahun
2012 kasus TB Paru baik kasus lama dan kasus baru berjumlah
431 orang. Tahun 2012 penderita TB Paru di Puskesmas Dulupi
berjumlah 11 orang. Petugas yang menangani program TB hanya
satu orang, itupun informan YD (petugas TB) merangkap kerja
menangani Program penyakit kusta. Berikut tabel data TB paru di
Puskesmas Dulupi tahun 2012.
Tabel 4.1. Data Kasus TB Paru tahun 2012
Desa
Bulan
Januari

Dulupi Tabongo

Hasil Pemeriksaan
Kota
Raja

Negatif

Positif

Jumlah
Suspek
Diperiksa

Februari

Maret

11

10

11

April

13

18

20

Mei

10

Juni

Juli

Agustus

September

27

31

34

Oktober
November

9
7

1
3

0
0

9
9

1
1

10
10

Desember

10

125

11

136

Jumlah
104
28
Sumber : Puskesmas Dulupi, 2014

Menurut informan YD, penderita TB Paru yang tinggal di


Desa Dulupi tahun 2012 berjumlah sepuluh orang, dua
diantaranya sudah putus obat yaitu bapak AL dan istrinya yang
tinggal di dusun Langge serta satu orang telah meninggal dunia,
204

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

beralamat di desa Tabongo. Angka kesembuhan penderita TB


Paru yang ditangani juga tidak tertulis dalam catatan data yang
ada di Puskesmas. Rekapan data mencatat tujuh penderita telah
menjalani pengobatan lengkap selama enam bulan tanpa
pemeriksaan akhir secara medis. Peneliti menelusuri data kantor
Desa Dulupi untuk mengetahui keberadaan penderita TB. Di
ruangan tunggu pengunjung, terpampang pada bingkai kaca
struktur organisasi TB tingkat desa tahun 2012.
Struktur organsasi atau tim pemantau penyakit TB paru
di Desa Dulupi terbentuk berdasar musyawarah pada tahun
2012. Tujuan pembentukan tim pemantau untuk membantu
pihak Puskesmas dalam penjaringan dan penemuan kasus TB
Paru. Tim yang di koordinir oleh kepala desa dan enam kepala
dusun tidak berfungsi lagi pada tahun 2013 karena terbentur
dengan aktivitas dan kesibukan masing-masing anggota dan tidak
ada dana operasional. Berikut penuturan dari ketua tim yang di
pimpin oleh bapak ED sebagai berikut ,
Tim tidak aktif semenjak 2013 selain terbentur dengan
kesibukan dalam tugas dan tanggung jawab juga tidak
adanya dana operasional.

Identitas penderita dan alamat tempat tinggal penderita


TB Paru yang sudah terjaring tahun 2012 sudah dilupakan
informan ED. Catatan lapangan dan laporan TB sewaktu kegiatan
tersebut juga tidak ditemukan lagi dalam berkas laporan yang
dicari oleh beberapa anggota yang diperintahkan bapak ED saat
itu. Berikut distribusi jumlah penderita positif TB yang terdeteksi
di Puskesmas Dulupi tahun 2013 :
Berdasarkan data sekunder menunjukan tren kasus TB
Paru cenderung meningkat dari tahun 2011 sampai dengan
bulan Juni tahun 2014. Tahun 2013 total penderita TB paru
berjumlah 16 orang dan merupakan kasus baru. Para penderita
205

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

ini dinyatakan positif mengidap mycobacterium tubercolosis, dan


tahun 2014 dari triwulan 1 sampai 2 terdapat 5 kasus baru TB
Paru.
Tabel 4.2. Jumlah Penderita TB di Desa Dulupi tahun 2013
Nama Dusun

Jumlah Penderita

Persen (%)

Jambura

Teratai

50

Sambati

6,25

Batu Potong

31,25

Langge

12,5

Huwata

Total

16

100

Sumber : Puskesmas Dulupi, 2014.

4.3. Tenaga kesehatan TB


Tenaga kesehatan yang menangani program TB
di
Puskesmas Dulupi berjumlah 1 orang. Disamping tugas dan fungsi
pokoknya itu, juga sebagai pemegang program Kusta dan
penunjang untuk sistim pencatatan dan pelaporan Puskesmas
terpadu (SP2TP). Menurut keterangan yang diberikan oleh
Dokter ODC di Puskesmas Dulupi adalah masalah tugas yang
sering tumpang tindih sehingga sebagian tugas terbengkelai,
berikut ungkapan informan ODC :
Kemarin memang ada niat bikin efek jera seperti
bangun terlambat terus sebenarnya bisa tiap hari jam 7
sebenarnya tapi memang tidak ada niat tapi memang
tidak ada penghargaan, karena seolah olah program
dengan pelayanan medis itu terpisah, padahal
seharusnya kan saling membutuhkan, ada pasien ngga
ada perawat dokternya pasti bingung kan, kalau di IGD
206

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

ada perawat ndak ada dokternya bingung to, jadikan


sebenarnya saling klop jadi kita pingin ajarkan itu
kembalikan ke juknis masing masing sebenarnya jangan
kasi dia memegang program memang ada perawat yang
memegang program jangan kasi dia memegang IGD
karna nanti akan muncul keluhan keluhan dan keluhan
keluhan itu kita ndak bisa cari jalan keluar contonya kita
sudah dapat dibagian jasa memang program tetapi
pendidikannya lebih tinggi tapi kalo dia ada yang D3
kemarin dia pagi mau sore pasien dia yang layani, kalo
dia memang pemegang program kapan lagi dia melayani
pasien disitu, untuk programnya saja dia sudah habis
waktu, dia sudah pening.

Kekurangan tenaga kesehatan yang menangani program


TB merupakan salah satu hambatan dalam pelaksanaan program
TB di lapangan. Kendala tersebut juga berpengaruh terhadap
pengawasan para penderita di empat lokasi berbeda. Berikut
ungkapan informan ODC :
Kita hanya memakai ruang lingkup kita di puskes,
mereka kalo tidak sembuhkan pasti mereka berobat ke
puskes disitu penyuluhan secara singkat.

Sebagai tenaga kesehatan tunggal yang mengemban


tugasnya, strategi yang kerap digunakan dalam menangani
pasien adalah dengan menggunakan sarana komunikasi HP guna
mengontrol pasien dalam menelan obat anti tuberculosis.
Perhatian berupa komunikasi dengan telepon genggam berupa
sms (short message service) atau melalui telepon yang dilakukan
dapat membina hubungan keakraban dengan para pasien.

207

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

4.4. Peran Tenaga Kesehatan Menangani Program TB di


Puskesmas Dulupi
Wanita kelahiran tahun 1992 yang bernama lengkap
Yuningsih Djermano, lulus dari pendidikan dengan gelar D1
akademi administrasi kesehatan, menjadi tenaga kontrak di
Puskesmas Dulupi semenjak tahun 2011. Tenaga kesehatan biasa
disapa Ning ini ditunjuk untuk mengikuti pelatihan program TB
tahun 2012 selama 1 minggu di ibukota Kabupaten Boalemo
karena saat itu Puskesmas kekurangan tenaga. Berbekal sertifikat
pelatihan tersebut, perempuan yang mempunyai hobi memasak
Binte (jagung pulut/makanan khas gorontalo)
dipercaya
memegang program TB dan kusta di awal tahun yang sama. Anak
bungsu dari empat bersaudara ini mengemban tugas yang
diterimanya sebagai suatu ibadah, menjalankan pekerjaan
dengan sabar dan penuh harapan besar agar pasien yang
ditanganinya bisa sembuh. Hari demi hari dia lalui seorang diri
melaksanakan program TB dengan wilayah kerja yang begitu luas
yaitu tiga desa yang meliputi delapan belas dusun. Dia melakukan
kegiatan penjaringan penderita dengan pemeriksaan dahak,
pemberian obat, penyuluhan singkat kepada penderita saat
mengambil obat TB Paru, melakukan pemeriksaan ulang dahak
yang dikenal dengan sebutan follow up dahak satu minggu
sebelum masa pengobatan berakhir. Dia juga harus memantau
penderita pada masa pengobatan dengan melakukan pendekatan
melalui sms, telephon, atau mendatangi rumah penderita saat
senggang setelah menyelesaikan tugas di Puskesmas. Bentuk
pendekatan yang dilakukan perempuan berusia 20 tahun ini
menciptakan suatu hubungan keakrapan dengan pasien TB Paru.
Tugas dan tanggung jawab berat yang diembannya
menyebabkan terkadang timbul rasa putus asa untuk menjalani
tugas tersebut, seperti yang diungkapkan sebagai berikut,
208

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Saat melakukan follow up ulang di rumah penderita


ataupun di Puskesmas seminggu sebelum obat 2
bulannya selesai diminum, biasanya sering mo sakit mo
ambil dahak mereka, atau setelah mengoles dahak di lab
TB Puskesmas biasa sape badan mo panas, Flu, batuk.

Saat pengambilan dahak di rumah penderita maupun di


Puskesmas, tenaga kesehatan TB tidak pernah memakai alat
pelindung masker. Alasan yang dikemukakan adalah agar
penderita tidak merasa ada jarak dengannya sehingga akan
berpengaruh saat komunikasi dan pemantauan selanjutnya.
Kekurangan tenaga kesehatan yang menangani program TB
dengan wilayah kerja yang luas menambah beban kerja tenaga
kesehatan sehingga menghambat proses pemantauan dan
pengawasan menelan obat terhadap enam belas penderita TB
Paru yang tersebar di empat dusun.
4.5. Alat Kesehatan yang Tersedia di Laboratorium TB
Peralatan kesehatan yang tersedia di fasilitas kesehatan
sangat diperlukan untuk mendukung tingkat keberhasilan suatu
program kesehatan yang dijalankan. Puskesmas Dulupi memiliki 2
ruangan khusus program P2M salah satunya adalah laboratorium
TB yang terletak di sisi kiri luar yang terpisah dengan ruangan lain
namun masih dalam koridor Puskesmas yang dikenal dengan
sebutan Puskes oleh warga Dulupi.
Bangunan permanen berdinding tembok yang dicat warna
putih tersebut, diisi oleh sebuah lemari kaca sebagai tempat
untuk menyimpan obat anti tuberculosis yang telah diberi label
nama penderita, kartu identitas pasien TB dan beberapa buku
modul panduan TB serta tumpukan berkas lainnya. Ketersediaan
alat pendukung berupa slide dahak beserta wadahnya dan
beberapa bahan lainnya tergeletak di dalam ruangan ukuran 4 x 4
209

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

meter tersebut. Tidak ada mikroskop di ruangan yang dibangun


pertengahan tahun 2013 itu.

Gambar 4.1.
Wadah, Slide Dahak dan Beberapa Botol Cairan yang Ada di Ruangan
Laboratorium TB Puskesmas Dulupi.
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Cara pemeriksaan dahak di Puskesmas dengan


mengirimkan slide dahak pasien yang telah dikeringkan sesuai
buku panduan modul pemeriksaan. Informasi hasil pemeriksaan
akan didapatkan satu minggu kemudian dari Puskesmas Tilamuta
yang mempunyai mikroskop dan tenaga laboratoris (analisis
medis). Keterbatasan alat kesehatan dan kurangnya tenaga
kesehatan yang ahli dalam pemeriksaan mikroskopis khususnya
dalam pemeriksaan dahak penderita suspek TB, dapat
menghambat proses penemuan dini kasus baru pasien TB
sehingga berpengaruh terhadap penanganan pengobatan dini
terhadap penderita.
4.6. Rumah Penderita TB Paru
Rumah berfungsi sebagai tempat berlindung, berteduh
dan berkumpul bersama keluarga. Seperti kata pepatah rumahku
istanaku artinya rumah sebagai tempat tinggal yang baik, indah
seperti istana bagi penghuninya. Tipe tempat tinggal yang dihuni
210

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

oleh penderita TB Paru bersama keluarga meliputi tiga jenis. Tipe


rumah papan yang terletak di Dusun Langge, Dusun Teratai, tipe
rumah semi permanen yang dikenal dengan rumah setengah
tembok beralamat di Dusun Langge dan tipe permanen atau
disebut beleseni yang berada di Dusun Teratai dan Dusun Batu
Potong.

Gambar 4.2.
Tipe Rumah dan Kondisi Kamar Tidur Penderita TB Paru
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Rumah tinggal setengah tembok berdinding papan ukuran


kurang lebih 5x7 meter persegi dengan hunian 6 orang, memiliki
2 jendela di bagian depan rumah, 2 jendela di bagian samping
kanan rumah, 1 jendela kamar disertai 2 buah ventilasi udara
bagian atas jendela, berlantai semen. Ruangan dalam rumah
terbagimenjadi 1 ruang tamu, 1 kamar sebagai ruangan tidur
pasangan suami istri dan ke 2 anak mereka, 1 dapur berlantai
tanah yang di tutupi oleh susunan kayu. Langit-langit, tidak
memiliki plafon sehingga atap rumah terlihat dari dalam ruangan.
Bagian dapur dihiasi beberapa piring makan, sendok makan
alumunium, gelas kaca, tempat menampung air minum berbahan
plastik dan alat masak lain yang tampak tersusun rapi. Tungku
bara api tersusun dari 3 buah batu batako terlihat di dapur
sebagai tempat memasak. Beberapa potong pakaian tergantung
211

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

di sebelah lemari kayu di kamar tidur. Tampak tikar plastik


terhampar di lantai yang digunakan sebagai tempat beristirahat
tidur. Jendela kamar hanya ditutupi oleh susunan kayu palang
yang tersusun horisontal dengan jaraknya kurang lebih 5 cm.
Jendela ditutupi oleh sehelai kain berwarna coklat putih sebagai
tabir untuk melindungi dan menutupi jendela kamar saat malam
hari.

Gambar 4.3.
Tipe Rumah Papan dan Lampu Botol sebagai Alat Penerang Malam Hari
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan


memberikan pengaruh bagi penghuninya. Orang yang berada di
dalam ruangan yang sama dan kontak secara langsung akan
berisiko terpapar kuman tuberculosis saat penderita batuk
dengan percikan dahak tanpa menutup mulutnya. Faktor risiko
terjadinya penularan adalah mereka yang berada paling dekat
dengan penderita saat batuk.
Sebut saja bapak AL merupakan salah satu penderita TB
paru, kurang lebih 40 tahun Ia tinggal bersama istrinya. Keduanya
adalah penderita TB Paru yang masuk dalam kategori pasien
putus obat pada tahun 2012. Hasil observasi peneliti, ventilasi
udara dan jendela rumah serta kamar tidak dibuka, jendela
kamar tertutup rapat dengan papan dan paku. Jalan masuk212

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

keluar rumah tersebut hanya sebuah pintu yang terletak di


bagian depan. Udara masuk ke dalam rumah hanya melewati
celah-celah atap rumah, sedangkan penerangan dalam rumah
hanya menggunakan lampu botol berisi minyak tanah untuk
memberi cahaya saat malam tiba. Kondisi rumah seperti itu akan
menghambat aliran udara dan cahaya matahari masuk.
Konsentrasi karbondioksida dari asap karena pembakaran lampu
botol setiap malam dapat mengurangi dan menghambat proses
pernafasan untuk mendapatkan oksigen.
4.7. Sanitasi Rumah Penderita TB
Pada umumnya rumah penderita yang berada di Dusun
Langge tidak memiliki fasilitas kamar mandi dan WC termasuk
kedua rumah penderita yang telah dijelaskan di atas. Sarana
berupa sumur umum, WC dan kamar mandi berjarak kurang lebih
15 meter dengan rumah penderita, namun mereka tidak
menggunakannya. Menurut informasi yang disampaikan
beberapa informan, warga setempat sangat jarang menggunakan
saran MCK umum ini. Warga dusun Langge lebih suka mandi, BAB
dan mencuci di sungai. Hal tersebut sudah menjadi kebiasaan
warga Dusun Langge sejak lama sebelum adanya sarana MCK
(mandi, cuci, kakus) yang dibangun oleh PNPM tahun 2011.
Kondisi penderita TB kurus kering sehingga bila membuka
baju (saat mandi) terlihat tonjolan tulang sehingga menimbulkan
rasa iba. Berikut ungkapan Informan SA yang merupakan
tetangga dari kedua penderita TB,
Jangan mandi babuka baju di koala (sungai), saat mandi,
liat badannya kurus-tulang rusuk belakangnya kentara
sekali-badannya kurus sekali- kalo mo mandi su dapa liat
tulang rangka, manetes saya pe air mata dapa liat dia itu, so
bikin kasian.
213

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Tiga orang penderita TB Paru yang tinggal di Dusun


Langge tidak memilih sumber air yang ada di sumur umum untuk
mandi dan Buang Air Besar (BAB) karena tidak bisa menimba air
di sumur. Kegiatan MCK (mandi, cuci, kakus) sering dilakukan di
sungai Labia yang terletak di belakang kedua rumah penderita
dengan jarak kurang lebih 30 meter. Menurut penderita,
pekerjaan menimba air dapat membuat kambuh penyakit yang
diderita. Penderita mengkonsumsi air yang ada di sumur umum
dengan menampung di wadah gelon (jerigen). Informan
(penderita) memiliki kebiasaan minum air putih panas/hangat,
untuk meredakan penyakit batuk dan sesak nafas.
Lain lagi keadaan penderita TB di Dusun Teratai.
Penderita yang berinisial RM, seorang Ibu rumah tangga, hidup
menumpang pada keluarga (kakak ipar), informan sudah dua
tahun lebih tinggal dengan keluarga suami. Kondisi rumah dan
kamar penderita TB sangat padat penghuni. Kamar tidur
penderita bersama suami dan ke tiga anaknya di dalam satu
kamar dengan ukuran kamar kurang lebih 2x3 meter, terletak di
dekat dapur dengan jendela yang tidak pernah terbuka. Kamar
tidur penderita tersebut pernah ditepati Hulango (dukun) dalam
melakukan pengobatan yaitu ibu mertua dari RM (penderita TB).
Ada kepercayaan bahwa kamar tersebut tidak boleh
diterangi lampu dan tidak boleh makan di dalam kamar. Berikut
ungkapan informan RM, Tidak boleh buka, tidak boleh makan di
kamar dan tidak boleh ada lampu.
Hal tersebut dijelaskan oleh ipar penderita yang juga
tinggal di rumah tersebut untuk mempertegas agar kamar yang
telah ditempati oleh penderita bersama anggota keluarga tetap
menjaga kesakralan ruangan tersebut sehingga arwah ibunda
yang telah meninggal tetap terjaga dan tidak mengganggu
anggota keluarga yang tinggal di dalam rumah tersebut. Semua
Jendela rumah baik kamar tidur dan ruang tamu semua tertutup
214

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

rapat dan tidak pernah di buka, karena rumah penderita sangat


berdekatan dengan saluran air tepat di bawah jendela bagian
luar rumah. Menurut keterangan informan HH yang merupakan
anggota keluarga, Kan ada got, saluran kecil kan tidak enak kalo
misal ada makan, ada bau got, tidak nafsu makan.

Gambar 4.4.
Kondisi Rumah Penderita TB Paru
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Rumah dengan pencahayaan yang buruk sangat


berpengaruh terhadap kejadian penyakit TB Paru. Jendela yang
selalu tertutup akan menghalangi proses pertukaran aliran udara
dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya
kuman tuberculosis yang ada di dalam rumah tetp hidup dan ikut
terhisap bersama udara pernafasan. (Lubis dan Notoadmodjo,
2008). Cahaya matahari langsung mempunyai sifat membunuh
bakteri, terutama microbakterium tuberculosis, sehingga rumah
penderita TB sangat dianjurkan untuk mendapat sinar matahari
(Depkes RI., 2004).
Rumah penderita TB Paru berjumlah sebelas rumah,
tujuh diantaranya terletak di Dusun Teratai dengan lokasi saling
berdekatan. Rata-rata jumlah hunian dalam satu rumah sebanyak
enam orang, yang paling terbanyak beralamat di Dusun Teratai
yaitu rumah ibu WH. Rumah tersebut di huni oleh delapan orang
215

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

dan dua diantaranya sudah dinyatakan sembuh dari penyakit TB


Paru yaitu ibu WH dan anak perempuannya yang berumur 13
tahun.

