PENDAHULUAN
Sistem imun berperan penting dalam mengenali dan menghancurkan atau
menetralisasi benda-benda di dalam tubuh yang dianggap asing oleh tubuh normal. Peran
penting sistem imun yaitu sebagai pertahanan terhadap patogen penginvasi (mikroorganisme
penghasil penyakit misalnya; virus dan bakteri), pengeluaran sel-sel yang rusak misalnya sel
darah merah yang tua dan debris jaringan- jaringan yang rusak oleh trauma atau penyakit,
penting untuk penyembuhan luka dan perbaikan jaringan, Identifikasi dan destruksi sel
abnormal atau mutan yang berasal dari tubuh sendiri1. Fungsi ini, yang diberi nama surveilans
imun, adalah mekanisme pertahanan internal utama terhadap kanker, respon imun yang tidak
sesuai yang menimbulkan alergi, yaitu tubuh bereaksi terhadap zat kimia dari lingkungan
yang tidak berbahaya, atau penyakit autoimun, yaitu saat sistem pertahanan secara salah
menghasilkan antibodi terhadap tubuh sendiri, sehingga terjadi kerusakan sel jenis tertentu
dalam tubuh,
toleransi
terhadap
antigen-antigen
yang
terdapat
pada
jaringan
janin. Selanjutnya timbul pertanyaan, apakah jaringan janin yang bersifat semialogenik
tersebut langsung mengadakan kontak dengan sistem imun maternal karena pada
kenyataannya sirkulasi keduanya tetap terpisah selama masa kehamilan. Pada kenyataannya
bahwa hanya jaringan plasenta dan membran janin sajalah yang langsung mengadakan
kontak dengan sirkulasi maternal. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa terdapat karakteristik-
karakteristik tertentu yang bersifat spesifik dari jaringan plasenta dan membran janin yang
dapat memicu toleransi sistem imun maternal pada jaringan janin. Selain pada sisi janin,
diduga pula bahwa terjadi perubahan pada sistem imun maternal selama kehamilan sehingga
akan memicu reaksi toleransi terhadap jaringan janin.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Imun
Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap
infeksi disebut sistem imun. Imunitas adalah resistensi terhadap
suatu penyakit
Sistem imun
Limfosit B dan T memiliki riwayat hidup yang berbeda dan sifat serta fungsi yang
berbeda. Limfosit mampu mengenali secara spesifik dan berespon secara selektif terhadap
berbagai agen asing yang jenisnya hampir tidak terbatas serta terhadap sel kanker. Proses
pengenalan dan respon pada sel B dan T berbeda. Mikroorganisme beserta produkproduknya yang berada di ekstraselular akan dikenali oleh reseptor-reseptor yang ada
pada sel limfosit B, dalam hal ini adalah antibodi. Sementara untuk mikroorganisme yang
berada di intrasel, produk-produknya akan dikenali oleh reseptor-reseptor dari limfosit
T (T cell receptor = TCR). TCR akan mengenali fragmen-fragmen peptida yang berasal
dari mikroorganisme intrasel dan dipresentasikan oleh HLA pada permukaan sel atau selsel khusus yang disebut sebagai Antigen Presenting Cells (APC).2,4
menguntungkan
karena
diversitas
struktur
peptida
ternyata
lebih
banyak jika dibandingkan dengan karbohidrat ataupun lipid. Oleh karena itu,
diharapkan sistem imun adaptif dapat lebih mengenali secara spesifik suatu imunogen
sehingga dapat memicu suatu respons imun yang lebih spesifik.
HLA adalah suatu molekul yang akan mempresentasikan fragmen peptida
pada permukaan sel. Fragmen peptida yang dipresentasikan oleh HLA berasal dari
protein eksogen ataupun endogen yang diproses baik melalui jalur endositik (HLA
kelas II) maupun jalur skosolik (HLA kelas I). Fragmen peptida yang dipresentasikan
juga berasal dari protein self dan non-self. Oleh karena proses tadi berjalan secara
terus menerus, maka permukaan sel akan dipenuhi oleh HLA-HLA dengan fragmen
peptidanya masing-masing. Sel-sel yang tidak terinfeksi tentu saja hanya akan
mempresentasikan fragmen-fragmen peptida self. Oleh karena itu, HLA juga bersifat
sebagai pertanda imunogenik di mana memiliki fungsi untuk membedakan antara selsel yang berasal dari diri sendiri (self) dengan sel-sel yang berasal dari
orang lain (non-self) atau disebut sebagai histokompatibilitas. Oleh karena itu, HLA
sering disebut pula Major Histocompatibility Complex (MHC) yang ada pada
manusia. Dasar-dasar pengetahuan mengenai HLA saat ini telah jauh berkembang
seiring dengan semakin majunya ilmu kedokteran transplantasi. Hal ini jugalah yang
mendasari pemikiran-pemikiran mengenai keilmuan imunologi reproduksi.
