Chapter II ISPA PDF
Chapter II ISPA PDF
TINJAUAN PUSTAKA
c. Pneumonia: batuk (atau kesulitan bernafas) dan pernafasan cepat tanpa penarikan
dinding dada. Pernafasan cepat adalah 40 kali per menit atau lebih pada usia 12
bulan hingga 5 tahun.
d. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa): batuk (atau kesulitan bernafas) tanpa
pernafasan cepat atau penarikan dinding dada.
dermatitidis,
Histoplasma
capsulatum,
Coccidioides
immitis,
Cryptococcus neoformans.20
Selain itu juga ISPA dapat disebabkan oleh karena inspirasi asap kendaraan
bermotor, Bahan Bakar Minyak/BBM biasanya minyak tanah dan, cairan amonium
pada saat lahir.21
sebagian daripadanya. Adapun bentuk aerosol dari penyebab penyakit tersebut ada
dua, yakni droplet nuclei dan dust.
Droplet nuclei adalah partikel yang sangat kecil sebagai sisa droplet yang
mengering. Pembentukannya dapat melalui berbagai cara, antara lain dengan melalui
evaporasi droplet yang dibatukkan atau yang dibersinkan ke udara. Droplet nuclei
juga dapat terbentuk dari aerolisasi materi-materi penyebab infeksi di dalam
laboratorium. Karena ukurannya yang sangat kecil, bentuk ini dapat tetap berada di
udara untuk waktu yang cukup lama dan dapat diisap pada waktu bernafas dan masuk
ke alat pernafasan.
Dust adalah bentuk partikel dengan berbagai ukuran sebagai hasil dari
resuspensi partikel yang menempel di lantai, di tempat tidur serta yang tertiup angin
bersama debu lantai/tanah.
memberikan gambaran klinik yang lebih besar dan jelek, hal ini disebabkan karena
ISPA pada bayi dan balita umumnya merupakan kejadian infeksi pertama serta belum
terbentuknya secara optimal proses kekebalan secara alamiah. Sedangkan orang
dewasa sudah banyak terjadi kekebalan alamiah yang lebih optimal akibat
pengalaman infeksi yang terjadi sebelumnya.17
Data SKRT tahun 1991 sampai 2002 menunjukkan kelompok umur dengan
prevalensi kematian ISPA tertinggi di Indonesia ada pada kelompok umur bayi dan
balita yaitu tahun 1991 umur 12 - 23 bulan (9,8%), tahun 1994 umur 6 - 35 bulan
(10%), tahun 1997 umur 6 - 11 bulan (10%), tahun 2002 umur 6 - 23 tahun (8%).23
Berdasarkan hasil penelitian Mairusnita pada balita yang Berobat ke Badan
Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah (BPKRSUD) Kota Langsa Tahun
2006, didapatkan bahwa proporsi balita penderita ISPA terbesar pada kelompok umur
2 - 59 bulan yaitu 86,4% sementara kelompok umur dibawah 2 bulan yaitu 13,6%.25
b.2. Jenis Kelamin
Berdasarkan
Pedoman
Rencana
Kerja
Jangka
Menengah
Nasional
ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi sampai umur 6 bulan tanpa
mamberikan makanan/cairan lain.32
Pada waktu lahir sampai berusia beberapa bulan bayi belum dapat membentuk
kekebalan sendiri secara sempurna. ASI mampu memberikan perlindungan terhadap
infeksi dan alergi serta merangsang perkembangan sistem kekebalan bayi itu sendiri.