Gambar 4.5.
Tipe Rumah Permanen Penderita TB Paru Saling Berdekatan
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Tiga penderita TB Paru lainnya tinggal di Dusun Langge.


Rumah masing-masing penderita sangat berdekatan dengan
jarak satu meter. Penderita TB Paru di Dusun Teratai sebanyak
delapan orang. Rumah mereka berdampingan berjarak kurang
lebih 4 sampai 5 meter dengan tempat tinggal penderita lain. Di
Dusun Batupotong, total penderita TB sebanyak enam orang
tinggal di enam rumah yang berbeda. Tiga unit rumah
diantaranya berjarak kurang lebih 10 meter. Jarak rumah
penderita TB paru yang saling berdekatan disinyalir
mengakibatkan interaksi yang intensif diantara mereka sehingga
lebih mudah terjadi penularan satu sama lain.
4.8. Interaksi Sosial Penderita TB Paru
Stigmatisasi masih ada dikalangan masyarakat. Banyak
orang dan bahkan penderita sendiri takut mengetahui bahwa
216

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

dirinya menderita TBC, sehingga rata-rata penderita hanya


mengatakan bahwa dirinya hanya menderita penyakit paru-paru,
embedu (batuk) dan sesak nafas (bahosa). Lingkungan tempat
tinggal, bahkan keluarga sendiri sulit menerima keberadaan
penderita TB. Stigmatisasi Penyakit TBC di masyarakat masih
cukup tinggi. Seringkali penderita TB dikucilkan dari orang di
sekitarnya. Penderita merasa rendah diri dan takut diketahui
bahwa dirinya berpenyakit TBC, akhirnya enggan memeriksakan
diri ke sarana kesehatan. Proses infeksi organ paru terus
berlanjut dan memberat, menjadi sumber penyebaran penyakit
TBC.
Stigmatisasi masih ada dikalangan masyarakat Dulupi,
namun antar warga tetap saling menghargai dan menjaga satu
dengan yang lainnya apalagi penderita masih merupakan
keluarga dekat. Sikap keluarga dan masyarakat sekitar tentang
penyakit TB Paru tetap baik, menurut sebagian besar penderita.
Pergaulan penderita dengan tetangga dan teman tetap berjalan
wajar, namun justru dalam keluarga ada sebagian yang
memisahkan pemakaian peralatan makan dan minum. Dalam
lingkungan masyarakat/pergaulan penderita ada juga yang
berupaya menghindari berkomunikasi dengan penderita TB.
Stigma pada penyakit tuberkulosis dapat menyebabkan
keterlambatan pengobatan dan berdampak negatif terhadap
kelangsungan berobat. Dampak negatif dari adanya stigma
adalah terputusnya pengobatan pada pasien tuberkulosis yang
bisa menyebabkan tidak tuntasnya pengobatan. Satu orang
penderita TB Paru yang berprofesi sebagai dukun pengobatan di
Dusun Langge mengalami kasus putus obat. Penyebab putus obat
karena penderita menganggap penyakit yang dideritanya
sebagai penyakit yang tidak berbahaya dan tidak menular dengan
kata lain hanya penyakit batuk-batuk biasa. Penderita juga sering

217

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

berkonsultasi dengan para dukun yang semuanya tidak


mengetahui penyakit TB paru secara medis.
Hidup berdampingan serta bermasyarakat dengan
penderita TB dapat menjadi salah satu faktor risiko awal
penularan ke orang lain. Penyakit TB menjadi ancaman bagi
masyarakat di daerah setempat yang tidak mengetahui cara
penularannya. Penyakit ini juga dapat memberi dampak secara
sosial maupun ekonomi bagi si penderita maupun orang lain.
Penyakit TB paru menyerang sebagian besar kelompok usia
produktif dan kelompok sosio ekonomi rendah yang nampak
pada penderita TB Paru di Desa Dulupi.
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang umumnya
menimbulkan tanda-tanda dan gejala yang sangat bervariasi
tingkatannya pada masing-masing penderita. Keluhan yang
dirasakan oleh penderita TB paru seperti informan HT ceritakan
berupa kelemahan saat berjalan disertai nafas sesak sehingga
hanya bisa duduk di rumah saja. Berikut ceritanya,
Saya tidak bisa lama-lama bajalan, duduk di rumah saja,
bajalan ke sana so sesak nafas, kalo bajalan di rumah
sesak napas langsung duduk .

Beberapa penderita TB paru hanya bisa diam di dalam


rumah tanpa melakukan aktivitas fisik berat dan beberapa
penderita tetap aktif menjalin hubungan sosial dan
berkomunikasi dengan kerabat dan tetangga rumah. Interaksi
sosial terjadi dalam bentuk kunjungan ke rumah tetangga
sebelah rumah untuk sekedar berbincang-bincang maupun untuk
menonton televise. Aktivitas ini dilakukan di waktu pagi sampai
dengan jam 7 malam.

218

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Gambar 4.6.
Aktivitas Penderita TB Paru Saat Dikunjungi
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Para kerabat, kenalan dan orang terdekat rumah acap


kali terlihat berkunjung ke rumah tempat tinggal penderita.
Selain berbincang terlihat juga mereka terlibat aksi bermain,
canda tawa, berciuman dengan anak-anak kecil yang terkadang
disertai batuk tanpa menutup mulut. Orang yang berada di
sekitar penderita tidak tampak menghindar saat penderita batuk
tanpa menutup mulut, karena beranggapan penderita tidak
menularkan penyakitnya. Seperti ungkapan informan AB,
Tidak menular kalo mo menular begitu pasti depe anak
dan laki so kena suaminya bakerja di kobong, anaknya
biasa tidak babatuk, tidak ada.

Masih minimnya pengetahuan masyarakat terkait


penularan TB Paru akan menambah kasus TB Paru, karena ratarata kerabat atau anggota keluarga penderita TB tidak
mengetahui jika TB bisa menular ke orang lain melalui udara.
Iwan, (2008) yang menyatakan bahwa tuberkulosis tergolong
airborne disease yakni penyakit yang penularannya melaluli
droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi
dalam fase aktif. Selain itu kuman TB Paru dapat keluar bebas di
udara saat pasien penderita TB Paru batuk, penularan terjadi
219

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi


droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap
dalam udara bebas selama 1-2 jam (Munaj, 2010).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pasien TB Paru
rata-rata saat berkomunikasi batuk sebanyak tujuh sampai
delapan kali, terkadang menahan batuk dengan menutup bibir
(mulut). Salah seorang penderita terlihat memeluk anaknya
sambil batuk-batuk tanpa menutup mulutnya. Daya penularan
seorang pasien TB Paru ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan saat batuk. Makin sering penderita batuk saat
berbicara makin berisiko orang- orang terdekat.
Penyakit TB dapat mempengaruhi status ekonomi
keluarga. Pendapatan keluarga berkurang akibat penderita TB
tidak mampu bekerja berat padahal mereka pada umumnya
sebelumnya adalah petani jagung dan pemanjat kelapa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan RM dampak
ekonomi setelah suami sakit menyebabkan dia sekeluarga harus
hidup menumpang, berikut penuturannya,
Sebagai ibu rumah tangga, pekerjaan suami sebagai
pemanjat kelapa, tinggal di rumah kakak ipar sudah 2
tahun, kamar tidur bersama suami dan ketiga anak saya
dalam satu kamar terletak di dekat dapur belakang

Berikut hasil mencari nafkah dengan bertani jagung dan


memanjat kelapa yang biasa dilakukan informan AD umur 75
tahun.
Tanam milu (jagung) cuman dapat 9 s/d 10 liter, tidak
dijual cuman untuk makan sendiri campur dengan beras,
biasa juga orang suruh panjat kelapa satu hari sampai 25
pohon saya panjat, upah satu pohon 250--300 rupiah.

Pendapatan informan bila diperhitungkan dengan uang


hanya Rp 7.500,-/hari. Pendapatan tersebut tidak memungkinkan
220

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

informan dan isteri yang keduanya penderita TB pergi berobat,


ditambah lagi dengan kondisi tubuh yang tidak kuat karena faktor
usia. Tubuh yang sudah sering sakit dan risiko pekerjaan semakin
tidak memungkinkan untuk bekerja. Peneliti menanyakan
tentang hasil kerjanya dan hanya dijawab sambil tersenyum ia
mengatakan cukup untuk makan . Senyum dan tawanya adalah
sebuah tanda bahwa informan menerima apa adanya keadaan
dirinya, tidak terucap kata-kata keluhan dari bibirnya.
WHO (2003) menyebutkan 90% penderita tuberkulosis paru
di dunia menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau
miskin. Rata-rata penderita yang berjenis kelamin perempuan
tidak mempunyai pekerjaan hanya sebagai ibu rumah tangga.
Para penderita yang mempunyai status ekonomi yang rendah
mempunyai kecenderungan untuk tidak melakukan cek-up dan
perawatan kesehatan karena jarak yang harus ditempuh dan
biaya konsultasi yang cukup mahal untuk ke dokter praktek atau
Puskesmas.
4.9. Terengi atau Penyakit TB Paru menurut Penderita
Penyakit TB Paru sesungguhnya bukanlah sesuatu yang
baru di Desa Dulupi. Hampir semua penderita setidaknya pernah
mendengar mengenai penyakit berbahaya yang satu ini. Di
kalangan masyarakat, tempat untuk mendapatkan informasi
tentang kesehatan adalah di Puskesmas Dulupi, Pustu Sambati
dan Pustu Langge serta dari tenaga kesehatan. Penjelasan
mengenai macam-macam penyakit dapat dilihat pada beberapa
poster yang ditempel di dinding ruangan Puskesmas. Penyuluhan
singkat oleh tenaga kesehatan baik saat penanganan pasien, saat
kegiatan Posyandu dan pengobatan masal sesuai jadwal
kunjungan ke setiap dusun.

221

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Tulisan selamat datang di Puskesmas Dulupi, terpampang


di baliho depan pintu masuk Puskesmas. Pasien yang sedang
duduk siap menunggu kapan namanya akan dipanggil dan
diperiksa oleh dokter Puskesmas. Berdasarkan observasi saat
berada di Puskesmas dan kegiatan di pustu-pustu, warga yang
datang berobat, menimbang anak dan untuk sekedar
pemeriksaan kesehatan masih jarang terlihat. Pengunjung ada
yang membaca informasi kesehatan yang terpampang cukup
besar. Poster menyangkut penyakit TB Paru tidak tampak
terpajang di ruang tunggu Puskesmas Dulupi maupun di Pustu.
Keterangan mengenai penyakit menular tersebut dapat di temui
di dalam ruangan khusus program P2M yang letaknya di sisi
dalam Puskesmas.

Gambar 4.7.
Petugas Puskesmas Memberikan Pelayanan di Puskesmas Dulupi
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Berdasarkan hasil wawancara dengan para penderita,


reaksi saat memberi jawaban atas pertanyaan mengenai
pengertian penyakit TB Paru sangat beragam, Berikut ungkapan
informan DD, TBC itu batuk, lendirnya itu dengan darah, baru
222

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

batuk terus-terus karena sudah pernah liat orang itu, sudah


mati.
Informan HT mengungkap pengetahuannya tentang penyakit TBC
dengan keluhan batuk, sesak napas dan panas. Penyakit 3 huruf
itu, batuk batuk, sesak napas, panas .
Rata-rata penderita TB Paru mempunyai tingkat
pendidikan SD dan SMP. Kemungkinan pengaruh pendidikan bisa
menjadi salah satu rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap
kesehatan. Peneliti menanyakan mengenai penyakit TB Paru
kepada penderita dan ada yang kecenderungan merek menjawab
tidak tahu. Terbanyak mereka menjawab sesuai dengan apa
yang didengar saat mendapatkan informasi dari dokter dan
tenaga kesehatan sewaktu pengambilan hasil pemeriksaan dahak
di fasilitas kesehatan (Puskesmas). Keterbatasan akses
mendapatkan informasi kesehatan bisa menjadi salah satu
penyebab kurangnya pengetahuan masyarakat tentang cara
penularan TB Paru. Hanya satu rumah penderita TB Paru yang
mempunyai televisi yaitu bapak HT namun informasi mengenai
penyakit TB Paru juga sangat jarang dijumpai di siaran televisi.
Secara umum penyakit TB Paru diketahui oleh penderita
berdasarkan pengalaman dan pengamatan terhadap penderita
lain dan melalui penyuluhan singkat saat pemeriksaan kesehatan
dengan dokter atau petugas kesehatan.
4.9.1. Pengetahuan dan Perilaku Penderita TB Paru
Pengetahuan Kesehatan (health knowledge) adalah
mencakup apa yang diketahui oleh seorang terhadap cara-cara
memelihara kesehatan, pengetahuan tentang cara-cara
memelihara kesehatan meliputi pengetahuan tentang penyakit
menular dan tidak menular (jenis penyakit dan tanda-tandanya
atau gejalanya, penyebabnya, cara penularannya, cara
223

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

pencegahannya, cara mengatasi atau menangani sementara.


(Notoadmodjo, 2010).
Pengetahuan penderita tentang penyebab terengi (TB
Paru) sangat bervariasi, ada yang sama sekali tidak mengetahui
penyebab penyakit TB Paru. Berikut ungkapan informan HT
(penderita TB) yang telah menjalani pengobatan selama enam
bulan sebagai berikut :
Penyakit paru paru, kena gejala TB mungkin itu e karna
batuk yang sudah lebih dari 2 minggu kan memang
sudah begitu.

Perilaku terhadap pengobatan dipengaruhi pula oleh


pekerjaan. Kekambuhan dengan gejala batuk darah memaksa
penderita berobat dan dirawat inap di rumah sakit dan sampai
sekarang asih minum obat TB, demikian ungkapan Informan HR
berikut ini :
Saya pikir cuma batuk dan sesak napas biasa, jadi saya
cuma beli obat di kios biasanya mixagrib, napacin,
promag, super influenza, lantaran tidak sembuh saya pigi
di Puskesmas dikasih obat tablet di minum selama 6
bulan, lantaran kerja di luar desa, saya lupa bawa itu
obat, cuma minum 3 bulan lalu. Baru diamfal (kambuh)
satu kali saya muntah darah, ada di rawat di rumah sakit
Tilamuta selama 2 minggu, kemudian dikasih
pengobatan 6 bulan, sampai sekarang masih batuk.

Riwayat penyakit informan HT selama 5 tahun menderita


TB Paru adalah sering batuk berulang dan mengeluarkan darah,
(saat wawancara berlangsung informan batuk dan sesak napas,
istrinyapun begitu). Gejala yang disering dirasakan adalah rasa
sesak di dada setiap selesai kerja berat, ungkap informan HR :
Ini so tidak bisa kerja-kerja berat, pasti sape batuk mo
kambuh, baru bukan cuman batuk langsung sesak napas,
224

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

saya juga stress ini panyakit tidak mosembuh padahal


sudah minum obat selama 6 bulan. Sape istri ini juga
berobat 6 bulan, dulu biasa muntah darah, tapi sekarang
so tidak ada.

Pengetahuan informan HR mengenai penyebab TB adalah


karena masih muda pekerja berat, begitu pula ungkapan dari
istrinya SH penyebab TB Paru ungkapnya, Pokoknya kalau
sokerja-kerja berat pasti mokambuh itu batuk.
Petugas TB berulangkali memberikan saran dan nasehat
kepada pasiennya untuk berobat teratur memeriksakan
penyakitnya ke Puskesmas, namun rata-rata pasien TB Paru
setelah pengobatan 6 bulan tidak control kembali. Pasien selalu
menyatakan merasakan kesembuhan di awal pengobatan,
namun setelah beberapa minggu atau bulan kemudian mereka
masih merasakan gejala yang sama.
Peneliti mengamati dan melakukan wawancara, diperoleh
hasil bahwa rata-rata penderita memiliki kebiasaan batuk tidak
menutup mulut dan membuang dahak di teras rumah, meludah
di kain saat berada di kamar tidur, di lantai dapur dalam rumah.
Mereka membuang dahak begitu saja di sembarang tempat
sehingga berisiko untuk menularkan basil TB kepada orang lain.
Beberapa penderita TB mempunyai kebiasaan buang
dahak berbeda-beda misalkan pada malam hari dibuang di
kantong plastik, dan kain dari potongan baju bekas kain lap,
seperti diungkap informan DD, AA dan YM berikut ini,
Cuma isi di tas (tas plastik kresek) paginya baru buang
di belakang. (Informan DD)
Kalau siang buang di luar rumah, kalau malam buang di
dapur (dalam ruang dapur), kalau maitua ba buang di
luar nanti malam lender (dahak) dilap pakai kain, pagi
baru dicuci. (Informan AA).

225

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Lalu itu e saya babatuk, sa pe suami bikin tempat


kotoran begitu kan so sembarang-sembarang mo buang
itu. (Informan YM).

Berbagai hal yang kami temukan saat observasi dan


wawancara dengan penderita dan petugas yang menangani
program TB Paru adalah terkait perilaku penderita seperti
perilaku minum obat yang tidak teratur sesuai anjuran tenaga
kesehatan, selesai minum obat (habis) tidak melapor ke
Puskesmas untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut, kontak
jangka panjang dengan hunian orang dalam rumah yang tidak di
dukung dengan jendela dan ventilasi yang selalu tertutup bisa
berisiko besar untuk tertular TB Paru, alat makan yang tersedia
dalam penggunaannya secara bertukar-tukar jika tidak
dibersihkan dengan benar bisa menjadi media penularan.
Semua Penderita TB Paru di Desa Dulupi rata-rata telah
berkeluarga dan mempunyai anak. Terdapat banyak faktor yang
dapat menyebabkan penularan TB Paru kepada anggota keluarga
lain. Kurangnya pengetahuan penderita tentang cara penularan
TB Paru dapat menghambat pencegahan dini penderita terhadap
anggota keluarga lainnya seperti terjadi pada informan DD dan
HH.
Kurang tau berbahaya tidak - tidak menular, kalo
menular kan itu TBC.(DD)
Penyakit TB atau paru-paru basah-menular kalo
golongan darah sama dia menular, menular dari
pernapasan.(HH)

Sumber penularan TB Paru adalah pasien TB BTA (Basil


Tahan Asam) positif. Seseorang telah terinfeksi kuman TB namun
belum menjadi sakit maka tidak menyebarkan infeksi kepada
orang lain. TB Paru adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB (mycrobacterium Tubercolosis).
226

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Mycrobacterium Tubercolosis ini menyerang bagian organ tubuh


penting tetapi yang paling disukai adalah bagian paru-paru
bagian atas karena kaya akan oksigen (Achmadi, 2006).
Penderita TB memerlukan gizi yang baik karena
kekurangan gizi akan memperlambat masa penyembuhan
penderita. Jika keadaan gizi buruk maka reaksi kekebalan tubuh
akan menurun yang berarti kemampuan tubuh mempertahankan
diri terhadap serangan infeksi menjadi turun. Oleh karena itu,
setiap bentuk gangguan gizi sekalipun dengan gejala defisiensi
yang ringan merupakan pertanda awal dari terganggunya
kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi (Notoadmodjo, 2011).
Nampak dari hasil wawancara mendalam, rata-rata
penderita TB Paru di Desa Dulupi belum mengetahui bahwa
makanan yang mengandung gizi tinggi seperti sayur, buahbuahan, makanan tinggi protein, dan susu dapat meningkatkan
kekebalan tubuh dari serangan penyakit infeksi dan
mempercepat penyembuhan penyakit TBC. Hal ini di ungkapkan
oleh salah satu penderita YRN bahwa makanan yang sehari-hari
dimasak adalah ikan yang biasanya di bakar, disantan, kangkung
tumis, Pilitode (makanan bersantan) adalah terong, ikan dan
sayur kangkung. Penderita sangat jarang mengkonsumsi buah
dan minum susu.
Ada satu kebiasaan yang sering ditemukan saat
berkomunikasi dengan para penderita baik di rumahnya maupun
di tempat umum. yaitu tidak menutup mulut saat batuk tanpa
mempedulikan orang sekitar, seperti ungkapan informan ah kalo
so babatuk-babatuk saja. Penderita terengi menahan dadanya
dengan tangan saat batuk akibat sesak nafas yang dialami. ketika
ditanyakan mengenai yang dirasakan seperti ungkapan Informan
A,
Dada dan perut sakit ketika saya batuk, paling banyak
keluar dahak warnanya putih. Kalau saya batuk,
227

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

dahaknya saya buang langsung ke luar rumah, biasa juga


di lap pake kain kalau di dalam rumah. Pagi saya rasa
dingin, siang panas, dan kalau malam saya basuar
(berkeringat) .

