Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TIJAUAN PUSTAKA

A.

Definisi
Intracerebral hematom (ICH) adalah perdarahan yang terjadi di otak yang

disebabkan oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak. Perdarahan dalam
dapat terjadi di bagian manapun di otak. Darah dapat terkumpul di jaringan otak,
ataupun di ruang antara otak dan selaput membran yang melindungi otak.
Perdarahan dapat terjadi hanya pada satu hemisfer (lobar intracerebral
hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada struktur dari otak, seperti thalamus,
basal ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep intracerebral hemorrhage).1
Intraserebral Hematom (ICH) Hematom yang terbentuk dalam jaringan otak
(parenkim) sebagai akibat dari adanya robekan pembuluh darah, terutama
melibatkan lobus frontal dan temporal (80-90%), tetapi dapat juga melibatkan
korpus kallosum, batang otak dan ganglia basalis.

Gambar 1. Lokasi tersering sumber perdarahan intraserebral4

B.

Insiden dan Epidemiologi


Menurut penelitian Wahyoepramono dan Yunus (2002) di RS Siloam

Gleneagle Lippo Karawaci, Trauma kapitis 89 kasus dengan proporsi Trauma


kapitis

berat 41 kasus (46,1%) diantaranya memerlukan tindakan operasi

craniotomy dan 48 kasus (53,9%) proporsi Trauma kapitis ringan-sedang yang


tidak memerlukan tindakan operasi. Dari 41 kasus yang memerlukan tindakan
operasi craniotomy, diantaranya 13 kasus (31,71%) disebabkan kontusio serebri,
11 kasus

(26,83%)

hematoma subdural, 9 kasus (21,95%) hematoma

intraserebral, dan 8 kasus (19,51%) hematoma epidural.28


C.

Anatomi Otak
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang

membungkusnya, tanpa perlindungan ini, otak akan mudah sekali terkena


cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapat di
perbaiki lagi.
Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa,
padat dapat di gerakkan dengan bebas, yang memebantu menyerap kekuatan
trauma eksternal. Di antar kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan
membrane dalam yang mngandung pembuluh-pembuluih besar. Bila robek
pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan dapat menyebabkan
kehilangan darah yang berarti pada penderita dengan laserasi pada kulit
kepala. Di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena
emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat emmbawa infeksi dari kulit
kepala sampai jauh ke dalam tengkorak, yang jelas memperlihatkan betapa

pentingnya pembersihan dan debridement kulit kepala yang seksama bila


galea terkoyak (3).
Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak
memungkinkan perluasan intracranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding
atau tabula yang di pisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar disebut tabula
eksterna, dan dinding bagian dalam di sebut tabula interna. Struktur demikian
memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot yang
lebih ringan. Tabula interna mengandung alur-alur yang berisiskan arteria
meningea anterior, media, dan posterior. Apabila fraktur tulang tengkorak
menyebabkan laserasi salah satu dari arteri-arteri ini, perdarahan arterial yang
tertimbun dalam ruang epidural, dapat manimbulkan akibat yang fatal kecuali
bila di temukan dan diobati dengan segera. Pelindung lain yang melapisi otak
adalah meninges. Ketiga lapisan meninges adalah dura mater, arachnoid, dan pia
mater (3).
1.

Dura mater cranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri atas
dua lapisan:

Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh periosteum


yang membungkus dalam calvaria

Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang kuat
yang berlanjut terus di foramen mgnum dengan dura mater spinalis yang
membungkus medulla spinalis

2.

Arachnoidea mater cranialis, lapisan antara yang menyerupai sarang labalaba

3.

Pia mater cranialis, lapis terdalam yang halus yang mengandung banyak
pembuluh darah.

D.

Patofisiologi
Kasus PIS umumnya terjadi di kapsula interna (70 %), di fossa

posterior (batang otak dan serebelum) 20 % dan 10 % di hemisfer (di luar kapsula
interna). Gambaran patologik menunjukkan ekstravasasi darah karena robeknya
pembuluh darah otak dan diikuti adanya edema dalam jaringan otak di sekitar
hematom. Akibatnya terjadi diskontinuitas jaringan dan kompresi oleh hematom
dan edema pada struktur sekitar, termasuk pembuluh darah otak dan penyempitan
atau penyumbatannya sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang dilayaninya,
maka gejala klinis yang timbul bersumber dari destruksi jaringan otak,
kompresi pembuluh darah otak / iskemia dan akibat kompresi pada jaringan otak
lainnya.4
E.

Etiologi
Intracerebral hematom dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa

saja, beberapa keadaan yang bisa menyebabkan Intracerebral hematom adalah


misalnya benturan pada kepala pada kecelakaan motor dan beberapa penyakit
yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah di otak.
F.

Gejala Klinis
a. Hemiplegi (gangguan fungsi motorik/sensorik pada satu sisi tubuh)
b. Papilledema (pembengkakan mata) serta gejala-gejala lain dari tekanan
intrakranium yang meningkat

c. Arteriografi karotis dapat memperlihatkan suatu pergeseran dari arteri


perikalosa ke sisi berlawanan serta gambaran cabang-cabang arteri serebri
media yang tidak normal
G.

Diagnosis

Diagnosis intraserebral hematom didasarkan gejala klinis serta pemeriksaan


penunjang seperti foto Rontgen kepala dan CT scan kepala.
H.

Diagnosis Banding

1.

Subdural Hematoma (7)


Perdarahan yang terjadi diantara duramater dan arachnoid, akibat robeknya

vena jembatan. Gejala klinisnya adalah :


o sakit kepala
o kesadaran menurun + / -. Pada pemeriksaan CT scan otak didapati
gambaran hiperdens (perdarahan)
o diantara duramater dan arakhnoid, umumnya robekan dari bridging
vein dan tampak seperti bulan sabit.
2.