HLA berdasarkan struktur dan fungsinya terdiri atas 2 kelas, yaitu kelas I dan
kelas II. HLA akan dikoding oleh gen yang terletak pada kromosom no 6 tepatnya
padaregio 6p21.31 (lengan pendek). Paling tidak telah dikenali 20 gen dari HLA kelas
I yang hanya mengoding untuk rantai saja, di mana tiga di antaranya termasuk ke
dalam kelompok HLA klasik/kelas la di antaranya adalah HLA-A, HLA-B, dan HLAC. HLA kelas I yang klasik memiliki fungsi untuk mempresentasikan fragmen peptida
(antigen) kepada sel limfosit T sitotoksik (CD8+) dan biasanya dimiliki oleh seluruh
sel somatik meski ekspresinya akan sangat bervariasi bergantung pada jenis
jaringannya. Selain HLA kelas I klasik, juga terdapat kelompok nonklasik/kelas lb
yang terdiri atas HLA-G, HLA-E, dan HLA-F. HLA non-klasik seperti HLA-G
banyak dibicarakan perannya dalam menentukan keberhasilan kehamilan. Sementara
gen yang akan mengoding HLA kelas II akan mengoding rantai dan yang
berfungsi untuk mempresentasikan fragmen peptida (antigen) kepada sel limfosit T
helper (CD4+) dan biasanya di ekspresikan oleh subkelompok dari sel-sel imun
seperti sel dendritik makrofag, limfosit B, limfosit T yang teraktivasi, dan
epitelial timus.
Tiap
HLA
memiliki
kemampuan untuk
mengikat
fragmen
peptida
C.
ditandai
oleh
toleransi
maternal
dari paternal
major
Respon sitokin pada hubungan maternal-fetal saat ini juga menjadi subjek
penelitian. Respon ini secara umum dapat dibagi menjadi respon tipe Th-1 (yang
ditandai oleh produksi interleukin-2, interferon- dan TNF-) atau respon tipe Th-2
(yang ditandai oleh produksi antibody pemblok pada mask fetal trophoblast
antigen yang berasal dari perkenalan imunologis oleh respon sitotoksik yang
dimediasi oleh sel Th-1 maternal. Sebaliknya, wanita yang mengalami aborsi rekuren
cenderung lebih dominan menghasilkan respon sel tipe Th-1 pada periode implantasi
embrionik dan selama kehamilan. Imuno-modulasi dari respon sitokin pada saat awal
kehamilan mencerminkan adanya kemungkinan besar untuk melakukan percobaan
terapi di masa yang akan datang.8
Lebih dari lima puluh tahun lalu pemenang nobel Peter B Medawar
mengajukan sesuatu yang dikenal sebagai paradox imunologis dalam kehamilan.
Medawar berargumen janin itu seperti transplant setengah asing, karena setengah
gennya berasal dari sang ayah. Oleh karena itu, dia menyimpulkan, sistem imun ibu
dan janin akan mengalami masalah. Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa
sistem imun aktif pada tempat dimana embrio yang berkembang melekat pada uterus
pada permulaan kehamilan. Sehingga sistem imun maternal yang agresif akan
menyerang embrio, sehingga embrio mengambil tindakan defensive.9,10
Yang terbaru, ahli imunologi telah menyatakan apakah paparan terhadap
protein dalam cairan semen dapat membantu agar sistem imun wanita dapat bersiap
untuk konsepsi dan kehamilan. Tremellen dan rekannya telah meneliti sebuah protein
yang disebut TGF, yang ditemukan dalam kadar yang cukup tinggi dalam semen.
Mereka menyuntikkan TGF kedalam uterus tikus yang disertai dengan beberapa
protein asing, dan menemukan bahwa injeksi protein yang sama di bawah kulit tidak
mengurangi kekuatan reaksi imun. Tremellen percaya bahwa imunisasi dengan TGF
melalui hubungan seksual membantu sistem imun maternal belajar untuk mentolerir
antigen dalam semen dengan merubah produksi molekul peradangan yang disebut
sitokin. Dia telah menunjukan bahwa fertilisasi in vitro jauh lebih berhasil jika
pasangan telah melakukan hubungan seksual sebelum dilakukannya IVF.11
Terdapat paradox dalam sebuah kehamilan bahwa, walaupun kemampuan ibu
untuk menghasilkan antibody tampak normal, kemampuan mereka untuk menyusun
respon imun yang dimediasi sel menjadi lemah. Konsep ini didukung oleh
pengamatan klinis bahwa wanita hamil, walaupun tidak mengalami penurunan sistem
imun yang terlalu parah, lebih rentan mengalami penyakit yang normalnya berkaitan
dengan respon imun yang dimediasi oleh sel. Infeksi virus tertentu, seperti hepatitis,
herpes simplek, dan Epstein-barr, lebih sering terjadi pada kehamilan. Penyakit yang
disebabkan
oleh
pathogen
intraseluler
(misal
lepra,
tuberculosis,
malaria,
D.