Berdasarkan keterangan di atas penderita dapat


menyebutkan beberapa gejala penyakit TB Paru yang dialaminya.
Semua penderita yang diwawancarai mengatakan bahwa
penyakit yang di derita adalah penyakit batuk -batuk bukan
penyakit TB Paru, tidak menular, walaupun telah dibuktikan
dengan hasil pemeriksaan/diagnosis oleh pihak Puskesmas
melalui pemeriksaan dahak dan obat yang di berikan dengan
durasi minum selama enam bulan. Kurangnya pengetahuan
penderita TB khususnya terkait dengan cara penularan TB paru
(terengi), tentunya bisa memberikan peluang bagi kuman
mycobacterium tuberculosis terbang bebas di udara dan dapat
terhirup oleh orang sekitar. Perilaku batuk tidak menutup mulut
ataupun hidungnya menjadi penyebab penularan TB Paru yaitu
melalui udara ataupun percikkan dahak penderita.
Kalangie (1993) menjelaskan bahwa kesadaran seseorang
mengenai suatu gejala kesehatan tidak terpisah dari apa yang
diketahuinya atau pengetahuannya mengenai gejala penyakit.
Kesadaran mengenal gejala penyakit berdasarkan pada
pengetahun yang dimilikinya, dengan demikian konsep utama
adalah pengetahuan (kognisi). Dalam masyarakat tradisional
sering menggunakan pengetahuan dan pola pikir budaya
mengenai suatu gejala kesehatan dan makna gejala itu. Perilaku
atau bentuk-bentuk tindakan seseorang merupakan eksistensi
pengetahuan budaya adalah kepercayaan, nilai dan norma
sehubungan dengan gejala kesehatan.

228

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

4.9.2. Kata Hati Penderita TB Paru


Informan dengan inisial WRN, umur 33 tahun, pendidikan
hanya tamat SMP. Sejak tahun 2011 ia sudah didiagnosis
menderita TB Paru oleh petugas kesehatan di Puskesmas Dulupi.
Hasil wawancara, menunjukkan bahwa informan tidak
mengetahui kalau selama ini dia penderit TB. Dia merasa hanya
sakit batuk-batuk (embedu) dan sesak napas (bahosa), namun
informan tidak menyebutkan bahwa ia penderita terengi. Dia
mengisahkan bahwa sejak diberikan pengobatan 6 bulan ia sudah
merasakan kesembuhan, namun penyakitnya kambuh kembali
setelah melahirkan anak keduanya yang kembar. Informan
menduga penyebab kambuh adalah beban kerja dalam rumah
tangga yang berat karena semua pekerjaan harus ditangani
sendiriseperti memasak, mencuci pakaian, mengurus anak dan
mengurus orangtuanya yang sedang sakit-sakitan. Menurut
informan, orangtua perempuan (ibu) pernah menerima
pengobatan 6 bulan, demikian pula anak sulungnya yang saat ini
berusia 14 tahun didiagnosis TB paru berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium TB di Puskesmas Tilamuta.
Informan masih batuk-batuk, dan suara serak saat
berbicara dengan peneliti. Menurut informan, dia tidak pernah
putus minum obat selama diberikan pengobatan 6 bulan. Diselasela percakapan berlangsung muncul kalimat menunjukkan
kejenuhan dan putus asa tentang hasil pengobatan yang tidak
kunjung selesai, terungkap dari pernyataan informan WRN.
Heran kenapa saya tidak sembuh padahal saya tidak
putus minum obat, baru-baru ini saya suruh suntik sama
pa mantri, tapi teada perubahan , ini saya rencana
mopigi lagi sama dokter mo suruh suntik.

229

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Meskipun taat berobat, namun kesembuhan tidak


kunjung dating dan keluhan batuk masih terus berlangsung.
Ungkapan lain informan WRN sebagai berikut :
Semua obat yang dikasih 6 bulan saya habiskan baru 2
bulan lalu habis, kalau anak saya baru-baru ini selesai
minum obat, tapi sampe sekarng sape batuk tidak mo
hilang, kalau dulu sempat hilang habis berobat 6 bulan
pas so melahirkan anak ke 2 ini kambuh, baru dokter
kasih obat untuk 6 bulan punya lagi, tapi sampe (sampai)
sekarang ini biar minum obat 6 bulan tidak pernah
berenti (berhenti) saya pe batuk.
Sebenarnya saya so tidak batuk, tapi sejak habis
melahirkan orang sini bilang bantahan (penyakit habis
melahirkan sebelum 40 hari), saya kecapean urus anak
dua orang, mungkin itu yang bikin sape batuk kambuh
lagi.

Informan tidak mengetahui kalau penyakitnya dapat


menular ke orang lain. Orang tua (ibu) informan dan anak
sulungnya juga didiagnosis menderita TB Paru dan sudah selesai
pengobatan 6 bulan, namun belum memeriksakan hasil
pengobatan ke Puskesmas. Menurut informan kalau ibunya
pernah mengeluarkan dahak bercampur darah saat batuk,
namun saat ini sudah merasakan kesembuhan. Informan batuk
lama terus menerus selama 1 sampai 2 minggu sebelum
didiagnosis TB Paru dan berusaha mengobatinya dengan
membeli obat-obat di kios-kios terdekat. Merek obat yang dibeli
oleh informan adalah bodrex flu, Mixagrib.
Sambil batuk informan terdiam sejenak,
nampak
kesedihan terlihat di raut wajahnya. Informan sangat khawatir
dengan kesehatannya yang tak kunjung sembuh, ungkapnya
sebagai berikut :

230

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Khawatir juga ini panyakit, sape anak yang satu ini


panas kemarin, tapi saya so kasih minum obat inzana,
sekarang sotidak panas.

Penyakit terengi atau TB Paru masih menjadi stigma sosial


dikalangan masyarakat Dulupi, meskipun tidak ditunjukan secara
nyata kepada penderita demi menjaga hubungan sosial di antara
mereka. Jika ada kerabat ataupun tetangga yang menderita TB
Paru, mereka berusaha tidak menjaga jarak karena
mengutamakan saling menghormati, menghargai dan
menyayangi. Perilaku tersebut tercermin dalam sikap masyarakat
Dulupi.
Suasana
berinterkasi
antara
informan
dengan
tetangganya nampak akrab, bahkan tidak tampaksikap menjaga
jarak dengan penderita. Pengetahuan warga tentang penularan
TBC terungkap dari wawancara, ada yang mengatakan terengi
menular adapula yang mengatakan tidak tahu apakah menular
atau tidak.
4.9.3. Perilaku Penderita TB Paru
Saat matahari bergerak berlahan ke arah barat dan mulai
mengurangi cahayanya, tim peneliti berjalan melintasi dusun
dua yang dikenal dengan dusun Teratai. Terlihat sekelompok
warga sedang berolah raga di lapangan sepak bola, para kaum
wanita secara bergantian memukul bola di lapangan voli. Sebut
saja bapak HT, berumur 62 tahun mempunyai 4 orang anak,
Informan adalah penderita TB dan sudah lama tidak bekerja lagi
di sebabkan kondisi fisiknya yang menurun. Ungkap Informan,
Saat bajalan sesak nafas, suar (keringat) sudah keluar di leher
sesak nafas.
Informan merasakan ketika melakukan aktifitas seperti
berjalan ia sering merasa sesak napas kadang disertai batuk.
231

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Pekerjaan sehari-harinya hanya tidur di kamar ukuran 3 x 4


meter bersama istri tercinta, saat pagi menjelang istri membuka
jendela kamar. Informan hanya bisa duduk melihat pekerjaan
istrinya. Hal-hal kecil seperti mandi, BAB, dan makan pun dibantu
oleh istrinya. Sewaktu fisiknya masih kuat informan memiliki
kebiasaan beraktifitas di kebun jagung (milu), dan sayur. Tahun
2011 pernah bekerja sebagai pengawas buruh di toko bangunan,
tugasnya adalah mengangkat semen, kapur, obat-obat racun
rumput dan bahan yang dijual lainnya, dan tahun 2013 tepatnya
awal bulan Mei 2013 informan memutuskan untuk berhenti
bekerja karena sakit yang dideritanya seperti sesak nafas dan
batuk. Ungkap informan HT, Saya sudah tiba bekerja, duduk saja
susah, dan di dada sering terasa sesak.
Walaupun merokok bukan merupakan penyebab TB Paru,
namun terbukti berhubungan antara orang yang sering terpapar
dengan asap rokok ataupun perokok akan mengalami
pertumbuhan paru yang kurang normal dan lebih mudah terkena
infeksi saluran pernapasan serta penyakit asma. Beberapa
penelitian di antaranya dilakukan Hsien-Ho-Lin dan timnya dari
Harvand School of Public Health, Amerika Serikat. Lin
menyatakan bukti hubungan antara kebiasaan merokok, perokok
pasif dan polusi udara di dalam ruangan kayu bakar dan batu
bara terhadap risiko infeksi, penyakit, dan kematian akibat TBC,
dari sekitar 100 orang yang diteliti, ditemukan yang merokok
tembakau dan menderita TBC sebanyak 33 orang, perokok pasif
menderita TBC 5 orang, dan yang terkena polusi udara
menderita TBC 5 orang. Penelitian dilakukan lain dilakukan di
Afrika Selatan menunjukkan kaitan antara perokok pasif dan
meningkatnya faktor risiko infeksi pada anak yang tinggal
serumah dengan penderita TBC (http://www.ppti.info/06/
hubungan-rokok-dan TBC.html).

232

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Bagi orang yang sering terpapar asap rokok baik yang


pasif dan aktif bisa menjadi faktor risiko TB Paru. informan punya
kebiasaan merokok dari umur 20 tahun, namun sejak 2013
setelah didiagnosis menderita paru-paru oleh dokter, Informan
sudah menghentikan kebiasaan merokoknya disebabkan sesak
nafas dan batuk batuk, kaki bengkak. Mengkonsumsi rokok KS
(rokok gudang garam merah) menjadi favoritnya dengan harga
waktu itu Rp. 5.000,- sampai harga 7.500. Sehari harinya
menghabiskan 1 bungkus rokok.
Setelah, Informan didiagnosis menderita TB berdasarkan
hasil rontgen dn selanjutnya di beri obat berjumlah tiga sampai
empat macam obat. Obat tersebut tidak diminum sampai habis
karena merasa penyakit tidak kunjung sembuh. Selang beberapa
waktu informan kembali ke dokter yang sama untuk memeriksa
kembali keadaan tubuhnya yang tak kunjung membaik. Diberi
pengobatan resep obat cina yang ditebus dengan harga
mencapai Rp.750.00 per biji, tapi tidak tuntas juga karena hanya
mampu membeli satu biji. Berikut ungkapan informan, Hanya
mampu membeli satu saja karena uang tidak ada obatnya
namanya pinahong orang bilang obat Cina.
Obat Cina tersebut di tumbuk dan bagi enam bagian,
sehari hari minum 1 bagian. Obat yang telah di bagi dalam
pecahan kecil itupun diminum habis namun masih rasa keram di
badan, sakit kepala, pusing, sesak nafas. Informan akhirnyaa
membeli obat di warung seperti Neo Napacin untuk mengobati
sesak nafas, Paramex, Bodrex untuk mengobati pusing dan sakit
kepala. Namun informan belum merasakan kesembuhan.
Informan pergi berobat ke Puskesmas Dulupi dan
mendapat obat yang sama seperti yang diberikan oleh dokter ahli
dalam saat berobat di kota Goronalo menurutnya tidak bayar itu
obat. Pengobatan dari Puskesmas dirasakan tidak ada hasil

233

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

sehingga setelah berobat 4 bulan (seharusnya sampai dengan 6


bulan) obat tidak dilanjutkan lagi. Ungkap informan HT sbb:
Pengobatan dari puskes 6 bulan tidak ada perubahan,
so 4 bulan tidak ada perubahan, dorang bilang
perawatan harus 6 bulan, saya rasa 4 bulan tidak ada
perubahan-so putus .

Hasil pengobatan yang dirasakan inform adalah kenaikan


berat badan. Ungkapnya lagi sebagai berikut :
Baru begitu, saya so tidak mau lagi minum itu obat,
waktu itu belum sakit, kurus sekali, sekarang sudah naik
badan gara-gara minum obat. Baru so 3 hari saya so
tidak ambe itu obat, obat sesuai dengan berat badan, itu
obat merah trus ke 2 kuning depe bungkus.

Penyebab putus obat selain karena merasa tidak ada


kesembuhan juga disebabkan adanya keluhan akibat minum
obat. Kepala pusing dirasakan setiap kali minum obat TB sehingga
informan tidak mau meneruskan minum obat. Selanjutnya
ungkapan informan HT :
Waktu di kasi rujukan dari dokter J ke puskes, dikasi
obat tapi putus lagi 4 bulan, saya tidak ambe-ambe obat
itu, ada obatnya cuma saya sendiri yang tidak mo minum
kalau minum ini obat, ada pusing-pusing.

Rasa putus asa timbul setelah pengobatan tidak


membuahkan hasil seperti diungkapkan informan sebagai
berikut,
So pasrah, Ja Mo luhi tiali (tidak mo sembuh) jadi saya
so pasrah dengan keadaan. Aktifitas tidak ada, duduk di
rumah saja, bajalan ke sana su sesak nafas, kalo bajalan
di rumah sesak napas langsung duduk

234

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Penyakit TB Paru dalam kasus yang dialami oleh informan


HT, merupakan salah satu penyakit yang sulit untuk
disembuhkan. Pengobatan TB membutuhkan waktu yang lama,
ketekunan dan kepatuhan menelan obat sehingga butuh
kesbaran selama proses pengobatan. Informan HT merupakan
pasien dengan status pasien putus obat pada tahun 2013.
Berdasarkan keterangan dari tenaga kesehatan YD, pada bulan
maret 2014 informan HT kembali menjalani pengobatan.
Selain berobat ke Puskesmas, informan juga melakukan
pengobatan tradisional yang di cobanya saat mendapat anjuran
dan seorang dukun. Ramuan tradisional terdiri dari Geraka (jahe),
kayu manis, kunyit, bawang merah, bawang putih, air yang telah
di doakan. Cara meramu semua bahan-bahannya dikikis, di
campur bersama air, di doakan baru di minum. Hasil pengobatan
tradisional belum tampak karena baru di minum 1 hari. Kondisi
saat ditemui masih sering sesak nafas, batuk dan dada sakit.
Sikap dan perilaku informan di atas menunjukan perilaku
aktif dalam pencarian pengobatan. Informan juga berusaha untuk
mencari pengobatan lainnya karena belum merasakan
kesembuhan atas penyakit yang diderita. Rosentoch, Becker
dalam Marimbi,H. 2009:59) menjelaskan ada tiga komponen
model keyakinan kesehatan yaitu 1). persepsi individu tentang
kerentanan dirinya terhadap suatu penyakit, artinya individu
tersebut merasa dirinya ada kemungkinan untuk tertular TBC; 2)
Persepsi individu terhadap keseriusan penyakit tertentu, artinya
mereka menganggap TBC adalah penyakit yang membahayakan
jiwa; 3) Persepsi individu tentang manfaat yang diperoleh dari
tindakan yang diambil misalnya seseorang berobat ke medis
karena yakin bahwa obat yang diberikan berkhasiat untuk
menyembuhkan TB.

235

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

4.9.4. Penderita TB Paru Mendambakan Kesembuhan


Suasana sore di Dusun Langge sangat cerah,
mengantarkan peneliti menelusuri jalan di Dusun Langge. Tim
peneiti berhenti disalah satu rumah sederhana. Sebut saja KR,
perempuan kelahiran 1982, pendidikan hanya sampai kelas 2
SMP, telah menikah sejak tahun 1997, dan mempunyai 2 orang
anak. KR sebagai ibu rumah tangga, hanya bisa bekerja seperti
memasak, mencuci dan mengurus anak. Sejak tahun 2013
informan didiagnosis menderita TB Paru dan telah mendapatkan
pengobatan 6 bulan. Obat tersebut telah dihabiskan dan tak
sedikitpun informan lalai minum obat. Kondisi fisiknya yang
lemah akibat sakit yang sering ia rasakan seperti badan panas,
sakit tenggorokan akibat batuk terus menerus, sakit dada disertai
rasa sesak dan sakit kepala. Setiap batuk informan sering
mengeluarkan banyak lendir (dahak). Informan memiliki
kebiasaan membuang dahak di halaman luar dan pada saat tidur
malam membuang dahak di lantai dapur tepat di sebelah
kamarnya.
Berbagai upaya dilakukan untuk mendapatkan
kesembuhan yaitu melakukan pengobatan
di Puskesmas
Tilamuta di Ibu Kota Kabupaten dan di Puskemas Dulupi. Jarak
tempuh dari tempat tinggal ke Puskesmas Dulupi cukup jauh
dengan ongkos ojek Rp.10.000 pulang-pergi. informan menyebut
sakit yang dideritanya sebagai penyakit batuk batuk (embedu)
dan tidak menyebutkan bahwa ia Terengi (TB Paru).
Hari demi hari ia lalui dengan kesabaran, doa serta
harapan dan kadang merasakan keputusasaan atas penyakitnya
yang sampai saat ini belum sembuh. Upaya lain yang dilakukan
informan untuk mendapatkan kesembuhan adalah berobat
kepada Hulango (dukun kampung) untuk mendapatkan
kesembuhan. Dukun yang tinggal tepat di sebelah rumahnya
menyatakan bahwa penyakit yang dideritanya adalah Ilanggu
236

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

atau keteguran mahluk halus (setan). Obat yang diberikan dukun


berupa air putih yang telah di doakan oleh dukun kemudian
dicampur dengan beberapa kikisan kuning (kunyit), ramuan
tersebut diminum. Bahan lainnya seperti bawang merah, bawang
putih digosokan dibagian kaki dengan maksud agar setan yang
ada dalam tubuh informan dapat keluar, dan tidak mengganggu
lagi. Selain itu informan mempunyai kebiasaan dengan
mengkonsumsi obat di kios-kios terdekat seperti obat Konidin
harga Rp. 500,-/biji, hal itu dilakukan jika suhu tubuhnya
meningkat (panas).
Penggunaan air bersih khususnya keperluan air minum
dan memasak, informan mengambil air di Alli (sumur kecil
dipinggir sungai Untuk kebiasaan mandi, mencuci, dan BAB
(buang air besar) semuanya dilakukan di sungai tepat dibelakang
rumahnya. Sehari-harinya informan hanya bisa menghidangkan
dan mengkonsumsi bubur, nasi, beras jagung, sayur kangkung
terkadang disertai ikan dan dabu-dabu (rica-cabe rawit). Semua
hidangan ini dinikmati bersama orang-orang yang dicintainya.
Informan dan keluarga tidak pernah mengkonsumsi susu dan
sangat jarang mengkonsumsi buah, karena susu mahal dan buah
sangat sulit di dapat di dusun Langge kecuali buah pisang dan
papaya.
Tingkat pencegahan penyakit salah satunya adalah
perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan misalnya
makan makanan yang bergizi, berolah raga, dan sebagainya.
Pengetahuan tentang makanan yang bergizi sangatlah penting
diketahui oleh penderita TB Paru. Makanan yang di dalamnya
terkandung zat gizi dan pengelolaan bergiizi akan mempercepat
proses penyembuhan penderita TB Paru. Ungkapan yang sering
kami dengar dari penderita TB Paru terkait dengan makanan
yang mereka konsumsi hari-hari bersama keluarga adalah harus
di syukuri setiap hari kami masih bisa makan.
237

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Rata-rata penderita tidak mengetahui secara medis


modern cara penularan, pencegahan dan pemeliharaan
kesehatan agar penyakit TB Paru bisa sembuh tanpa pengobatan
lanjutan. Pengetahuan mereka hanyalah pencegahan dengan
mengkonsumsi obat selama 6 bulan dan pengetahuan tradisional
yaitu mengkonsumsi ramuan tradisional dan percaya pada dukun
untuk penyembuhan penyakit. Kurangnya informasi kesehatan
dan akses kesehatan terhadap masyarakat, bisa menjadi salah
satu penyebab bertambahnya kasus penyakit menular,
khsususnya penyakit TB Paru. Faktor lain yang ikut mendukung
tingkat kesembuhan penderita adalah faktor ekonomi.
Penghasilan suami yang tidak seberapa sebagai petani
jagung dengan masa panen lima bulan sekali, membuat informan
tidak bisa membeli makanan yang bergizi seperi susu, atau ikan
setiap harinya. Ibu KR hanya bisa berserah diri, setelah selesai
menjalani pengobatan selama 6 bulan. Menurut tenaga
kesehatan yang menangani informan KR, bahwa pasien KR
penderita TB Paru tahun 2013 dan telah diberikan pengobatan 6
bulan dengan status telah menjalani pengobatan lengkap selama
enam bulan, namun belum bisa dinyatakan sembuh oleh pihak
Puskesmas karena belum melaporkan dan memeriksakan
kembali kondisi tubuhnya. Ibu KR tidak mampu ke Puskesmas
untuk control karena tidak memiliki uang sebagai biaya transport
ke Puskesmas Dulupi.
Perilaku sakit KR pergi berobat merupakan bentuk
tindakan yang dilakukan agar memperoleh kesembuhan dari
keluhan yang dirasakan. Sebaliknya petugas kesehatan berusaha
sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang obyektif
berdasarkan gejala yang tampak dari seorang pasien dengan
melihat kondisi fisiknya (Ensiklopedia Amerika dalam Marimbi,
2009).