Subarakhnoid hematoma
Gejala klinisnya yaitu :
o kaku kuduk
o nyeri kepala
o bisa didapati gangguan kesadaran
Pada pemeriksaan CT scan otak didapati perdarahan (hiperdens) di

ruang subarakhnoid.

I.

Penatalaksanaan
Penanganan darurat :
Dekompresi dengan trepanasi sederhana
Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom
Terapi medikamentosa
Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera
spinal atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan
intracranial dan meningkakan drainase vena (9).
Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah golongan

dexametason (dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam),


mannitol 20% (dosis 1-3 mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema
cerebri yang terjadi akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih mana
yang terbaik. Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksi dengan fenitoin
sedini mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic
dan untuk penggunaan jangka panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin.
Tri-hidroksimetil-amino-metana (THAM) merupakan suatu buffer yang
dapat masuk ke susunan saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari
natrium bikarbonat, dalam hal ini untuk mengurangi tekanan intracranial.
Barbiturat dapat dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi dan
mempunyai efek protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis yang
biasa diterapkan adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan

kemudian dilanjutkan dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam
unuk mencapai kadar serum 3-4mg% (8).
Terapi Operatif
Penanganan tepat dan segera pada pasien dengan infark hemoragik
merupakan penanganan kegawatdaruratan. Pasien dengan stroke hemoragik
harus dirawat dalam ruangan khusus.
Penatalaksaan pasien dengan infark hemoragik terdiri atas dua yaitu:
1. Konservatif

Amankan jalan napas dan pernapasan.

Keseimbangan cairan.

Mannitol dan diuretik berguna untuk menurunkan tekanan intrakranial


lebih cepat.

2. Operasi
Drainase hematoma drainase stereotaktik atau evakuasi operasi
Drainase ventrikular atau shunt
Evakuasi perdarahan malformasi arterivenous atau tumor
Memperbaiki aneurisma.
Penatalaksaan operatif pada pasien dengan perdarahan intraserebral
masih kontroversi. Walaupun terdapat indikasi-indikasi jelas bahwa pasien
memerlukan suatu tindakan operatif ataupun tidak, masih terdapat daerah
abu-abu diantaranya. Sebagai contoh pasien usia muda dengan
perdarahan intraserebral pada hemisfer nondominan yang awalnya sadar
dan berbicara kemudian keadaannya memburuk secara progresif dengan
perdarahan intraserebral area lobus memerlukan penanganan operatif.

Sebaliknya, pasien usia lanjut dengan perdarahan intraserebral luas


pada hemisfer dominan disertai perluasan ke area talamus dan berada
dalam kondisi koma tergambar memiliki prognosis jelek sehingga tindakan
operatif tidak perlu dipertimbangkan.
Tindakan pembedahan untuk evakuasi atau aspirasi bekuan darah
pada stadium akut kurang begitu menguntungkan. Intervensi bedah pada
kasus-kasus demikian adalah :
a.

Pasien yang masih dapat tetap bertahan setelah iktus awal setelah
beberapa hari, di mana pada saat itu bekuan sudah mulai mencair dan
memungkinkan untuk di aspirasi sehingga massa desakan atau defisit

b.

dapat dikurangi.
Hematom intraserebeler, mudah segera dikeluarkan dan kecil
kemungkinan menimbulkan defisit neurologis. Dalam hal ini biasanya

c.

dapat segera dilakukan operasi pada hari-hari pertama.


Hematom intraserebral yang letaknya supericial, seringkali mudah
diangkat dan tidak memperburuk defisit neurologis.
Kontraindikasi tindakan operasi terhadap kasus-kasus perdarahan

intraserebral adalah hematom yang terletak jauh di dalam otak (dekat


kapsula interna) mengingat biasanya walaupun hematomnya bisa
dievakuasi, tindakan ini malahan menambah kerusakan otak.4
Operasi juga tidak dipertimbangkan pada pasien dengan volume
hematoma sedikit dan defisit fokal minimal tanpa gangguan kesadaran.

Hal

tersebut diatas menunjukkan indikasi jelas mengapa seseorang memerlukan

10

tindakan operatif atau tidak. Hal inilah yang menjadi ketidakmenentuan mengenai
indikasi apakah operasi diperlukan atau tidak.
J.

Prognosis
Prognosis tergantung pada (8):
Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )
Besarnya
Kesadaran saat masuk kamar operasi.
Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma intracerebral biasanya

baik, karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian
berkisar antara 7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat
buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi (2).
K.

Outcome Pasca Cedera Kepala


Menentukan outcome untuk penderita - penderita dengan cedera kepala

berat seringkali sulit. Hal ini disebabkan karena keterbatasan penilaian klinik
awal, lamanya penyembuhan pada penderita cedera berat, dan banyaknya faktor
dan variabel yang mempengaruhi prognosa penderita cedera kepala berat (12).
Banyak macam skala pengukuran outcome dari cedera kepala, diantaranya
Glasgow Outcome Scale (GOS), Barthel Index (BI), Functional Independence
Measure (FIM). Glasgow Outcome Scale (GOS) merupakan parameter yang
sudah diterima secara menyeluruh sebagai suatu standar untuk menjelaskan
outcome pada cedera kepala. GOS merupakan parameter untuk outcome cedera

11

kepala yang paling sering digunakan untuk menilai keadaan fisik dan neurologik
(13).

Gambar 2.2 Glasgow Outcome Scale

12

Anda mungkin juga menyukai