Dengan adanya zat anti infeksi pada ASI maka bayi dengan ASI eksklusif akan
terlindungi dari berbagai macam infeksi, baik yang disebabkan oleh bakteri, virus,
jamur atau parasit.33
Keunggulan lainnya, ASI mengandung gizi yang cukup lengkap dan
komposisinya disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat
terserap. Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan yang diberikan secara
dini pada bayi. Susu formula sangat susah diserap usus bayi sehingga dapat
menyebabkan susah buang air besar pada bayi. Proses pembuatan susu formula yang
tidak steril menyebabkan bayi rentan terkena diare. Hal ini akan menjadi pemicu
terjadinya kurang gizi pada anak dan akibat dari kurang gizi anak lebih mudah
terserang penyakit infeksi.32
Hasil penelitian Harianja di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan
Tuntungan tahun 2010 dengan desain cross sectional menunjukkan ada hubungan
antara status ASI Eksklusif dengan kejadian ISPaA pada anak balita dengan nilai
p = 0,000. Hasil Ratio Prevalens kejadian ISPaA pada anak balita yang tidak
mendapatkan ASI Eksklusif dibanding dengan anak balita yang mendapatkan ASI
Eksklusif adalah 2,698 (95% CI: 1,328-5,478). Artinya tidak mendapatkan ASI
Eksklusif merupakan faktor risiko terjadinya ISPaA.34
saluran pernafasan karena menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya
pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paruparu sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernafasan.41
Berdasarkan hasil penelitian Naria, dkk di wilayah kerja Puskesmas
Tuntungan tahun 2008 menunjukkan proporsi balita yang menggunakan obat nyamuk
menderita ISPA sebanyak 48 orang (73,8%) sedangakan balita yang tidak menderita
ISPA sebanyak 17 orang (27,2%). Hasil uji Chi Square diperoleh bahwa ada
hubungan yang bermakna antara penggunaan obat nyamuk dengan kejadian ISPA
pada balita dengan nilai p = 0,010. Hasil Ratio Prevalens kejadian ISPA pada balita
yang menggunakan obat nyamuk dibanding dengan balita yang tidak menggunakan
obat nyamuk adalah 1,8. Artinya penggunaan obat nyamuk merupakan faktor risiko
terjadinya ISPA.42
c.4. Keberadaan Perokok
Paparan asap rokok merupakan penyebab signifikan masalah kesehatan
seperti pernafasan akut infeksi (ISPA) pada anak. 43 Satu batang rokok dibakar maka
akan mengeluarkan sekitar 4000 bahan kimia seperti nikotin, gas carbon monoksida,
nitrogen oksida, hidrogen cianida, amonia, acrolein, acetilen, benzoldehide,
urethane, methanol, conmarin, 4-ethyl cathecol, ortcresor peryline dan lainnya.5
Hasil penelitian Harianja di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan
Tuntungan tahun 2010 dengan desain cross sectional menunjukkan ada hubungan
antara keberadaan anggota keluarga yang merokok dengan kejadian ISPaA pada anak
balita dengan nilai p = 0,001. Hasil Ratio Prevalens kejadian ISPaA pada anak balita
yang memiliki anggota keluarga perokok dibanding dengan anak balita yang tidak
memiliki anggota keluarga perokok adalah 3,211 (95% CI: 1,154-8,932). Artinya
keberadaan anggota keluarga perokok merupakan faktor risiko terjadinya ISPaA.34
Berdasarkan hasil penelitian Mukono di Puskesmas Pati I tahun 2006 dengan
desain case control, berdasarkan analisis bivariat hubungan keberadaan anggota
keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA pada balita diperoleh nilai p = 0,000
dan OR 4,63 (95% CI: 2,04-10,52). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara
keberadaan anggota keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA pada balita. OR
4,63 artinya anak balita yang tinggal di rumah dengan anggota keluarga yang
merokok kemungkinan untuk menderita ISPA 4,65 kali dibandingkan balita yang
tinggal di rumah dengan anggota keluarga yang tidak merokok. 44
c.5. Bahan Bakar Untuk Memasak
Pencemaran udara di dalam rumah banyak terjadi di negara-negara
berkembang. Diperkirakan setengah dari rumah tangga di dunia memasak dengan
bahan bakar yang belum diproses seperti kayu, sisa tanaman dan batubara sehingga
akan melepaskan emisi sisa pembakaran di dalam ruangan tersebut.44 Pembakaran
pada kegiatan rumah tangga dapat menghasilkan bahan pencemar antara lain asap,
debu, grid (pasir halus) dan gas (CO dan NO).5
Tingkat polusi yang dihasilkan bahan bakar menggunakan kayu jauh lebih
tinggi
dibandingkan
bahan
bakar
menggunakan
gas.
Sejumlah
penelitian
menunjukkan paparan polusi dalam ruangan meningkatkan risiko kejadian ISPA pada
anak-anak.45
Berdasarkan hasil penelitian Naria, dkk di wilayah kerja Puskesmas
Tuntungan tahun 2008 menunjukkan proporsi balita yang tinggal di rumah yang