238

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Blum menyebutkan ada, empat faktor yang


mempengaruhi kesehatan masyarakat yaitu lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan dan keturunan. Terkait dengan kasus KR
yaitu berbagai upaya dilakukan untuk mendapatkan
kesembuhan, dan kondisi/tempat fasilitas kesehatan sangat
menentukan KR untuk sembuh.
Pelayanan merupakan faktor ke tiga yang mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat karena keberadaan fasilitas
kesehatan sangat menentukan dalam pelayanan pemulihan
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan perawatan
penyakit. Ketersediaan fasilitas kesehatan yang dibutuhkan KR
sulit dijangkau meskipun di Puskesmas tersedia tenaga pengobat
dan obatnya. Informasi tentang penyakit TB dan pengobatannya
yang kurang diketahui oleh penderita menyebabkan keinginan
untuk berobat sampai sembuh menjadi kurang kuat.(Blumm
dalam Notoatmodjo, 2003).
4.10. Peran PMO (Pengawas Minum Obat)
Semua penderita mempunyai pengawas minum obat atau
dikenal dengan istilah PMO yang telah ditentukan berdasarkan
kesepakatan petugas kesehatan Puskesmas dengan penderita TB
Paru. Istilah PMO dikenal oleh penderita sebagai orang yang
mengingatkan untuk minum obat. Orang yang berperan sebagai
PMO diambil dari anggota keluarga penderita seperti suami atau
istri penderita. Sewaktu wawancara dengan para PMO penderita
semuanya tidak ada yang mau menjawab pertanyaan yang
dilontarkan. Jawaban yang sering diucapkan kepada peneliti
adalah langsung bertanya saja ke dia penderita.
Peran PMO sewaktu proses pengobatan diketahui dari
keterangan penderita sendiri dan para tetangga dekat yang
sering berada di rumah penderita. Berikut ungkapan terkait PMO
239

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

yang merupakan anggota keluarga penderita, seperi informan HT


(penderita) berikut, Cuma oma (istri) yang ingatkan minum
obat. Berikut ungkapan informan RM Tetangga penderita sbb,
Masih sesak napas, alhamdulilah so mo satu minggu ini,
obat yang dikasi tinggal 1 strep, yang 2 strep sudah
habis, bawa ke tanjung itu kalo su habis, nanti balik
suaminya ambil di puskes.

Sebagaimana diketahui bahwa tugas PMO sudah


memberikan waktunya untuk mengawasi penderita TB Paru agar
menelan obat secara teratur bahkan sampai mengambil obat di
Puskesmas. Peran PMO tersebut seharusnya mengawasi sampai
selesai pengobatan. Tahun 2014 semua penderita masih
menjalani proses pengobatan ada pasien yang mengkonsumsi
obat baru 2 bulan dan 5 bulan. Penderita tahun 2013 ada yang
telah selesai pengobatan dan putus obat karena merasa tidak
cocok seperti rasa pusing, mengantuk, sakit kepala, obat terlalu
besar sulit untuk ditelan. Adapula yang telah selesai pengobatan
namun tidak memeriksakan kesehatannya kembali karena
merasa sembuh. Adapula yang belum merasakan kesembuhan
walaupun pengobatan telah selesai.
Adapun studi kasus putus obat yang dialami oleh satu
penderita dan satu pasien kategori II semua mempunyai PMO.
Sebanyak empat orang mantan PMO yang berperan sebagai
suami penderita tidak berada di rumah sewaktu peneliti
berkunjung ke rumah penderita, karena bertepatan dengan
musim tanam dan panen jagung sehingga para PMO menginap di
lokasi pekerjaan sampai berhari-hari. Peran PMO sangat
diperlukan terutama saat menjalani awal pengobatan karena ada
kemungkinan penderita sering lupa menelan obat. Pengeluhan
terbanyak penderita terkait obat TB adalah, banyaknya obat yang
harus dikonsumsi setiap hari dan bentuk obat yang terlalu besar
240

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

membuat penderita merasa jenuh dan takut mengkonsumsinya.


Berikut ungkapan Informan YM sebagai berikut,
Padahal saya paling tidak suka minum obat cuma karna
Ning (petugas TB) bilang begitu, itu obat banyak sekali,
baru besar besar lagi.

4.11. Pengetahuan tentang Penyebab TB Paru


Pengetahuan seorang individu tentang penyebab
penyakitnya tentunya berdasarkan penglihatan, pengamatan,
pendengaran dan pengalamam yang dirasakan sendiri. Pada
dasarnya pengetahuan tentang kesehatan terkait dengan
penyebab penyakit yang diderita dipengaruhi oleh faktor sosial
budaya. Pengetahuan penderita terhadap penyebab penyakit TB
Paru yang diderita adalah akibat tidur melantai-masuk angin,
kerja berat sehingga menyebabkan kecapean, sering mandi sore
dan malam hari, perokok dan mantan perokok. Seperti ungkapan
informan AL terkait penyebab batuk ,
Waktu masih muda sering angkat-angkat yang berat,
masih muda dulu kuat kerja keras, masuk dingin, kena
hujan, kena angin, nanti sotua baru dapa rasa samua
panyakit.

Selanjutnya ungkapan informan ASM ,


Paitua sampe batuk dan berobat 6 bulan karena pernah
kena hujan seharian di kebun, dan sering sekali kena
hujan saat di kebun, baru sering tidur di lantai biasa
lepas baju kalau panas, cuman pakai kaus gantung .

Selanjutnya ungkapan informan AM,


Dulu sebelum batuk saya merokok, tapi so lama berenti
karena batuk, saya batuk mulai tahun 2013 dan dikasih
obat selama 6 bulan diminum. Saya batuk lantaran kena241

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

kena hujan waktu ada bakarja di kebun, saya cuman kase


biar pikir cuman batuk biasa, saya batuk kering, biasa
sesak napas (bahosa).

Ungkapan Informan YM :
Saya batuk karena masuk dingin dari tambang mas ikut
suami, sering mandi sore-malam, dipikir cuman batuk
biasa, lantaran sudah parah badan sokurus saya balik ke
kampung (Dulupi) sebelumnya waktu di tambang ada
minum obat kios seperti Konidin, Mextril, Decolsin tapi
tidak sembuh. Baru so kamari sini (Dulupi) ba periksa di
Puskesmas, dokter bilang baru gejala TB, dikasih obat
minum selama 6 bulan, nanti sohabis saya minum obat
naik kamari badan ini .

Adapun anggapan jika mengeluarkan keringat pada


malam hari, bagian kaki dan tangan terasa dingin oleh para
penderita menunjukan gejala sakit. Seperti ungkapan informan
YM (penderita), Kalo saya dapa rasa dingin pasti saya babatuk
itu.
Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan dukun
pengobatan yang sering dikunjungi oleh masyarakat bernama FK
yang mengatakan :
Penyakit iblis adalah dengan tanda tangan dingin, kaki
dingin jika tidak mampan oleh dukun itu dokter punya
macam malaria, biasa berkeringat .

Menurut Depkes RI (2002) menjelaskan gejala tambahan


yang sering dijumpai pada penderita TBC salah satunya adalah
berkeringat pada malam hari walaupun tanpa kegiatan.

242

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

4.11.1. Akibat Kerja Berat


Keluhan yang dirasakan penderita TB terpicu oleh
pekerjaan. Menurut informan HI, Pokoknya kalau sokerja-kerja
berat pasti mokambuh itu batuk. Selain itu AL mengungkapkan,
Angkat-angkat yang berat, masih mudah dulu kuat kerja
keras,masuk dingin (kena angin), nanti sotua baru dapa
rasa semua penyakit

Komentar ini dikatakan oleh informan AL yang mewakili


para pekerja keras. Salah satu prinsip untuk mempertahankan
kelangsungan hidup yang masih melekat pada masyarakat Etnik
Gorontalo adalah kerja keras. Kerja keras yang dimaksud adalah
mengangkat yang berat dan bertani jagung setiap hari di mulai
dari jam 6 pagi sampai jam 5 sore. Jarak untuk sampai di lahan
kerja yang berlokasi di lereng-lerang gunung berkisar 5-10 km di
tempuh dengan berjalan kaki. Selain itu pekerjaan sampingan
sebagai pemanjat kelapa dan bertani rica (cabe rawit). Kegiatan
rutin dilakukan dengan mengandalkan tenaga fisik sendiri.
Ungkap informan SL di bawah ini,
Tidak sehat saya ini sudah 2 bulan batuk-batuk selalu
sampai pernah di rawat di RS selama dua bulan.
Mungkin pengaruh so kerja berat dalam rumah, pernah
juga saya tinggal di pa saya pe kampung di gagese disana
dingin dekat laut saya masuk angin dan sudah mulai
batuk-batuk, 2 tahun kalau tidak salah saya juga pernah
tinggal di tenilo sama keluarga ada saya pe anak
basudara di sana sementara perawatan juga kena TB
juga dia kasian. Cuman jarang minum obat merah itu
saya yang biasa jaga b kase nasehat dengan ba awasi dia
kalau minum obat. Cuman saya pe kira ini saya kena TB
gara-gara waktu itu saya ada tidur dekat dengan anti
nyamuk bakar besoknya saya langsung sesak nafas

243

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

begitu, baru tidak lama so batuk-batuk sampe so jadi


begini.

Aktivitas berat seperti yang di sebutkan informan tidak


dapat dilakukan penderita TB Paru lantaran sakit yang
dialaminya. Itulah hasil wawancara dengan mantan para pekerja
keras yang sudah pensiun dari pekerjaan mereka sehari-hari.
Menurut pengetahuan sebagian besar penderita TB dan
keluarganya, kerja berat merupakan salah satu penyebab TB Paru
dan jika dilakukan akan sering mengalami sesak nafas dan batukbatuk.
4.11.2. Perokok dan Mantan Perokok
Rokok kretek bernama hualalahe merupakan salah satu
rokok yang masih di gemari dikalangan orang tua-tua di Desa
Dulupi. Rokok dibuat sendiri dari bahan pohon enau (pohon
saguer; biasa sebagai bahan minuman keras cap tikus. daunnya
dikeringkan disebut Bohito. Tembakaunya dapat dibeli dipasar
dengan harga per-ons Rp 12.000,- . tembakau di balut dengan
daun yang sudah siap untuk dihisap disebut haulalahe.
Sepuluh (10) penderita TB Paru memiliki kebiasan
merokok sejak masih remaja. Seperti ungkapan DD di bawah ini,
Merokok dari umur 20 tahun, tanggal 1 mei 2013 sudah
berhenti merokok karna sesak nafas dan batuk batuk,
kaki bengkak, mengkonsumsi rokok KS (rokok Gudang
Garam Merah), harga waktu itu Rp. 5.000,- sampai harga
7.500,- satu hari tidak sampe 1 bungkus...

244

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Gambar 4.8.
Daun Bohito dan Tembakau di Pasar Dulupi
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Gambar 4.9.
Penderita TB Merokok dengan Daun Bilalahe (Enau)
Sumber: Dokumentasi Peneliti

245

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Dua penderita TB Paru masih merokok sampai saat kami


bertemu. Merokok bukan penyebab TB Paru, namun kebiasaan
merokok dapat merusak paru-paru penderita TB paru sehingga
kemungkinan proses penyembuhan akan semakin lama.
Informan mengatakan bahwa kebiasaan merokok dan bekerja
keras semasa muda, membuat tubuh akan sering sakit. Berikut
ungkapan informan Al ,
Mungkin karena merokok masih muda dan kerja berat
masih muda. Sering dulu saya panas (mopatu), demam
dingin-dingin (mohulo), Dulu saya berobat di Puskesmas
Tilamuta naik perahu .

Adapun pemahaman tentang penyebab penyakit


terengi (TBC) yang di derita dalam wacana pemikiran perokok
dan mantan perokok yaitu asap rokok yang telah ada dalam
tubuh yang berasal dari banyaknya rokok yang telah dihisap
sehingga menyebabkan batuk-batuk (embedu) dan sesak
nafas (bahosa).
4.12. Cara Pencegahan
Salah satu upaya yang dilakukan oleh penderita TB Paru
untuk mengurangi batuk dan sesak nafas adalah dengan tidak
melakukan pekerjaan berat. Mengurangi aktifitas fisik merupakan
tindakan utama yang dilakukan penderita TB Paru seperti tidak
mencuci pakaian, bersih-bersih rumah dan aktifitas jalan
dikurangi. Jika penyakitnya kambuh penderita mengambil
alternatif dengan istrahat sambil berbaring di tempat tidur.
Tindakan yang dilakukan bukan tanpa sebab melainkan untuk
menghindari rasa kambuh. Di ruang kamar tidur penderita
menyusun bantal yang ditumpuk dua sampai tiga bantal
terkadang disertai selimut untuk dijadikan tempat bersandarnya
kepala penderita.
246

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Informan minum obat N**acin atau S**er Influenza dosis 1


x 1 hanya saat kambuh, saat wawancara berlangsung informan
mengeluarkan obatnya yang masih tersisa dalam kantung
bajunya yang saat itu dipakainya. Terkait dengan pengobatan dan
cara mencegah penyakit jika kambuh asma dan batuk, ungkap
informan Al di bawah ini,
Kalau kambuh itu bahosa (asma) apalagi tengah malam
saya cuman minum air putih dingin mo sembuh itu dada
sodingin dirasa, mosanangi banapas (senang), kalau
tidak sembuh mo beli Napacin dengan super influenza di
kios, kalau sominum itu so enak itu, batuk sobiasa tidak
pernah mo ilang biasa saja.

Rata-rata penderita TB Paru setelah merasakan penyakit


seperti batuk-batuk selama satu minggu, alternative pertama
dilakukan dengan membeli obat di kios-kios terdekat, dukun
(Hulango), kemudian jika tak kunjung sembuh dan batuk sudah
lebih dari dua minggu penderita memilih jalan terakhir ke
Puskesmas Dulupi. Sebelum ke Puskesmas penderita hanya
menganggap bahwa mereka hanya batuk-batuk biasa akibat
masuk angin, kerja berat. Seperti ungkapan salah satu informan
YM yang diberi obat oleh dokter di Puskesmas Dulupi yang
diminum selama 5 hari, namun batuknya tak kunjung sembuh
kemudian petugas TB mengambil dahak penderita untuk
pemeriksaan lebih lanjut. Ungkap informan,
Dokter suruh datang ulang kalau batuk tidak ada
perubahan, torang datang ulang, baru diperiksa lender
(dahak), nanti 1 minggu baru ada hasilnya, katanya
positif panyakit paru-paru. Obat yang dikasih ada yang
berwarna merah, dengan kuning diminum selama 6
bulan..

247

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Saat ini informan sudah merasakan kesembuhan sesak


napas dan batuk yang dulunya sering dirasakan, kini tidak ada
lagi. Ungkap informan berikut ini,
Mudah-mudahan so tidak mo kambuh lagi, saya hatihati kalau mo kaluar jangan sampe kena hujan, kerja
berat, kalau kena hujan atau kerja-kerja berat kayag
mokambuh saya rasa.

Menurut informan ASM, pencegahan awal saat batuk


selain obat di kios-kios, informan sering mengkonsumsi perasan
air jeruk nipis sebanyak 1 sendok teh dicampur dengan kecap.
Berikut ungkapan informan ASM,
Saya pertama biasa kalau batuk minum air jeruk nipis
dengan kecap, hilang itu gatal-garal di leher, tapi
kambuh lagi gatal-gatal leher dengan batuk, biasa saya
selingi dengan kuning (kunyit-Allawahu), di kikis
dicampur air minum sedikit baru diperas airnya
diminum, stengah gelas saja saya minum, 1 minggu
sampe 4 kali saya mo minum, sembuh sementara, tapi
batuk masih bale-bale, pas so ke dokter so kurang saya
minum air kuning.

Beberapa informan melakukan pencegahan batuk dengan


mengkonsumsi air hangat saat batuk kambuh. Cara ini juga untuk
menghindari rasa sesak pada dada/nafas.
4.13. Pola Pengobatan di Puskesmas Dulupi
Pengobatan pasien di Puskesmas Dulupi khususnya
penyakit TB Paru sudah dilakukan sesuai dengan standar pola
pengobatan TB Paru. Obat Anti Tubercolosis (OAT) diberikan oleh
tenaga kesehatan secara bertahap. Dalam Modul Pengobatan
Pasien TB, pengobatan pasien TB bertujuan untuk
menyembuhkan, mencegah kematian, mencegah kekambuhan,
248

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

memutuskan mata rantai penularan dan mencegah terjadinya


resistensi kuman terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Obat
dengan bungkusan merah untuk awal pengobatan selama dua
bulan dan obat dengan bungkusan warna kuning untuk
pengobatan lanjutan selama empat bulan. Penderita TB Paru
diwajibkan menjalani pengobatan selama 6 bulan.

Gambar 4.10.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Penderita TB
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Kesadaran penderita yang sering datang terlambat


mengambil obat dapat menyebabkan penderita resisten atau
dapat dikatakan menjalani pengobatan ulang. Peneliti menemui
informan (YD) yang kesehariannya bekerja sebagai tenaga
kontrak di Puskesmas Dulupi dan khusus memegang program TB
dan kusta. Wawancara dilakukan untuk mengetahui cara dan
pola pengobatan TB Paru yang biasa di lakukan di fasilitas
kesehatan. Berdasarkan hasil wawancara mengenai pengobatan
penderita TB Paru yang biasa dilakukan saat menjalankan
tugasnya dalam hal diagnosis, klasifikasi dan tipe pasien TB yang
di perlukan untuk menetapkan kategori obat yang akan di
berikan kepada penderita. Berikut ungkapan YD,
Pemeriksaan TBC di Puskesmas Dulupi dengan
pemeriksaan dahak menggunakan slide kaca, tidak ada
249

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

mikroskopis, memakai sistem rujukan suspek ke Petugas


Rujukan medis di Puskesmas Tilamuta. Obat TBC yang
tersedia di Puskesmas Dulupi adalah obat anti TB OAT
yaitu Rifampish, Etambutol, Firasinamid, Isoniasid.
Untuk pengobatan penderita TBC kategori satu) dengan
durasi minum obat satu kali dalam sehari selama enam
bulan dan untuk pengobatan penderita TBC kategori dua
untuk penderita yang putus obat, dan kambuh yaitu
dengan suntik selama dua bulan dan minum obat setiap
hari (tidak boleh putus).