menguntungkan yang dapat memicu respon imun yang menolak perlekatan janin pada
uterus. Dari berbagai macam bentuk trofoblas plasenta, hanya sel trofoblas ekstravilli
yang mengeluarkan molekul MHC kelas I (HLA-C, -E, dan -G). Berdasarkan ekspresi
HLA-nya, populasi sel-sel trofoblas dapat dibagi menjadi 3 populasi, yaitu sel-sel
trofoblas yang melapisi ruang intravili. Sel-sel trofoblas di sini akan langsung
mengadakan kontak dengan sel-sel imun maternal dari sirkulasi maternal, maka selsel trofoblasnya tidak akan mengekspresikan HLA kelas I sama sekali; sel-sel trofoblasendovaskular, yaitu sel-sel trofoblas yang menginvasi pembuluh darah arteri spiralis. Sel-sel trofoblas di sini akan berkontak dengan sel-sel imun maternal pada sirkulasi maternal. Namun, bedanya sel-sel trofoblas tersebut mengekspresikan HLA
kelas I, seperti HLA-G, HLA-E, dan HLA-C; dan sel-sel trofoblas yang akan
menginvasi lapisan desidua. Sel-sel ini juga berpotensi untuk berkontak dengan selsel imun maternal yang terdapat pada lapisan desidua. Maka, sel-sel trofoblas pada
lapisan ini juga hanya akan mengekspresikan HLA-G, HLA-E, dan HLA-C.4,5
Karena distribusinya yang unik pada jaringan trofoblastik janin, HLA-G
diperkirakan menjadi komponen yang penting dalam toleransi janin. Meskipun fungsi
pasti dari HLA-G masih belum diketahui, bukti menunjukkan bahwa HLA-G
melindungi sitotrofoblast invasif agar tidak dibunuh oleh sel NK-uterus. HLA-G,
yang berinteraksi dengan sel NK-U, kemungkinan berperan pada pemeliharaan
toleransi imun pada penghubung maternal-fetal dan kehamilan yang normal.3,5
pengatur pada respon sel T masih belum diketahui tetapi mungkin melibatkan kontak
sel secara langsung atau menghasilkan sitokin anti-peradangan.5
Cara lain untuk menekan sel T maternal pada penghubung maternal-fetal
melibatkan deplesi triptofan oleh indoleamine 2,3 dioxygenase (IDO), sebuah enzim
yang mengkatabolisasikan triptofan. IDO dalam keadaan normal berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan antimikroba bawaan dengan cara memungkinkan sel untuk
menghapus triptofan dari kelompok intraseluler atau lingkungan mikro lokal. IDO
dipertimbangkan berperan untuk membuat sel T menjadi kurang responsive pada saat
hamil, karena triptofan adalah sebuah asam amino essensial untuk fungsi sel T.5
BAB IV
Penutup
Peranan utama dari sistem imun adalah untuk melindungi tubuh dari invasi
organisme asing dan produk toksin mereka. Hal ini membutuhkan kemampuan untuk
mendiskriminasikan antara self antigen dan nonself antigen, sehingga sistem imun dapat
merusak organisme yang menyerang dan bukan jaringan normal. Dalam kehamilan, janin
yang merupakan antigen asing bertumbuh didalam ibunya selama 9 bulan, tidak terancam
oleh sistem imun ibu. Singkatnya, adaptasi imun harus terjadi pada kehamilan yang sangat
penting untuk kelangsungan hidup janin sambil mempertahankan kemampuan ibu untuk
melawan infeksi.3
HLA-G diperkirakan menjadi komponen yang penting dalam toleransi janin. HLA-G
melindungi sitotrofoblast invasif agar tidak dibunuh oleh sel NK-uterus. HLA-G, yang
berinteraksi dengan sel NK-U, kemungkinan berperan pada pemeliharaan toleransi imun pada
penghubung maternal-fetal dan kehamilan yang normal
Sel T maternal berada dalam keadaan toleransi transien untuk alloantigen paternal
tertentu. Sel T pengatur, menekan respon imun terhadap antigen tertentu dan meningkat
dalam sirkulasi maternal pada wanita
terutama berperan untuk mencegah respon autoimun yang terjadi jika sel T selfreactive keluar dari timus pada saat perkembangan sel yang normal.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
Reece Albert E, et al. Clinical Obstetric the Fetus and Mother, 3rd edition.
Massachusets, Blackwel publishing; 2007.
4.
5.
6.
7.
Martin L. Pernoll, M.D. Handbook of Obstetriks and Gynecology 10th edition. New
York, McGraw-Hill Companies. 2001.
8.
9.
Mor G. Pregnancy reconceived: what keeps a mother's immune sistem from treating
her baby as foreign tissue? A new theory resolves the paradox. Available
from www.findarticle.com. Accessed on march 5, 2012.