Pemberian obat pada pasien positif TB Paru sama seperti


panduan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) yang digunakan di
Indonesia oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di
Indonesia tahun (Buku panduan pengobatan TB Puskesmas
Dulupi, 2013). Setiap OAT yang tersedia di laboratorium TB di
Puskesmas Dulupi sudah diberi nama dan label nama penderita
termasuk waktu pengobatan.

Gambar 4.11.
Obat Anti Tuberkulosis yang sudah Diberi Nama, Umur Penderita dan Kartu
Indentitas Pasien TB
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Adapun penjelasan secara umum menyangkut identifikasi


awal penderita TB Paru yang di ungkapkan oleh informan (YD)
adalah :
250

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Periksa dahak, jika positif pengobatan dilakukan 2


bulan, terus di follow up. Jika sudah mengalami
perubahan dikonversi kemudian ya sudah lanjutin saja
obatnya, untuk konversi maksudnya adalah yang sudah
di periksa dahaknya, yang sudah ada perubahan selama
masa pengobatan 2 bulan kemudian di evaluasi dan
obatnya dilanjutkan masuk 4 bulan.

Setelah dilakukan identifikasi awal berdasarkan hasil


pemeriksaan dahak dari Puskesmas Tilamuta yang mempunyai
fasilitas lengkap untuk pemeriksaan dahak, tindakan yang
dilakukan adalah mengikuti protokol pengobatan pasien atau
penderita TB. Pengobatan TB terdiri dari dua tahap, tahap awal
dan tahap lanjutan. Tahap pengobatan harus dijalani secara
teratur dan benar oleh pasien TB agar dapat sembuh dan
memperkecil risiko terjadinya TB Multi Drug Resistant (MDR)
atau bahkan Extensively Drug Resistant (XDR). Berikut Ungkapan
YD (petugas TB),
Cara pemeriksaan dahak yaitu memakai sistem rujukan
ke Puskesmas tilamuta, hasil pemeriksaan bisa diketahui
satu minggu kemudian, untuk pemeriksaan Follow up
sebanyak 2 kali yang pertama dilakukan saat memasuki
bulan ke 3 jika hasilnya positif pertama kali maka
pengobatan dilanjutkan dengan memambah obat warna
merah untuk diminum 1 bulan lagi dan follow up kedua
masuk bulan ke 5, jika hasilnya masih positif maka
pengobatan dilanjutkan dengan pindah obat .

Mengenai pengobatan di Puskesmas, menurut informan


SL yang merupakan penderita TB Paru yang sedang menjalani
masa pengobatan dari bulan april 2014 mengungkapkan, bahwa
obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan ditentukan oleh berat
badan dan umur penderita, ungkapnya,

251

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Pas saya so tidak tahan lagi dengan batuk-batuk yang so


lama saya langsung pigi di pukesmas, ses ningsi ada
timbang berat badan baru dia ada kase kamari pot
dahak, pas hari sabtu saya bawa ulang itu pot dengan
dahak yang saya ada kase kaluar dari rumah langsung
saya tutup. Seminggu begitu saya ada tunggu depe hasil
dan ti ses ningsih bilang saya positif TB. Langsung ta kage
saya ey, cuman saya tidak dapa tanya kalo saya positif TB
berapa. Habis itu saya dikasih obat yang warna merah
dan selama 2 bulan setiap pagi selang 1 jam saya minum
3 biji. Tetap masih ada batuk-batuk di kasih obat yang
warna kuning dan saya konsumsi selama 1 bulan. Sampe
sekarang tetap masih ada itu batuk-batuk tapi tidak
macam dulu. So jarang sekarang, so sembuh sedikit.

Dalam mengobati pasien TB dengan menggunakan


strategi DOTS, pengawasan secara ketat oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO) merupakan hal yang penting untuk
menjamin keteraturan dan kepatuhan pengobatan. Petugas
kesehatan memastikan setiap pasien TB didampingi oleh seorang
PMO. Terlihat adanya hubungan baik antara penderita TB paru,
petugas dan PMO yang dibina membuat pasien tidak segansegan untuk bertanya ataupun membahas halhal yang terkait
dengan penyakitnya serta masalah yang muncul dalam masa
pengobatan. Adapun keluhankeluhan pasien yang sering di
sampaikan ke petugas kesehatan adalah gatal-gatal, panas
terasa badan, susah makan, masih sesak nafas selama menjalani
pengobatan dua bulan pertama. Hal itu disampaikan penderita
biasanya melalui via telepon, dan petugas TB memantau melalui
via sms atau telepon seluler. Kadang penderita datang langsung
ke Puskesmas.
Kendala yang sering di hadapi informan YD dikala pasien
yang menjalani pengobatan 6 bulan yaitu sering telambat
mengambil obat walaupun sudah didiagnosis TB.
252

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Pasien sering terlambat ambil obat sehingga petugas


Puskesmas yang harus mengantar obat pasien ke rumah
bersangkutan agar supaya tidak putus obat.

Kemajuan hasil pengobatan pasien TB Paru di pantau


atau di-follow up dengan cara pemeriksaan ulang dahak
seminggu sebelum akhir pengobatan dua bulan dan seminggu
sebelum akhir pengobatan empat bulan. Ungkap informan YD,
Jika pengobatan selama 6 bulan sudah selesai dan
penderita belum melaporkan atau tidak datang ke
Puskesmas, hal yang dilakukan oleh petugas Puskesmas
ialah melakukan pengecekan kembali yaitu datang ke
rumah penderita menanyakan apakah begini dan begitu,
selanjutnya disarankan untuk ke Puskesmas untuk
memeriksakan dahak ulang biasanya dilakukan 1 minggu
sebelum akhir pengobatan. Adapun alasan dari setiap
pasien cukup beragam saat petugas Puskesmas datang
mengunjungi penderita seperti lupa, sibuk, yah banyak
alasan tetapi ada juga yang rajin datang ke Puskesmas
yaitu sekitar 7 sampai 8 penderita .

Menurut penuturan informan YD, jika hasil pemeriksaan


ulang dahak negatif itu merupakan pertanda baik untuk
kemajuan pengobatannya. Keadaan ini memberi semangat bagi
pasien, PMO, Keluarga dan petugas dalam menyelesaikan
pengobatan. Pada akhir pengobatan, pemeriksaan ulang dahak
wajib dilakukan untuk menetukan apakah seorang pasien TB
dapat dinyatakan sembuh atau tidak. Ungkap Informan YD sbb:
Kalo pasien yang tidak sadar di susul ke rumah
membawa pot dahak, jika pasien yang sadar (sadar akan
kesehatannya, kesakitannya) mereka kembali (ke
Puskesmas).

253

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

4.13.1. Kisah Mantan Penderita TB Paru yang Dinyatakan


Sembuh
Berawal dari mengikuti suami menambang emas di kota
Marisa tahun 2012, tempat tersebut terletak di atas kaki gunung
dengan suhu yang dingin tetapi cukup banyak orang yang datang
bekerja untuk mendapatkan pundi-pundi emas seperti yang
diharapkan dari hasil kerja keras mereka disana. Kondisi tubuh
saat pertama kali naik ke lokasi tempat kerja baik dan sehat.
Pondok kecil yang didirikan sebelumnya berada di seputaran
dekat lokasi penambangan menjadi tempat peristirahatan. Untuk
mengatasi cuaca yang sudah diperkirakan sebelumnya kami
datang dengan membawa bekal bahan makanan dan selimut
untuk melindungi diri saat malam. Mendampingi suami tercinta
kemanapun pergi saat bekerja sudah menjadi kewajiban istri
tuturnya. Aktivitas ibu YM sehari-hari adalah membantu
memasak, menghidangkan makanan dan minuman saat
pasangan yang dinikahinya itu berangkat kerja dan pulang kerja.
Terkadang juga membantu suami menambang emas. Tinggal
menetap selama satu tahun di tambang emas dan mulai
merasakan batuk awal tahun 2013. Selama enam bulan pertama
kondisi fisik yang di ungkapkan olehnya masih sehat. Gejalanya
pertama kali masuk angin (dingin) sering mandi sore dan banyak
kerja, kecapen.
Pertama sehat disini, sou naik ke gunung tambang
marisa di sana kan dingin sekali mulai panas- dingin,
batuk, sakit depe dada, susah tidur, selera makan hilang,
turun sekali sa pe badan tidak pernah berobat jadi dia
parah begitu kan.

Menurut keterangan yang disampaikan penyakit yang


diderita olehnya disebabkan karena suhu
yang dingin.
Pengobatan untuk mengurangi rasa batuk yang tak kunjung
254

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

membaik pun sudah dijalaninya atas saran teman dan keluarga


yaitu harus mengkonsumsi obat tradisional. Ungkap informan
YM,
Ada coba-coba minum, ada orang bakasi tau bagitugula merah dicampur dengan madu ada juga lemon
(jeruk nipis) dengan kecap.

Selain itu tindakan pengobatan awal untuk mengobati


penyakit dengan gejala batuk, sakit dada, susah tidur
dilakukannya dengan cara harus turun dari gunung untuk
mencari obat batuk yang di jual di warung/kios karena letaknya
jauh dari lokasi penambangan.
Rata-rata penderita hanya mengatakan obat TB berwarna
merah dan kuning. Ungkap informan YM,
Waktu minum selama 2 bulan untuk pengobatan awal
dosis 1 hari 3 butir dengan selang waktu 1 jam, minum
malam hari dan obat warna kuning untuk 4 bulan punya
dengan durasi minum selang satu hari satu kali minum
dalam sekali minum 3 butir obat. Efek dari obat yang
diminum pertama kali mengkonsumsi obat warna merah
tersebut badan panas, dingin tapi tidak berlanjut, itu dia
cuma barangkali satu minggu kembali ke dokter, kata
dokter kalo tidak mo minum, makin parah itu. Saya juga
paling anti mo minum obat seingat kata dokter
kepadanya. Kalo tidak di obati dia sudah jadi penyakit TB
itu - saya langsung berobat - ini kan kalo saya kasi biar
pasti dia lebih parah lagi - pokoknya sampe abis.

Adapun ungkapan informan lainnya terkait obat TB sbb :


Padahal saya paling tidak suka minum obat cuma karna
ning bilang begitu, itu obat banyak sekali, baru besar
besar lagi, jadi harus, rasanya iihhhh, cuma saya liat obat
besar-besar bagitu, baru pe banyak setiap malam mo

255

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

minum, saya paling benci sekali mo minum cuma karna


mo sembuh.

Selain obat dari Puskesmas yang dikonsumsinya juga ada


obat tradisional yang sering diminum informan YM yaitu kuning
(kunyit), daun balacai (daun jarak/ bindalo) atau daun jarak,
kelapa kecil berwarna kuning yang masih muda (timbulungo),
daun polohungo. Semua bahan dikikis kemudian remas serta
ditambahkan air sebanyak satu gelas kemudian ramuan tersebut
diminum. Informan merasakan kesembuhan setelah minum
ramuan tersebut. Obat tersebut diminum tidak bersamaan
dengan obat yang diberikan oleh pihak Puskesmas. Dukungan
keluarga memiliki peran penting untuk kesembuhan, adanya
dukungan keluargaku dalam Pengawasan Menelan Obat (PMO)
sangat dirasakan manfaatnya yaitu sering memberikan perhatian
atau diingatkan untuk minum obat dari mama dan suamiku, katakata yang terucap seperti so minum obat - so makan obat.
Adapun hal mengenai upaya pencegahan penularan penyakit TB
Paru berupa tindakan nyata yang dilakukan oleh pihak keluarga
yaitu menyiapkan tempat khusus untuk membuang dahak saat
batuk
Lalu itu e saya babatuk, sa pe suami bikin tempat
kotoran begitu kan so sembarang-sembarang mo buang
itu dahak suami jaga bikin akan .

Komunikasi singkat yang berisi penyuluhan tentang


larangan/pantangan kepada setiap penderita TB Paru yang selalu
diberikan petugas Puskesmas juga ditekankan oleh informan YM
sebagai faktor penunjang kepatuhan menelan obat. Beberapa
nasehat yang masih diingat dan di ucapkan
Itu pertama masih minum obat, tidak boleh makan
santan, goreng-gorengan, air es, baru pagi mo marah dia
bilang jaga dulu semua ka yuli, abis obat bikin semua
256

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

boleh. Larangan lain juga tidak boleh baangka yang


berat.

Kesabaran dan ketenangan dalam memberikan nasehat


kepada penderita juga dialami oleh petugas kesehatan yang
mengawasi para penderita. Keluhan yang kerap dilontarkan
penderita dan selalu di nasehati oleh petugas TB, seperti :
Eh Ning, kenapa ini sudah tidak ada perubahan itu
babatuk minum pasti ada perubahan-berani minum
obat. Bagus dia (ditujukan ke petugas Puskes).

Informan mengatakan saat ini batuknya tidak kambuh lagi


dan bisa beraktivitas seperti biasa. Informasi yang di utarakan
adalah definisi sembuh menurut konsep pemikiran informan,
namun jika mengangkat sesuatu yang berat-berat rasa batukbatuk itu akan muncul. Berdasarkan keterangan petugas
kesehatan YD, informan YM sudah menjalani masa pengobatan
dari bulan Mei tahun 2013 dan dinyatakan sembuh berdasarkan
hasil pemeriksaan dahak.
4.14. Pola Pengobatan dengan Cara Swamedikasi
Sebelum penderita TB memeriksakan kesehatannya di
fasilitas kesehatan yang diketahuinya, pasien juga melakukan
upaya pengobatan dengan menggunakan obat-obatan yang dijual
bebas di warung sekitar pemukimannya. Berdasarkan data kantor
Desa Dulupi tahun 2013 jumlah toko obat sebanyak tiga unit.
Berdasarkan observasi peneliti terdapat dua puluh enam (26)
warung tersebar di enam dusun yang menjual obat-obat.
Banyaknya warung obat di setiap dusun mendukung tingkat
konsumsi warga masyarakat terhadap obat cukup besar.

257

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Gambar 4.12.
Obat-obat Warung yang Sering Dibeli Masyarakat
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Setiap hari pasar Dulupi menunjukkan banyaknya pembeli


yang datang untuk membeli obat atau jamu yang menurut
beberapa informan cocok untuk penyakit yang diderita. Informasi
mengenai khasiat obat diketahui dari cerita-cerita warga, para
tetangga saat berkumpul di lingkungan setempat, serta sering
munculnya iklan obat-obatan di televisi.
Keinginan sembuh yang besar agar tidak berakibat fatal,
membuat penderita TB sering kali mencoba obat-obatan yang
biasa dikonsumsi masyarakat. Beberapa obat yang sering dipakai
dan disebutkan oleh informan sendiri adalah seperti Konidin,
Pinahong, Neo Napasin, Super Influenza, Bodrex, Mixagrib,
Promag untuk mengatasi penyakit yang sedang di alaminya.
Adapun kutipan wawancara dengan informan HT sebagai
berikut,
Saya pikir cuma batuk dan sesak napas biasa, jadi saya
cuma beli obat di kios biasanya Mixagrib, Napacin,
Promag, Super Influenza, lantaran tidak sembuh saya
258

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

pigi di Puskesmas dikasih obat tablet di minum selama 6


bulan, lantaran kerja di luar desa, saya lupa bawa itu
obat.

Gambar 4.13.
Obat-obat yang Dijual Bebas di Pasar
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Dari tindakan informan di atas nampak bahwa perilaku


merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap sesuatu yang
dirasakan, jika seseorang merasakan gejala sakit dan
mengganggu aktifitasnya maka secara spontan individu tersebut
dengan cepat melakukan tindakan pencegahan berupa
pengobatan. Tindakan awal adalah membeli obat di kios, minum
ramuan tradisional, dan alternative terakhir berobat di
Puskesmas.
Perilaku kesehatan adalah karena pemikiran-perasaan,
sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap objek
kesehatan. Kepercayaan sering diperoleh dari orangtua, kakek,
nenek, sikap postif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak
selalu terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi
tertentu atau berdasarkan pengalaman orang lain. Tokoh penting
sebagai panutan apabila seseorang itu penting untuknya maka
259

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.


Sumber-sumber daya mencakup fasilitas, uang, waktu dan
tenaga. Pola hidup termasuk perilaku normal atau kebiasaan dari
masyarakat. (WHO dalam Marimbi, H. 2009)
4.15. Pengobatan Tradisional TB Paru (Terengi)
Pertumbuhan penduduk Desa Dulupi yang meningkat
pesat membuat kebutuhan masyarakat akan kesehatan sangat
beragam dan kompleks. Pelayanan kesehatan belum sepenuhnya
menyentuh kebutuhan masyarakat khususnya di setiap dusun,
sementara pengobatan tradisional cukup berperan dalam
pelayanan kesehatan masyarakat. Pengoabatn sendiri yang
dilakukan masyarakat didukung oleh kersedianya obat-obatan
yang dijual di toko obat, warung atu kios obat yang menjual
berbagai jenis obat.
Pengobat tradisional biasa disebut Hulango (dukun)
adalah dukun beranak atau dukun pengobatan dapat dijumpai di
setiap dusun yang mengobati berbagai macam penyakit. Ratarata dukun beranak di desa Dulupi memiliki profesi ganda yaitu
bisa mengobati penyakit lainnya yang dirasakan oleh pasiennya.
Dinamika pelayanan pengobatan yang ada di masyarakat Dulupi
membuat mereka mampu bertahan dalam keadaan sakit dan
menjaga kesehatannya. Mereka menjaga kesehatan dan memilih
pengobatan berdasarkan pengetahuan dan kepercayaan secara
turun temurun.
Sebagian warga memiliki kartu Jamkesmas, sehingga
dapat berobat dengan biaya yang ditanggung pemerintah.
Mereka tidak perlu merasa khawatir untuk berobat di fasilitas
kesehatan, namun masih dijumpai warga pemilik kartu
jamkesmas enggan melakukan pemeriksaan kesehatannya atau
pengobatan di Puskesmas kecuali dalam keadaan terpaksa. Hal
260

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

ini diungkapkan oleh salah satu informan UMR yang saat ditemui
peneliti sedang menderita luka di bagian telapak kaki. Kodisi
informan tidak bisa jalan dan merasakan sakit di bagian kepala
dan kakinya. Informan menyatakan malas berobat ke Puskesmas
karena jarak ke Puskesmas jauh dan antrian panjang yang
membuatnya bosan menunggu. Obat tradisional buatan istrinya
yang dipakai saat itu berupa kunyit (kuning) yang dipanaskan
dengan minyak kelapa, kemudian didinginkan. Ramuan tersebut
dioleskan ke bagian kaki yang bengkak akibat luka.
Biaya pengobatan di fasilitas kesehatan yang masih
dirasakan cukup mahal, dibandingkan dengan tingkat
pendapatan masyarakat Dulupi yang rata-rata adalah petani
jagung dengan masa durasi panen 5 bulan. Mereka masih
merasakan kesulitan terkait dengan kebutuhan ekonomi
keluarga. Jarak Puskesmas masih dirasakan cukup jauh oleh
sebagian warga Dulupi khususnya warga dusun Langge, Sambati,
Huwata. Masyarakat mengeluhkan biaya pengobatan mahal
meskipun mereka telah memiliki kartu Jamkesmas karena
pengeluaran biaya disebabkan harus membayar ongkos
transportasi ke fasilitas kesehatan. Kekhawatiran para pengguna
jasa kesehatan medis terungkap dari cerita informan RA di bawah
ini.
Lebih suka berobat ke dukun dulu baru ke puskes karna
bapak (dukun) baku dekat, kalo ke puskes butuh doi
basewa akang ojek- Rp.10.000 pulang pergi.

Pengobatan tradisional dengan bantuan jasa dukun sudah


menjadi kebiasaan masyarakat Dulupi sejak dulu. Jumlah dukun
di tiga dusun Desa Dulupi berjumlah 17 orang baik dukun
pengobat penyakit maupun dukun bayi. Dukun beranak
berjumlah 8 orang, dan lainnya adalah pengobat tradisional.
Seluruh dukun bayi sudah bekerja sama/ bermitra dengan tenaga
261

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

kesehatan Puskesmas Dulupi dalam program Asupan Sayang Ibu


bidang KIA. Kerjasama Puskesmas dan dukun pengobatan belum
terbentuk secara baik.
4.15.1. Peran dan Promosi Dukun terhadap Pengobatan
Tradisional
Para dukun yang ada di setiap dusun adalah orang yang
memberikan jasa dalam pengobatan tradisional maupun
konsultasi lainnya secara gratis. Pandangan dukun di mata
masyarakat desa Dulupi adalah orang yang mampu mengobati
dan membantu mereka saat merasakan sakit. Menurut informan
RM sebagai berikut,
Cuma menolong tergantung orang yang diobati karena
masyarakat tidak punya uang, sedangkan dokter
mengobati pake bayar dan dukun merupakan tempat
pelarian utama untuk mempercepat masyarakat
berobat.

Dukun menggunakan ramuan tradisional dan doa dalam


mengobati pasiennya dan rata-rata warga yang melakukan
pengobatan ke dukun merasakan kesembuhan. Di bawah ini
gambar seorang dukun dalam melakukan pengobatan kepada
pasiennya dan bahan yang digunakan Hulango dalam mengobati
orang sakit.

262

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Gambar 4.14.
Cara Hulango Mengobati Pasiennya
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Gambar 4.15.
Bahan yang Digunakan Hulango untuk Mengobati Pasiennya Termasuk
Penderita TB Paru
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Ramuan tradisional yang sering digunakan oleh dukun


(Hulango) dalam pengobatan dan sudah dikenal secara umum
oleh masyarakat Dulupi adalah air putih yang sudah di doakan,
kunyit mentah, geraka (jahe), pala, cengkeh, bawang merah dan
bawang putih. Racikan obat tradisional ini digunakan untuk
penyakit dengan keluhan sakit kepala, panas-dingin atau
meriang, sakit perut, berkeringat malam hari tanpa aktivitas,
sesak nafas dan batuk. Berikut kutipan wawancara dengan salah
satu dukun IS berikut ini.
263

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Kunyit di kikis dicampur dengan air putih 1 gelas, di doa


doa kemudian diminum untuk menurunkan panas, untuk
bawang merah, bawang putih di gosokan di tangan
(tulang betis) agar supaya tidak dingin jadi panas, untuk
bahan geraka (seperti kunyit tapi isi dalamnya berwarna
bening dikenal dengan nama Melito/umbi) di kikis dan di
gosokan di bagian tubuh yang sakit untuk
menghilangkan badan yang sakit .

Menurut catatan tetua (tokoh adat) informan SP yang


juga merupakan dukun berumur 74 tahun menerangkan sebagai
berikut,
Sakit panas dingin, penyakit koro-koro (batuk) diobati
dengan air putih (yang sudah di doakan), Kuning (kunyit)
yang sudah di kikis di campur di dalam air untuk
selanjutnya di minum sebagian dibasuh di bagian
muka/wajah, kaki dan tangan, selain itu bawang putih,
bawang merah dikikis untuk digosokan di bagian kaki
dan tangan dan di cium (di hirup aroma/baunya melalui
hidung).

Ramuan tradisional yang di pakai warga untuk mengobati


diri sendiri atau anggota keluarganya. Keluhan sakit yang biasa
diobati dengan yang sakit yaitu,
a. Sakit panas dengan ramuan berupa air putih yang sudah di
doakan, kuning (kunyit) dan kapur cara meramunya sebagai
berikut: kunyit di kikis/di parut, di campurkan dengan air
kemudian disaring dan airnya diminum sedikit dan sisanya
akan di basuh di bagian muka, kaki dan tangan setelah itu
ampas kunyit tersebut di campurkan dengan kapur sedikit
sesuai ukuran untuk di gosokan di seluruh badan.
b. Sakit batuk batuk adalah dengan campuran daun Polohungo
(daun mayana), madu. Caranya ke dua bahan di campur

264

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

dihancurkan atau dikikis terlebih dahulu kemudian di saring


dan airnya di minum.
c. Batuk disertai dengan sesak nafas menggunakan campuran
minyak tanah, minyak kayu putih kemudian di gosokan pada
bagian dada dan punggung.
Kunyit merupakan tanaman obat berupa rimpang dan
isinya berwarna kuning sehingga masyarakat lebih mengenalnya
dengan sebutan Kuning. Kunyit (curcuma domestica val)
bermanfaat sebagai anti inflamasi, anti oksidan, anti tumor,
menurunkan kadar lemak darah, kolesterol dan sebagai
pembersih darah. Rimpang jahe mengandung senyawa oleoresin
yang lebih dikenal sebagai gingerol yang bersifat sebagai
antioksidan. Sifat inilah yang membuat jahe disebut-sebut
berguna sebagai komponen bioaktif anti penuaan. Komponen
bioaktif jahe dapat berfungsi melindungi lemak/membran dari
oksidasi, menghambat oksidasi kolesterol, dan meningkatkan
kekebalan tubuh. Berbagai manfaat jahe yang secara tradisional
sudah dikenal luas adalah seperti obat masuk angin, sakit kepala
atau migrain (sakit kepala sebelah), mencegah mabuk kendaraan,
anggota tubuh terkilir. http://penyakid.blogspot.sg/2012/10/
penyakit-penyakit-berbahaya-serta-obat.html).
Daftar beberapa tanaman obat yang prospektif adalah
bawang putih (alium sativum) memiliki indikasi potensi sebagai
obat kandidiasis, hiperlipidemia. Pala (myristica fragrans houtt)
memiliki indikasi potensi sedative (Dirjen POM, 1999).
Pengobatan oleh dukun banyak memanfaatkan air putih
sebagai media pengobatan. Segelas air putih yag digunakan
adalah air yang biasa dikonsumsi sebagai air minum dan telah
dipanaskan. Ada kepercayaan setempat, pendatang akan
menetap di Desa Dulupi bila banyak minum air dari Dulupi seperti
dikatakan seorang informan kepada peneliti sebagai berikut,
Mas jangan terlalu banyak minum air dulupi nanti tidak mo
265

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

kembali-menetap terus. Hal yang sama juga didengar saat


berhadapan dengan para pasien yang datang berobat di dukun.
Di balik itu ternyata pengobatan secara tradisional yang
digunakan oleh orang tua dulu maupun dukun mengandung
makna tersendiri. Air yang digunakan diambil dari sumber air
yang dikonsumsi penduduk, dalam proses pengobatan dilakukan
pemberian doa ke air yang dilakukan oleh dukun. Pengalaman
menarik dialami peneliti saat menderita sakit dengan keluhan
sakit kepala, pusing. Kebetulan berada di rumah dukun, peneliti
diobati dengan ramuan air putih dengan cara diminum kemudian
sisanya dibasuhkan ke wajah pasien. Secara tidak terduga,
peneliti merasakan khasiat langsung karena keluhan segera
hilang. Merasa penasaran untuk mengetahui lebih jauh, peneliti
menemui informan SP yang merupakan tokoh adat di desa
Dulupi. Diketahui bahwa terdapat ritual yang dilakukan Tetua
adat di Gunung Patua Bandera, hasilnya berupa air dan rempah
rempah yang dibawa pulang oleh masing-masing peserta ritual
dan dapat digunakan sebagai obat. Berikut ungkapannya.
Biasa disebut Mohile Didi semacam ritual yang
dilakukan di gunung patua bandera. Ritual tersebut
diminta oleh petani yang telah selesai menanam
jagung/milu, tetapi belum mendapatkan hujan. Adapun
pesyaratan yang harus di bawa oleh petani ialah rempah
rempah seperti bawang merah, bawang putih, rica jawa,
kunyit, geraka, cengkeh (ditaruh di sebuah piring) dan air
putih (di dalam sebuah botol), saat berlangsungnya
ritual. Te Tua adat akan duduk bersama dengan para
petani mengelilingi kuburan milik Timbi Dai kemudian
duduk bersama sambil membaca doa syalawat,
mantera- mantera untuk mengundang roh Wali dan roh
Walijula (roh yang ada di atas) selain untuk meminta
hujan di dalam doanya tersebut juga terselib permintaan
lain minta rezeki, minta umur panjang bagi manusia,
266

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

bagi hewan, bagi tumbuh-tumbuhan. Setelah doa itu


selesai, rempah- rempah dan air putih yang dibawa
petani itu dibawa kembali ke rumah masing-masing
untuk dijadikan obat untuk menyembuhkan penyakit
yang dialami oleh anggota keluarga saat sakit .

Ritual upacara adat, pengobatan tradisonal dengan


menggunakan bahan-bahan alam tanpa campur tangan medis
merupakan warisan budaya yang diajarkan turun temurun.
Menurut Kemenkes, RI (1999) pengembangan obat tradisional
mempunyai tiga aspek yaitu:
1) Pengobatan yang menggunakan bahan alam adalah sebagian
dari hasil budaya bangsa dan perlu dikembangkan secara
inovatif untuk dimanfaatkan bagi upaya peningkatan
kesehatan masyarakat.
2) Penggunaan bahan alam dalam rangka pemeliharaan
kesehatan dan sebagai bahan obat jarang menimbulkan efek
samping dibandingkan bahan obat yang berasal dari zat kimia
sintesis.
3) Bahan baku obat yang berasal dari alam cukup tersedia dan
tersebar luas di negara kita.
Salah satu potensi yang ada di sekitar lingkungan
masyarakat Desa Dulupi untuk pemecahan masalah kesehatan
masyarakat maupun individu adalah menggunakan obat-obatan
tradisional yang sudah dikenal khasiatnya dan dapat dijumpai di
lingkungan sekitar pemukiman mereka.
4.15.2. Pengobatan Penyakit TB Paru dengan Bahan Obat
Tradisional
Jumlah obat yang cukup banyak dan bentuk obat yang
besar, membuat penderita TB Paru memilih obat tradisional.
Bahan obat tradisional memang sangat mudah didapatkan baik di
267

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

pekarangan rumah tetangga maupun tumbuh subur di sekitar


lingkungan Desa Dulupi. Cara pengobatan TB Paru secara
tradisional dilakukan oleh penderita TB dan ramuan tadisional
dibuatkan oleh seorang dukun. Tanaman-tanaman yang sudah
sering digunakan dalam resep selama masa pengobatan penyakit
TB Paru adalah daun balacai, daun mayana, daun pinahong, kulit
kayu jawa bagian dalam dan daun liawao.
1. Daun Balacai, tumbuh di sekitar pekarangan rumah khususnya
di pagar-pagar rumah warga. Informan YM adalah salah satu
penderita TB Paru yang menggunakan ramuan daun balacai
atau daun jarak pagar untuk mengobati penyakit batuknya,
berikut gambar 4.16 daun jarak pagar atau daun balacai.

Gambar 4.16.
Daun Balacai/Jarak Pagar yang Dipakai Penderita TB Paru
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Jenis tumbuhan ini hidup di sekitar pemukiman warga,


khususnya di samping rumah penduduk. Salah satu kader
Posyandu menunjukkan tanaman ini kepada tim peneliti. Obat
tradisional ini sering di minum oleh informan YM :
Kuning (kunyit), daun balacai (bindalo) atau daun jarak
pagar, kelapa kecil halus warna kuning yang masih muda
268

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

(timbulungo), daun polohungo, semua bahan dikikis


kemudian remas serta ditambahkan air sebanyak satu
gelas air minum. Informan merasa sembuh setelah
minum obat tersebut, obat tersebut diminum tidak
bersamaan dengan obat yang diberikan oleh Puskesmas

2. Daun Polohungo, salah satu tanaman yang digunakan warga


Dulupi untuk mengobati penyakit batuk-batuk, khususnya
digunakan oleh penderita TB Paru. Sebutan masyarakat Dulupi
adalah daun Polohungo atau biasa disebut dengan daun
mayana.

Gambar 4.17.
Daun Polohung/Daun Mayana Dipakai Penderita TB Paru untuk Ramuan
Pengobatannya
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Daun berbentuk segitiga atau bentuk bulat telur dengan


ujung meruncing, berwarna merah ungu berbulu dan tepinya
beringgit, daunnya terasa pahit. Memiiki bunga berwarna
merah keunguan/kehitaman.Di tinjau dari segi teori tanaman
mayana atau juga disebut dengan miana biasanya untuk
tanaman hias. Di beberapa daerah disebut jewer kotok atau
iler, ada juga yang menyebutnya kentangan, si gesing, sarusaru, atau majana. Nama ilmiahnya Coleus scutellarioides
269

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

sedang sinonimnya banyak yaitu: Coleus blumei Benth, Coleus


blumei, Coleus blancoi, Coleus grandifolius, Coleus forskohlii,
Plectranthus scutellarioides, Solenostemon scutellarioides.
Nama umum yang dikenal adalah Miana, Mayana, Painted
nettle (English). Nama simplisia adalah Plectranthi scutellaroidi
Folia. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun yang
mengandung bahan kimia yaitu minyak atsiri, alkaloid,
flavonoid dan saponin. Menurut literatur, daun ini memiliki
khasiat untuk emenagog dan anti bengkak. Cara meramu
resep bagi pasien dengan keluhan sakit kepala yaitu, haluskan
dengan cara menumbuk daun-daunnya dan tempelkan pada
pelipis dan tengkuk. Resep untuk batuk dan TBC adalah 7
lembar daun mayana dicuci, lalu ditumbuk. Kemudian, diberi
air panas, lalu diperas/disaring. Campurkan dengan madu
karena daun ini terasa pahit. Tambahkan kuning telor bila
perlu. Diminum pagi dan malam (http://khasiat-obatherbal.
blogspot.com/2013/03/normal-0-false -en-us-x-none.html).
3. Daun Pinahong-Binahong, bentuknya seperti daun sirih.
informan SL (penderita TB Paru), sering menggunakan daun ini
untuk mengobati penyakitnya. Informan SL baru dua bulan
menjalani masa pengobatan yaitu mulai bulan April 2014 di
Puskesmas Dulupi. Pengobatan dengan menggunakan daun
pinahong diketahuinya dari sanak keluarga.
Tanaman tersebut terdapat di salah satu rumah
penduduk yang terletak di dusun Jambura. Ciri-ciri tanaman
binahong adalah tumbuh menjalar tidak beraturan, saling
membelit, batangnya berwarna merah, permukaan daun halus
berwarna hijau tua, sedangkan warna hijau muda untuk
tumbuhan yang berumuran muda. Menurut warga yang
memiliki tumbuhan pinahong sebagai berikut :
Daun pinahong (sebutan masyarakat Dulupi) bahasanya
dari orang Sulawesi Tengah yang bawa daun ini, kita
270

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

minta untuk ditanam- dia punya bibit seperti jahe, ada


umbi, biasanya kalo sudah tua ada umbinya, itu yang
ditanam, sudah ada tunasnya, daunnya jika dipencet
akan hancur-renyah, daunnya direbus tapi kalo kita
biasanya juga tidak direbus, tinggal di gecek-gecek,
diminum baunya seperti baubau daun mentah, kalo
dimasak dengan air langsung direbus 5 sampai 7 lembar
langsung diminum rasanya seperti minum teh, daunnya
dipakai untuk penyakit dalam, sekarang saya sudah 76
tahun Cuma saya belum pernah minum ini, kalo kita ada
keluhan rasa badan kurang fit saya minum ini.

Gambar 4.18.
Daun Pinahong-Binahong yang Ditunjukan oleh Warga.
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Menurut informan SL (penderita TB), daun pinahong


harus diambil secara ganjil, hal diketahuinya dari seorang
dukun ungkapnya sebagai berikut :
Dorang babilang, ambe daun pinahong harus 3, 5, 7, 9
lembar, usahakan tidak boleh genap karna3 tangkai itu
di atas dari 2 itu.

Khasiat pinahong untuk mengobati luka dalam tubuh


misalnya penyakit paru, asma, jantung, luka lambung dan
tifus. Cara meramunya yaitu daun pinahong keringkan dengan
cara dianginkan, sangrai dengan api sedang, giling. Serbuk
271

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

binahong masukkan dalam gelas dan tuangi air hangat dan


aduk, tunggu hingga ampas mengendap lalu minum. Khusus
untuk penyakit TB Paru dengan cara ambil 10 lembar daun
binahong lalu cuci dan keringkan. Rebus dalam 2,5 gelas air
menggunakan wadah logam anti karat hingga mendidih dan
tersisa 2 gelas. Minum air rebusan itu pada pagi dan malam
hari. Agar kandungan senyawa binahong tidak rusak sebaiknya
air rebusan jangan disimpan di lemari pendingin ataupun
dipanaskan kembali, cukup simpan pada suhu kamar (Evi,
2012) .
Binahong dalam nama latin Anredera Cordifolia
Steenis adalah tanaman yang sering dijadikan sebagai obat
herbal alternatif untuk berbagai pengobatan tradisional. Ada
banyak kandungan yang terdapat di daun Binahong, di
antaranya adalah antioksidan, asam arkobat, total fenol, dan
protein yang cukup tinggi sehingga membuatnya sangat
berkhasiat untuk menyembuhkan beberapa penyakit seperti
muntah darah/mimisan, kencing manis, sesak nafas, luka
bakar, melancarkan haid, jerawat, diabetes, patah tulang,
darah rendah, radang ginjal, disentri, gatal-gatal, dll.
(http://acemaxs.1keputihan.info/manfaat-daun-binahong/).
4. Kayu Jawa,merupakan salah satu obat TB Paru yang digunakan
oleh beberapa penderita TB di desa Dulupi. Keterangan
mengenai ramuan kulit kayu jawa sebagi obat TB atau batukbatuk diketahui oleh penderita TB dari dukun (Hulango).
Berikut ungkapan informan SL,
Pohon Kayu Jawa yang besar, yang masih muda juga
bisa, kebetulan di muka rumah begini, yang penting dia
sudah ada dia pe kulit, soboleh diambil, kulit bagian
dalam kayu Jawa yang mo diambil .

272

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Gambar 4.19.
Pohon Kayu Jawa dan Hasil Parutan Kayu Jawa Lapisan Kedua, Saringan,
Garam dan Campuran Ramuan yang Siap Diminum Penderita TB Paru
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Lapisan kedua dari batang pohon kayu jawa diambil


menggunakan parang, kemudian batang kayu jawa bagian
dalam di kerok dengan menggunakan parang. Menurut
informan SL, kulit lapisan pohon kayu jawa bagian dalam lebih
putih dan lebih tebal. Setelah diambil kemudian ditampung di
wadah plastik, dikumpulkan menjadi 1 bulatan. Berikut
ungkapan informan SL,
Diperas begitu, (tidak dicampur dengan air) supaya
depe rasa itu memang biar sadiki dia terasa kuat, kalo
taru air tidak dapa dia pe rasa-dicampur dengan garam
sesuai depe jumlah itu yang penting dia tarasa, biar
sadiki, kalo dia banyak mo dapa bagitu, kasi banyak
sadiki garam, usahakan bisa sama depe rasa, itu rasa
kayu jawa dengan garam supaya rata, terserah maunya
minum kapan, 1 hari mo 1 minggu, kalo so ringan
babatuk 1 minggu 1 kali, kalo pertama babatuk begitu
273

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

tiap hari minum, biar sadiki begini yang minum 1 leper


bisa .

Khasiat yang dirasakan setelah minum ramuan ini,


informan sudah merasakan kesembuhan, dan tubuh merasa
lebih sehat. Berikut ungkap informan SL :
Campur dengan air 3 gelas, dapa 1 gelas depe air, dia
punya rasa gaga itu, ada pahit, bau tidak busuk olo itu,
kental kaya susu kan dari 3 dapa 1 itu, minum pertama
muntah saya itu, bangun pagi-pagi saya langsung minum
1 gelas, saya dapa abis, so dingin, saya berkeringat
dingin, trus saya babatuk kamari, lender-lender itu
keluar samua, lender (dahak) bakuning bagitu,- kalo
dapa rasa bakasar dileher langsung saya minum ini,
supaya tidak ada lagi rasa kasar itu, minum pagi sebelum
makan, kalo bakincing warna merah.

Informan minum obat tradisional tidak bersamaan


waktunya dengan obat TB Paru yang diberikan oleh petugas
Puskesmas. Hal itu dilakukan untuk mengetahui khasiat obat
tradisional dan menghindari khasiat obat program berkurang.
Seperti ungkapan informan SL berikut ini :
Saya minum obat kayu Jawa tidak bersamaan dengn
obat Puskesmas, tidak bisa, sapa tau baku ini, belum
hilangio (hilang) sapa tau mau hilang, takurang (takut
kurang khasiat obat Puskesmas) .

5. Daun Liawao, dikatakan oleh penderita sebagai obat TB Paru.


Menurut informan cara mengambil daunnya harus dengan
shalawat nabi, karena menurut informan SL daun tersebut
dipunyai oleh nabi. Berikut doa yang dibaca informan saat
mengambil daun Liawao.
ALLAH Musali-Musali Muhammad,
Muhammad, Diamakarim.
274

Walasaidina

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Sampai saat ini keterangan tentang tanaman daun Liawao


sulit di cari di beberapa literatur, namun dengan melihat
gambar di bawah ini, bisa diketahui jenis tanaman ini dan
mungkin hidup di sekitar lingkungan kita.

Gambar 4.20.
Pohon Liawao, daun Liawao, dan cara meramun
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Cara mebuat ramuan adalah dengan mengambil 3 (tiga)


lembar, cuci bersih, tumbuk halus, peras setelah ditambah air
setengah gelas, tambahkan sedikit garam dan langsung
diminum tanpa direbus. Informan SL menuturkan,
Dorang babilang dari nenek moyang mondoolio
bundo (turunan bagitu), dorang punya kan dulu belum
ada ini dokter olo ada jauh. Daunnya dicuci agar bersih
terbebas dari debu sebelum ditumbuk. Perasan air daun
liawao diminum mentah, tidak direbus, daun diambil tiga

275

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

tangkai supaya airnya kental, ditaruh air setengah gelas,


garam sedikit, depe rasa tidak ada, cuman depe bau itu.

6. Pala. Biji buah pala dibakar dengan telur kampung, biji


buah pala merupakan salah satu ramuan yang dikonsumsi
informan, untuk menyembuhkan penyakitnya. Biji buah
pala yang dipilih informan SL adalah biji pala yang
berbunyi jika digoyangkan dengan tangan tuturnya, Kalo
dia tidak babunyi, tidak gaga depe isi.
Aktivitas membakar biji pala dilakukan tepat di belakang
rumah informan. Biji Pala yang dibakar sampai isinya
kelihatan, menggunakan sabuk kelapa kering yang masih ada
serabutnya serta beberapa tumpukan kayu.Tahap-tahap
meracik ramuan pala bakar dan telur ayam kampung sebagai
berikut.

Gambar 4.21.
Pala yang dibakar, dicampurkan dengan , telur ayam kampung, siap
diminum penderita TB Paru.
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Pala ditumbuk sampai halus setelah itu dicampur dengan


air panas disaring dan airnya dicampurkan dengan kuning
telur ayam kampung yang telah terpisah dari cairan putih
276

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

telurnya, kemudian diaduk sampai merata dan diminum.


Berikut ini ungkapan informan SL.
Depe rasa pedis sadiki, pahit sadiki, macam jahe bagitu,
fungsinya supaya mo takaluar kamari alao itu yang
balender-lender itu yang talengket di dada, baru batuk
lancar so tidak ada itu lender-lender.

Ramuan tradisional yang disebutkan di atas, digunakan


oleh informan untuk mengobati penyakit TB Paru dalam
pengertiannya adalah penyakit terengi atau batuk-batuk.

277

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

278

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data etnografi aspek sosial budaya
yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat dapat
digambarkan bahwa masyarakat Desa Dulupi di Kabupaten
Boalemo sebagian besar adalah dari Etnik Gorontalo, dengan
mayoritas (99%) beragama Islam dan religius. Warga memiliki
mata pencaharian utama adalah sebagai petani jagung dan
kelapa, meski ada pula sebagai pedagang dan PNS. Desa Dulupi
dengan luas 41,77 km2 sebagian besar wilayahnya dataran
rendah meski ada yang berbukit, dihuni hampir 4000 orang,
terdiri dari 6 dusun 2 diantaranya (Dusun Langge dan Sambati)
berada dekat areal pegunungan, sedangkan Dusun Teratai,
Huwatta, Batupotong dan Jambura dekat areal pinggiran pantai.
Masyarakat sangat menghormati para ayahanda dan
bunda, yaitu pejabat atau mantan pejabat desa seperti tokoh
adat, agama, camat, kepala desa, kepala dusun. Masyarakat
Desa Dulupi menjunjung tinggi nilai-nilai agama Islam tetapi
tetap melaksanakan tradisi leluhur. Tradisi turun temurun warga
Dulupi Gorontalo sampai saat ini masih dipegang oleh sebagian warga
Dulupi adalah Huyula, yaitu kerjasama atau system gotong royong
antar sesame warga; Molubingo (sunat/khitan bagi anak /bayi
perempuan), Beati (adat untuk anak gadis baru menjelang haid),
Sadakah (pemberian berupa uang pada tamu yang datang khususnya
ayahanda dan bunda), Mopolihu lo limu (adat mandi lemon) dilakukan
279

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

pada ibu yang baru pertama hamil dan bayi perempuan setelah di
sunat/khitan).

Pengertian sehat bagi warga Dulupi adalah sehat secara


fisik, bisa makan, tidur enak dan bisa bekerja. Sedangkan
sesorang dianggap sakit bagi warga Dulupi adalah orang yang
hanya bisa terbaring tanpa bisa melakukan aktifitas sehari-hari.
Mereka yang didiagnosis dokter sakit parah seperti kusta, TB
atau penyakit lainnya, namun selama orang tersebut masih bisa
bekerja maka mereka masih dianggap sehat.
Perilaku PHBS masih kurang pada sebagian masyarakat
khususnya yang tinggal di dusun jauh dari sarana dan prasarana listrik,

air dan transportasi seperti di Dusun Langge, Batupotong dan


Sambati. Mereka lebih memilih membuang air besar (BAB) di
pantai dan sungai adalah tempat MCK (mandi cuci kakus) yang
masih diminati masyarakat. Sumber air selain dari sumur dan air
perpipaan, mereka memanfaatkan sumur Alli (sumur kecil di
pinggiran sungai).
Warga umumnya sudah menyadari bahwa melahirkan di
fasilitas kesehatan akan memberikan keselamatan bagi ibu dan
bayi yang dikandungnya sehingga lebih memilih Puskesmas
sebagai tempat persalinan. Kerja sama antara bidan desa dan
dukun kampung mendukung upaya persalinan oleh tenaga
kersehatan. Pemeriksaan kehamilan rata-rata dilakukan oleh
dukun beranak/Hulango, baik di usia kandungan 1 sampai 9
bulan.
Pemberian ASI telah dilakukan tetapi tidak secara eksklusif.
Beberapa ibu memberikan bayinya dengan makanan halus milu
(jagung), bubur beras yang dicampur dengan penyedap rasa
(masako, vitsin) dan gula. Masih banyak para ibu yang kurang
memperhatikan makanan yang diberikan pada anaknya. Ratarata belum memahami jenis makanan yang bergizi untuk anak.

280

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Pencegahan penyakit masih sangat kurang dilakukan oleh


masyarakat. Masih banyak warga yang tidak mengetahui
penyebab penyakit seperti malaria, kusta, dan TBC. Warga Dulupi
sangat percaya dengan pengobatan dukun (Hulango) dan
pelayanan kesehatan medis baik dalam hal pencegahan dan
pengobatan penyakit. Pola pencaharian pengobatan dimulai
dengan tindakan awal membeli obat-obat di kios-kios dekat dari
rumah mereka, bila tidak sembuh mereka pergi ke dukun
mendapat air yang didoakan dan ramuan tradisional dan
tindakan terakhir ke pengobatan medis yaitu ke Puskesmas.
Masyarakat Desa Dulupi dalam upaya pencarian
pengobatan dipengaruhi oleh keadaan ekonomi dan kepercayaan
tradisional. Status ekonomi yang baik akan mempercepat
keterjangkauan fasilitas pelayanan kesehatan karena mereka
mampu membayar biaya obat dan biaya transportasi. Sebagian
besar warga menggunakan kartu jamkesmas untuk berobat
gratis. Mereka dengan status ekonomi kurang kadang bertahan
dengan penyakitnya dan mengharapkan kesembuhan melalui
dukun kampung. Kondisi ini mendorong masyarakat lebih
mempercayai dukun untuk mengobati penyakit.
Tersedia bangunan Puskesmas pembantu (Pustu) di Dusun
Sambati dan Langge tapi hanya digunakan untuk pelayanan
Posyandu dan pelayanan lain setiap bulan, karena petugas
kesehatan belum ada yang menetap dengan alasan tidak adanya
fasilitas pendukung seperti air dan aliran listrik. Warga di kedua
dusun ini sering mengeluhkan dalam pencarian pengobatan yaitu
jarak dari pemukiman cukup jauh, dan transportasi dianggap
cukup mahal untuk sampai ke Puskesmas Dulupi.
Kasus TB Paru masih banyak dijumpai. Sebagian besar
penderita TB Paru kurang mengetahui penyebab, cara penularan,
pencegahan, dan pengobatan yang baik dan benar. Rata-rata
penderita sudah menerima pengobatan 6 bulan, tetapi beberapa
281

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

di antaranya minum obat tidak teratur sesuai ketentuan dan


enggan memeriksakan kesehatan. Pasien putus obat disebabkan
karena rasa bosan minum obat terlalu banyak, obat terlalu besar,
sering lupa minum obat. Kondisi tersebut menyebabkan adanya
pengobatan berulang, kekambuhan dan sumber penularan TB
terus ada.
Petugas kesehatan yang menangani TB Paru hanya satu
orang, merasakan kesulitan dalam mengontrol pasiennya, yang
tersebar di wilayah Puskesmas Dulupi yang cukup luas. Petugas
kesehatan harus memberikan pengobatan, melakukan
pengawasan menelan obat melalui sms dan telpon juga
melakukan pengambilan dahak pasien.
Potensi yang dimiliki oleh masyarakat Dulupi adalah
penggunaan tanaman obat dalam mengobati penyakit seperti
kunyit, jahe, cengkeh, pala, lemon (jeruk), bawang merah dan
bawang putih. Pengobatan ramuan herbal tersebut dilakukan
oleh dukun kampung di Desa Dulupi dengan menggunakan
ramuan ini saat mengobati pasiennya. Seringkali mereka
mengkombinasikan pengobatan obat modern dengan obat
tradisional.
5.2. Saran
Mengatasi kasus TB Paru di Desa Dulupi, perlu
penyadaran tentang pentingnya pengobatan TB secara teratur
dengan keterlibatan anggota keluarga sebagai PMO dapat
digerakkan melalui tokoh masyarakat. Penguatan program
kemitraan antara petugas Puskesmas dengan tokoh-tokoh
masyarakat dilakukan dengan memaksimalkan peran ayahanda
dan bunda, khususnya dalam program PMO untuk penderita TB
Paru.

282

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Melalui kemitraan dapat dilakukan upaya promosi


kesehatan guna peningkatan pengetahuan masyarakat tentang
penyebab, pencegahan dan pengobatan penyakit, baik penyakit
TB Paru, malaria, serta penyakit lain yang sering dikeluhkan
masyarakat Dulupi. Pengetahuan masyarakat tentang
penggunaan obat warung, obat tradisional dapat ditingkatkan
melalui upaya promosi dan pencegahan. Penyuluhan dan
pelatihan dalam budidaya tanaman obat dan pembuatan obat
tradisional dilakukan untuk keperluan menjaga dan
meningkatkan kesehatan.
Ketersediaan bangunan Puskesmas dan pustu harus
dilengkapi dengan sarana prasarana (alat kesehatan, biaya
operasional, listrik, air dll) serta tenaga kesehatan yang menetap.
Tenaga kesehatan diperkuat dengan pelatihan, khususnya
pemegang program TB Paru, dan penyediaan alat-alat kesehatan
khususnya program penyakit menular seperti TB dan malaria.
Sarana transportasi termasuk jalan akan memudahkan
jangkauan masyarakat ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Kerjasama lintas sektor terkait akan menunjang kelancaran
dalam penyediaan sarana prasarana trasnportasi dan fasilitas
kesehatan.

283

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

284

INDEKS

A
adat istiadat 49, 81
air bersih 38, 157, 158, 159,
237
analogi 10
Angka Kematian Bayi 2
angkutan 30
ASI 140, 141, 143, 144, 145,
160, 280, 298
aspek fisik 9, 88
aspek non-fisik 9
Ayahanda 27, 72, 75, 83, 84,
295

B
BAB 1, 2, 17, 34, 35, 36, 110,
115, 152, 153, 154, 155, 156,
159, 201, 213, 214, 232, 237,
279, 280
balita 1, 3, 4, 142, 144, 145,
146, 147, 148, 149, 150, 151,
179, 188
budaya 3, 7, 8, 9, 11, 13, 14,
29, 33, 39, 42, 48, 49, 55, 61,
63, 86, 94, 129, 165, 172,
179, 228, 241, 267, 279
Bunda 27

diabetes 5, 89, 272


dialek 93
dikili 48, 81
dokumen 14, 20
domain 86
dukun 6, 14, 63, 64, 65, 66,
67, 68, 69, 88, 117, 118, 119,
120, 121, 122, 124, 125, 126,
127, 128, 129, 130, 131, 132,
133, 134, 135, 136, 137, 147,
166, 167, 169, 170, 171, 178,
185, 186, 189, 196, 197, 198,
199, 214, 217, 235, 236, 238,
242, 247, 260, 261,262,
263, 264, 265, 266, 268, 271,
272, 280, 281, 282

E
etnografi 6, 12, 13, 14, 279

F
fasilitas 2, 10, 11, 38, 89, 119,
126, 128, 129, 130, 136, 137,
157, 163, 167, 173, 174, 175,
183, 189, 191, 199, 209, 213,
223, 239, 249, 251, 257, 260,
261, 280, 281, 283
fenomena 8, 14

dampak 7, 49, 104, 179, 218,


220

gunting rambut 78, 79, 80

285

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

H
hamil 6, 13, 49, 59, 63, 68, 69,
115, 117, 118, 119, 121, 122,
123, 124, 125, 126, 127, 128,
129, 130, 131, 132, 133, 134,
135, 136, 138, 139, 142, 146,
150, 179, 187, 195, 280, 295
hipertensi 89, 91, 107
Hulango 135, 280, 281
Huyula 78, 80, 165, 166, 167,
279

I
infeksi 4, 146, 198, 217, 218,
220, 226, 227, 232
IPKM 3, 12

J
jaminan kesehatan 173, 174,
175
Jamkesda 174
Jamkesmas 131, 174, 260
Jampersal 131

K
kandungan 68, 115, 117, 118,
120, 121, 141, 142, 272, 280,
295
kawasan 22, 26, 27
kebiasaan 7, 14, 22, 23, 34,
35, 37, 48, 52, 61, 74, 84, 89,
90, 91, 119, 144, 148, 151,
152, 154, 160, 161, 166, 173,
178, 181, 185, 190, 213, 214,
225, 227, 232, 233, 236, 237,
246, 260, 261
286

kebijakan 6, 10, 11
kebudayaan 8, 9, 10, 12, 20,
33, 39, 78, 84
kebudayaan. 12
kehamilan 6, 68, 117, 118,
119, 120, 121, 126, 127, 128,
129, 135, 280, 295
kehormatan 116
kelahiran 2, 3, 4, 117, 208,
236
keluarga berencana 138
kematian 1, 2, 3, 4, 11, 70, 71,
72, 75, 78, 129, 138, 145,
166, 173, 179, 180, 187, 189,
232, 248, 297
kepadatan pendududuk 24
kepala desa 14, 19, 46, 65, 68,
72, 75, 82, 83, 110, 131, 205,
279, 301
kepercayaan 7, 8, 10, 11, 12,
18, 22, 38, 61, 62, 68, 69, 84,
86, 119, 127, 134, 135, 169,
171, 214, 228, 259, 260, 265,
281, 298
kerabat 36, 42, 43, 68, 74, 76,
79, 92, 218, 219, 231
kerja bakti 21, 53, 78
kesehatan 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9,
10, 11, 12, 13, 14, 37, 41, 54,
82, 84, 86, 88, 89, 90, 91, 97,
115, 118, 119, 121, 126, 127,
128, 129, 130, 131, 134, 135,
136, 137, 138, 140, 141, 145,
149, 150, 151, 152, 157, 160,
161, 163, 165, 166, 167, 168,

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

169, 172, 173, 174, 175, 179,


180, 182, 186, 187, 189, 191,
192, 193, 194, 195, 196, 197,
199, 203, 206, 208, 209, 210,
217, 221, 222, 223, 228, 235,
237, 238, 239, 241, 249, 252,
257, 259, 260, 261, 267, 279,
280, 281, 282, 283, 304
kesehatan masyarakat 1, 2, 3,
4, 6, 7, 9, 11, 12, 13, 14, 145,
153, 174, 191, 192, 203, 239,
260, 267, 279
kesembuhan 5, 64, 123, 166,
185, 189, 190, 194, 203, 205,
225, 229, 230, 233, 234, 235,
236, 238, 239, 240, 248, 256,
262, 274, 281
kesenian 81, 84, 94, 97
keturunan 17, 74, 75, 76, 77,
78, 116, 117, 118, 189, 239
khitanan 79, 80
kognitif 8, 86, 179
konsep sehat dan sakit 84, 86
konstribusi 1, 3

M
makanan 7, 45, 50, 52, 54, 78,
79, 80, 85, 88, 89, 90, 91, 98,
108, 119, 141, 142, 143, 144,
145, 166, 208, 227, 237, 238,
254, 280, 301
malaria 164, 165, 169, 173,
179, 180, 181, 182, 183, 184,
185, 186, 187, 242, 281, 283
masa hamil 115

masalah 1, 4, 6, 9, 12, 13, 14,


74, 75, 83, 119, 132, 137,
139, 140, 168, 179, 187, 191,
193, 206, 252, 267
MCK 33, 36, 37, 126, 153, 154,
156, 213, 214, 280
mental 1, 8, 11, 88
merokok 160, 161, 162, 163,
164, 232, 233, 241, 244, 246
minuman 54, 82, 166, 244,
254
modern 8, 9, 108, 110, 238,
282
modernisasi 8, 29
morbiditas 1
mortalitas 1, 3

P
pantangan 7, 63, 118, 171,
256
pelayanan 8, 11, 89, 91, 127,
129, 130, 134, 135, 136, 138,
150, 173, 174, 175, 189, 191,
192, 193, 194, 195, 196, 197,
198, 199, 206, 239, 260, 281,
283
pemahaman 7, 20, 60, 72,
119, 162, 246
pemangku adat 48, 75, 76, 81,
92
pemekaran 23, 24
pemeriksaan 10, 68, 119, 120,
126, 127, 128, 129, 133, 135,
138, 149, 180, 182, 183, 185,
201, 202, 203, 205, 208, 210,
287

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

222, 223, 226, 228, 229, 247,


249, 251, 253, 257, 260
pemerintahan 18, 19, 48
pemimpin 19, 22, 27, 53, 65,
66, 75, 76, 77, 298
pencegahan 8, 9, 11, 90, 91,
226, 237, 238, 239, 248, 256,
259, 281, 283
pengamatan 13, 46, 54, 59,
85, 88, 90, 126, 144, 145,
152, 160, 161, 182, 195, 220,
223, 241
pengantin 92, 96
pengawasan 128, 145, 190,
207, 209, 252, 282
pengetahuan 7, 8, 9, 11, 12,
14, 33, 84, 85, 86, 87, 90, 91,
106, 119, 129, 140, 142, 179,
219, 223, 226, 228, 238, 241,
244, 260, 283
pengobat tradisional 14, 132,
169, 170, 171, 173, 178, 186,
261, 300
pengobatan 6, 8, 9, 10, 13, 37,
60, 67, 88, 89, 91, 147, 166,
167, 170, 176, 182, 183, 186,
187, 189, 191, 197, 198, 199,
205, 208, 210, 214, 217, 221,
224, 225, 229, 230, 233, 234,
235, 236, 238, 239, 240, 242,
247, 248, 249, 250, 251, 252,
253, 255, 257, 259, 260, 261,
262, 263, 265, 266, 267, 268,
270, 272, 281, 282, 283, 302
pengobatan alternatif 14
288

pengobatan tradisional 9, 197,


235, 260, 262, 272
penularan 212, 216, 218, 219,
220, 223, 226, 228, 231, 238,
249, 256, 281, 304
penyakit 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,
10, 11, 12, 13, 60, 63, 64, 65,
70, 71, 86, 87, 88, 89, 90, 91,
92, 104, 138, 139, 146, 147,
151, 152, 153, 161, 162, 163,
164, 169, 170, 172, 176, 177,
178, 179, 180, 181, 186, 188,
189, 190, 197, 198, 201, 202,
203, 204, 205, 214, 215, 216,
217, 218, 219, 221, 222, 223,
224, 226, 227, 228, 230, 232,
233, 235, 236, 237, 238, 239,
241, 243, 246, 247, 248, 254,
255, 256, 258, 260, 261, 263,
264, 265, 267, 268, 269, 271,
272, 277, 280, 281, 282, 283,
300, 304
perawatan 6, 8, 9, 10, 84, 115,
137, 153, 190, 221, 234, 239,
243
perilaku 7, 8, 9, 10, 35, 49, 86,
88, 90, 91, 115, 119, 155,
160, 171, 179, 226, 235, 237,
239, 259, 260
peristiwa 20, 70, 80
perkawinan 49, 61, 75, 76, 78,
79, 80, 81, 96, 300
permasalahan 10, 12, 13, 14,
74, 82, 83, 194

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

persalinan 6, 118, 119, 121,


122, 123, 127, 128, 129, 130,
131, 132, 133, 134, 135, 136,
137, 175, 280
persaudaraan 97
petugas kesehatan 10, 13, 82,
89, 90, 121, 129, 136, 138,
144, 149, 150, 165, 175, 179,
181, 182, 183, 184, 186, 187,
193, 194, 195, 196, 197, 199,
201, 203, 223, 229, 238, 239,
252, 257, 281
PHBS 2, 12, 153, 160, 280
populasi 4
potensi 7, 8, 26, 98, 265, 267
pra hamil 115
preventif 11, 88
promosi 283
promotif 11
Puskesmas 146, 149, 192, 202,
221, 248, 270, 280, 281, 282,
283

R
ramuan 56, 60, 123, 137, 141,
178, 237, 238, 256, 259, 262,
264, 266, 268, 272, 274, 275,
276, 281, 282
resitensi 179
risiko 179, 232, 233

S
SDKI 2, 5, 130
sehat-sakit 7, 87
sejarah 7, 12, 17, 19, 20, 21,
22, 33, 55

setan 21, 62, 63, 64, 65, 68,


70, 72, 88, 118, 120, 122,
135, 146, 147, 169, 170, 171,
172, 198, 237, 295, 297
Sinoman 81, 300
sosial 1, 3, 7, 8, 9, 11, 13, 14,
27, 30, 31, 33, 39, 42, 43, 46,
48, 49, 61, 73, 74, 75, 78, 80,
82, 86, 88, 110, 127, 167,
178, 179, 218, 221, 231, 241,
279
status kesehatan 1, 7, 8, 9, 10,
11
stigma 127, 173, 217, 231
stroke 89, 91
sudut pandang 13

T
TB Paru 5, 6, 11, 12, 13, 202,
203, 204, 205, 208, 209, 210,
211, 212, 214, 215, 216, 217,
218, 219, 220, 221, 222, 223,
224, 225, 226, 227, 228, 229,
230, 231, 232, 233, 235, 236,
237, 238, 239, 240, 241, 244,
246, 247, 248, 249, 250, 251,
253, 254, 256, 260, 263, 267,
268, 269, 270, 272, 273, 274,
276, 277, 281, 282, 283
tenaga kesehatan 5, 37, 127,
128, 129, 130, 134, 151, 170,
173, 175, 181, 186, 191, 193,
195, 197, 198, 201, 203, 207,
209, 210, 221, 223, 226, 235,
238, 248, 251, 262, 283
289

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

terengi 188, 189, 190, 201,


203, 224, 227, 228, 229, 231,
246, 277
tradisi 7, 8, 49, 52, 55, 56, 62,
63, 75, 76, 78, 82, 97, 137,
165, 168, 279
tradisional 8, 9, 10, 11, 30, 32,
42, 47, 50, 52, 53, 61, 62, 94,
106, 107, 110, 111, 132, 138,
141, 145, 178, 186, 189, 198,

290

228, 235, 238, 255, 256, 259,


260, 261, 262, 263, 264, 265,
266, 267, 268, 274, 277, 281,
282, 283, 295, 297, 298, 299,
300, 301
transmigran 26
turun temurun 8, 48, 49, 55,
56, 61, 65, 76, 84, 111, 122,
132, 137, 141, 145, 147, 154,
260, 267, 279

GLOSARIUM

Adati molubingo

: Adat khitan anak


perempuan
Alli
: Sumur gali kecil yang dibuat
di tepi sungai
Adat tubolo
: Adat bagi ibu hamil dalam
menjalani masa kehamilan
Ayahanda
: Kepala desa
Adati lomohepo lo : Adat raba perut di usia
ambongo
kandungan 7 bulan untuk
ibu yang pertama hamil
Ahenar
: Bos
Alaikaya
: Kesenian tradisional
gorontalo dalam acara
peringatan hari besar
agama islam
Alus beras
: Tepung beras
Alus jagung
: Tepung jagung
Bahosa
: Sesak nafas
Bahosa- mopongo : Penyakit asma
Balender
Basuar
Bate
Bendolo
Bentor
Bibi

: Berlendir
: Berkeringat
: Sebutan bagi tetuah adat
setempat
: Untuk menghindari
gangguan setan
: Becak motor
: Adik perempuan ibu
291

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Bohito

Buhuta wawu
walama
Buruda surunani

Bajoe
Baki
Banthayo
Beati
Bele seni
Bhinte
Bilinthi
Bindolo
Bolo
Butolo
Dayango
Dikili
Dutula
Dabu-dabu
Dadata alao
Daun bindalo

292

: Minuman tradisional dari


hasil fermentasi air
nira/cikal bakal alkohol
: Rempah alam
: Kesenian tradisional
gorontalo dalam acara
peringatan hari besar
agama islam
: Makanan yang terbuat dari
beras dan gulamerah
: Wadah serbaguna
berbahan Stainlles steal
: Pondok
: Pembeatan bagi remaja
perempuan
: Rumah beratapkan sen
: Jagung
: Nasi campur yang digoreng
: Tali dari hutan yang diikat
dipinggang
: Tinggal
: Akar-akar yang berasal dari
alam
: Ritual penyembuhan dan
penolak bala
: Zikir
: Sungai
: Sambal mentah
: Dahak banyak
: Daun jarak/tanaman
bergetah

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Daun polohungo
Duito
Embedu
Gonopu
Goraka
Got
Haulalahe
Hehuhu lolio
Huilou
mopotilantahu
Hutungo
Hileiya
Hui lo tolohui
Huidaa
Huidu
Hulango
Hulude
Ilengi
Ilohulo alibumbu

:
:
:
:
:
:
:
:
:

Jergen
Jo
Kaccapi, jambrah/
dana, dan saronde
Kain lap
Kakek
Kayu palangi
Kikio
Koala/ dutula
Kuning/alawahu
Kurangi monga

:
:
:

:
:
:
:
:
:
:
:
:

:
:
:
:
:
:
:

Daun mayana/miana
Takut
Batuk
Sabut kelapa
Jahe
Selokan- saluran air
Daun enau kering
Demam
Malam
perjodohan/pertunangan
Kusta
Acara pada saat kematian
Hari yang ketiga
Malam hari
Gunung
Dukun bayi atau beranak
Jembatan
Kebun atau lahan pertanian
Pelindung plasenta
(dodomi supaya cept keluar
berupa lumpur)
Jerigen, galon
Ya
Macam-macam tarian
tradisional Gorontalo
Serbet
Opa
Kayu obat saat ritual tubolo
Kecil
Sungai
Kunyit
Kurang makan
293

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Kambungu
Kodhi

: Kampung
: Mengepalai golongan
agama
Kolombengi
: Kue tradisional berbahan
tepung
Lemon
: Jeruk nipis
Lisung
: Alat tumbu rempah
Lowanga
: Hari di mana setan
berkeliaran atau hari tidak
baik
Limu tutu
: Jeruk nipis
Liyo
: Dia
Maloluli
: Suatu keadaan di mana
seseorang berada dalam
fase bebas dari sakit yang
dialaminya
Malubo
: Permisi kepada pemimpin
Mamoambua
: Bersatu/berkumpul
Menete/minum
: Memberikan ASI kepada
toto
anak
Mesin lotor
: Mesin perontok jagung
Milu
: Jagung
Mojanjia
patao : Membuat janji, sehabis itu
ma monao samapergi bersama-sama
sama timongolio
Molalahu
: Badan menurun
ilanggango
Molile huwali
: Di tarikan di depan
pelaminan yang bermakna
sebagai alat penangkis
segala godaan selama
mengarungi bahtera rumah
294

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Momohudu

Mongambu
manusia

Mopatu
Mopoolipa
dodomi

:
:

Mosanangi
Motuhelo

:
:

Motuo lo duhu
Manggata
Manggiti
Maso
Melito
Modaha wawalo
hulande

:
:
:
:
:
:

Mohile didi
Mohuyula
Monguwatio
Mopolihu
Ngopee
Nanalio

:
:
:
:
:
:

tangga
Menaburkan benih atau
bibit jagung
Mengumpulkan
masyarakat disalah satu
tempat yakni di
perempatan jalan desa
yang sekarang telah
didirikan tugu
Panas
Melancarkan keluarnya
placenta dari rahim ibu
saat melahirkan
Perasaan senang
Bercocok tanam/ bertanam
jagung
Muntah darah
Rumput
Tanaman obat tradisional
Masuk
Jahe
Menjaga kepercayaan
leluhur didalam rumah
dalam bentuk rempah alam
Meminta hujan
Bekerjasama
Berteriak
Memandikan
Kemari/dekat
Sebutan khusus bagi orang
tua yang berada dalam
satu rumpun keluarga
295

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Nenek
Ngalaa
Opo-opo
Oayuwa
Ombulo

:
:
:
:
:

Pajeko/popadeo

Paman

Pasunggi
:
Pece/latao
:
Penyakit bantahan :
Pici-pici
Pilitode
Polopalo

:
:
:

Ponggo
Patoa bandera

:
:

Pitate
Pobotula
Polutube

:
:
:

Rica/malita
Rumbia

:
:

Sadakah

296

Oma
Keluarga inti
Guna-guna/santet
Hutan belantara
Gemuk-lemak dalam di
perut
Alat pertanian yang
digunakan untuk membajak
sawah
Om, adik laki-laki ayah atau
ibu
Parutan kelapa
Lumpur hitam
Penyakit ibu setelah
melahirkan
Pijat-pijat
Makanan bersantan
Alat musik tradisional
Gorontalo
Manusia jadi-jadian
Sebutan masyarakat
setempat tentang gunung
bendera
Anyaman dari bambu
Naik/menaiki
Tempat pembakar
tradisional yang digunakan
dalam doa
Cabe
Atap terbuat dari daun
kelapa
Sedekah berupa uang

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Sukade

Sumala
Sarampa

Sebe
Sinoman
Tagahu
Tamotota

Tembedu oonuwa
Terengi
Tidi lo polopalo

Timbulungo
Toduollo
motihuloo
Tu tua
Tuangolipu
Tungku api
Tunuhu

: Kue Tradisional berbahan


dasar terigu dan
gulamerah/kue balon
: Parang
: Gejala penyakit yang
ditandai dengan bintikbintik merah di sekujur
tubuh bagi penderitanya
: Bapak/ayah
: Profesi pemberi jasa adat
: Jala/lirang
: Orang tua
berilmu/pengobat
tradisional
: Batuk terus meneruskambuhan
: Tbc
: Kegiatan dalm bentuk
tarian tradisional
masyarakat Gorontalo yang
dilaksanakan malam hari
menjelang upacara
perkawinan
: Kelapa kecil berwarna
kuning yang masih muda
: Silahkan duduk dulu
: Alat yang dipakai untuk
melubangi tanah
: Lapisan rakyat kebanyakan
: Tempat masak dari batu
: Lanjutan/melanjutkan
297

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Tahuuwo
Talenga
Tewonduwo
Tibunda
Tiloponu

:
:
:
:
:

Tinggabu
Tohe butulu
Tolangga

:
:
:

Tolobalango
Towohu
Toyopo

:
:
:

Tunalio

Tunggudu
Tutulu
Utolia botulo

:
:
:

Utolia wolato

Ungalaa
Walima

:
:

Watopo
Wombohe
Wato

:
:
:

298

Orang punya/tuan rumah


Pemimpin ritual (Dayango)
Setan besar/ganas
Istri kepala desa
Air mata yang keluar terusmenerus
Jin pengambil anak
Lampu botol
Wadah bagi makanan
(walima) dengan bentuk
beragam
Lamaran
Gendang
Anyaman tradisional
berbahan dasar daun
kelapa muda
Sunatan bagi remaja lakilaki
Tongkat
Cucur/makanan tradisional
Penuntun bagi pria pada
saat prosesi (tolobalango)
Penuntun bagi wanita pada
saat prosesi (tolobalango)
Keluarga luas
Aneka ragam makanan
yang dibalut jadi satu
tempat
Atap
Pondok kecil
Lapisan budak

DAFTAR PUSTAKA

Boedihartono, E.K.M, Masinambow. 1997:195,196. Dalam buku


Koenjaraningrat dan Antropologi di Indonesia. Jakarta.
Penerbit Asosiasi Antropologi Indonesia Bekerjasama
dengan Yayasan Obor Indonesia.
Depkes RI. 2002. Pedoman Nasional
Tubercolosis, cetakan ke 8, Jakarta.

Penanggulangan

Dinas Kesehatan Kabupaten Boalemo. 2013. Profil Kesehatan


Kabupaten Boalemo tahun 2013. Boalemo Agustus
2012:11.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan,.2009,.Modul 3 pengobatan pasien TB, Jakarta.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo. 2013. Profil Kesehatan
Provinsi tahun 2012. Gorontalo Juli 2013: 8, 12.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Gorontalo. 2013.
Subdin Kebudayaan kerjasama Sanggar Budaya.
Elga Sarapung dkk.1999 :118. Agama dan Kesehatan Reproduksi
.Jakarta. Pustaka Sinar Harapan.
Gejala Penyakit Tuberkulosis. http : //gejalapenyakit tuberculosis.
blogspot.com. Sitasi tanggal 13 Juni 2014
Herbal, manfaat daun Binahong.
http://acemaxs.keputihan.info/manfaat-daun-binahong/ On
February 18, 2014. Diakses 18 Agustus 2014.

299

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Hubungan Rokok dan TBC.


http://www.ppti.info/2011/06/hubungan-rokok-dantbc.html. Di akses Tanggal 13 agustus 2012.
Husein Muhamad. 2011: 39. Figh perempuan, refleksi Kiai atas
wacana agama dan Gender.Yogyakarta.Lkis.Cetakan
Http://www.depnakertrans.go.id/microsite/KTM/uploads/PAWO
NSARI.pdf). Diakses tanggal 18 Juli 2014
Http.//pusdinakers, or.id/pdpersi/html). Diakses tgl 3 juni 2014
Http://gorontalo-info,20megsfree.com. Di akses tanggal 13 Juli).
Iwan, 2008, Asuhan Keperawatan Klien dengan TB paru,
(http://alijeco.blogspot.com, diakses 11 juni 2014).
file:
///C:/Users/ASUS/Downloads/
Kabupaten%20Boalemo.htm). Diakses tanggal 10 Agustus
2014.

Kabupaten

Boalemo.

Kabupaten Boalemo. id.wikipedia.org/wiki/kabupatenBoalemo


Kalangie, N. 1993 :Kebudayaan Dan Kesehatan . Pengembangan
Pelayanan Kesehatan Primer Melalui Pendekatan SosioBudaya. Jakarta. Penerbit Megapoln
Kekerabatan Masyarakat Gorontalo. (http://kebudayaan
indoensia.net/id/kekerabatan-masyarakat
Gorontalo,
diakses tgl 7 Juli 2014).
Kemenkes, 2009. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
Nomor 364/Menkes/SK/V/2009
tentang
pedoman penanggulangan Tubercolosis (TB), Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.

300

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Kemenkes, 2009. Keputusan Kemenkes Nomor 293/


Menkes/SK/IV/2009, Pedoman Eliminasi Malaria di
Indonesia. Dalam tulisan Helper Sahat P Manalu dkk, 2011.
Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Terhadap Malaria Di kota
Batam. Media Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan.
Volume XXI, No, 2. Hal-47.
Kemenkes, 2009. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
Nomor 364/Menkes/SK/V/2009
tentang
pedoman penanggulangan Tubercolosis (TB), Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes. 2010. Analisis Implementasi Kebijakan Eliminasi
Malaria Di Provinsi Bali. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan.Vol 15 No 2. Hal-144.
Khasiat Obat Herbal.

http://khasiatobatherbal.blogspot.com/2013/03/normal-0false-false-false-en-us-x-none.html . Akses 19 Juli 2014.


Lusi Kristiana, dkk. 2012. Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan
Anak. Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat. Balitbangkes. Kemenkes.
Marimbi,H .2009 : Sosiologi dan Antropologi Kesehatan.
Yogyakarta. Penerbit Nuha Medika.
Melawan Penyakit TBC. http://www.sehatraga.com/melawan

penyakit tbc. (akses tanggal 2 agustus 2014).


Munaj, Khaidir, 2010, Asuhan keperawatan TB paru,
(http://khaidirmunaj.blogspot.com, diakses 11 juni 2014).
Notoadmodjo, S. 2010, Promosi kesehatan Teori dan Aplikasi.
Penerbit Rineka Cipta.Jakarta
Notoadmodjo, S. 2011 : Kesehatan masyarakat ilmu dan seni,
Rineka Cipta, Jakarta.
301

Etnik Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

Poerwanto, H. 2000. Kebudayaan Dan Lingkungan Dalam


Prespektif Antropologi. Yogyakarta.Penerbit Pustaka
Pelajar.
Penyakit-penyakit berbahaya.
http://penyakid.blogspot.sg/2012/10/penyakit-penyakitberbahaya-serta-obat.html. Diakses 18 agustus 2014)
Penularan Penyakit Tuberculosis dan Tuberculosis Pada
Kehamilan.
http://mypotik.blogspot.com/2012/10/penularan-penyakittubercolosis-dan.html. Di akses 12 juni 2014
Sri Handayani, dkk. dkk. 2012. Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu
dan Anak. Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat. Balitbangkes. Kemenkes.
Selayang Pandang Kabupaten Boalemo. www.selayang pandang
Kab Boalemo. Diakses tanggal 2 Juni 2014).
Walima Gorontalo. (http://walimagorontalo.blogspot.com/ .
Diakses Tanggal 24 Mei 2014 ).

302

Anda mungkin juga menyukai